You are on page 1of 22

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan kurniaNya, penulisan Makalah: Osteoporosis, dapat diselesaikan. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas pada Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Gizi Medik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan dan kendala, namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari berbagai pihak, penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Di sini kami mengambil kesempatan untuk mengucapkan jutaan terima kasih kepada pembimbing kami, dr Dina keumala Sari. Akhir kata, meskipun berbagai usaha telah dilakukan semaksimal mungkin dalam menyelesaikan makalah ini, namun karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan, kepustakaan dan waktu, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Medan, juli 2011

DAFTAR ISI

PENGANTAR______________________________________________________________1 DAFTAR ISI_______________________________________________________________2 BAB I ____________________________________________________________________3 1.1 Latar belakang......................................................................................................................3 1.2 Tujuan...................................................................................................................................4 BAB II ___________________________________________________________________5 2.1 Definisi.................................................................................................................................5 2.2 Etiologi.................................................................................................................................5 2.3 Faktor Risiko........................................................................................................................6 2.4 Klasifikasi.............................................................................................................................8 2.5 Patogenesis...........................................................................................................................8 2.6 Gambaran Klinis................................................................................................................11 2.7 Diagnosis............................................................................................................................12 2.8 Diagnosis Banding.............................................................................................................13 2.9 Pengobatan.........................................................................................................................15 2.10 Pencegahan.......................................................................................................................16 2.11 Komplikasi.......................................................................................................................17 2.12 Prognosis..........................................................................................................................18 BAB III _________________________________________________________________20 3.0 Kesimpulan.........................................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA_______________________________________________________21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar [1,2]. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan. [3, 4] Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang .[5.6] Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas. [2,3,4]

1.2. Tujuan Penulisan refrerat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan radiologis dan juga pencegahan osteoporosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz (1993) penyakit osteoporosis paling umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak menyerang wanita yang telah menopause [1,2,4,6,7] Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah) [1,5,6]

2.2 ETIOLOGI Menurut etiologinya osteoporosis dapat dikelompokkan dalam osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terjadi akibat kekurangan massa tulang yang terjadi karena faktor usia secara alami. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian: 1. Tipe I (Post Menopausal) Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Collesfracture, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsive terhadap defisiensi estrogen. [ 4,5] 2. Tipe II (Senile) Terjadi pada pria dan wanita usia 70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut[1]. Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contoh penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis, hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme (kelebihan horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks), multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan [2,4,5,3].

2.3 FAKTOR - FAKTOR RISIKO Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor yang berisiko terkena osteoporosis, antara lain: a) Riwayat Keluarga Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan densitas tulang. Wanita yang mempunyai ibu pernah mengalami patah tulang panggul, dalam usia tua akan dua kali lebih mudah terkena patah tulang yang sama. Disamping itu keluarga juga berpengaruh dalam hal kebiasaan makan dan aktifitas fisik [2,7,8]. b) Jenis Kelamin Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun[1]. Pada wanita postmenopause kerapuhan tulang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang [1,2,5]. c) Usia Kehilangan masa tulang meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Semakin bertambah usia, semakin besar risiko mengalami osteoporosis karena tulang menjadi berkurang kekuatan dan kepadatannya. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia antara 30 sampai 35 tahun. Patah tulang meningkat pada wanita usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia >75 tahun. Penyusutan massa tulang sampai 3-6% pertahun terjadi pada 5-10 tahun pertama pascamenopause. Pada usia lanjut penyusutan terjadi sebanyak 1% per tahun. Namun, pada wanita yang memiliki faktor risiko penyusutan dapat terjadi hingga 3% per tahun[14,15]. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D, dan berkurangnya vitamin D dalam kulit[2,5,6,7,8]. d) Aktifitas Fisik Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu berat pada usia menjelang menopause justru dapat menyebabkan penyusutan tulang. Kurang berolahraga juga dapat menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak bergerak dan olah raga, maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa [2,4,5,6]. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akivitas fisik seperti berjalan kaki pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al dalam Groff dan Gropper (2000),

membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan tulang spinal[6]. Aktivitas fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan penekanan pada aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari estrogen[2,6,7,8]. e) Status Gizi Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang, meskipun hal ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar seperti zat gizi dan aktifitas fisik yang tidak teratur. Perawakan kurus cenderung memiliki bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko terjadinya kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi bila berat badan meningkat dan kepadatan tulang juga meningkat[2,3,5,6]. f) Kebiasaan Konsumsi Asupan Kalsium Kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg) merupakan komponen utama pembentuk tulang. Sebagai mineral terbanyak, berat Ca yang terdapat pada kerangka tulang orang dewasa kurang lebih 1 kilogram. Penyimpanan mineral dalam tulang akan mencapai puncaknya (Peak Bone Mass atau PBM) sekitar umur 20-30 tahun. Pada priode PBM ini jika massa tulang tercapai dengan kondisi maksimal akan dapat menghindari terjadinya osteoporosis pada usia berikutnya. Pencapaian PBM menjadi rendah jika individu kurang berolahraga, konsumsi Ca rendah, merokok, dan minum alkohol. Kalsium dan vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang kuat. Kalsium juga sangat penting untuk mengatur kerja jantung, otot, dan fungsi saraf. Semakin bertambahnya usia, tubuh akan semakin berkurang pula kemampuan menyerap kalsium dan zat gizi lain. Oleh karena itu, pria dan wanita lanjut usia membutuhkan konsumsi kalsium yang lebih banyak. Konsumsi Ca yang dianjurkan National Osteoporosis Foundation (NOF) adalah 1000 mg untuk usia 19-50 th dan 1200mg untuk usia 50th keatas. Sumber - sumber kalsium terdapat pada susu, keju, mentega, es krim, yoghurt dan lain lain[2,6,7,8].

g) Kebiasaan Merokok Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok sangat rentan terkena osteoporosis karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang dan juga membuat kadar dan aktivitas hormone estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pembentukan tulang[2,5,6]. h) Penyakit Diabetes Mellitus Orang yang mengidap DM lebih mudah mengalami osteoporosis. Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang sehingga meningkatkan pembentukkan kolagen tulang, akibatnya orang yang kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah

terkena osteoporosis. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat metabolisme vitamin D dan osteoporosis.[2,5,67,8]

2.4 KLASIFIKASI[9] Klasifikasi osteoporosis di bagi atas tiga bagian, yaitu: a) Osteoporosis primer yang dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian: 1. Tipe I (Post-menopausal): Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). 2. Tipe II: Terjadi pada pri dan wanita usia >70 tahun. b) Osteoporosis sekunder Osteoporosis jenis ini dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh keadaanmedis lainnya atau obat-obatan. c) Osteoporosis idiopatik Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Hal ini terjadi pada anakanak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.5 PATOGENESIS

Gambar 2.1 Konstruksi Tulang Normal dan Keropos (osteoporosis)

Tulang manusia terdiri atas 15% tulang trabekular dan 85% tulang kortikular. Tulang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga sebagai cadangan kalsium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat, dan sitrat. Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Bila terjadi kekurangan kalsium tubuh, kadar kalsium dapat

dipertahankan stabil melalui mobilisasi kalsium dari tulang. Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. [10,11] Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodelling tulang merupakan proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi atau penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi atau pembentukan tulang oleh osteoblas. [11] Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organikkomponen pada fase matrik tulang. Mereka mempunyai peranan penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan thrombospondin. Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas terperangkap diantara formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit. [10,11] Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui permukaan reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk komparment yang dikenal sebagai sealing zone. Reorpsi tulang terjadi oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang dikenal sebagai lakuna Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit. Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 (IL-11). [10,11] Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan tulang. Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble

10

yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim ginjal 1 & agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25(OH)2D3. [10,11] Proses remodelling diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin tertentu. Sitokin yang berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel osteoblast (sel induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas. Estrogen mengurangi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen meningkatkan aktivitas osteoklas. Enzim proteolitik, seperti kolagen membantu osteoklas dalam proses pembentukkan tulang. [11] Pada tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengkikis permukaan daerah tulang yang perlu diganti. Proses resorpsi ini ditandai dengan pelepasan berbagai metabolit yang sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda (marker) untuk menasah tingkat proses dinamisasi tulang. Pada proses pembentukkan osteoblast mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel mesenhim ini menyusun diri pada daerah permukaan berongga dan membentuk matriks baru (osteosid) yang kelak akan mengalami proses mineralisasi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan jaringan matrik kolagen. [10,11] Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel. Selama sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukkan dan penghancuran tulang akan selalu seimbang. Pada usia reproduksi, di mana fungsi ovarium masih baik, terdapat keseimbangan antara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses laju pergantian tulang (osteoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan tulang. [10,11] Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan antara osteoklas dan osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas mulai menurun dan pembentukkan tulang baru pun berkurang, sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif dan dengan sendirinya penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high turnover). Aktivitas osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran hidroksiprolin dan piridinolin melalui kencing, serta asam fosfat dalam plasma. [11] Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan osteoklas. Resopsi tulang menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi hormon

11

paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH)2 vitamin D3 serta resorpsi kalsium oleh usus berkurang. Kalsitonin dan estradiol menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsung mempengaruhi fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada wanita dibandingkan pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia-osteoporosis. Namun defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara signifikan. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas. [10] Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan massa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan 2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % atau kurang per tahun. [10]

2.6 GAMBARAN KLINIS[12] Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan:

Patah tulang akibat trauma yang ringan. Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang. Gangguan otot (kaku dan lemah) Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

12

2.7 DIAGNOSIS Diagnosis osteoporosis dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk menegakkan diagnosis dan monitoring osteoporosis dengan densitometri, computed tomography scan (CT Scan), atau ultrasound. [12,13,14] Pada saat ini bakuan untuk diagnosis osteoporosis diperoleh dengan menggunakan teknik Dual Energy X-ray Absorpsiometry (DXA) yang mengukur kepadatan tulang sentral. kelangkaan dan mahalnya DXA untuk sementara dapat digantikan dengan alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative Ultrasound (QUS) yang lebih murah, mudah dipindahkan dan tidak terdapat efek radiasi tetapi tidak dapat mengukur secara langsung BMD. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang adalah sebagai berikut: a. Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinarX berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-x yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih mahal dibandingkan dengan metode ultrasounds. Satuan : gr/cm2. [13,14] b. Peripheral Dual-Energy X-ray Absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang sangat kecil dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA. Satuan:gr/cm2. c. Dual Photon Absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk

menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Satuan : gr/cm2. [13,14] d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya

mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes

13

menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan ultrasounds adalah tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan ultrasounds juga lebih terbatas dibadingkan DEXA. Satuan : gr/cm2. [13,14] e. Quantitative Computed Tomography (QCT), adalah suatu model dari CT-scan

yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QCT disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan

karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, P-DEXA atau DPA. Satuan : gr/cm2.[13,14]

Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri) Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu[12]: 1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score) 2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score. 3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang. 4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

2.8 DIAGNOSA BANDING[15] Diagnosis banding osteoporosis adalah sebagai berikut: 1. Osteomalasia Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai olehkurangnya mineral dari tulang pada orang dewasa (menyerupai penyakit ricketspada anak-anak), berlangsung kronis dan dapat terjadi deformitas skeletal yangdisebabkan oleh defisiensi vitamin D. Penurunan densitas tulang secara umum (pseudofraktur) merupakan pita

