You are on page 1of 9

diare pada anak diare, diare pada anak, diare persisten, diare sekretorik BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar belakang Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Diare adalah penyebab penting kekurangan gizi. Ini disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare sehingga ia makan lebih sedikit dari biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan sari makanannya meningkat akibat dari keadaan sakitnya.5 Oleh karena itu kita harus mengetahui jenis-jenis diare dan bagaimana menanganinya supaya tingkat mortalitas dan morbiditasnya dapat ditekan. I.2.Definisi Diare adalah keluarnya tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari. Diare cair akut adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas.5 Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja.3 Diare persisten adalah episod diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung selama 14 hari atau lebih. Diare persisten dibedakan dari diare melanjut, yaitu episod diare akut yang melanjut hingga berlangsung selama 7-14 hari.3 I.3. Epidemiologi Secara keseluruhan, anak-anak rata-rata mengalami 3,3 episod diare per tahun, tetapi di beberapa tempat dapat lebih dari 9 episod per tahun. Pada daerah dengan episod yang tinggi, balita dapat menghabiskan 15% waktunya dengan diare. Sekitar 80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.5 Mekanisme penularan utama oleh patogen diare adalah tinja-mulut, dengan makanan dan air yang merupakan penghantar untuk kebanyakan kejadian. Faktor-faktor yang menambah kerentanan terhadap infeksi dengan enteropatogen adalah umur muda, defisiensi imun, campak, malnutrisi, perjalanan ke daereh endemic, kurang mendapatkan ASI, keterpajanan terhadap keadaan sanitasi jelek, makan makanan atau air yang terkontaminasi, dan tingkat pendidikan ibu.4 BAB II ETIOLOGI II.1. Etiologi Diare Cair Akut Diare cair akut pada anak-anak di negara berkembang antara lain disebabkan oleh : 1. infeksi : Rotavirus, Eschericia coli enterotoksigenik, Shigella, Champilobacter jejuni, Cryptosporidium, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Ascaris, Trichuris, Kandida.1,3 2. Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa) lemak atau protein.1,3 3. Intoksikasi makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.1,3 4. Alergi.3 5. Psikologis rasa takut dan cemas.3 II.2. Etiologi Disentri Yang terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya Shigella flexneri dan Shigella dysentriae tipe I. Penyebab lain seperti Campylobacter jejuni terutama pada bayi dan lebih jarang adalah Salmonella

(disentri yang disebabkannya tidak berat). Infeksi yang berat adalah oleh Escherecia coli enteroinvasif, namun jarang terjadi. Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita.3,5 II.3. Etiologi Diare Persisten Tidak ada penyebab mikroba tunggal walaupu Shigella, Cryptosporodium, dan Entamoeba coli enteroagregatif mungkin punya peran lebih besar daripada penyebab lain.3 BAB III PATOFISIOLOGI Ada beberapa patofisiologi yang dapat mendukung terjadinya diare yaitu : sekretorik, osmotic, invasive, dismotilitas. Sedangkan mekanisme terjadinya diare cair ada 2 prinsip, yaitu: sekretorik dan osmotik. Infeksi usus dapat menyebabkan diare melalui kedua mekanisme tersebut.5 III.1. Diare sekretorik Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare karena infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin Eschericia coli dan Vibrio cholera atau Rotavirus.5 III.2. Diare osmotik Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Dalam keadaan ini, diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa (pada anak dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan malabsorpsi glukosa), kedua keadaan kadang-kadang merupakan komplikasi dari infeksi usus. Bila substansi yang sulit diabsorpsi adalah berupa larutan hipertonik, air akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Hal ini menaikkan volume tinja dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh. Karena kehilangan cairan tubuh lebih besar dari pada kehilangan natrium klorida, hipernatremia juga terjadi.5 III.3. Invasif Gangguan integritas lapisan mukosa usus akibat infeksi virus dan bakteri, iskemia, dan peradangan. Virus , bakteri dan parasit yang dapat menginfeksi antara lain adalah Salmonella, Shigella, Giardia.4 III.4. Dismotilitas Adanya gangguan neurologi pada usus sehingga peristaltic usus dan absorpsi berkurang yang kemudian menyebabkan diare.4 BAB IV JENIS-JENIS DIARE, GEJALA KLINIS DAN LABORATORIUM Secara klinik dibedakan 3 macam sindroma diare, yang masing-masing mencerminkan patogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatannya. Jenis diare adalah diare cair akut, disentri, dan diare persisten.5 IV.1. Gejala Klinis dan Laboratorium Diare Cair Akut Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung lendir, warna tinja berubah

menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir mulut dan bibir kering.3 Tentukan status hidrasi : pasien anak-anak juga bisa datang dalam keadaan kurang cairan, disertai takikardi dan hipotensi postural, sehingga membutuhkan cairan salin intravena.4 Pada umumnya demam merupakan tanda penyakit infeksi, namun bisa juga didapatkan pada kolitis yang berat. Penanda penyakit kronis (clubbing, koilonikia, leukonikia, ulkus di mulut, penurunan berat badan) bisa ditemukan pada penyakit inflamasi usus kronis. Bisa ditemukan nyeri abdomen nonspesifik. Sigmoidoskopi dan biopsi rectal bisa membantu.4 Pemeriksaan tinja : makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.3 Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama natrium, kalium, kalsium, dan fosfor serum pada diare yang disertai kejang).3 Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.3 Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.3 Foto polos abdomen : bisa menunjukkan gambaran colitis akut.4 IV.2. Gejala Klinis dan Laboratorium Disentri Pengeluaran tinja berdarah pada penderita disentri biasanya sedikit-sedikit beberapa kali dan tidak sampai dehidrasi. Penderita dengan disentri sering disertai panas, tetapi kadang-kadang suhunya rendah, terutama pada kasus-kasus yang berat. Sakit kram di perut dan sakit dubur pada waktu defekasi.5 Beberapa komplikasi yang berat dan kemungkinan fatal dapat terjadi pada waktu disentri, terutama bila penyebabnya Shigella. Keadaan ini meliputi perforasi usus, megakolon toksik, prolapsus rectum, kejangkejang, anemia septic, sindrom hemolitik uremik dan hiponatremi yang lama. Komplikasi utama disentri adalah kehilangan berat badan dan status gizi yang dengan cepat memburuk. Hal ini disebabkan oleh anoreksia, kebutuhan badan terhadap gizi untuk mengatasi infeksi dan memperbaiki kerusakan usus dan kehilangan protein melalui jaringan yang rusak.5 Penyebab disentri sering tidak diketahui. Biakan tinja untuk mendateksi bakteri patogen sering tidak mungkin. Selain itu paling tidak dibutuhkan waktu 2 hari sebelum hasil biakan ada, sedangkan antibiotic harus segera diberikan.5 IV.3. Gejala Klinis dan Laboratorium Diare Persisten Penting untuk memastikan apakah pasien mengalami diare yang sebenarnya dan bukan gangguan fungsi usus. Gambaran klinis spesifik yang menunjukkan adanya diare patologi adalah: diare nokturnal, penurunan berat badan, ulkus di mulut.4 Menentukan apakah pasien nampak sakit ringan atau berat. Dapatkan keterangan sejelas mungkin mengenai penurunan berat badan (pakaian atau kulit menjadi longgar, pindah lubang ikat pinggang, dan lain-lain). Adanya tanda-tanda malabsorpsi seperti perubahan kuku misalnya koilonikia, leukonikia. Pada lidah dan mulut didapatkan glositis, keilitis, dan ulkus. Ada memar. Pemeriksaan abdomen termasuk pemeriksaan reckal dan sigmoidoskopi dengan teliti.4 Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin. Tes darah secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12, dan folat. Mikroskopik dan kultur tinja 3x memberikan hasil negative belum menyingkirkan giardiasis. Cara paling sederhana untuk memeriksa lemak dalam tinja adalah dengan pewarnaan sample tinja dengan Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih sulit, kadar lemak tinja harus diukur. Foto polos abdomen juga

