You are on page 1of 241

100 Peristiwa Penting dalam Sejarah

Kristen
Sumber :
A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang & Randy Petersen, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, Immanuel,
1999.

Tahun-tahun di bawah ini merupakan beberapa yang terpenting dalam sejarah gereja.

1) Tahun 64 Roma Terbakar


2) Tahun 70 Titus Menghancurkan Yerusalem
3) Tahun ±150 Yustinus Martir Menulis Apologynya
4) Tahun ±156 Kemartiran Polikarpus
5) Tahun 177 Irenaeus Menjadi Uskup Lyons
6) Tahun ±196 Tertullianus Mulai Menulis Buku-buku Kristen
7) Tahun ±205 Origenes Mulai Menulis
8) Tahun 251 Cyprianus Menulis On the Unity of the Church
9) Tahun 270 Antonius Memulai Hidupnya sebagai Pertapa
10) Tahun 312 Pertobatan Konstantinus
11) Tahun 325 Konsili Nicea
12) Tahun 367 Surat Athanasius Mengakui Kanon Perjanjian Baru
13) Tahun 385 Uskup Ambrosius Menentang Ratu
14) Tahun 387 Pertobatan Agustinus
15) Tahun 398 Yohanes Chrysostomus Menjadi Uskup Konstantinopel
16) Tahun 405 Hieronimus Menyelesaikan Vulgata
17) Tahun 432 Patrick Berangkat sebagai Misionaris ke Irlandia
18) Tahun 451 Konsili Chalcedon
19) Tahun 529 Benedictus dari Nursia Mendirikan Ordo Biaranya
20) Tahun 563 Columba Berangkat sebagai Misionaris ke Skotlandia
21) Tahun 590 Gregorius I menjadi Paus
22) Tahun 664 Sinode Whitby
23) Tahun 716 Bonifatius Berangkat sebagai Misionaris
24) Tahun 731 Bede yang Patut Dipuja Menyelesaikan Karyanya Sejarah Gereja
Bangsa Inggris
25) Tahun 732 Pertempuran Tours
26) Tahun 800 Karel Agung Dinobatkan Menjadi Kaisar
27) Tahun 863 Cyrillus dan Methodius Mengabarkan Injil kepada Orangorang
Slavia
28) Tahun 909 Biara Didirikan di Cluny
29) Tahun 988 Pertobatan Vladimir, Pangeran Rusia
30) Tahun 1054 Skisma Gereja Timur dan Barat
31) Tahun 1093 Anselmus Menjadi Uskup Agung Canterbury
32) Tahun 1095 Paus Urbanus II Melancarkan Perang Salib Pertama
33) Tahun 1115 Bernardus Mendirikan Biara di Clairvaux
34) Tahun ±1150 Universitas Paris dan Universitas Oxford Didirikan
35) Tahun 1173 Peter Waldo Memulai Gerakan Kaum Waldens
36) Tahun 1206 Fransiskus dari Asisi Meninggalkan Kekayaannya
37) Tahun 1215 Konsili Lateran Keempat
38) Tahun 1273 Thomas Aquinas Menyelesaikan Karyanya Summa Theologica
39) Tahun 1321 Dante Menyelesaikan The Divine Comedy
40) Tahun 1378 Catherina dari Siena Pergi ke Roma untuk Mendamaikan Skisma
Besar
41) Tahun ±1380 Wycliffe Mengawasi Penerjemahan Alkitab ke dalam Bahasa
Inggris
42) Tahun 1415 Yohanes Hus Dibakar pada Tiang Pancang
43) Tahun 1456 Johann Gutenberg Membuat Alkitab Cetak yang Pertama
44) Tahun 1478 Pendirian Inkuisisi Spanyol
45) Tahun 1498 Savonarola Dieksekusi
46) Tahun 1512 Michelangelo Menyelesaikan Langit-langit Kapel Sistina
47) Tahun 1517 Martin Luther Memampangkan Sembilan Puluh Lima Dalilnya
48) Tahun 1523 Zwingli Memimpin Reformasi Swiss
49) Tahun 1525 Gerakan Anabaptis Dimulai
50) Tahun 1534 Undang-undang Supremasi Henry VIII
51) Tahun 1536 Yohanes Calvin Menerbitkan Institutio: Pengajaran Agama Kristen
52) Tahun 1540 Paus Mengakui Kaum Yesuit
53) Tahun 1545 Pembukaan Konsili Trente
54) Tahun 1549 Cranmer Menciptakan Buku Doa Umum
55) Tahun 1559 John Knox Kembali ke Skotlandia untuk Memimpin Reformasi
56) Tahun 1572 Pembantaian pada Hari Santo Bartolomeus
57) Tahun 1608-1609 John Smyth Membaptis Orang-orang Baptis Pertama
58) Tahun 1611 Penerbitan Alkitab Versi Raja James
59) Tahun 1620 Para Peziarah Menandatangani Perjanjian Mayflower
60) Tahun 1628 Comenius Diusir dari Negerinya
61) Tahun 1646 Pengakuan Iman Westminster
62) Tahun 1648 George Fox Mendirikan Society of Friends
63) Tahun 1662 Rembrandt Menyelesaikan Lukisan Kembalinya Anak Hilang
64) Tahun 1675 Philip Jacob Spener Menerbitkan Pia Desideria
65) Tahun 1678 Karya John Bunyan The Pilgrim's Progress Diterbitkan
66) Tahun 1685 Kelahiran Johann Sebastian Bach dan George Frederic Handel
67) Tahun 1707 Penerbitan Hymns and Spritual Songs Karya Isaac Watts
68) Tahun 1727 Kebangunan Rohani di Herrnhut Mengawali Moravian Brethren
69) Tahun 1735 Kebangunan Rohani Besar di bawah Jonathan Edwards
70) Tahun 1738 Pertobatan John Wesley
71) Tahun 1780 Robert Raikes Memulai Sekolah Minggu
72) Tahun 1793 William Carey Berlayar Menuju India
73) Tahun 1807 Parlemen inggris Mengadakan Pemungutan Suara untuk
Menghapuskan Perdagangan Budak
74) Tahun 1811 Para Campbell Mengawali Gerakan Disciples of Christ
75) Tahun 1812 Adoniram dan Ann Judson Berlayar Menuju India

ii
76) Tahun 1816 Richard Allen Mendirikan Gereja Episkopal Methodis Afrika
77) Tahun 1817 Elizabeth Fry Mengawali Pelayanan bagi Narapidana Perempuan di
Penjara
78) Tahun 1830 Mulainya Kebangunan Rohani Perkotaan oleh Charles G. Finney
79) Tahun ±1830 John Nelson Darby Membantu Mengawali Plymouth Brethren
80) Tahun 1833 Khotbah John Keble tentang "Murtad Nasional" Memicu Gerakan
Oxford
81) Tahun 1854 Hudson Taylor Tiba di China
82) Tahun 1854 Soren Kierkegaard Menerbitkan Serangan terhadap Kekristenan
83) Tahun 1854 Charles Haddon Spurgeon Menjadi Imam di London
84) Tahun 1855 Pertobatan Dwight L. Moody
85) Tahun 1857 David Livingstone Menerbitkan Missionary Travels
86) Tahun 1865 William Booth Mendirikan Bala Keselamatan
87) Tahun 1870 Paus Pius IX Memproklamasikan Doktrin Infalibilitas Paus
88) Tahun 1886 Gerakan Relawan Mahasiswa Dimulai
89) Tahun 1906 Kebangunan Rohani Azusa Street Memunculkan Aliran
Pentakostalisme
90) Tahun 1910-1915 Penerbitan Buku The Fundamentals Memunculkan Gerakan
Fundamentalis
91) Tahun 1919 Tafsiran Surat Roma oleh Karl Bath Diterbitkan
92) Tahun 1921 Radio Kristen Pertama Mengudara
93) Tahun 1934 Cameron Townsend Memulai Institut Linguistik Musim Panas
94) Tahun 1945 Dietrich Bonhoeffer Dieksekusi Nazi
95) Tahun 1948 Dewan Gereja-gereja se-Dunia Terbentuk
96) Tahun 1949 Kampanye Los Angeles Billy Graham
97) Tahun 1960 Berawalnya Pembaruan Karismatik Modern
98) Tahun 1962 Konsili Vatikan II Dimulai
99) Tahun 1963 Martin Luther King, Jr., Memimpin Pawai ke Washington
100) Tahun 1966-1976 Gereja China Bertumbuh tanpa Terusik Revolusi
Kebudayaan

iii
Pendahuluan
Sepuluh peristiwa terpenting apa yang pernah terjadi dalam kehidupan Anda selama
kurun waktu lima tahun terakhir ini? Sekarang tanyakanlah kepada ayah, puteri, suami
atau istri, atau dua orang sahabat karib Anda untuk menjawab pertanyaan yang sama
tentang diri Anda. Segera Anda menyadari bahwa cara pandang kita terhadap suatu
peristiwa bisa berbeda dengan orang lain, termasuk mereka yang sangat dekat dengan
kita.

Sekarang marilah kita mengakui bahwa tidak seorang pun dapat dengan pasti menunjuk
tanggal-tanggal terpenting dalam sejarah gereja. Tentunya, daftar yang ada pada Tuhan
tentang hal itu mungkin akan sangat berbeda dengan daftar yang kita buat. Kami tidak
bermaksud menjadi wasit resmi untuk menentukan peristiwa apa yang terpenting dalam
kehidupan gereja pada abad-abad lampau. Namun kami berupaya menampilkan selintas
berbagai peristiwa dalam sejarah umat Tuhan yang rumit. Peristiwa tersebut diharapkan
akan memberi garis-garis besar serta para pelaku yang telah membentuk kekristenan
kepada yang bukan sejarawan dan bukan pengamat.

Banyak orang Kristen dewasa ini ingin mengetahui lebih banyak tentang asal-usul
keyakinan mereka serta berapa banyak ajaran dan praktik gereja mereka yang telah
terwujud. Namun mereka tidak mempunyai waktu atau kecenderungan membaca karya
akademis yang berjilid-jilid banyaknya. Hanya buku semacam inilah yang dapat
memberikan kepuasan bagi kehausan mereka. Bagi orang-orang non-Kristen, buku ini
merupakan buku acuan andal untuk lebih mengenal para tokoh terkemuka, berbagai
gerakan, makna dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah kekristenan yang panjang.

Kami memulai sejarah gereja setelah (atau setidak-tidaknya yang di luar) peristiwa-
peristiwa yang tercatat dalam Perjanjian Baru. Jelas bahwa kebangkitan, pertobatan
Paulus, Konsili Yerusalem dan sebagainya adalah peristiwa-peristiwa penting dalam
sejarah gereja. Namun di mana kita harus berhenti? Oleh karenanya, kami memilih
hanya peristiwa-peristiwa yang tidak tercatat dalam Perjanjian Baru.

Kami tidak menyusun beragam peristiwa tersebut menurut urutan pentingnya, tetapi
secara kronologis agar dapat menelusuri abad demi abad.

Beberapa pilihan yang bernilai tinggi telah kami lewatkan karena kami merasa bahwa
hal itu dapat digabungkan dengan peristiwa lain. Misalnya, karena survei telah
membuktikan bahwa Ninety-Five Theses Luther dan Diet of Worms ada kaitan satu
sama lain, maka kami hanya menyertakan judul pertama yang meliputi keduanya.

Peristiwa-peristiwa lainnya telah disertakan bukan saja karena pentingnya tetapi


bagaimana dampak peristiwa-peristiwa itu, atau betapa keadaan akan berbeda, jika
peristiwa-peristiwa tersebut tidak terjadi. Misalnya Sidang Sinode Whitby tidak
mungkin tercatat sebagai salah satu persidangan gereja besar, tetapi sangatlah penting
bahwa Gereja Inggris memilih untuk bersatu dengan Roma pada waktu itu. Sejarah
mungkin akan berbeda jika mereka memilih alternatif lain.

Kami juga rnenyertakan beberapa hal yang mungkin terkesan direkayasa dan mengada-
ada. Dunia tidak berubah, begitu gereja, pada saat kelahiran Bach dan Handel. Namun,
tidak menyertakan sumbangsih musik mereka bagi kehidupan ibadah sungguh akan

iv
merupakan suatu cacat. Oleh karena itu, beberapa peristiwa disertakan di sini khususnya
karena nilai simbolisnya.

Meskipun demikian, terdapat beberapa alternatif menarik yang kami tidak sertakan
dalam kurun waktu dua dasawarsa terakhir, karena kita masih sangat dekat dengan
peristiwa-peristiwa itu untuk perspektif yang dibutuhkan.

Mungkin ada cemoohan atas pilihan-pilihan kami yang lebih banyak berbicara tentang
dunia Barat, kaum lelaki, Protestan dan kaum evangelikal. Di satu pihak, memang hal
ini tak terelakkan, dan di lain pihak hal ini mencerminkan bias kami.

Tetapi kami tidak bersikukuh bahwa pilihan kami inilah yang final. Sebenarnya dari
awal kami menghiraukan tanggapan para pembaca yang ingin menyodorkan
kemungkinan adanya peristiwa-peristiwa lain yang dapat disertakan atau yang dapat
dilewatkan. Untuk itu kami mengundang para pembaca agar menulis pendapatnya
kepada kami, disertai dengan alasan-alasan rinci. Jika tanggapan tersebut cukup
meyakinkan, maka kami akan menerbitkan jilid kedua dengan judul "Kejadian-kejadian
Penting Lain dalam Sejarah Gereja" (More Important Events in Church History). Kami
mengundang mereka yang ingin memberi komentar mengenai jilid kedua untuk
menulis. Kirimkan kepada: Ken Curtis, Christian History Institute, Box 540, Worcester,
PA 19490, atau Fax ke 215-584. 4610.

Ketika saya menjabat sebagai editor majalah Christian History, kami menulis kepada
para pelanggan dan meminta mereka mengirimkan peristiwa-peristiwa yang mereka
anggap layak dibukukan. Kemudian, setelah memilah-milah dan menyusun daftar ini,
kami mengirimnya kembali kepada mereka 'dengan catatan agar mereka dapat
menandai pilihan-pilihan yang mereka setujui dan yang tidak disetujui; serta
menambahkan, bila perlu, hal-hal yang tidak tercantum. Jawaban mereka mewujudkan
daftar baru. Sebuah survei juga telah dilayangkan kepada para anggota American
Society of Church History, sebuah kelompok sejarawan gereja profesional. Dalam
memilih judul-judul peristiwa yang terdapat dalam buku ini, hasil survei tersebut
mendapat perhatian cukup, meskipun saya yang bertanggung jawab dalam pemilihan
final.

Sejak semula, dengan melakukan pemilihan, kami sepenuhnya sadar bahwa beberapa
hal terpenting sungguh sukar dikenali dan diukur. Kami seperti bendaharawan di Bait
Allah yang mungkin tidak menghiraukan pentingnya "uang keping yang
dipersembahkan seorang janda". Yesus telah menjelaskan bahwa cinta kasih merupakan
tanda istimewa para pengikut-Nya. Ia juga berbicara tegas akan hal-hal sederhana
seperti memberikan secangkir air atas nama-Nya. Banyak isi buku ini yang
merefleksikan kualitas dasar kekristenan. Namun, apa saja sesungguhnya yang
terpenting tidak akan kita ketahui hingga hari penghakiman umat manusia, yang
memperlihatkan mana gandum dan mana debu jerami.

Ken Curtis

v
1) Tahun 64 Roma Terbakar

Nero playing while Rome burns, lukisan dari seniman Giulio Romano (c.1499-1546),
lukisan ini dibuat antara tahun 1536-1539.

Tanpa kekaisaran Romawi, kekristenan mustahil berkembang dengan sukses.


Kekaisaran itu dapat dikatakan sebagai born waktu yang menanti pemicuan iman
Kristen. Unsur-unsur pemersatu kekaisaran itu membantu penyebaran berita Injil: jalan
raya yang dibangun orang Romawi membuat perjalanan dari situ tempat ke tempat lain
lebih mudah; di seluruh kekaisaran orang-orang dapat berkomunikasi dalam bahasa
Yunani; dan pasukan Romawi yang tangguh itu menjaga kedamaian. Sebagai akibat
mobilitas yang meningkat, kelompok-kelompok pengrajin pun bermigrasi mencari
permukiman sementara di kota-kota besar — Roma, Korintus, Athena atau Alexandria -
- kemudian berlanjut ke kota-kota lainnya.

Kekristenan memasuki iklim yang terbuka secara religius. Dalam gerakan "zaman baru"
itu, banyak orang mulai menganut agama-agama Timur – seperti menyembah Isis (dewi
alam), Dionisus (dewa anggur), Mithras (dewa cahaya), Kibele (dewi alam), dan
sebagainya. Para pemuja mencari keyakinan baru, namun beberapa agama tersebut
dilarang, karena dicurigai melakukan upacara-upacara penghinaan. Keyakinan lain
secara resmi diakui, seperti Yudaisme, yang dilindungi sejak zaman Julius Caesar,
meskipun monoteismenya dan penyataan alkitabiahnya telah memisahkannya dari Cara
pemujaan lain.

Melihat kesempatan baik ini, para pekabar Injil mulai menelusuri seantero kekaisaran.
Di sinagoge (rumah ibadah) orang Yahudi, di tempat-tempat penampungan para
pengrajin, di pondok-pondok kumuh, mereka menyebarkan berita Injil dan
memenangkan jiwa-jiwa baru. Tidak lama kemudian berdirilah gereja di kota-kota
besar, termasuk ibu kota kekaisaran.

Kota Roma, pusat kekaisaran, menarik orang-orang seperti magnet. Paulus sendiri
pernah menginginkan kunjungan ke kota tersebut (Rm. 1:10-12); dan pada akhir
suratnya kepada jemaat di Roma, ia sudah mengenal banyak orang Kristen di sana (Rm.
16:13-15). Mungkin ia pernah bertemu mereka dalam perjalanannya. Ketika Paulus tiba

1
di Roma, ia dalam keadaan dirantai. Kisah Para Rasul pada bagian penutupannya
menyatakan bahwa akhirnya Paulus mendapat kelonggaran untuk menjadi tahanan
rumah di sebuah rumah sewaan. Di sana ia dapat menerima tamu dan mengajar mereka.

Menurut tradisi, Petrus pun pernah bergabung dengan Gereja Roma. Meskipun kita
tidak mempunyai kurun waktu yang pasti, namun kita dapat menduga bahwa dengan
pimpinan kedua tokoh ini, jemaat tersebut bertumbuh kuat, termasuk para bangsawan
dan prajurit serta para pengrajin dan pelayan.

Selama tiga dekade, para pejabat Romawi beranggapan bahwa kekristenan adalah
cabang agama Yahudi - agama yang sah - dan tidak bermaksud membuat "sekte" baru
agama Yahudi. Namun banyak orang Yahudi yang tersinggung karena kepercayaan
baru ini mulai menyerangnya. Ini juga merupakan ancaman bagi Roma. Kelalaian Roma
atas keadaan tersebut ditunjukkan oleh laporan sejarawan Tacitus. Dari salah satu rumah
petak di Roma, ia melaporkan adanya gangguan di kalangan orang-orang Yahudi karena
"chrestus". Tacitus mungkin salah dengar; orang-orang mungkin memperdebatkan
tentang Christos, yang adalah Kristus.

Menjelang tahun 64 Masehi, beberapa pejabat Romawi mulai sadar bahwa kekristenan
sama sekali berbeda dengan Agama Yahudi. Orang-orang Yahudi menolak orang-orang
Kristen dan lebih banyak melihat kekristenan sebagai agama yang tidak sah. Jauh
sebelum kebakaran kota Roma, masyarakat telah mulai memusuhi keyakinan yang
masih muda ini. Meskipun sifat orang Romawi ingin menerima dewa-dewa baru, namun
kekristenan tidak mau mengakui kepercayaan-kepercayaan lain. Karena kekristenan
menentang politeisme kekaisaran Romawi yang telah berakar, maka kekaisaran itu pun
mulai membalas.

Pada tanggal 19 Juli, kebakaran berkobar di sebuah sektor kumuh di Roma. Selama
tujuh hari api yang tak kunjung padam itu memusnahkan perumahan yang padat.
Sepuluh dari empat belas blok perumahan musnah, dan banyak penduduk yang tewas.

Menurut legenda, Kaisar Nero sedang bermain biola ketika Roma terbakar. Banyak
orang sezamannya menduga bahwa dialah yang bertanggung jawab atas kebakaran
tersebut. Ketika kota itu dibangun kembali dengan dana dari masyarakat, Nero
mengambil sebidang tanah yang cukup luas untuk membangun Istana Emasnya.
Kebakaran itu merupakan jalan pintas bagi pembaruan perkotaan.

Untuk mengelakkan tuduhan atas dirinya, Kaisar itu mengkambinghitamkan orang-


orang Kristen. Ia menuduh bahwa merekalah yang memicu kebakaran tersebut.
Akibatnya Nero bersumpah untuk memburu dan membunuh mereka.

Gelombang pertama penganiayaan orang Romawi terhadap orang Kristen dimulai tidak
lama setelah kebakaran itu dan berakhir sampai tahun kematian Nero, tahun 68. Dengan
haus darah dan biadab, orang-orang Kristen disalibkan dan dibakar. Jasad-jasad mereka
berjejer di jalan-jalan Roma, disediakan bagi pencahayaan obor. Orang-orang Kristen
lainnya dikenakan pakaian hewan dan dimasukkan ke dalam kandang untuk dicabik-
cabik anjing-anjing. Menurut cerita, Petrus dan Paulus menjadi martir akibat penyiksaan
Nero. Paulus dipenggal kepalanya sedangkan Petrus disalibkan terbalik.

Penganiayaan berlangsung secara sporadis, dan tetap terlokalisasi. Seorang kaisar


mungkin telah memicunya dan berlanjut selama lebih kurang sepuluh tahun. Namun,

2
masa damai akan menyusul sampai ada seorang gubernur yang memulai penganiayaan
terhadap orang Kristen di wilayahnya — tentu dengan restu dari Roma. Hal semacam
ini berlangsung dua setengah abad lamanya.

Tertullianus, seorang penulis Kristen abad kedua pernah berkata, "Darah para martir
adalah benih Gereja." Anehnya, setiap kali penganiayaan merebak, orang Kristen yang
menjadi korban makin bertambah. Dalam suratnya yang pertama Petrus menguatkan
orang-orang Kristen untuk bertahan, percaya diri akan kemenangan dan kuasa Kristus
yang akan diteguhkan (1 Ptr. 5:8-11). Kata-katanya ini telah terbukti dengan
pertumbuhan Gereja di tengah-tengah penekanan.

3
2) Tahun 70 Titus Menghancurkan Yerusalem

Monumen memperingati kemenangan Titus di Yerusalem.

Gessius Florus mencintai uang dan membenci orang-orang Yahudi. Sebagai wakil
Roma, ia memerintah Yudea, dengan tidak memandang kepekaan mereka akan agama.
Ketika pemasukan pajak menurun, ia pun mulai merampas benda-benda perak dari Bait
Allah. Pada tahun 66, ketika kerusuhan menentang dia merebak, ia mengirim pasukan
ke Yerusalem untuk menyalib dan membantai sejumlah orang Yahudi. Tindakan Florus
ini memicu meledaknya pemberontakan yang selama ini merupakan api dalam sekam.

Pada abad sebelumnya, Roma tidak pernah menangani orang-orang Yahudi dengan
baik. Pertama, Roma telah mendukung Herodes Agung, perampas kekuasaan yang
dibenci. Dengan semua bangunan unik yang indah, ia tidak dapat meraih hati rakyat.
Arkhelaus, putra dan penerus Herodes, adalah pemimpin yang keji sehingga rakyat
meminta pertolongan Roma untuk menggantinya. Roma pun menolong mereka dengan
mengirimkan sejumlah Gubernur secara bergilir – Pontius Pilatus, Feliks, Festus dan
Florus. Tugas mereka menjaga ketenteraman di daerah yang tidak stabil itu.

Ketegangan dalam diri masing-masing orang Yahudi tidak mereda. Mereka masih
terbuai kenangan masa-masa Makabe, saat mereka terbebas dari penindasan orang-
orang Siria. Sekarang, jumlah mereka yang kecil ditambah kebangkitan Roma membuat
mereka kembali di bawah kekuasaan orang-orang asing.

Sejak pemerintahan Herodes, denyut jantung revolusi mereka senantiasa berdetak.


Orang-orang Zelot dan Farisi, masing-masing dengan caranya sendiri, menantikan
perubahan. Mereka menantikan dengan semangat datangnya seorang Mesias. Ketika
Yesus memperingatkan bahwa orang-orang akan berkata, "Lihat, Mesias ada di sini,
atau Mesias ada di sana!" Ia tidak main-main. Sesungguhnya, seperti itulah semangat
masa itu.

Di Masada (sebuah bukit karang yang menghadap Laut Mati, tempat Herodes
membangun istananya dan orang-orang Romawi mendirikan benteng), bermulalah
pemberontakan orang Yahudi yang berakhir dengan pahit.

4
Terinspirasi kekejaman-kekejaman Florus, beberapa orang Zelot memutuskan
menyerang benteng itu. Yang mengherankan, mereka menang dan membantai tentara
Romawi yang berkemah di sana.

Di Yerusalem, kepala Bait Allah menyatakan pemberontakan terbuka melawan Roma


dengan menghentikan persembahan harian untuk Kaisar. Tidak lama kemudian seluruh
Yerusalem menjadi rusuh; pasukan Romawi diusir dan dibunuh. Yudea memberontak,
kemudian Galilea. Untuk sementara waktu tampaknya orang-orang Yahudi unggul.

Cestius Gallus, Gubernur Romawi untuk daerah itu berangkat dari Siria dengan 20.000
tentara. Ia menguasai Yerusalem selama enam bulan namun gagal dan kembali. Ia
meninggalkan 6.000 tentara Romawi yang tewas dan sejumlah besar persenjataan yang
dipungut dan dipakai orang-orang Yahudi.

Kaisar Nero mengirim Vespasianus, seorang jenderal yang dianugerahi banyak bintang
jasa, untuk meredam pemberontakan. Vespasianus pun melumpuhkan kelompok
pemberontak tersebut secara bergilir. Ia memulainya di Galilea, kemudian di
Transyordania, dan berikutnya di Idumea. Setelah itu, dia mengepung Yerusalem.

Akan tetapi sebelum menjatuhkan Yerusalem, Vespasianus dipanggil pulang ke Roma.


Nero wafat. Pergumulan untuk mencari pengganti Nero berakhir dengan keputusan
Vespasianus sebagai Kaisar. Titah kekaisaran pertamanya ialah penunjukan anaknya,
Titus, untuk memimpin Perang Yahudi.

Maka Yerusalem pun menjadi sasaran empuk setelah terpisah dari daerah-daerah lain.
Beberapa faksi (kelompok) dalam kota itu sendiri berebut mengatur strategi pertahanan.
Ketika pengepungan sedang berlangsung, penduduk kota pun satu demi satu mati
karena kelaparan dan wabah penyakit. Istri imam kepala yang biasanya menikmati
kemewahan, turun ke jalan untuk memungut sisa makanan.

Sementara itu, pasukan Romawi menggelar mesin-mesin perang baru, yaitu mesin
pelontar batu untuk meruntuhkan tembok-tembok yang melindungi kota. Balok
pendobrak pintu gerbang merobohkan benteng pertahanan. Orang-orang Yahudi
berperang sepanjang hari, dan pada malam hari mereka berjuang untuk membangun
kembali tembok-tembok yang runtuh.

Akhirnya, orang-orang Romawi merobohkan tembok lapisan luar, kemudian lapisan


kedua dan akhirnya yang ketiga. Namun orang-orang Yahudi masih berperang sambil
merangkak menuju Bait Allah sebagai garis pertahanan terakhir.

Itulah akhir bagi para pejuang Yahudi yang gagah berani dan Bait Allah mereka.
Sejarawan Yahudi, Josephus menjelaskan bahwa Titus ingin melindungi Bait Allah
tersebut, tetapi prajurit-prajuritnya begitu marah terhadap musuh mereka sehingga
mendorong mereka membakar Bait Allah.

Jatuhnya Yerusalem mengakhiri pemberontakan. Orang-orang Yahudi dibantai atau


ditangkap serta dijual sebagai budak. Gerombolan orang Zelot yang menduduki Masada
bertahan di situ selama tiga tahun. Ketika orang-orang Romawi membangun lereng
pengepungan dan menyerbu benteng pegunungannya, mereka menemukan orang-orang
Zelot mati bunuh diri sebagai penolakan menjadi tawanan orang asing.

5
Pemberontakan orang-orang Yahudi ini menandai berakhirnya negara Yahudi sampai
zaman modern.

Penghancuran Bait Allah (yang dipugar Herodes) mengubah tata cara peribadahan
orang-orang Yahudi. Mereka tidak lagi mempersembahkan korban sembelihan, tetapi
memilih dan mengutamakan sinagoge yang didirikan pendahulu mereka ketika Bait
Allah (yang didirikan Salomo) dihancurkan orang-orang Babel pada tahun 586 sM.

Kemanakah perginya orang-orang Kristen ketika pemberontakan orang Yahudi itu


berlangsung? Sesuai peringatan Kristus (Luk. 21:20-24), mereka lari ketika melihat
Yerusalem dikepung pasukan Romawi. Mereka menolak mengangkat senjata dan
melawan orang-orang Romawi. Mereka melarikan diri ke Pella di Transyordania.

Setelah bangsa Yahudi serta Bait Allah mereka hancur, orang-orang Kristen pun tidak
dapat lagi bergantung pada perlindungan terhadap Yudaisme yang pernah diberikan
kekaisaran. Karenanya, tidak ada tempat lagi bagi orang-orang Kristen untuk berlindung
dari penyiksaan orang-orang Romawi.

6
3) Tahun ±150 Yustinus Martir Menulis Apologynya

Filsuf muda itu berjalan-jalan sepanjang pantai, dengan pikirannya yang aktif, selalu
aktif mencari kebenaran baru. Ia telah mempelajari ajaran-ajaran Stoa, Aristoteles dan
Phythagoras tetapi sekarang ia menganut sistem Plato. Plato pernah menguraikan bahwa
penglihatan akan Tuhan dikaruniakan kepada mereka yang mencari kebenaran dengan
sungguh-sungguh. Itulah yang dihendaki Yustinus, sang filsuf.

Ketika berjalan-jalan, ia bertemu dengan seorang Kristen. Yustinus tersentak melihat


wibawa dan kerendahan hati orang tersebut. Orang itu mengutip nubuat Yahudi yang
menunjukkan bahwa cara-cara orang Kristen itulah yang benar, dan Yesus adalah
pernyataan Allah yang sesungguhnya.

Peristiwa itulah yang menjadi titik balik Yustinus. Dengan merenungkan tulisan-tulisan
Taurat, membaca Injil dan surat-surat Paulus, maka ia pun menjadi orang Kristen sejati.
Selama sisa hidupnya, lebih kurang tiga puluh tahun lamanya, ia mengadakan
perjalanan, melakukan pekabaran Injil dan menulis. Ia telah memainkan peranan
penting dalam perkembangan teologi gereja, dalam memahami dirinya sendiri dan
dalam citranya yang ditampilkan kepada dunia.

Sejak awal, Gereja berperan di dua dunia yang berbeda, dunia orang Yahudi dan dunia
bukan Yahudi. Kisah Para Rasul menggambarkan lambannya dan terkadang sakitnya
perkembangan kekristenan di kalangan orang-orang bukan Yahudi. Petrus dan Stefanus
mengadakan pekabaran Injil kepada orang-orang Yahudi, sedangkan Paulus kepada
filsuf-filsuf Athena dan para penguasa Romawi.

Dalam banyak hal, kehidupan Yustinus mirip dengan kehidupan Paulus. Rasul ini
adalah orang Yahudi yang lahir di daerah bukan Yahudi (Tarsus), sedangkan Yustinus
adalah orang bukan Yahudi yang lahir di daerah Yahudi (Sikhem kuno). Keduanya
terpelajar dan tangguh berargumentasi untuk meyakinkan orang-orang Yahudi dan
bukan Yahudi akan kebenaran Kristus. Keduanya mati syahid di Roma karena
keyakinan mereka.

7
Pada pemerintahan para kaisar abad pertama, seperti Nero dan Domitianus, tujuan
gereja hanya untuk dapat bertahan hidup dengan meneruskan tradisi mereka, yaitu
menampilkan cinta kasih yang menyerupai kasih Kristus sendiri. Sedangkan bagi orang
luar, kekristenan merupakan sekte primitif agama Yahudi dengan berbagai ajaran dan
praktiknya yang aneh.

Menjelang pertengahan abad kedua, di bawah pemerintahan yang adil oleh para kaisar
seperti Trajanus, Antoninus Pius dan Marcus Aurelius, gereja mulai membuka diri pada
dunia luar untuk meyakinkan keberadaannya. Yustinus menjadi salah seorang apologist
(orang yang mempertahankan pendiriannya dalam argumentasi) Kristen pertama, yang
menjelaskan imannya sebagai sistem yang masuk akal. Bersama-sama penulis lain,
seperti Origenes dan Tertullianus, ia menafsirkan kekristenan dalam istilah-istilah yang
mudah dikenal orang-orang Yunani dan Romawi terpelajar pada masa itu.

Karya tulis Yustinus, The Apology, ditujukan pada Kaisar Antoninus Pius (dalam
bahasa Yunani berjudul Apologia, yaitu suatu kata yang mengacu pada logika yang
menjadi dasar kepercayaan seseorang). Ketika Yustinus menjelaskan dan
mempertahankan keyakinannya, ia juga menyinggung bahwa penyiksaan yang
dilakukan penguasa Romawi terhadap orang-orang Kristen adalah salah. Sebaliknya,
mereka seharusnya bergabung dengan orang Kristen untuk menunjukkan kepalsuan
sistem penyembahan dewa-dewa.

Bagi Yustinus, seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah. Para filsuf Yunani yang
tersohor sedikit banyak telah diilhami Allah, namun mata mereka belum dibukakan bagi
keutuhan kebenaran Kristus. Oleh karenanya, Yustinus menyitir pemikiran Yunani
dengan bebas dan kemudian menjelaskan kepada mereka bahwa kesempurnaan itulah
Kristus. la mengutip prinsip Yohanes tentang Kristus sebagai Logos, Firman. Allah
Bapa adalah kudus adanya dan terpisah dari manusia yang jahat — tentang hal ini
Yustinus setuju dengan Plato. Namun melalui Kristus, Logos-Nya, Allah dapat
berhubungan dengan manusia. Sebagai Logos Allah, Kristus adalah bagian dari hakikat
Allah, meskipun terpisah, seperti api dinyalakan dari api juga (demikianlah pemikiran
Yustinus telah menjadi alat bagi kesadaran akan Tritunggal dan Inkarnasi yang
berkembang di Gereja.).

Meskipun Yustinus bersandar pada pemikiran Yunani, namun aliran pemikiran Yahudi
ada padanya. Ia kagum pada nubuat yang digenapi. Mungkin ia terpengaruh orang tua
yang ia temui di pantai. Tetapi ia pun melihat bahwa nubuat Ibrani telah meyakinkan
identitas Yesus Kristus yang unik. Seperti Paulus, Yustinus tidak meninggalkan orang-
orang Yahudi ketika ia berpaling kepada orang-orang Yunani. Dalam karya besar
Yustinus lainnya, Dialog dengan Tryfo (Dialogues with Trypho), ia menulis kepada
seorang Yahudi kenalannya, bahwa Kristus adalah penggenapan tradisi Ibrani.

Di samping menulis, Yustinus mengadakan perjalanan yang cukup jauh. Dalam


perjalanannya ia selalu berargumentasi tentang iman yang diyakininya. Di Efesus, ia
bertemu dengan Tryfo. Di Roma, ia bertemu Marcion, pemimpin Gnostik. Pada suatu
perjalanannya ke Roma, ia pernah bersikap tidak ramah terhadap seseorang yang
bernama Crescens, seorang Cynic. Ketika Yustinus kembali ke Roma pada tahun 165,
Crescens mengadukannya kepada penguasa atas tuduhan memfitnah. Yustinus pun
ditangkap, disiksa dan akhirnya dipenggal kepalanya bersama-sama enam orang percaya
lainnya.

8
Ia pernah menulis, "Anda dapat membunuh kami, tetapi sesungguhnya tidak dapat
mencelakakan kami." Keyakinan ini ia pegang sampai mati. Dengan demikian ia telah
meraih nama yang disandangnya sepanjang masa: Yustinus Martir.

9
4) Tahun ±156 Kemartiran Polikarpus

Polikarpus

Keadaan sangat memanas. Polisi Smyrna sedang memburu Polikarpus, uskup yang
disegani di kota itu. Para polisi itu sudah mengirim orang-orang Kristen lainnya untuk
dibunuh di arena, kini mereka menghendaki sang pemimpin.

Polikarpus telah meninggalkan kota itu dan bersembunyi di sebuah ladang milik teman-
temannya. Bila pasukan mulai menyergap, ia pun melarikan diri ke ladang lain.
Meskipun hamba Tuhan ini tidak takut mati, dan memilih berdiam di kota, teman-
temannya mendorongnya bersembunyi. Mungkin karena mereka takut kalau-kalau
kematiannya akan mempengaruhi ketegaran gereja. Jika itu alasannya, maka mereka
salah tafsir.

Ketika polisi mendatangi ladang pertama, mereka menyiksa seorang budak untuk
mencari tahu tentang Polikarpus. Kemudian mereka menyerbu dengan senjata lengkap
untuk menangkap uskup itu. Meskipun ada kesempatan lari, Polikarpus memilih tinggal
di tempat, dengan tekad, "Kehendak Allah pasti terjadi." Di luar dugaan, ia menerima
mereka seperti tamu, memberi mereka makan dan meminta izin selama satu jam untuk
berdoa. Ia berdoa dua jam lamanya.

Beberapa penangkap merasa sedih menangkap orang tua yang begitu baik. Dalam
perjalanannya kembali ke Smyrna, kepala polisi yang memimpin pasukan itu berkata,
"Apa salahnya menyebut 'Lord Caesar' (Tuhan Kaisar) dan mempersembahkan bakaran
kemenyan?"

Dengan tenang Polikarpus mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya.

Para pejabat Romawi yakin bahwa roh kaisar, ilahi adanya. Bagi orang Romawi pada
umumnya, dengan sejumlah dewa, menyembah kaisar bukanlah masalah. Mereka
melihat hal itu sebagai loyalitas kebangsaan. Namun orang-orang Kristen tahu bahwa
itu adalah penyembahan berhala.

10
Karena orang-orang Kristen menolak menyembah kaisar dan dewa-dewa Romawi,
tetapi memuja Kristus secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing, mereka
dianggap orang kafir. Orang-orang Smyrna memburu orang-orang Kristen dengan
pekikan, "Enyahkan orang-orang kafir." Karena mereka tahu bahwa orang-orang
Kristen tidak pernah berperan serta dalam berbagai perayaan mereka yang memuja
bermacam-macam dewa dan karena tidak pernah mempersembahkan korban, maka
mereka menyerang kelompok yang mereka anggap tidak patriotik serta tidak beragama
ini.

Maka, Polikarpus pun masuk dalam arena yang penuh dengan kumpulan orang
beringas. Tampaknya, gubernur Romawi di sana menghormati usia uskup tersebut.
Seperti Pilatus, tidak ingin dianggap keji, jika mungkin. Hanya jika Polikarpus mau
melakukan persembahan korban, maka semuanya dapat pulang kembali dengan selamat.