14

translusen yang sempit,pada tepi kortikal, dan merupakan tanda diagnostik untuk osteomalasia.Kelainan ini paling sering terlihat pada iga, skapula, ramus pubis, dan aspek medial femur proksimal. 2. Penyakit Cushing Steroid menghambat sintesis kolagen tulang, dan mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis protein. Gambaran histomorfometrik akan menunjukkan penurunan tingkat aposisi mineral, dan penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast yang semakin pendek. Pembentukan banyak pseudocallus di tempat stress fracture merupakan tanda khas yang penting pada osteoporosis akibat steroid. Pseudocallus tersebut terutama ditemukan pada ujung vertebrae yang kolaps atau di sekitar stressfracture di iga atau pelvis. Gambaran khas ini muncul sebagai akibat penurunan aktivitas osteoblastik dan peningkatan produksi callus kartilago yang kemudian mengalami mineralisasi secara tidak beraturan 2,6-dihydrozy vitamin D. Sintesis dan aktivitas faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. pada gambaran radiologis tampak trabeculae vertikal maupun horisontal sama-sama menipis sehingga menghasilkan gambaran translusens yang merata. Pembentukan banyak pseudocallus di tempat stress fracture merupakan tanda khas yang penting pada osteoporosis akibat steroid. Pseudocallus tersebut terutama ditemukan pada ujung vertebrae yang kolaps atau di sekitar stress fracture di iga atau pelvis. Gambaran khas ini muncul sebagai akibat penurunan aktivitas osteoblastik dan peningkatan produksi callus kartilago yang kemudian mengalami mineralisasi secara tidak beraturan. 3. multiple myeloma Multiple myeloma merupakan tumor ganas primer pada sumsum tulang, dimana terjadi infiltrasi pada daerah yang memproduksi sumsum tulang pada proliferasi sel-sel plasma yang ganas. Tulang tengkorak, tulang belakang, pelvis,iga, skapula, dan tulang aksial proksimal merupakan yang terkena secara primer dan mengalami destruksi sumsum dan erosi pada trabekula tulang; tulang distal jarang terlibat. Saat timbul gejala sekitar`80-90% diantaranya telah mengalami kelainan tulang. Pada gambaran radiologis akan tampak: Osteoporosis umum dengan penonjolan pola trabekular tulang, terutama pada tulang belakang, yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang mungkin merupakan tanda radiologis satusatunya pada penyakit ini. Fraktur patologis sering dijumpai.

15

4.Fraktur kompresi pada badan vertebra Lesi-lesi litik yang menyebar dengan batas yang jelas, lesiyang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa jaringan lunak. 5.Hyperparatyroid Hiperparatiroidisme terdapat dalam dua bentuk: primer dan sekunder. Bentuk primer adalah karena fungsi yang berlebihan dari kelenjar paratiroid, biasanya adalah adenoma. Namun, sejak dikenalnya hemodialisis, penyebab yang lebih umum untuk

hiperparatiroidisme adalah bentuk sekundernya, yaitu karena penyakit ginjal kronis, terutama penyakit glomerular. Penyakit tulang terlihat pada pasien ini biasanya disebut sebagai osteodystrophy ginjal.

2.9 PENATALAKSANAAN Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. Kebanyakan 40% dari perempuan akan mengalami patah tulang akibat dari osteoporosis selama hidupnya. Maka tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).[11,16]

Diet: dewasa muda harus mencapai kepadatan tulang yang normal dengan mendapatkan cukup kalsium (1000mg/hari) dalam dietnya( minum susu atau makan makanan tinggi kalsium seperti salmon), berolahraga seperti jalan kaki atau aerobik dan menjaga berat badan normal.

Spesialis: orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang, atau pergelangan tangan harus dirujuk ke spesialis ortopedi untuk manajemen selanjutnya.

Olah raga: modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olah raga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga yang di rekomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda, jogging.

Disamping itu ada beberapa obat-obatan yang berperan penting untuk membantu mengatasi juga dapat diberikan seperti dibawah ini[11,16]:

16

Estrogen: untuk perempuan yang baru menopause, penggantian estrogen merupakan salah satu cara untuk mencegah osteoporosis. Estrogen dapat mengurangi atau menghentikan kehilangan jaringan tulang. Dan apabila pengobatan estrogen dimulai pada saat menopause akan mengurangi kejadian fraktur pinggang sampai 55%. Estrogen dapat diberikan melalui oral (diminum) atau ditempel pada kulit.

Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.


o o

Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen). Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.

Bifosfonat: pengobatan lain selain estrogen yang ada: alendronate, risedonate, dan etidronate. Obat-obatan ini memperlambat kehilangan jaringan tulang dan beberapa kasus meningkatkan kepadatan tulang. Pengobatan ini dipantau dengan memeriksa DXAs setiap 1 sampai 2 tahun. Sebelum mengkonsumsi obat ini dokter anda akan memeriksa kadar kalsium dan fungsi ginjal anda.

Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
o o

Kalsitonin Teriparatide

2.10 PENCEGAHAN Pencegahan osteoporosi meliputi mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Melakukan olah raga dengan beban. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. [17] Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru

17

dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon. [17] Stimulasi pembentukan tulang:[17] a. Fluorida: Fluorida menstimulasi osteoblast dan meningkatkan kekompakan massa tulang. Bagaimanapun efeknya pada insiden fraktur masih kontroversi dan mungkin tidak saling berhubungan. Pada penelitian klinik terbaru didapatkan bahwa masukan 75 mg sodium fluorida perhari, akan ditemukan peningkatan massa tulang trabekula pada vertebrae. b. Anabolik steroid: Diduga pembentukan anabolik steroid dapat meningkatkan massa tulang pada osteoporosis. Penggunaan jangka panjang dapat mempunyai efek samping termasuk sterilisasi seperti efek sampingnya pada metabolisme karbohidrat dan lemak serta pada fungsi hati. c. Hormon parathiroid: Data menunjukkan bahwa adanya peningkatan massa tulang selama penyelidikan klinik berkelanjutan pada penggunaan hormon ini seperti terapi anabolik. d. Bahan lain: Efek positif dari 1,25 dihidroxyvitamin D3 dan 1 hidroxyvitamin D pada insiden fraktur nyata pada beberapa studi dalam hal subyek osteoporosis yang menunjukkan penyerapan kalsium, terutama pada usia muda dan mereka dengan masukan kalsium rendah. e. Olah raga: Modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olah raga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga yang di rekomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda, jogging.

2.11 KOMPLIKASI Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan tangan (wrist). Fragility fracture dari tulang rusuk juga umum terjadi pada pria. [18,19] Fraktur Panggul Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Di AS, lebih dari 250.000 fraktur panggul pertahunnya merupakan akibat dari osteoporosis.
[3]

Ini diperkirakan bahwa seorang

18

wanita kulit putih usia 50 tahun mempunyai waktu hidup 17,5% berisiko fraktur femur proksimal. Insidensi fraktur panggul meningkat setiap dekade dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita maupun pria pada semua populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan wanita usia 80 tahun ke atas. [18,19] Fraktur Vertebral Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidaknya satu mengidap fraktur vertebral. Di AS, 700.000 fraktur vertebra terjadi pertahun, tapi hanya sekitar 1/3 yang diketahui. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada studi selama 15 tahun, didapatkan 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat mulai dimasukkan ke dalam penelitian; 18.2% berkembang menjadi fraktur vertebra, tapi risiko meningkat hingga 41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur vertebra. [18,19] Fraktur Pergelangan Tangan Di AS, 250.000 fraktur pergelangan tangan setiap tahunnya merupakan akibat dari osteoporosis.[3] Fraktur pergelangan tangan merupakan tipe fraktur ketiga paling umum dari osteoporosis. Resiko waktu hidup yang ditopang fraktur Colles sekitar 16% untuk wanita kulit putih. Ketika wanita mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya terdapat satu fraktur pergelangan tangan. [18,19] Fraktur Tulang Rusuk Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada laki-laki usia muda 25 tahun ke atas. Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering diabaikan karena sering aktif secara fisik dan menderita fraktur pada saat berlatih aktivitas fisik. Contohnya ketika jatuh saat berski air atau jet ski. Bagaimanapun, tes cepat dari tingkat testosteron individu berikut diagnosis fraktur akan nampak dengan mudah apakah individu kemungkinan berisiko. [18,19]

2.12 PROGNOSIS[20] Walaupun penderita osteoporosis mempunyai kadar mortalitas yang meninggi karena adanya komplikasi fraktur, jarang fatal. Fraktur tulang pinggul bisa menyebabkan penurunan

mobilitas dan tambahan dari resiko dari komplikasi multipel (thrombosis vena dan/atau emboli pulmonal, pneumonia). Kadar mortalitas-6 bulan setelah fraktur tulang pinggul adalah sebanyak 13,5% dan proporsi yang hampir sama pada penderita yang mengalami fraktur tulang pinggul yang memerlukan bantuan untuk mobilisasi. Fraktur tulang vertebra mempunyai impak yang kecil pada mortalitas tetapi bisa menyebabkan nyeri yang kronik karena kelainan neurogenik, yang susah untuk dikontrol dan bisa menyebabkan deformitas.

