You are on page 1of 29

Demam Reumatik Nor Ain Syafiqah Binti Sholehudin (102010378)

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731 doneoh_lollable@yahoo.com Pendahuluan Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus group A betahemolyticus. Penyakit ini tidak pernah menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi streptokokus di tempat lain, misalnya di kulit (pioderma). Penyakit ini juga cenderung berulang. Namanya reumatik, memberi kesan penyakit sendi, akan tetapi pengaruhnya pada jantunglah yang membuatnya penting. Klasifikasi demam reumatik akut sebagai penyakit infeksi sebenarnya tidak tepat. Demam reumatik pascainfeksi streptokokus grup A hanya dapat terjadi pada individu tertentu yang rentan. Penyakit ini timbul setelah masaperiode laten sekitar 3 minggu; selama periode tersebut, individu yang terkena benar-benar asimptomatis. Proses reumatik akan terungkap sebagai reaksi radang non purulen yang melibatkan beberapa organ. Teori terakhir

mengesankan bahwa proses radang ini ditengahi oleh reaksi imonologis yang ditimbulkan oleh infeksi streptokokus. Anamnesis Penyakit yang mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan pelbagai keluhan seperti: Nyeri dada o Nyeri seperti apa? Terasa di sebelah mana? Menjalar ke mana? o Bagaimana onsetnya? Mendadak? Bertahap? Apa yang sedang dilakukan saat nyeri timbul? o Apa yang memperberat rasa nyeri? Apa yang meredakannya? o Pernahkan terasa nyeri sebelumnya? o Apa lagi yang dirasakan pasien? Mual? Muntah? Berkeringat? Palpitasi? Demam? Kecemasan? Batuk? Hemoptisis?4,5

Sesak napas o Sesak napas akibat penyakit jantung paling umum disebabkan oleh oedema paru o Rasa sesak napas lebih jelas saat berbaring mendatar (orthopnea) atau biasa timbul tiba-tiba di malam hari atau timbul dengan aktivitas ringan o Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan mengi, dan jika sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa.4,5

Edema o Berlaku pembengkakan, biasanya akibat akumulasi cairan o Edema perifer biasanya dipengaruji hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sacral.

o Jika sangat berat, bias terjadi edema yang lebih meluas.4,5

Palpitasi o Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat atau berdebar o Tentukan provokasi, onset, durasi, kecepatan dan irama denyut jantung serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut disertai nyeri dada, sinkop dan sesak napas?4,5

Sinkop o Berlaku kehilangan kesadaran yang mendadak dan singkat o Sinkop biasanya terjadi akibat takiaritmia, bradikardia, atau kadang-kadang diinduksi oleh aktivitas pada stenosis aorta (juga ditemukan pada keadaan neurologis seperti epilepsy)4,5

Riwayat penyakit dahulu Tanyakan factor-faktor risiko penyakit jantung iskemik (ischaemic heart disease, IHD) IHD misalnya merokok, penyakIt hipertensi, diabetes, atau hiperlipidemia, sebelumnya, serebrovaskular,

penyakit vascular perifer (peripheral vascular disease, PVD) Tanyakan riwayat demam reumatik Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif) Adakah murmur jantung yang telah diketahui? Adakah penyalahgunan obat intravena?4,5

Riwayat keluarga Adakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati atau penyakit jantung congenital dalam keluarga?,45

Riwayat sosial Apakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alcohol pasien? Apa pekerjaan pasien? Bagaimana kemampuan olahraga pasien? Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit?4,5 Obat-obatan Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke jantung. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Apakah pasien nyaman/ distress/ kesakitan/ cemas? Apakah pasien tampak pucat, sianosis, sesak, batuk dan sebagainya? Perhatikan adanya parut, sputum dan sebagainya Perhatikan adanya stigmata hiperkolesterolemia (arkus, xantelasma) dan kebiasaan merokok Melihat keadaan tangan adakah terdapat jari tabuh (clubbing), bintik pendarahan dan perfusi perifer baik? Adakah terdapat edema perifer (pergelangan kaki, tungkai, sacrum)? Lakukan inspeksi mulut, lidah, gigi dan prekordium (cari adanya jaringan parut dan pulsasi abnormal) Tanda-tanda dyspneu Palpasi Lakukan palpasi untuk posisi dan sifat denyut jantung apeks. Adakah heave ventrikel kanan, adakah thrill?
4,5