"Hormatilah usiamu, Pak Tua," seru gubernur Romawi itu. "Bersumpahlah demi berkat
Kaisar. Ubahlah pendirianmu serta berserulah, "Enyahkan orang-orang kafir!"

Sebenarnya, gubernur Romawi itu ingin Polikarpus menyelamatkan dirinya sendiri


dengan melepaskan dirinya dari orang-orang Kristen yang dianggap "kafir" itu. Namun,
Polikarpus hanya memandang kerumunan orang yang sedang mencemoohkannya.
Sambil mengisyaratkan ke arah mereka, ia berseru, "Enyahkan orang-orang kafir!"

Gubernur Romawi itu berusaha lagi: "Angkatlah sumpah dan saya akan
membebaskanmu. Hujatlah Kristus!"

Uskup itu pun berdiri dengan tegar. Ia berkata, "Selama delapan puluh enam tahun aku
telah mengabdi kepada-Nya dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat
mencaci Raja yang telah menyelamatkanku?"

Menurut kisah, Polikarpus pernah menjadi murid Rasul Yohanes. Jika demikian,
mungkin ialah orang terakhir yang berhubungan dengan gereja para rasul. Kira-kira
empat puluh tahun sebelumnya, ketika Polikarpus memulai pelayanannya sebagai
uskup, Bapa Gereja Ignatius telah menulis surat khusus untuknya. Polikarpus sendiri
telah menulis suratnya untuk orang-orang Filipi. Meskipun surat tersebut tidak begitu
cemerlang ataupun merupakan pendapatnya sendiri, namun mengandung unsur-unsur
kebenaran yang ia pelajari dari para gurunya. Polikarpus tidak mengulas Perjanjian
Lama, seperti orang-orang Kristen yang muncul kemudian, tetapi ia menyitir para rasul
dan pemuka gereja lainnya untuk meyakinkan orang-orang Filipi.

Kira-kira satu tahun sebelum kemartirannya, Polikarpus berkunjung ke Roma untuk


menyelesaikan perbedaan pendapat tentang tanggal Hari Raya Paskah dengan uskup
Roma. Ada cerita yang mengisahkan bahwa ia terlibat dalam perdebatan dengan
Marcion, yang ia juluki "Anak sulung setan". Ajaran-ajaran para rasul yang
ditampilkannya telah membuat beberapa pengikut Marcion bertobat.

Itulah peranan Polikarpus: saksi yang setia. Para pemimpin yang muncul kemudian hari
mengadakan pendekatan-pendekatan kreatif untuk mengubah keadaan, namun pada
zaman Polikarpus, yang dibutuhkan hanyalah kesetiaan. Ia setia sampai mati.

Di arena perdebatan, pertukaran pendapat antara sang uskup dan gubernur Romawi
berlanjut. Pada suatu saat, Polikarpus menghardik lawan bicaranya: "Jika kamu...

11
berpura-pura tidak mengenal saya, dengarlah baik-baik: Saya adalah seorang Kristen.
Jika Anda ingin mengetahui ajaran Kristen, luangkanlah satu hari khusus untuk
mendengarkan saya."

Gubernur Romawi itu pun mengancam akan melemparkan dia ke binatang-binatang


buas. "Panggil binatang-binatang itu!" seru Polikarpus. "Jika hal itu akan mengubah
keadaan buruk menjadi baik, tetapi bukan keadaan yang lebih baik menjadi lebih
buruk."

Ketika ia diancam akan dibakar, Polikarpus menjawab, "Apimu akan membakar hanya
satu jam lamanya, kemudian akan padam, namun api penghakiman yang akan datang
adalah abadi."

Akhirnya Polikarpus dinyatakan sebagai orang yang tidak akan menarik kembali
pernyataan-pernyataannya. Rakyat Smyrna pun berteriak: "Inilah guru dari Asia, bapa
orang-orang Kristen, pemusnah dewa-dewa kita, yang mengajar orang-orang untuk
tidak menyembah (dewa-dewa) dan mempersembahkan korban sembelihan."

Gubernur Romawi menitahkan agar ia dibakar hidup-hidup. la diikat pada sebuah tiang
dan dibakar. Namun, menurut seorang saksi mata, badannya tidak termakan api. "la
berada di tengah, tidak seperti daging yang terbakar, tetapi seperti roti di tempat
pemanggangan, atau seperti emas atau perak dimurnikan di atas tungku perapian. Kami
mencium aroma yang harus, seperti wangi kemenyan atau rempah mahal." Ketika
seorang algojo menikamnya, darah yang mengalir memadamkan api itu.

Kisah ini tersebar ke jemaat-jemaat di seluruh kekaisaran. Gereja menyimpan laporan-


laporan semacam itu dan mulai memperingati hari-hari kelahiran serta kematian para
martir. Bahkan mereka juga mengumpulkan tulang-tulangnya serta peninggalan lainnya.
Setiap tanggal 23 Februari, diperingati hari "kelahiran Polikarpus" masuk ke surga.

Dalam kurun waktu satu setengah abad berikutnya, ratusan martir menuju kematian
mereka dengan setia, dan banyak di antara mereka maju dengan semangat. Ini
didasarkan pada laporan saksi mata uskup Smyrna itu.

12
5) Tahun 177 Irenaeus Menjadi Uskup Lyons

"Tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari" bunyi Pengkhotbah 1:9. Namun ajaran-
ajaran sesat yang bermunculan di dalam dan di sekitar gereja tetap saja berjalan.
Bukannya berpaling pada karya penebusan Kristus, banyak yang mencari ilmu mistik
bagi keselamatan pribadi. Dalam gereja abad-abad permulaan, paham ini muncul dalam
sekelompok pengikut yang menamakan dirinya Gnostik (gnosis dalam bahasa Yunani
artinya "pengetahuan" ).

Sebelum Gereja didirikan, aliran semacam Gnostisisme memang sudah pernah ada.
Ketika Yohanes menulis suratnya yang pertama, ia mengecam ajaran sesat ini. Namun,
ajaran tersebut masih berlanjut pada abad kedua.

Kita tidak banyak mengenal Irenaeus, seorang penentang Gnostisisme pada akhir abad
kedua. Mungkin ia dilahirkan di Asia Kecil lebih kurang pada tahun 125. Perdagangan
yang lancar antara Asia Kecil dan Gaul (Perancis) memberi peluang bagi orang-orang
Kristen untuk membawa agamanya ke Perancis, tempat mereka mendirikan sebuah
gereja yang tangguh di kota Lyons.

Sebagai imam di Lyons, Irenaeus hidup sesuai namanya, yang artinya 'damai', dengan
berkunjung ke Roma untuk meminta kepada uskup kelonggaran bagi kaum Montanis di
Asia Kecil. Ketika itulah pembantaian orang-orang Kristen sedang marak di Lyons, dan
dalam peristiwa ini uskup Lyons terbunuh.

Irenaeus diangkat menjadi uskup untuk menggantikan uskup yang terbunuh. Ketika itu
terdapat banyak orang yang telah menganut Gnostisisme di Perancis. Penyebaran aliran
ini sangat pesat karena kaum Gnostis menggunakan istilah orang-orang Kristen —
meskipun mereka memberikan interpretasi yang berbeda secara radikal. Penyerapan
istilah-istilah Kristen dengan berbagai konsep dari filsafat Yunani dan agama orang-
orang Asia, sangat menggiurkan orang-orang yang "mau" percaya bahwa mereka dapat
memperoleh keselamatan tanpa bergantung pada anugerah Bapa Yang Mahakuasa.

Irenaeus pun mempelajari bentuk-bentuk ajaran Gnostik. Meskipun sangat berbeda,


secara umum mereka mengajarkan bahwa dunia fana ini jahat; bahwa dunia ini
diciptakan dan diperintah oleh kuasa malaikat, bukan Tuhan; bahwa Tuhan berada jauh
dan tidak ada hubungannya dengan dunia ini; bahwa keselamatan dapat diraih dengan

13
mempelajari ajaran-ajaran rahasia khusus; bahwa kaum Gnostik itulah orang-orang
rohani (pneumatikoi) yang lebih unggul daripada orang-orang Kristen (psychikoi) biasa.
Para guru aliran Gnostik sangat mendukung pendapat ini dengan Injil Gnostiknya –
buku yang biasanya membawa-bawa nama para rasul dan menggambarkan Yesus yang
mengajarkan doktrin-doktrin Gnostik.

Setelah uskup Lyons itu mempelajari ajaran sesat itu, ia menulis Against Heresies, suatu
karya besar yang membeberkan kebodohan "ajaran yang secara keliru disebut Gnostik".
Dengan menyitir gambaran dari Perjanjian Lama dan Baru, ia membuktikan bahwa
dunia diciptakan Allah yang penuh cinta kasih, yang kemudian ternoda oleh dosa-dosa
manusia. Adam, manusia pertama yang tak berdosa, menjadi orang yang berdosa karena
menyerah pada godaan. Tetapi kejatuhannya telah ditanggulangi oleh karya manusia tak
berdosa yang kedua, yaitu Kristus, Adam baru. Tubuh tidaklah jahat. Pada hari
penghakiman, tubuh dan jiwa orang-orang percaya akan diangkat, mereka akan tinggal
bersama-sama Allah untuk selamanya.

Irenaeus paham bahwa ajaran Gnostik memikat kecenderungan manusiawi yang ingin
mengetahui hal-hal yang belum diketahui orang lain. Tentang orang-orang Gnostik ia
menulis, "Segera setelah seseorang dimenangkan, orang tersebut menjadi sombong dan
merasa dirinya begitu penting, ia pun berjalan mengangkat dada dengan gaya seekor
ayam jantan." Tetapi orang-orang Kristen seharusnya menerima anugerah Allah dengan
rendah hati, dan tidak mengandalkan kegiatan-kegiatan intelektualnya yang akan
membuat ia sombong.

Sepanjang hidupnya, Irenaeus dengan gembira mengenang perkenalannya dengan


Polikarpus, yang pernah akrab dengan Rasul Yohanes. Jadi, tidaklah mengherankan
bahwa ia berpegang pada keabsahan para rasul ketika ia menolak paham Gnostik. Sang
uskup menegaskan bahwa para rasul mengajar di tempat-tempat umum dan tidak ada
satu pun yang dirahasiakan. Di seluruh kekaisaran, Gereja-gereja berpegang pada
ajaran-ajaran yang hanya disampaikan para rasul Kristus, dan hanya inilah satu-satunya
dasar keyakinan. Irenaeus menyatakan bahwa para uskup yang merupakan pelindung
iman (Kristen) adalah penerus para rasul. Dengan demikian, ia telah mengangkat
martabat para uskup. Dalam bukunya Against Heresies, Irenaeus menetapkan standar
bagi teologi gereja. Semua kebenaran yang kita butuhkan sudah tercantum dalam
Alkitab. Ia juga membuktikan bahwa dirinya adalah seorang teolog terbesar semenjak
Rasul Paulus. Argumentasinya yang tersebar luas merupakan pukulan besar bagi aliran
Gnostik pada masanya.

14
6) Tahun ±196 Tertullianus Mulai Menulis Buku-buku Kristen

Lukisan Tertullianus

"Darah para martir menjadi benih gereja."


"Hal itu pasti karena tidak mungkin."
"Apa urusan orang-orang Athena dengan Yerusalem?"

Kata-kata kiasan yang tajam seperti ini adalah ciri khas karya Quintus Septimius
Florens Tertullianus – atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tertullianus. Ia lahir di
Kartago, dibesarkan dalam keluarga berkebudayaan kafir serta terlatih dalam
kesusasteraan klasik, penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan
kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan
kesusasteraan Gereja di wilayah Barat.

Sebelumnya, para penulis Kristen umumnya menggunakan bahasa Yunani – bahasa


yang agak fleksibel dan halus, yang cocok digunakan untuk berfilsafat dan berdebat
tentang hal-hal sederhana. Acap kali, orang-orang Kristen yang berbahasa Yunani
menggunakan cara berfilsafat seperti ini terhadap keyakinan mereka.

Meskipun Tertullianus, pengacara kelahiran Afrika itu, dapat berbahasa Yunani, ia


memilih menulis dalam bahasa Latin, dan karya-karyanya mencerminkan unsur-unsur
moral dan praktis orang Romawi yang berbahasa Latin. Pengacara yang berpengaruh ini
telah menarik banyak penulis untuk mengikuti gayanya.

Ketika orang-orang Kristen Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta
hubungan-Nya dengan Bapa, Tertullianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu
dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula yang sampai hari ini
masih kita pegang: Allah adalah satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi.

Ketika dia menyiapkan apa yang menjadi doktrin Trinitas, Tertullianus tidak mengambil
terminologinya dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia
bukan berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona bukanlah "pribadi" (person),
seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan suatu pihak dalam suatu perkara (di
pengadilan). Dengan demikian, jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu
substantia. Tiga pribadi (Bapa, Putra dan Roh Kudus) dapat berbagi satu hakikat
(kedaulatan ilahi).

15
Meskipun Tertullianus mempersoalkan "Apa urusan Athena (filsafat) dengan
Yerusalem (gereja)?" namun, filsafat Stoa yang populer pada masa itu turut
mempengaruhinya. Ada yang berkata bahwa ide dosa asal bermula dari Stoisisme,
kemudian diambil alih Tertullianus dan selanjutnya merambat ke Gereja Barat.
Agaknya ia berpendapat bahwa roh (jiwa) itu adalah sebentuk benda: seperti tubuh
dibentuk ketika pembuahan, maka roh pun demikian. Dosa Adam diwariskan seperti
rangkaian genetik.

Gereja-gereja Barat menyimak ide ini, tetapi ide ini tidak dialihkan ke Timur (yang
mempunyai pandangan yang lebih optimistik tentang sifat manusia).

Kira-kira pada tahun 206, Tertullianus meninggalkan Gereja untuk bergabung dengan
sekte Montanis, sekelompok orang puritan yang bereaksi melawan apa yang mereka
anggap sebagai kelonggaran moral di antara orang-orang Kristen. Mereka berharap
kedatangan Kristus kedua kali itu segera terjadi. Mereka juga menekankan
kepemimpinan Roh Kudus secara langsung, bukan kepemimpinan para rohaniwan yang
ditahbiskan.

Meskipun Tertullianus pernah menekankan ide suksesi para rasul – pengalihan kuasa
dan wibawa para rasul kepada para uskup – namun ia tidak dapat menerima bahwa para
uskup memiliki kuasa mengampuni dosa. Ia berpendapat bahwa ini akan menjurus pada
terpuruknya moral. Sementara itu para uskup terlampau yakin akan kuasa tersebut.
Bukankah semua orang percaya adalah imam? Apakah ini Gereja para orang kudus
yang dikelola mereka sendiri, ataukah sekumpulan orang kudus dan orang-orang
berdosa yang dikelola "kelas" profesional yang dikenal sebagai rohaniwan?

Tertullianus sebenarnya berenang melawan arus. Selama lebih kurang dua belas abad
kaum rohaniwan mendapat tempat khusus. Ketika Martin Luther menantang gereja,
maka penekanan pada 'imamat semua orang percaya' kembali terangkat.

16
7) Tahun ±205 Origenes Mulai Menulis

Profil di dinding : Gambar Origenes bersama muridnya

Pada awalnya, kekristenan dicemooh sebagai agama orang-orang miskin dan tidak
terpelajar, dan memang sesungguhnya banyak penganutnya datang dari kalangan
rendah. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Rasul Paulus, bahwa di gereja "untuk
ukuran manusia, tidak banyak orang bijak, tidak banyak orang berpengaruh, tidak
banyak orang terpandang" (1 Kor. 1:26).

Namun menjelang abad ketiga, cendekiawan terhebat pada masa itu adalah seorang
Kristen. Baik kafir, penganut ajaran sesat maupun orang Kristen, semuanya mengagumi
Origenes. Ia mempunyai pengetahuan luas dan ilmu yang tinggi, yang berpengaruh
penting bagi pemikiran Kristen di kemudian hari.

Origenes lahir di Alexandria pada tahun 185. Ia berasal dari keluarga Kristen yang
saleh.

Kira-kira pada tahun 201, ayahnya - Leonidas - dipenjarakan dalam satu gelombang
penyiksaan oleh Septimus Severus. Origenes pun menulis surat kepada ayahnya di
penjara agar tidak memungkiri Kristus demi keluarganya. Meskipun Origenes ingin
menyerahkan diri kepada penguasa agar dapat menjadi martir bersama-sama dengan
ayahnya, namun ibunya mencegahnya dengan menyembunyikan pakaiannya.

Setelah Leonidas mati sebagai martir, hartanya disita, dan jandanya terlantar dengan
tujuh orang anak. Origenes pun mulai menanggulangi keadaan dengan bekerja sebagai
guru sastra Yunani dan penyalin naskah. Karena banyak di antara cendekiawan senior
telah meninggalkan Alexandria dalam gelombang penyiksaan, maka sekolah kateketik
Kristen sangat membutuhkan tenaga pengajar. Pada usianya yang kedelapan belas,
Origenes pun memangku jabatan kepala sekolah tersebut dan memulai karir
mengajarnya yang panjang, termasuk belajar dan menulis.

la menjalani kehidupan asketis, menghabiskan waktunya pada malam hari dengan


belajar dan berdoa, serta tidur di lantai tanpa alas. Mengikuti titah Yesus, ia memiliki
hanya satu jubah dan tidak mempunyai alas kaki. Ia bahkan mengikuti Matius 19:12
secara harfiah; mengebiri dirinya untuk mencegah godaan jasmani. Origenes berhasrat
setia pada gereja dan membawa kehormatan bagi nama Kristus.

17
Sebagai seorang penulis yang sangat produktif Origenes dapat membuat tujuh
sekretarisnya sibuk dengan dikteannya. Ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya,
termasuk tafsiran-tafsiran atas setiap buku dalam Alkitab serta ratusan khotbah.

Karyanya Hexapla merupakan prestasi dalam bidang kritik teks. Di dalamnya, ia


mencoba menemukan terjemahan Yunani yang terbaik bagi Perjanjian Lama, dan dalam
enam kolom sejajar ia membentangkan Perjanjian Lama Ibrani, sebuah transliterasi
Yunani, tiga terjemahan Yunani dan Septuaginta. Against Celsus adalah karya besar
yang merupakan pertahanan bagi kekristenan terhadap serangan kafir. On First
Principles merupakan upaya pertamanya dalam teologi sistematis; di sini Origenes
dengan seksama meneliti keyakinan Kristen tentang Allah, Kristus, Roh Kudus,
Penciptaan, jiwa, kemauan bebas, keselamatan dan Kitab Suci.

Origenes bertanggung jawab atas peletakan dasar-dasar penafsiran alegoris terhadap


Kitab Suci yang berpengaruh pada Abad-abad Pertengahan. Pada setiap teks, ia percaya
ada tiga tingkat pengertian: pengertian harfiah, pengertian moral, yaitu untuk
memperbaiki jiwa, dan pengertian alegoris atau pengertian rohani, yakni pengertian
tersirat yang penting untuk iman Kristen. Origenes sendiri mengabaikan makna harfiah
atau gramatikal-historis teks dan lebih menekankan makna alegoris.

Origenes berupaya menghubungkan kekristenan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat


pada masanya. Ia percaya bahwa filsafat Yunani merupakan persiapan untuk memahami
Kitab Suci, dan secara analogi, yang kemudian dianut Augustinus, bahwa khazanah
pengetahuan orang kafir digunakan oleh orang Kristen, seperti orang Israel "merampasi
orang Mesir itu" (Kel. 12:35-36).

Dalam mempelajari filsafat Yunani, Origenes telah mengambil banyak gagasan Plato
yang sangat asing dengan kekristenan Ortodoks. Dari kesalahan-kesalahannya, yang
paling mencolok adalah paham Yunani bahwa benda dan dunia ini jahat. Ia percaya
akan eksistensi roh sebelum lahir dan mengajarkan bahwa keberadaan manusia di atas
bumi ini ditentukan oleh perilakunya ketika dalam keadaan praeksistensi (sebelum
lahir). Ia menolak paham kebangkitan daging dan mempertimbangkan gagasannya
bahwa akhirnya Allah akan menyediakan keselamatan bagi semua manusia dan
malaikat. Karena Allah tidak mungkin menciptakan bumi ini tanpa berhubungan
langsung dengan zat awal, maka Sang Bapa memperanakkan Putra-Nya untuk
menciptakan bumi yang abadi ini. Ketika Sang Putra mati di kayu salib, maka itu hanya
kemanusiaan Yesus yang mati sebagai tebusan bagi iblis atas kejahatan dunia.

Karena kesalahan-kesalahan semacam ini, maka Uskup Demetrius dari Alexandria


mengadakan sidang yang mengekskomunikasi Origenes dari Gereja. Meskipun Gereja
Roma dan Barat menerima ekskomunikasi ini, namun Gereja di Palestina dan sebagian
besar Gereja Timur tidak menerimanya. Mereka masih mencari Origenes karena
pengetahuan, kebijaksanaan dan kecendekiawanannya.

Dalam gelombang penyiksaan pada masa Decius, Origenes dipenjarakan, disiksa dan
diputuskan untuk dihukum mati pada tiang. Tetapi hukuman itu tidak terlaksana karena
kaisar telah meninggal dunia. Karena penderitaan (batin) inilah Origenes jatuh sakit,
kemudian meninggal sekitar tahun 251. la telah berbuat banyak, lebih daripada yang
orang lain pernah lakukan untuk meningkatkan pemikiran Kristen dan membuat Gereja
dihormati di mata dunia. Di kemudian hari, Bapa Gereja di Barat maupun di Timur

18
merasakan pengaruhnya. Keanekaragaman pikiran dan tulisannya telah membawa
reputasi baginya sebagai bapa ortodoksi dan bapa ajaran sesat.

19
8) Tahun 251 Cyprianus Menulis On the Unity of the Church

Saint Cyprian (Thascius Caecilius Cyprianus)

Hubungan apa yang terjalin antara warga Gereja dan pemimpinnya? Dengan jalan apa
Gereja dapat mendisiplinkan warganya? Hal-hal inilah yang harus digumuli gereja pada
zaman apa pun.

Pada pertengahan abad ketiga, jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas


dikemukakan oleh Cyprianus, seorang kaya dan berbudaya, yang lahir, sekitar tahun
200 dalam keluarga kafir. Ketika ia menjadi Kristen, ia menanggalkan pola hidup
lamanya, membagi-bagikan uang dan hartanya kepada orang miskin, serta bersumpah
akan hidup suci. Tentang perubahan ini ia menulis: "Kelahiran kedua ini telah
menciptakan manusia baru dalam diri saya, dengan hembusan Roh dari surga."

Sebagai seorang mantan guru retorika dan orator terkenal, Cyprianus yang fasih
berbicara dan saleh ini menanjak melalui jenjang karir di Gereja sampai menjadi Uskup
Kartago sekitar tahun 248.

Meskipun ia terlatih dalam sastra Yunani dan Romawi klasik, Cyprianus bukanlah
seorang teolog. Tidak seperti Tertullianus, orang yang dia kagumi, Cyprianus adalah
orang pragmatic, yang tidak menghiraukan pertengkaran tentang teologi pada masanya.
Yang diinginkannya hanyalah persatuan di gereja. Di gereja yang tidak ada kesatuan, ia
mencoba menyatukan orang-orang Kristen melalui kuasa para uskup.

Kaisar Romawi, Decius, telah menganiaya orang-orang Kristen dan menyebabkan


beberapa orang menyangkal iman mereka. Decius tidak berniat menjadikan mereka
martir, karena hal itu akan menarik perhatian yang lebih besar bagi kekristenan. Tetapi,
ia menyiksa orang-orang Kristen dengan harapan mereka akan mengakui bahwa
"Kaisarlah Tuhan". Mereka yang berbuat demikian dikenal sebagai orang-orang yang
telah "murtad". Orang-orang Kristen yang bertahan, yang disebut 'pengikut setia' itu
seringkali memandang rendah orang-orang murtad tersebut. Maka sebuah konsili para
uskup dibentuk untuk membuat peraturan-peraturan ketat dalam hal penerimaan
kembali para orang murtad tersebut. Akibat ketatnya peraturan ini, seorang imam
bernama Novatus memulai sebuah gereja saingan yang memberi kesempatan bagi
orang-orang murtad itu menjadi anggotanya.

20
Meskipun Cyprianus tidak mengalami penyiksaan karena imannya, ia tidak setuju
dengan perpisahan ini. Ia yakin bahwa orang percaya sejati harus menjalani hukuman
untuk menebus dosa, untuk membuktikan imannya.

Hukuman untuk penebusan dosa itu terdiri dari penyesalan selama suatu masa tertentu
dan setelah itu, orang tersebut dapat diterima kembali dalam Perjamuan Kudus. Begitu
ia menyelesaikan "masa penyesalannya", ia akan tampil di hadapan jemaat dengan
berpakaian goni serta melumuri badan dengan abu, dan di situlah sang uskup akan
menyatakan pengampunan baginya. Cyprianus merumuskan ini sebagai sistem berskala
— semakin besar dosanya, maka semakin lama pula masa penyesalannya. Idenya
mendapat sambutan dan menjadi disiplin Gereja paling kuat — yang terkadang
disalahgunakan.

Pada tahun 251 Cyprianus mengadakan konsili di Kartago dan di situlah ia membacakan
On the Unity of the Church (Persatuan di dalam Gereja), karyanya yang terkenal dan
yang sangat berpengaruh dalam sejarah gereja. Gereja, katanya, adalah lembaga ilahi,
yaitu mempelai Kristus, dan hanya ada satu mempelai. Hanya di dalam gereja manusia
akan mendapatkan keselamatan, di luar itu yang ada hanyalah kegelapan dan
kebingungan. Di luar Gereja, sakramen dan para rohaniwan — bahkan Alkitab — tidak
ada artinya. Seseorang, secara pribadi, tidak dapat menjalankan kehidupan Kristen
melalui kontak langsung dengan Allah; ia membutuhkan Gereja. Karena Kristus
mendirikan Gereja di atas Petrus, si Batu Karang, Cyprianus berkata bahwa semua
uskup dalam arti tertentu adalah penerus Petrus — dan oleh karenanya harus dipatuhi.
Meskipun ia tidak menyatakan bahwa uskup Roma berada di atas para uskup lainnya,
namun Cyprianus memandang keuskupan itu sebagai sesuatu yang khusus karena
hubungan Petrus dengan kota tersebut.

Pernyataan-pernyataan Cyprianus seperti "di luar gereja tidak ada keselamatan" dan
"seseorang tidak dapat mengatakan Allah sebagai Bapanya tanpa mengakui Gereja
sebagai ibunya", telah mendorong orang-orang memberi tempat yang amat panting bagi
para uskup. Seorang uskup dapat menentukan keanggotaan gereja. Akibatnya, ia
berkuasa mengatakan "engkau telah diselamatkan", "engkau belum diselamatkan".
Bukannya meyakini bahwa Roh (Kudus) bekerja melalui gereja, Cyprianus justru
mengisyaratkan bahwa Roh (Kudus) bekerja melalui para uskup.

Dengan diterimanya ide ini, tentu saja, para uskup mendapat kuasa lebih besar.
Cyprianus juga mencetuskan ide bahwa misa adalah pengorbanan tubuh dan darah
Kristus. Karena para imam menjalankan fungsinya dalam ibadah atas nama Kristus,
maka hal ini pun meningkatkan kuasa mereka.

Cyprianus meninggal karena penyiksaan Kaisar Valerianus. Karena ia menolak


melakukan persembahan korban bagi dewa-dewa kafir, maka kepala Uskup Kartago itu
dipenggal pada tahun 258.

Karena terancam perpecahan, Gereja pada masa Cyprianus berpegang pada ide-idenya.
Uskup tersebut tentunya tidak menduga akibat dari cara-cara yang dirintisnya untuk
mempersatukan gereja. Pada Abad Pertengahan, beberapa uskup yang rakus dan tidak
bermoral menggunakan kuasanya untuk kepentingan pribadi, ketimbang untuk hal-hal
rohani. Struktur hierarki yang menciptakan "persatuan" juga telah menyebabkan
keretakan di antara rohaniwan dan kaum awam.

21
9) Tahun 270 Antonius Memulai Hidupnya sebagai Pertapa

Santo Antonius Meninggalkan Biaranya. DiLukis oleh Sassetta.

Salah seorang pendiri terpenting komunitas biara sebenarnya tidak punya ide untuk
mendirikan apa pun. Ia hanya peduli pada kondisi spiritualnya sendiri dan
menghabiskan sebagian besar waktunya seorang diri.

Antonius lahir di Mesir sekitar tahun 250, dalam keluarga kaya. Ketika ia berumur dua
puluh tahun, orang tuanya wafat, meninggalkan seluruh harta untuknya. Sebuah teks
khotbah yang merupakan perintah Yesus kepada pengusaha muda yang kaya, "Jika
ingin memperoleh hidup yang kekal, pergi dan juallah segala yang kau miliki ...", telah
mengubah hidup anak muda ini. Kata-kata tersebut seolah-olah ditujukan kepadanya,
dan Antonius pun mengartikannya secara harfiah. Ia membagikan tanah miliknya
kepada orang-orang sekampung, menjual harta lainnya dan menyumbangkan uangnya
kepada orang-orang miskin. Ia berguru pada seorang Kristen yang sudah berumur, dan
belajar tentang sukacita penyangkalan diri. Antonius makan hanya satu kali sehari, yang
terdiri dari roti dan air, serta tidur di atas lantai tidak beralas.

Dengan pertobatan Kaisar Konstantinus pada tahun 312, situasi gereja berubah drastis.
Kedudukan orang Kristen tidak lagi sebagai kaum minoritas yang buronan, tetapi telah
menjadi penganut suatu agama yang terhormat dengan dukungan resmi. Karena
besarnya jumlah orang yang masuk gereja, maka tidak mudah lagi untuk mengenal
orang-orang yang benar-benar memiliki komitmen pada Kristus dengan mereka yang
datang hanya untuk dikenal sebagai bagian dari agama yang populer ini. Mudah
percaya, namun belum tentu setia dalam penderitaan.

Orang-orang Kristen sejati pada zaman ini lebih memilih melawan (arus) daripada
mengkompromikan keyakinan mereka, dengan meninggalkan (kehidupan) duniawi.
Maka Antonius pun memilih sebuah kuburan sebagai tempat tinggalnya. Menurut
penulis biografinya, Athanasius, Antonius selama lebih kurang dua belas tahun
"ditawan" setan-setan yang mengambil bentuk bermacam-macam binatang buas dan
terkadang menyerang dia serta meninggalkannya dalam keadaan hampir mati. Mereka
mencoba menggoba Antonius untuk masuk ke dalam dunia maksiat, tetapi Antonius
selalu menang.

22
Untuk lebih menjauhkan diri dari dunia ini, Antonius pindah ke sebuah benteng yang
telah ditinggalkan. Di sana ia tinggal selama dua puluh tahun tanpa menemui seorang
manusia pun. Makanan untuknya dilemparkan melalui tembok. Namun orang-orang
telah mendengar penyangkalan dirinya dan pergumulannya dengan setan. Beberapa
pengagumnya mendirikan pondok-pondok sementara dekat benteng tersebut, dan ia pun
dengan rasa segan menjadi penasihat spiritual mereka dengan memberikan petunjuk
dalam hal berpuasa, berdoa dan kegiatan-kegiatan amal. Antonius, dengan sendirinya
telah menjadi panutan dalam penyangkalan diri.

Pertapa ini tidak pernah dapat melepaskan dirinya secara penuh dari dunia. Pada tahun
311, Maximianus, salah seorang kaisar kafir terakhir, menganiaya orang-orang Kristen,
dan Antonius pun meninggalkan kediamannya untuk mati bagi keyakinannya. Tetapi ia
akhirnya malah melayani orang-orang Kristen terhukum yang dipekerjakan di tambang-
tambang kekaisaran. Pengalaman ini meyakinkannya bahwa hidup secara Kristen pun
sama salehnya dengan mati untuknya (agama Kristen). Sekali lagi, pada tahun 350, ia
meninggalkan kediamannya untuk membela ortodoksi melawan ajaran sesat Arius, yang
dipicu Konsili Nicea (325). Orang-orang, termasuk Kaisar Konstantinus meminta
nasihat spiritual dari sang pertapa ini.

Antonius wafat pada usia 105 tahun dan sampai pada akhir hayatnya, ia berada dalam
keadaan sehat pikiran dan jasmani. Untuk mencegah berkembangnya pemujaan di
kuburannya, ia meminta agar ia dikubur secara diam-diam.

Namun, pemujaan yang ditakutkannya tetap berkembang. Athanasius – teolog


berpengaruh yang peranannya penting dalam Konsili Nicea telah menulis buku
"Kehidupan Antonius" (Life of Anthony) yang sangat populer. Di dalamnya ia
menggambarkan Antonius sebagai seorang rahib ideal, yang dapat melakukan keajaiban
dan yang dapat mengenal roh jahat serta roh baik. Tidak lama kemudian, kisah seorang
pahlawan spiritual yang telah menjadi rahib dan telah menyangkali dirinya pun mulai
mempengaruhi Gereja.

Praktik komunitas rahib yang hidup bersama telah dirintis Pachomius, seorang teman
Antonius. Seperti Antonius yang kuat dan ulet, sebagian besar pengikutnya memilih
menjadi rahib. Antonius telah menyampaikan ide bahwa pribadi religius yang sejati
akan mengundurkan diri dari kehidupan dunia dengan menjauhkan diri dari hidup
berkeluarga dan kenikmatan duniawi.

Hingga era Reformasi, ide ini tidak pernah mendapat tantangan serius.

23
10) Tahun 312 Pertobatan Konstantinus

Patung Kaisar Konstantinus

Ketika itu bulan Oktober tahun 312. Seorang jenderal muda yang dipatuhi prajurit
Roma yang ada di Inggris dan Perancis, berderap menuju Roma untuk menantang
Maxentius, yang juga berupaya untuk naik takhta.

Seperti dikisahkan, Jenderal Konstantinus menatap ke langit dan melihat cahaya


berbentuk salib. Di situ terdapat tulisan yang berbunyi "Bersama ini taklukkanlah".
Prajurit yang percaya takhayul ini sebenarnya sudah enggan memuja dewa-dewa Roma
dan memilih memuja dewa tunggal. Ayahnya adalah pemuja dewa matahari.
Mungkinkah ini merupakan pertanda dari dewa tersebut pada malam sebelum
pertempuran itu?

Di kemudian hari, Kristus muncul dalam mimpinya, dengan tanda yang sama, sebuah
salib yang agak lengkung di atasnya yang menyerupai huruf-huruf Yunani chi dan rho,
dua huruf pertama dari kata Christos. Jenderal tersebut diperintahkan untuk membuat
tanda ini pada perisai-perisai para prajuritnya. Ia melakukannya.

Seperti yang dijanjikan, Konstantinus pun memenangkan pertempuran tersebut. Ini


adalah salah satu momentum menentukan bagi perubahan dahsyat dalam kurun waktu
seperempat abad. Jika Anda meninggalkan Roma pada tahun 305 M., tinggal di padang
pasir, dan dua puluh tahun kemudian Anda kembali, Anda akan mengira bahwa
kekristenan telah punah karena penganiayaan. Tetapi ternyata sebaliknya, kekristenan
telah menjadi agama yang sangat digemari.

Ketika Diocletianus, salah seorang dari para kaisar yang amat brilian, mengambil
tampuk kekuasaan pada tahun 284, ia mulai menata kembali pengaturan kemiliteran,
ekonomi dan kepamongprajaan secara besar-besaran. Untuk sementara waktu ia tidak
menyinggung orang-orang Kristen.

Salah satu ide Diocletianus yang dahsyat ialah rnenata ulang struktur kekuasaan
kekaisaran. Ia membagi wilayah kekaisaran Roma dalam dua wilayah yaitu Timur dan
Barat, dan setiap wilayah berada di bawah kekuasaan seorang kaisar serta seorang wakil
kaisar. Setiap kaisar akan berkuasa selama dua puluh tahun, kemudian para kaisar yang
akan mengambil-alih selama dua puluh tahun, dan seterusnya. Pada tahun 286,

24
Diocletianus mengangkat Maximianus sebagai kaisar wilayah Barat, sedang ia sendiri
memerintah wilayah Timur. Para kaisarnya ialah Konstantius Khlorus (ayah
Konstantinus) di Barat dan Galerius di Timur.

Galerius sangat anti-Kristen (menurut laporan, ia melempar kesalahan akan


kekalahannya pada suatu pertempuran karena seorang prajurit Kristen membuat tanda
salib). Mungkin karena hasutan Galerius juga, maka kaisar wilayah Timur mengambil
sikap anti-Kristen. Itu semua merupakan bagian dari penataan ulang kekaisaran
sehingga Roma mempunyai mata uang yang seragam, sistem politik yang seragam dan
harus mempunyai agama yang seragam pula. Untuk itu, orang-orang Kristen merupakan
penghalang.

Mulai tahun 298, orang-orang Kristen diberhentikan dari kemiliteran dan jabatan-
jabatan pamong praja. Pada tahun 303, pembantaian besar pun dimulai. Para penguasa
merencanakan untuk mulai dengan pembantaian orang-orang Kristen pada Hari Raya
Terminalia, tanggal 23 Februari. Gereja-gereja dihancurkan, Alkitab dirampas dan
kebaktian dilarang. Pada awalnya tidak ada pertumpahan darah, namun Galerius segera
mengubah keadaan. Sesuai jadwal, ketika Diocletianus dan Maximianus turun takhta
pada tahun 305, Galerius mengadakan pembantaian yang lebih ganas. Konstantius, yang
memerintah wilayah Barat, umumnya lunak. Tetapi cerita-cerita yang mengerikan dari
Timur amat banyak. Pembantaian tersebut berlanjut sampai tahun 310, dan banyak
orang Kristen menjadi martir pada peristiwa tersebut.

Namun, Galerius tidak berhasil menghancurkan Gereja. Anehnya, dalam keadaan


sekarat ia berubah pikiran. Pada tanggal 30 April 311, Galerius yang ganas itu
menyerah. Ia berhenti memerangi orang-orang Kristen dengan mengeluarkan
Edik/Maklumat Kebebasan Beragama (Edict of Toleration). Sebagai seorang politisi, ia
menekankan bahwa ia telah berbuat segala sesuatu untuk kekaisaran, namun, "sejumlah
besar" orang Kristen ketika itu tetap "berpegang pada tekad mereka". Maka, sekarang
sudah waktunya memberi mereka kebebasan berkumpul, selama mereka melakukannya
dengan tertib. Selanjutnya ia menyerukan juga bahwa adalah "kewajiban mereka untuk
berdoa kepada dewa mereka untuk kebaikan negara kita". Roma membutuhkan semua
bentuk pertolongan yang memungkinkan. Galerius wafat enam hari kemudian.

Namun, skema Diocletianus menjadi berantakan. Setelah Konstantius wafat tahun 306,
putranya, Konstantinus dinyatakan sebagai penguasa oleh para prajurit yang setia
kepadanya. Tetapi, Maximianus yang sudah pensiun berupaya kembali dan memerintah
lagi wilayah Barat bersama-sama dengan putranya, Maxentius (yang akhirnya melucuti
kekuasaan ayahnya sendiri). Sementara itu, Galerius telah menunjuk Licinius, jenderal
kesayangannya, sebagai penguasa wilayah Barat.. Masing-masing calon penguasa ini
menuntut hak atas sebagian wilayah Barat ini. Mereka harus berperang untuk itu.
Dengan cerdik, Konstantinus bergabung dengan Licinius dan bertempur melawan
Maxentius. Pada pertempuran Milvian Bridge, Konstantinus menang.