19

Namun fraktur tulang vertebra yang multiple bisa menyebabkan kiposis (bisa menyebabkan penderita mengalami sesak nafas karena penghimpitan tulang pada organ dalam). Selain dari resiko kematian dan komplikasi yang lain, fraktur osteoporotic bisa menyebabkan pengurangan dari kualitas hidup.

20

BAB III

3.1 KESIMPULAN

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Dua penyebab osteoporosis adalah

pembentukan massa puncak tulang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan dan faktur panggul. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.Terapi osteoporosis

memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat hilangnya Massa tulang dan peningkatan masa tulang. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi kalsium yang cukup, olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.

3.2 SARAN

1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk meringankan penyakit. 2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada penderita untuk mendapatkan hasil yang baik dan mencegah kekambuhan.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposium Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p.1-12 2. Faridin, Prevalensi dan Beberapa Faktor Resiko Osteoporosis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Makassar, 2001,13. Thesis. 3. Darmawan, J., Miscellanous Condition: Osteoporosis. In Rheumatic Condition in The Northern Part of Central Java. An Epidemiological Survey, Semarang, 1989, 1738. Thesis. 4. Rachman IA, 2006. Osteoporosis primer (Post menopause osteoporosis).

In:Osteoporosis. edisi I. Editor: Suherman SK, Tobing S Dohar AL.Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Indomedika: p. 1-16 5. Roeshadi, D., Osteoporosis Ditinjau dari Segi Aktifitas Seluler, dalam Naskah Lengkap Simposium Osteoporosis Up-Date. Denpasar, Bali, 7 Nopember 1994, 113. 6. Adam, JMF., Diagnosis Osteoporosis. Kursus dan Pelatihan Metabolisme Kalsium dan Osteoporosis. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), Makassar, 2002, 2631. 7. Setiyohadi B, 2006. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam Buku AjarPenyakit Dalam. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu PenyakitDalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Hal. 1172-75 8. Soeatmadji Djoko W, 2002. Kendali hormonal metabolisme calsium dan skeletal.In: Kursus dasar metabolisme kalsium dan penyakit tulang. Editors.Soeatmadji Djoko W, Rudijanto A, Arsana PM. PERKENI, Malang.(IV)1-17 9. Ichramsyah, 2005. Pengunaan densitometry pada osteoporosis. Jakarta. FKUI. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19301/2/Reference.pdf 10. American College of Rheumatology.(2007) Osteoporosis, etiology and

Pathogenesis. Available at: http://www.rheumatology.org. 11. Siki kawiyana, 2009. Osteoporosis. Pathogenesis, diagnose, penanganan. Available at: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10209157170.pdf 12. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

22

13. Vertical Health, 2011. Making The Diagnosis Of

Osteoporosis. Available at:

http://www.endocrineweb.com/conditions/osteoporosis/making-diagnosisosteoporosis 14. IMAGINIS, Diagnosis of Osteoporosis with The Bone Minerel Density Measurement. Available from http://www.imaginis.com/osteoporosis/diagnosis-of-osteoporosis-

with-bone-mineral-density-measurement 15. Mundy GR. 1995. Bone remodeling and its disorders. Martin Dunitz Ltd;.p.172207:Philadelphia Pacifici R. 1998 16. WEBMD, 2011. Osteoporosis Medication. Available at:

http://www.webmd.com/osteoporosis/tc/osteoporosis-medications 17. Rahman IA, Baziad A, Saifuddin AB. 1992 Osteoporosis pada wanita klimakterik dan upaya pencegahannya. Maj Kedok Indon; 42: 522-527 18. Cauley JA, Hochberg MC, Lui LY et al (2007). "Long-term Risk of Incident Vertebral Fractures". JAMA 298: 27612767. 19. "MerckMedicus Modules: Osteoporosis - Epidemiology". Merck & Co., Inc. Diakses pada 13 Juli 2011 20. Hannan EL, Magaziner J, Wang JJ, et al. (2001). "Mortality and locomotion 6 months after hospitalization for hip fracture: risk factors and risk-adjusted hospital outcomes". JAMA 285 (21): 273642

You might also like