You are on page 1of 5

Nama: Faiqoh (09532022) KAJIAN HISTORIS HADIS TENTANG LARANGAN BERBEKAM KETIKA PUASA Sunan Abu Daud, nomor

2023: Artinya: Mahmud ibn Khalid bercerita kepada kami, Marwan bercerita kepada kami, alHaitsam ibn Humaid bercerita kepada kami, al-Ala ibn Harits memberi kabar kepada kami, dari makhul, dari Abi Asma al-Rahabi, dari Tsauban dari Nabi, beliau bersabda: Puasa orang yang membekam dan yang dibekam adalah batal. (H.R. Abu Daud) Hasil tahrij dari hadis diatas meliputi: NO Sumber 1 2 Sunan Ibn Majjah Sunan Ahmad Nomor Hadis 1670, 1671 16489, 16495, 16502, 16515, 21337, 21348, 21376, 21393, 21412 3 Sunan Al-Darimi 1667

Adapun mengenai kualitas hadis di atas, dari segi rawi kualitasnya sahih, seluruh perawi dalam jalur tersebut berstatus tsiqah dengan tingkatan yang berbeda-beda. Hadis tersebut marfu dan muttasil sanadnya. Sedangkan dari segi matan, dapat dilihat dari hasil tahrij bahwasannya hadis tersebut memiliki banyak pendukung dari jalur lain. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud diatas menyatakan bahwa orang yang membekam dan yang minta dibekam sama-sama batal puasanya. Pernyataan ini seolah-olah bertentangan dengan apa yang terjadi sekarang, bahwa berbekam tidak menyebabkan batalnya puasa seseorang, Sebagaimana sabda Nabi berikut: Shahih Buhori, nomor 1704:

Tahrij hadis kedua: NO Sumber 1 2 3 4 Muslim Nasai Abu Daud 5 Ibn Majjah 6 Imam Ahmad 1752,1819,1842,1910,1987,2004,2048,2077,2117,2131,2137,2221,2237,2405, 2429,2450,2458,2527,2538,2581,2649,2738,2754,2825,2863,2915,2917,3042, 3063,3112,3278,3343,3366 7 Imam Al- 1749,1751 Darimi Kualitas hadis tersebut juga shahih dilihat dari rawi-rawinya yang semuanya tsiqah dengan berbagai tingkatan juga. Selain marfu dan muttasil sanad, hadis tersebut juga banyak pendukungnya dilihat dari hasil tahrijnya. Oleh karena itulah, untuk mengetahui apakah kedua hadis tersebut bertentangan atau tidak, maka perlu adanya pengkajian historis yang melatar belakangi munculnya hadis tersebut. Setelah penulis teliti lebih lanjut, ternyata hadis pertama muncul berkenaan dengan suatu peristiwa yang terjadi pada waktu siang hari tanggal 18 Ramadlan (ada juga yang menyebutkan tanggal 17 Ramadlan, pada tahun fathul Makkah ( 8 H ) di Baqi. Ketika itu Nabi Saw. keluar bersama Tsauban melewati orang yang sedang berbekam. Orang yang membekam dan yang dibekam tersebut sedang membicarakan kejelekan orang lain. Melihat perbuatan tersebut Nabi kemudian bersabda:
2

Nomor Hadis 2087,2954,2955,4091

Turmudzi 706,707,708,768 2796,2797,2798 1564,1565,2024

1672,3072

Batallah puasa orang yang membekam dan yang dibekam Menurut pendapat Imam al-SyafiI dan Imam ibn Hazm hadis tersebut sudah dinaskh dengan hadis yang kedua dan ihram. Dan setelah penulis teliti ternyata hadis yang kedua tersebut muncul ketika nabi sedang melaksanakan ihram pada saat haji wada (10 H) dan saat itu nabi sedang berpuasa. Dari sini dapat diketahui bahwa hadis pertama dinasakh oleh hadis kedua karena hadis pertama datang lebih dulu 2 tahun dari hadis kedua. Akan tetapi, jika dilihat dari asbab al-wurud-nya (yakni tentang apa yang dilakukan dua orang yang berbekam tersebutmenggunjing), ada kemungkinan hadis tersebut tidaklah mansukh, sebab yang dimaksud batal disini adalah batal pahala puasanya dikarenakan menggunjing orang lain, bukan karena melakukan bekam tersebut. Selain karena alasan menggunjing tersebut mungkin larangan itu juga dikarenakan oleh rasa sakit yang ditimbulkan dari bekam itu sendiri. Pada zaman nabi bekam belum menggunakan alat-alat serta cara-cara canggih seperti sekarang ini. Sebenarnya bekam itu justru dianjurkan oleh Nabi sebagaimana sabdanya: Shahih Buhori, nomor 5248 Tahrij hadis: NO Sumber 1 2 Ibn Majjah Imam Ahmad Nomor Hadis 3482 2098