Di sana, Konstantinus dan Licinius menunjukkan kekuatan berimbang. Konstantinus


sangat berhasrat mengucapkan syukur pada Kristus, oleh karenanya ia tergerak untuk
memberikan kebebasan dan status bagi Gereja. Pada tahun 313, ia bersama-sama
Lucinius secara resmi mengeluarkan Edik Milano (Edict of Milan) yang menjamin
kebebasan beragama di seluruh kekaisaran. Instruksi tersebut berbunyi: "Tujuan kita
ialah untuk mengizinkan baik orang-orang Kristen maupun yang lain dengan bebas
beribadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing."

25
Segera Konstantinus menaruh perhatian pada Gereja, memulihkan harta,
menyumbangkan uang, mengendalikan kontroversi dengan kaum Donatis serta
mengadakan konsili-konsili Gereja di Arles dan Nicea. la juga berebut kekuasaan
dengan Licinius, yang ia gulingkan pada tahun 324.

Dengan demikian Gereja tidak lagi menjadi sasaran serangan, melainkan mendapat
perlakuan istimewa. Dalam waktu yang sangat singkat, prospeknya berubah sama
sekali. Setelah berabad-abad lamanya sebagai gerakan kebudayaan tandingan, Gereja
diharuskan belajar cara menangani kekuasaan. Namun, semuanya tidak dilakukan
dengan baik. Kehadiran Konstantinus yang dinamis membentuk Gereja pada abad
keempat dan seterusnya. Ia adalah pakar kekuasaan dan politik, dan Gereja pun belajar
menggunakan alat-alat tersebut.

Apakah penglihatan Konstantinus itu autentik ataukah ia hanya seorang oportunis yang
memperalat kekristenan untuk kepentingannya sendiri? Hanya Allah yang tahu jiwanya.
Meskipun dalam beberapa hal ia telah gagal mencerminkan keyakinannya, penguasa itu
sesungguhnya telah mengambil perhatian aktif dalam kekristenan yang dianutnya, yang
terkadang membahayakan dirinya sendiri.

Allah sesungguhnya memakai Konstantinus untuk memberi kemudahan bagi Gereja;


sang kaisar itu menegaskan dan menjamin toleransi resmi bagi keyakinan ini. Namun, ia
hanya mengikuti jejak Galerius yang sudah hancur yang sebelumnya telah melakukan
hal itu. Dengan demikian, peperangan melawan penyiksaan Kekaisaran Romawi
dimenangkan bukan di Milvian Bridge tetapi di arena-arena, ketika orang-orang Kristen
dengan berani menyongsong kematian.

26
11) Tahun 325 Konsili Nicea

Konsili Nicea, A.D. 325

Meskipun Tertullianus telah merumuskan bagi Gereja bahwa Allah itu memiliki satu
hakikat: terdiri atas tiga pribadi, namun ia belum memberi pengertian lengkap tentang
Tritunggal. Sesungguhnya, doktrin ini telah membingungkan para teolog besar.

Pada awal abad keempat, seorang imam di Alexandria, Mesir – Arius – menyebut
dirinya Kristen. Namun Arius menerima juga teologi Yunani yang mengajarkan bahwa
Allah itu unik adanya dan tidak dapat dikenal. Menurut pemikiran itu, Allah begitu
beda, yaitu bahwa Dia tidak dapat membagi hakikat-Nya dengan apa pun. Hanya Allah
yang bisa menjadi Allah. Dalam bukunya yang berjudul Thalia, Arius menyatakan
bahwa Yesus memiliki sifat keilahian, Namun bukan Allah. Hanya Allah Bapa, kata
Arius, abadi adanya. Jadi, Putra-Nya itu merupakan manusia yang diciptakan. Ia seperti
Bapa, tetapi bukan Allah.

Banyak dari antara bekas kafir menyenangi pandangan Arius. Karena dengan
pandangan itu, mereka mendapat peluang mempertahankan ide yang telah mendarah
daging, yaitu Allah yang tidak dapat dikenal, dan memandang Yesus sebagai pahlawan
super yang bersifat ilahi, tidak berbeda dengan pahlawan-pahlawan yang ada dalam
mitologi Yunani.

Sebagai seorang pengajar yang pandai berbicara, Arius tahu cara membuat sebagian
besar pendapatnya menarik, bahkan menyusunnya menjadi lagu, yang dinyanyikan oleh
kaum jelata.

Banyak yang bertanya: mengapa orang-orang menghebohhan ide Arius? Namun


Alexander, uskup atasan Arius memandang bahwa, agar dapat menyelamatkan dosa
manusiawi, Yesus haruslah sungguh-sungguh Allah. Alexander memutuskan agar Arius
dihukum oleh sinode, namun imam yang populer itu mempunyai banyak pendukung.
Maka timbullah kerusuhan di Alexandria karena persaingan teologis yang sangat mudah
menyinggung perasaan ini, dan para rohaniwan lain pun mulai berpihak pada masing-
masing kubu.

Begitu kerusuhan timbul, Kaisar Konstantinus tidak dapat lagi memandang perdebatan
itu sebagai "persoalan agama belaka". "Persoalan agama" ini mengancam keamanan
negara. Untuk menangani masalah ini, Konstantinus mengadakan konsili di seluruh
kekaisaran di kota Nicea, Asia Kecil.

27
Dengan memakai jubah aneka warna yang dihiasi permata, Konstantinus membuka
konsili tersebut. la berseru kepada lebih dari tiga ratus uskup yang hadir agar mereka
menyelesaikan masalah ini. Perpecahan dalam Gereja, katanya, lebih buruk daripada
peperangan, karena melibatkan jiwa-jiwa abadi.

Penguasa itu membiarkan para uskup itu berdebat. Ketika Arius berhadapan dengan
mereka, ia dengan jelas menyatakan bahwa Anak Allah itu adalah manusia yang
diciptakan dan tidak seperti Bapa, la dapat berubah.

Pertemuan itu menolak dan mengutuk pandangan Arius tersebut. Namun mereka perlu
bertindak lebih jauh. Untuk menjelaskan pandangan mereka sendiri dibutuhkan suatu
pengakuan iman.

Maka mereka merumuskan beberapa pernyataan tentang Allah Bapa dan Allah Anak.
Mereka menjelaskan bahwa Anak adalah "Allah sejati dari Allah sejati, diperanakkan
bukan dijadikan dan sehakikat dengan Bapa".

Istilah "satu hakikat", menjadi sasaran kritik. Kata Yunani yang mereka pakai ialah
homoousios. Homo artinya "sama" ousios artinya "hakikat". Kubu Arius menambahkan
satu huruf dalam kata itu: Homoiousios yang artinya ialah "keserupaan hakikat".

Semua uskup, kecuali dua orang, menandatangani pernyataan iman. Mereka berdua dan
Arius diasingkan. Konstantinus agaknya puas akan hasil prakarsanya itu. Namun itu
tidak bertahan lama.

Meskipun Arius menghilang untuk sementara, teologinya bertahan beberapa dekade


lamanya. Seorang diaken dari Alexandria, Athanasius, menjadi salah seorang lawan
yang tangguh bagi Arianisme. Pada tahun 328, Athanasius menjadi uskup di Alexandria
dan melanjutkan "peperangan" dalam jemaatnya.

Akan tetapi "pertempuran" itu meluas ke seluruh Gereja wilayah Timur, sampai pada
Konsili lain yang diselenggarakan pada tahun 381, di Konstantinopel. Konsili tersebut
mensahkan ulang Konsili Nicea. Namun demikian, jejak-jejak pemikiran Arius tidak
hilang dari Gereja.

Konsili Nicea bukan saja mulai menyelesaikan masalah teologi, tetapi juga menjadi
teladan bagi Gereja dan negara. Pada tahun-tahun berikutnya, ketika masalah rumit
muncul di Gereja, maka hal itu diselesaikan melalui kebijaksanaan kolektif para uskup.
Konstantinus mulai dengan praktik menyatukan negara dan Gereja dalam hal
mengambil keputusan. Namun, hal ini menimbulkan masalah pada abad-abad
berikutnya.

28
12) Tahun 367 Surat Athanasius Mengakui Kanon Perjanjian Baru

St. Athanasius. He was born around AD 298, and lived in Alexandria, Egypt, the chief
center of learning of the Roman Empire.

Bagaimana seorang Kristen dapat memastikan buku apa saja yang harus ada dalam
Perjanjian Baru?

Ketika Paulus mengutarakan tentang Kitab Suci kepada Timotius ("Segala tulisan yang
diilhamkan ..." [2 Tim. 3:16]), ia menunjuk pada Perjanjian Lama. Namun pada
halaman Perjanjian Baru pun sudah terdapat petunjuk bahwa orang-orang Kristen sudah
mulai menganggap Injil dan surat-surat Paulus sebagai sesuatu yang khusus. Petrus
pernah menulis bahwa surat-surat Paulus terkadang agak "sukar dipahami". Namun,
kebijakan Paulus adalah pemberian Allah, dan Petrus marah kepada "orang-orang yang
tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya" yang memutarbalikkan kata-kata
Paulus seperti mereka memutarbalikkan tulisan-tulisan lainnya (2 Ptr. 3:16). Jelaslah
bahwa Petrus mulai sadar bahwa orang-orang Kristen memiliki tulisan-tulisan yang
berisikan moral di samping tulisan-tulisan Perjanjian Lama.

Orang-orang Yahudi telah membakukan bahwa beberapa buku yang kita sebut
Perjanjian Lama diilhami Allah, sedangkan yang lain tidak. Ketika orang-orang Kristen
berhadapan dengan berbagai ajaran sesat, mereka mulai merasakan pentingnya
membedakan tulisan-tulisan yang sesungguhnya diilhami Allah dan yang meragukan.

Dua kriteria penting yang dipakai Gereja untuk mengenal kanon (canon adalah istilah
Yunani yang artinya "standar") adalah yang berasal dari para rasul dan tulisan-tulisan
yang dipakai di Gereja-gereja.

Dalam mempertimbangkan tulisan rasuli, Gereja menganggap Paulus sebagai salah


seorang rasul. Meskipun Paulus tidak berjalan bersama-sama dengan Kristus, Paulus
bertemu dengan Kristus dalam perjalanannya ke Damaskus. Aktivitas penginjilannya
yang tersebar luas – yang dibenarkan dalam Kisah Para Rasul – menjadikannya model
seorang rasul.

Setiap Injil harus dihubungkan dengan seorang rasul. Dengan demikian, Injil Markus
yang dihubungkan dengan Petrus dan Injil Lukas yang dihubungkan dengan Paulus,
mendapat tempat dalam kanon. Setelah para rasul wafat, orang-orang Kristen sangat
menghargai kesaksian yang ada dalam Injil tersebut, meskipun Injil tersebut tidak
mengungkapkan nama rasul yang terkait.

29
Tentang penggunaan tulisan di Gereja, petunjuknya ialah, "Jika banyak Gereja memakai
tulisan tersebut dan jika tulisan tersebut dapat terus-menerus meningkatkan moral
mereka, maka tulisan tersebut diilhami". Meskipun standar ini menunjukkan pendekatan
yang agak pragmatis, namun ada juga logikanya di balik itu. Sesuatu yang diilhami
Allah akan mengilhami juga para penyembah-Nya: Tulisan yang tidak diilhami pada
akhirnya akan lenyap juga.

Malangnya, standar-standar tersebut saja tidak cukup untuk menentukan sebuah kitab
sebagai kanon. Banyak tulisan ajaran sesat membawa-bawa nama rasul. Di samping itu,
ada Gereja-gereja yang memakai tulisan tersebut sedangkan yang lainnya tidak.
Menjelang akhir abad kedua, keempat Injil, Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus
sangat dihargai hampir di semua pelosok. Meskipun tidak pernah ada daftar "resmi",
Gereja-gereja cenderung berpaling pada tulisan-tulisan ini karena dianggap memiliki
otoritas spiritual. Para uskup yang berpengaruh seperti Ignasius, Clemens dari Roma
dan Polikarpus telah menjadikan tulisan-tulisan ini mendapat pengakuan yang luas.
Namun perdebatan masih berlangsung terhadap Kitab Ibrani, Yakobus, 2 Petrus, 2 dan 3
Yohanes, Yudas serta Wahyu.

Ajaran sesat mempunyai cara tersendiri untuk membuat orang-orang Kristen ortodoks
menjernihkan posisi mereka. Sejauh pengetahuan kita, upaya pertama membuat kanon
ini dilakukan Marcion (penganut ajaran sesat), yang mengikutsertakan hanya sepuluh
dari tiga belas surat-surat Paulus dan Injil Lukas yang telah diubah secara besar-besaran.
Di kemudian hari, kelompok ajaran sesat ini menghargai buku "rahasia" mereka sendiri
yang biasanya mencantumkan nama-nama para rasul.

Daftar ortodoks mula-mula, yang disusun sekitar tahun 200, adalah Kanon Muratori
Gereja Roma. Daftar ini meliputi sebagian besar Perjanjian Baru seperti pada masa kini,
dan menambahkan Wahyu Petrus dan Kebijaksanaan Salomo. Kumpulan yang muncul
di kemudian hari telah menghapuskan satu buku dan membiarkan yang lain, namun
semuanya itu tetap mirip. Karya-karya seperti Gembala Hermas, Didache dan Surat
Barnabas sangat disanjung, meskipun banyak orang enggan mengakui buku itu sebagai
tulisan yang diiihami.

Pada tahun 367, Athanasius, uskup Alexandria yang ortodoks dan berpengaruh itu,
menulis Surat Paskah (Easter Letter) yang beredar cukup luas. Di dalarnnya ia
menyebut kedua puluh tujuh buku yang ada dalam Perjanjian Baru. Dengan harapan
mencegah jemaatnya dari kesalahan, Athanasius menyatakan bahwa tiada buku lain
dapat dianggap sebagai Injil Kristen, meskipun ia longgarkan beberapa, seperti Didache,
yang menurutnya, akan berguna bagi ibadah pribadi.

Kanon yang dibuat Athanasius tidak menyelesaikan masalah. Pada tahun 397, Konsili
Kartago mensahkan daftar kanon tersebut, tetapi Gereja-gereja wilayah Barat agak
lamban menyelesaikan kanon. Pergumulan berlanjut atas kitab-kitab yang
dipertanyakan, meskipun pada akhirnya semua pihak menerima Kitab Wahyu.

Pada akhirnya, daftar kanon yang dibuat Athanasius mendapat pengakuan umum, dan
sejak itu Gereja-gereja di seluruh dunia tidak pernah menyimpang dari kebijakannya.

30
13) Tahun 385 Uskup Ambrosius Menentang Ratu

Ambrosius, uskup Milan, tidak mengizinkan Kaisar Theodosius masuk gereja karena
pelanggarannya memuja dewa-dewa di Konstantinopel.

Di Milan, prajurit-prajurit mengepung katedral. Uskup Ambrosius diperintahkan Ratu


Justina untuk melepaskan kendali atas gedung tersebut, namun ia menolak. Para
pengawal kaisar, orang Jerman, melaksanakan perintah itu dengan paksa. Orang-orang
Jerman tersebut bukan saja menunjukkan kesetiaannya yang lain, tetapi mereka juga
adalah pengikut Arius, sedangkan sang uskup berpegang teguh pada ajaran Ortodoks
dari Konsili Nicea.

Banyak orang mengira bahwa akan ada suatu pembantaian umat yang berada di gedung
katedral itu, namun orang-orang yang menonton di luar gereja mendengar mazmur yang
berkumandang lewat udara. Kekuatan kekaisaran disambut dengan iman yang tenang.

Orang yang menjadi pusat pertikaian ini adalah Uskup Ambrosius, salah satu pemimpin
Gereja yang tangguh, yang pernah dimiliki oleh Gereja, anak seorang pejabat tinggi
dalam pemerintahan Konstantinus. Pemuda Ambrosius sebenarnya dipersiapkan untuk
mengikuti jejak ayahnya. Setelah ia menyelesaikan studinya di bidang hukum, ia
ditunjuk sebagai Gubernur Milan dan daerah sekitarnya. Banyak orang menganggapnya
sebagai orang yang adil dan mampu menjadi pemimpin yang hebat.

Ketika Ambrosius memangku jabatan gubernur, orang yang menjadi uskup Milan
adalah Auxentius, seorang pengikut Arius. Ia meninggal tahun 374, dan meledaklah
kerusuhan ketika Gereja ingin memilih penggantinya. Sebagai seorang pejabat
pemerintah, Ambrosius pergi untuk melerai pertikaian tersebut.

Dari kerumunan massa, seseorang berteriak "Ambrosius saja uskupnya!" Yang lain
mendukung suara tersebut dengan gemuruh.

Masalahnya ialah, Ambrosius belum dibaptis. Meskipun ia telah lama percaya kepada
Kristus, ia masih seorang katekumen. Tidak masalah. Kehendak massa menyeretnya
untuk dibaptis dan melewati beberapa jenjang perantara. Delapan hari kemudian ia
diangkat sebagai uskup Milan.

Arianisme kehilangan kekuasaan. Kaisar Timur terakhir, Valens, yang menjagoi aliran
itu, wafat pada tahun 378. Gratianus, Kaisar wilayah Barat, menunjuk Jenderal
Theodosius untuk memerintah belahan Timur kekaisaran tersebut dari Konstantinopel.
Pada tahun 380, kedua kaisar itu mengeluarkan perintah yang menyatakan kekristenan
Nicean sebagai agama resmi kekaisaran. Hal ini menjatuhkan sekte Aria secara efektif,
kecuali di daerah pesisir, di antara orang-orang Goth dan di antara anggota keluarga
kekaisaran. Ambrosius memangku jabatan barunya sebagai uskup dengan serius. Ia
mempelajari Kitab Suci dan para Bapa gereja dengan tidak henti-hentinya, dan ia pun
mulai berkhotbah setiap hari Minggu. Sesungguhnya ia seorang orator yang baik, dan
sekarang kata-katanya menyentuh lebih dalam lagi. Seseorang yang hidup pada
zamannya, Basilius dari Kaesarea, menggambarkan Ambrosius sebagai "seorang
terpelajar yang istimewa, keturunan tersohor, mulia dalam hidupnya dan mempunyai
kemampuan berpidato yang cukup mengagumkan semua orang di dunia ini".

31
Salah seorang pengagumnya adalah Augustinus, seorang penulis pidato. Orang muda
Kartago ini pernah mencoba-coba ajaran Manichaeisme dan dimanja oleh kaum kafir
Roma. la dikirim ke Milan sebagai seorang guru dan ahli pidato bagi kaisar remaja
Valentinianus II. Pada zaman dulu, kekuasaan kaisar berpusat di Milan, sementara senat
memegang tampuk pemerintahan di Roma. Para senator umumnya masih berpegang
pada cara-cara kafir Romawi, sedangkan para kaisar adalah Kristen. Besar kemungkinan
Augustinus telah dikirim oleh para senator kafir untuk mempengaruhi kaisar muda itu.

Untuk kepentingan politik, Augustinus menjadi katekumen di Gereja Kristen. Dalam


proses itu ia berkenalan dengan Ambrosius dan terkesan akan kesederhanaan serta
wibawa uskup tersebut. Di kemudian hari, dengan disaksikan seorang pembantu
Ambrosius, Augustinus dibaptis (bab selanjutnya menceritakan lebih banyak tentang
Augustinus).

Ambrosius juga dikenal sebagai seorang penulis lagu. Bahkan pada abad keempat,
musik dalam kebaktian menimbulkan kontroversi. Para kritikus khawatir eksperimen
musik Ambrosius akan membuat orang tergila-gila menyanyikan pujian saja.
Karenanya, tidaklah mengherankan bahwa saat Katedral Milan dikepung pada tahun
385, yang terdengar ialah puji-pujian. Besar kemungkinan salah seorang penyanyinya
adalah Monica, ibunda Augustinus yang saleh.

Namun, ada wanita lain yang memicu konflik pada hari itu. Justina adalah ibunda
Kaisar Valentinianus, yang juga merupakan penerus Gratianus sebagai penguasa
kekaisaran Romawi bagian Barat. Ia merupakan kekuasaan di belakang takhta
Valentinianus. la, sebagai seorang penganut ajaran Arius, ingin menuntut Katedral
Ambrosius dan gedung gereja lainnya di Milan untuk digunakan oleh jemaat Arian.
Ambrosius menolak. Kemudian kaisar mengirim pasukan. Maka banjir darah pun
hampir terjadi.

Namun kemudian pasukan pun bubar. Tak seorang pun tahu sebabnya. Ada yang
berspekulasi bahwa mungkin Ambrosius berhasil mengirim berita itu kepada
Theodosius, seorang non-Arian yang gigih, yang memerintah bagian Timur. Mungkin,
pesan yang mengancam Valentinianus, tentang murka Theodosius, membuat bocah itu
menekan rencana ibunya, atau Justina mungkin hanya menggertak saja. Walau
bagaimanapun, Ambrosius berani menghadapi sidang kerajaan itu dan menang.

Di kemudian hari, Ambrosius berani menghadapi seorang kaisar — kali ini Theodosius
sendiri. Kaisar tersebut telah bertindak berlebihan pada kerusuhan di Tesalonika,
dengan mengirim pasukan untuk membantai warganya. Ambrosius menganggap hal itu
adalah perbuatan yang mengerikan. Ia mengucilkan Theodosius sampai ia menyesali
perbuatannya. Ini adalah kesaksian akan keberanian Ambrosius dan kerendahan hati
Theodosius, bahwa ia kembali ke katedral dengan berpakaian goni dan berlutut di
hadapan sang uskup untuk minta pengampunan.

Pada suatu masa, Gereja berhadapan dengan penyiksaan para kaisar. Dengan
Ambrosius, pola yang berbeda antara gereja dan negara mulai berkembang.

32
14) Tahun 387 Pertobatan Agustinus

Aurelius Augustinus, Augustine of Hippo,


atau Saint Augustine (November 13, 354 – August 28, 430)
bersama ibunya Monica

"Tuhan, jadikan aku kudus, tapi jangan sekarang", doa seorang cendekia yang sedang
menjajaki agama Kristen dan juga banyak hal lain. Setelah menyerahkan dirinya kepada
Allah, ia tidak menghadapi masalah untuk hidup kudus dan menjadi salah seorang
penulis paling berpengaruh yang pernah dimiliki Gereja.

Orang yang rumit ini adalah Aurelius Augustinus, yang lebih dikenal sebagai
Augustinus. Lahir pada tahun 354, di Tagaste, ibunya bernama Monica adalah seorang
Kristen yang saleh. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir, pejabat Romawi.

Mengamati kecerdasan anak mereka, Monica dan Patricius menyekolahkan Augustinus


ke sekolah terbaik. Dia belajar ilmu retorika di Kartago dan diimbangi dengan membaca
karya para penulis Latin seperti Cicero. Berpegang pada keyakinan atas apa yang
dipelajarinya, bahwa kebenaran adalah tujuan kehidupan, mulanya ia menolak
kekristenan karena menurutnya itu adalah agama bagi orang-orang bodoh.

Selama masa remajanya, Augustinus memiliki kekasih, seorang wanita yang kemudian
memberinya seorang anak. Augustinus tidak suka mengenang masa-masa ia di Kartago.
Ia mengomentari hal itu dalam bukunya Confessions (Pengakuan), sebagai berikut,
"Aku datang ke Kartago, tempat aku tercebur ke dalam kancah nafsu yang membara."
Pemuda yang bergejolak ini pernah mencoba Manichaeisme, yang mengajarkan bahwa
dunia ini merupakan ajang pertempuran antara terang dan gelap, daging dan roh. Tapi
Manicheisme gagal memuaskan hasratnya akan kebenaran sejati. Begitu pula halnya
dengan Neoplatonisme.

Diburu oleh ketidakpuasan jiwanya sendiri, Augustinus berpindah-pindah dari Kartago


ke Roma lalu ke Milan untuk mengajar ilmu retorika. Perkenalannya dengan Uskup

33
Ambrosius di Milan menyadarkannya bahwa tidak semua orang Kristen berpikiran
bodoh; orang ini cerdas.

Ketika sedang duduk-duduk di sebuah taman di Milan pada tahun 387, ia mendengar
nyanyian anak kecil berkata, "Ambil dan bacalah; ambil dan bacalah." Augustinus
membaca yang ada di dekatnya: Surat Paulus kepada Jemaat Roma. Saat ia membaca
Roma 13:13-14, perkataan Paulus tentang mengenakan Tuhan Yesus sebagai
perlengkapan senjata terang dan tidak merawat tubuh untuk memuaskan nafsu, ia
percaya. Ia kemudian menuliskan, "Seakan cahaya iman mnemenuhi hatiku dan segala
kabut keragu-raguan dilenyapkan."

Walau Augustinus merasa cukup dalam menjalani hidupnya sebagai biarawan, namun,
reputasinya sebagai seorang Kristen yang cerdas menyebar. Pada tahun 391 ia didesak
untuk ditahbiskan menjadi imam. Ia menjadi uskup di sebuah kota bernama Hippo di
Afrika Utara pada tahun 395.

Setiap kontroversi pada masa itu melibatkan Uskup Augustinus. Sekelompok orang
yang dikenal sebagai kaum Donatis merasa sangat prihatin dengan para rohaniwan yang
tak bermoral. Di bawah tekanan Kaisar Diocletianus, beberapa rohaniwan menyerahkan
kitab-kitab kepada pemerintah untuk dibakar. Beberapa dari para "penyerah" —
begitulah sebutan untuk mereka — ini diteguhkan kembali sebagai rohaniwan. Kaum
Donatis menolak para "pengkhianat" ini dan membuat Gereja tandingan. Ribuan orang
Donatis hidup di daerah kekuasaan Augustinus.

Augustinus menolak adanya Gereja tandingan. Meski hanya ada sedikit orang kudus
dalam gereja, katanya, Gereja adalah satu. Sakramen, yang oleh Augustinus dikatakan
sebagai tanda kelihatan dari rahmat yang tak kelihatan, tidaklah efektif karena kebajikan
sang imam, tapi karena anugerah Allah bekerja melalui sakramen-sakramen. Pandangan
Augustinus unggul, dan Donatisme punah.

Adalah Pelagius, seorang guru kebangsaan Inggris, yang menyebarkan ajaran sesat
bahwa karya pencarian manusia dalam memilih dan mencari Allah sangat penting.
Meski rahmat Allah memegang peranan, tapi itu hukanlah semuanya. Pelagius tidak
mengatakan bahwa manusia dapat menyelamatkan dirinya sendiri, tapi dia menyangkal
bahwa dosa diturunkan dari Adam.

Augustinus membantah bahwa tidak ada yang dapat memilih kebaikan kecuali Allah
yang menuntunnya. Bahkan, Allah telah menetapkan pemilihan itu, orang tebusan-Nya,
dan tidak ada yang dapat dilakukan manusia untuk mengubah keputusan kekal tersebut.
Pada tahun 431, setahun setelah kematian Augustinus, Konsili Efesus secara resmi
mengutuk Pelagianisme.

Augustinus tidak hanya menentang ajaran sesat, ia juga menulis perjalanan rohaninya
sendiri dalam bukunya Confessions, yang boleh jadi merupakan autobiografi rohani
pertama. Kalimat terkenal "Hati kami gelisah sampai beristirahat di dalam-Mu" berasal
dari paragraf pembukaannya.

Karena ajaran Augustinus sudah sebegitu mendasar bagi kekristenan, kita tidak
menyadari betapa orisinilnya ia pada masanya. Pemikirannya telah meresap sampai
pada para teolog Katolik dan Protestan. Luther dan Calvin acapkali menyitirnya; mereka

34
menyukai tekanannya pada rahmat Allah dan ketidakmampuan manusia untuk
menyelamatkan dirinya sendiri.

Augustinus telah menulis ratusan risalah, surat dan ulasan. Karya klasiknya On the
Trinity (Tentang Trinitas) mungkin merupakan karya terbaik berkenaan dengan hal itu.
Namun, karya terpentingnya ialah City of God (Kota Allah), sebuah karya monumental
berkenaan dengan jatuhnya Roma ke tangan orang-orang Visigoth. Banyak orang
menyalahkan orang-orang Kristen dengan mengatakan bahwa Roma jatuh karena
rakyatnya telah mengabaikan para dewa asli mereka. Lalu Augustinus menjawab
dengan mempertahankan dan menjelaskan rencana serta karya Allah dalam sejarah.
Sejak Kain dan Habel, katanya, telah ada dua kota di dunia: Kota Allah (kaum beriman)
dan Kota Manusia (kaum kafir). Meski mereka saling berimpitan, Allah akan
memastikan bahwa Kota Allah, Gereja, akan bertahan selamanya.

Meski Augustinus menulis pada akhir zaman kuno, buah pikirannya mendominasi para
sarjana pada Abad Pertengahan sampai masa Reformasi.

35
15) Tahun 398 Yohanes Chrysostomus Menjadi Uskup Konstantinopel
Sebuah pergolakan tentang pajak membuat Yohanes Chrysostomus pertama kali
menjadi perhatian khalayak. Ia adalah seorang imam di Antiokhia, ketika Kaisar
Theodosius mengeluarkan peraturan pajak baru, tahun 387. Rakyat Antiokhia marah.
Mereka membuat kerusuhan, menyerang para pegawai kekaisaran dan merusak patung
Theodosius serta keluarganya, sebagai protes. Namun ketertiban dapat segera
dipulihkan, dan rakyat menunggu hukuman.

Flavianus, uskup di Antiokhia, bergegas menuju ibu kota, Konstantinopel, untuk


memohon belas kasihan kepada kaisar. Terdengar kabar bahwa Theodosius telah
mengirim tentara untuk membantai warga yang telah menyusahkannya. Sementara
uskup dan sekelompok biarawan memohon kepada kaisar, Yohanes mencoba
menenangkan massa. Dalam rangkaian dua puluh khotbah Homilies on the Statues
(Khotbah di Depan Patung), ia mengilhami, berkhotbah dan mengendalikan massa. Itu
adalah khotbah profetik terbaik. Uskup kembali dengan berita pengampunan, dan
Yohanes mendesak rakyat mengubah hidup mereka agar menjadi lebih baik.

Ini bukanlah situasi politik panas terakhir yang dihadapi Yohanes. Dia menghadapinya
dengan keberanian, kesetiaan dan mungkin dengan sedikit kesombongan.

Mungkin ia mempelajari hal itu dari ibunya. Ayahnya adalah seorang perwira militer
yang tewas tak lama setelah Yohanes lahir. Anthusa baru dua puluh tahun dan cantik,
tapi ia menolak semua lamaran yang ditujukan kepadanya agar ia dapat membesarkan
Yohanes dan kakak perempuannya sebaik mungkin. Dia berasal dari keluarga berada
dan mampu memberikan pendidikan yang sangat bagus bagi Yohanes, termasuk belajar
ilmu retorika pada seorang guru kafir terkenal, Libanius. Yohanes juga mempelajari
hukum, tapi lebih tertarik menjalani kehidupan sederhana. Ia masuk biara tak lama
setelah kematian ibunya.

Yohanes kembali ke kota kelahirannya, Antiokhia, tahun 381 dan ditahbiskan menjadi
diaken. Uskup waktu itu rnenyadari kemampuan komunikasinya dan menjadikannya
imam serta pengkhotbah utama pada salah satu jemaat Antiokhia. Dalam kedudukannya
inilah ia menghadapi pergolakan mengenai pajak. Pada tahun-tahun berikutnya ia
semakin dikenali karena kemampuannya berkhotbah. Begitulah ia mendapatkan julukan
Chrysostomus, dari Bahasa Yunani yang berarti "mulut emas".

Setelah mengikuti sekolah teologi Antiokhia, Yohanes melakukan pendekatan harfiah


terhadap Alkitab (bertentangan dengan interpretasi secara alegoris yang dilakukan
sekolah Alexandria). Dia juga menekankan sisi kemanusiaan Yesus pada saat orang lain
mengacuhkan hal itu. Chrysostomus mengkhotbahkan rangkaian panjang tentang pesan-
pesan Kitab Kejadian, Injil Matius, Yohanes dan Surat Roma, yang kebanyakan masih
kita miliki. la juga menulis tafsiran-tafsiran.

Tahun 397, keuskupan Konstantinopel kosong. Itu merupakan kedudukan terhormat di


ibu kota. Kaisar Arcadius memilih Yohanes si Mulut Emas itu, keputusan yang
kemudian disesalinya.

Begitu populernya Yohanes di Antiokhia sehingga ia harus diculik untuk bisa sampai di
Konstantinopel. Namun ia baru dikukuhkan menjadi uskup di ibu kota tahun 398.

36
Pengukuhan dilakukan Uskup Theophilus dari Alexandria. Demi alasan politik,
Theophilus menyebabkan masalah besar bagi Yohanes. Ia ingin Yohanes tunduk
kepadanya dan ia merasa iri karena memperoleh kedudukan uskup hanya karena
keahliannya berkhotbah. Theophilus juga menentang ajaran teologi Origenes yang
dianut Yohanes. Yohanes tidak melakukan apa-apa untuk menenangkan Theophilus.

Yohanes mencoba melayani lingkungan kaum Gothic di kota, menerima mereka tetapi
tetap menolak aliran sesat Arius yang mereka anut. Ia juga berkhotbah menentang keras
segala perbuatan dosa yang dilihatnya – dan ia melihatnya terjadi di antara para
rohaniwan. Imam-imam terlibat dalam hal-hal amoral, dan dia berniat
menghentikannya. Melalui khotbahnya, dia juga menentang cara berpakaian para wanita
di Konstantinopel yang tidak senonoh. Entah sengaja atau tidak, Ratu Eudoxia merasa
tersinggung mendengar kata-katanya.

Theophilus mendapat kesempatan ketika Yohanes menerima empat biarawan yang


belajar di Alexandria (mereka adalah penganut teologi Origenes). Uskup dari
Alexandria berkunjung ke Konstantinopel dan mengumpulkan musuh-musuh Yohanes.
Mereka mengadakan pertemuan pada tahun 403 di sebuah tempat bernama Oak, serta
mengutuk ajaran-ajaran Yohanes dan mengusirnya dari gereja.

Akan tetapi Eudoxia yang percaya takhayul, ketakutan setelah terjadi beberapa bencana,
seperti gempa yang melanda istana selang beberapa waktu setelah pertemuan itu.
Dengan segera dia meminta kaisar membatalkan keputusan pertemuan tersebut. Setahun
kemudian Yohanes dibawa kembali. Tanpa takut, ia terus mengemukakan pendapatnya
– terutama ketika patung Eudoxia didirikan di sebelah katedral.

Ratu marah. Bala tentara kekaisaran menghentikan sebuah ibadah Paskah, dan beberapa
pengikut Yohanes dibunuh. Yohanes diusir dalam pengasingan, di suatu tempat yang
suram dekat Armenia, yang disebut Cucusus. Paus Innocentius I memprotes perlakuan
ini tetapi sia-sia. Kaisar bagian Timur memperoleh kemauannya sendiri. Dalam
pengasingannya pun Yohanes terus mengadakan hubungan dengan para pengikutnya,
memberi petunjuk tentang hal-hal gerejawi. Maka sang kaisar memutuskan untuk
membuangnya lebih jauh lagi.

Begitulah cara Yohanes menemui ajalnya pada tahun 407, yaitu ketika mengadakan
perjalanan ke pengasingan yang lebih jauh. Beberapa dekade berikutnya, Paus
Innocentius berupaya menjernihkan nama Yohanes dengan mendesak Uskup
Theophilus dan yang lainnya untuk menyertakan Yohanes dalam daftar orang-orang
yang didoakan Gereja.

Warisan yang ditinggalkan Yohanes ialah khotbahnya yang baik. Ia memajukan


eksposisi harfiah Alkitab gaya Antiokhia, dan ia merupakan salah satu pemimpin Gereja
(bersama dengan Ambrosius) yang dengan berani menghadap para penguasa dan
menyerukan, "Demikianlah firman Tuhan ..." Pada masa-masa kritis dalam sejarah
Gereja, orang lain pun akan menyerukan hal yang sama.

37
16) Tahun 405 Hieronimus Menyelesaikan Vulgata

'St. Hieronymus' dalam lukisan Caravaggio, circa 1601

St. Jerome (Eusebius Hieronymus), c.347-420 adalah seorang penerjemah Alkitab ke


dalam bahasa Latin yang dikenal dengan VULGATA. Sejak awal, Gereja telah
menyetujui pentingnya penerjemahan Alkitab. Meskipun Perjanjian Baru dalam bahasa
Yunani yang umum telah dimengerti secara luas di Kekaisaran Roma, tidak setiap orang
mengetahui bahasa tersebut. Gereja juga mempunyai tujuan agar setiap insan dapat
dijangkau Injil.

Penerjemahan awal telah muncul dalam berbagai bahasa, terutama bahasa Latin (yang
lambat-laun menjadi bahasa kekaisaran), Siria dan Koptik. Kita dapat mengagumi
semangat para penerjemah terdahulu, meskipun sayang, mereka tidak selalu fasih dalam
bahasa Yunani.

Dari tahun 366 sampai dengan 385, Damasus menjadi uskup Roma. Meskipun
keuskupan Roma sangat dihormati, keuskupan itu tidak pernah meraih kekuasaan
melampaui keuskupan-keuskupan lain, dan Damasus senang kekuasaan. Ia ingin
membebaskan kekristenan Barat dari dominasi Timur. Sejak lama bahasa Yunani telah
menjadi bahasa yang telah diterima di gereja, tetapi Damasus ingin bahasa Latin yang
menjadi bahasa gereja Barat. Satu-satunya jalan untuk mencapai hal ini ialah
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Latin.

Nama sekretaris Damasus ialah Eusebius Hieronimus Sophronius (di gereja yang
berbahasa Inggris ia lebih dikenal dengan nama Jerome). Ia terdidik dalam kesusastraan
Latin dan Yunani klasik, dan Hieronimus marah pada dirinya sendiri karena
kegemarannya terhadap penulis-penulis sekular. Untuk menghukum dirinya ia
menjalani kehidupan yang menolak hal-hal duniawi dan menyendiri ke Siria untuk
mempelajari bahasa Ibrani. Ketika ia menjadi sekretaris Damasus. Hieronimus telah
menjadi salah seorang terpelajar yang terhebat.

Maka Damasus pun menyarankan agar sekretarisnya mempersiapkan terjemahan


Alkitab dalam bahasa Latin untuk menggantikan ketidaktepatan terjemahan-terjemahan
lama. Damasus menginginkan keseragaman. Sama seperti kebaktian di gereja-gereja
yang dibakukan di bawah kekuasaannya, ia menginginkan kumpulan baku Kitab Suci.
Hieronimus mengawali karyanya pada tahun 382. Ketika Damasus meninggal pada
tahun 384, Hieronimus agaknya memupuk keinginan untuk menjadi uskup di Roma.

38
Karena ia kecewa tidak dipilih menjadi uskup Roma, dan karena ia sendiri ingin
menjauhkan diri dari gangguan masalah ini, maka ia pindah dari Roma ke Tanah Suci,
dan berdiam di Bethlehem. Pada tahun 405 ia menyelesaikan terjemahan ini. Namun,
bukan itu raja tugasnya. Selama dua puluh tiga tahun itu, ia juga membuat berbagai
ulasan dan tulisan lainnya serta bertindak sebagai penasihat spiritual bagi para janda
kaya dan sangat saleh. Ia terlibat dalam setiap pertikaian teologi pada zamannya,
menulis surat-surat dengan bahasa indah – dan acap kali pedas – yang hingga saat ini
merupakan bacaan yang mengesankan.

Hieronimus memulai penerjemahannya dari Septuaginta, versi Perjanjian Lama Yunani.


Namun, ia segera menjadi teladan bagi semua para penerjemah Perjanjian Lana yang
baik: menerjemahkannya dari bahasa lbrani asli. Untuk ketepatan terjemahan, ia
berkonsultasi dengan banyak rabi Yahudi.

