You are on page 1of 24

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis kelamin Umur Alamat Agama Suku B.

ANAMNESIS Keluhan Utama : muncul plenting-plenting berisi cairan jernih Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien seorang anak laki-laki, umur 2 tahun datang ke Puskesmas dengan ditemani ibunya. Pasien tersebut mengeluh muncul plenting-plenting berisi cairan jernih sejak satu hari yang lalu. Awalnya kelainan kulit berupa bentol merah yang lama kelamaan berubah menjadi plenting berisi cairan jernih. Pasiem demam dan terasa gatal di sekujur tubuhnya. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter sebelumnya. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa sebelumya disangkal Riwayat keluhan serupa di keluarga dibenarkan i. Riwayat kehamilan a. Anak merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. b. Selama hamil ibu tidak mengalami gangguan kesehatan yang bermakna c. Ibu memeriksakan kehamilannya rutin di bidan dan dokter spesialis. d. Ibu rajin mengkonsumsi multivitamin. Imunisasi TT 2 kali. e. Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan, jamu, ataupun rokok selama kehamilan berlangsung. ii. Riwayat persalinan a. Ibu melahirkan pada saat usia kehamilan 40 minggu.
1

: An. A : Laki-laki : 2 tahun : Bangunrejo RT 51 RW 11 Tegalrejo Yogyakarta : Islam : Jawa

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalinan

b. Anak dilahirkan di klinik bidan swasta dan ditolong oleh bidan. c. Anak lahir spontan dan segera menangis kuat setelah dilahirkan. d. BB saat lahir 2.700 gram. iii. Riwayat pasca persalinan a. Setelah anak dilahirkan, anak dirawat oleh ibu. b. ASI keluar lancar dan banyak, anak menetek dengan kuat hingga usia 1,5 tahun karena ASI ibu sudah tidak keluar lagi. c. Riwayat bayi kuning (-), riwayat bayi biru (-), dan riwayat kejang (-). Riwayat Imunisasi Imunisasi dasar : BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan Campak sudah dilakukan dengan lengkap. Riwayat Personal, Sosial dan Lingkungan : Perkawinan Pasien belum menikah. Perilaku Kegiatan pasien sehari-hari tinggal dirumah. Pekerjaan Pasien belum sekolah. Lingkungan Tempat Tinggal Pasien menghuni rumah bersama kedua orang tua dan 1 saudaranya. Pasien tidur sekamar dengan orangtua dan kakaknya. Keadaan kamar cukup memadai dan kebersihan lingkungan terjaga. Keadaan tempat tinggal bersih, dengan sirkulasi dan pencahayaan cukup. Psikososial Pasien termasuk seorang yang aktif. Terjalin hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarga, dengan teman-teman sebaya di lingkunan rumah. Ayah pasien memperoleh penghasilan dari swasta, sedangkan ibu pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga. ANAMNESIS SISTEM Sistem neurologi : sadar (+), demam (+), kejang (-), nyeri kepala (-)
2

Sistem respirasi : batuk (+), pilek (+), sesak nafas (-) Sistem kardiovaskuler : sesak nafas (-), kebiruan (-) Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB normal Sistem urogenital : BAK (+) lancar, jernih Sistem muskuloskeletal : deformitas (-) Sistem integumentum : pucat (-), kebiruan (-), kuning (-), gatal (+)

C. PEMERIKSAAN FISIK Kesan Umum Kesadaran Tanda utama Nadi Pernafasan Suhu badan BB : 10,5 kg BMI = = 18,7 BB kurang : < 18,5 BB normal : 18,5- 24,5 BB lebih - Mata - Hidung - Mulut - Telinga - Leher - JVP Pemeriksaan Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi : simetris (+), retraksi (-) : vocal fremitus kanan dan kiri normal
3

: Tampak baik, gizi cukup. : Kompos mentis : : 104 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup : 20 x/menit. : 36,8oC TB : 80 cm 10,5 : (0,75)2

= BB (kg) : (TB)2

: >25 : konjungtiva anemis (-)/(-); sklera ikterik (-)/(-) : sekret (+/+) : mukosa lembab (+), faring hiperemis (+), tonsil T2-T2 : sekret (-/-) : limfonodi teraba (-) : tidak meningkat :

Pemeriksaan kepala dan leher

ketertinggalan gerak -/Perkusi Auskutasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Pemeriksaan ekstremitas Gerakan Tonus Klonus Kekuatan Akral hangat Capillary refill test Ujud Kelainan Kulit Tampak multipel papul eritem, vesikel dan krusta tersebar pada badan, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. E. DIAGNOSIS BANDING -varicella zooster -variola
4

