You are on page 1of 13

REFERAT

RADANG OTAK
(ENSEFALITIS)

Disusun oleh: KEREN RIVAI 0861050187

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2013

RADANG OTAK Definisi Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Proses peradangannya jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis viral terdiri atas kejang, gangguan kesadaran, hemiparesisi, paralisis bulbaris, gejala-gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk. KLASIFIKASI Ensefalitis primer Disebabkan infeksi virus pada otak dan medula spinalis. Ensefalitis primer dapat muncul pada kasus tertentu (sporadik) atau pada beberapa orang yang berada di area yang sama sekaligus (epidemik). Jenis yang paling sering muncul pada infeksi sporadik adalah ensefalitis herpes simpleks, yang disebabkan oleh virus herpes. Jenis ini seringkali mengakibatkan resiko tinggi kerusakan saraf dan kematian dan dapat muncul pada bayi baru lahir yang tertular dari ibunya saat proses persalinan. Arthropod-borne viruses (menyebar melalui gigitan nyamuk dan serangga) dapat menyebabkan ensefalitis arboviral. Nyamuk merupakan agen transmisi yang paling sering dan kebanyakan kasus muncul saat cuaca panas. Ensefalitis arboviral dan ensefalitis rabies (biasanya ditularkan melalui gigitan binatang) bias sporadik ataupun epidemik. Ensefalitis sekunder Biasanya ditimbulkan sebagai komplikasi infeksi virus atau reaktivasi virus laten. Virus dapat reaktivasi bila system imun menurun karena kondisi lain (contoh; malnutrisi, penyakit stress). Infeksi yang bisa menyebabkan ensefalitis sekunder termasuk influenza, varicella zoster, measles (rubeola), mumps, dan rubella. ETIOLOGI Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, tetapi yang terutama adalah virus dan bakteri. 1. Virus Herpes virus Herpes simplex tipe 1 dan 2

Varicella zoster Ebstein barr Human cytomegalovirus Human herpes virus tipe 6 Herpes B

Arbovirus Eastern equine Western equine Venezuelan equine St. Louis Jappanese West nile Powassan California La crosse Jamestown canyon Colorado tick fever

Enterovirus Coxsackie ECHO (Entero Cytophatic Human Orphan)

Adenovirus Human immunodeficiency virus (HIV) Virus influenza Measles

2. Bakteri

Rabies

Listeria monocytogenes Mycobacterium tuberculosis Mycoplasma sp Bartonella sp Anaplasma sp Brucella sp Whipple sp Rickettsia

3. Spirochaeta Syphilis Lyme disease Relapsing fever

4. Endokarditis infektif 5. Fungi (jamur) 6. Parasit Toxoplasmosis Cysticercosis Malaria Cryptococcosis Coccidiodomycosis Histoplasmosis

GAMBARAN KLINIS Anamnesa 1. Penyakit sebelumnya tidak mengenai system saraf (terutama sering ditemukan pada ensefalitis virus) dengan tanda dan gejala yang karakteristik (misal: tifus, campak) atau non spesifik (influenza). 2. Nyeri kepala, biasanya fronto orbital dengan berbagai tingkat keparahan. 3. Vomitus, fotofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang. 4. Gangguan irama tidur. Gejala klinik 1. Pasien tampak sakit parah 2. Mengantuk atau gangguan kesadaran yang lebih dalam 3. Pireksia yang dapat tidak begitu jelas 4. Kelumpuhan saraf cranial, defisit neurologik fokal atau papiledema 5. Tanda-tanda iritasi serebral (bangkitan epileptic, mioklonus, gngguan gerakan koreiformis). Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah rutin 2. Biakan darah, urin, dan feses 3. Cairan otak menunjukkan jumlah sel yang meningkat (jarang normal) 4. Biasanya EEG memperlihatkan perubahan parenkimal 5. CT-Scan memperlihatkan perubahan parenkimal

Komplikasi Kejang Sindrom inappropiate secretion of ADH

Peningkatan TIK Koma

Prognosis Prognosis tergantung jenis ensefalitis, usia pasien, keadaan kesehatan, dan status imunologi. Ensefalitis yang disebabkan rabies, eastern equine encephalitis, Japanese enchepalitis dan ensefalitis virus yang tidak segera ditangani seperti herpes virus beresiko mengakibatkan kerusakan saraf dan kematian. Prognosis buruk pada pasien yang sangat muda, pasien tua dan pada pasien dengan compromised immune system. Ensefalitis diseminata akut dan ensefalitis yang disebabkan infeksi rabies sering fatal. Rabies disebarkan melalui gigitan binatang terinfeksi dan tidak dapat diobati bila gejala sudah berkembang.