Hieronimus sungguh terperanjat dengan fakta bahwa Kitab Suci bahasa Ibrani tidak
mencakup kitab-kitab apa yang kita sebut Apokrif. Karena kitab-kitab tersebut telah
disertakan dalam Septuaginta, Hieronimus terpaksa menyertakannya dalam
terjemahannya. Namun, ia memperjelas maksudnya: Ini adalah liber ecclesiastici
('kitab-kitab Gereja"), bukan liber Canonici ("kitab-kitab kanon"); meskipun kitab-kitab
Apokrif dapat dipakai untuk pembinaan, namun tidak dapat mengukuhkan doktrin.
Ratusan tahun kemudian, para pemimpin reformasi bertindak selangkah lebih maju
dengan tidak menyertakannya sama sekali dalam Alkitab Protestan.

Perpustakaan ilahi, begitulah Hieronimus menjuluki Alkitab, akhirnya tampil dengan


penulisan yang baik, versi yang akurat dan dalam bahasa yang umumnya dipakai di
gereja-gereja Barat. Kitab tersebut dikenal dengan narna Vulgata (dari istilah Latin
vulgus, "umum"). Pengaruh Hieronimus yang sangat besar itu membuat para ahli Abad
Pertengahan menyanjung tinggi terjemahannya. Martin Luther, yang tahu bahasa Ibrani
dan Yunani, mengutip dari Vulgata sepanjang hidupnya.

Karena karya Hieronimus mempunyai meterai tanda sah dari Gereja, para penerjemah
lainnya tidak berpeluang mengikuti jejaknya. Sampai pada Reformasi, hanya beberapa
terjemahan saja yang terdapat dalam bahasa-bahasa Eropa pada umumnya. Bahkan
kemudian, para penerjemah berpaling pada Vulgata daripada menggunakan Perjanjian
Baru yang ada dalam bahasa Yunani.

Ironisnya, terjemahan Alkitab dalam bahasa yang dapat digunakan di setiap gereja Barat
inilah yang mungkin menyebabkan baik kebaktian maupun Alkitab itu sendiri tidak
dapat dimengerti orang awam. Terjemahan Hieronimus telah rnernberi bahasa Latin
dorongan yang diinginkan Damasus, tetapi Vulgata dikeramatkan sedemikian rupa
sehingga penerjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa umum dilarang.

39
17) Tahun 432 Patrick Berangkat sebagai Misionaris ke Irlandia

Pendaratan Patrick dalam kunjungan misionernya yang pertama di Irlandia pada tahun
432

Seorang bekas budak yang bahkan tidak lahir di Irlandia bisa menjadi saksi Kristen
yang sangat berhasil di negeri itu.

Sekitar tahun 390, Patrick lahir di Britania Romawi, sebagai putra keluarga Kristen.
Meskipun ketika masih bocah Patrick tidak begitu serius dengan imannya, namun pada
umur enam belas tahun, ketika dia ditangkap, dijadikan budak dan dikirim ke sebuah
ladang di Irlandia Utara sebagai gembala babi, dia mulai bedoa dengan tekun. Ketika
melarikan diri dari perbudakannya, Patrick berjalan kaki sejauh dua ratus mil menuju
pantai. Di sana ia menumpang sebuah kapal yang membawa muatan anjing. Ia berlayar
ke Perancis dan ke biara Mediterania.

Ketika ia kembali ke negeri asalnya, Patrick bermimpi anak-anak Irlandia memintanya


membawakan Injil kepada mereka, "Kami memohon kepada Anda agar datang kemari
dan berjalan bersama-sama kami sekali lagi." Karena ia merasa bahwa ia tidak
mempunyai pengertian memadai tentang iman, ia kembali ke Perancis untuk belajar di
sebuah biara. Sekitar tahun 432 ia kembali ke Irlandia.

Beberapa tahun sebelumnya, biarawan Inggris Palladius, telah berupaya membuat


orang-orang Irlandia bertobat namun tanpa hasil yang berarti. Tahun-tahun perbudakan
Patrick di antara orang-orang Irlandia agaknya telah mempersiapkannya menjadi orang
yang berani, memahami orang-orang ini dan bagaimana berkhotbah kepada mereka.

Sebagian besar legenda menutupi kehidupan Patrick tersebut, dan banyak desa
menceritakan pelayanannya di sana. Kita tahu bahwa misionaris tersebut telah
menobatkan sebagian besar orang-orang Irlandia menjadi Kristen, mendirikan kira-kira
300 buah gedung gereja dan membaptis sekitar 120.000 orang. Meskipun Patrick
bertikai dengan para kepala suku yang kurang ramah dan para Druid – mereka yang
memelihara paganisme kuno – "rakyat jelata mendengarkan dia dengan senang hati".
Dalam pertobatan, tidak seorang pun dari suku yang senang bertikai ini menjadi martir.

Dengan menggunakan alam yang pernah disembah mereka, Patrick membandingkan


Trinitas dengan shamrock (daun bercabang tiga – lambang Irlandia) sebagai contoh.
Orang-orang Irlandia memahami Patrick sebagai orang yang bertindak untuk Tuhan
ketika ia "mengusir agama palsu dan mendirikan kebenaran". Dapat ditemui di dalam
legenda bahwa ia telah mengusir ular-ular dari Irlandia.

40
Setelah melayani selama tiga puluh tahun tanpa mementingkan diri sendiri, Patrick
wafat sekitar tahun 460. la telah meninggalkan bagi kita beberapa tulisan pendek,
termasuk kidung "I bind unto myself today" (dikenal sebagai Patrick's Breastplate).

Bertahun-tahun kemudian, ketika para misionaris dari gereja Barat datang ke Irlandia,
mereka menemukan keyakinan Irlandia yang bertumbuh subur. Para pastor dan
biarawan Irlandia adalah orang-orang terpelajar dan misionaris hebat, dan Gereja
mempunyai dampak mendalam atas rakyat jelata. Para biarawan hidup sederhana,
mengabdikan hidupnya acapkali dalam keadaan-keadaan kurang ramah. Meskipun biara
mereka merupakan bangunan batu yang tidak mencolok, penuntutan ilmu dan seni lukis
(sebagai contoh, Book of Kells yang indah) menunjukkan kesalehan para biarawan yang
menakjubkan. Sesungguhnya, kesalehan itu menjangkau seluruh Eropa ketika mereka
membawa Firman itu keluar.

Gereja di Irlandia telah berkembang di luar sistem hierarki Roma, karena Patrick
menginjili negeri itu tanpa bergantung pada gereja yang sudah mapan. Gereja Irlandia
diorganisasikan di sekitar biara-biara, yang mencerminkan sistem kesukuan negeri itu.
Karena tidak berhasrat mengokohkan birokrasi Gereja, para kepala biara Irlandia
mendorong para biarawan untuk "benar-benar menekuni urusan Gereja" – berkhotbah,
belajar dan melayani orang miskin.

Irlandia sesungguhnya tidak menjadi Katolik hingga tahun 1100-an, ketika paus
memberi Raja Inggris, Henry II, kedaulatan atas Irlandia. Gereja Katolik, yang
mengagumi cara Patrick menobatkan orang orang Irlandia, menjadikan dia sebagai
seorang santo.

41
18) Tahun 451 Konsili Chalcedon

Meskipun Konsili Nicea telah menyatakan bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah,
namun Gereja masih harus mengerti kodrat manusiawi-Nya. Bagaimana pula
kemanusiaan dan ke-Allah-an berpadu dalam diri Sang Putra?

Jawabannya muncul melalui salah satu permainan kekuasaan yang paling panas di
Gereja. Ketika Gereja mulai berkuasa, kota-kota utama kekaisaran memiliki pengaruh
teologis yang besar. (Akibatnya, para uskup agung disebut patriarkh.) Alexandria dan
Roma umumnya cenderung berada di pihak yang sama dalam berbagai masalah,
berseberangan dengan Antiokhia dan Konstantinopel. Perpaduan politik dan teologi
menjadi kuat.

Mazhab filsafat Alexandria menunjukkan pengaruh Yunaninya. Banyak orang di


Alexandria mempunyai Tatar belakang filsafat Yunani. Secara teologis mereka percaya
bahwa Yesus adalah manusia sepenuhnya, namun mereka cenderung menekankan
Kristus sebagai Firman (Logos) Ilahi, melebihi Yesus manusia. Hal ini cenderung
meniadakan kemanusiaan Yesus dalam keilahian-Nya. Salah seorang pendukung utama
Alexandria, Apolinarius, bertikai dengan sengit melawan ajaran sesat seperti Arianisme
dan Manichaeisme. Tetapi ketika ia bersikeras bahwa pada inkarnasi, Logos llahi
menggantikan jiwa (roh) manusia-Nya, dengan demikian kemanusiaan Kristus hanyalah
sebatas badan, maka ia pun tergelincir dalam kekeliruan. Pada tahun 381 konsili
oikumenis kedua mengutuk ajarannya. Mazhab Antiokhia cenderung memfokuskan diri
pada Yesus sebagai manusia. Meskipun Yesus itu ilahi adanya, kata mereka,
kemanusiaan-Nya sempurna dan normal.

Ketika Nestorius, patriarkh Konstantinopel, terlibat dalam perdebatan atas pemujaan


Maria, ia menyerang kedudukan Apollinarius. Baginya, ide bahwa Maria telah
"melahirkan Allah" mencampakkan pandangan Apollinarius. Cyrillus, patriarkh
Alexandria yang menginginkan kuasa Konstantinopel goyah, menuduh patriarkh
tersebut pernah mengatakan Yesus adalah dua hakikat yang terpisah dalam satu tubuh.

Pada tahun 431, dalam konsili oikumenis ketiga di Efesus, Cyrillus berencana membuat
Nestorius dipecat sebelum dia dan pendukungnya tiba. Ketika gerejawan yang hilang itu
tiba, di bawah pimpinan Yohanes, patriarkh Antiokhia, mereka mengutuk Cyrillus dan

42
para pengikutnya. Kaisar Theodosius, yang mengadakan konsili itu, atas desakan
mereka mengasingkan Nestorius.

Pada situasi yang berubah-ubah ini, bergabunglah seorang biarawan yang menekankan
ajaran Aleksandria yang mengarah pada aliran sesat. Eutyches, kepala sebuah biara
dekat Konstantinopel mengajarkan ajaran yang dikenal sebagai Monophysitisme (mono
artinya "satu" dan physis artinya "kodrat"). Ajaran ini berkata bahwa kodrat Kristus
telah hilang dalam keilahian, "seperti setetes madu yang jatuh dalam Taut, larut di
dalamnya".

Patriarkh Flavianus dari Konstantinopel mengutuk Eutyches sebagai seorang pengajar


sesat, tetapi Patriarkh Dioscurus dari Alexandria mengangkatnya. Atas permintaan
Dioscurus, Theodosius mengadakan satu konsili lagi, yang berlangsung di Efesus pada
tahun 449. Dalam persidangan itu dinyatakan bahwa Eutyches tidak sesat, namun
banyak Gereja menyatakan konsili tersebut tidak sah. Paus Leo mencapnya sebagai
"sinode perampok" dan konsili tersebut tidak dianggap sebagai konsili oikumenis yang
sah.

Leo meminta kepada kaisar agar diadakan satu konsili lagi, yang mewakili Gereja
secara menyeluruh. Konsili itu mengambil tempat di Chalcedon, dekat Konstantinopel,
pada tahun 451. Konsili itu mengundang lebih dari empat ratus uskup, melebihi konsili-
konsili sebelumnya.

Dioscurus tampak muram. Sekarang ia dikucilkan karena kelakuannya pada sinode


perampok.

Tomenya Paus Leo, sebuah pernyataan tentang normal hakikat Kristus, dibacakan pada
Konsili Chalcedon. Para uskup menyatukan ajarannya dalam pernyataan iman, yang
disebut Definisi Chalcedon. Di dalamnya, Kristus "diakui adanya dua kodrat, tanpa
bercampur, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pernisahan . . . dengan sifat setiap
kodrat dipelihara, dan menyatu untuk membentuk satu pribadi". Hal ini dengan
sendirinya telah mengutuk berbagai pandangan Apollinarius dan Eutyches — dan
mereka yang terkait dengan Nestorius.

Chalcedon adalah konsili pertama di mana paus berperan besar. Sementara perhatian
terfokus pada "pertempuran" antara Roma dan Konstantinopel, Chalcedon merupakan
konsili terakhir yang dianggap resmi oleh Timur dan Barat, sejauh menjelaskan ajaran-
ajaran yang benar. Konsili itu juga merupakan yang terakhir, di mana semua daerah
terwakili dan dapat menyetujui masalah-masalah utama.

Meskipun Chalcedon tidak dapat memecahkan masalah bagaimana adanya Yesus


sebagai Allah dan manusia, namun konsili tersebut telah membendung interpretasi-
interpretasi yang salah. Konsili itu menyerukan, "Bagaimanapun hal ini terjadi, kita tahu
bahwa hal itu terjadi tidak seperti ini."

43
19) Tahun 529 Benediktus dari Nursia Mendirikan Ordo Biaranya

Santo Benediktus

Setelah kekristenan diterima di bawah kekuasaan Konstantinus, maka sukarlah


membedakan antara mereka yang sungguh-sungguh mengikut Kristus dengan mereka
yang ikut-ikutan karena popularitasnya saja. Akibatnya, banyak orang Kristen yang
sungguh-sungguh berusaha memisahkan diri dari massa tadi.

Biarawan seperti Antonius menjadi terkenal karena penyangkalan dirinya. Untuk


mendapatkan kesucian, mereka tidak makan dan tidur, berdoa sambil berdiri berjam-jam
lamanya dan juga berdiam di puncak-puncak pilar. Mereka yang telah jenuh
berkompromi dengan Gereja yang penuh dosa merasa bahwa tindakan aneh ini seolah-
olah membuktikan dedikasi para biarawan itu pada Allah.

Sekitar tahun 320, Pachomius memulai biara komunal (communal monasticism).


Menyadari kecenderungan penyangkalan diri tidak dapat dikendalikan, dan mungkin
juga akan berubah menjadi persaingan spiritual, Pachomius berupaya menertibkan gaya
kehidupan asketis, yaitu dengan penyangkalan diri secara sederhana. Tokoh-tokoh lain
seperti Basilius Agung (330-379) dan orang-orang Kristen Irlandia mendirikan
komunitas biara juga.

Akan tetapi, Benediktus dari Nursia menjadi kekuatan yang sesungguhnya di balik biara
Eropa. la dilahirkan di sebuah keluarga Italia kelas atas, dan sebagai orang muda, ia
pergi ke Roma untuk belajar. Namun Roma, yang telah mempunyai reputasi sebagai
salah satu kota yang amat Kristiani di atas bumi, memberi kesan padanya sebagai kota
yang tidak bermoral dan sembrono. Karena jemu, Benediktus pun meninggalkan tempat
itu dan menjadi seorang biarawan.

la meraih reputasi di bidang spiritulitas, dan banyak keluarga membawa putra-putra


mereka kepadanya untuk dilatih dalam kehidupan Kristiani. Dengan agak terpaksa,
biarawan tersebut setuju menjadi kepala biara bagi kelompok biarawan tersebut. Ketika
ia menerapkan disiplin ketat, maka minat mereka pada Benedictus pun pudar – seorang
biarawan bahkan bertekad meracuninya. Takut akan bahaya atas dirinya, Benedictus
bersembunyi di sebuah gua dan kemudian meninggalkan daerah itu. Namun
pengalamannya itu memberinya pelajaran penting: Disiplin itu baik, tetapi perlu
dipertimbangkan juga kelemahan manusia.

44
Sekitar tahun 529, Benediktus pindah ke Monte Cassino. Di sana ia menghancurkan
sebuah kuil kafir yang masih dipakai, dan mendirikan sebuah biara.

Jika Benediktus hanya memberikan Gereja sebuah biara, maka ia tidak akan dikenang
sebaik ini. Berbagai peraturan yang ia tetapkan jauh lebih penting daripada gedung-
gedung tersebut. Benediktus berpandangan bahwa biara harus memenuhi segala yang
dibutuhkan komunitas swasembada, yang memiliki ladang dan bengkel kerja sendiri. Ia
ingin mewujudkan "benteng spiritual", untuk memastikan agar para biarawan tidak
pergi ke mana-mana untuk mencari kebutuhan hidupnya. Dalam komunitas biara, para
biarawan menenun bahan pakaiannya sendiri, menanam bahan makanannya sendiri dan
membuat perabotannya sendiri. Berkeliaran di luar tembok biara dipandang sebagai
bahaya spiritual yang amat besar.

Seperti yang pernah dilihat Benediktus, ada biarawan yang berkomitmen rendah. Maka
ia menentukan pemagangan selama satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut para calon
biarawan dapat memutuskan bahwa inilah yang sungguh-sungguh ia inginkan. Hanya
setelah masa percobaan satu tahun itu ia boleh mengucapkan tiga sumpah yang akan
memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Dengan sumpah (kaul) kemiskinan ia
harus melepaskan seluruh harta miliknya pada komunitas, dengan sumpah kesucian ia
menanggalkan semua hubungan seksualnya, dengan sumpah kesetiaan ia berjanji untuk
selalu patuh pada para pemimpin biara.

Doa memegang peranan besar dalam kehidupan biara. Peraturan Benediktin


mengharuskan tujuh kebaktian dalam satu hari, termasuk vigil service (kebaktian tengah
malam), kira-kira pukul 02.00 pagi, yang dianggap sangat penting. Setiap kebaktian
berlangsung selama dua puluh menit dan umumnya terdiri dari Mazmur.

Di samping kebaktian umum, para biarawan mengambil bagian juga dalam doa pribadi
– membaca Alkitab, bermeditasi dan berdoa. Meskipun banyak orang menyalahkan
komunitas biara sebagai pelarian dari dunia, namun mereka (biarawan) berdoa bagi
mereka yang di luar tembok biara.

"Bermalas-malasan adalah musuh bagi jiwa," seru peraturan itu. Jadi setiap biarawan
harus bekerja, termasuk pekerjaan di dapur.

Meskipun bekerja, berdoa dan mengadakan kebaktian tampaknya berat, itu adalah
upaya mewujudkan kehidupan teratur tanpa menjadi terlalu ekstrem.

Benediktus juga mencoba menerapkan hidup suci ini pada orang-orang biasa. Dalam
peraturannya, ia menyebut, "Jika kita tampak agak keras, jangan menjadi takut dan lari.
Jalan masuk menuju keselamatan haruslah sempit. Tetapi selagi Anda maju sepanjang
jalan iman, hati berkembang dan berpacu dengan cinta kasih manis di sepanjang jalan
titah Allah."

Pada zaman yang rawan dan tak menentu, biara Benediktin menyediakan kepekaan
religius dalam suatu tempat berteduh. Meskipun Eropa Barat telah menjadi Kristen
secara nominal, namun banyak di antara warganya yang berperilaku seperti orang kafir.
Benedictus menjanjikan suatu kehidupan tenang, bertujuan dan agung, yang tidak
terdapat di luar biara. Banyak yang mungkin tidak simpatik dengan pengasingan diri
seperti ini, tetapi dapat dimengerti mengapa ada yang mencari ketenangan di tengah-
tengah dunia yang rawan ini.

45
Benedictus telah memberi gaya hidup biara suatu tempat abadi di Eropa Barat - untuk
kebaikan atau keburukan. Peraturannya telah menuntun komunitas biara berabad-abad
lamanya, dan sampai sekarang pun masih efektif.

46
20) Tahun 563 Columba Berangkat sebagai Misionaris ke Skotlandia

Keberangkatan Columba ke Skotlandia.

Seorang Irlandia mengabarkan lnjil ke Skotlandia. Namanya Columba, yang artinya


"merpati" dan ia berasal dari keluarga Kristen. Ia dilahirkan pada tahun 521, di utara
Irlandia — yang sekarang disebut County Donegal. Setelah belajar di sekolah biara, dia
menjadi terkenal akan ilmu dan kesalehannya. Ia juga membantu mendirikan beberapa
biara di Irlandia.

Lebih dari sekali, seperti dikatakan, Columba telah bertikai dengan kepala sukunya
yang bernama Diamait. Meskipun ia orang Kristen, Columba adalah orang yang cepat
marah. Itu yang membuatnya selalu dalam kesulitan. Suatu kali, tampaknya ia menjadi
penyebab pertempuran yang menewaskan 3.000 orang. la tidak bermaksud menjadi
penyebab terjadinya petaka ini, namun bagi keselamatan dirinya sendiri dan untuk
menjalani penyesalan atas kesalahannya, ia meninggalkan Irlandia dengan tujuan
memenangkan jiwa-jiwa dengan jumlah yang sama seperti orang-orang yang telah mati.
Ada sumber-sumber yang mengatakan bahwa ia juga menyetujui untuk tidak kembali
lagi ke kampung halamannya.

Dengan dua belas orang pendampingnya, pada tahun 563, Columba dengan berani
berlayar dengan sebuah currach, perahu yang terbuat dari kulit, yang lazim dipakai di
Irlandia. Mereka berlayar menuju Iona, sebuah pulau di barat Skotlandia. Ketika tiba di
sana, mereka mendirikan tempat tinggal sederhana dan sebuah gereja dari papan yang
dipergunakan sebagai basis bagi upaya penginjilan mereka kepada orang Pict, salah satu
suku Skotlandia yang berdekatan.

Columba mendatangi Brude, pemimpin di Inverness, tetapi Brude menolak terlibat


dengan misionaris. Menurut cerita, ia mengunci pintu gerbangnya untuk mereka. Ketika
Columba membuat tanda salib dan pintu gerbang terbuka, pemimpin itu terkejut serta
sudi mendengarkan berita dari misionaris tersebut.

Mereka mengalami pertentangan dari para imam kafir kaum Druid. Tetapi dalam waktu
singkat, orang-orang Kristen tersebut telah menginjili seluruh Skotlandia dan Inggris
bagian utara.

47
Columba melanjutkan perjalanannya, namun ia juga menjadi Kepala Biara yang besar di
Iona. Setelah ia meninggal, para kepala biara di sana tetap mempertahankan kuasanya
dan mereka menjadi pejabat gerejawi tertinggi di Skotlandia.

Para penginjil menyebar dari Iona, mendirikan biara-biara baru di Eropa, dan selalu
berpaling ke Iona untuk nasihatnya. Akibatnya, Iona menjadi terkenal akan ilmu,
kesalehan dan penginjilannya. Kaum Viking berulang kali merampok komunitas
tersebut, namun mereka meneruskan misinya. Empat puluh enam raja Skotlandia telah
dimakamkan di sana bersama-sama seorang kepala biara yang pertama, meskipun
makam Columba terusik oleh penyerangan Viking beberapa kali.

Seperti biara-biara lainnya pada masa Reformasi, Iona juga tercabik-cabik. Pada tahun
1900, seorang pangeran Skotlandia memberikan tanah kepada Gereja Skotlandia. Tiga
puluh delapan tahun kemudian, sebuah komunitas biara dan orang awam telah terbentuk
di pulau tersebut, dan kini komunitas tersebut menerima bantuan dari ribuan orang yang
bukan anggota tetap dari seluruh dunia.

Sebagai seorang cendekiawan sejati, Columba menyalin dan menulis buku-bukunya


sendiri. Dengan memelihara pentingnya pengetahuan, ia mempengaruhi para biarawan
Zaman Kegelapan yang senantiasa menyalin manuskrip sebagai karya sastra yang pada
umumnya menurun di Eropa.

Banyak ahli sejarah telah memperhatikan pengaruh kekristenan yang besar terhadap
Skotlandia. Sebagai pekabar Injil yang pertama di Skotlandia, Columba boleh dikatakan
sebagai salah seorang saksi munculnya begitu banyak guru-guru agama, misionaris dan
penulis dari sebuah daerah kecil.

48
21) Tahun 590 Gregorius I menjadi Paus

Paus Gregorius I ("Yang Agung")

Meskipun sudah tidak lagi menjadi ibu kota kekaisaran, Roma masih mempunyai
kehormatan. Wajar, karena kota tua itu pernah mempunyai hubungan dengan Rasul
Petrus dan Paulus.

Bertahun-tahun lamanya, para Uskup Roma berupaya meningkatkan kekuasaannya.


Perlahan-lahan upayanya telah mencapai kedudukan yang lumayan melebihi keuskupan
lainnya, dan uskup Roma pun menjadi Paus.

Namun orang yang sangat berjasa dalam mendukung wibawa dan kekuasaan kepausan
tidak melakukannya demi keuntungan politik. Seorang biarawan sederhana yang tidak
berambisi memperoleh kedudukan tinggi, naik takhta kepausan, sesuatu yang
berlawanan dengan kemauannya.

Gregorius dilahirkan pada tahun 540 dalam sebuah keluarga bangsawan Romawi yang
telah mengukir sejarah dalam kedudukan politik. Ia diangkat menjadi prefect (pejabat
gereja) di Roma — jabatan sipil tertinggi. Namun ia mengundurkan diri karena tidak
ingin terpisah dari kehidupan rakyat biasa, dengan membagi-bagi hartanya untuk
mendirikan biara-biara dan ia sendiri menjadi penghuni salah satunya. Beberapa tahun
kemudian, ia menjadi kepala biara.

Kesalehannya -- dan tentunya latar belakangnya sebagai seorang administrator terampil


– telah menarik perhatian. Pada tahun 590, ketika Paus wafat, orang-orang Romawi
dengan suara bulat meminta Gregorius menjadi penerusnya. Meskipun Gregorius
menolak, keinginan masyarakat memaksanya.

Sebagai seorang mantan negarawan, paus baru ini menerapkan kekuasaan


pemerintahannya pada jabatan barunya. Ketika orang-orang Lombardus mengancam
Roma, Gregorius meminta bantuan kaisar Konstantinopel. Melihat bantuan tersebut tak
kunjung datang, uskup Roma ini pun mulai mengumpulkan pasukan, mengadakan
berbagai perjanjian, dan melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan perdamaian.
Tindakan Gregorius yang independen itu telah membuktikan pada exarch (wakil kaisar

49
yang ditempatkan di Ravenna) bahwa Gregorius sanggup memelihara ketenteraman di
Roma. Tindakan politis ini akan menjadi beberapa langkah awal dalam memisahkan
orang-orang Kristen di kekaisaran Timur dan Barat.

Akan tetapi, Gregorius tidak mempunyai ambisi politik. Minatnya adalah di bidang
spiritual. Ia amat berminat dengan kepedulian pastoral, ia menekankan bahwa kaum
biarawan harus memandang diri mereka sebagai gembala dan hamba kawanan domba.
Ia menyebut diri nya "pelayan para pelayan Allah", dan Peraturan Pastoralnya, yang
merupakan studi mendalam akan upaya spiritual manusia dan bagaimana biara harus
menanganinya, menjadi buku pegangan bagi biarawan pada Abad Pertengahan.

Dialogues karya Gregorius adalah upaya utama tentang hagiography, "tulisan tentang
para santo", yang menekankan kisah fantastik dan ajaib, yang akan memberi kesan
bahwa para santo adalah pahlawan sejati. Pada masa kepausannya, penghormatan
kepada anggota badan, busana, dan sebagainya milik para santo, dianjurkan. Hal itu
merupakan ciri utama kesucian Abad Pertengahan. Berabad-abad lamanya, tiada gereja
yang dapat didirikan tanpa relikwi seorang santo ditempatkan di sana.

Meskipun Gregorius tidak mengakui dirinya sebagai seorang teolog, namun beberapa
pandangannya telah menjadi pokok dalam teologi Katolik. la percaya akan tempat
penyucian jiwa sebelum memasuki surga dan mengajarkan bahwa misa yang diadakan
untuk orang yang telah meninggal dunia akan meringankan penderitaannya di sana.
Sebagai tambahan, ia juga rnembantu mempopulerkan ajaran-ajaran Dionysius dari
Areopagite, yang telah menulis tentang kategori para malaikat yang berbeda. Setelah
Gregorius mempopulerkannya, ide-ide tersebut mendapat pengakuan yang luas.

Meskipun bukan dia yang memulai Kidung Gregorian, Gregorius tertarik dengan musik
gereja, dan adanya kidung-kidung sederhana karena pengaruhnya.

Gregorius memberi kuasa bagi misi pekabaran Injil di Kent di bawah pimpinan
Augustinus, misionaris yang kemudian menjadi uskup agung pertama di Canterbury.
Meskipun kekristenan telah sampai ke Inggris, dengan misi yang dikirim di bawah
pimpinan Augustinus, Gregorius memperluas kuasa Roma atas kepulauan itu. Misi
Kristen yang berpaling pada Roma untuk kepemimpinannya sedang terwujud dengan
pasti.

Uskup Konstantinopel mengklaim gelar Patriarkh Oikumenis ("global atau universal").


Gregorius bukan saja menolak gelar itu untuk uskup, tetapi juga menolak untuk dirinya
sendiri. Namun, semua yang dilakukannya menunjukkan bahwa Gregorius melihat
dirinya sendiri sebagai imam utama bagi Gereja di seluruh dunia.

Dalam kurun waktu empat belas tahun ia telah melakukan begitu banyak karya,
sehingga generasi selanjutnya menyebutnya Gregorius Agung. Mungkin dia menjadi
agung karena ia adalah orang sederhana.

50
22) Tahun 664 Sinode Whitby
Ada dua kekristenan di Inggris. Yang satu adalah Celtic, yang berpegang keras pada
tradisi kebiaraan, merenungkan sesuatu hal dengan cermat dan berjiwa misi. Yang
lainnya adalah Roma, yang terorganisasi dengan baik, dan terikat erat dengan dunia
kekristenan lainnya.

Misi Columba ke Iona telah menghasilkan komunitas orang-orang Kristen gaya Celtic,
yang dengan agresif mengadakan penginjilan kepada orang-orang Anglo-Saxon.
Sebelum Columba meninggal, Paus Gregorius mengirim Augustinus dan lebih dari tiga
puluh biarawan ke Inggris untuk mengabarkan Injil dan membawa kembali gereja Celtic
ke dalam pangkuan gereja Roma. Kesuksesan moderat Augustinus terpusat pada Kent
dan Essex. Pada tahun 627, Paulinus dari York mengokohkan gereja Roma di
Northumbria, namun usahanya tercerai-berai ketika seorang raja kafir memegang
tampuk kekuasaan. Ketika gereja tersebut dibangun kembali di sana, gereja tersebut
bersifat Celtic.

Namun pada tahun 600-an, terjadilah penyerbukan silang secara besar-besaran di sana.
Kedua tradisi tersebut tampaknya tidak jauh berbeda. Perbedaan mencolok antara
keduanya adalah tanggal perayaan Paskah. Meskipun Cara mencukur kepala para
biarawan mereka berbeda, dan terdapat perbedaan dalam upacara kecil, sebagian besar
adalah soal kekuasaan. Apakah Paus akan berkuasa atas gereja Inggris dengan
menunjuk para uskup untuk memimpin jemaatnya? Tradisi Celtic telah memberi
kekuasaan yang besar kepada kepala biara, yang agak mandiri dalam berkarya.

Karena kemandirian mereka, biara-biara Celtic acap kali cenderung menyeleweng.


Dalam sistem feodal Abad Pertengahan, sangatlah menguntungkan mendirikan biara-
biara palsu guna mengelakkan kepatuhan berlebihan kepada para tuan tanah
keduniawian. Biara-biara semacam itu hidup dalam kebebasan ekonomis tetapi
kekurangan motivasi spiritual. Meskipun gereja Celtic terkenal akan pengabdian
spiritualnya, berbagai penyelewengan semacam ini mungkin menyebabkan sebagian
orang-orang percaya berpaling ke kebijakan Roma yang lebih ketat.

Masalah ini mencapai puncak oleh Oswy, raja Norhthumbria yang baru, pada tahun
664. Ia mengikuti tradisi Celtic, tetapi istrinya mengikuti tradisi Roma. Jadi, dia
merayakan Paskah ketika sang ratu masih menjalankan puasa Prapaskah, dan hal itu
seharusnya tidak boleh terjadi. la mengadakan pertemuan di Whitby, tempat kepala
biarawati yang tersohor, Hilda, menjalankan biara tersebut. Di sana, sang raja
mendengarkan argumentasi Cedd dan Colman, di pihak Celtic, dan dari Wilfrid dan
James sang Diaken, di pihak Roma. Mereka semua adalah gerejawan sejati. Cedd,
seorang kepala biara, telah mendirikan banyak biara. Colman dan Wilfrid adalah uskup.
Wilfrid pernah juga melayani sebagai seorang misionaris di Friesland. James juga
pernah meneruskan karya Paulinus di Northumbria pada masa-masa sulit.

Mereka berargumentasi tentang Paskah. Para pemimpin Celtic menyitir dari Columba.
Para pemimpin Roma berpatokan pada Santo Petrus. Dengan senyum, sang raja
menyerukan bahwa ia akan mengikuti Petrus, karena ia adalah pemegang kunci surga.
Maka cara Romalah yang diberlakukan.

51
Beberapa sejarawan mengaku bahwa keputusan itu terbukti bijaksana. Gereja Inggris
telah mendapatkan yang terbaik dari kedua dunia. Semangat Celtic masih berkobar,
tetapi semangat ini membutuhkan organisasi Roma untuk memfokuskannya. Yang lain
menyesalkan hilangnya kesempatan bagi suatu tradisi Kristiani yang besar dan vital
terpisah.

Segera setelah kebangkitan Whitby ini, keadaan menjadi suram. Bersamaan dengan
kematian uskup agung Canterbury, wabah penyakit pes pun merebak di Inggris. Selama
kurun waktu lima tahun, gereja bergumul tanpa pemimpin. Kemudian Theodore dari
Tarsus tiba untuk menduduki posisi itu. Dengan bijaksana ia mendorong kepemimpinan
Gereja dengan menunjuk para uskup serta imam, baik dalam tradisi Celtic maupun
Roma.

Abad berikutnya merupakan zaman emas bagi seni lukis dan keilmuan di Inggris karena
gaya-gaya Celtic dan Roma saling mengisi. Sebagian besar karya ini telah dimusnahkan
sewaktu penyerbuan Viking, namun sejumlah salib dari batu masih tertinggal, diukir
dengan gaya Roma dan Celtic, sebagai simbol kesaling-tergantungan kedua tradisi ini.

52
23) Tahun 716 Bonifatius Berangkat sebagai Misionaris

Patung Bonifatius, misionaris untuk orang Jerman, di alun-alun Fulda,


kota tempat ia dimakamkan

Hampir seperti Elia di atas bukit Karmel, Bonifatius, misionaris berdarah Saxon dari
Inggris, melawan kekafiran di jantung negeri Jerman. Ia mempunyai sebuah kapak di
tangannya. Di hadapannya ada Thundering Tree (Pohon Petir) yang besar, sebuah tanda
perbatasan setempat yang dikeramatkan bagi dewa petir oleh orang-orang kafir. Bahkan
sebagian orang yang bertobat dan menjadi Kristen karena ajaran-ajaran Bonifatius,
diam-diam menyembah pohon tersebut.

Dengan berani Bonifatius menentang penyembahan sesat ini. Sebagai wakil Allah yang
sejati bagi orang-orang Kristen, ia memusnahkan lambang iblis tersebut. Ia menebang
pohon "suci" tersebut dengan kapaknya, dan Pohon Petir tersebut pun tumbang dengan
suara gemuruh.

Itulah legendanya, benar atau tidak, sekurang-kurangnya cerita ini mengungkapkan


keberanian, dan iman yang ditampilkan Bonifatius melawan kepercayaan yang salah.

Dilahirkan dalam keluarga Kristen di Wessex pada tahun 680, nama aslinya ialah
Winfred. Ia dilatih di Biara Benediktin dan ditahbiskan pada usia tiga puluh tahun. la
dianugerahi keterampilan untuk belajar dan memimpin. Sebenarnya ada peluang
baginya untuk berdiam di Inggris, untuk belajar, mengajar dan mungkin juga memimpin
sebuah biara, namun ia merasa sedih atas orang-orang yang belum mengaku percaya
kepada Kristus. Beribu-ribu orang Saxon di Low Countries (dataran rendah) dan di
Jerman sangat membutuhkan Injil.

Pada tahun 716, Winfred berangkat ke Frisia, tempat para misionaris Inggris telah
berupaya berpuluh-puluh tahun lamanya. Raja Frisia, Radbod, menentang kekristenan.
Tekanan di situ sangat kuat dan Winfred pun kembali ke Inggris. Inilah kegagalan
misinya yang pertama.

53
Teman-temannya di biara Benediktin meminta dia menjadi kepala biara. Setelah
pengalaman yang menyakitkan di Frisia, ia mungkin saja tergiur dengan tawaran ini.
Tetapi visi Winfred masih mengarah ke luar. la pergi ke Roma pada tahun 718, dan di
sana ia menerima tugas misionaris dari Paus. Ia ditugaskan untuk pergi lebih jauh,
melewati Sungai Rhine, dan mendirikan gereja Roma di antara orang Jerman di sana.

Jerman umumnya telah terbuka untuk kekristenan jenis apa pun, namun tidak ada
Gereja yang kuat di sana. Pada abad keempat, suku-suku Jerman terikat dengan
Arianisme yang mereka baurkan dengan takhayul mereka sendiri. Kemudian, misionaris
Celtic telah memenangkan sejumlah jiwa, tetapi mereka tidak pernah ada di bawah
naungan organisasi Gereja yang kuat. Sri Paus ingin sekali menghadirkan Gereja yang
kokoh di sana.

Mula-mula, Winfred mendatangi Thuringia untuk menghidupkan gereja yang mulai


melemah di sana. Kemudian setelah ia mendengar bahwa musuhnya Radbod telah mati,
ia kembali ke Frisia. Otoritas Sri Paus agaknya telah memberikan Winfred wibawa atas
pemerintah setempat. Di sana ia bekerja selama tiga tahun, kemudian berpindah ke arah
tenggara, ke Hesse.

Ia kembali ke Roma pada tahun 723 dan diangkat sebagai uskup. Itulah saatnya ia
menerima nama barunya – Bonifatius. la juga diberikan surat perkenalan untuk Charles
Martel, raja suku Frank. Ketangkasan Charles di bidang militer sangat terkenal (ia yang
memukul mundur pasukan Islam di Tours). Perlindungannya memberikan dukungan
kuat bagi Bonifatius.

Sekembalinya dari Hesse, Bonifatius melanjutkan pemusnahan kekafiran dan


mendirikan gereja. Hal ini terjadi ketika ia menumbangkan pohon yang dianggap suci.
Mungkin ketakutan warga pada Charles Martel yang mencegah mereka menjatuhkan
Bonifatius. Namun, hasilnya ialah bahwa kekristenan menjadi kekuatan baru yang harus
diperhitungkan di Jerman. Jika pohon mereka saja tidak dapat dilindungi para dewa
orang Jerman, maka mereka tidak memiliki apa pun untuk dibandingkan dengan
Allahnya Bonifatius.

Bonifatius menjadi daya tarik bagi sejumlah misionaris dari Inggris – para biarawan dan
biarawati ingin sekali melayani bersamanya. Dengan bantuan mereka, ia mendirikan
organisasi gereja yang kuat di seluruh kawasan itu.

Ironisnya, pelindungnya, Charles Martel sedang mengupayakan perubahan gereja di


antara orang-orang Frank. Charles berkuasa atas gereja-gereja di sana dengan merampas
tanahnya dan menjual instansi-instansi gereja. Hanya setelah ia wafat, pada tahun 741,
Bonifatius dapat memulihkan gereja Frank tersebut.