: sonor di kedua lapang paru : suara dasar vesikuler (+) normal, suara tambahan paru (-)

: iktus kordis tak kuat angkat : iktus kordis tak teraba : redup (-), cardiomegali (-) : irama S1-S2 reguler, bising jantung (-)

: dinding dada = dinding perut, skar (-), sikatrik (-) : peristaltik (+) : timpani (+) : nyeri tekan (-), hepar/ lien dbn, massa (-)

: bebas : normal : (-) : 5/5/5/5 : (+) : < 2 detik

F. DIAGNOSIS HOLISTIK Varicella zooster pada anak usia 2 tahun dengan masalah ekonomi, kepadatan rumah yang kurang baik, kurangnya kebersihan lingkungan rumah dan fungsi keluarga sehat.

G. PENATALAKSANAAN Promotif : Mengenalkan pada keluarga pasien tentang penyakit varicella zooster (etiologi, cara penularan dan pencegahan penularan, tanda dan gejala, penatalaksanaan) Edukasi tentang perilahu hidup bersih dan sehat Preventif : Menjaga kebersihan diri, rumah dan lingkungan Anggota keluarga diberi masker untuk mencegah penularan acyclovir 4 x 200 mg paracetamol 3 x 35 mg salep acyclovir

Kuratif :

Rehabilitatif : menghindari garukan pada vesikel memotong kuku jari

BAB II PEMBAHASAN KASUS A. Analisis Kasus Diagnosis kerja pada pasien ini adalah varicella zooster. Diagnosis diperoleh berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan pasien, yaitu: muncul plenting-plenting berisi cairan jernih, terasa gatal, terdapat demam. Awal mula lesi berupa bentol merah yang lama-kelamaan berubah menjadi plenting berisi cairan jernih, pola penyebaran lesi dari badan, wajah dan ekstremitas. Dari pemeriksaan fisik ditemukan ujud kelainan kulit berupa multipel vesikel dan krusta tersebar di badan, wajah dan ekstremitas. B. Hasil Kunjungan Rumah Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 11 dan 13 September 2012, dengan kondisi pasien masih sakit. Terdapat vesikel dan krusta pada badan, ensktremitas atas dan ekstremitas bawah, tidak terdapat demam. a. Lokasi Terletak di perkampungan biasa, rumah terletak di antara perkampungan tersebut, beralamat Bangunrejo RT 51 RW 11 Tegalrejo, Yogyakarta. Jarak antara satu rumah dengan rumah lain saling berdempetan dipisahkan oleh dinding. b. Kondisi rumah Bangunan rumah dibangun kokoh dan tidak bertingkat. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah terbuat dari tembok dan atap rumah terbuat dari genteng. Kebersihan di dalam rumah terkesan cukup bersih dan rapi. c. Pembagian ruangan Rumah terdiri dari beberapa ruangan yang hanya di batasi oleh lemari. Pembagian ruangan kurang baik. Ventilasi Ruang Ruang Ukuran Jendela Ventilasi 1x0,5 m 0,3x0,3 m Ukuran Ruangan 3x2 m Ket. Jendela : 1 buah ;
6

tamu Ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur Dapur Kamar mandi d. Pencahayaan 0,2x0,2 m 3x2 m 1,5x1,5 m 1x0,5 m 0,3x0,3 m 3x2 m

ventilasi : 1 buah Jendela : 1 buah ; ventilasi : 1 buah

WC (+) jongkok

Pencahayaan dirasakan cukup, sinar matahari dapat masuk rumah. Penerangan dirasa cukup karena untuk membaca tulisan tidak membutuhkan cahaya lampu listrik pada siang hari. e. Sanitasi Dasar 1. Sumber air bersih Sumber air yang digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal dari PAM. Rumah pasien tidak terdapat sumur. 2. Jamban keluarga Pasien memiliki jamban keluarga dirumahnya (WC jongkok). Kondisi jamban mudah dibersihkan, lokasinya menjadi satu dengan rumah, terkesan bersih dan tidak berlumut. 3. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) Limbah rumah tangga semua semua disalurkan ke selokan. 4. Tempat sampah Sampah dikumpulkan dikeranjang sampah. f. Halaman Tidak terdapat halaman rumah. g. Kandang Tidak mempunyai kandang h. Garasi Rumah tidak mempunyai garasi.

PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA 1. DAFTAR ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL DALAM SATU RUMAH Anggota keluarga yang berada di satu rumah yaitu: Nama Kedudukan dalam S keluarga Kepala rumah tangga (ayah US U pasien) Ibu pasien Kakak kandung A pasien Pasien L 2 Belum sekolah P P 30 6 SMA SD IRT Pelajar L L/P Umur (th) 40 Pendidika n SMK swasta Pekerjaan Ket.

2. NILAI APGAR KELUARGA Dengan menggunakan APGAR keluarga yang digunakan untuk menilai 5 fungsi pokok keluarga yang dapat untuk mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga. 5 fungsi yang dinilai adalah : a. Adaptasi (Adaptation) Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukan. b. Kemitraan (partnership) Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi, urun rembug dalam menggambil keputusan dan atau menyelesaikan masalah. c. Pertumbuhan (growth) Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga. d. Kasih sayang ( affection)
8

Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung. e. Kebersamaan ( resolve) Dinilai dari tingkat kepuasan anggora keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kakayaan dan ruang antar keluarga. Kuisioner APGAR keluarga Hampir Penilaian Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya. Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi. Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki. Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya. Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan TOTAL Skoring: hampir selalu: 2, kadang:1, hampir tidak pernah:0 Total skor: 8-10: fungsi keluarga sehat (high functional family) 4-7 : kurang sehat (moderate dissfunctional family) 0-3 : sakit (severe dissfunctional family) Pasien masuk ke dalam kategori fungsi keluarga sehat 3. FAMILY SCREEM 10 V V V V V tidak pernah Kadang Hampir selalu

Aspek Sosial

Sumber Daya Interaksi antar anggota

Patologi

keluarga yang baik Kelurga memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar

Kultural

Tidak percaya dengan mitos yang tidak terbukti Hidup sesuai dengan budaya setempat.

Religi

Pemahaman agama cukup baik, dan anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik. Kepala keluarga bekerja sebagai sekolah

Ekonomi

Penghasilan tidak tetap

pegawai swasta Pendidikan - Pasien belum (dibawah umur) Kesehatan

-Kesadaran untuk berobat, hidup bersih dan sehat baik, akses rumah ke pelayanan kesehatan mudah dan dekat

GENOGRAM Keluarga An. M , tanggal 11/10/2012


10

CD

Keterangan : = laki- laki = perempuan = perempuan meninggal = laki-laki meninggal = pasien B D = BreadwinC = Caregiver =Decision making = tinggal satu atap

C. Identifikasi Fungsi Keluarga 1. Fungsi biologis dan reproduksi Pasien merupakan anak kedua dari pasangan suami istri. Pasien belum memasuki usia reproduksi. 2. Fungsi afektif Pasien hidup dengan ayah, ibu, kakak dan adik kandung pasien. Tidak ada konflik antar keluarga. Pasien sering bermain bersama seluruh anggota keluarganya. 3. Fungsi sosial

11

Keluarga pasien sering menyapa tetangga dan sering bekerjasama dengan mereka. Pasien akrab dengan seluruh anggota keluarganya dan beberapa tetangganya. 4. Fungsi ekonomi Pemenuhan kebutuhan keluarga bergantung pada ayah yang bekerja sebagai swasta, ibu pasien seorang ibu rumah tangga. 5. Fungsi religius Semua anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik. Pendidikan tentang agama islam diajarkan sejak kecil. 6. Fungsi pendidikan Pasien belum sekolah. Ibu selalu membimbing putra-putrinya saat mereka sedang belajar. Kesimpulan : Fungsi keluarga tidak terganggu. D. Identifikasi Lingkungan Hidup Keluarga Denah Rumah Pasien

Keterangan: 1: ruang tamu

12

2: ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur 3: dapur 4: kamar mandi = Jendela

= Pintu

I. Diagnosis Kedokteran Keluarga a. Diagnosis : b. Varicella zooster pada anak usia 2 tahun dengan masalah ekonomi, kepadatan rumah yang kurang baik, kurangnya kebersihan lingkungan rumah dan fungsi keluarga sehat. c. Bentuk keluarga : Nuclear Family d. Fungsi keluarga yang terganggu : Tidak didapatkan fungsi keluarga yang terganggu.