sering digunakan untuk pemeriksaan penunjang. Endoskopi, aspirasi duodenum dan biopsy untuk menyingkirkan diagnosis banding. Endoskopi daluran pencernaan bagian bawah lebih menguntungkan daripada pencitraan radiology dengan kontras karena, bahkan jika mukosa terlihat normal, pada biopsy bisa ditemukan colitis mikroskopik. Pencitraan usus bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn atau bahkan striktur usus halus.4 BAB V DIAGNOSIS V.1. Kriteria diagnosis Diare Cair Akut Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu buang air besar cair dari biasanya dan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, disertai muntah, nyeri perut dan panas. Pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat dehidrasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.1 V.2. Kriteria Diagnosis Disentri Diagnosis semata-mata pada terlihatnya darah di dalam tinja. Tinja mungkin juga mengandung leukosit polimorfonuklear yang terlihat dengan mikroskop dan mungkin mengandung lendir dalam jumlah banyak. Gambaran yang terakhir ini saja tidak cukup untuk mendiagnosis disentri. Pada beberapa episod sigelosis, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah satu atau dua hari.3 V.3. Kriteria Diagnosis Diare Persisten Diagnosis ditegakkan berdasarkan lamanya diare tersebut terjadi (berakhir dalam 14 hari atau lebih). Selain itu kita juga harus mengenali faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan diare persisten. Faktor risiko untuk diare persisten yaitu: kurang gizi, baru dikenalkan dengan susu sapi atau formula, umur muda, melemahnya imunitas, dan diare yang baru saja terjadi. Pengetahuan beberapa faktor ini membantu mengenali anak-anak yang lebih mudah mengalami diare persisten dan pada beberapa keadaan membantu dalam pengobatan.5 BAB VI PENATALAKSANAAN VI.1. Penatalaksanaan Diare Cair Akut Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti.3 Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernapasan dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi.3 Antibiotik. Untuk amuba, giardia, kriptosporidium menggunakan metronidazol 30-50 mg/kgbb/hr dibagi 3 dosis selama 5 hr (10 hari untuk kasus berat). Antidiare jangan diberikan.1 Diet. Untuk intoleransi karbohidrat menggunakan susu rendah sampai bebas laktosa. Untuk alergi protein susu sapi menggunakan susu kedelai. Untuk malabsorpsi lemak menggunakan susu yang mengandung medium chain trigliserida (MCT). Apabila dengan terapi dietetik tidak ada respon, gunakan susu protein hidrosilat.1 Jika ada asidosis metabolic, apabila kadar bikarbonat < 22 mEq/L dan kadar base excess (BE) tidak diketahui maka diberikan larutan bikarbonat 8,4% (1 mEq = 1 mL) atau 7,5% (0,9 mEq = 1 mL) sebanyak 2-4 mEq/kgbb.1

Jika ada alkalosis metabolic, tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0,9% 10-20 mL/kgbb dalam 1 jam. Bila telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0,45% NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A) 40-80 mL/kgbb + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.1 Penilaian derajat dehidrasi.1,3 Penilaian Keadaan umum Mata Air mata Mulut dan lidah Rasa haus A Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa tidak haus Kembali cepat Tanpa dehidrasi Rencana terapi A B Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak Kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang Rencana terapi B C Lesu, lunglai, atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Tidak ada Sangat kering Malas minum atau tidak bisa minum Kembali sangat lambat Dehidrasi berat Rencana terapi C

Turgor kulit Hasil pemeriksaan terapi

VI.1.1 Rencana terapi A Untuk mengobati diare di rumah. Gunakan cara ini untuk mengajar ibu. - teruskan mengobati anak di rumah. - berikan terapi awal bila terkena diare lagi. Menerangkan tiga terapi diare di rumah. a. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit, makanan cair (sup, air tajin, minuman yoghurt) atau air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan di bawah (catatan : jika anak berusia < 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan yang cair). Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah sebagai penuntun. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti. b. Berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi. Teruskan ASI. Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang diencerkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.

Bila anak 6 bulan atau telah mendapat makanan padat - Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan. - Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium. - Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk dengan baik. - Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari. - Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu. c. Anak harus diberi oralit di rumah bila. Setelah mendapat rencana terapi B atau C. Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk. Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah. d. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita : - Buang air besar cair sering kali. - Muntah berulang-ulang. - Sangat haus . - Makan atau minum sedikit. - Demam. - Tinja berdarah. Anak harus diberi oralit di rumah bila : setelah mendapat rencana terapi B atau C, tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk, memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas kesehatan merupakan kebijaksanaan pemerintah. Jika anak akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan berikan oralit yang cukup untuk 2 hari. Umur < 1 tahun 1-4 tahun > 5 tahun Dewasa Jumlah oralit yang diberikan tiap bab 50-100 ml 100-200 ml 200-300 ml 300-400 ml Jumlah oralit yang disediakan di rumah 400 ml/hari (2 bungkus) 600-800 ml/hari, 3-4 bungkus 800-1000 ml/hari, 4-5 bungkus 1200-2800 ml/hari

Cara memberikan oralit : 1. Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah umur 2 tahun. 2. Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua. 3. Bila anak muntah, tunggulah 20 menit. Kemudian berikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit. 4. Komposisi formula WHO (200 ml) : natrium klorida 0,7 gram + glukosa 4 gram atau sukrosa (gula biasa) 8 gram + trisodium sitrat 0,51 gram atau natrium bikarbonat 0,5 gram + kalium klorida 0,3 gram. VI.1.2Rencana terapi B Dalam 3 jam pertama, berikan 75ml/kgBB atau bila berat badan anak tidak diketahui atau emmudahkan di lapangan, berikan oralit paling sedikit 300ml untuk anak dibawah 1 tahun, 600ml untuk anak 1-5 tahun,

