You are on page 1of 20

PRESENTASI KASUS SEORANG PEREMPUAN 76 TAHUN DENGAN BRONIEKTASIS BILATERAL

Disusun oleh: Siti Ngafiyah G0004200

Pembimbing : DR. dr. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RSUD DR. MOEWARDI 2010

STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS A. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk Tanggal Periksa No CM B. Keluhan Utama : Ny. S : 76 tahun : Perempuan : Petani : Klampuyan 8/10 Pungsari, Plupuh, Sragen : 12 Februari 2010 (jam 14.53WIB) : 16 Februari 2010 : 994943 : Sesak nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 3 hari SMRS penderita mengeluh sesak nafas terus-menerus, bertambah berat dngan aktivitas, berkurang dengan istirahat. Nyeri dada (-). Tidur dengan tiga bantal . Pasien juga batuk dengan dahak putih kekuningan kental, demam sumer-sumer, keringat dingin malam (-) nafsu makan menurun (+) , berat badan turun (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Penderita batuk berdahak sebelumnya lama kurang lebih selama 2 tahun , berobat ke pukesmas dan diberi obat yang diminum setiap hari selama 6 bulan. Namun 3 bulan terahir batuk dan sesak semakin berat dirasakan. Sehingga ahirnya pasien datang ke UGD RSDM.

D. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat Hipertensi b. Riwayat Diabetes Mellitus c. Riwayat Asma d. Riwayat Penyakit Jantung e. Riwayat Alergi f. g. Riwayat Mondok Riwayat OAT : disangkal. : disangkal. : (+) Sejas kecil : disangkal. : (+) udara dingin, dan debu. : Disangkal : (+)

E. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat hipertensi b. Riwayat DM c. Riwayat asma d. Riwayat penyakit jantung F. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang janda umur 76 tahun, bekerja sebagai petani, tingal bersama anak perempuanya. Pasien dirawat di RSDM dengan ditanggung oleh ASKESKIN. G. Riwayat kebiasaan. a. Riwayat merokok b. Riwayat minum alkohol c. Riwayat olahraga: II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis 1. Kesan Umum : sedang, kompos mentis, gizi kurang. 2. Tanda Vital : Tensi : 120/80 mmHg Nadi : 76x/menit Rr : 28x/menit : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal : disangkal.

Suhu : 36,2 C 3. Status Gizi : BB TB 4. Kepala 5. : 27 Kg : 150 cm : bentuk mesocephal, simetris, jejas (-) Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek secret (-/-). 6. Telinga 7. Hidung 8. 9. : pendengaran berkurang (-/-), sekret/darah (-/-). : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-). Mulut : gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), lidah tremor (-). Leher : JVP tidak meningkat (5+2 cmH2O), limfonodi dan kelenjar tiroid tidak membesar. 10. Thorax : retraksi (-) 11. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 12. Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 13. Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Dinding perut sejajar dinding dada : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba : Timpani : Peristaltik (+) normal : Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor / sonor : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH(+/+) postero inferior dextra et sinistra, Wheezing (-/-) : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tidak kuat angkat : Batas jantung kesan tidak melebar : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-). cahaya (+/+), isokor 3mm/3mm,

BMI : 19.24 Kg/m2

14. Punggung
15. Ekstremitas

: kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok costovertebra(-).


Extr.supor dextra Extr.supor sinistra Extr.infor dextra Extr.infor sinistra

Oedem Pucat Akral dingin Jari Tabuh

+ +

+ +

16. Range of Motion (ROM)


Neck Flexi Extensi Rotasi ke kanan Rotasi ke kiri Extremitas Superior Shoulder Flexi Extensi Abduksi Adduksi Internal rotasi External rotasi Flexi Extensi Supinasi Pronasi Flexi Extensi Ulnar deviasi Radius deviasi
MCP I flexi MCPII IV flexi DIP II V flexi PIP II - V flexi MCP I extensi

Aktif 0-70o 0-40o 0-90o 0-90o Dextra Aktif Pasif 0-180o 0-180o 0-30o 0-30o o 0-150 0-150o 0-75o 0-150o 0-90o 0-90o o 0-90 0-90o 0-135o 0-135o o 135-180 135-180o o 0-90 0-90o 0-90o 0-90o o 0-50 0-50o o 0-70 0-70o 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o o 0-90 0-90o o 0-90 0-90o 0-90o 0-90o o 0-100 0-100o 0-30o 0-30o ROM pasif 0-90o 0-30o 0-35o Dextra

