You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Pulp merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kertas. Oleh sebab itu

perkembangan kertas dan perkembangan pulp tidak dapat dipisahkan. Dan kebutuhan akan kertas pada suatu negara dapat digunakan sebagai indeks kemajuannya. Mengingat kertas merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam proses perkembangan pendidikan. Semakin tinggi angka kebutuhan kertas suatu negara maka semakin tinggi tingkat pendidikan negara tersebut yang kemudian mengarah pada kualitas sumber daya manusianya yang pada akhirnya mengarah pada indikasi kemajuan suatu negara. Di Indonesia produksi kertas mangalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Peningkatan kebutuhan kertas akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pulp. Indonesia sendiri masih harus mengimport pulp untuk memenuhi kebutuhannya (Data Import Badan Pusat Statistik Indonesia, 2006-2010). Oleh karena itu perlu didirikan industri pulp yang dapat mensuplai kebutuhan pulp di Indonesia. Kebijakan soft landing Departemen Kehutanan di antaranya adalah mengurangi peranan hutan alam produksi sebagai pemasok kayu bahan baku serpih (BBS) untuk pulp dan kertas, dan secara berangsur-angsur diganti oleh hutan tanaman industri (HTI) kayu pulp. Pada tahun 2005, kemampuan pasokan kayu untuk BBS dalam negeri dari hutan alam dan HTI mencapai berturutturut 10,1-11,3 juta m3/tahun dan 8,3-8,7 juta m3/tahun, sedangkan keseluruhan kebutuhan kayu untuk BBS adalah 23-25 juta m3/tahun sehingga terjadi kekurangan bahan baku BBS untuk industri pengolahan pulp/kertas sebesar 4,6-5,0 juta m3/tahun (BPS 2005) Di lain pihak, kebutuhan bahan baku BBS akan cenderung semakin meningkat di masa mendatang (BPS, 2009). Untuk HTI pulp, Departemen Kehutanan mentargetkan penanamannya sampai tahun 2009 mencapai 3,9 juta ha, di mana realisasinya hingga 2004 baru mencapai 1,65 juta ha (BPS, 2005). Selanjutnya dengan memperhatikan luas hutan alam produksi yang rusak di mana dewasa ini kerusakan tersebut mencapai 44 juta ha, dengan demikian HTI menjadi harapan diunggulkan

menggantikan hutan alam produksi guna mencukupi kebutuhan kayu BBS sebagai bahan baku industri pulp/kertas saat ini dan di masa mendatang. Keuntungan HTI antara lain kayu/pohon yang ditanam memiliki daur tebang lebih pendek (sekitar 78 tahun) sehingga cepat dipanen; jenis yang ditanam disesuaikan dengan karakteristik pulp/kertas; dan penanganan bahan baku lebih mudah karena jenisnya monokultur sehingga biaya produksi kayu pulp yang lebih murah. Jenis HTI yang telah ditanam untuk produksi pulp/kertas antara lain Acacia mangium, Eucalyptus grandis, E. urrophylla, E. saligna, E. urrophylla, E. pellita, Gmelina arborea, meranti, dan sungkai (BPS, 2005). Walaupun beberapa jenis kayu HTI telah dimanfaatkan untuk pulp/kertas, pertanyaan yang timbul apakah daur teknis yang diterapkan untuk memanen jenis HTI tersebut sudah optimal atau belum. Daur teknis optimal berguna untuk memberikan informasi pada umur berapa pohon bisa menghasilkan volume kayu secara maksimal dan secara bersamaan menghasilkan pulp/kertas bermutu tinggi. Umur dapat mempengaruhi kecepatan pembentukan sel-sel baru, penebalan dinding sel (termasuk serat), sifat pertumbuhan seperti tinggi dan diameter pohon, dan sekaligus akhirnya volume kayu dan tiap pertumbuhan (Gintings, 1990; dan Sinnott dan Wilson, 1955). Daur teknis jenis pohon tertentu, bila dikaitkan dengan pengolahan kayunya untuk pulp/ kertas, adalah masa tebang di mana kayunya bila diolah menjadi pulp/kertas diharapkan memberikan sifat pengolahan dan mutu produk terbaik pula. Sifat dasar kayu umumnya spesifik. Pada jenis pohon sama tetapi pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda dan pada umur pohon berbeda bisa juga mengakibatkan perbedaan sifat dasar kayu (Haygreen dan Bowyer, 1989; Hoadley, 1990). Secara ideal yang dikehendaki adalah diperoleh daur teknis optimal sama dengan daur fisik. Kenyataannya, hal tersebut jarang terjadi secara bersamaan. Oleh sebab itu dalam penentuan daur teknis optimal jenis pohon tertentu (termasuk jenis HTI pulp), perlu memperhitungkan daur fisik. Di samping daur fisik, faktor eksploitasi juga harus dilibatkan. Faktor ekploitasi berguna untuk menentukan target produksi pemanenan hutan. Faktor tersebut merupakan nilai perbandingan antara volume kayu aktual yang bisa dimanfaatkan dengan potensi volume kayu yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Dengan demikian faktor ekploitasi memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan tanaman karena faktor tersebut digunakan sebagai dasar untuk menentukan target produksi kayu,termasuk BBS. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemanenan hutan dan sekaligus mempengaruhi nilai faktor eksploitasi