Lakukan palpasi hati. Adakah terdapat pembesaran? Apakah berdenyut (menunjukkan regurgitasi tricuspid). Adakah asites? Lakukan palpasi denyut perifer di fossa radialis, brakialias, karotis, femoralis, poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis.4,5 Perkusi Perkusi batas-batas jantung dan memeriksa adakah jantung mengalami hipertrofi dan sebagainya.

Auskultasi Dengarkan bunyi jantung pertama, kedua (adakah terpisah secara normal?), bunyi jantung tambahan (adakah gallop?), murmur sistolik, murmur diastolic, gesekan (rub), klik serta bruit karotis dan femoralis Lakukan auskultasi dengan posisi lateral kiri (khususnya untuk murmur mitral) dan membungkuk ke depan saat ekspirasi (khususnya untuk murmur diastolic awal pada regurgitasi aorta). Lakukan auskultasi paru, adakah terdapat efusi pleura atau ronki?4,5

Gambar 4: kedudukan apeks jantung dan katup-katup jantung

Pemeriksaan Penunjang a)Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang merupakan gejala gagal jantung. b)Doppler-echocardiogram. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberapa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap. Pada penyakit jantung dilakukan rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat yang progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup menebal, fusi dari commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi. c)Kateterisasi jantung Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan untuk melakukan balloon pada mitral stenosis. d)EKG Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh. Etiologi Streptococcus -hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus pyogenes) bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitisyang disebabkan oleh

Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak usia 5 -15 tahun. (Binotto, 2002) Antara faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan. Antara lain adalah faktor genetik di mana banyak kasus demam reumatik yang terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Ras juga menjadi salah satu faktor di mana serangan pertama maupun serangan ulang demam reumatik sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Umur juga berperan penting di mana penyakit ini paling sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Keadaan gizi juga medukung terkenanya demam reumatik. Antara faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor adalah keadaan sosial ekonomi yang butuk, iklim dan geografi dan cuaca. Epidemiologi Insidens demam reumatik masih merupakan masalah penting bagi negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia, India dan negara-negara Afrika bahkan di beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam reumatik sudah sangat sedikit ditemukan seperti di negaranegara Skandinavia. Insidens yang sebenarnya sangat sukar ditentukan karena penyakit ini bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan serta tidak adanya keseragaman dalam criteria diagnosis. Di negara-negara yang sudah maju insidens demam reumatik baik berupa serangan pertama maupun serangan ulangan telah menurun dengan tajam dalam 30-40 tahun terakhir ini. Demikian pula beratnya penyakit serta angka kematian juga

telah berubah. Perbaikan terus menerus dalam keadaan sosial ekonomi, hygiene, penggunaan obat anti streptokok serta mungkin perubahan yang terjadi pada kumannya sendiri telah menurukan angka kejadian demam reumatik. Patofisiologi Demam reumatik disebabkan oleh infeksi kuman streptokokus -

hemolitikusgrup A. Penyakit ini biasanya dimulai dengann gejala-gejala infeksi tenggorokan lebih dahulu, kemudian disusul dengan masa laten selama 1-3 minggu. Pada fase selanjutnya, DR mulai menyerang organorgan target seperti jantung, sendi-sendi,membran basal glomerulus, sistem saraf pusat, jaringan subkutan dan sebagainya. Semula diduga bahwa salah satu mekanisme cedera jaringan poda proses DR adalah invasi langsung kuman streptokokus. Apabila terjadi infeksi kuman streptokokus pada jaringan tubuh, maka sel-sel kuman streptokokus akan mengeluarkan komponen-komponen yang bersifat antigenik pula, sepeti hialuronidase, streptodornase, streptokinase, proteinase,sterptolisin O, toksin eritrogenik, dan sebagainya. Dan karena komponen-komponenyang dikeluarkan oleh sel streptokokus itu bersifat antigenik, maka tubuh pun akan membentuk banyak antibodi untuk menetralisirnya. Disamping itu, khusus mengenai streptolisin titer O, ternyata zat ini sewaktu-waktu dapat memecah sel darah merah dan menyebabkan hemolisis. Itulah sebabnya, mengapa jenis streptokokus ini dimasukkan pula ke dalam kelas -hemolitik. Infeksi DR sering terjadi secara berulang dan dikenal sebagai reaktivasirema. Walaupun penyakit ini merupakan suatu inflamasi sistemik, tetapi PJR merupakan satu-satunya komplikasi demam reumatik yang paling permanen sifatnya dan merugikan masa depan seseorang. Tampaknya komplikasi ini ditentukan oleh beratnya infeksi DR yang pertama kali dan seringnya terjadi reaktibasi rema dikemudian hari. Itu sebabnya, tidak semua DR akan