Pada tahun 747, Bonifatius sekali lagi pergi ke Roma. Di sana ia diangkat menjadi
uskup agung Mainz dan pemimpin spiritual seluruh Jerman. Namun setelah melewati
umur tujuh puluh tahun, ia berkeinginan menyelesaikan pekerjaannya yang tertinggal.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan uskup agungnya pada tahun 753, ia kembali ke
Frisia, tempat ia memulai karya misionarisnya. Di sana ia memanggil kembali orang-
orang yang telah ia baptis dan yang sekarang telah kembali ke kekafiran, kemudian ia
melanjutkan perjalanan ke daerahdaerah yang belum dijangkau.

54
Pada hari Minggu Pentakosta tahun 755, di Dackum, di sepanjang Sungai Borne, ia
merencanakan kebaktian di tempat terbuka, mengajar dan meneguhkan orang-orang
percaya baru. Ketika sedang berdiri di tepi sungai, sambil menyiapkan kebaktian,
segerombolan penjahat kafir menyerangnya. Orang-orang yang ada di pihaknya
mencoba melawan, tetapi Bonifatius berteriak: "Hentikanlah, anak-anakku, dari
pertikaian ... Jangan takut kepada mereka yang membunuh badan ini, tetapi tidak dapat
membunuh jiwa yang abadi ... Terimalah dengan tenang serangan maut sesaat ini, agar
Anda dapat hidup dan memerintah bersama-sama Kristus selama-lamanya." Menurut
saksi mata, ia mati dengan Injil di tangannya.

Para kritikus berkata bahwa Bonifatius hanyalah seorang organisatoris. Sebagian besar
karya misinya adalah politik, yaitu membina kesetiaan pada gereja Roma di tempat-
tempat gereja melemah. Dan adalah benar bahwa ia membantu meletakkan dasar bagi
kekaisaran Roma yang suci dan politik kepausan Abad Pertengahan. Berkat Bonifatius,
Jerman merupakan benteng bagi gereja Roma sampai jaman Reformasi.

Akan tetapi tidak ada yang dapat meragukan kesalehan, keberanian ataupun kesetiaan
pelayanan Bonifatius. Seperti yang ditulis sejarawan Kenneth Scott Latourette, "Tidak
banyak, jika pun ada, misionaris Kristen yang telah menyajikan dengan lebih tepat,
idealisme iman mereka yang hendak disebarluaskan dengan perilaku mereka. Rendah
hati, meskipun ada kesempatan yang menggiurkan untuk mendapatkan posisi gerejawi
yang tinggi; tanpa cacat skandal; seorang yang mandiri dan tekun berdoa; berani,
mengorbankan diri sendiri, dan adil. Bonifatius adalah salah seorang panutan yang luar
biasa bagi kehidupan Kristen."

55
24) Tahun 731 Bede yang Patut Dipuja Menyelesaikan Karyanya
Sejarah Gereja Bangsa Inggris

Venerable Bede (673- 735), yang Patut Dipuja, Sejarawan Inggris

Pada usia yang sangat muda Bede telah menunjukkan kecemerlangannya. Nama "Bede
yang Patut Dipuja" itu sendiri sudah mengisyaratkan ilmunya yang tinggi dan rasa
hormat yang ditujukan kepadanya.

Meskipun kekacauan politik telah banyak merusak kebudayaan, namun biara tetap
berpegang pada pendidikan Zaman Pertengahan. Anak-anak belajar membaca, para
penulis menyalin naskah-naskah kuno, dan orang terpelajar seperti Bede mempelajari
buku-buku. Para biarawan memelihara ajaran-ajaran Roma dan Yunani kuno, bersama-
sama karya-karya para imam. Kehidupan di antara tembok-tembok biara berlangsung
dengan santai saja.

Bede bukan saja salah seorang cendekiawan paling brilian pada zaman itu, ia juga
sangat saleh. Dalam otobiografinya yang sangat singkat, ia menulis bahwa ia dilahirkan
di daerah antara biara Wearmouth dan biara Jarrow di Inggris bagian utara, pada tahun
635. Pada umur tujuh tahun, ia belajar pada kepala biara di sana dan menghabiskan sisa
hidupnya di biara tersebut, tidak pernah keluar jauh.

Meskipun umur minimum untuk ditahbiskan sebagai diakon adalah dua puluh lima
tahun, ia menerimanya pada umur sembilan belas, tentunya karena kesalehannya. Pada
usia tiga puluh tahun, ia menjadi imam dan menghabiskan sisa hidupnya dengan
menulis ulasan-ulasan Alkitab dan karya-karya rohani lainnya. Biografinya lebih
banyak berupa katalog buku-bukunya ketimbang kegiatannya.

Persembahan besar Bede bagi Gereja: Historic Eccelesiastica Gentis Anglorum (Sejarah
Gerejawi Bangsa Inggris) telah menelusuri sejarah Inggris dari zaman Julius Caesar
sampai pada zamannya. Meskipun dalam banyak hal karyanya merupakan sejarah
umum, namun fokus utama buku tersebut ialah tentang kristenisasi Inggris dan
bagaimana kekafiran secara perlahan-lahan digantikan agama baru ini.

Buku Bede ini penuh dengan cerita-cerita keberanian para misionaris dan pemimpin
kafir yang akhirnya melihat cahaya kebenaran. Namun, ia tetap berpegang pada
skeptisisme sehat (meragukan suatu kebenaran). Pada zaman prailmiah, tentunya ia
dapat menyertakan cerita apa saja, dan mungkin tidak banyak yang akan
mempersoalkan tulisannya. Tetapi Bede, yang menaruh perhatian pada kebenaran

56
historis, dengan cermat menentukan sumber-sumbernya dari kesaksian yang dapat
diandalkan. Meski pun Bede percaya akan mujizat-mujizat, ia menghendaki mujizat
yang nyata, bukan cerita-cerita legenda suci.

Simaklah, sejarah apa yang ia tampilkan! Julius Caesar dan Claudius, Paus Gregorius
dan Misionaris Augustinus serta suku-suku penyerang seperti Anglo, Saxon dan Jutes,
cerita-cerita inilah yang dimuat dalam karyanya. Melalui karyanya, kita diperkenalkan
pada berbagai cerita hebat, seperti tentang Gregorius Agung yang menyaksikan para
budak yang diperlakukan istimewa diperjualbelikan di Roma, dan ia begitu terkesan
dengan kecantikan mereka sehingga ia berkeinginan membawa berita Injil ke daerah
asal mereka. Kita membaca juga tentang raja kafir Edwin, yang penasihatnya
memberikan perumpamaan yang membandingkan hidup manusia dengan kehidupan
seekor burung, yang masuk dalam ruang pesta dan keluar ke dalam kegelapan. la
kemudian menasihati sang raja untuk bertobat menjadi Kristen karena (agama tersebut)
memberikan harapan hidup setelah "keluar dari pesta sejenak ini".

Terdapat juga dalam sejarah Bede, beberapa tulisan yang agak aneh seperti ini, "Tidak
ada ular yang dapat hidup di sana (di Irlandia), karena meskipun dibawa dari Inggris,
begitu kapal mendekat ke pulau itu, dan begitu ular-ular itu menghirup udara di sana,
mereka langsung mati. Sebenarnya, hampir segala sesuatu yang ada di pulau ini kebal
terhadap racun." Namun sejarawan sekuler pun tidak ragu akan kecermatan Bede dalam
laporannya, karena bagi mereka laporannya itu benar dalam hampir setiap detail.

Sebelum adanya buku Sejarah Gereja Bangsa Inggris, bermacam-macam suku yang ada
di Inggris sudah memiliki sejarah mereka sendiri. Sejarah itu kebanyakan berbentuk
sajak kafir yang sering dibacakan oleh para penyair. Tetapi Bede menampilkan sejarah
melalui teropong Kristiani, ketika suku-suku yang berbeda haluan ini menjadi satu
bangsa dengan agama tunggal.

Bukannya para pahlawan yang gagah seperti Beowulf, tetapi pahlawan-pahlawan Bede
adalah para santo, orang-orang yang bergantung pada anugerah Tuhan. Ia, bersama-
sama para sejarawan Abad Pertengahan, memberikan kerangka baru bagi sejarah:
sedapat mungkin harus tepat, harus memberi inspirasi.

Tanpa Bede, banyak catatan penting mungkin telah lenyap begitu saja ditelan masa.
Kepada biarawan yang patut dipuja inilah orang-orang harus berterima kasih, karena
mereka mendapatkan identitasnya sebagai satu bangsa dan kedudukannya sebagai
negara Kristen.

57
25) Tahun 732 Pertempuran Tours

Charles Martel pada Pertempuran di Tour

Jika bukan karena Charles Martel, kita semua mungkin, sekarang, berbicara dalam
bahasa Arab dan berlutut menghadap Mekah lima kali sehari. Di Tours, Charles Martel
dengan pasukan orang-orang Frank memukul balik pasukan-pasukan muslim yang
ganas, yang telah menyapu Afrika Utara dan sedang menuju Eropa. Pertempuran di
Tours itulah yang menyelamatkan peradaban Barat.

Perkembangan Islam yang pesat adalah gerakan luar biasa dalam sejarah. Pada tahun
622, para pengikut Muhammad hanyalah sekelompok visioner teraniaya yang
berkumpul di Mekah. Seratus tahun kemudian mereka tidak hanya menguasai Arab,
tetapi juga Afrika Utara, Palestina, Persia (Iran), Spanyol dan sebagian India. Mereka
sedang mengancam Perancis dan Konstantinopel.

Bagaimana mereka melakukan itu? Pertobatan, diplomasi dan pasukan-pasukan tempur


yang berdedikasi. Juga boleh dikatakan bahwa kejatuhan Kekaisaran Romawi
meninggalkan wilayah yang siap untuk penanaman agama baru ini.

Agama Muhammad berkembang di Mekah, salah satu dari dua kota besar di Arab.
Agama ini bersifat monoteistis, legalistis dan agak sederhana. Muhammad menegaskan
bahwa ia telah menerima sistem tersebut dari Allah, dan ia berkata bahwa ia adalah
rasul yang ditunjuk Allah. Warga Mekah menolak ajaran-ajaran baru Muhammad dan
mereka mempersulit kehidupan para pengikutnya. Maka pada tahun 622, rasul tersebut
dengan rombongannya melarikan diri ke Madinah (kota terbesar lain di Arab). Pelarian
ini (hijriah) mengawali kalender Muslim dan sekaligus merupakan awal ekspansi yang
luar biasa.

Arab pada saat itu menjadi tempat berkumpulnya pengembara beraneka suku yang
berperang satu sama lain. Islam membawa persatuan – bukan saja dalam agama, tetapi
juga hukum, ekonomi dan politik. Ketika Muhammad wafat pada tahun 632, timbullah
pertikaian di antara pengikutnya tentang siapa yang akan menjadi penerusnya. Namun
agama tersehut tetap berkembang.

Menjelang tahun 636, orang-orang Muslim telah menguasai Suriah dan Palestina.
Mereka menguasai Alexandria pada tahun 642 dan Mesopotamia pada tahun 646.
Kartago jatuh pada tahun 697, ketika pasukan Muslim menyapu Afrika Utara,
memenangkan daerah-daerah yang sampai hari ini masih berada di tangan Muslim. Pada
tahun 711, mereka melintasi terusan Gibraltar dan masuk ke Spanyol. Mereka segera

58
mengokohkan penguasaan atas Semenanjung Iberia dan akhirnya bergerak lebih jauh
dari Pyrenees. Pada saat yang sama, orang-orang Muslim telah memasuki daerah Punjab
di India dan hampir memasuki Konstantinopel.

Konstantinopel adalah ibu kota kekaisaran Byzantin, kehanggaan satu-satunya yang


tertinggal dari Kekaisaran Romawi. Berabad-abad sebelumnya, Kekaisaran Romawi
terbagi atas Timur dan Barat, dan kekaisaran Barat jatuh ke tangan suku-suku Jerman
seperti Vandal, Ostrogoth dan Frank. Satu-satunya kuasa yang dipegang Roma adalah
Gereja, tetapi kuasa ini masih sedang bertumbuh. Melalui para misionaris seperti
Augustinus di Inggris dan Bonifatius di Jerman, Roma mendapat kesetiaan spiritual dari
daerah-daerah pendudukannya dahulu.

Ancaman Islam ialah menggabungkan kekuatan agama dan politik. Namun agama Islam
bukan saja menumbangkan kekuasaan politik, ia juga menobatkan warga jajahan
dengan menawarkan (atau memaksakan) sistem agama baru.

Charles Martel adalah penguasa dari kalangan kaum Frank, salah satu suku Jerman yang
menguasai kekaisaran Barat. Kaum Frank ini pernah menyerang Perancis pada tahun
355, dan secara resmi telah bertobat ke dalam kekristenan Roma di bawah pemerintahan
Clovis I (481-511). Seperti para penguasa Frank sebelumnya, Charles pun
menggunakan Gereja untuk kepentingannya sendiri. Ia merasa senang mendukung
misionaris Roma di antara suku-suku Jerman lainnya – ini akan menambah kekuasaan
kaum Frank di Jerman. Namun, ia segera menyelewengkan Gereja kaum Frank bagi
keuntungan pribadinya. Meskipun ia menyelamatkan gereja Roma dari kehancuran di
Tours, sebenarnya ia berperang untuk melindungi daerah Frank.

Jenderal pasukan Muslim Abd-er-Rahman yang memimpin pasukannya ke Utara,


masuk tepat di daerah Frank. Charles Martel (Martel artinya "Palu") berhadapan
dengannya di antara Tours dan Poitiers serta memukulnya mundur. Dalam suatu
rangkaian pertempuran sengit, kaum Frank memukul mundur pasukan Muslim ke
Spanyol, mengakhiri perkembangan Muslim di Eropa.

Tentunya, pertahanan di Konstantinopel pada tahun 718 juga sama pentingnya dalam
memukul penaklukan kaum Muslim. Tetapi bagi mereka yang menelusuri warisan
Eropa Barat, pertempuran Tours adalah yang menentukan. Seandainya Muslim yang
menang, mereka mungkin mundur di kemudian hari; mungkin mereka menyebar dan
menipis. Namun seperti pesatnya mereka berkembang, begitu juga mereka menduduki
daerah-daerah yang telah dimenangkan dengan kokoh. Dua belas setengah abad
kemudian mereka masih merupakan kekuatan yang disegani, dan daerah-daerah
pendudukan mereka masih menolak kesaksian Kristen.

59
26) Tahun 800 Karel Agung Dinobatkan Menjadi Kaisar

Kunjungan Karel Agung kepada Paus

Haruskah negara dan gereja menjadi satu? Dalam dunia kuno, setiap negeri mempunyai
dewa-dewanya sendiri – dan kaisar Roma adalah salah satunya. Tidak seorang pun yang
memisahkan agama dari politik. Ketika Konstantinus bertobat dan membawa agama
Kristen ke kerajaan sebagai agama yang disenangi, terjalinlah hubungan (kerajaan)
dengan gereja. Bahkan setelah kerajaan itu jatuh, banyak kalangan berpegang pada ide
bahwa seharusnya ada kekaisaran Kristen. Namun siapa yang seharusnya memimpin?
Apakah pemimpin spiritual, Sri Paus, apakah kuasa itu harus ada di tangan seorang
raja? Sepanjang Abad Pertengahan, para pemimpin senantiasa mencari jawaban bagi
pertanyaan ini.

Menjelang pertengahan abad kedelapan, kepausan telah menjadi kuat, namun masih
belum mencapai tujuannya, yaitu memulihkan ketertiban di dunia Barat. Pada tahun
754, sebuah dokumen palsu yang dikenal dengan Donation of Constantine, berupaya
melestarikan ide suatu Kekaisaran Romawi. Menurut Donation, Kaisar Roma
Konstantinus telah pindah ke Konstantinopel untuk membiarkan Sri Paus mengawasi
(wilayah) Barat. Konstantinus telah meninggalkan bagian kekaisaran itu kepada uskup
Roma.

Mengikuti maksud yang terkandung dalam Donation of Constantine, raja kaum Frank,
Pepin III, putra Charles Martel, memutuskan mengambil Ravenna dari kaum
Lombardus untuk kemudian diberikan kepada Paus. Pada tahun 756, Donation of Pepin
memberikan Papal State (wilayah Kepausan) kepadanya.

Meskipun Sri Paus telah mendapatkan wilayahnya sendiri, ia tidak pernah mengadakan
pengawasan langsung. Pengawasan tetap ada di tangan putra Pepin, Charles Agung –
atau Karel Agung.

Pada tahun 771, ketika Karel Agung naik takhta, ia memulai dengan penaklukan selama
tiga dekade. la mendorong perbatasan kerajaannya ke arah timur dan akhirnya ia
menguasai Burgundy, sebagian besar Italia, Alamania, Bavaria dan Thurginia. Di utara
ia menguasai Saxony dan Frisia. Di sebelah timur kedua daerah tersebut, ia menciptakan
daerah-daerah dengan organisasi militer khusus yang disebut marches. Daerah-daerah
itu terbentang dari Laut Baltik sampai ke Adriatik. Untuk pertama kali, sebagian besar
Eropa menikmati kepemimpinan yang stabil.

60
Sampai pada hari Natal tahun 800, Karel Agung memegang gelar raja. Pada hari suci
itu, Paus Leo II menobatkan dia sebagai kaisar, dan sekali lagi tampaknya Eropa Barat
mempunyai seorang kaisar yang mengikuti jejak Konstantinus.

Tentunya Karel Agung menerima sungguh-sungguh pemikiran bahwa ia telah menjadi


kaisar Kristen, karena semua surat-surat keluarnya berbunyi: "Karel, dengan kehendak
Allah, Kaisar Roma".

Kaisar baru ini mempunyai perawakan yang menimbulkan rasa segan – tinggi, tegar,
tangkas berkuda, dan pahlawan yang gagah berani namun terkadang kejam. Ia tampil di
Eropa dengan figur seorang bapak yang berkuasa, tetapi juga yang berkebajikan.

Karel Agung sama sekali tidak ingin kehilangan kekuasaannya. Kaisar di


Konstantinopel tidak menimbulkan masalah apa pun, karena ia telah memahami hak
Karel Agung. Tetapi mereka yang ada di bawahnya, ataupun Paus, mungkin berniat
menanggalkan beberapa otoritas Karel Agung. Karena daerah pemerintahannya sangat
luas, Karel Agung menunjuk dua orang pejabat yang dikenal sebagai missi dominici.
Kedua orang ini berkeliling ke seluruh kekaisaran untuk memeriksa para pejabat
setempat. Paus sendiri tidak dapat mengelak dari mata mereka yang tajam, dan missi
tersebut berkuasa atas gereja dan negara.

Meskipun Karel Agung sedikit saja terpelajar, di bawah pemerintahannya yang damai
terwujud kebangkitan seni dan ilmu yang dikenal sebagai Carolingian Renaissance
(Kebangkitan Carolingia). Kaisar tersebut mensponsori sebuah sekolah istana di
Aachen. Alcuin, seorang terpelajar Anglo-Saxon menjadi guru di sana; ia menasihati
murid-muridnya: "Waktu berjalan seperti air yang mengalir. Jangan sia-siakan hari-hari
belajar dengan bermalas-malasan!" Alcuin menulis buku teks tentang tata bahasa, ejaan,
retorika dan logika. Ia juga menulis ulasan-ulasan Injil, dan berpihak pada paham
ortodoks dalam berbagai perdebatan teologi.

Bukan saja sekolah Aachen yang merangsang penuntutan ilmu di seluruh kekaisaran,
Karel juga membuat aturan bahwa setiap biara harus memiliki sebuah sekolah untuk
mengajar "semua orang yang dengan pertolongan Allah sanggup belajar".

Carolingian Renaissance berhasil memelihara banyak tulisan dunia kuno. Karena para
biarawan membuat salinan-salinan karya Latin kuno – beberapa di antaranya terhias
dengan cantik – biara-biara pun menjadi "bank kebudayaan". Dalam banyak hal, tanpa
jerih-payah para biarawan ini, karya-karya kuno mungkin sudah hilang dari jangkauan
kita.

Pada masa kekacauan dan peperangan, pemerintahan Karel Agung memberi stabilitas
politik dan kebudayaan. Dia menjamin bahwa Barat akan memelihara pusaka kuno ini,
bahwa kekristenan akan tersebar di kekaisarannya, dan bahwa biara akan mengajar
elemen dasar keyakinan itu sendiri. la juga memberi Paus perlindungannya.

Akan tetapi, Karel Agung tidak punya alasan untuk memberikan kuasanya kepada Paus.
Apakah ia bukan kaisar Kristen yang loyalitas penuhnya adalah untuk Allah?
Sesungguhnya, figur yang luar biasa ini tunduk hanya kepada Dia.

61
Ketika Karel Agung wafat pada tahun 814, kekaisarannya sedikit demi sedikit mulai
pecah, terbagi-bagi di antara tiga orang putranya, dan perlahan-lahan Paus pun meraup
kekuasaan.

Namun Karel Agung telah mewariskan kepada Barat suatu visi yang memikat: Seorang
raja Kristen dengan otoritas tertinggi di seluruh daerah kekuasaannya. Ratusan tahun
berikutnya, para paus dan raja berupaya mendapatkan kekuasaan semacam itu di
daerahnya sendiri – dan juga di daerah lain. Gagasan ini memakan waktu lama untuk
hilang.

62
27) Tahun 863 Cyrillus dan Methodius Mengabarkan Injil kepada
Orang-orang Slavia

Berabad-abad sebelum Michelangelo atau kapur tulis digunakan, seorang misionaris


yang artistik telah membuat lukisan "The Last Judgement" (Penghakiman Terakhir) di
sebuah tembok – dan memenangkan seorang raja bagi Kristus.

Menurut cerita, sang pelukis itu ialah Methodius, yang juga merupakan seorang
biarawan dan misionaris, dan sang raja itu ialah Boris dari Bulgaria. Methodius dengan
saudaranya, Cyrillus, mempunyai karir menonjol. Di antara perbuatan mereka yang luar
biasa, mereka membawa iman Kristen kepada orang-orang Slavia. Dalam proses itu,
mereka berbuat banyak untuk mengubah serta memelihara kebudayaan Slavia. Gereja
yang di kemudian hari menghasilkan Hus, Comenius dan banyak lagi pengikut lainnya
yang terjaring dalam revolusi spiritual Zinzendorf, dimulai dengan dua bersaudara
Yunani dari Tesalonika itu.

Mereka berdua adalah gerejawan yang penuh dedikasi. Methodius, saudara tua, adalah
kepala sebuah biara Yunani. Cyrillus (kemudian dikenal sebagai Konstantinus), seorang
profesor filsafat di Konstantinopel, sudah memulai misinya pada orang-orang Arab.
Pada tahun 860, mereka menggabungkan kekuatan untuk menginjili suku Khazar, di
timur laut Laut Hitam.

Ketegangan Timur-Barat sudah memuncak ketika Roma bersaing dengan


Konstantinopel untuk memperoleh kontrol atas agama dan politik di daerah perbatasan.
Ketika Rostislav, penguasa daerah Moravia besar (salah satu daerah perbatasan),
khawatir atas orang-orang Frank dan Jerman yang melewati batas daerah Slavia, ia
berpaling ke Timur. Ia meminta Michael III, penguasa di Konstantinopel, untuk
mengirim bantuan dan misionaris. Dengan demikian, permintaan itu pun sampai pada
Cyrillus dan Methodius.

Kedua kakak beradik yang tiba pada tahun 863 dengan cepat mempelajari bahasa daerah
setempat dan rnulai menerjemahkan Injil serta liturgi gereja ke dalam bahasa Slavia.
Cyrillus menemukan alfabet baru yang didasarkan pada huruf Yunani. (Inilah yang
mendasari alfabet Rusia. Istilah "Cyrillic" sampai saat ini masih dipergunakan beberapa
kalangan.)

63
Berabad-abad sebelum Wycliffe, Hus atau Luther, ide mengadakan kebaktian dalam
bahasa selain bahasa Latin atau Yunani mengejutkan banyak kalangan. Uskup agung
Jerman dari Salzburg mempertanyakan hal itu. Mungkin ia dimotivasi oleh politik
ketimbang kesalehan. Gereja Roma tidak dapat berpangku tangan ketika daerah
Moravia ini yang ada di bawah kekuasaannya sedang ditimurkan. Cyrillus dan
Methodius berangkat ke Roma pada tahun 868 untuk mempertahankan penggunaan
bahasa daerah dalam kebaktian. Paus Adrianus II setuju dengan Cyrillus dan Methodius,
dengan mengizinkan mengadakan liturgi dalam bahasa Slavia. Mereka berdua menjadi
biarawan Roma. Pada tahun berikutnya Cyrillus meninggal dunia, tetapi Methodius
kembali ke Moravia sebagai uskup. Meskipun ia merupakan utusan resmi Paus, biara
Jerman menangkap dan memenjarakannya selama tiga tahun. Paus berikutnya, Yohanes
VIII, mengintervensi dan berpihak kepadanya dengan memerdekakan gereja Slavia.
Namun Methodius senantiasa mendapat perlawanan dari biara Jerman hingga wafatnya
pada tahun 885.

Tidak lama kemudian, liturgi Latin menggantikan liturgi Slavia, dan gereja di daerah ini
pun mulai menurun. Namun, iman Kristen yang tangguh dan bebas sudah tertanam. Di
tengah-tengah problem yang mereka hadapi, Cyrillus dan Methodius telah menanamkan
tradisi Kristen di Moravia dan di negara-negara sekitarnya, yang telah memelihara serta
mengembangkan iman tersebut ke seluruh dunia.

64
28) Tahun 909 Biara Didirikan di Cluny

Pada abad kesembilan dan kesepuluh, Gereja benar-benar sakit. Pergumulan politik
telah mencabik-cabik Eropa. Para pemimpin Gereja mulai merampas tanah dan
kekuasaan. Mereka mulai menggunakan kekerasan dan penipuan, serta bersikap amoral
– sama seperti panglima-panglima perang orang kafir.

Kemudian William Pious, Pangeran Aquitaine, mendirikan sebuah biara di Cluny. Biara
menjadi perkumpulan independen yang bebas dari perebutan kekuasaan dalam
kekaisaran dan di bawah perlindungan Paus. Biara mengacu pada peraturan-peraturan
yang digariskan oleh Benedictus dari Nursia pada tahun 500-an – kemiskinan, kesucian
dan kesetiaan. Peraturan Benedictus ini disambut dengan baik. Orang termasyhur seperti
Gregorius Agung dan Karel Agung telah menyebarkannya, dan dengan singkat
diselenggarakan di seluruh kekaisaran pada abad kesembilan. Tetapi, peraturan itu tidak
pernah mengakar sampai sekarang di Cluny.

Sederet pemimpin cakap seperti Berno, Odo, Majolus, Odilo, Hugh membuat Cluny
berhasil. Dengan petunjuk mereka, biara-biara baru bertumbuh di Perancis, Italia dan
Jerman, sebagai "asuhan" Cluny. Biara-biara yang telah ada datang ke Cluny untuk
meminta bantuan. Pada zaman feodal itu, Cluny menjadi pusat dunia spiritual. Ia mulai
meluaskan kekuasaannya jauh dari tujuan asal. Tetapi, sudah waktunya suatu gerakan
perubahan, dan Cluny memimpinnya. Tempat itu merupakan gedung gereja terbesar di
dunia Kristen Barat, sampai Gereja Santo Petrus dibangun di Roma. Hingga tahun
1100M, Cluny mungkin telah memimpin sebanyak 2.000 biara.

Gerakan biara ini berdampak bagi pembaruan gereja. Para biarawan memberi contoh
dan mengembangkan perilaku Kristen. Jabatan imam mengalami perbaikan ketika
biarawan Cluny menjadi uskup-uskup dan paus-paus. Cluny menentang keras simoni –
pembelian jabatan imam — dan Nicolaitanisme – pengambilan istri atau pemeliharaan
gundik oleh para imam.

Namun Cluny berhasil juga mengikis beberapa kebiasaan yang disenangi masyarakat
kafir. Golongan kesatria mulai mengembangkan tindakan-tindakan kesatriaan Kristiani.
Pernyataan Cluny tentang "Truce of God" – yang menyatakan bahwa berperang dari
hari Kamis malam hingga hari Minggu pagi adalah pelanggaran – lebih kurang
membatasi berbagai peperangan kecil antara kaum bangsawan, meskipun larangan itu
tidak diberlakukan ketika berperang dengan orang-orang kafir. Karena Paus Urbanus II
adalah keluaran biara Cluny, maka pengaruhnya juga mungkin ikut bertanggung jawab
atas terjadinya Perang Salib Pertama.

65
Kekuasaan Cluny mencapai puncaknya di bawah Kepala Biara Hugh (1049-1109). Di
bawah Peter Venerable (melayani antara 1122 sampai 1156) keadaan mulai menurun.
Mungkin kekuasaan telah menarik Cluny dari kesederhanaan Benedictus. Ordo
Cistercian Bernardus di kemudian hari memperbarui momentum spiritual gereja.

66
29) Tahun 988 Pertobatan Vladimir, Pangeran Rusia

Pembaptisan Pangeran Vladimir, oleh Viktor Vasnetsov

Pertobatan penguasa kafir yang senang berfoya-foya telah membawa agama Kristen ke
Rusia.

Meskipun kekristenan sudah menembus Rusia pada awal abad kesepuluh, tetapi agama
ini tidak diterima secara umum. Pada tahun 957 Olga, puteri dari Kiev yang menjanda,
telah dibaptis. Ia meminta Raja Jerman, Otto I, agar mengirimkan misionaris ke
negerinya; tetapi mungkin tidak begitu berhasil, karena kepercayaan kafir tetap hidup.

Vladimir, cucu Olga, adalah salah seorang dari orang-orang kafir. Ia mendirikan
sejumlah kuil kafir, ia juga terkenal akan kekejaman dan pengkhianatannya. la
mempunyai 800 selir dan lima orang istri, dan bila ia tidak berperang, ia pergi berburu
dan berpesta. Anda mungkin hampir tidak akan memilih orang ini untuk menyebarkan
agama Kristen kepada rakyatnya.

Seperti kebanyakan penguasa, Vladimir ingin rakyatnya hidup berkecukupan. Ia melihat


bahwa ia dapat melakukannya dengan menghimpun rakyatnya dalam satu agama. Jadi,
menurut laporan, ia mengirim orang-orangnya untuk meneliti agama-agama yang
menonjol. Agama Islam dan Yahudi dengan keketatan dalam soal makanan tidak
menarik baginya. Jadi ia terpaksa harus memilih salah satu antara Kristen Roma dan
gereja Timur.

Setelah menghadiri kebaktian di Gereja Holy Wisdom di Konstantinopel, orang-orang


Vladimir melapor: "Kami tidak tahu bahwa kami berada di surga atau di atas bumi,
karena sudah pasti, tidak ada kemuliaan dan keindahan seperti itu di mana pun di bumi
ini. Kami tidak dapat menggambarkannya bagi Anda. Yang kami tahu adalah bahwa
Tuhan berada di antara mereka dan bahwa kebaktian mereka melampaui pemujaan di
tempat-tempat lain. Kami tak dapat melupakan keindahan itu."

67
Menurut cerita, karena keindahannya itulah Vladimir memilih aliran Ortodoks. Kristen
Ortodoks adalah agama tetangga kerajaannya, Kekaisaran Byzantin, yang paling kuat,
terkaya dan sangat berbudaya. Ketika ia ditawari Anna, saudara perempuan Basilius,
kaisar Byzantin, untuk menjadi istrinya, Vladimir menerima. Ia kemudian
menggabungkan kedudukannya sendiri dengan tetangganya itu.

Pada tahun 988 Vladimir dibaptis, dan setahun kemudian ia menikahi Anna. Tetapi
kedua peristiwa itu tidak merupakan isyarat bahwa ia tunduk pada Kekaisaran Byzantin.

Pilihan Vladimir dengan jelas menunjukkan bahwa gereja Rusia akan memusatkan
perhatian pada kebaktian. Gereja Ortodoks Timur selalu menekankan keindahan. Nama
agama yang dipilih oleh pangeran itu ialah Pravoslavie, yang artinya "ibadah yang
benar" atau "kemuliaan sejati". Bagi orang Rusia, kekristenan adalah liturgi.

Setelah pembaptisan Vladimir, dengan tidak begitu sulit, rakyat pun mengesampingkan
kepercayaan lama. Meskipun Rusia tidak menjadi negara Kristen dalam sekejap mata,
keadaan mulai berubah. Awal mula pertobatan massal tidak terlalu mendalam, tetapi
dengan bantuan para biarawan -- yang selalu merupakan kekuatan utama Gereja
Ortodoks Timur – agama baru ini mulai dirasakan pengaruhnya.

Berkat Cyrillus dan Methodius, Rusia memiliki liturginya sendiri dalam bahasanya
sendiri — Slavonic. Di gereja-gereja indah yang dibangun Vladimir dan penerusnya,
rakyat dapat mengikuti liturgi indah dalam bahasa mereka sendiri.

Pertobatan Vladimir membawa akibat efektif atas gaya hidupnya. Ketika ia memperistri
Anna, ia menceraikan kelima orang istri lamanya. la memusnahkan semua patung-
patung, melindungi kaum miskin, mendirikan sekolahsekolah dan gereja-gereja, serta
hidup damai dengan negara-negara tetangga. Menjelang ajalnya, is membagi-bagikan
semua miliknya kepada orang-orang miskin. Gereja Yunani akhirnya mengangkat dia
sebagai santo.

68
30) Tahun 1054 Skisma Gereja Timur dan Barat
Selama bertahun-tahun lamanya gereja-gereja di Timur dan di Barat tumbuh terpisah
satu sama lain. Apa yang pada satu masa merupakan gereja tunggal, perlahan-lahan
terpisah menjadi dua gereja dengan identitasnya masing-masing.

Banyak perbedaan pendapat yang dicari-cari untuk mengipas-ngipas pertikaian tersebut.


Gereja Timur menggunakan bahasa Yunani, Barat menggunakan Latin. Ini berkat
Vulgata dan para teolog yang menulis dalam bahasa itu. Bentuk kebaktian berbeda: roti
yang dipakai untuk perjamuan, tanggal mulai masa puasa, dan cara merayakan misa. Di
Timur, para rohaniwan boleh menikah dan mereka memelihara janggut. Para imam di
Barat dilarang menikah dan mukanya dicukur bersih.

Teologinya pun berbeda. Timur merasa kurang enak dengan ajaran purgatory (tempat
penyucian jiwa-jiwa sebelum masuk surga). Barat menggunakan istilah Latin filioque,
"dan dari Putra", dalam Pengakuan Iman Nicea, setelah anak kalimat tentang Roh
Kudus yang berbunyi bahwa Roh "datangnya dari Bapa". Bagi Timur, penambahan
tersebut merupakan ajaran sesat.

Perbedaan pendapat yang berlangsung selama berabad-abad lamanya meledak karena


dua orang kuat yang bertikai. Pada tahun 1043, Michael Cerularius menjadi patriarkh
Konstantinopel. Pada tahun 1049 Leo IX menjadi Paus. Leo menginginkan Michael –
dan melalui dia, gereja Timur – tunduk pada Roma. Paus mengirim utusan ke
Konstantinopel tetapi Michael menolak bertemu mereka. Maka utusan tersebut
mengucilkan Michael atas nama Paus. Sang patriarkh pun membalas dengan
mengucilkan utusan tersebut.

Dengan yang satu menuduh yang lain sebagai bukan Kristen sejati, kedua uskup
tersebut menciptakan skisma (perpecahan gereja). Namun bukan mereka sendiri
penyebab perpecahan itu. Kedua orang yang bertikai itu mempunyai sejarah perbedaan
pendapat. Skisma itulah aksi terakhir untuk membuktikannya.

Seperti disebutkan dalam Pengakuan Iman, kedua belah pihak percaya pada "satu gereja
Katolik yang kudus dan apostolik". Tabun 1089 Paus Urbanus mencoba memperbaiki
perpecahan itu dengan menghapuskan pengucilan terhadap patriarkh tersebut. la juga
membangkitkan Perang Salib Pertama dalam upayanya menyatukan Timur dan Barat,
namun gagal.

Pada abad-abad berikutnya, usaha mempersatukan gereja-gereja tersebut muncul, tetapi


tidak satu pun yang berhasil. "Reuni" jangka pendek pada tahun 1204 hanya
meningkatkan permusuhan di antara mereka. Pada tahun 1453, ketika orang-orang Turki
Muslim menguasai Konstantinopel, beberapa orang Kristen Timur berseru bahwa
mereka lebih menyenangi orang-orang Muslim ketimbang orang Katolik. Agaknya
sebuah kawasan Kristen yang bersatu sukar dicapai.

Meskipun perbedaan antara kedua gereja itu tidak begitu penting, namun sesungguhnya
hal itu berkaitan dengan masalah kekuasaan. Pada zaman ketika wibawa para uskup
merupakan kunci bagi stabilitas gereja, tidak ada dua orang yang dapat menuntut
wibawa yang sama. Ketika Timur dan Barat gagal sepakat, mereka berjalan masing-
masing dengan caranya sendiri.

69
31) Tahun 1093 Anselmus Menjadi Uskup Agung Canterbury

Salah seorang teolog terbesar Inggris lahir di Italia dan pernah bertengkar dengan dua
orang raja.

Anselmus lahir di Alpen, Italia, sekitar tahun 1033. la menolak keinginan ayahnya agar
ia meniti karir di bidang politik dan mengembara keliling Eropa untuk beberapa tahun
lamanya. Seperti anak-anak muda lainnya yang cerdas dan bergejolak, ia bergabung
dengan biara. Di biara Bec, Normandia, di bawah asuhan seorang guru yang hebat,
Lanfranc, Anselmus memulai karir yang patut dicatat.

Pada tahun 1066 William dari Normandia menaklukkan Inggris. Pada tahun-tahun
berikutnya, raja baru ini membawa banyak guru-guru Normandia beserta biarawan ke
Inggris. Di antara mereka terdapat Lanfranc, yang menjadi uskup agung Canterbury
pada tahun 1070. Anselmus mengambil tempat penasihat sebagai kepala biara Bec.

Pada tahun 1093, William II, putra sang penakluk, mengangkat Anselmus sebagai uskup
agung Canterbury. Namun itu bukanlah langkah yang meningkatkan hubungan Gereja
dan negara. Raja yang keras kepala dan agresif itu mengambil hak penempatan para
pastor di kerajaannya. Anselmus, seorang yang sederhana yang ingin melindungi
Gereja, tanah serta dananya dari cengkeraman para raja yang tamak, menolak hal itu.
Untuk sementara waktu uskup agung tersebut hidup dalam pengasingan di Italia.
William menyita semua dana yang disalurkan ke Canterbury.

Ketika William mangkat, saudaranya Henry I menggantikannya. Meskipun ia meminta


Anselmus kembali, "pertempuran" antara gereja dan negara tidak kunjung usai. Henry
sama jahatnya dengan saudaranya, dan sekali lagi Anselmus hidup di pengasingan.

Selama ia di Inggris, Anselmus telah membuktikan bahwa ia adalah gembala berhati


lembut dan administrator mahir. Ketika berada dalam pengasingan, ia telah
membuktikan bahwa ia seorang teolog besar, karena pada saat itulah ia menulis karya-
karyanya yang hebat.