antara lain lokasi geografis, iklim, kondisi medan, keadaan tegakan, dan industri yang dimiliki. Sampai saat ini publikasi besarnya nilai faktor eksploitasi hutan tanaman masih sangat terbatas bahkan dapat dikatakan belum ada. Terkait dengan segala uraian tersebut, telah dilakukan kajian kegiatan Penentuan Daur Teknis Optimal dan Faktor Ekspolitasi Kayu HTI jenis Eucalyptus hybrid untuk Bahan Baku Pulp Ditinjau dari Sifat Dasar Kayu, Sifat Pengolahan Pulp, dan Sifat Produk Pulp/Kertas, dan rincian hasilnya disajikan dalam tulisan ini. Itulah sebabnya, produksi pulp yang berbahan baku non-kayu mulai digalakkan. Alasan pemilihan bagasse sebagai bahan baku karena bagasse mengandung serat selulosa yang dapat dibuat pulp dan dapat di panen secara periodik setiap tahun . Potensi bagase di Indonesia cukup besar. Menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Inonesia sebesar 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulai Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan100 ton bagasse. Maka potensi bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton per tahun. Proses pembuatan pulp menurut bahan kimia yang digunakan dalam proses pemasakannya ada 4 macam. Yaitu : proses sulfit, proses sulfat, proses soda dan proses soda antrakinon. Dipilih proses sulfat karena waktu pemasakannya lebih singkat, kualitas fiber terutama kekuatannya paling unggul sehingga lebih banyak digunakan. Limbahnya dapat ditangani karena bahan kimianya dapat direcycle dan diregenerasi. Yieldnya lebih tinggi. Bahan bakunya paling mudah dipenuhi. I.2 Sejarah Perkembangan Industri Pulp dan Kertas Pada mulanya manusia membuat catatan dengan mengukir di atas batu, kemudian kulit kayu, gading, tulang, lilin, dan tanah liat. Antara 2500-2000 SM, di Mesir orang mulai menulis di atas daun Papyrus. Pembuatan kertas secara nyata ditemukan di China tahun 150 M. Pada tahun 1799 M orang Prancis bernama Louis Robert menemukan cara pembuatan kertas dengan ban berjalan. Orang prancis ini menjual penemuannya pada M. Didot dan John Gamble, yang