berkembang menjadi PJR. Sebaliknya, tidak semua PJR mempunyai riwayat DR yang jelas sebelumnya. Hal ini mungkin karena gejala-gejala DR pada fase dini memang tak mudah dikenali, atau DR memang tak jarang hanya bersifat silent attack , tanpa disertai gejala-gejala klinis yang nyata. Demam reumatik biasanya menyerang jaringan otot miokard, endokard dan perikard, terutama pada katup mitral dan katup aorta. Meskipun karditis pada DR dapat mengenai perikardium, miokardium dan endokardium, tetapi kelainan yang menetap hanya ditemukan pada endokardium terutama katup. Katup yang paling sering terkena adalah katup mitral dan aorta. Kelainan pada katup trikuspid jarang disebabkan oleh infeksi rema, sedangkan kelainan pada katup pulmonal biasanya bersifat kongenital dan sangat jarang pula disebabkan oleh infeksi rema.

Kelainan dapat berupa insufisiensi, tetapi bila penyakit berjalan sudah lama berupa stenosis. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa streptolisin bersifat toksik pada sel miokard yang dibiakkan in vitro. Pemeriksaan imunologik menunjukkan antibodi yang bereaksi dengan M protein dari mikroba penyebab. Antigen streptokokus tersebut memiliki epitop yang sama dengan jaringan miokard jantung manusia,sehingga antibodi terhadap streptokokus akhirnya akan akan menyerang jantung(jaringan, katup). Secara histopatologis, infeksi DR ditandai dengan adanya proses Aschoff bodies yang khas, walaupun secara klinis tidak ada tanda-tanda reaktivasi rema yang jelas. Daun katup dan korda tendinea akan mengalami edema, proses fibrosis, penebalan, vegetasi-vegetasi dan mungkin kalsifikasi. Proses-proses ini menunjukkan bahwa DR memang merupakan suatu penyakit autoimun, dimana reaksi silang yang terjadi antara streptokokus dengan jaringan tubuh tertentu dapat menyebabkan kerusakan jaringan secara imunulogik. Akan tetapi, peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima.

Manifestasi Klinis Stadium I Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakitwaktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadidiare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Stadium II Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi

Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian. Stadium III Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik

Manifestasi Klinis Mayor 1. Artritis

Khas untuk demam reumatik ialah poliartritis migrans akut. Biasanya mengenai sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan), dapat timbul bersamaan tetapi lebih sering bergantian/berpindahpindah. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang yang jelas seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Yang menyolok ialah rasa nyerinya, yang kelihatan tidak proporsional dengan kelainan obyektif yang ada. Harus dibedakan dengan arthritis ini dengan growing pain yang sering didapatkan pada anak prasekolah. Pada kelainan yang terakhir ini, anak akan senang bila dipijat, sedangkan pada arthritis karena demam reumatik disentuh pun anak anak kesakitan. Kelainan pada setiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu tanpa gejala sisa apa pun. Derajat beratnya kelainan sendi tidak ada hubungannya dengan gejala karditis. Bila arthritis merupakan gejala mayor tunggal, maka dapat timbul keraguanraguan diagnosis. Karenanya jangan terlalu cepat memberikan salisilat pada penderita arthritis. Sebaliknya perlu observasi beberapa hari untuk memastikan apakah artritisnya akibat demam reumatik atau bukan. 2. Karditis Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium atau pericardium. Dapat salah satu saja yang terkena atau kombinasi dari ketiganya. Bila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis. Untuk menentukan adanya karditis, sebaiknya diketahui dahulu keadaan jantung sebelum sakit. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya karditislah yang dapat meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung. Gejala-gejala dini karditis ialah rasa lelah, pucat, tidak bergairah dan anak tampak sakit bisa sampai beberapa minggu meskipun belum ada gejala-gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan sesudah fase akut,

cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang menyebabkan endokarditis bakteri. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali. Sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya barutimbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs)yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri. 3. Korea Korea ialah gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai kelemahan otot. Korea dapat terjadi pada stadium akut maupun stadium inaktif dan pada 5% kasus demam reumatik, korea merupakan gejala tunggal. Sering terdapat pada anak perempuan sekitar umur 8 tahun dan jarang setelah pubertas. Dapat ditemukan berkalikali pada satu anak tanpa disertai manifestasi lainnya. Keadaan ini belum dapat diterangkan. 4. Eritema marginatum Eritema marginatum merupakan manifestasi demam reumatik pada kulit, berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tanpa induras, tidak sakit dan tidak gatal. Bila ditekan, lesi akan menjadi pucat. Tempatnya dapat berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian dalam lengan atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka. Kelainan ini dapat terjadi pada fase akut, tetapi juga dapat timbul pada fase inaktif. Tidak

terpengaruh oleh obat anti-inflamasi. Eritema marginatum sering menyertai kelainan lainnya terutama karditis. Tidak jelas arti eritema marginatum terhadap prognosis. Eritema marginatum dapat berulang setelah gejala aktivitas reuma lainnya menghilang.

Gambar 1 : Eritema marginatum pada demam reumatik 5. Nodul subkutan Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-10mm. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik, karena itu jarang mempunya arti diagnostic yang penting karena biasanya manifestasi kelainan lainnya sudah nyata. Ditemukannya nodul subkutan menunjukkan bahwa penyakit sudah berjalan beberapa waktu lamanya. Dengan pemberian steroid, nodul subkutan ini cepat hilang. Nodul subkutan juga dapat ditemukan pada rheumatoid arthritis lupus eritematous diseminata. Nodul subkutan sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk, sebab seringkali disertai karditis yang berat. Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala-gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya. Diagnosa Kerja Tabel 1: Revisi kriteria Jones untuk diagnosis demam reumatik akut Manifestai Mayor Manifestai Minor

Karditis Poliartritis Korea Eritema marginatum Nodul subkutan

Klinis;

demam,

atralgia,

pernah

menderita dan demam reumatik Laboratorium; -reaksi fase akut; laju endap darah meninggi, C-reactive protein positif dan leukositosis -interval P-R memanjang

Terdapatnya 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor menunjukkan kemungkinan besar suatu demam reumatik. Terdapatnya bukti infeksi Streptococcus sebelumnya sangat menyokong diagnosis. Bila bukti ini tidak ada, diagnosis diragukan, kecuali bila terdapat korea minor atau karditis yang menahun.

Diganosa Banding Rheumatic Arthritis Rheumatoid Arthritis berasal dari dua kata Artitis yang artinya radang sendi dan Rematoid yang berasal dari kata "rheumatos" yang artinya mengalir.Dari kata rheumatos ini kemudian terciptalah istilah "demam rematik", yaitu dimulai dengan infeksi tenggorokan dan disertai dengan radang sendi.Suku kata "oid" berasal dari kata rematiod yang berarti "mirip", maka dapatdiartikan sebagai penyakit yang mirip demam rematik.Tapi bedanya Rheumatoid Arthritis bersifat progresif. Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya.Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah. Rheumaotid Arthritis atau RA harus segera ditangani dan diobati secara tepat karena dapat menyebabkan kecacatan, penurunan kualitas hidup, bahkan kematian jika sudah mencapai tingkat keparahan yang bersifat lanjut.Sering kali RA terlambat ditangani karena banyaknya anggapan di masyarakat bahwa keluhan nyari sendi akibat asam urat. Ini yang perlu untuk selalu diingat bahwa tidak semua nyeri sendi adalah karena asam urat. RA merupakan suatu penyakit otoimun. Otoimun yaitu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya menyerang melawan tubuh benda itu asing yang dapat membahayakan tubuh tapi sendiri.Jadi,