Pasif 0-70o 0-40o 0-90o 0-90o Sinistra Aktif Pasif 0-180o 0-180o 0-30o 0-30o o 0-150 0-150o 0-150o 0-150o 0-90o 0-90o o 0-90 0-90o 0-135o 0-135o o 135-180 135-180o o 0-90 0-90o 0-90o 0-90o o 0-50 0-50o o 0-70 0-70o 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o o 0-90 0-90o o 0-90 0-90o 0-90o 0-90o o 0-100 0-100o 0-30o 0-30o ROM aktif 0-90o 0-30o 0-35o Sinistra

Elbow

Wrist

Finger

Trunk Flexi Extensi Rotasi Extremitas Inferior

Hip

Knee Ankle

Flexi Extensi Abduksi Adduksi Flexi Extensi Dorsoflexi Plantarflexi

Aktif 0-140o 0-30o 0-45o 0-45o 0-130o 130-180o 0-40o 0-40o

Pasif 0-140o 0-30o 0-45o 0-45o 0-130o 130-180o 0-40o 0-40o

Aktif 0-140o 0-30o 0-45o 0-45o 0-130o 130-180o 0-40o 0-40o

Pasif 0-140o 0-30o 0-45o 0-45o 0-130o 130-180o 0-40o 0-40o

Kesimpulan : full ROM 17. Manual Muscle Testing (MMT)


Shoulder Ekstremitas Superior Flexor M.deltoideus antor M.biceps brachii Extensor M.deltoideus antor M.teres major Abduktor M.deltoideus M.biceps brachii Adduktor M.latissimus dorsi M.pectoralis major Rotasi internal M.latissimus dorsi M.pectoralis major Rotasi eksternal M.teres major M.pronator teres Flexor M.biceps brachii M.brachialis Extensor M.triceps brachii Supinator M.supinator Pronator M.pronator teres Flexor M.flexor carpi radialis Extensor M.extensor digitorum Abduktor M.extensor carpi Adduktor Finger radialis M.extensor carpi Dextra 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Dextra 5 5 5 5 5 5 5 Sinistra 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Sinistra 5 5 5 5 5 5 5

Elbow

Wrist

Hip

Knee Ankle

ulnaris Flexor M.flexor digitorum Extensor M.extensor digitorum Extremitas Inferior Flexor M.psoas major Extensor M.gluteus maximus Abduktor M.gluteus medius Adduktor M.adductor longus Flexor Hamstring muscles Extensor M.quadriceps femoris Flexor M.tibialis

Extensor

M.soleus

Kesimpulan : MMT nilai 5. A. Status Neurologis a. Kesadaran b. Fungsi luhur : kompos mentis, GCS E4V5M6 : dalam batas normal

c. Fungsi vegetatif : IV line, DC d. Fungsi sensorik : Rasa eksteroseptik

Suhu Nyeri Rabaan

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Rasa propioseptik Rasa getar Rasa posisi Rasa nyeri tekan : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Rasa nyeri tusukan : dalam batas normal : Kekuatan : MMT nilai 5


Dextra +2 +2 +2 +2 Sinistra +2 +2 +2 +2

e. Fungsi motorik

Reflek fisiologis :

Biceps Triceps Patella Achilles

N N

Tonus N N Reflek Patologis


Dextra Hoffman-Trommer Babinsky Sinistra -

Chaddock Oppenheim

C. Satus Psikiatrik a. Penampilan b. Kesadaran: c. Afek d. Psikomotor e. Proses pikir : sesuai umur, perawatan diri cukup : kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis : appropriate : normoaktif : bentuk Isi Arus f. Insight : baik : realistik : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-) : koheren

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG - Laboratorium


No. 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 Laboratorium Hb (g/dl) Hct (mg%) AE (106/ul) AL (103/ul) AT (103/ul) Gol. Darah GDS (mg/dl) Ureum (mg/dl) Kreatinin (mg/dl) Na+ (mmol/l) K+ (mmol/l) HbsAg Hasil 8,7 31 4,04 9,6 326 O 106 22 0,8 140 5,1 (-)

Foto Thorax AP : Kesan efusi pleura, cardio thorax ratio (CTR) 62 % EKG : Sinus Rhytem Heart rate : 93 X, RAD, S presisten V3-V6 Analisa Gas Darah (AGD) : BTA 2 X hasil negatif

I.