ENSEFALITIS BAKTERIALIS Ensefalitis bakterialis dikenal pula sebagai ensefalitis supuratif atau abses otak. Faktor penyebab meliputi kuman stafilokokkus, esterisia, pneumokokkus. Pada bayi dan anak kecil ensefalitis terjadi akibat komplikasi meningitis bakterialis (jarang terjadi pada dewasa), mastoiditis, infeksi telinga bagian tengah, sinusitis frontalis, etmoidales, sfenoidales, dan maksilaris. Patogenesis Organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah. Penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak, penyebaran secara langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula akan tejadi peradangan supuratif pada jaringan otak, biasanya terjadi pada substansia alba. Proses peradangan ini akan membentuk eksudat, thrombosis septik pada pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Pada daerah yang mengalami peradangan tersebut akan timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah akan melunak dan akan membentuk ruang abses dan terbentuk kapsul. Bila kapsul pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan kematian. Gambaran klinis Tanda-tanda dan gejala-gejala abses otak ialah gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu nyeri kepala yang kronik, progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mugkin terdapat edema papil mungkin juga tidak, tanda-tanda deficit neurologic bergantung pada lokasi dan luas abses. Laboratorium Pada cairan serebrospinal (LCS) menunjukkan tanda-tanda radang akut, terdiri dari beberapa ribu sel/m3 (limfosit) yang pada awalnya didominasi oleh PMN. Konsentrasi protein dapat normal, atau sedikit meningkat. Tekanan LCS dapat meningkat tetapi lumbal pungsi tidak dilakukan bila ada edema papil. Pemeriksaan penunjang EEG, foto rontgen kepala, bila mungkin temografik otak dan arteriografi. Diagnosis banding Meningitis bakterialis, tumor otak, abses subdural, abses ekstradural, dan tromboflebitis kortikal.

Terapi Pada stadium awal terbentuknya abses, dapat diberi ampisilin 4x3-4g dan kloramfenikol 4x1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari. Bila terdapat peningkatan tekanan intracranial dapat diberikan dexametason atau kortison, namun bila abses telah berkembang dapat dipikirkan suatu tindakan bedah saraf. Prognosis Pada penyakit ini tergantung dari penegakan diagnosis sedini mungkin, namun angka kematian dapat mencapai 50%. Komplikasi 1. Epilepsi 2. Defisit neurologis 3. Retardasi mental 4. Hidrosefalus

ENSEFALITIS VIRUS Infeksi SSP oleh virus merupakan penyakit radang jaringan otak dan selaputnya yang disebabkan oleh virus atau organisme menyerupai virus. Virus penyebab ensefalitis dapat dibagi dalam dua kelompok, ialah: Virus RNA (Ribonucleid acid) yaitu: Paramiksovirus Rabdovirus Togavirus Pikorna virus Arenavirus : virus parotitis dan morbili : virus rabies : virus rubella, flavivirus (virus ensefalitis jepang B, virus dengue) : enterovirus (virus polio, coxsakie A, B, echovirus) : koriomeningitis limfositoria

Virus DNA (deoxyribo nucleid acid) :

Herpes virus : herpes zoster-varicela, herpes simpleks, sitomegalovirus, virus eibstenbarr Poxvirus Retrovirus : variola, vaksinia : AIDS

Patogenesis Dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal. Kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi intraseluler inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Juga terdapat peradangan pada pembuluh darah kecil, thrombosis dan proliferasi astrosit dan microglia. Neuron yang rusak akan dimakan microglia. 1. Ensefalitis viral herpes simpleks virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus varisela, dan sitomegalovirus. Secara serologic memang dapat dibedakan dengan tegas. Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks atau apabila pada pada partus neonates ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia. Ensefalitis merupakan sebagian dari manifestasi viremia yang juga menimbulkan peradangan dan nekrosis di hepar dan glandula adrenalis. Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi reaktivasi dari infeksi yang latent. Dalam hal tersebut virus herpes simpleks berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin di ganglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang pernah disebut di atas, yaitu penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenic atau sewaktu berpergian ke tempat-tempat yang tinggi letaknya. Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis disubstansia alba dan grisea medulla spinalis serta infark iskemik dengan infiltrasi limfositer sekitar pembuluh darah intraserebral. Di dalam nucleus sel saraf terdapat inclusion body yang khas bagi virus herpes simpleks.

Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak berbeda dengan ensefalitis primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntahmuntah. Kemudain timbul acute organic brain syndrome yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptic dapat timbul sejak permulaan penyakit. Pada pungsi lumbal ditemukan plelositosis limpositer dengan eritrosit. 2. Ensefalitis arbovirus Arbovirus atau lengkapnya arthropod-borne virus merupakan penyebab penyakit demam dan adakalanya ensefalitis primer. Tergolong pada arbovirus adalah virus yang menyebabkan dengue, ensefalitis St. Louis, demam kuning, demam kutu kolorado, dan demam hemoragik. Yang menjadi ciri khas ensefalitis primer arbovrus adalah perjalan penyakit yang bifasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakit meneyerupai influenza yang dapat berlangsung 4-5hari. Sesudahnya penderita merasa sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini merupakan gejala pencetus bangkitnya manifestasi neurologic, seperti sakit kepala, nistagmus, diplopia, konvulsi, dan acute organic brain syndrome. 3. Rabies Disebabkan oleh virus neutrop yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus rabies melakukan penetrasi ke dalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui serabut saraf perifer ke susunan saraf pusat. Tahap viremia tidak perlu dilewati untuk memperluas infeksi dan memperburuk keadaan. Neuron-neuron di seluruh susunan saraf pusat dari medulla spinalis sampai di korteks tidak akan luput dari daya destruksi virus rabies. Gejala-gejala prodormal terdiri dari lesu dan letih badan, anoreksia, demam, cepat marahmarah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing. Suara berisik dan sinar terang sangat mengganggu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit gejala-gejala hipereksitasi. Penderita menjadi gelisah, mengacau, berhalusinasi, meronta-ronta, kejang opistotonus dan hidrofobia. Tiap kali melihat air, otot-otot pernafasan dan laring berkejang, sehingga menjadi sianotik dan apnoe. Air liur tertimbun di dalam mulut oleh karena tidak dapat menelan. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus. Masa penyakit dari mula timbulnya prodormal sampai menyebabkan kematian adalah 3-4 hari saja.

Diagnosis Diawali dengan anamnesis yang cermat dan kemudian diteruskan dengan pemeriksaan fisik/neurologic yang sistematik.

Pemeriksaan penunjang Meliputi pemeriksaan darah rutin dan khusus (yang dianggap perlu). Pemeriksaan CSS, tes serologic, biakan darah, urine, dan feses, foto thoraks, CT Scan, MRI. CSS pada umumnya jernih dengan jumlah sel 20-500/ml. kadang bias mencapai 2000 atau lebih. Kadar protein meningkat 80-100 mg%. kadar glukosa dan klorida normal. Diagnosis banding Meningitis bakterialis yang telah diobati, meningitis tuberkulosa, abses otak, lues serebral. Terapi Penderita ensefalitis harus segera dirawat di rumah sakit. Dengan istirahat mutlak. Penderita dirawat sampai menghilangnya gejala neurologic. Antivirus masih terbatas ntuk virus herpes simpleks, zoster, variola. Terapi simptomatik diberikan untuk menurunkan demam, kejang. Kortison untuk mengurangi edema otak. Acyclovir diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB/8jam selama 10 hari atau per oral 200 mg/kg 5-6 kali sehari. Bila Hb < 9 turunkan dosis hingga 200mg/8jam. Bila Hb < 7 jhentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosis 200mg/8jam. Komplikasi 1. Defisit neurologik 2. Hidrosefalus 3. Gangguan mental

DAFTAR PUSTAKA 1. Soemamo Markam, Neurologi klinis, Gajah Mada University Press, Jakarta 1999 : 171-9 2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, 1985, Jakarta: 622-24 3. Mardjono, M. Prof, dr. Sidharta. P. Neurologi klinis dasar, dian rakyat. Edisi 8. Jakarta.2000 :311-318 4. Mark Mumenthaler, neurologi jilid 1, Bern, Swiss, 1989 : 66-7 5. Soemarmo markam, kapita selekta neurologi, gajah mada university press, Jakarta, 2005 : 155-65 6. Samuel.A.M. manual of neurologic therapeutic.sevent edition, Lippincott, Tokyo, 2004 : 535-37

You might also like