menyempurnakan penemuannya tersebut dan kemudian menjualnya pada Fourdrinier bersaudara pada 1804. Mesin ini sekarang dikenal dengan mesin Fourdrinier. Pada tahun 1841 kellel dan Saxony, menemukan proses mekanik pembuatan pulp dari kayu. Pada 1853-1854 proses soda ditemukan oleh Watt dan Burgess. Pada 1866-1867 kimiawan Amerika, Tilghman mematenkan proses sulfit. Walaupun komersialisasi proses sulfit dilakukan oleh Tilghman tapi pembuatannya dilakukan oleh C.D. Ekman di Swedia pada tahun 1874. Proses sulfat atau proses Kraft dikembangkan oleh C.F. Dahl pada 1879 di Danzig. Pada 1908 proses sulfat dikenalkan di Amerika. Saat ini produksi pulp dibagi menjadi : 48% proses mekanik, 40% proses sulfit dan 12% proses soda. Pulp merupakan bahan baku untuk produksi kertas, karton dan produk produk lain yang sejenis. Dalam bentuk murni, pulp merupakan sumber selulosa bagi industri rayon, selulosa ester dan produk turunan selulosa lain. Pulp dalam industri kertas dapat digunakan sebagai bahan baku kertas cetak, kertas koran, kertas tisu dan kertas bungkus. I.3 Bahan Baku

I.3.1. Bagasse Bagase adalah hasil samping industri gula yang merupakan residu berserat dari tanaman tebu (Saccharum officinarum) setalah dilakukan ekstraksi dan pengempaan (Casey, 1960). Menurut Baskoro (1986) bagase mempunyai komposisi yang hampir sama dengan komposisi kimia kayu daun lebar, kecuali kadar airnya. Misra (1980 dalam Baskoro, 1986) menyebutkan bahwa bagase terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) kulit (rind) yang meliputi epidermis, kortek, dan perisikel, (2) ikatan serat pembuluh, (3) jaringan dasar (parenkim) atau pith dengan ikatan yang tersebar tidak teratur. Ampas tebu merupakan limbah lignoselulosa yang dihasilkan oleh pabrik gula setelah tebu diambil niranya. Komponen utama ampas tebu antara lain fiber (serat) sekitar 43 52 %, air 46 52 %, dan padatan terlarut 2 3 %. Syarat bahan baku yang dapat dijadikan pulp dan kertas adalah bahan baku yang mempunyai serat yang panjang, luas dengan kadar hemiselulosa tinggi dan ampas tebu memiliki syarat tersebut

Berdasarkan penelitian tentang dimensi serat, bagase yang dipakai untuk bahan baku pulp dan kertas oleh PT Kertas Leces, Probolinggo, rata-rata memiliki panjang serat 1,43 mm, diameter 10,33 nm, tebal dinding serat 0,68 nm, diameter lumen 8,51 nm, dan nisbah serat dengan diameter serat 138,43 (Baskoro,1986). Batang tebu tersusun atas 2 sel utama yaitu : 1. Bagian berserat, tersusun dari kulit berserabut panjang & berdinding tebal serta fibrovascular. Bagian ini menyebabkan suatu batang tebu tampak utuh dan padat, terletak di bagian kulit batang. 2. Bagian yang tak berserat/pith, berasal dari dinding sel tipis yang merupakan dasar dari anyaman anyaman / parenchym tangkai. Bagian ini menyimpan juice dalam tebu. Kedua bagian ini saling terikat erat, tidak dapat dipisahkan secara sempurna. Kandungan pith (Cane Sugar Handbook 12th ed) adalah 20% berat dari bagasse yang terdiri dari sel-sel perenkim, jika tidak dihiangkan maka kan menyerap larutan pemasak kimia dan tidak diharapkan untuk kertas. Perbedaan dari kedua fraksi tersebut yaitu kulit yang bersert dan fibrovascular dengan pith adalah pada sifat fisiknya dan pada keadaan waktu mengalami proses pulping. Berdasarkan sifatnya, pith sukar untuk dibuat kertas, maka jika pith sampai terdapat dalam pulp akan menurunkan rate pengaliran dan kekuatan kertas yang dihasilkan, bahkan lebih dari itu pith akan menyebabkan luas permukaan menjadi lebih besar sehingga bahan kimia yang dibutuhkan pada proses pulping bertambah. Dengan alasan ini maka kandungan pith diusahakan hilang sebelum proses pulping. Selain itu pith mengandung abu lebih banyak dan lebih sedikit -selulosa fibernya, efeknya dalam sugar mill dan saat disimpan sampai ke pulp mill adalah : 1. Efek penghancuran (crushing) dalam sugar mill : Dalam sel-sel pith terdapat juice, maka ketika di crusher sel tersebut akan rusak, maka di dalam batang tebu yang tidak mengandung juice tidak akan mengalami kerusakan seberat pada pith.