Hadis tersebut menyebutkan bahwa ada 3 macam pengobatan, yaitu: Madu, bekam dan besi yang dipanaskan. Nabi melarang untuk pengobatan dengan besi yang
3

dipanaskan. Dari sini diketahui bahwa bekam itu tidak dilarang, sedangkan untuk orang yang berpuasa mungkin itu dikarenakan kekhawatiran kalau seseorang itu tidak dapat menahan rasa sakit yang ditimbulkan dari bekam itu, itupun tidak sampai pada pelarangan, yang dilarang hanyalah bagi orang yang tidak kuat/ lemah sehingga bila ia berbekam dalam keadaan puasa akan membahayakan bagi dirinya. Seperti pada Sabda nabi: Shahih Buhori, nomor 1804: Tahrij Hadis: hadis tersebut didukung dengan hadis dalam sunan Abu Daud, nomor 2027. Sebagaiman diketahui bahwa bekam pada zaman Nabi masih menggunakan alatalat serta cara-cara tradisional, seperti: dengan cawan kaca atau mangkuk tinggi, dengan tanduk sapi atau kerbau, dll. Adapun cara yang dipakai yaitu misal dengan tanduk yaitu dengan cara bagian rongga dalam tanduk dipanasi lalu ditelungkupkan ke bagian tubuh yang hendak dibekam. Kulit dan darah pun tersedot. Beberapa saat kemudian tanduk dilepas dan bagian kulit yang telah menonjol karena disedot tadi ditoreh-toreh dengan benda tajam. Setelah itu tanduk dapanasi lagi dan ditelungkupkan lagi pada kulit yang telah ditoreh. Darah pun keluar, bila ada penyumbatan, maka darah yang keluar tampak kental seperti jelly. Mungkin hal itulah yang menyebabkan banyak orang yang tidak kuat dengan praktek bekam di masa Nabi, apalagi bagi orang yang berpuasa. Namun, seiring perkembangan zaman, Kini sistem bekam pun telah memasuki era modern. Alat bekamnya bukan lagi tanduk, tetapi gelas khusus yang dihubungkan dengan alat vakum udara. Alat vakum itulah yang menyedot kulit dan darah. Sedangkan benda tajam yang dipergunakan untuk menusuk-nusuk kulit adalah jarum kecil steril sekali pakai yang biasa digunakan untuk mengambil sample darah pada ujung jari tangan.

Kini, peralatan yang digunakan untuk berbekam adalah pengisap (Hand pump), mangkuk (cupping set), pena karum (lancet device), silet antiseptik (bahan sterilisasi seperti alkohol) dan sarung tangan kesehatan (rubber gloves). Jadi, Jika memang yang dijadikan alasan adalah praktek bekam yang sangat menyakitkan karena belum adanya sarana-sarana seperti sekarang ini, maka untuk konteks sekarang ini bekam dapat dikatakan tidak makruh atau bahkan membatalkan puasa, karena pada zaman sekarang telah ada alat-alat yang lebih steril dan tidak terlalu menyakitkan yang dapat digunakan untuk berbekam, sehingga rasa sakitnyapun tidak akan sesakit pada zaman Nabi dahulu. Selain itu juga dari asbabul wurud dan tarikhul mutun hadis pertama menunjukkan bahwa hadis tersebut telah dinasakh dengan adanya hadis kedua yang turun setelahnya. Maka, dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa puasa orang yang melakukan bekam itu tetap sah.

You might also like