13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. Etiologi Varicella Zooster Virus (VZV), yang dikenal juga sebagai Human Herpes Virus 3 (HHV3) termasuk dalam family herpesvirus atau herpesviridae. Klasifikasi ini berdasarkan pada karakteristik morfologi, bentuk fisik dan isi kimia dari virus. VZV dilkasifikasikan ke dalam genus varicellovirus, sedangkan HSV diklasifikasikan dalam genus simplexvirus.

Karakteristik yang penting dari herpes virus adalah arsitektur dari virus. Ukurannya berkisar 120 sampai dengan 300nm dan berbentuk polygonal atau bulat dengan titik sentral yang jelas terlihat. Sampai sekarang, belum diketahui secara jelas berapa banyak polipeptida yang terlibat dalam pemasangan virus, tetapi yang telah dilaporkan adalah antara 30-35. Virus tersusun dari empat komponen yang berbeda, yaitu envelope, tegument, capsid dan core dengan genome.

II. Faktor Risiko Faktor risiko yang dapat menyebabkan varisela diantaranya (Mehta, 2010): a. Neonatus Ibu hamil yang terkena infeksi VZV primer dapat menularkan infeksi secara plasental ke janin selama fase viremia. Timbul varisela pada neonatus 5 - 10 hari setelah lahir. Tidak adanya transfer antibodi ibu melalui plasenta mengakibatkan penyakit lebih parah. b. Terapi steroid Steroid memiliki efek immunosupresan dengan menghambat proliferasi sel T, sehingga penggunaan steroid dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya varisela.

14

c. Kondisi immunocompromised Kondisi immunocompromised dapat menyebabkan VZV lebih mudah menginfeksi dan bereplikasi di dalam tubuh. Kondisi ini dapat terjadi pada: 1) Penderita infeksi HIV 2) Penderita Leukemia 3) Resipien transplantasi 4) Pemakai kortikosteroid 5) Pasien dgn kemoterapi karena keganasan (kanker).

d. Kehamilan Wanita hamil mengalami penurunan imunitas baik secara humoral maupun selular. Kehamilan tua dapat menyebabkan infeksi neonatal. VZV menyebabkan terjadinya viremia selama masa infeksi primer dan dapat menularkan virus pada janin secara transplasental atau secara ascending melalui lesi jalan lahir. Varisela pada ibu timbul 4 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan.

III. Patogenesis dan Patofisiologi

VZV masuk ke dalam tubuh manusia per inhalasi dari droplet infection atau kontak langsung dengan lesi kulit VZV masuk melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring atau konjungtiva Replikasi VZV pertama (hari ke 2-4) di limfe nodi regional Viremia primer (hari ke 4-6) Replikasi VZV kedua terjadi di sel retikuloendotelial hepar dan limpa
15

Viremia sekunder VZV menyebar ke seluruh tubuh (termasuk ke saluran nafas) dan mencapai epidermis (hari ke 14-16) Lesi khas di kulit VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensoris VZV ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris (yang tersering adalah trigeminus dan thoracica) Infeksi laten (dorman) terjadi pada ganglion VZV tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk reaktivasi Pada saat terjadi reaktivasi, VZV bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi inflamasi dan merusak ganglion sensoris VZV menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke kulit (Zoster)

IV. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang khas pada varisela adalah terdapatnya gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual, dan anoreksia yang terjadi 1-2 hari sebelum lesi keluar. Lesi diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan meluas ke bagian tubuh yang lain. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital (Lubis, 2008). Lesi biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas, yaitu terdapatnya semua stadium lesi berupa vesikel dan krusta secara bersamaan dalam satu waktu.

16

V. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik varisela menujukkan lesi dan efluorosensi yang khas. Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada. Makula eritematosa kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi papul yang kemudian berkembang menjadi vesikel dengan cairan jernih serta dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk mempunyai gambarang klasik yaitu letaknya superfisial dan berdinding tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit, atau tampak vesikel seperti titik embun di atas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal). Masuknya sel radang akan membuat vesikel manjadi keruh. Vesikel akan berubah menjadi pustula pada hari kedua. Lesi kemudian akan mengering sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu (Lubis, 2008).