DAFTAR MASALAH B. Problem Medis Sesak nafas Batuk berdahak (dahak sulit dikeluarkan) anemia

C. Problem Rehabilitasi Medik 1. 2. bertambah. 1. 2. 3. 4. Posisi tidur pasien yang cenderung miring ke arah kanan, karena bila tidak akan terasa bertambah sesak. bedrest lama Terganggunya aktivitas sehari-hari Gangguan psikis karena stres/beban pikiran akibat penyakitnya. I. ASSESSMENT II. Bronkiektasis bilateral terinfeksi CPC dekompensated dengan gagal nafas tipe II kronik Bekas TB dd TB relaps dengan schwarte paru kanan Pola nafas yang cepat, inspirasi dan ekspirasi banyak Jumlah dan kekentalan sekret bronchial cenderung menggunakan mulut

PENATALAKSANAAN B. Terapi Paru : IVFD RL + 2 amp aminofilin 30 tpm Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam Injeksi ceftriakson 2g/24 jam Ambroxol tab 3X 30 mg Balance cairan

B. Terapi Jantung 1. Positioning Perkusi atau vibrasi bila Perkusi bertujuan untuk melepaskan sekret di paru supaya mudah keluar. Yaitu dengan cara mengetuk dinding dada berulang dengan ujung jari pada setiap segmen paru selama 1-2 menit. Vibrasi bertujuan untuk melepaskan sekret paru. Pasien bernapas dalam kemudian letakkan tangan pada dada pasien, lakukan getaran (gunakan lengan dan otot bahu), pasien disuruh menghembuskan napas. Postural drainage: Membantu secara efektif pengeluaran sekret dari paru dan jalan napas. Posisi kepala/ dada letaknya lebih rendah selama 15 menit Latihan batuk. Mobilisasi terbatas untuk mencegah ulkus dekubitus karena berbaring lama 2. Occupational terapi : Melatih aktifitas kegiatan sehari-hari. Rekreatif : melatih ketrampilan sesuai dengan hobi dan pekerjaan mengisi waktu senggang, mengurangi stress pikiran, dsb. 3. Psikologi : Memberikan support mental dan psikoterapi pada pasien karena penyakit Bronkiektasis merupakan penyakit yang bersifat permanent dan kronis sehingga akan diderita dalam Injeksi Furosemid 1 amp/ 12 jam Digoksin 1X 1tab Fisioterapi :

C. Terapi Rehabilitasi Medik

10

jangka waktu lama, sehingga seringkali pasien merasa kecewa, depresi karena penyakitnya. Memberikan dorongan pada pasien agar mau berobat dan terapi secara teratur. I. GOAL II. Mengurangi dan mencegah terjadinya penumpukan lendir pada saluran nafas. Mencegah perburukan dan semaksimal mungkin meperbaiki faal paru. Memperbaiki postur tubuh terutama dada/ thorax.

EDUKASI Cukup minum air putih (minimal 2-3 liter per hari). Minum air putih yang cukup dapat membantu mengencerkan lendir dalam saluran nafas sehingga akan lebih mudah dikeluarkan. Cukup terpapar sinar matahari pagi. Saat pagi hari biarkan jendela kamar terbuka agar matahari dapat masuk dan ventilasi udara dalam kamar baik.

III.

PROGNOSIS Dubia.

11

TINJAUAN PUSTAKA BONKIEKTASIS


A. Definisi

Bronkientasis adalah pelebaran atau dilatasi bronkus local dan permanen sebagai akibat kerusakan struktur dinding. Artinya dilatasi abnormal proksimal dari bronkus ukuran medium (diameter > 2mm) disebabkan oleh destruksi otot dan komponen elastis dinding bronkus. Atau pelebaran bronkus yang disertai kerusakan dinding bronkus yang bersifat kronik dan menetap.

12

Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur Aspergillus Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.
B. Prevalensi Data di RSUD Dr. Soetomo Surabaya bronkiektasis merupakan kelainan nomer tujuh terbanyak dari penderita rawat inap selama periode 1979-1985 dan nomer enam pada tahun 1987 serta menurun kembali di nomer tujuh pada tahun 1990. bronkiektasis didapatkan pada 221 dari 11.081 (1,01 %) penderita. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidens ini juga dipenggaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelinan kogenital. C. Etiologi

Bronkiektasis bisa disebabkan oleh:


1. Infeksi pernapasan o Campak o o o o o Pertusis Infeksi adenovirus Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas br>Influenza Tuberkulosa Infeksi jamur

13

o 2. o o o o 3. o o 4. o o o 5. o o o o o 6.