disimpulkan bahwa RA disebabkan oleh kesalahan sistem kekebalan tubuh

yang justru menyerang tubuh sendiri, terutama menyerang sendi-sendi dan menyebabkan peradangan. RA menyerang sinovium yaitu lapisan dalam bungkus sendi. Peradangan pada sinovium ini disebut dengan sinovitis. RA adalah penyakit sendi menahun dimana terkadang gejala penyakitnya tidak muncul dalam selang waktu beberapa lama namun kemudian dapat muncul lagi, menyerang berbagai sendi, dan biasanya simetris (bila menyerang bagian tubuh kananmaka bagian kiri juga ikut terkena).2,3 Keadaan penyakit RA semakin lama akan semakin parah, dan dapat sampai merusak sendi secara total, sehingga sendi tidak dapat digerakkan lagim dan mengakibatkan kecacatan. Penderita RA tidak dapat bebas bergerak karena merasakan kakudan nyeri di persendian dan pada umumnya tidak mampu melakukan kegiatan fisik sehingga menyebabkan penderitaan berkepanjangan dan menurunnya kualitas hidup. Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada pasien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi. Gejala-gejala konstitusional: misalnya lelah, anoreksia, berat

badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat. Poliartritis simetris : terutama pada sendi periper, termasuk sendi sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

Kekakuan di pagi hari : selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteo artritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berulang dari satu jam.

Artritis erosive:

merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada

gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram. Deformitas : Kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi

dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal, deformitas

boutonniere, dan Swan Neck merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada pasien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi -sendi yang sangat besar juga dapat terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
3

Penatalaksanaan didasarkan pada pengertian patofisiologis penyakit ini. Selain itu, perhatian juga ditujukan terhadap manifestasi psikofisiologis dan kekacauan-kekacauan psikososial yang menyertainya yang disebabkan oleh perjalanan penyakit yang fluktuatif dan kronik.Tujuan utama dari program pengobatan:

menghilangkan nyeri dan peradangan mempertahankan pasien, serta fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari

mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.

Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termo terapi, gizi, serta obatobatan.6 Systemic Lupus Erythematous Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang terserang oleh penyakit ini sulit diperolehi. SLE menyerang perempuan kira-kira delapan kali lebih sering daripada laki-laki. Penyakit ini sering kali dimulai pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.4 Di Amerika syarikat, penyakit ini menyerang perempuan Afrika Amerika tiga kali lebih sering daripada perempuan Kaukasia. Jika penyakit ini baru muncul pada usia di atas 60 tahun, biasanya akan lebih mudah untuk diatasi. 4 Semua SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk kupukupu, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala ( lupus adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti serigala). Lupus Diskoid adalah nama sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit. 4

Diagnosis

SLE

dapat

ditegakkan

berdasarkan

gambaran

klinik

dan

laboratorium. American College of Rheumatology (ACR) , pada tahun 1982, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi SLE, dimana bila didapatkan 4 kriteria, maka diagnosis SLE dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah:5 1. Ruam malar 2. Ruam discoid 3. Fotosensitifitas 4. Ulserasi di mulut dan nasofaring 5. Arthritis 6. Serositis, yaitu pleuritis atau parikarditis 7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten > 0,5 gr/hari, atau adalah silinder sel 8. Kelainan neurologic, yaitu kejang-kejang atau psikosis 9. Kelainan hematologic, yaitu anemia hematolitik, atau lekopenia atau limfopenia atau trombositopenia 10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif,

atau anti Sm positif atau tes serologic untuk sifilis yang positif palsu 11. Antibody antinuclear (ANA) positif

Kecurigaan akan penyakit SLE bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:5 1. Jender wanita pada rentang usia reproduksi 2. Gejala konstutusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat badan. 3. Muskuloskeletal: arthritis, artralgia, miositis