VI. Pemeriksaan Penunjang Studi laboratorium menunjukkan sebagian besar anak dengan varisela telah leukopenia dalam 3 hari pertama, diikuti dengan leukositosis. Tanda leukositosis mungkin menandakan adanya infeksi bakteri sekunder tetapi bukan merupakan suatu tanda yang mutlak. Sebagian besar anak dengan infeksi bakteri sekunder yang signifikan tidak memiliki leukositosis. Pemeriksaan imunohistokimia dari mengorek lesi kulit dapat memastikan varisela. Prosedur ini berguna untuk pasien berisiko tinggi yang memerlukan konfirmasi cepat. Imunohistokimia merupakan metode pemeriksaan untuk mendeteksi protein dalam sel pada jaringan hidup dengan menggunakan interaksi antigen antibodi. Pemeriksaan

17

imunohistokimia menggunakan antigen yang dilabel dengan radioaktif. Antigen yang telah dilabeli ini akan direaksikan dengan jaringan yang diambil dengan biopsi. Hasilnya dapat digunakan untuk diagnosis keganasan tumor dan sekaligus untuk memilih obat yang akan digunakan untuk terapi dengan melihat obat mana yang sensitif terhadap jaringan yang diambil tersebut. Untuk melakukan pemeriksaan ini memerlukan biaya yang cukup mahal. Pemeriksaan serologi juga dapat dilakukan. Pemeriksaan serologi terutama digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi di masa lalu untuk menilai status kerentanan pasien. Ini akan membantu menentukan persyaratan pengobatan pencegahan untuk remaja atau orang dewasa yang telah terkena varisela. Di antara banyak penelitian serologis, yang paling sensitif adalah antibodi fluorescent tidak langsung (IFA), antibodi fluorescent untuk membran antigen (FAMA), uji netralisasi (NT), dan radioimmunoassay (RIA). Tes-tes ini memakan waktu dan membutuhkan peralatan khusus. Aglutinasi lateks yang tersedia secara komersial (LA) dan immunosorbent assay enzim-linked (ELISA) tes sensitif dan cepat. Meskipun uji fiksasi komplemen sering digunakan, kepekaannya rendah. Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (vzv) dapat dilakukan beberapa test yaitu: a. Tzank Smear Pemeriksaan ini dapat melihat multinucleated giant cells dengan menggunakan mikroskop cahaya. Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan giemsa atau wright. Sensitifitas pemeriksaan ini mencapai 84% namun pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus.

b. Direct Fluorescent Assay (DFA) Preparat pada pemeriksaan ini diambil dari scraping dasar vesikel, tetapi apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan ini kurang sensitif. Pemeriksaan ini

18

membutuhkan mikroskop fluoresent dengan keunggulan hasil pemeriksaaan yang cepat serta dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus. c. Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Metode PCR dapat menggunakan berbagai preparat seperti crapping dasat vesikel maupun krusta, namun preparat yang paling sering digunakan adalah darah. Sensitifitasnya berkisar 97-100, namun memerlukan biaya yang besar. d. Biopsi Kulit Hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi kulit akan menunjukkan vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

VII. Penegakan Diagnosis Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan dengan anamnesis dan berdasarkan gambaran klinis yang ada yaitu: a. Timbulnya erupsi papulo-vesikuler yang bersamaan dengan demam yang tidak terlalu tinggi. b. Perubahan-perubahan yang cepat dari makula menjadi papula kemudian menjadi vesikel dan akhirnya menjadi krusta c. Gambaran lesi berkelompok dengan distribusi paling banyak pada tubuh lalu menyebar ke perifer yaitu muka, kepala, dan ekstremitas d. Membentuk ulkus putih keruh pada mukosa mulut e. Terdapat gambaran yang polimorf.

VIII. Terapi Medikamentosa

19

a. Pada penderita yang imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik. Pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis, yaitu: 1) Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak sisil 1% agar tidak mudah pecah. 2) Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeski sekunder. 3) Antipiretik dan analgetik Golongan antipiretik menghambat sintesis dan pelepasan sentral prostaglandin yang memediasi efek pirogen endogen di hipotalamus. Demam pada varicella biasanya ringan, tetapi dapat meningkat. Asetaminofen merupakan antipiretik paling aman untuk gejala ini. Golongan salisilat (aspirin) tidak boleh digunakan pada kasus varicella untuk menghindari terjadinya reye syndrome. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) diperkirakan dapat menekan fungsi imun dan meningkatkan progresi infeksi pada pasien yang terinfeksi Streptococcus group A. Asetaminofen Ibuprofen Dewasa Dewasa 500650 mg/dosis per oral 4-6 200-400 mg per oral 4-6 jam/x jam/x Anak-anak (6-12 tahun) Anak-anak 4-10 mg/kg/dosis per oral 10-15 mg/kg per oral 4-6 jam/kali. 4) Antihistamin Golongan ini dapat mengurangi gatal dengan cara menghamat efek pelepasan endogen histamin. Dipenhidramin (benadril) memiliki efek sedasi dan efektif untuk meredakan gatal. Sediaannya berupa cairan yang mengandung 12,5 mg/5 ml, kapsul yang mengandung 25 dan 50 mg, dan injeksi yang mengandung 10 dan 50 mg/ml. Dosis dewasa adalah 25-50 mg per oral, sedangkan anak-anak 5 mg/kg/hari per oral 5) Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat garukan. b. Obat antivirus