Infeksi mikoplasma Benda asing yang terisap Pembesaran kelenjar getah bening Tumor paru Sumbatan oleh lendir Cedera karena asap, gas atau partikel beracun Menghirup getah lambung dan partikel makanan Fibrosis kistik Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener Kekurangan alfa-1-antitripsin Sindroma kekurangan imunoglobulin Disfungsi sel darah putih Kekurangan koplemen Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa

Penyumbatan bronkus

Cedera penghirupan

Keadaan genetik

Kelainan imunologik

Keadaan lain o o o o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) Infeksi HIV Sindroma Young (azoospermia obstruktif) Sindroma Marfan.

D. Patogenesis 1. Faktor Radang dan Nekrosis Radang pada saluran pernafasan menyebabkan silia dari sel-sel epitel bronkus tidak berfungsi. Jaringan juga rusak sebagian oleh tanggapan host neutrophilic protease, sitokin inflamasi nitrat oksida, dan oksigen radikal. Epitel kolumner mengalami degenerasi dan diganti menjadi epitel torak. Selanjutnya elemen kartilago muskularis mengalami nekrosis dan jaringan elastis yang terdapat disekitarnya mengalami kerusakan sehingga berakibat dinding bronkus menjadi lemah, melebar tak teratur dan permanent. Hasilnya adalah bronkial abnormal, dilatasi bronkial dengan peradangan transmural. Perubahan anatomi dinding bronkial mengakibatkan pembersihan sekresi saluran pernafasan melemah. Gangguan bersihan sekresi

14

menyebabkan kolonisasi dan infeksi dengan organisme patogen dan ganguan dahak sekret purulen, hasilnya adalah kerusakan bronkus berlanjut dan lingkaran setan kerusakan bronkus, dilatsi, gangauna pembersihan sekret, infeksi berulang dan kerusakan bronkus lebih diffuse. Bila ulserasi mengenai pembuluh darah serta terbentuk anastomosis antara vena bronkialis dengan vena pulmonaris (right to left shunt) dengan akibat timbul hipoksemia kronis dan berahir dengan kor pulmonal kronis.

2.

Faktor Mekanik Distensi mekanis sebagai akibat dinding bronkus yang lemah, sekret yang menumpuk dalam bronkus, adanya tumor atau pembesaran kelenjar limfe Peningkatan tekanan intra brokial distal dari penyempitan akibat batuk Penarikan dinding bronkus oleh karena fibrosis jaringan paru sebagai akibat timbulnya perlekatan lokal yang permanen dari dinding bronkus.

Pelebaran bronkus dapat berbentuk : B. Gambaran Klinis 1. Keluhan Gejala klinik timbul sebagai akibat gangguan fungsi silia dan adanya stasis secret sehingga memungkinkan secret terkumpul di segmen yang mengalami dilatsi. Dugaan adanya bronkiektasis sebagaian besar ditemukan secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan radiologi masal, sebab gejala klinik baru timbul bila penderita mengalami infeksi sekunder. Penderita bronkiektasis mengeluh batuk produktif yang sering bersifat menahun, disertai dahak purulen dalam jumlah banyak. Apabila ditampung dalam gelas transparan dan didiamkan akan tampak tiga lapisan dari atas ke bawah yaitu : buih, cairan jernih/saliva, dan endapan pus. Ekspektorasi timbul dengan perubahan posisi tubuh yang memungkinkan pengaliran sputum dari segmen bronkiektasis, misalnya waktu bangun tidur, miring Sirkuler Turbuler Varikosis

15

ke kiri atau ke kanan. Sesak nafas timbul apabila ada stagnasi sputum yang luas pada saluran nafas dan keradangan akut. Batuk darah timbul pada 50 % penderita, sering perdarahan cukup banyak tetapi jarang fatal. Kebanyakan batuk darah pada anak disebabkan oleh bronkiektasis. Penderita tampak kurus, astenia dan aneroksia. Panas badan timbul akibat infeksi sekunder. 2. Temuan Fisik Penderita tampak kurang gizi, anemi, dispneu, kadang-kadang sianosis dan sering didapatkan jari tabuh pada tangan dan kaki. Ronki basah presisten pada lobus inferior paru seringkali merupakan kelainan yang amat penting. Gejala tersebut lebih jelas terdengar bila pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah posisi drainase postural dan penderita disuruh batuk. 3. Laboratorium Tidak khas, Hb dapat rendah (anemia), dapt pula tinggi bila ada polisitemia sekunder sebagai akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis dengan laju endap darah yang tinggi sering dijumpai bila ada infeksi sekunder. 4. Gambaran Radiologis Foto torak PA dan lateral : tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolusen yang multipel menyerupai sarang lebah (honey comb appeareance.