2. Efek pada proses penyimpanan Setelah keluar dari pabrik gula biasanya ampas tebu mengandung juice antara 3-5% dan kandungan moisture 49% (Cane Sugar Handbook 12th ed). Proses yang biasa terjadi pada bagasse selama penyimpanan adalah : a. Perubahan kimiawi disebabkan oleh serangan bakteri atau fungi

b. Proses Bio-chemical karena sistem gula yang ada dalam batang tersebut mengalami proses fermentasi alkohol dan kemudian dioksidasi menjadi asam organik. Kedua hal di atas menyebabkan serat rusak. Reaksi berjalan sampai kandungan moisture bagasse berkurang sampai pada suatu level dimana reaksi dapat berhenti. Morfologi atau sifat fisik bagasse ditabelkan sebagai berikut :

Tabel I.3.1. Morfologi Serat Bagasse content True Fibers Vessel Segments Pith Other Nonfibrous, etc TOTAL (Cane Sugar Handbook 12th ed) % by weight 55 20 50 5 100 % cell type distribution 35 17 35 13 100

Tabel I.3.2. Analysis Bagasse Proximate Analysis Fixed Carbon 7,0 % by weight Volatile 42,5 Moisture 49 Ash 1,5 (Cane Sugar Handbook 12th ed) Ultimate Analysis 23,7 % by weight 3,0 22,8 49,0 1,5

Carbon Hydrogen Oxygen Moisture Ash

I.3.2. NaOH Adapun beberapa sifat dari Natrium Hidroksida (Perry & Green, 1999) yaitu : Berat Molekul : 40 gr/mol Densitas : 1040 kg/m3 Titik lebur : 318,4C Titik Didih : 1390C Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20C) Berupa Kristal putih Berbau Tidak larut dalam air Dalam larutan bersifat Alkali

I.3.3. Na2S Adapun beberapa sifat dari Natrium Sulfida (Perry & Green, 1999) yaitu : Berat Molekul : 78,04 gr/mol Warna : Pink Spesifik Grafity : 1,856 Kelarutan dalam air : - Air dingin (10C) : 15,4 - Air panas (90C) : 57,3 Padatan kuning merah Bersifat korosif Tidak berbau

I.4

Titik didih : 216 oF Titik leleh : 25 oF PH : 14 Produk Pulp merupakan serat serat yang dapat dibuat dari kayu atau material lignoselulosa

lain yang telah diolah secara fisik dan atau kimiawi dan dpat didispersikan ke dalam air dan dapat dibentuk menjadi suatu jaringan. (Biermann J. Christopher, 1996) Komponen penyusun utama dari pulp adalah selulosa. Komponen penyusun lainnya adalah hemiselulosa dan lignin. Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa mempunyai berat molekul yang tinggi dan disusun oleh rantai kimia panjang. Hidrolisa, oksidasi dan perusakan oleh fotokimia atau oleh setiap gaya mekanik dapat memutuskan ikatan rantai dan mengurangi berat molekul. Selulosa menurut jenisnya dapat dibagi menjadi : -selulosa, yaitu selulosa yang tidak larut dalam larutan 17,5% NaOH pada suhu 200C. -selulosa, yaitu selulosa yang larut dalam 17,5% NaOH dan dapat diendapkan setelah larutannya dinetralkan pada suhu 15 35 0C. -selulosa, yaitu selulosa yang larut dalam larutan 17,5% NaOH tapi tidak dapat diendapkan pada suhu 15 30 0C. -selulosa sangat menentukan sifat tahan lamanya kertas. Semakin banyak -selulosa maka semakin tahan lama kertas tersebut. I.5 Perkiraan Kebutuhan Pulp dan Penentuan Kapasitas Pabrik Dalam pendirian suatu pabrik, analisa pasar untuk penentuan kapasitas pabrik adalah penting. Dengan kapasitas yang ada maka dapat ditentukan perhitungan neraca massa, neraca