Dalam Cur Deus Homo (Mengapa Allah Menjadi Manusia) Anselmus menampilkan
teori tentang bagaimana kematian Kristus di kayu salib, yang mendamaikan manusia
dengan Allah. Allah, kata Anselmus, adalah Tuhan alam semesta, Ada (Being) yang
kehormatan-Nya tersinggung oleh dosa manusia. Meskipun Ia ingin mengampuni
manusia, agar ketertiban moral pulih kembali di jagat raya, la tak dapat begitu saja
"menutup mata" atas dosa. Harus diadakan pengorbanan, sesuatu yang setimpal dengan

70
pelanggaran itu. Karena dosa itu berasal dari manusia, pengorbanan itu juga harus
dilakukan oleh manusia. Namun manusia tidak dapat mempersembahkan pengorbanan
setimpal. Maka Allah menjadi manusia, dan yang mempersembahkan pengorbanan itu
adalah baik Allah dan manusia: Kristus.

Ide Anselmus ini dikenal sebagai "Teori Pengorbanan" bagi penebusan. Sampai saat ini,
teori tersebut merupakan penjelasan teologi terkenal tentang karya penebusan Kristus.
Ia memiliki sumber-sumber alkitabiah seperti: "Allah mendamaikan dunia dengan diri-
Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka ..." (2 Kor. 5:19).

Anselmus adalah salah seorang "terpelajar", seorang ahli Kristen yang mencoba
memasukkan logika dalam pelayanan iman. Meskipun Anselmus mengetahui Alkitab
dengan baik, tetapi ia ingin menguji kekuatan logika manusia dalam upayanya
membuktikan doktrinnya. Namun selalu imanlah yang mendasari semua itu. Dalam
karyanya Proslogium, yang pada awalnya berjudul Fides Quaerens Intellectum (Iman
Mencari Pengertian), Anselmus membuat pernyataan terkenal, "Saya percaya agar dapat
mengerti." Yang ia maksudkan dengan pernyataan itu adalah bahwa mereka yang
mencari kebenaran harus beriman dahulu, tidak sebaliknya. la mengemukakan
argumentasi ontologi (informasi yang dapat mengarah ke penemuan sesuatu yang
penting) untuk percaya kepada Allah. Singkatnya, ia menyatakan bahwa rasio manusia
membutuhkan ide mengenai Ada (Being) yang sempurna (Allah), oleh sebab itu Being
tersebut harus ada. Ide ini telah menawan hati banyak filsuf dan teolog sepanjang masa.

71
32) Tahun 1095 Paus Urbanus II Melancarkan Perang Salib Pertama

Pertempuran antara pasukan perang salib dan pasukan Saracen (Islam),dari sebuah
jendela yang dulu berada di Gereja St. Denis

Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen
secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk
menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan
dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir —
namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah. Pertikaian selalu
bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para
bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita.

Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu
ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan
oleh Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin
meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika
Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim
Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai
tujuannya.

Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriarkh Konstantinopel, serta


Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari
jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para
pangeran Barat yang bertengkar terus.

Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan


khotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah
golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara)
orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan
membakar." la berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan
jadikanlah sebagai milikmu."

"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu
telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi
Eropa, merekrut para kesatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons
antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena
tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk
keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah
peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.

72
Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-Kristen
adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang
Kristen tampaknya seperti tindakan melayani Allah.

Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya
menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari
sebuah halaman Alquran, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan
melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya
dapat memperpendek waktu di purgatory.

Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di
Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan
antara Timor dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang
berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib
mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka
merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka:
menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel.

Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan
dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah mengikuti
kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak
membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis bahwa
para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali
kekang kuda".

Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari
Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan.
Mereka mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya
masih terlihat.

Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer
dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (Knights
Templars) dan Ordo Rumah Sakit (Knights Hospitalers). Meski pun pada awalnya
dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer
yang tangguh dalam pendiriannya sendiri.

Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan
bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara
efektif. Pada tahun 1291, pasukan Muslim menduduki kola Acre, yang secara efektif
mengakhiri Perang Salib.

Dalam banyak hal, Perang Salib telah meninggalkan warisan negatif. Hubungan yang
rusak antara gereja-gereja Timur dan Barat, dan kekejaman para tentara Perang Salib
hanya membuat musuh-musuh mereka lebih fanatik. Ditambah lagi, semua pelajaran
yang diterima selama peperangan, telah menjadi bagian dari strategi mereka untuk
diterapkan dalam pertempuran melawan orang-orang Kristen lain.

Tanggapan yang ditujukan pada panggilan Urbanus, meningkatkan kuasa kepausan. Ia


berhasil mengumpulkan sejumlah besar prajurit yang bersedia mati demi imannya,
perbuatan yang tidak dapat diremehkan oleh pangeran mana pun.

73
Pergumulan kekuasaan antara Gereja dan negara belum usai.

74
33) Tahun 1115 Bernardus Mendirikan Biara di Clairvaux

Patung Bernardus di gereja paroki di Fontaines-Les-Dijon, tempat kelahiran Bernardus.

Kebiaraan telah menentukan cita-cita kesucian dan kesederhanaan untuk kalangannya


sendiri. Untuk sementara waktu, setiap gerakan biara memenuhi secara efektif maksud-
maksud baik itu, tetapi lambat-laun kelengahan dan keduniawian telah menguasainya.
Maka, sebuah tatanan baru, dengan ketulusan dan kesederhanaan yang lebih keras,
muncul.

Lewat pertengahan abad kesepuluh, para Benediktin telah menjadi mangsa kuasa
tersebut dan membutuhkan pembaruan. Dari golongan mereka sendiri berkembanglah
Cistercian (Ordo Biarawan Pulih), yang ingin kembali ke hidup sederhana dengan
bekerja dan berdoa.

Seorang Cistercian yang paling besar — seorang yang sangat mempengaruhi Gereja
zaman pertengahan - adalah Bernardus. Ia meyakinkan tiga puluh biarawan dalam
ordonya, untuk mengikutinya ke sebuah biara baru, yang akan ia bangun di Clairvaux.
Dari biara itu, Bernardus membawa namanya ke dunia Kristen. Menjelang kematiannya
pada tahun 1153, ia telah mendirikan enam puluh lima rumah Cistercian, mendorong
orang-orang beriman teguh, menyulitkan para raja, menghasilkan para paus dan
mengkhotbahkan Perang Salib.

Sambil mencari reformasi moral dan kesucian pribadi, Bernardus menekankan


keharusan pengalaman pribadi tentang Kristus dan mendorong penyangkalan diri serta
mengubah cinta terhadap duniawi menjadi cinta terhadap Allah. Tekanannya itu
membawa ke kesucian umum yang lebih Iuas.

Sebagai seorang teolog dan penulis berinspirasi, Bernardus berkata bahwa teologi dan
pemahaman Alkitab "harus menembus hati ketimbang penjelasan kata-kata". Tidak
seperti para Skolastik yang menekankan akal budi, Bernardus berfokus pada perlunya
perubahan hidup. Ia berupaya semampunya membungkam berbagai ajaran orang-orang
seperti Petrus Abelardus, contoh sempurna dari orang yang selalu ragu-ragu pada Abad
Pertengahan.

Meskipun Bernardus berpegang teguh pada ortodoksi, ia membawa tekanan kuat pada
Maria bagi kesalehan abad pertengahan. la menolak doktrin Immaculate Conception
(Doktrin tentang Maria yang dikandung tanpa dosa). Baginya, hanya Kristus yang tidak

75
berdosa. Di kemudian hari, orang-orang Kristen mengembangkan ide-idenya dan
menjadikannya sistem kepercayaan Gereja.

Meskipun Bernardus menyukai kehidupan sederhana, kesohorannya sebagai santo,


penulis dan pengkhotbah tersebar jauh melewati tembok-tembok biaranya. la terlibat
dalam politik yang bergejolak ketika itu, hingga ke titik penentuan antara dua pesaing
yang menuntut takhta paus. Ia juga adalah juru bicara yang gagah untuk Perang Salib
Kedua – yang terbukti tidak efektif sama sekali.

Terkadang, orang yang berpikiran tinggi ini keras kepala dan tidak bertenggang rasa.
Keberadaannya sebagai campuran antara tokoh publik dan mistik sungguh
mengherankan. Ia tetaplah pembela kebenaran, orang yang ikut campur tangan dalam
urusan dunia, namun tetap tidak tercemari oleh urusan-urusan itu. Bernardus dari
Clairvaux mewariskan kepada orang lain tujuan tunggalnya: penyerahan sepenuhnya
kepada Allah.

76
34) Tahun ±1150 Universitas Paris dan Universitas Oxford Didirikan

Oxford University

Apa yang akan terjadi jika Anda berdebat dengan profesor teologi Anda – mungkinkah
Anda menang? Kemungkinannya, pada Abad Pertengahan, Anda akan dicap sebagai
seorang penganut ajaran sesat dan akan dikeluarkan dari sekolah. Hal itulah yang terjadi
pada diri Petrus Abelardus yang cerdas. Inilah salah satu sebab berdirinya universitas.

Pada awalnya, pendidikan lanjutan selalu diberikan di biara-biara atau di sekolah-


sekolah katedral. Tetapi sekolah-sekolah semacam ini mulai menarik guru-guru dari
luar biara. Guru-guru seperti ini selalu mempertanyakan dogma gereja yang resmi.

Itulah kasus Abelardus. Ia dan beberapa orang seperti dia menjalankan "praktik privat"
dan hidup dari honor yang disumbangkan para murid di tempat mereka mengajar.
Abelardus sendiri mempunyai bermacam-macam karir. Ia mendirikan sekolahnya
sendiri di St. Denis, kembali mengajar di Katedral Notre Dame, kemudian mengajar di
sekolahnya sendiri. Kesohorannya menarik murid-murid ke Paris, tetapi Gereja tidak
yakin apakah ia dapat dipercaya. Akhirnya, sekelompok guru semacam itu, yang dipecat
dari biara-biara di Notre Dame, mendirikan usaha di tepi kiri Sungai Seine.

Ada perdebatan: apakah Bologna atau Paris yang mempunyai "universitas" pertama. Di
Bologna, guru Irnerius mendirikan sekolah hukum pada tahun 1088, yang diizinkan
oleh Kaisar Frederick Barbarossa pada tahun 1159. Tetapi istilah "universitas"
datangnya dari Paris. Pada zaman pertengahan, semua jenis usaha diorganisasi dengan
rapi. Jadi, para guru dan murid sepanjang Seine mengorganisasi sejenis serikat sekerja,
Universitas Societas Magistrorum et Scholarium (Masyarakat Universal Pengajar dan
Murid), di bawah kuasa seorang rektor. Rektor ini secara agak longgar bertanggung
jawab pada uskup Paris, dan mempunyai wewenang memberikan surat izin mengajar.

Pada tahun 1200, Philip II dari Perancis memberikan status resmi bagi "universitas" ini.
Seperti di Bologna, para pengajar dan pelajar memiliki keistimewaan sosial dari
rohaniwan, walaupun terpisah dari mereka. Paus Innocentius III (yang telah belajar di
Paris) menguatkan status sekolah tersebut pada tahun 1208. Pengurus universitas benar-
benar mogok pada tahun 1229 — 1231 karena pertikaian dengan uskup tentang
pengawasan proses pendidikan. Paus Gregorius IX mengakhirinya dengan pengaturan
sendiri bagi sekolah tersebut.

77
Universitas Paris menjadi poros pendidikan bagi sebagian besar Eropa, sekurang-
kurangnya di bagian utara pegunungan Alpen. Dengan demikian, berkembanglah empat
"kebangsaan" dalam studi, dengan mengelompokkan guru dan murid dari latar belakang
yang sama: Perancis, Inggris/Jerman, Normandia, Picardia (dari dataran rendah). Para
pelajar asing membutuhkan pemondokan juga, yang telah disediakan negara. Hal inilah
yang membentuk kerangka "colleges" (perguruan-perguruan tinggi) di bawah naungan
universitas. Paris pun mengembangkan empat bidang studi: seni, kedokteran, hukum
dan teologi.

Pada tahun 1167, jauh sebelum universitas Paris menerima status resmi, Henry II
melarang pelajar Inggris belajar di Paris. Sebuah Studium Generale pun didirikan di
Oxford, yang diorganisasikan secara resmi di bawah seorang rektor, pada tahun 1215.

Abad ketiga belas merupakan masa subur pendidikan. Paris, Oxford dan Bologna
menjadi pusat-pusat teologi, filsafat dan ilmu pengetahuan. Berbagai peristiwa ini telah
membentuk tradisi pendidikan yang terpelihara sampai hari ini.

Universitas-universitas tersebut merupakan inkubator (alat penetas telur) bagi Renaisans


(masa kebangkitan kembali) masa Reformasi.

78
35) Tahun 1173 Peter Waldo Memulai Gerakan Kaum Waldens

Sebelum Reformasi, beberapa kelompok orang Kristen merasa keberatan atas jalan yang
ditempuh Gereja Katolik. Salah satunya ialah kaum Waldens, yang dimulai seorang
saudagar Perancis, yang merasa kecewa terhadap gereja Abad Pertengahan.

Pada suatu hari, Peter Waldo mendengar seorang penyanyi keliling bernyanyi tentang
seorang muda yang kaya, yang meninggalkan keluarganya dan kembali setelah
bertahun-tahun lamanya. Orang muda itu kembali dengan berpakaian seperti seorang
pengemis dan menjadi begitu kurus sehingga sanak keluarganya sendiri tidak
mengenalinya. Hanya saat ia menemui ajalnya ia menampakkan identitas
sesungguhnya. Ia telah hidup di antara orang-orang miskin dan mati dengan gembira,
gembira akan menemui Allah yang selalu tersenyum kepada orang miskin.

Tergerak oleh cerita itu, Waldo segera bertindak, menyisihkan dana secukupnya untuk
istrinya, dan menempatkan kedua putrinya di asrama. Sisa kekayaannya ia bagikan
kepada orang miskin. Ia mempekerjakan dua orang imam untuk menerjemahkan Alkitab
dalam bahasa Perancis dan mulai menghafal tulisan-tulisan panjang. Kemudian ia mulai
mengajar orang-orang biasa tentang Kristus.

Meskipun para biarawan dan biarawati telah mengajar tentang kemiskinan dan
penyangkalan diri — walaupun mereka sendiri sering gagal berpegang pada sumpah
mereka — gereja melihat hal ini sebagai sesuatu yang perlu mereka praktikkan. Tidak
banyak orang berharap bahwa orang-orang biasa dapat hidup suci.

Waldo dan para pengikutnya — yang menamakan dirinya sebagai Orang-orang Miskin
dari Lyons — yakin bahwa Yesus menginginkan ajaran-Nya dijalankan semua orang.
Dengan berpasangan para Waldens mengunjungi tempat-tempat umum, mengajarkan
Perjanjian Baru kepada orang-orang awam.

Perbedaan antara Gereja dan para pengajar ini tampak jelas bagi uskup agung Lyons. Ia
memerintahkan mereka menghentikannya. Waldo menyitir Rasul Petrus: "Kita harus
lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia" (Kis. 5:29). Meskipun uskup agung
mengucilkan Waldo, hal itu tidak menghentikan dia ataupun gerakan yang menyandang
namanya. Para Waldens mengajukan banding kepada Paus Alexander II. Meskipun ia

79
dapat dikejar sampai pada Persidangan Lateran Ketiga (1179), orang-orang Waldens
yang sibuk "berpasangan, berjalan tanpa alas kaki, berpakaian wol, tanpa memiliki apa
pun, dengan anggapan semua benda milik bersama seperti para rasul", mengesankan
Paus. Karena mereka hanyalah orang-orang awam belaka, walau bagaimanapun, ia tidak
dapat mengizinkan mereka mengajar tanpa persetujuan seorang uskup — suatu hal yang
tidak mungkin mereka capai.

Mengingat perkataan dalam Kisah Para Rasul, Waldo dan pengikutnya melanjutkan
pengajarannya. Ini mengakibatkan pengucilan mereka oleh Paus Lucius III pada tahun
1184.

Kaum Waldens tidak mengajarkan ajaran sesat, walaupun Gereja menuduh mereka
demikian. Mereka bersifat ortodoks. Namun, karena mereka berada di luar struktur
gereja, para pengikut Waldo ini tidak mendapat pengakuan hierarki Gereja. Bagi orang-
orang gerejawi Abad Pertengahan, apa pun yang ada di luar Gereja adalah ajaran sesat.

Banyak orang Kristen Perancis dan Italia, yang telah kecewa dengan Gereja yang
bersifat duniawi, berpaling ke Waldensian, yang mengajarkan imamat bagi setiap orang
percaya. Mereka menolak relikwi, ziarah dan paraphernalia seperti air suci dan pakaian-
pakaian rohaniwan, hari-hari para santo dan perayaan lainnya, serta purgatory. Komuni
bukanlah sesuatu untuk dilaksanakan setiap hari Minggu, dan para pengkhotbah
Waldens berbicara serta membacakan Injil kepada orang-orang dalam bahasa mereka
sendiri.

Pada tahun 1207, Paus Innocentius III menawarkan bahwa para Waldens akan diterima
jika mereka mau tunduk pada para pejabat Gereja Katolik. Banyak yang kembali —
tetapi yang lain tidak. Pada tahun 1214 Paus mengutuk mereka sebagai orang-orang
berhaluan ajaran sesat dan menyerukan agar mereka ditindas. Inkuisisi (penyelidikan
dan pengadilan Gereja Katolik) melaksanakan tugasnya dengan melenyapkan mereka.

Kendati mengalami semua penindasan ini, namun kaum Waldens tidak jera, dan tetap
meneruskannya. Mereka menyebar di seluruh Eropa, dan ketika Reformasi muncul,
mereka disambut hangat oleh sebagian kaum Protestan. Sekarang mereka menganggap
dirinya sebagai orang-orang Protestan. Kaum Waldens adalah saksi hidup bahwa pada
masa-masa suram sejarah Gereja, gerakan perbaikan bate selalu akan muncul dari dalam
Gereja.

80
36) Tahun 1206 Fransiskus dari Asisi Meninggalkan Kekayaannya

Memasuki abad ketiga belas, masa depan bagi pemuda Fransiskus Bernardone tampak
cerah. Sebagai seorang putra pedagang kain di Asisi, Italia, Fransiskus tentunya dapat
mengharapkan kehidupan seorang kesatria dan kaya.

Asisi sedang berperang dengan tetangganya Perugia, jadi Fransiskus pun berangkat ke
medan perang. Dengan pakaian besi, helm berjambul dan tombak di sisinya, ia tampak
bersinar. Karena tertangkap dalam suatu pertempuran, ia menjadi tawanan perang
selama satu tahun di Perugia. Tidak berapa lama setelah dibebaskan, ia sakit parah.
Semua pengalaman ini membuatnya bertanya-tanya apa arti harta yang diwarisinya.

Suatu hari, ketika ia sedang berkuda, ia melihat seorang penderita lepra di jalanan.
Fransiskus sebelumnya pernah merasa mual melihat pengemis seperti ini dan mulai
melarikan kudanya dengan cepat melewati dia, tetapi orang ini beda adanya. Penderita
lepra ini berparaskan wajah Kristus. Diliputi dengan perasaan devosi spiritual,
Fransiskus turun dari kudanya dan mencium pengemis tersebut. Ia memberi uang
kepada pengemis itu, dan membawanya ke tujuannya dengan duduk di atas kuda di
belakangnya.

Dorongan untuk mempedulikan orang-orang yang sedang membutuhkan bertumbuh


dalam diri Fransiskus, meskipun ayahnya mengejeknya. Pada tahun 1206 Fransiskus
meninggalkan rumahnya, melepaskan harta ayahnya, kemudian ayahnya memutuskan
hubungan dengan dia. Orang muda ini mengabdikan dirinya pada kehidupan miskin.
Makanan atau pakaian sekecil apa pun akan diberikannya kepada mereka yang
membutuhkannya. Ia sendiri menjadi seorang pengemis, tanpa malu-malu meminta-
minta dari orang "berada", agar ia dapat membagikannya kepada orang yang "tidak
berada".

Fransiskus mulai berkhotbah di kapel-kapel dekat Asisi yang telah ditinggalkan. Pesan
Injil yang sederhana tentang kasih dan pelayanan telah menghasilkan banyak pengikut
setia. Bagi mereka yang ingin bergabung dengannya dengan meninggalkan harta
mereka, ia menggariskan sekumpulan peraturan untuk hidup; peraturan-peraturan dasar
Ordo Fransiskan (Fransiscan Order). Ia bersama-sama tujuh orang rekannya pergi ke
Roma untuk mendapatkan persetujuan Paus bagi ordonya.

Menjelang tahun 1218, sudah ada sekurang-kurangnya 3.000 pengikut Fransiskus. Ia


telah mengobarkan semangat mereka. Gereja telah menimbun harta dan kuasa. Dalam
masyarakat Italia, yang kaya bertambah kaya, dengan restu Gereja, sementara si miskin

81
mati kelaparan. Namun, Fransiskus menawarkan cara kesederhanaan baru, yang tidak
dinodai oleh ketamakan. Banyak yang taat beragama mengikuti teladannya. Banyak
lagi, yang tidak ingin mengorbankan hartanya, mengagumi para pengkhotbah miskin ini
dan mendukung mereka dengan pemberian sedekah.

Berabad-abad kemudian, Martin Luther mengkritik dengan tajam tradisi Fransiskan ini
karena penekanannya pada perbuatan baik – menurutnya hanya iman yang akan
memberi keselamatan. Namun, dalam banyak hal, kedua reformis ini bertempur
melawan musuh yang sama: gereja yang hanya mempedulikan kelestarian statusnya
sendiri, dan melupakan ajaran-ajaran Kitab Suci yang sederhana.

Pada puncak kemasyhurannya, pada bulan Oktober tahun 1226, Fransiskus wafat. Dua
tahun kemudian ia diangkat menjadi santo. Kata-kata terakhirnya ialah, "Saya telah
menunaikan tugas saya, semoga Kristus sekarang mengajar Saudara tugas-tugas
Saudara."

82
37) Tahun 1215 Konsili Lateran Keempat

Paus Innocentius III memanggil


Konsili Lateran Keempat

Paus yang berkuasa antara tahun 1198 dan 1216, Innocentius III, mewujudkan kepausan
yang sangat berkuasa dalam sejarah Abad Pertengahan. Orang yang susah diajak
kompromi dan yang berbakat ini berupaya membawa ketertiban dan disiplin pada
Gereja. Ia mengadakan perubahan dan memusatkan administrasi Gereja serta terlibat
juga dalam urusan-urusan politik pada zamannya.

Innocentius menginginkan kepausan yang mengontrol berbagai urusan gerejawi dan


negara. Apabila para Paus yang terdahulu menjuluki diri mereka sebagai "wakil Petrus",
Innocentius menuntut hak sebagai "wakil Kristus". Dengan menyatakan bahwa ia
adalah duta Kristus di bumi, ia berkata bahwa Paus adalah "perantara antara Allah dan
manusia, di bawah Allah tetapi di atas manusia". Dengan tegas ia menjalankan
tugasnya, seperti mengasingkan para pangeran yang susah diatur ataupun mengusir
orang-orang sesat.

Pada tahun 1215, pada Konsili Lateran Keempat, Gereja menyerap banyak ide-ide
innocentius. Dalam sidang yang panjang selama tiga hari, mereka menghasilkan ratusan
dekrit.

Karena Innocentius merasa peduli, bahwa setiap orang Kristen yang telah dibaptis harus
menampilkan citra kekristenan, sidang tersebut mewajibkan setiap orang mengaku dosa
kepada seorang pastor dan mengambil komuni setiap tahun.

Melalui Konsili Lateran Keempat ini, doktrin "Transubstansiasi" (doktrin bahwa


substansi roti dan anggur berubah menjadi substansi tubuh dan darah Kristus) dengan
resmi menjadi bagian dari gereja. Secara tidak resmi, ide bahwa roti dan anggur adalah
tubuh dan darah Kristus telah beredar selama bertahun-tahun. Gereja memandang
pengambilan komuni sebagai bagian penting untuk mendapatkan keselamatan;
penyangkalan, seperti halnya dengan pengucilan, berbahaya bagi jiwa. Dengan
kesempatan berhubungan langsung dengan tubuh dan darah Kristus, para imam
memegang peranan penting dalam otoritas Gereja. Pengucilan berkekuatan besar karena
hal itu menyangkal hubungan seseorang dengan Kristus.

83
Menyadari ketidaktahuan banyak imam, Innocentius mendorong persidangan itu untuk
memberlakukan peraturan bahwa setiap katedral harus memiliki seorang guru teologi.
Dengan demikian akan ada orang yang memberi penjelasan kepada para imam.

Seirama dengan pandangan tinggi Innocent tentang otoritas paus, kepercayaannya


bahwa hanya ada satu Gereja yang benar, tempat kebenaran spiritual tersimpan, telah
mewujudkan kepausan yang lebih kokoh. Setuju atau tidak dengan Gereja bukan lagi
suatu pilihan. Para pengikut ajaran sesat membahayakan bukan saja jiwa mereka
sendiri, tetapi jiwa orang lain juga. Konsili mengatur langkah agar negara menghukum
orang-orang sesat dan menyita harta mereka. Para pejabat yang enggan melepaskan
orang sesat akan dikucilkan, dan mereka yang bekerja sama dengan Gereja akan
menerima pengampunan penuh.

Sekali lagi Gereja menghadapi masalah penunjukan pejabat Gereja yang kafir. Para
penguasa yang tidak beragama ditolak untuk menetapkan para uskup di kawasannya.
Hanya paus yang dapat menetapkan atau mencopot uskup-uskup menurut Konsili.
lnnocentius menolak menerima uskup agung Canterbury yang ditetapkan raja Inggris,
John. Untuk memaksa John patuh, paus mengucilkannya. Karena takut akan kehilangan
takhtanya, raja yang keras kepala itu akhirnya mengalah.

Konsili itu juga menyerukan agar orang-orang Yahudi diharuskan mengenakan identitas
khusus. Orang-orang Kristen dilarang mengadakan transaksi dagang dengan mereka.
Lambat laun hal ini mewujudkan perkampungan Yahudi tersendiri (Jewish ghettos).

Dalam dekrit ini dan yang lainnya, Innocentius telah menciptakan lembaga yang sampai
Reformasi mempunyai pengaruh dominan di Eropa.

84
38) Tahun 1273 Thomas Aquinas Menyelesaikan Karyanya Summa
Theologica

Thomas Aquinas, Lahir di Rocca Secca dekat Aquino di Naples, Italy, c. 1225;
meninggal di Fossanuova (dekat Roma), 1274.

Thomas Aquinas menyerahkan jabatannya kepada Paus (oleh Taddeo di Bartolo).

Orang yang sistem teologinya di kemudian hari menjadi panduan bagi gerejanya,
dulunya dijuluki sebagai 'Dumb Ox" (sapi bisu) oleh rekan-rekan sekolahnya di
Cologne. Meskipun julukan ini mungkin cocok mengingat tubuhnya yang besar, lamban
dan sikapnya yang serius, nama ini tentunya tidak mencerminkan kecerdasan otaknya.

Teolog terbesar Abad Pertengahan, Thomas Aquinas, dilahirkan pada tahun 1225 dalam
keluarga bangsawan yang kaya. Menjelang usia lima tahun ia terkenal akan
kesalehannya, dan orangtuanya pun mengirim dia ke sekolah biara.

Pada usia empat belas tahun, ia pergi ke Universitas Naples. Di sana Thomas begitu
terkesan dengan guru Dominikannya. Ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawan
Dominikan juga.

Keluarga Thomas berupaya keras mengubah pikirannya. Mereka mencoba menculiknya,


membujuknya dan menyekap dia selama satu tahun, namun akhirnya mereka mengalah.
Thomas pergi ke Paris untuk belajar pada Albertus Magnus, yang kemudian
mempekerjakannya ke Paris.

Pada zaman ini, filsuf-filsuf bukan Kristen mengusik otak para pemikir Kristen. Karya-
karya Aristoteles, Averroes yang Muslim dan Maimonides yang Yahudi telah

85
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Para sarjana tertarik kepada para filsuf yang
menjelaskan seluruh jagat raya tanpa mengacu pada Kitab Suci Perjanjian Baru.

Melanjutkan tradisi kesarjanaan, Thomas berupaya menyatukan rangkaian filsafat dan


teologi yang agak terpisah. Ia membedakan keduanya, yang ia sebut akal dan wahyu,
namun ia menekankan bahwa keduanya itu tidak perlu dipertentangkan. Keduanya
adalah sumber pengetahuan la mengatakan bahwa keduanya berasal dari Allah, namun,
"Dalam teologi suci, segala sesuatu diperlakukan dari sudut pandang Allah."

Thomas memahami keterbatasan rasio, yang hanya didasari pengetahuan melalui indra.
Sementara kita dibawa rasio untuk percaya kepada Allah, menurutnya, hanya wahyulah
yang akan menunjukkan Allah Tritunggal yang ada di Alkitab. Wahyu sendiri dapat
dengan sempurna menunjukkan asal-usul dan nasib manusia. Dengan menggunakan
wahyu dan logika sebagai dasarnya, manusia dapat membangun teologi yang akan
menjelaskan dirinya dan alam semesta ini.

Argumentasi Summa Theologica yang berliku-liku itu menunjukkan kesanggupan


Thomas Aquinas untuk melakukan penalaran yang rumit. Pada awalnya ia ditentang. Di
Gereja, banyak yang tidak menerima penekanan kaum Skolastik pada akal. Tetapi tidak
lama kemudian, karya ini dan karya-karya lainnya, seperti Summa Contra Gentiles,
yang pada satu masa mengundang perbantahan, telah menjadi bagian terkemuka doktrin
Gereja. Ketika Gereja Katolik mengatur kekuatan melawan kebangkitan Protestan pada
Konsili Trente, mereka menggunakan karya-karya Aquinas.

Meskipun ia telah menjadi salah seorang teolog, guru dan pengkhotbah terkemuka
gereja, keberadaan Aquinas tetap sederhana. Tiga bulan menjelang kematiannya, pada
tahun 1274, ia mengumumkan bahwa penglihatan dari surga dengan jelas menunjukkan
bahwa teologinya hanyalah "tumpukan jerami". Ia membuang tulisan-tulisan teologis,
dan Summa Theologica tidak pernah benar-benar diselesaikan.

86
39) Tahun 1321 Dante Menyelesaikan The Divine Comedy

Pada salah satu epik terindah yang pernah ditulis, seseorang mengadakan perjalanan ke
neraka, purgatory dan surga — suatu peziarahan dari dosa menuju keselamatan. Kisah
perjalanan itu mempunyai pengaruh yang tak terhingga pada bahasanya sendiri —
bahasa Italia — dan pada pembaca abad-abad berikutnya.

Karya Dante Alighieri The Divine Comedy (Komedi Ilahi), adalah sajak alegoris yang
diperpanjang, yang dibagi atas tiga bagian: Bagian "Inferno" (neraka) mengikuti Dante
melewati sembilan lingkaran neraka yang berpusat tunggal dengan pemandunya seorang
pujangga Romawi, Virgil; "Purgatory" menggambarkan sebuah gunung dengan
sembilan jenjang, di mana jiwa-jiwa yang telah diselamatkan mengikis dosa mereka
sebelum masuk surga, dan buku terakhir, 'Paradise" (Surga), menceritakan
perjalanannya bersama-sama Beatrice (wanita yang dipuja-puja sepanjang hidupnya)
dan Bernardus dari Clairvaux melalui kesembilan lingkaran yang berpusat tunggal di
surga, tempat ia menemui orang-orang kudus Allah.

Sajak tersebut benar-benar ortodoks secara teologi — meskipun Dante menempatkan


paus sebagai yang berkuasa di neraka pada waktu itu. Dengan jelas juga dicerminkan
dalam sajak itu keyakinan pada zamannya. Di sini kita melihat contoh keyakinan pada
Abad Pertengahan secara konkret.

Dante sangat mengagumi karya klasik Latin dan Yunani, dan sangat dipengaruhi oleh
Thomas Aquinas. Seperti Aquinas, ia percaya akan nilai akal, namun ia mengakui pula
bahwa tujuan akhir adalah hidup bersama Allah. Tokoh Virgil mewakili upaya terbaik
manusia untuk hidup suci dan berbudaya. Meskipun ia mendapatkan tempat khusus di
sana, namun ia masih di neraka. Beatrice dan Bernhard mewakili kehidupan yang
berkasih-karunia.

The Divine Comedy dengan jelas menggambarkan ganjaran abadi bagi yang sesat dan
orang-orang kudus, bagi raja-raja dan rakyat biasa. Walaupun berbeda dengan teologi
modern, namun arti mendalam yang terkandung di bawah figur-figur tersebut dapat
berbicara dengan jelas pada jiwa seperti halnya pada imajinasi.

Akhirnya Dante melihat kerumunan yang ada di surga tersusun seperti kelopak
sekuntum mawar. Imajinasinya terbentang melampaui kapasitasnya, dan ia
mengakhirinya dengan penyembahan dan penghormatan pada "Kasih yang
menggerakkan sang surya dan bintang-bintang lainnya".

87
40) Tahun 1378 Catherina dari Siena Pergi ke Roma untuk
Mendamaikan Skisma Besar

Saint Catherine of Siena (1347–1380)

Siapa sangka, seorang gadis kelahiran tahun 1347, si bungsu dari dua puluh tiga
bersaudara, dalam keluarga yang taat pada agama di Siena, akan menjadi pemandu dan
pendukung para paus?

Meskipun masih berusia muda, Catherina telah menunjukkan pengabdian yang tinggi,
dan ia berikrar akan menjadi mempelai wanita Kristus. Selama tiga tahun ia hidup
terpisah dari dunia luar, tetapi ketika Black Death (wabah pes yang berjangkit dan
mematikan di Eropa pada abad keempat belas) menyapu Eropa, Catherina memasuki
lagi dunia ini dan melayani mereka yang sekarat; ada yang mengaku bahwa ia juga
menyembuhkan para penderita. la juga mengunjungi para narapidana, membuat
beberapa di antara mereka yang dijatuhi hukuman mati jadi bertobat.

Sementara itu, Catherina juga banyak menulis surat, memberikan konseling spiritual
kepada setiap orang, dari orang awam sampai paus. Surat-surat semacam itu telah
memberinya reputasi sebagai juru damai, karena ia menunjukkan kemampuan yang luar
biasa dalam mendamaikan orang.

Salah satu kebutuhan besar untuk perdamaian abad ini ada pada kepausan. Selama
bertahun-tahun Perancis telah mendominasi takhta paus - sedemikian rupa sehingga
paus pindah ke Avignon, di Perancis. Meskipun hal ini menyenangkan orang-orang
Perancis, tidak ada orang lain yang menyukai ide ini, dan selama bertahun-tahun pula
para paus berpikir untuk kembali ke Roma.

Seperti banyak orang saleh pada zamannya, Catherina percaya bahwa paus harus berada
di Roma agar ia tidak berhadapan dengan dominasi Perancis. la mendorong Paus
Gregorius XI kembali ketika ia mengunjunginya di Avignon pada tahun 1376. Paus
pindah ke sana namun meninggal tidak berapa lama kemudian.

Para Kardinal memilih Urbanus VI sebagai paus. Ketika mereka mulai tidak puas atas
dirinya, mereka memilih Clement VII, yang kernbali ke Avignon. Skisma (perpecahan)
Besar pun berawal - keadaan yang berlanjut selama tiga puluh sembilan tahun. Hal ini

88
sungguh suatu skandal, ada dua orang paus yang masing-masing menuntut gelar "Wakil
Kristus" ("Vicar of Christ")! Mereka berdua masing-masing mempunyai kelompok
kardinal, dan apabila paus masing-masing meninggal, setiap kelompok akan
menggantikannya dengan seseorang yang mereka sukai.

Ada beberapa negara yang mendukung paus yang satu, ada juga yang mendukung yang
lainnya. Tampaknya hal ini telah menjadi permusuhan. Catherina berpihak kepada paus
Roma, dan menulis surat yang menyengat para kardinal Perancis tentang pemilihan
mereka. Pada tahuri 1378 ia pergi ke Roma, dengan berharap dapat memperbaiki
perpecahan ini. la mengumpulkan orang-orang sekeliling Urbanus, tetapi juga
mengecamnya atas beberapa tindakannya yang kurang bijaksana. Urbanus tidak
tersinggung, sebaliknya ia mengagumi wanita saleh ini dan meminta petunjuk darinya.

Untuk sementara waktu kota yang bergejolak itu menjadi tenang. Namun ketika
Catherina meninggal, dua tahun kemudian, Skisma Besar itu tetap bercokol.

Meskipun misi terakhir Catherina ini gagal, ia sendiri bukanlah kegagalan. Pada zaman
ketika para paus telah menjadi luar biasa kaya dan berkuasa, ia membuktikan bahwa
seorang wanita sederhana dapat mewujudkan sesuatu yang berbeda. Jenis kelaminnya
atau awal ketakterkenalannya itu pun bukan hambatan baginya.

Pengaruhnya berlanjut sepanjang masa. Dialoguenya, yang menekankan perlunya setiap


orang merespons panggilan Tuhan "dari dalam", sangat terkenal.

Perpaduan antara devosi mistik dan pelayanan Kristen yang aktif oleh Catherina telah
menyentuh, baik orang-orang Katolik maupun Protestan.

89
41) Tahun ±1380 Wycliffe Mengawasi Penerjemahan Alkitab ke dalam
Bahasa Inggris

John Wycliffe (c. 1330 -1384) mengutus "pengkhotbah bagi orang miskin" dari Gereja
Lutterworth

"Seorang tokoh berperawakan tinggi dan kurus, ditutupi jubah hitam panjang dan ringan
... kepalanya dihiasi jenggot yang bertumhuh lebat menampilkan ketampanan yang
berpandangan tajam; matanya yang jernih dan menembus, bibir tertutup rapat sebagai
tanda berpendirian teguh."

Begitulah John Wycliffe berdiri di depan uskup London pada tahun 1377, menjawab
semua pertanyaan tentang ajaran sesat yang dituduhkan kepadanya. Temannya sekaligus
pendukungnya, John Gaunt, pangeran Lancaster, melangkah dengan arogan ke dalam
gereja. Pembicaraan apakah Wycliffe harus berdiri atau duduk berubah menjadi
pertengkaran. Hal itu kemudian berubah menjadi pertikaian. John Gaunt pun lari
menyelamatkan diri. Bayangkan saja, Wycliffe adalah seorang pemberani dan
pembicara blak-blakan baik dalam teologi maupun pengetahuan. Tetapi dalam politik ia
selalu terjebak dalam pertempuran antara dua pihak.

John Wycliffe adalah orang terpelajar yang terkemuka pada zamannya. Seluruh Inggris
menghormati kebijakannya. Pendidikan di universitas masih merupakan fenomena baru
ketika itu, dan peranan Wycliffe sungguhlah besar bagi reputasi Oxford, tempat ia
belajar dan mengajar.

Namun, kehidupannya penuh dengan kontroversi. Ia mempunyai kebiasaan berbahaya,


yaitu mengatakan apa yang dipikirkannya. Jika apa yang dipelajarinya membuatnya
mempertanyakan tentang ajaran Katolik resmi, ia langsung menyuarakannya. Ia
mempertanyakan hak gereja atas kuasa duniawi dan kekayaannya. Ia mempertanyakan
juga penjualan surat-surat pengampunan dan jabatan-jabatan gerejawi, penyembahan
para santo dan relikwi yang berbau takhayul, serta kuasa paus. la mempertanyakan juga
pandangan resmi tentang Ekaristi (doktrin transubstansiasi) yang dikeluarkan oleh
Konsili Lateran Keempat. Untuk pandangan-pandangan semacam ini dan lainnya, ia
selalu harus membela diri di hadapan para uskup dan konsili-konsili.