Bronkografi : merupakan sarana diagnosis pasti untuk bronkiektasis, karena dengan bahan kontras yang dimasukan kedalam saluran nafas akan tampak kelainan ektsis.

16

5.

Bronkoskopi Tidak dapat digunakan untuk melihat ektasis, akan tetapi dapat untuk mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumber batuk darah, sputum dan perdarahan.

6.

Pemeriksaan faal paru Untuk melihat akibatnya yaitu kelainan resrtiksi dan atau obstruksi. Kelainan faal paru yang terjadi tergantung luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (VEP 1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat, tergantung berpengaruh pada perfusi paru. pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukan adanya abnormalitas regional (maupun difuse) distribusi ventilasi yang

Tinggkat beratnya penyakit Bronkiektasis ringan Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal. Bronkiektasis sedang Ciri klinis : batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering- sering ada hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terjadi jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronki basah kasar pada paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal. Bronkiektasis berat Ciri klinis : batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau . sering ditemukan adanya neumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya dispneu, sianosis, atau tanda kegagalan paru. Umumnya keadaan pasien kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata, dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang amiloidoisis. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah yang terkena.

17

Pada gmbaran foto dada ditemukan kelainan penambahan bronchovascular marking dan multipel cyst containing fluid level (honey comb appeareance). C. Diagnosis Diagnosis pasti ditegakan dengan pemeriksaan broskografi/ CT scan yang tampak pelebaran bronkus. Bronkogram tidak selalu dapat dikerjakan pada setiap pasien bronkiektasis , karena terikat akan adanya indikasi, kontra indikasi, komplikasi dan syarat-syarat kapan melakukanya. CT scan paru menjadi alternatif penunjang yang paling sesuai untuk evalusai bronkiektasis, karena sifatnya non invasif dan hasilnya akurat bila menggunakan potongan yang lebih tipis dan mempunyai sepesifitas dan sensitivitas lebih dari 95%. D. Diagnosis Banding 1. Bronkitis kronis Bronkitis kronis menunjukan gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan bronkografi. 2. Tuberkulosis paru Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan gambaran bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberkulosis dalam sputum. Akan tetapi perlu diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan penyulit dari tuberkulosis paru. 3. 4. Abses Paru Pada radiologis tampak abses yang dapat dibedakan dari gambaran bronkiektatais. Tumor Paru Tampak gambaran masa padat pada paru, bila proses keganasan memberi gambaran infiltrat, maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia. E. Penatalaksanaan 1. Konservatif mengobati penyakit dasar drainase postural Tindakan ini merupakan cara paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan terus menerus. Pasien diletakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa hingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah

18

usaha mengeluarkan sputum

(sekret bronkus) dengan bantuan gaya

gravitasi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti disebut di atas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada pasien (tabbottage) Penggunaan antibiotika yang tepat dan segera Mencairkan sputum yang kental, hal ini dapat dilakukan dengan misalnya : inhalasi uap air panas atau dingin (menurut keadaan), menggunakan obatobat mukolitik dan perbaikan hidrasi tubuh (banyak minum air putih) 2. Suportif 3. Memperbaiki keadaan umum Psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan

Pembedahan Paling ideal dilakukan pada bagian yang sakit Indikasi : Batuk darah berulang, proses ektasis yang local/ soliter Kontra indikasi: pada bronkiektasis yang difuse, faal paru yang jelek

F. Penyulit batuk darah massif Kor pulmonal kronikum dekompensata Infeksi sekunder Prognosis tergantung dari penyebab, lokasi, luas, proses, drajat ganguan faal paru dan adanya penyulit. Penggunaan antibiotika yang tepat dan tindakan bedah sangat berpengaruh terhadap prognosis. Tanpa pengobatan penderita ektasis jarang dapat hidup melewati umur 10-15 tahun. Kebanyakan penderita meninggal pada umur kurang dari 40 tahun karena adanya penyulit.

G. Prognosis

19

DAFTAR PUSTAKA

Allsagaf, Hood, Abdul Mukti. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airrlangga University Press http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.lung.ca/diseasesmaladies/a-z/bronchiectasis-bronchiectasie/index_e.php http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/brn/brn_treatments.html Rahmatullah, Pasiyan. 2006. Bronkiektasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

20

You might also like