4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, SLEi membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis 5. Ginjal: hematuria, proteinuria, cetakan, sindroma nefrotik 6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen 7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkhim paru 8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis 9. Retikulo-endotel: hepatomegali) 10. 11. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organic, mielitis organomegali (limfadenopati, splenomegali,

transversa, neuropati cranial dan perifer

Tabel 2. Jenis Dan Dosis Obat Imunosupresan Dan Sitotoksik Yang Dapat Dipakai Pada SLE5

Lyme Disease Penyakit Lyme (Lyme disease) adalah salah satu jenis penyakit menular pada manusia dan hewan dengan perantara (vektor) berupa kutu. Penyakit ini diberi nama Lyme dari kata Old Lyme, suatu kota di Connecticut dimana kasus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976. Penyakit ini disebabkan oleh Borrelia burgdoferi, bakteri dari golongan Spirochetes,dan disebarkan secara luas oleh kutu Ioxodes scapularis. Kutu tersebut umumnya menghisap darah burung, hewan peliharaan, hewan liar, dan juga manusia. Sebelumnya penyakit ini dikira Juvenile Rheumatoid Arthritis yang kemudian sekarang ini diketahui sebagai penyakit multisistem yang komplek. Penyakit ini selalu berawal pada musim panas dengan Erythema Chronicum Migrans(ECM) dan gejala yang behubungan, yang dalam waktu beberapa minggu atau beberapa tahun kemudian diikuti dengan arthritis. Masa inkubasi pada manusia berkisar 7-10 hari. Gejala awal ada yang terlihat dan ada yang tidak terlihat (FSPH 2011;Soeharsono 2002). Menurut Todar (2008), gejala klinis penyakit lymepada manusia terjadi dalam 3 tahap: 1. Tahap 1 (Infeksi Awal) Tahap awal penyakit lyme dicirikan dengan adanya ruam/bercak merah pada kulit akibat gigitan caplak. Ruam ini dikenal sebagai eritema migran yang terlihat pada 60-80% individu yang terinfeksi (20-40% kasus tidak terjadi eritema). Spirocheta dapat diisolasi dari ruam tersebut. Eritema migran biasanya terlihat pada 3 hari sampai 1 bulan setelah gigitan. Selanjutnya ukuran dan bentuk ruam meluas sehingga disebut mata sapi. Reaksi alergi akibat saliva caplak dapat terjadi saat caplak(kutu) menggigit. Ruam yang ditimbulkannya dapat dikelirukan dengan ruam akibat penyakit lyme. Bedanya ruam akibat alergi terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah gigitan dan biasanya tidak meluas dan dapat hilang dalam beberapa hari sedangkan eritema migran terjadi lama dan hilang dalam 3-4 minggu.

Gambar 2 : Eritema migrans pada penyakit Lyme

2. Tahap 2 (Penyebaran) Terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah infeksi. Pada tahap ini penyebaran spirochete terjadi melalui aliran darah sampai di jaringan. Gejala yang terjadi adalah kelemahan, kedinginan, demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, kebengkakan limfonodus, serta lesi berbentuk cincin. Pada beberapa minggu setelah timbulnya penyakit sekitar 8 % dari penderita ditemukan kelainan pada jantung. Yang tersering ditemukan adalah peningkatan derajat dari blok atrioventrikular (derajat pertama, Wenckebach, ataupun blok total). Pada beberapa penderita memiliki pengaruh yang lebih difus pada jantung, termasuk perubahan yang didapatkan pada elektrokardiografi yang sama seperti pada myoperikarditis akut, scan radionuklida yang jelas dari disfungsi ventrikel kiri yang ringan, atau kardiomegali pada kasus yang jarang atau pancarditis. Tidak ada yang