90
Inggris penuh sentimen terhadap Gereja Roma, bahkan pada tahun-tahun 1300-an.
Kepemimpinan sekuler sangat kuat di Inggris. Para pangeran — dan banyak orang
awam — menyesaalkan cara Gereja merampas kekuasaan dan harta. John Gaunt sering
memakai ide-ide dan kesohoran Wycliffe dalam berargumentasi dengan Gereja. Sebagai
imbalannya, ia memberi Wycliffe semacam perlindungan dari hierarki.

Untuk sementara, Wycliffe merupakan pahlawan yang populer. Para pengikutnya, yakni
Lollard, para imam yang menganut kemiskinan para rasul dan mengajarkan Kitab Suci
kepada kalangan umum, mengembara di Inggris dengan Injil. Tetapi tatkala
pengaruhnya. menurun, Wycliffe menjadi kurang berguna bagi para sponsornya,
termasuk Lancaster. Peristiwa tahun 1377 mengakibatkan tulisannya dilarang.

Oposisi pun semakin intensif. Sementara ia sendiri diamankan dari kekerasan, tulisan-
tulisannya dibakar dan ia dicopot dari kedudukannya di Oxford serta dilarang
menyebarluaskan pandangannya.

Hal ini memberinya waktu untuk menerjemahkan Alkitab. Menurut Wycliffe, setiap
orang harus diberi keleluasaan membaca Kitab Suci dalam bahasanya sendiri. "Oleh
karena Alkitab berisikan Kristus, yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan,
Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan bagi para imam saja," tulisnya.
Maka meskipun Gereja tidak setuju, ia bekerja bersama sarjana lain untuk
menerjemahkan Alkitab Inggris pertama yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan
tangan Vulgata (Alkitab terjemahan Bahasa Latin), Wycliffe berusaha keras membuat
Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Edisi pertama
diterbitkan. Penerbitan kedua yang diselesaikan setelah Wycliffe meninggal, mengalami
perbaikan. Namun edisi itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe", dan dibagi-bagikan
secara ilegal oleh para Lollard.

Wycliffe terkena stroke di gereja dan meninggal pada tanggal 31 Desember 1384. Tiga
puluh satu tahun kemudian, Konsili Konstanz mengucilkan dia, dan pada tahun 1428
kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai Swift.

Tidak ada yang tahu secepat apa idenya akan tersebar di seluruh Eropa. Dampak
ajarannya pada para pemimpin di kemudian hari, seperti Yohanes Hus, memberikan
Wycliffe julukan "Bintang Fajar Reformasi". Ia sendiri berusaha tetap bertahan di
Gereja Roma sepanjang hidupnya, tetapi dalam hati dan benak para pendengarnya,
Reformasi sudah bergerak secara diam-diam.

91
42) Tahun 1415 Yohanes Hus Dibakar pada Tiang Pancang

John Huss (1380-1415).

Burning of John Huss on July 6, 1415.

"Kita akan memberinya kesulitan." "We'll cook his goose." Orang yang dimaksud kata-
kata tersebut ialah Yohanes Hus, yang arti nama belakangnya adalah goose (angsa)
dalam bahasanya, Ceko. Orang yang mengucapkan kata-kata di atas mengacu pada
fakta bahwa Hus dibakar di tiang pancang. Namun ketika para penguasa negara dan
gereja menghukum Hus, mereka sesungguhnya menyulut api nasionalisme dan
reformasi Gereja.

Pada tahun 1401, Yohanes ditahbiskan menjadi imam. Sebagian besar karirnya
dihabiskan dengan mengajar di Universitas Charles, di Praha dan berkhotbah di Kapel
Betlehem yang berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari universitas itu.

Meskipun negara John Wycliffe letaknya jauh dari Bohemia, pengaruhnya telah tersebar
di sana setelah Raja Richard II menikah dengan Anne, saudara perempuan raja
Bohemia. Anne telah membuka jalan bagi orang Bohemia belajar di Inggris, dengan
demikian tulisan-tulisan Wycliffe yang berbau reformasi telah menyusup ke Bohemia.

Pada dinding-dinding Kapel Betlehem terdapat lukisan-lukisan paus dan Kristus dengan
perilaku yang berlawanan. Ketika paus berkuda, Kristus berjalan kaki tanpa alas, ketika
Yesus membasuh kaki para murid-Nya, kaki paus diciumi. Hus tersinggung dengan

92
keduniawian para agamawan seperti itu, dan ia pun berkhotbah dan mengajar melawan
hal itu, sambil menekankan kesucian pribadi serta kemurnian hidup. Dengan
menekankan peranan Alkitab dalam otoritas Gereja, ia mengangkat pengajaran yang
bersifat alkitabiah ke kedudukan penting dalam pelayanan di gereja.

Ajaran Hus menjadi populer di kalangan umum dan beberapa dari kalangan aristokrat,
termasuk sang ratu. Ketika pengaruhnya di universitas bertumbuh pada proporsi yang
besar, popularitas tulisan Wycliffe pun bertambah.

Uskup Agung Praha menolak ajaran Hus. la memerintahkan Hus untuk berhenti
berkhotbah dan meminta universitas membakar tulisan-tulisan Wycliffe. Ketika Hus
menolak perintahnya, uskup agung tersebut menghukumnya. Paus Yohanes XXIII
(salah seorang dari tiga orang paus dalam Skisma Besar) menempatkan Praha di bawah
interdict – suatu tindakan yang secara efektif mengucilkan seluruh kota itu, karenanya
tidak seorang pun yang dapat menerima sakramen gereja. Hus setuju meninggalkan
Praha, untuk membantu kota itu, tetapi ia senantiasa menarik massa, seperti ketika ia
berkhotbah di gereja dan mengadakan persekutuan-persekutuan di clam terbuka.

Hus mengembangkan perlawanan terhadap kaum rohaniwan bukan saja dengan


meninggalkan gaya hidup rohaniwan yang amoral dan mewah – termasuk paus – tetapi
menegaskan bahwa hanya Kristus sajalah Kepala Gereja. Dalam bukunya On the
Church (Tentang Gereja), ia membela otoritas kaum rohaniwan, namun menekankan
bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Paus ataupun uskup, tambahnya,
tidak dapat menciptakan doktrin yang berlawanan dengan Alkitab, tidak juga seorang
Kristen sejati yang dapat patuh pada perintah rohaniwan, jika ternyata hal itu jelas-jelas
salah.

Pada tahun 1414, Hus dipanggil ke Konsili Konstanz untuk mempertanggungjawabkan


ajarannya. Kaisar Romawi yang saleh, Sigismund, menjanjikan keamanannya.

Konsili telah mengambil sikap bagi Hus. Setibanya di sana, Hus langsung ditangkap.
Konsili mengutuk baik ajaran Wycliffe maupun Hus.

Ketika ia diserang, ia menolak menyangkal pernah menyatakan bahwa apabila seorang


paus atau uskup berada dalam dosa, maka ia bukan lagi paus atau uskup. Secara lisan
Hus telah menyertakan juga sang raja dalam daftar tersebut.

Sigismund memanggil Konsili itu untuk memperbaiki Skisma Besar, dan mereka telah
melakukannya. Tetapi tentunya tidak ada konsili yang mernulihkan otoritas seorang
paus akan membebaskan seorang pemberontak yang mempertanyakan hak tersebut.

Walau terkuras karena masa penjara yang panjang, penyakit dan kurang tidur, ia tetap
menyatakan bahwa ia tidak bersalah dan menolak melepaskan "kesalahannya". Pada
Konsili ia berseru, "Meskipun ditawarkan sebuah kapel penuh dengan emas, saya tidak
akan mundur dari kebenaran."

Pada tanggal 6 Juli 1415, Gereja dengan resmi mengutuk Hus dan menyerahkannya
kepada para otoritas sekuler untuk segera dihukum. Dalam perjalanan menuju tempat ia
dieksekusi, Hus melewati halaman sebuah gereja. Di sana berkobar api unggun yang
dibuat dari buku-bukunya. Sambil tertawa ia mengatakan kepada orang-orang di jalan
agar tidak mempercayai kebohongan yang beredar tentang dia. Ketika ia tiba di tempat

93
ia akan dibakar di atas tiang pancang, pejabat pemerintah yang bertugas menyarankan
Hus menarik kembali pandangannya. "Allah adalah saksi saya," jawab gerejawan
tersebut, "bukti yang mereka kemukakan salah. Saya tidak pernah mengajar atau
berkhotbah kecuali dengan maksud memenangkan manusia, jika mungkin, dari dosa
mereka. Hari ini saya akan mati dengan gembira."

Setelah ia meninggal, abu jasad Yohanes Hus ditaburkan di sebuah sungai.


Kematiannya, yang dihadapinya dengan berani, meningkatkan rnartabatnya. Dipicu
semangat kebangsaan dan keagamaan, para pengikutnya memberontak melawan Gereja
Katolik dan kekaisaran yang didominasi oleh Jerman. Mereka menggulingkan keduanya
secara efektif. Walaupun Paus mencoba segala upaya menindas gerakan ini, gerakan itu
tetap bertahan sebagai gereja independen, yaitu Unitas Fratrum ("Persatuan
Persaudaraan").

94
43) Tahun 1456 Johann Gutenberg Membuat Alkitab Cetak yang
Pertama

The statue honoring Johann Gutenberg (1397 - 1468) is located in the heart of
Strasbourg. Gutenberg is the father of printing, and the Bible was his first printed book.

Mesin cetak Johann Gutenberg, From Appleton's Cyclopaedia of Applied Mechanics,


1892

Selama Abad Pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku-buku apa
pun. Para biarawan menyalin teks dengan tangan di atas lembaran-lembaran papyrus
atau kertas kulit hewan. Biaya bagi bahan maupun waktu penyalinannya adalah sesuatu
yang tidak dapat dicapai orang-orang biasa, bahkan mengharapkan buku yang mungkin
dia butuhkan tersedia.

Tidak banyak orang yang dapat membaca dalam bahasanya sendiri, dan buku-buku
umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin, bahasa yang
dimengerti hanya oleh segelintir orang. Orang-orang awam bergantung pada imam
setempat dan lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja untuk informasi mengenai
Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam bahasa
Latin, dan pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para sarjana

95
berdebat tentang Alkitab dan menulis ulasan-ulasan, namun pemikiran mereka agak
sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.

Salah satu perubahan besar pada abad kelima belas mempunyai dampak besar pada
keadaan ini. Pada tahun 1440-an, Johann Gutenberg bereksperimen dengan keping-
keping cetakan logam yang dapat dipindah-pindahkan. Dengan menyusun buku dalam
cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar, dengan jumlah
dana yang jauh lebih kecil daripada salinan tangan.

Pada tahun 1456 Gutenberg — atau sekelompok orang termasuk dia — mencetak 200
salinan Alkitab Hieronimus, Vulgata. Orang biasa masih belum dapat memahami firman
Allah, tetapi ini adalah langkah pertama suatu revolusi besar.

Untuk sementara para pakar percetakan Mainz ini merahasiakan teknik Gutenberg
sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483, tatkala Martin Luther lahir,
setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam tempo
lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg, percetakan-
percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan para biarawan
berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah bahasa, dan orang
yang melek huruf bertambah.

Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama
untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan
membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-
orang Kristen awam.

Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat
menyampaikan firman Allah kepada "setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis
pelayan". Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan
mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Tidak lagi seorang imam, paus
atau konsili yang menjadi perantara bagi orang percaya dan pemahaman Alkitabnya.
Meski banyak yang menyatakan bahwa tidak semua orang dapat mengerti firman Allah
tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu mulai melakukan hal itu.

Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang
dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkinkan.
Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Daripada cemas akan
"Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?," orang percaya dapat bertanya,
"Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?"

Dengan penemuan alat cetak yang rumit ini, maka tersulutlah api di seluruh Eropa, yaitu
api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.

96
44) Tahun 1478 Pendirian Inkuisisi Spanyol

Pada mulanya, Gereja merasa amat prihatin terhadap adanya kepercayaan sesat — bidat
— dan telah mencari cara menanganinya. Acap kali langkah tersebut merupakan sikap
tawar-menawar pendapat teologis dan pengucilan badan-badan ajaran sesat dari gereja.
Namun, gereja yang baru mulai tumbuh, tidak mampu memberlakukan sistem
keyakinan apa pun pada mereka yang bersalah.

Pada tahun 1184, Paus Lucius III, yang mempedulikan iman setiap pengunjung gereja,
meminta para uskup "menyelidiki" iman dombanya masing-masing. Seseorang yang
tertangkap sebagai penganut ajaran sesat dikucilkan — dikeluarkan dari Gereja. Namun,
tak ada yang melukainya secara fisik, dan jika ia melepaskan paham sesatnya itu, maka
ia diterima kembali di Gereja. Secara teoretis Gereja menerapkan sarana ini untuk
memperbaiki dengan penuh kasih seorang saudara yang tersesat dan melindungi yang
lain dari kesalahan yang sama.

Ketika ajaran sesat populer — khususnya Gerakan Albigens di Perancis — bertumbuh,


Gereja mengambil tindakan yang lebih tegas. Pada Konsili Lateran Keempat, Paus
Innocentius III mendukung negara yang menghukum para penganut ajaran sesat dan
menyita harta mereka. Para pejabat sekular yang tidak mendukung Gereja juga terancam
pengucilan.

Namun, Inkuisisi tersebut tidak sepenuhnya terorganisasi hingga pada Sinode Toulouse,
pada tahun 1229. Sebagai respons atas pembacaan Alkitab Cathari — sebuah kelompok
bidat yang telah menyertakan banyak kesalahan Manichaean — dan Waldens, sinode
tersebut melarang kaum awam memiliki Kitab Suci dan memulai serangan sistematis
melawan berbagai kepercayaan yang tidak dapat diterima. Paus Gregorius IX memberi
kuasa menyiksa para pengikut ajaran sesat kepada para biarawan Dominikan yang
diwajibkan mengontrol ortodoksi. Karena bertanggung jawab hanya pada otoritas paus,
maka para Dominikan menjadi senjata ampuh dalam kelompok hierarki.

Pada tahun 1252, Paus Innocentius IV mengizinkan penyiksaan sebagai cara


mendapatkan informasi dan pengakuan dalam kasus ajaran sesat. la percaya bahwa
pengikut ajaran sesat merupakan "kaki yang membusuk" yang harus diamputasi, jika

97
tidak, mereka akan menginfeksi seluruh tubuh. Kekejaman yang diberlakukan melawan
ajaran sesat tampaknya adalah harga yang relatif kecil bagi ortodoksi Gereja.

Gereja masih tidak dapat menyebabkan pertumpahan darah, sehingga semua pengajar
sesat diserahkan kepada negara untuk dieksekusi — biasanya dengan cara dibakar
hidup-hidup.

Para penguasa Spanyol pada paroh kedua abad kelima belas, Raja Ferdinand dan Ratu
Isabella, meyakini bahwa negaranya akan makmur hanya jika ia benar-benar Kristen.
Karena mereka menunjukkan pengabdian mendalam pada ajaran Katolik, mereka
menerima gelar Catholic Kings (Raja-raja Katolik) dari paus. Pada tahun 1478 mereka
meminta paus mendirikan Inkuisisi di Spanyol dengan mereka sendiri sebagai
inkuisitornya.

Banyak orang Yahudi dan Muslim di Spanyol yang menjadi Kristen dengan setengah
hati, namun ketakutan masih menyelimuti mereka, karena mereka secara diam-diam
masih mempraktikkan keyakinan lama mereka. Pada tahun 1492, raja-raja Katolik
mengusir semua orang Yahudi dan Muslim dari negara mereka.

Inkuisitor agung Spanyol adalah Tomas de Torquemada, seorang biarawan Dominikan


yang namanya menjadi buah bibir karena kekejamannya. Meskipun ia tampak sebagai
seorang model Kristen dalam kehidupan pribadinya, menyangkal diri dan hidup suci,
namun orang terpelajar ini telah menunjukkan semangatnya sampai taraf yang
berlebihan. Dengan petunjuknya, banyak orang yang dibakar hidup-hidup, sementara
yang lain membayar denda yang amat tinggi atau melakukan penebusan dosa yang
memalukan.

Karena Inkuisisi tersebut mempunyai kuasa menyita harta terhukum, maka ia tidak
kekurangan dana untuk melanjutkan penyiksaan dengan bermacam-macam cara.
Bahkan, Inkuisisi menjual jabatan "familiar" – seseorang yang dapat memberi informasi
tentang orang lain, sementara ia sendiri terbebas dari penangkapan.

Sementara aliran Protestan menguasai Eropa, di Spanyol aliran tersebut justru menjadi
sasaran Inkuisisi. Di sana, buku-buku Protestan dilarang dan dugaan bahwa seseorang
adalah Protestan sudah cukup untuk mengundang para inkuisitor. Meskipun beberapa di
antara orang Protestan yang dieksekusi merupakan orangorang Spanyol, pengalaman
tersebut telah membuat banyak orang kembali ke Katolik.

Akibatnya, Protestantisme tidak pernah bertahan di Spanyol seperti halnya di lain


tempat. Meskipun orang-orang Protestan mengalami penyiksaan di negara-negara lain
di Eropa, hal itu tidaklah seberapa ganas seperti Inkuisisi di Spanyol, yang berlanjut
hingga abad kesembilan belas.

98
45) Tahun 1498 Savonarola Dieksekusi

Reformator Girolamo Savonarola (1452-1498)

Menjelang akhir abad kelima belas, Renaisans tumbuh subur di Florence. Penguasa
yang kejam di Republik tersebut, Lorenzo de Medici, telah menjadi pelindung seni dan
telah membawa ke sana orang-orang terkenal untuk memperkaya kebudayaan kota itu.
Tetapi, sementara seni dan sastra tumbuh subur di Florence, begitu pula dengan korupsi
dan ketamakan. Pemerintahan Medici membuat kota itu egois dan gila harta. Gereja pun
terkena pengaruhnya, karena ikrar kemiskinan sudah tidak punya arti sama sekali di
biara-biara Florence.

Ke kota keduniawian inilah Girolamo Savonarola datang, seorang biarawan Dominikan


yang saleh dan bersemangat, yang berpegang teguh pada tradisi pengajaran ordonya.
Meskipun ia bersuara keras melawan dosa, dengan meramalkan keruntuhan kota yang
menamakan dirinya Kristen itu, dan yang hanya peduli pada kegemerlapannya sendiri,
biarawan tersebut menarik hati orang-orang di kota itu. Berbondong-bondong orang
berkumpul untuk mendengarkan ceramahnya.

Pada tahun 1494, ketika Perancis menyerang mereka, masyarakat Florence sudah tidak
percaya lagi pada orang-orang Medici dan menggulingkannya dalam suatu revolusi.
Savonarola diangkat menjadi penguasa baru, dan perubahan menakjubkan pun
terjadilah. Rakyat menanggalkan segala sesuatu yang berbau gaya hidup boros –
termasuk pakaian mewah dan sarana judi. Para bankir dan pedagang mengembalikan
apa yang mereka ambil secara tidak jujur. Massa berdatangan untuk mendengarkan
khotbah Savonarola. Para pria dari keluarga baik-baik menjadi biarawan.

Akan tetapi Savonarola telah menyerang paus dan biarawan-biarawan duniawi lainnya.
Paus Alexander VI khususnya, telah terlibat skandal, dan merupakan ayah dari sejumlah
anak haram. Pada tahun 1495, karena muak dengan serangan Savonarola, ia
memerintahkan Dominikan tersebut agar berhenti berkhotbah. Savonarola patuh, dan

99
menggunakan waktunya untuk belajar. Satu tahun kemudian, dengan anggapan bahwa
biarawan ini sudah jinak, Alexander mengizinkan ia berkhotbah lagi. Segera saja
biarawan ini kembali menyerang adanya korupsi di gereja.

Pada tahun 1497, paus mengucilkan Savonarola, tetapi rakyat Florence berada di
belakangnya. Satu tahun kemudian, paus mengancam akan memberikan interdik kepada
kota tersebut jika Savonarola tidak dikirim kepadanya. Meskipun Savonarola meminta
penguasa beberapa negara mengadakan konsili untuk mengganti paus, tetapi tidak ada
hasilnya.

Pertobatan orang-orang Florence agaknya hanya luarnya saja, karena ketika mereka
tidak menerima hantuan apa pun, segera mereka berbalik melawan pemimpinnya.
Pemerintahan kota jatuh ke tangan musuh, dan mereka pun menyerahkan Savonarola
kepada dua orang duta paus, yang diinstruksikan untuk segera mengeksekusinya.
Savonarola dan dua orang terdekatnya dibakar di alun-alun kota itu.

Meskipun banyak orang Protestan mengaku Savonarola sebagai rekan mereka, namun
pemikirannya sungguh-sungguh Katolik. Seperti banyak orang sebelumnya, ia
mempunyai hasrat besar melihat orang-orang hidup seperti mereka yang telah dipanggil
Kristus. Tetapi masyarakat kaya yang bersifat keduniawian, yang ia tentang, tidak dapat
membiarkan kutukannya.

100
46) Tahun 1512 Michelangelo Menyelesaikan Langit-langit Kapel
Sistina

Lukisan Michelangelo di Langit-langit Kapel Sistina di St. Petrus, Roma

Fresco langit-langit yang terkenal, Penciptaan Manusia oleh Michelangelo di Kapel


Sistina di St. Petrus, Roma

Ketika kita menengadah ke langit-langit Kapel Sistina, figur-figur yang ada di sana
seolah-olah turun ke bawah, dengan jelas menghidupkan sembilan babak dalam Kitab
Kejadian, tujuh nabi Ibrani dan lima sibil, malaikat yang mengumumkan kedatangan
Mesias. Sepintas lalu kita dapat melihat bahwa ini adalah sesuatu yang berbeda dari seni
lukis Abad Pertengahan.

Seni lukis Abad Pertengahan yang spiritual, tetapi sering dengan gaya yang tinggi dan
tidak realistis, telah membuka jalan bagi realisme baru yang banyak menggunakan
perspektif dan pengetahuan anatomi. Namun seni lukis baru ini mencerminkan berbagai
perubahan pemikiran mendalam yang telah mengubah dunia Kristen.

101
Selama abad-abad kelima belas dan keenam belas, Renaisans telah mulai menguasai
Eropa. Pujangga Kristen, Petrarch, menggali manuskrip-manuskrip Latin kuno dan
mempopulerkan studinya. Dari sini berkembanglah rasa kemanusiaan, yang memberi
dorongan untuk mempelajari sastra klasik dan menerapkan prinsip-prinsipnya dalam
kehidupan. Dengan perlahan tapi pasti, penekanan yang lebih besar sudah mulai
diterapkan pada manusia, kemampuan berpikir dan tindakannya. Meskipun kekristenan
masih sering mempunyai dampak besar pada pemikiran, namun dunia ini perlahan-
lahan beralih dari kehidupan yang berpusat pada gereja.

Seperti kebanyakan orang-orang Renaisans, Michelangelo Buonarroti mencapai


wawasan luas. Ia menulis sajak indah, menjadi pelukis, pemahat dan arsitek sempurna.
Di bawah perlindungan Paus Julius II, Leo X, Clemens VII dan Paulus III, ia
mewujudkan berbagai lukisan dan patung hebat yang mencerminkan semangat
zamannya.

Di bawah Julius II, Michelangelo menerima proyek melukis langit-langit kapel Sistina,
kapel pribadi paus. Dari tahun 1508 sampai 1512 ia mewujudkan fresco hebat yang
menggambarkan lelaki dan wanita yang berdarah-daging, yang tampaknya dapat
menerima hidup ini dengan senang hati. Kisah-kisah Alkitab yang dilukiskan secara
duniawi adalah hal asing bagi seni lukis Abad Pertengahan. Meskipun bertemakan
spiritual, orang-orang tersebut tampaknya bercitra duniawi ketimbang surgawi.

Pada tahun 1534, Michelangelo kembali ke Kapel Sistina untuk melukis tembok di
belakang altar. Last Judgement (Penghakiman Terakhir) melukiskan Yesus yang teguh.
Figur-figur masif yang diselamatkan bangkit, sementara yang terkutuk jatuh dengan
sedih, tanpa harapan untuk mengubah nasib mereka. Ketika Paus Paulus pertama kali
melihat karya ini, dengan rasa kagum ia berdoa, "Tuhan, janganlah menghukum aku
akan dosa-dosaku bila Engkau datang pada Hari Penghakiman."

Meskipun mungkin ia terkenal karena lukisannya, Michelangelo tidak menganggap


dirinya sepenuhnya sebagai seorang pelukis. Cinta pertamanya adalah seni pahat
patung, bidang kemahirannya, seperti dibuktikannya pada patung David (Daud) yang
hebat, Pieta yang lembut, yang menggambarkan Maria dengan Putra-nya yang telah
menjadi kurban; dan Musa yang saleh sedang marah.

Ketika manusia semakin menjadi ukuran segala sesuatu dan ketika Reformasi
menantang otoritas Gereja Katolik, pengaruh humanisme pun meningkat. Itu bermula
dari orang-orang Kristen – dan sebagian besar humanis tetap berpegang pada iman
(Kristen).

102
47) Tahun 1517 Martin Luther Memampangkan Sembilan Puluh Lima
Dalilnya

Martin Luther (1483-1546)

"Seketika uang bergemerincing dalam peti, jiwa pun melompat dari api penyucian."
Itulah alunan Johann Tetzel, orang yang diberi kuasa menarik dana untuk membangun
sebuah basilika baru di Roma. Kiat-kiatnya mengumpulkan dana — penjualan
indulgensi (surat pengampunan dosa) – sungguh sederhana, yaitu menjual
pengampunan. Keluarkanlah mereka (yang telah meninggal) yang kaukasihi dari api
penyucian dengan uang bayaran, dan rauplah pengampunan bagi dosamu sendiri.

Gereja penuh korupsi. Jabatan-jabatan gerejawi dibeli kaum bangsawan yang kaya dan
dipakai untuk meraup kekayaan dan kekuasaan yang lebih besar. Seorang di antaranya
adalah Albertus dari Brandenburg yang membeli baginya jabatan uskup agung Mainz
dengan uang pinjaman, dan harus mencari jalan untuk mengembalikan utang tersebut.
Paus telah mengizinkan penjualan indulgensi di kawasan Albertus, sejauh separo jumlah
yang dipungut dapat membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma. Sisanya
untuk Albertus. Setiap orang merasa gembira — kecuali sejumlah orang Jerman yang
saleh, di antaranya Martin Luther.

Tetzel, seorang biarawan Dominikan dan pengkhotbah populer, menjadi pejabat yang
ditunjuk untuk indulgensi. Ia mengembara dari kota ke kota, menjajakan keuntungan
indulgensi: "Dengarkanlah suara-suara keluarga dan teman-teman Anda terkasih yang
telah meninggal, yang memohon kepada Anda dengan katakata, 'Kasihanilah kami,
kasihanilah kami. Kami dalam kesakitan yang menakutkan dan kau dapat menebus kami
dengan jumlah uang yang tak seberapa.' Tidakkah Anda menginginkannya?"

Luther, seorang imam dan profesor di Wittenberg, menentang keras penjualan


indulgensi tersebut. Ketika Tetzel tiba, Luther membuat daftar yang terdiri dari
sembilan puluh lima "ganjalan hati" dan ditempelkannya pada pintu depan gereja yang
berfungsi sebagai papan pengumuman. Pengampunan ilahi, dengan pasti, tidak dapat
diperjualbelikan, kata Luther, karena Allah memberikannya dengan cuma-cuma.

Bagaimanapun juga, indulgensi hanyalah puncak gunung es. Luther mengecam seluruh
korupsi Gereja dan menuntut pengertian baru tentang kepausan serta otoritas yang
sesuai dengan Kitab Suci. Tetzel telah hilang dari panggung (ia meninggal pada tahun

103
1519), tetapi Luther melanjutkan dan memimpin revolusi agama yang mengubah dunia
Barat secara radikal.

Luther lahir pada tahun 1483 dari pasangan petani di Eisleben, di Jerman. Ayahnya,
seorang penambang, mendorongnya belajar hukum dengan mengirimkannya ke
Universitas Erfurt. Tetapi, suatu peristiwa yang nyaris menyebabkan kematiannya,
terkena halilintar, membuat Luther berubah haluan. Ia masuk biara Agustinian pada
tahun 1505, dan menjadi imam pada tahun 1507. Karena kemampuan akademisnya,
atasannya mengirim dia ke Universitas Wittenberg untuk meraih gelar dalam teologi.

Pergolakan spiritual yang menyusahkan orang Kristen lain menimpa diri Luther juga. Ia
sungguh sadar akan dosanya sendiri, akan kesucian Allah, ketidakmampuannya dalam
memperoleh belas kasih Tuhan. Pada tahun 1510, dia pergi ke Roma dan kecewa oleh
iman bersifat mekanis yang ia temui di sana. la melakukan semua yang dapat ia lakukan
untuk menegakkan kesalehannya. Ia bahkan naik tangga Pilatus, yang dianggap pernah
dilalui Kristus. Luther berdoa dan mencium setiap anak tangga ketika ia naik, namun
keraguannya belum teredam.

Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Wittenberg sebagai doktor teologi untuk


mengajar pelajaran Alkitab. Pada tahun 1515, ia mulai mengajarkan Surat Paulus
kepada Jemaat di Roma. Kata-kata Paulus meresap dalam jiwa Luther.

"Keadaan saya ialah, meskipun saya seorang biarawan yang tanpa cela, saya berdiri di
hadapan Allah sebagai orang berdosa, yang hati nuraninya kacau, dan saya tidak
mempunyai kepercayaan diri bahwa jasa saya dapat membujuk-Nya," tulis Luther.
"Siang dan malam saya merenungkannya, sehingga saya melihat hubungan antara
kebenaran Allah dan kalimat 'orang benar akan hidup oleh imannya'. Maka pahamlah
saya bahwa keadilan Allah adalah kebenaran yang melalui mana kasih karunia dan belas
kasihan Allah belaka membenarkan kita melalui iman. Maka di situlah saya merasa
bahwa saya dilahirkan kembali dan telah memasuki surga melalui pintu yang terbuka.
Seluruh Injil menampakkan arti baru ... Tulisan Paulus ini merupakan pintu gerbang ke
surga bagi saya"

Kemudian, dengan lebih yakin akan kepercayaannya sendiri, dan dengan dukungan
rekan-rekan kerjanya, Luther merasa bebas berbicara melawan korupsi. la telah
mengkritik penjualan indulgensi dan pemujaan relikwi sebelum Tetzel datang. Tetzel
hanya membawa konflik itu ke permukaan. Sembilan puluh lima dalil Luther ditahan,
mengingat bencana yang telah dibawanya. Sesungguhnya, dalil-dalil itu merupakan
undangan untuk suatu perdebatan.

la pun memasuki gelanggang debat, pertama dengan Tetzel, kemudian dengan sarjana
terkenal Johann Eck, yang menuduh Luther berajaran sesat. Tampaknya, pada awalnya
Luther mengharapkan paus setuju dengannya tentang penyalahgunaan indulgensi.
Tetapi ketika kontroversi itu berlanjut, Luther menguatkan oposisinya sendiri terhadap
kepausan. Pada tahun 1520, paus menerbitkan keputusan yang mengutuk pandangan
Luther, dan Luther membakarnya. Pada tahun 1521, Diet (persidangan) di Worms
memerintahkan Luther menarik kembali pandangannya yang telah diterbitkan. Di sana,
menurut legenda, Luther menyatakan, "Di sini saya berdiri. Saya tidak dapat melakukan
yang lain. Tuhan tolong saya. Amin."

104
Sejak itu Luther dikucilkan, tulisan-tulisannya dilarang. Demi keselamatan dirinya, ia
diculik oleh pelindungnya, Frederick si Bijak, dan disembunyikan di Benteng Wartburg.
Di sana ia melanjutkan tulisan-tulisan teologisnya dan menerjemahkan Perjanjian Baru
ke dalam bahasa Jerman populer.

Namun, pertempuran baru dimulai. Karena berani menentang paus, Luther menyulut
perasaan kemerdekaan pada diri para bangsawan dan para petani Jerman. Jerman pun
bagaikan sehelai selimut yang terbuat dari potongan kain perca, karena sebagian
golongan menawarkan diri untuk membantu Luther dan yang lain masih setia pada
Roma. Reformasi juga bergerak di Swiss, yang dipimpin oleh Ulrich Zwingli. Perhatian
Gereja dan Kekaisaran Romawi disibukkan oleh pergumulan politik sepanjang tahun
1520-an. Ketika mereka ingin menindak para reformator, keadaan sudah terlambat.

Pertemuan di Augsburg pada tahun 1530 hampir saja membawa kembali maksud atau
cita-cita Lutheran di bawah naungan Roma. Rekan sekerja Luther, Philip Melanchthon
memprakarsai pernyataan damai tentang pandangan Luther dengan menampilkan posisi
mereka sebagai yang benar bagi Katolisisme historis. Tetapi konsili Katolik itu
menuntut konsesi-konsesi, hal yang tidak dapat dilakukan oleh Luther, maka
perpecahan pun menjadi final.

Dalam kilas balik, tampaknya peristiwaperistiwa Reformasi sebagian besar disebahkan


oleh kepribadian Luther yang unik. Tanpa merenungkan keraguannya sendiri, ia tidak
mungkin menggali kebenaran Kitab Suci seperti yang telah dilakukannya. Tanpa
semangatnya akan kebenaran, ia tidak mungkin menempelkan posternya. Tanpa
keberadaannya yang lantang, ia tidak mungkin menarik pengikut dalam jumlah yang
lumayan. Ia hidup pada zaman yang cukup matang untuk perubahan, dan dialah orang
yang ideal untuk melakukan hal itu.

105
48) Tahun 1523 Zwingli Memimpin Reformasi Swiss

Ulrich Zwingli

Sementara Reformasi sedang marak di Jerman, terjadi juga kebangkitan di Swiss, di


bawah pimpinan Ulrich Zwingli. Berbeda dengan Luther, imam ini tidak pernah
menjadi biarawan, pertobatannya juga bukanlah proses yang sulit. Prosesnya pelan dan
intelek, yaitu bahwa ia memahami Kitab Suci terlebih dahulu dan melihat bagaimana
Gereja Katolik terpisah dengannya.

Dalam sepuluh tahun pelayanannya sebagai pastor paroki di Glarus, Swiss, Zwingli dua
kali bekerja sebagai pastor para tentara bayaran Swiss. Apa yang ia lihat membuatnya
tidak menyetujui tindakan anak-anak muda yang menjual jasa sebagai tentara bayaran,
dan ia menyuarakan hal itu. Tindakan tersebut merupakan awal karir Zwingli, yang
kelak akan menjurus ke reformasi politik dan agama.

Dari tahun 1516 sampai 1518 ia menjadi imam di Einsiedeln. Terpengaruh sangat kuat
oleh Erasmus, Zwingli menyibukkan diri dalam Perjanjian Baru Yunani karya
terjemahan sarjana ulung tersebut. Khotbahnya mulai bernada evangelikal.

Pada hari pertama tahun 1519, Zwingli menjadi pastor pada gereja utama di Zurich.
Setibanya di sana, ia mengumumkan bahwa ia akan berkhotbah dari Injil Matius dan
bukan dari teks yang sudah ditentukan. Tindakan itu merupakan pemberontakan
terhadap Gereja, meskipun pada tahap ini ia tidak bermaksud memisahkan diri dari
Roma.

Pada tahun yang sama, wabah pes berjangkit di Zurich, dan hampir sepertiga penduduk
kota itu menjadi korban. Zwingli berusaha keras melayani warganya, hingga ia sendiri
menjadi korban penyakit itu. Selama tiga bulan masa penyembuhannya telah
mengajarkan kepadanya tentang perubahan jalan hidup dalam penyerahan kepada Allah.

Zwingli melanjutkan khotbahnya tentang apa yang ada dalam Alkitab meskipun ada
yang berbeda dari ritual dan doktrin gereja. Kesadaran muncul pada tahun 1522, ketika
beberapa orang parokinya mulai menentang peraturan gereja tentang pantang makan
daging selama Prapaskah – dan Zwingli mendukung mereka dalam khotbahnya tentang
kebebasan.

106
Pemerintah sipil Zurich mengajak damai, tetapi dalam melakukannya, mereka secara
efektif telah menguasai Gereja. Pada awal tahun berikutnya, mereka mengadakan
perdebatan terbuka tentang hal yang menjadi pertengkaran mengenai masalah iman dan
doktrin, dan pandangan Zwinglilah yang menang. Pada tang-gal 29 Januari 1523, dewan
memutuskan: "Bahwa Tuan Ulrich Zwingli melanjutkan dan berpegang seperti semula
dalam 'menyiarkan' Injil dan Kitab Suci sesuai dengan kemampuannya."

Dalam kurun waktu dua tahun, perdebatan-perdebatan berlanjut dan reformasi pun
meluas. Para imam dan biarawati menikah, patung-patung Katolik diangkat dari gereja-
gereja, dan perpecahan terakhir dengan Gereja Katolik ialah misa diganti dengan
kebaktian sederhana yang mengutamakan khotbah.

Zwingli bukan saja dihadapkan dengan oposisi Gereja Katolik, tetapi dengan kaum
Anabaptis — kelompok reformasi yang lebih radikal — yang menginginkan reformasi
di Zurich terjadi secara lebih cepat. Meskipun banyak reformator setuju bahwa mereka
lebih menginginkan iman alkitabiah, namun mereka selalu berbeda mengenai apa yang
dimaksud dan bagaimana harus rnencapainya.

Pada tahun 1529, Philip, pangeran Hesse, mempersatukan Luther dan Zwingli. Philip
ingin menyatukan gerakan Reformasi tersebut secara militer, politik dan spiritual. Untuk
tujuan ini, ia membawa kedua orang tersebut ke Marburg. Dari lima belas isu doktrinal
yang dibahas, Zwingli dan Luther setuju dengan empat belas isu tersebut. Ekaristi
menjadi titik pisah mereka. Zwingli melihatnya sebagai resepsi "spiritual" tubuh
Kristus, sementara Luther melihatnya sebagai hubungan yang lebih konkret. Pertemuan
yang diadakan dengan tujuan mempersatukan kedua lembaga Protestan itu berakhir
dengan perpecahan yang lebih besar.

Gerakan reformasi Zwingli khususnya menguasai kawasan Swiss yang berbahasa


Jerman — dan kemudian di kawasan berbahasa Perancis, Jenewa, yang dengan
demikian merintis jalan untuk karya Calvin di sana. Namun, Zwingli masih menghadapi
oposisi Gereja Katolik di daerah-daerah kecil, yang berakhir dengan pertempuran.
Rohaniwan yang pernah menentang tentara bayaran kini bergabung dengan pasukan
Zurich sebagai seorang prajurit bersenjata dan meninggal pada tanggal 11 Oktober 1531
dalam pertempuran Kappel. Jasadnya dicabik dan dipermalukan musuh-musuhnya.

Ini hanya sebagian dari sederet peperangan agamawi yang akan berkecamuk dalam
seratus tahun berikutnya.

107
49) Tahun 1525 Gerakan Anabaptis Dimulai
Gerakan Reformasi Lutheran dan Swiss pada awalnya memiliki hubungan dengan
sistem politik. Dalam kasus Luther, Elector Fredrick si Bijak melindunginya dan juga
para pangeran Jerman yang mencari kebebasan politik mulai mendukung
perjuangannya. Zurich berpihak pada Zwingli dalam melawan perlawanan pihak
Katolik.

Bagi sekelompok orang Kristen di bawah Zwingli, untuk menggantikan Roma dengan
Zurich bukanlah hal yang dapat diterima begitu saja. Mereka menginginkan Gereja
segera melanjutkan reformasi, yang akan mengembalikan idealisme abad pertama.
Dengan tidak berfokus pada hierarki gereja atau sistem politik, kelompok radikal ini
menginginkan gereja swadaya, yang diperintah oleh Roh Kudus.