panas, spesifikasi alat dan analisa ekonomi. Bahan baku yang digunakan oleh pabrik pulp ini adalah bagasse atau ampas tebu yang merupakan limbah dari pabrik gula. Berikut adalah beberapa faktor penting dalam perhitungan kapasitas pabrik yaitu : Ketersediaan bahan baku Potensi bagasse di Indonesia cukup besar, menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap ha terdapat 312,5 ton tanaman tebu yang mampu menghasilkan 100 ton bagasse. Maka potensi bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton per tahun. Jumlah Ekspor Pulp di Indonesia Jumlah Import Pulp di Indonesia Jumlah kebutuhan / konsumsi Pulp di Indonesia

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pendirian pabrik pulp dari bagasse adalah kapasitas pabrik. Pabrik pulp dengan bahan baku bagasse ini direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2013, dengan mengacu pada pemenuhan kebutuhan impor. Dengan analogi dari persamaan untuk menghitung bunga, maka perkiraan volume kebutuhan impor pulp (dalam ton) pada tahun 2013 dapat dihitung. Berikut persamaan yang digunakan : F = Fo (1 + i)n Dimana : F Fo = Perkiraan kebutuhan pulp pada tahun 2013 = Kebutuhan pulp pada tahun 2010 (Peter & Timmerhaus, 2003)

i n

= Perkembangan rata-rata = Selisih waktu

Berikut ini adalah data impor, ekspor dan produksi pulp untuk tahun 2006-2010 :

Tabel 1.1 Impor Pulp di Indonesia Tahun 2013 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Perkembangan rata-rata (i) (sumber : Badan Pusat Statistik nasional Indonesia, 2010) Perhitungan dengan menggunakan persamaan F = Fo (1 + i)n Maka perkiraan impor pada tahun 2013 adalah : F = Fo (1 + i)n F = 4.214.144,2 * (1+ 0,0500)(2013-2010) F = 4.214.144,2 * (1,0500)3 F = 4.879.649,01 ton /tahun F = 14.786,81 ton/hari Tabel 1.2 Ekspor Pulp di Indonesia Berat Bersih (ton)/tahun 3.488.558,9 3.584.375,6 4.078.868,8 3.964.315,1 4.214.144,2 perkembangan 0 0,0274 0,1379 0,0280 0,0630 0,0500

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Perkembangan rata-rata (i)

Berat Bersih (ton)/tahun 2.251 2.324 2.691 2.180 2.387

perkembangan 0 0,03239 0,158105 0,19006 0,094918 0,023839

(sumber : Badan Pusat Statistik nasional Indonesia, 2010) Maka perkiraan ekspor pada tahun 2013 adalah : F = Fo (1 + i)n F = 2.387 * (1+ 0,023839)(2013-2010) F = 2.387 * (1,023839)3 F = 2561,655 ton /tahun F = 7,762 ton/hari Tabel 1.3 Perkembangan Produksi Pulp di Indonesia Tahun 2013 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Perkembangan rata-rata (i) (sumber : Badan Pusat Statistik nasional Indonesia, 2010) F = Fo (1 + i)n Berat Bersih (ton)/tahun 280.872 2.093.992 2.114.658 1.055.089 1.076.276 perkembangan 0 6,455 0,009 -0,501 0,021 1,4961