didapatkan murmur. Durasi dari keterlibatan jantung biasanya singkat (3hari hingga 6 minggu) tetapi dapat kembali normal lagi. 3. Tahap 3 (Infeksi Persistent/ Subklinis) Gejala tidak terlihat sampai beberapa minggu, bulan, bahkan tahun setelah digigit caplak. Gejala yang terjadi meliputi nyeri sendi yang tidak teratur. Manifestasi klinis yang umum meliputi meningitis, Bells palsy, sakit jantung, sert sakit sendi, tendo, dan tulang. Artritis terlihat singkat nyeri dan bengkak, biasanya dalam satu atau beberapa sendi khususnya sendi lutut. Abnormalitas sistem saraf meliputi kekakuan, sakit, Bells palsy (paralisis otot wajah biasanya salah satu sisi), dan meningitis (demam, leher kaku, dan sakit kepala parah). Pada individu minoritas(11%) terjadi pembentukan kronik penyakit lyme yang menyebabkan erosi tulang rawan dan atau tulang. Manifestasi klinis lainnya yang berhubungan dengan penyakit lyme tahap tiga adalah komplikasi saraf seperti depresi, gangguan memori, mood, pola tidur, sensasikaku, dan tingling pada tangan dan kaki.Perjalanan penyakit lyme ada dua, yaitu akut dan kronis. Perjalanan penyakit akut terjadi setelah beberapa minggu danbeberapa bulan terlihat adanya macula, arthritis akut, gejala neurologis termasuk meningitis, Bells palsy, radikulitis (rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berkaitan dengan saraf peradangan), atau limfositik meningoradiculitis. Selain itu, adanya kelainan jantung seperti transien atrioventrikular blok dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda, aritmia, miokarditis, atau perikarditis. Gejala klinis yang jarang terjadi yaitu adanya tanda-tanda ocular termasuk konjungtivitis selama tahap awal, uveitis, keratitis, danneuritis optic. Perjalanan penyakit kronis terjadi setelah beberapa bulan hingga beberapa tahun. Penderita mengalami demam, merasa kedinginan, lelah, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri pinggang, leher kaku, dan pembengkakan kelenjar limfe.

Gejala klinis yang lain yaitu acrodermatitis chronica atropicans, kelainan neurologis, atau artritis kronis. Acrodermatitis chronica atrophicans adalah suatu kondisi kulit yang terkait dengan B. afzelii dan terlihat paling sering pada anggota badan. Gejala ini biasanya terjadi enam bulan sampai beberapa tahun setelah tanda-tanda awal, dimulai dengan munculnya warna kemerahan atau merah kebiruan pada kulit, dan sering disertai dengan kebengkakan yang pucat. Acrodermatitis chronica atrophicans hampir selalu terjadi pada orang dewasa, terutama perempuan. Pada anak-anak, gejala yang mencolok adalah artritis akut. Pengobatan antibiotika secara dini akan memperpendek masa gejala klinis dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Antibiotik merupakan pengobatan utama untuk penyakit Lyme; pengobatan antibiotik yang paling tepat tergantung pada pasien dan tahap penyakit ini antibiotik pilihan adalah doksisiklin (pada dewasa), amoksisilin (pada anakanak), eritromisin (untuk wanita hamil) dan ceftriaxone, dengan perawatan yang berlangsung 14-28 hari. Pengobatan wanita hamil adalah serupa, tetapi tetrasiklin tidak boleh digunakan. Penyakit Lyme pada pasien hamil tidak dapat diobati dengan antibiotik pilihan pertama, doxycycline, karena berpotensi berbahaya untuk janin. Sebaliknya, eritromisin biasanya diberikan itu kurang efektif melawan penyakit tetapi tida kberbahaya untuk janin. Sebuah plasebo-terkontrol berbagai pusat studi klinis menunjukkan bahwa 3 minggu pengobatan dengan ceftriaxone intravena, diikuti oleh 100 hari pengobatan dengan amoksisilin oral tidak memperbaiki gejala apapun lebih dari hanya 3 minggu pengobatan dengan ceftriaxone. Para peneliti mencatat bahwa hasilnya tidak harus dievaluasi setelah pengobatan antibiotik awal melainkan 6-12 bulan sesudahnya.5