20

1) Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan, dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. 2) Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu <48-72 jam setelah erupsi di kulit muncul. 3) Golongan antvirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir, dan famasiklovir. 4) Dosis antivirus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zooster adalah: a) Neonatus Asiklovir 500 mg/m2 iv setiap 8 jam selama 10 hari b) Anak (2-12 tahun) Asiklovir 4x20 mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari.

c) Pubertas dan dewasa Asiklovir 5x800 mg/hari/oral selama 7 hari Valasiklovir 3x1 gr/hari/oral selama 7 hari Famasiklovir 3x500 mg/hari/oral selama 7 hari

c. Antibiotik Apabila ada infeksi sekunder, diberikan penisilin prokain 50.000 IU/kgBB/hari selama 3 hari atau diberi amoksisilin 25-50 mg/kgBB/hari per oral (Depkes, 2008).

d. Varicella Zooster Immunoglobulin (VZIG) VZIG dapat mencegah atau meringankan varisela, diberikan intramuskular dalam 4 hari setelah terpajan. Penggunaan VZIG pada kasus varisela neonatal sangat bermanfaat. Sebelum penggunaan VZIG, mortalitas varisela neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Pencegahan varisela neonatal secara alami juga terjadi jika ibu mendapat varisela dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu

21

yang cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (antibodi transplasenta) ke janin yang dikandungnya.

Non-Medikamentosa Penatalaksanaan non-medikamentosa yang dapat dilakukan pada kejadian varisela diantaranya: a. Isolasi untuk mencegah penularan b. Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein) c. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat d. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi e. Upayakan agar vesikel tidak pecah. Jangan menggaruk vesikel, Kuku jangan dibiarkan panjang. Pasien varisela diharuskan mandi untuk menjaga higienitas, air yang digunakan adalah air dingin ataupun air hangat agar mengurangi gatal. Setelah mandi, keringkan badan dengan menepal nepalkan handuk, hindari kontak handuk yang kuat dengan kulit karena dapat merusak vesikel hingga pecah.

IX. Komplikasi Komplikasi yang diakibatkan oleh varisela diantaranya: a. Infeksi sekunder pada kulit yang terkena bakteri Infeksi sering dijumpai pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antata 5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, dan erysepelas. b. Scar Timbulnya scar berhubungan dengan infeksi.

22

c. Pneumonia Pneumonia dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa, insidensi varicella pneumonias sekitar 1:400 kasus. d. Neurologik 1) Acute post-infection cerebellar ataxia Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan. Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi serta disartria. Insidensi berkisar 1:4000 kasus varicella. 2) Ensefalitis VZV dapat menyebabkan penyakit neurologi dalam spektrum yang luas, misalnya neuralgia post-herpetik, mielitis, meningitis, dan ensefalitis. Ensefalitis jarang terjadi sebagai komplikasi varisela. Kondisi imunosupresif dapat mempermudah terjadinya ensefalitis. Manifestasi klinis yang berat dapat terjadi karena infeksi primer maupun reaktivasi VZV laten. Patogenesis yang mendasari reaktivasi VZV laten di otak diperkirakan melibatkan banyak faktor (multifaktorial) dan belum didefinisikan dengan jelas. Namun, penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa reaktivasi VZV akan menimbulkan VZV masuk ke dalam cairan serebospinal. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya ensefalitis. Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella, yaitu beberapa hari setelah timbulnya ruam. Gejala yang sering dijumpai adalah lelah, mengantuk, dan mudah bingung. Beberapa anak mengalami serangan dan perkembangan ensefalitis yang cepat, yang dapat menimbulkan koma yang dalam. Ensefalitis merupakan komplikasi yang serius yang mempunyai angka kematian 520%. Insidensi berkisar 1,7:100000 penderita.

23

e. Herpes zooster Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zooster. Herpes zooster timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zooster virus menetap pada ganglion sensoris. f. Reye syndrome Reye syndrome ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye syndrome mulai jarang ditemukan.

24

You might also like