F = 1.076.276 * (1+ 1,4961)(2013-2010) F = 1.076.276 * (2, 4961)3 F = 16.737.371 ton /tahun F = 50.719 ton/hari Maka Perkiraan kebutuhan pulp pada tahun 2013 = [Import + Produksi - Ekspor] 2013 = 14.786,81 + 50.719 - 7,762 = 65.498,048 ton/hari Kapasitas pabrik = [ Kebutuhan Pulp Indonesia]2013 [Produksi Pulp Indonesia]2013 = 65.498,048 50.719 = 14.779,048 ton/hari ( 22,5% dari kebutuhan pulp di Indonesia tahun 2013) Karena direncanakan pabrik yang dibangun dapat mengambil peluang pasar sebesar 0,15% dari total kebutuhan pulp Indonesia pada tahun 2013, maka kapasitas pabrik yang akan di bangun adalah : Kapasitas pabrik = (0,15% / 22,5%) * 14.779,048 ton/ hari = 100,762 ton/hari = 100 ton/hari = 33.000.000 kg/tahun I.6 Penentuan Lokasi Pabrik Lokasi suatu pabrik dapat mempengaruhi kedudukan pabrik dalam persaingan maupun penentuan kelancaran produksinya. Pemilihan lokasi pabrik yang tepat, ekonomis dan menguntungkan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Idealnya lokasi pabrik ini dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan perluasan pabrik dan memberikan keuntungan untuk jangka panjang. Adapun faktor-faktor yang mendasari dalam pemilihan pabrik meliputi : 1. Faktor Primer Faktor Sekunder

Faktor Primer Faktor primer secara tidak langsung mempengaruhi tujuan utama dari pendirian suatu pabrik. Tinjauan ini meliputi kelancaran proses produksi dan distribusi produk yang dibutuhkan konsumen pada tingkat harga yang terjangkau dan masih dapat memperoleh keuntungan. Yang termasuk faktor-faktor primer tersebut antara lain : Letak pabrik terhadap pasar Letak pabrik terhadap bahan baku Tersedianya sarana dan prasarana yang meliputi : listrik, air dan jalan raya (transportasi) Tersedianya tenaga kerja

2.

Faktor Sekunder Disamping faktor primer, penempatan lokasi pabrik harus juga memperhatikan aspekaspek sekunder. Adapun faktor sekunder yang perlu diperhatikan adalah : Harga tanah dikaitkan dengan rencana d imasa yang akan datang Kemungkinan perluasan pabrik Peraturan daerah setempat Keadaan masyarakat daerah Iklim

Keadaan tanah untuk rencana pondasi bangunan Adanya perumahan penduduk Dengan pertimbangan faktor-faktor diatas, maka lokasi pabrik didaerah Malang- Jawa Timur, dengan pertimbangan dan alasan sebagai berikut : 1) Penyediaan Bahan Baku Pertimbangannya adalah karena lokasi pabrik dekat dengan daerah budidaya tanaman tebu dan dekat dengan lokasi pabrik gula, sehingga memudahkan tersedianya bahan baku. 2) Pemasaran Produk Didaerah Malang, Jawa Timur merupakan daerah yang letaknya cukup strategis karena merupakan kawasan yang mudah dijangkau Industri Indonesia, diharapkan akan memudahkan pemasaran, terutama untuk orientasi dalam negeri. 3) Sarana Transportasi Sarana transportasi baik seperti jalan raya dan bandara udara. 4) Tenaga kerja Ketersediaan tenaga kerja yang terampil harus diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pabrik. Daerah Jawa Timur terdapat banyak tenaga yang potensial dan ahli dalam industri. Selain itu juga mengurangi tingkat pengangguran daerah Jawa Timur. Diharapkan dengan berdirinya pabrik Pulp di daerah tersebut akan mengurangi jumlah pengangguran yang ada. 5) Kebijakan Pemerintah Untuk mengantisipasi pengembangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor produksi kertas akan meningkatkan orientasi penggunaan bahan baku nonkayu, yakni ampas tebu dari limbah pabrik gula. pemanfaatan ampas tebu telah mulai dikembangkan pada BUMN produksi kertas di Pulau Jawa dan akan terus ditingkat

produksinya. orientasi pemanfaatan bahan baku ampas tebu seiring dengan meningkatnya produksi tebu yang dipicu naiknya produksi gula nasional.

You might also like