1200ml untuk anak lebih dari 5 tahun, 2400ml untuk orang dewasa. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah. Dorong ibu untuk meneruskan ASI. Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI, berikan juga 100-200 ml air masak selama masa ini. Amati anak dengan seksama dan Bantu ibu memberikan oralit : - Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan. - Tunjukkan cara memberikannya sesendok the tiap 1-2 menit untuk anak dibawah 2 tahun, beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua. - Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah. - Bila anak muntah tunggu 10 menit, kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2-3 menit. - Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana A bila bengkak telah hilang. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan. - Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur. - Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan, susu, dan sari buah seperti rencana A. - Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana C. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana pengobatan B: - Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan 3 jam di rumah. - Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam rencana A. - Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit. Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti. Memberi makan anak. Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu. VI.1.3. Rencana terapi C Ikuti arah panah. Bila jawaban dari pertanyaan ya, teruskan ke kanan. Bila jawaban dari pertanyaan tidak, teruskan ke bawah.

VII.2. Penatalaksanaan Disentri Rawat inap pada disentri dengan faktor risiko menjadi berat (gangguan gizi berat, umur kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir). Cairan diberikan sesuai derajat dehidrasi. Gunakan antibiotik yang masih sensitive terhadap S cholerae di tiap daerah. Pemberian makanan mungkin sulit karena anak anoreksia, tapi harus diteruskan. Sebagai petunjuk umum, gunakan rencana pengobatan A. Bila anak tidak mengalami perbaikan dalam 3 hari, ganti antimikroba lain.3 VII.3. Penatalaksanaan Diare Persisten Terapi cairan sesuai derajat dehidrasi. Derajat dehidrasi pada diare persisten ditetapkan sesuai dengan acuan tata laksana diare akut. Hanya perlu berhati-hati pada diare persisten yang disertai kurang energi

protein (KEP) dan penyakit penyerta, yang dapat mengganggu penilaian indicator derajat dehidrasi. Anak dengan dehidrasi harus dirawat. Untuk anak yang lebih besar, boleh pulang dengan beberapa petunjuk. Bayi yang masih menyusu ASI pemberiannya tidak dihentikan. Identifikasi bakteri penyebab dan atasi dengan antibiotic atau anti protozoa tidak efektif dan tidak harus diberikan. Antidiare (antimotilitas dan adsorben) harus tidak diberikan. Mencari penyebab lain dan terapi sesuai dengan penyebabnya.3 KESIMPULAN Pada masa anak-anak diare sangat rentan terjadi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor terutama dari sanitasi, melemahnya imunitas, dan intoksikasi dari makanan. Diare merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia. Diare mempunyai beberapa mekanisme yang menyebabkannya, yaitu: sekretorik, osmotic, invasive, dismotilitas. Dari keempat mekanisme tersebut menyebabkan kondisi lumen usus tidak seimbang lagi tekanannya sehingga dapat menyebabkan diare. Jenis-jenis diare ada beberapa macam, yaitu: diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Diare cair akut merupakan diare yang paling sering terjadi pada anak-anak, ditandai dengan pengeluaran tinja yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari dengan konsistensi lunak atau cair dan tanpa darah, disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja, sedangkan diare persisten adalah episod diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung selama 14 hari atau lebih. Setelah kita mengetahui jenis-jenis diare dan penyebabnya kita diharapkan dapat memilih dan memberikan terapi yang sesuai dengan masing-masing jenisnya. Oleh karena itu dengan memahami dan mengetahui penyebab dan patogenesisnya kita diharapkan dapat mengobati diare dengan optimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Alfa Yasmar, Prasetyo Dwi, Martiza Iesye. Gastrohepatologi. Dalam: Herry Garna, Hida Melinda D Nataprawira, editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Ed 3. Bandung: Bagisn Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr Hasan Sadikin; 2005. hal 271-8. 2. Larry K Pickering, John D Snyder. Gastroenteritis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. A Samik Wahab, editor dalam bahasa Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15 vol II. Jakarta: EGC;1999. hal 889. 3. Mansjoer Arif dkk. Gastroenteritis Anak. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. jilid II. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. hal 470-8. 4. Patrick Davey. Diare Akut dan Kronik. Dalam: Amalia Safitri, editor. Annisa Rahmalia, Cut Novianty, alih bahasa. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. hal 32-33. 5. Tim Pendidikan Medik Pemberagntasan Diare (PMPD). Buku Ajar Diare. Pegangan bagi Mahasiswa. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkunagn Pemukiman. 1999.

You might also like