Kekambuhan Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik mempunyai kecenderungan untuk berulang (reaktivasi). Gambaran klinis dan laboratorium pada reaktivasi ini sama saja dengan gejala serangan pertama. Sebelum ditemukan cara pencegahannya, penderita demam reumatik mengalami satu atau lebih reaktivasi. Dengan cara pencegahan yang baik, insidens reaktivasi dapat ditekan menjadi sangat rendah. Faktor-faktor terjadinya reaktivasi; a) Infeksi Streptococcus b) Umur, jenis kelamin dan ras -Semakin muda anak menderita serangan pertama reuma, semakin besar kemungkinan anak tersebut mengalami reaktivasi c) Interval sejak serangan pertama -Kemungkinan untuk terjadinya reaktivasi yang paling tinggi ialah pada tahun pertama setelah serangan pertama demam reumatik. Setelah 3 tahun kemungkinan reaktivasi menurun. Makin lama penderita terbebas dari reaktivasi, makin kecil kemungkinan serangan ulang tersebut. Penatalaksanaan 1) Pengobatan kausal Dengan cara eradikasi kuman Streptokokus pada saat serangan akut (primer) dan pencegahan sekunder demam reumatik. Cara pemusnahan:

Tabel 3: Pengobatan eradikasi kuman Streptococcus Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart

Association dan WHO yaitu dgn pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan. Pada keadaan khusus, atau pada pasien berisiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, tetapi pasien lebih suka dengan cara ini karena dapat dengan mudah dan teratur melakukannya satu kali setiap 3-4 minggu, dibandingkan dengan tablet penisilin oral setiap hari. Preparat sulfa tidak efektif pada pencegahan primer terbukti efektif dari penisilin oral pada pencegahan sekunder.

Tabel 4: Pencegahan sekunder demam reumatik

2) Pengobatan supportif Tirah baring Diet

Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau penimbunan. Syaratsyarat diet penyakit jantung antara lain : energy yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal, protein yang cukup yaitu 0,8gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energy total, vitamin dan mineral cukup diet rendah garam 2-3g per hari , makanan mudah cerna.

3) Pengobatan simptomatis Pengobatan anti radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respon yang cepat dari arthritis terhadap salisilat dapat membantu diagnosis.

4) Pengobatan rehabilitative Sesuai dengan derajat penyakitnya. Untuk pasien demam reumatik derajat 1, kegiatan olahraga dapat dilakukan setelah 4 minggu pulang perawatan di rumah sakit. Untuk derajat 2, kegiatan olahraga bukan kompetisi dapat dilakukan setelah 8 minggu pulang perawatan di rumah sakit. Untuk derajat 3, kegiatan olahraga bukan kompetisi dapat dilakukan setelah 12 minggu pulang dari rumah sakit. Sedangkan untuk derajat 4 tidak boleh melakukan kegiatan olahraga. Prognosis Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demamreumatik. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyatademam reumatik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun.

Penutup Demam reumatik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam rematik merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diagnosis dini, pengobatan secara tepat dan pencegahan sekunder merupakan aspek yang sangat penting dalam penanganan demam rematik. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam

rematik. Pengobatan demam rematik memiliki 3 tujuan:- menyembuhkan infeksi streptokokus dan mencegah kekambuhan, mengurangi peradangan, terutama pada persendian dan jantung, membatasi aktivitas fisik yang dapat memperburuk organ yang meradang. Penatalaksanaan demam rematik meliputi tirah baring di rumah sakit, eradikasi kuman streptokokus, pemberian obat-obat antiradang, pengobatan korea dan penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau tromboemboli,serta pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin. Daftar Pustaka 1. Bickley, Lynn S.; Szilagyi, Peter G. The Cardiovascular System. Bates' Guide to Physical Examination and History Taking. 10 th ed. Lippincott Williams & Wilkins: 2009 2. Gleadle J. Anamnesis and physical examination of cardiovascular system. History and Examination at a Glance. 10th ed. Blackwell Science Ltd: 2007. 3. Suarjana IN. Artritis Reumatoid. Dalam: Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing, 2009 ; h.2495-510 4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid ke 3. Ed 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.244556, 2495-2512, 2538-48, 2565-79 5. Soeharsono. Zoonosis; Penyakit Yogyakarta: Kanisius; 2002. menular dari hewan ke Manusia.

6. Wilson, Price, Fisiologi Sistem Kardiovaskular dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku I, Edisi 6, EGC, Jakarta, 2005

You might also like