Isu yang memicu konflik ialah baptisan anak. Kelompok yang menentang ini
mengemukakan bahwa Alkitab menunjukkan baptis dewasa dan ingin berpegang pada
itu. Pada tanggal 21 Januari 1525, pertemuan Zurich memerintahkan para pemimpin
berhenti berdebat. Tetapi kelompok radikal melihat hal itu sebagai tindakan kekuasaan
politik lain yang hendak berkuasa atas kehidupan spiritual mereka. Pada malam bersalju
itu, di sebuah desa terdekat, mereka bertemu dan membaptis satu sama lain – di
kemudian hari mereka dijuluki Anabaptis, "pembaptis ulang", oleh orang-orang yang
tidak senang kepada mereka.

Para Anabaptis ingin berbuat lebih banyak daripada hanya mereformasi Gereja –
mereka ingin kembali pada keadaan yang digambarkan di dalam Alkitab. Bukannya
suatu lembaga yang berkuasa, mereka menginginkan persekutuan, sebuah keluarga
beriman, yang diciptakan Allah, yang bekerja dalam hati manusia.

Para Anabaptis menyarankan perpisahan Gereja dan negara, karena mereka melihat
Gereja sebagai sesuatu yang berbeda dari masyarakat umum – bahkan masyarakat
"Kristen". Mereka tidak ingin kekuasaan politik memaksa nurani orang percaya.

Mereka juga tidak senang dengan birokrasi gereja. Sebagai orang-orang yang pertama
mempraktikkan demokrasi dalam gereja, mereka percaya bahwa Allah berbicara bukan
saja melalui para uskup dan konsili-konsili, tetapi melalui jemaat-jemaat juga.

Ketika orang-orang Turki Muslim berada di ambang pintu Eropa, para Anabaptis
mengkhotbahkan doktrin damai (pacifism) yang tidak populer itu. Janggalnya, petunjuk
ini tidak dihiraukan oleh banyak pengikutnya. Nama Anabaptis menjadi sinonim dari
"perpecahan". Para pengkhotbah Protestan yang masih baru sering diganggu orang-
orang Anabaptis ketika mereka berkhotbah, dan beberapa yang radikal memicu
kerusuhan. Selain itu, peristiwa-peristiwa praktik poligami dan pengakuan bahwa
mereka menerima wahyu dari Allah, membuat baik orang-orang Katolik maupun
Protestan percaya bahwa mereka harus membersihkan dunia dari kelompok-kelompok
kurang waras ini. Maka penganiayaan pun timbul, dan banyak pengikut Anabaptis
dibunuh dengan cara dibakar atau ditenggelamkan.

Namun, gerakan tersebut masih meluas, terutama di kalangan bawah. Penginjilan


memenangkan orang-orang percaya baru dan ada pula orang-orang Protestan yang
tertarik pada penekanan kaum Anabaptis pada kesucian dan ajaran alkitabiah.

108
Tidak ada satu orang yang mengikat gereja-gereja yang berbeda ini menjadi satu;
namun, orang yang terkenal di antara para pemimpin Anabaptis ini ialah Menno Simons
(1496-1559), yang namanya diabadikan pada kelompok Mennonite.

Sumbangsih Anabaptis bagi dunia ialah ide bahwa gereja harus terpisah dari negara.
Bagi para penerusnya, termasuk gereja-gereja Mennonite dan Brethren, pacifism
(paham cinta damai) masih merupakan doktrin penting.

109
50) Tahun 1534 Undang-undang Supremasi Henry VIII

Henry VIII

Tidak seperti Reformasi Jerman, Reformasi Inggris tidak terpicu karena satu orang
tertentu yang ingin mengetahui lebih dalam akan Allah. Reformasi Inggris muncul dari
perpaduan keinginan pribadi, keuntungan politik dan dorongan spiritual secara nasional.

Suasana di Inggris mulai berpaling dari Gereja Katolik. John Colet, dekan St. Paul,
menuntut reformasi kaum rohaniwan dan kembali ke pemahaman Alkitab. Di
Universitas Cambridge, sekelompok sarjana yang terpengaruh ajaran Luther dikenal
sebagai "Little Germany" (Jerman Kecil). Peringatan kaum rohaniwan tidak dapat
membendung meluasnya reformasi.

Namun Raja Inggris, Henry VIII, tidak tertarik pada perubahan spiritual. Pada tahun
1521 ia pernah menyerang pandangan Luther tentang sakramen dan meraih gelar
Defender of the Faith (Pembela lman) dari paus. Perhatiannya pada hal-hal spiritual
sangat minim.

Setelah kematian saudaranya, Henry menikahi saudara iparnya, Catherine dari Aragon.
Mereka tidak dikaruniai putra untuk mewarisi takhta Henry. Tertarik dengan Anne
Boleyn, raja ini mencari jalan untuk melepaskan istrinya yang mandul dan
menggantikannya dengan seseorang yang lebih menarik dan yang mungkin akan
memberi dia keturunan. Dengan menyerukan bahwa tidak seharusnya ia menikahi janda
kakaknya dan menunjuk pada Imamat 20:21 sebagai sanksi Alkitabnya, ia minta
perceraian kepada paus.

Paus, yang takut akan amarah Kaisar Roma, Charles V, yang adalah keponakan
Catherine, mencegah raja Inggris tersebut.

Henry yang tidak sabar, menunjuk Thomas Cranmer sebagai uskup agung Canterbury.
Uskup agung baru tersebut memberi izin perceraian bagi sang raja. Segera Henry
menikahi Anne, dan pada tahun yang sama – 1533 – ia melahirkan seorang putri,
Elizabeth.

Pada tahun 1534, parlemen Inggris mengesahkan Undang-undang Supremasi yang


menyatakan bahwa "raja adalah Kepala Gereja Inggris". Hal itu tidak berarti bahwa raja

110
berminat membawa perubahan-perubahan teologis radikal dalam Gereja. Ia hanya
menginginkan Gereja negara, di mana paus tidak mempunyai otoritas. Ketetapan Enam
Pasal, undang-undang yang membawa keseragaman dalam Gereja baru, melanjutkan
tradisi selibat para rohaniwan, pengakuan dosa di depan imam, dan misa-misa pribadi.

Akan tetapi, Henry benar-benar menekan biara-biara yang telah menjadi simbol
hedonisme dan amoral. Raja tersebut tidak begitu merasakan kepedulian serius orang-
orang Kristen tentang hal ini — malah ia mengambil tanah-tanah gereja. Ia menyita
harta biara yang ia tutup dan uangnya ia masukkan ke dalam kas negara. Tanahnya ia
bagikan kepada para bangsawan untuk mendapatkan kesetiaan mereka.

Oleh karena ketertarikannya dalam membangkitkan rasa nasionalisme Inggris, Henry


memerintahkan agar Alkitab berbahasa Inggris ditempatkan di setiap gereja.

Meskipun Henry tidak berbuat demikian untuk maksud-maksud tertentu, namun ia telah
mewujudkan gereja yang tidak lagi Katolik Roma. Pada tahun-tahun berikutnya, putri
sulung Henry, Mary, berupaya agar Inggris kembali pada Katolisisme, namun tidak
berlanjut lama. Sekali terpisah dari paus, Gereja Inggris tetap terpisah adanya.
Gelombang Reformasi di Inggris yang menyusul kemudian bergerak cepat dan gempar.
Seperti akan terlihat pada bab-bab berikut, mereka membawa ekspresi Kristen yang
beraneka ragam dan kaya, yang tentunya akan membingungkan Henry.

111
51) Tahun 1536 Yohanes Calvin Menerbitkan Institutio: Pengajaran
Agama Kristen

Yohanes Calvin, reformator Jenewa dan Pengarang Institutio

"Tiada sebatang rumput, tiada warna apa pun di dunia ini yang tidak dimaksudkan
untuk membuat kita gembira", demikian tulis seorang yang dituduh telah
membangkitkan kekristenan yang suram. Mereka yang telah mengenalnya dengan baik,
menghormati kesalehannya, namun tidak mengejutkan sama sekali bahwa kegembiraan
itu datang dari penanya sendiri.

Jelasnya, Yohanes Calvin orangnya sangat disiplin, dan sekali ia mengambil keputusan,
ia bersikukuh dalam pilihannya itu. Studi hukumnya telah mempertajam karunia
berpikir secara logis, dan ia pun menerapkan pendidikan awalnya tersebut pada studi
teologinya.

Dalam satu "pertobatan yang mendadak" sekitar tahun 1533, Calvin berkata, "Allah
telah menaklukkan dan menjinakkan hati saya." Agaknya ia pernah mengenal tulisan-
tulisan Luther. Ia pun memisahkan diri dari Katolisisme, meninggalkan negaranya,
Perancis, dan bermukim di Swiss sebagai orang dalam pengasingan.

Pada tahun 1536, Calvin yang berusia dua puluh tujuh tahun menerbitkan edisi pertama
Institutio: Pengajaran Againa Kristen, teologi sistematis yang dengan jelas membela
ajaran-ajaran Reformasi. Terkesan oleh tulisan-tulisan Calvin, reformator Jenewa,
Guillaume Farel, membujuknya untuk membantu reformasi. Di sana Calvin memangku
pekerjaan berat. Ia menjadi pastor gereja St. Pierre, berkhotbah tiga kali sehari dan
membuat ulasan bagi hampir semua kitab yang ada di Alkitab, serta menulis lembaran-
lembaran pengabdian doktrinal. Sementara itu, ia juga harus bergumul dengan beberapa
jenis penyakit, termasuk migrain.

Untuk mencapai tujuannya membuat Jenewa sebagai kerajaan Allah di atas bumi,
banyak yang harus dilakukannya. Terkenal dengan moral mereka yang bejat, warga kota
tersebut menentangnya ketika ia mencoba mengubah gaya hidup mereka. Namun,
pengaruh Calvin menyebar di seluruh Jenewa. la mempunyai pengaruh yang ampuh di

112
sekolah-sekolah. Tak seorang pun dapat mengelakkan reformasinya karena Calvin
mengucilkan mereka yang hidupnya tidak mencapai standar kitab suci — dan setiap
warga Jenewa harus merasa terikat pada pengakuan iman Calvin.

Sementara beberapa menentang, yang lain menyambut perubahan-perubahan tersebut.


Kota tersebut menjadi daya tarik bagi orang-orang Eropa yang hidup dalam
pengasingan. John Knox menyebut kota di bawah Calvin itu sebagai "sekolah Kristus
paling sempurna sejak zaman para rasul". Wibawa moral Calvin telah memperbarui
Jenewa. Karya-karya tulisnya — baik dalam bahasa Latin maupun bahasa Perancis —
telah memberi kekuatan unik bagi Protestanisme.

Dalam karyanya, Institutio, Calvin dengan jelas menyatakan kepercayaan Protestan.


Dalam satu jilid, sang reformator ini berbicara tentang kepercayaan-kepercayaan utama,
dan di sepanjang hidupnya ia memperbanyak bukunya ini.

Bukunya diawali dengan Pengakuan Iman Rasuli, dengan mengambil empat poin: "Aku
percaya akan Allah, Bapa ... Yesus Kristus ... Roh Kudus ... gereja katolik yang kudus."
Semuanya itu menjadi empat bagian bukunya. Dalam setiap bagian, Calvin bukan saja
berusaha menyatakan teologinya, tetapi juga penerapannya dalam kehidupan Kristen.

Buku III dari Institutio yang berisikan doktrin predestinasi telah menarik perhatian
banyak orang. Anehnya, meskipun Calvin yang menyatakannya, namun konsepnya
bukanlah miliknya sendiri. Luther dan banyak lagi reformator mempercayainya.
Giatnya Calvin menyatakan ide tersebut yang menghubungkan ajaran itu dengan
namanya.

Calvin memberi perhatian besar pada kedaulatan Allah. Ia membenci cara Gereja
Katolik yang telah terjerumus dalam teologi keselamatan oleh perbuatan. Sang
reformator ini senantiasa mengulangi: Anda tidak dapat memanipulasi Allah atau
memaksa-Nya. Ia yang menyelamatkan Anda; Anda tidak dapat melakukannya sendiri.

Allah memilih orang-orang yang akan diselamatkan, dan hanya Ia sendiri yang tahu
siapa yang harus diselamatkan, demikian reformator itu menjelaskan. Hidup bermoral
dapat menunjukkan bahwa seseorang mungkin adalah orang pilihan Allah. Namun
Calvin, orang yang energik dan bermoral tinggi, mengingatkan para pengikutnya bahwa
mereka harus menunjukkan keselamatan mereka dengan berjuang untuk itu. Ia
mewariskan pada Calvinisme tentang pentingnya orang-orang Kristen mengubah dunia
yang berdosa.

Dalam Buku IV dari Institutio, Calvin menciptakan tata tertib gereja berdasarkan apa
yang dilihatnya di dalam Kitab Suci. Jemaat harus memilih orang-orang bermoral – para
penatua – yang akan menuntun mereka. Dia juga mengadakan peraturan bagi para
pastor, doktor (guru-guru) dan para syamas.

Doktrin dan kebijakan Reformasi yang diwujudkannya tersebar di Skotlandia, Polandia,


Belanda dan Amerika.

113
52) Tahun 1540 Paus Mengakui Kaum Yesuit

Loyola, pendiri ordo Yesuit

Sepanjang sejarah gereja, masa-masa kekurangan diikuti dengan usaha-usaha reformasi


dan kembali ke spiritualitas. Dengan bangkitnya Protestan, Gereja Katolik yang
dihadapkan pada kesalahannya sendiri dan hilangnya kekuasaan, mulai mengadakan
perombakan.

Kontrareformasi bukan berarti bahwa Gereja Katolik telah berpaling pada pemikiran
Protestan. Tetapi ia berupaya mengubah beberapa penyimpangan yang merupakan
pelanggaran yang tidak dapat diterima sekalipun oleh mereka yang ada di Gereja
Katolik dan merespons efektifitas Protestan dalam memenangkan jiwa-jiwa baru.

Seperti pada masa lampau, sebuah ordo baru muncul dengan menekankan pengabdian
dan penyangkalan diri. Pendirinya, Ignatius dari Loyola, adalah seorang serdadu
Spanyol, yang kakinya terluka oleh sebuah peluru meriam. Dalam masa
penyembuhannya, ia membaca sebuah buku tentang para santo dan memulai proses
penelitian diri yang panjang. Dari sini ia muncul sebagai perpaduan tentara, mistik dan
biarawan.

Spiritual Excercises, buku petunjuk devosi yang ia tulis ketika ia sakit, bukan saja
mendorong para pembacanya beriman, tetapi juga menegaskan kepatuhan pada gereja.
Kesemuanya itulah yang menjadi kunci bagi Serikat Yesus – atau Yesuit. Para pemuda
Loyola yang berkumpul di sekelilingnya berikrar akan berada di bawah perintah paus
dan akan berbuat segala sesuatu untuk memperluas serta memelihara Gereja Katolik.
Dalam prinsipnya tercakup (sifat) kemiliteran, tidak mempertanyakan (apa pun), baik
kepatuhan total kepada paus maupun ikrar tradisional akan kemiskinan, kesucian dan
kepatuhan.

Para Yesuit mendukung pendidikan dengan mendirikan universitas-universitas terbaik


di Eropa. Para lulusannya menjadi pemikir – dengan cara berpikir Katolik.

114
Paus Paulus III melihat potensi para Yesuit dalam membendung gelombang pasang
Protestan. Atas instruksinya, mereka bekerja untuk mengembalikan setiap penguasa
Eropa pada Katolikisme. Kepemimpinan politik menentukan agama suatu daerah, dan
warga mengikuti para raja dan ke gereja pilihan mereka.

Selain itu, untuk mengembalikan mereka yang tersesat ke pangkuan Katolik, para
Yesuit menjalankan program misi yang luas. Sementara orang Protestan memfokuskan
kedudukan mereka di Eropa dan bekerja dengan teologi mereka, para Yesuit pergi
keluar. Spanyol dan Portugis, yang adalah Katolik, meluaskan daerah (jajahannya), dan
para Yesuit pergi bersama-sama untuk mengabarkan Injil. Menjelang kematian Loyola
pada tahun 1556, mereka bukan saja telah menyentuh setiap negara di Eropa tetapi
meluas ke Jepang, Brasil, Etiopia dan Afrika Tengah. Fransiskus Xaverius
mengembangkannya lebih jauh ke Jepang dan ke India, Malaysia dan Vietnam; ia
meninggal dalam upayanya membawa Injil ke China.

Para Yesuit adalah orang-orang muda terbaik di zaman mereka. Meskipun komunitas
Yesuit ini harus disiplin dan bekerja keras, mereka bergabung dengan ordo ini dalam
jumlah yang besar. Sukar untuk tidak mengagumi kesediaan mereka berkorban pada
masa-masa sulit.

115
53) Tahun 1545 Pembukaan Konsili Trente

Konsili Trente, diukir oleh A. Schiavonetti

Dihadapkan dengan penyelewengan dalam Gereja Katolik, ada yang menyalurkannya


dalam protes. Namun, banyak yang tidak setuju dengan apa pun tetap bertahan dalam
gereja, dengan harapan memenangkan (posisi) dalam hierarki.

Di bawah Leo X yang gemar berfoya-foya, yang telah membangkitkan Luther,


perubahan tidak dapat berlangsung, tetapi Paus Paulus III tertarik dengan perubahan. Ia
menunjuk para kardinal yang berpikiran reformis dan membentuk sebuah komisi untuk
merekomendasikan perubahan, merintis jalan bagi konsili gerejawi.

Komisi tersebut memberinya laporan yang menyakitkan: Biara telah menjadi terlampau
duniawi; banyak yang mendapat kedudukan dengan menyuap, dan ordo-ordo kebiaraan
telah menjadi skandal amoral; khususnya tentang penyelewengan dalam penjualan
indulgensi dan pelacuran besar-besaran di Roma, kota yang dianggap suci.

Meskipun Konsili yang diundang Paulus dimulai pada tahun 1545, konsili itu bertemu
secara berkala hingga tahun 1563 dalam tiga sesi utama dengan kehadiran yang
memprihatinkan. Persaingan politik telah menjadi penyebabnya. Namun Konsili
tersebut telah membawa beberapa perubahan.

Dalam pembahasan tentang moralitas, Gereja Katolik mengikuti petunjuk komisi.


Indulgensi dihapuskan, dan rohaniwan didesak untuk "menghindari kesalahan-
kesalahan sekecil apa pun".

Konsili menandaskan ulang posisi Katolik secara doktrinal. Mereka menegaskan


kembali bahwa ada tujuh sakramen, bukannya dua, seperti yang dikatakan orang-orang
Protestan, dan bahwa sakramen itu sangat dibutuhkan untuk keselamatan. Sambil
menolak ajaran-ajaran reformasi, Gereja tidak mengakui bahwa orang-orang dapat
mengetahui bahwa mereka telah dibenarkan. Roti dan anggur telah menjadi tubuh dan
darah Kristus, mereka menegaskan kembali, sambil mengutuk ajaran Protestan tentang
komuni. Demikian juga halnya dengan pandangan Protestan tentang pentingnya
kebaktian diselenggarakan dalam bahasa-bahasa umum dan memberi jalan pada misa
Latin.

116
Takut akan apa yang terjadi jika setiap orang dapat membaca sendiri Kitab Suci, Konsili
mengatakan gerejalah yang mampu menafsirkan Kitab Suci dan menolak penggunaan
Alkitab dalam bahasa-bahasa umum. Vulgata berbahasa Latin itulah yang diharuskan
bagi pembacaan di muka umum dan untuk tulisantulisan doktrinal.

Reformasi dalam Konsili Trente telah memisahkan lebih jauh lagi pandangan-
pandangan Katolik dan Protestan. Meskipun Gereja Katolik mengubah apa yang
dianggap golongan Protestan sebagai isu-isu sepele, tidak ada perubahan apa pun yang
terjadi, dalam arti bahwa tradisi dan Kitab Suci masih berlaku dalam menentukan
kegiatan-kegiatan gereja. Berbagai perbedaan doktrinal tetap belum berubah.

117
54) Tahun 1549 Cranmer Menciptakan Buku Doa Umum

Terdapat gereja Reformasi yang tidak banyak mengalami pembaruan. Di bawah Henry
VIII, Inggris telah berpaling dari Gereja Katolik, namun, perubahan yang tidak berarti
yang dibawa sang raja untuk membangun Gereja Anglikan tentu tidak menghasilkan
Gereja Protestan murni. Orang yang membawa Reformasi ke Inggris itu ialah Thomas
Cranmer, uskup agung Canterbury yang telah menyatakan bahwa pernikahan pertama
Henry tidak sah. Orang terpelajar dan pendiam yang telah terpengaruh Lutheranisme ini
adalah orang saleh tulen dan memiliki wawasan luas tentang para Bapa Gereja awal. Ia
menarik perhatian Henry ketika ia mengemukakan pandangannya tentang perceraian
sang raja.

Selama Henry menjadi raja, Cranmer tidak dapat mengadakan banyak perubahan di
dalam gereja Inggris. Dengan kematian Henry, putranya yang berucnur sembilan tahun,
Edward VI, menjadi raja. Cranmer merupakan salah seorang wali kuasanya.

Dengan dukungan Nicholas Ridley yang terpelajar dan pengkhotbah Hugh Latimer,
Cranmer bergerak maju dengan Reformasi Inggris. Patung-patung disingkirkan dari
gereja dan pengakuan dosa pribadi kepada imam dihentikan. Para rohaniwan diizinkan
menikah dan dapat menggunakan anggur serta roti pada komuni. Para sarjana berhaluan
Calvinis dari Eropa, di antaranya Martin Bucer, John a Lasco dan Peter Martyr, menjadi
guru-guru besar pada Universitas Oxford dan Cambridge.

Namun bentuk kebaktian masih harus mengalami perubahan. Misa masih dijalankan
dalam bahasa Latin, dan orang-orang mulai mengadakan huru-hara tentang hal itu.

Cranmer sangat menguasai bahasa Inggris, di samping wawasannya yang luas dan nalar
yang mantap tentang apa yang baik bagi kebaktian. Dalam keadaan politik dan agama
yang tidak menentu di Inggris, uskup agung ini harus mengetuai panitia yang dapat
menciptakan liturgi yang dapat diterima keduanya, Protestan dan Katolik. Kompromi
yang ditampilkan dalam Buku Doa Umum itu menggunakan ritual-ritual yang sungguh
mengesankan namun telah menghilangkan unsur-unsur Katolik yang menyinggung
banyak orang Protestan. Akta Penyeragaman, yang menjadi undang-undang pada tahun

118
1549, tahun buku tersebut diterbitkan, mengharuskan gereja-gereja menggunakan liturgi
tersebut.

Buku Doa Umum telah memberi gereja sastra klasik dan bentuk kebaktian yang
mengambil jalan tengah, tetapi banyak yang mengeluh bahwa buku tersebut kurang
mencerminkan paham Protestan. Pada tahun 1529, versi yang telah direvisi dan dengan
lebih banyak kandungan Protestan, diterbitkan.

Selain itu, Cranmer mengeluarkan Empat Puluh Dua Artikel, pengakuan iman yang
ditandatangani sang raja muda. Seperti Buku Doa Umum, Empat Puluh Dua Artikel ini
pun mengikat seluruh kaum rohaniwan.

Ketika raja muda tersebut mangkat, puteri sulung Henry, Mary, menjadi ratu. la
berupaya membawa Inggris kembali ke Katolisisme, dalam kekuasaannya yang pendek
dan keras, yang membuatnya dijuluki Bloody Mary. Di bawah tekanan, Cranmer tunduk
pada tuntutan Mary agar ia kembali pada iman Katolik dan menandatangani pernyataan-
pernyataan yang menarik kembali kepercayaan-kepercayaan Protestan. Tetapi pada
persidangan (pengadilan) terakhir, ia menegaskan kepercayaannya di muka umum dan
membatalkan pernyataan yang ditandatanganinya. Seperti para pemimpin Protestan
lainnya – termasuk Ridley dan Latimer, yang telah dibakar pada tahun sebelumnya – ia
pun dihukum. Di dalam api, Cranmer mengulurkan tangannya yang telah
menandatangani pernyataan itu, agar tangan tersebut menjadi bagian badannya yang
pertama menjadi abu.

Buku yang ditulis oleh martir Cranmer akan kembali berperan di bawah adik perempuan
Mary, Elizabeth, putri kedua Henry, yang membawa Inggris kembali pada Reformasi.

119
55) Tahun 1559 John Knox Kembali ke Skotlandia untuk Memimpin
Reformasi

John Knox

Abad keenam belas adalah masa bergejolak bagi Skotlandia yang kecil, miskin dan
tercabik karena perang. Para bangsawan yang berkuasa mendukung Inggris atau
Perancis. Pergolakan di dalam dan ancaman luar telah menciptakan kerancuan politik
yang mengharapkan perubahan.

Dari sudut agama, reformasi telah ditindas habis-habisan. Pendeta Lutheran, Patrick
Hamilton, mati dibakar pada tahun 1528. Disusul George Wishart pada tahun 1548.
Salah seorang pendukung Wishart, Pendeta John Knox yang dulu tidak pernah begitu
dikenal mengambil alih reformasi tersebut, tetapi tidak lama.

Knox ditangkap pasukan Perancis yang dikirim untuk mengatasi para pemberontak yang
telah membalas kematian Wishart dengan membunuh Kardinal Beaton, yang telah
memerintahkan menghukum Wishart. Knox menjadi budak pada sebuah perahu selama
sembilan belas bulan. Ketika ia dibebaskan, ia pergi ke Inggris yang Protestan, tempat ia
berdiam hingga Mary naik takhta. Kemudian ia lari ke Eropa, bersama-sama dengan
orang-orang Protestan lainnya. Di Jenewa, ia menjadi salah seorang pengikut Calvin
yang mengagumkan dan terbenam dalam teologi Reformasi.

Ketika Knox berada di luar negeri, Skotlandia menjadi mitra Perancis melalui
perkawinan Mary Stuart, ratu Skotlandia, dengan pewaris takhta Perancis. Banyak di
antara orang-orang Skotlandia takut akan pemerintahan Perancis yang Katolik.
Perpaduan antara rasa nasionalisme dan ketidakpuasan agama bangkit untuk
menciptakan iklim reformasi.

Knox kembali ke negaranya pada tahun 1559 untuk memberi dukungan. Pertempuran
antara pasukan sang ratu dan orang-orang Protestan pun usai, dengan kemenangan bagi
pihak Protestan. Pada tahun 1560, parlemen menganut iman Calvinisme, yang disusun
oleh Knox dan yang lainnya. Parlemen juga menyatakan bahwa paus tidak mempunyai
hak di Skotlandia dan melarang misa.

Untuk menggantikan tata tertib Katolik, Knox dan para pengikutnya menulis Buku
Disiplin yang menjelaskan pemerintahan Gereja Presbiterian yang sudah dimodifikasi.

120
Buku itu juga memberikan pendidikan yang komprehensif, termasuk universitas. Karya
itu juga menjadi tanda batas negeri itu, yang membantu perkembangan kebebasan yang
mandiri dan semangat demokrasi.

Untuk menuntun kebaktian Gereja Presbiterian, Knox menulis Buku Tata Ibadah
Umum, yang mengacu pada Calvin dan reformator Swiss lainnya. John Knox dan sang
ratu sering bertengkar. Keadaan di istana ratu yang Katolik itu secara moral memang
longgar. Dari mimbarnya di St. Giles, Edinburgh, Knox mencela ratu tersebut.
Meskipun sang ratu tidak berupaya mempertohatkan kembali orang-orang Skotlandia, ia
menjalankan kepercayaannya di kapel pribadinya — sesuatu yang tidak disetujui Knox.

Meskipun Mary orangnya cantik, dia tidak bijak dalam urusan politik dan pribadi.
Setelah kematian suami Perancisnya itu, ia menikah dengan saudara sepupunya, Lord
Darnley. Setelah kematian suaminya yang cukup mencurigakan, ia buru-buru menikahi
Pangeran Bothwell. Pada tahap itu orang-orang Katolik pun membencinya. Para
bangsawan Skotlandia mendesaknya turun takhta, sehingga terbukalah jalan bagi sebuah
negeri Skotlandia yang Protestan. Putranya, James, yang akan mewarisi takhta Inggris,
bukanlah Katolik, dan Knox memperlihatkan persetujuannya dengan berkhotbah pada
penobatan bocah itu pada tahun 1567.

121
56) Tahun 1572 Pembantaian pada Hari Santo Bartolomeus

Ada secercah harapan damai di Paris pada tanggal 18 Agustus 1572. Sebuah pernikahan
yang megah menjalin dua faksi yang bertikai di Perancis. Henry dari Nawarre berasal
dari keluarga Protestan sejati. Ia menikahi Marguerite dari Valois, saudara perempuan
Raja Charles IX yang muda dan putri Catherine de Medici, seorang Katolik. Para
bangsawan Protestan dan Katolik yang bertempur satu dengan lainnya selama sepuluh
tahun menghadiri peristiwa agung ini.

Calvinisme telah sampai ke Perancis pada tahun 1555. Gereja Protestan Perancis dengan
resmi didirikan pada tahun 1559, dengan tujuh puluh dua jemaat dalam Sinode Paris.
Para misionaris berdatangan dari Strasbourg dan kota-kota Calvinis lainnya. Tidak lama
kemudian terdapat 2.000 gereja dan 400.000 pengunjung. Kaum Protestan Perancis
dikenal sebagai Huguenot.

Perang meletus pada tahun 1562, dengan pembantaian para Huguenot di Vassy. Orang-
orang Protestan telah mengembangkan komando militernya sendiri dan mengadakan
perlawanan dalam tiga "perang agama" yang terpisah. Manuvernya sama rumitnya
dengan permainan catur. Ratu Catherine de Medici berupaya mengkonsolidasikan
kekuasaannya atas takhta putranya yang muda dengan mengadu domba para
pesaingnya.

Perpaduan persaingan nasionalisme, dinasti, agama dan politik telah menyulut api
tersebut. Bagaimana Perancis menjalin hubungan dengan negara-negara Spanyol,
Belanda dan Inggris? Menurut dinastinya, sang ratu telah bersekutu dengan Guises
untuk melawan Bourbon. Politik dan agama agaknya menyatu, karena para bangsawan
Huguenot lebih cenderung menjadi republikan, anti kerajaan dan anti kepausan.

Sementara ia merencanakan perkawinan ini, Catherine merencanakan juga pembunuhan


Gaspard de Coligny, pemimpin Huguenot. Coligny adalah pahlawan Perancis populer
yang telah menjadi Protestan. Akhir-akhir ini ia banyak didengar oleh sang raja remaja
itu, khususnya, ia telah menyarankan agar Perancis mendukung Belanda melawan

122
Spanyol, strategi yang ditentang Catherine. Pada tanggal 22 Agustus usaha pembunuhan
gagal total. Sesudah pesta perkawinan, rencana terselubung seperti itu memalukan
keluarga kerajaan. Menurut laporan, sang raja mengatakan, "Jika Anda ingin membunuh
Coligny, mengapa Anda tidak membunuh semua Huguenot di Perancis agar tidak ada
seorang pun tertinggal dan membenci saya?"

Hal itu hampir saja terjadi. Dalam kepanikannya, Catherine memerintahkan agar semua
pemimpin Protestan di Paris dibantai. Perintah itu dilaksanakan pada pukul 4 pagi
tanggal 24 Agustus 1572 – Hari St. Bartolomeus. Coligny terbunuh di kamarnya.
Claudy Marcel, seorang pejabat kota, membentuk kelompok-kelompok perusuh
(termasuk sejumlah tukang pukul asing) untuk memburu para pemimpin Huguenot
lainnya. Tidak sukar mencari mereka. Umumnya para Huguenot adalah pedagang-
pedagang makmur di kota. Mereka memiliki toko-toko sendiri. Dengan tiba-tiba saja
kebencian kalangan bawah meluap pada warga kelas menengah ini. Atas nama
kemurnian agama, pembantaian keji dimulai.

Ratusan jasad telah ditumpuk. Banyak yang dibuang di sungai Seine. Kekejaman itu
sungguh mengejutkan: Seorang penjilid buku dipanggang dengan api dari pembakaran
buku-bukunya sendiri – berikut ketujuh orang anaknya. Para bayi pun tidak luput dari
pertumpahan darah itu.

Kegilaan ini menyebar ke propinsi-propinsi lain pada hari-hari bahkan minggu-minggu


berikutnya. Catherine berusaha mengakhiri kekerasan di Paris itu dengan meminta
Charles menandatangani pernyataan bahwa pembunuhan Coligny dan para Huguenot
lainnya bukan untuk mematikan iman Protestan, melainkan hanya untuk membatalkan
sebuah konspirasi. Hal itu mungkin mengobati luka warga Paris, tetapi di daerah-daerah
lainnya di Perancis, teror itu baru mulai. Meskipun ada perintah kerajaan kepada para
gubernur di propinsi untuk memberi "perlindungan" kepada para Huguenot, para
perusuh bertambah ganas.

Di Lyons, contohnya, para Huguenot digiring untuk "berlindung" ke sebuah biara.


Ketika di sana sudah penuh, mereka dipindahkan ke sebuah penjara. Namun, para
perusuh Katolik berupaya menyerang penjara tersebut dan membunuh mereka. Di
mana-mana para Huguenot dipaksa membayar uang tebusan berat bagi keselamatan
mereka sendiri, namun mereka dibunuh juga.

Angka perkiraan kematian mereka mencapai 100.000, walaupun mungkin


sesungguhnya hanya berkisar 30.000 atau 40.000 orang. Namun, pembantaian tersebut
tidak memadamkan api Huguenot di Perancis. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi lima
kali perang saudara antara Protestan dan Katolik di Perancis.

Tidak lama setelah perang terakhir, pada tahun 1589, Henry dari Nawarre – mempelai
laki-laki yang Protestan, pada perkawinan itu – menjadi raja. Sebelumnya, untuk
keperluan politik, ia pernah menanggalkan ikatan Protestannya – perbuatan ini
diulanginya lagi ketika ia menjadi raja. Pada tahun 1598 ia mencoba mendamaikan para
Huguenot dengan Edik Nantes yang memberi kebebasan agama terbatas – sekurang-
kurangnya di kubu Huguenot. Namun, ia membatasi serangan orang-orang Protestan ke
daerah-daerah Katolik.

Masa kejayaan para Huguenot sangat singkat. Kardinal Richelieu menghentikan


kesempatan berpolitik mereka pada tahun 1629, dan Louis XIV dengan resmi

123
membatalkan Edik Nantes pada tahun 1685. Hal itu menjadi era lain sebelum kekuasaan
Katolik di Perancis ditantang lagi.

124
57) Tahun 1608-1609 John Smyth Membaptis Orang-orang Baptis
Pertama

Pada dekade pertama abad ketujuh belas, dua rombongan melarikan diri ke Belanda,
karena penyiksaan Anglikan. Salah satu dari rombongan ini menjadi kaum Pilgrim,
yang lain menjadi kaum Baptis.

Masa itu adalah masa yang tidak menentu bagi sernua orang Kristen di Inggris. Ratu
Elisabeth telah menstabilkan Reformasi Anglikan melalui jalur moderat – yakni melalui
Gereja Anglikan yang mirip Katolik. Ia telah menghindari perang saudara berdarah
yang telah menghancurkan Eropa. Tetapi keputusannya mengganggu pikiran banyak
orang Protestan yang radikal. Beberapa di antaranya ingin "menyucikan" Gereja dari
dalam (kaum Puritan), tetapi yang lain memutuskan berpisah dari Gereja yang sudah
ada (kaum Separatis). Namun, masih berbahaya mengadakan pertemuan-pertemuan
keagamaan secara sendiri-sendiri.

Ketika James I naik takhta pada tahun 1603, tak seorang pun tahu apa yang harus
diharapkan. Para Puritan dan Separatis merasa gembira dengan fakta bahwa ia
dibesarkan di Skotlandia yang Presbiterian. Fakta itu mungkin akan membelokkannya
ke kepentingan mereka. Orang-orang Katolik senang dengan fakta bahwa ibu James,
Mary, ratu orang Skotlandia, adalah Katolik sejati. Tetapi kenyataannya, James seorang
Anglikan sejati dan menyulitkan orang-orang yang tidak sepaham dengan gereja resmi.

John Smyth, lulusan Universitas Cambridge, adalah seorang pengkhotbah dan dosen di
lingkungan Gereja Anglikan pada pergantian abad ketujuh betas. Pada usia tiga
puluhan, tampaknya ia sudah mulai merenungkan kebenaran agama. Sekitar tahun 1606,
ia memberanikan diri mendirikan Gereja Separatis di Gainsborough, Lincolnshire.
Keberanian Smyth mungkin telah memberi inspirasi bagi yang lainnya. Banyak
kelompok Separatis lainnya yang bermunculan di daerah itu, termasuk satu di Scrooby,
di rumah William Brewster.

Ketika oposisi para penguasa marak, jemaat Smyth lari ke Amsterdam. Hal ini terjadi
sekitar tahun 1608. (Kelompok Scrooby ini lari ke Leiden dan di kemudian hari
mengirim sebagian keanggotaannya ke Amerika.) Di Amsterdam, gereja Smyth
menyewa tempat dari seorang Mennonite. Melalui jalinan hubungan Smyth dengan
kelompok Mennonite Amsterdam, Smyth mulai berubah pikiran.

Para Mennonite mengambil nama itu dari Menno Simon, mantan imam yang telah
mengembangkan komunitas Anabaptis yang kokoh di Belanda. Para Anabaptis adalah
orang-orang radikal dalam reformasi, yang menentang gereja-negara jenis apa pun dan
menegaskan bahwa hanya orang-orang percaya yang boleh dibaptis.

125
Smyth yakin bahwa baptis anak tidak sesuai dengan Alkitab dan tidak logis, serta
meyakinkan sekitar empat puluh anggota jemaatnya. Ia mulai membaptis ulang dirinya
sendiri dan anggota-anggotanya.

Boleh dikatakan bahwa inilah awal mula Gereja Baptis. Namun, hal ini tidak terjadi
begitu Baja. Kelahiran Gereja Baptis didasari oleh sebuah tradisi Baptis lain –
perpecahan gereja. Pada tahun 1610, Smyth meragukan keabsahan pembaptisan
independen yang ia pimpin, dan mengupayakan jemaatnya bergabung dengan Gereja
Mennonite. Sepuluh orang anggota gereja menentang keras penggabungan tersebut.
Mereka menentang Smyth dan meminta para Mennonite tidak menerima kelompok ini.
(Para Mennonite sesungguhnya mengulur-ulur waktu dan menunggu hingga tahun 1615
untuk menerima para anggota baru tersebut – tiga tahun setelah Smyth meninggal akibat
penyakit TBC.)

Sementara itu, kelompok pecahan, yang dipimpin Thomas Helwys, kembali ke


negaranya. Di sana, dekat London, mereka mendirikan Gereja Baptis Inggris. Helwys,
orang desa yang terhormat, yang telah belajar hukum, menjadi orang yang vokal
menyarankan kebebasan beragama dengan menerbitkan buku A Short Declaration of the
Mystery of Iniquity (Deklarasi Pendek tentang Misteri Ketidakadilan). Dengan lancang
ia mengirim salinan yang ditandatanganinya kepada Raja James dengan catatan: "Sang
Raja adalah manusia yang bisa mati (mortal) dan ia bukan Allah, karenanya tidak
berkuasa atas jiwa abadi rakyatnya, untuk membuat undang-undang bagi mereka dan
untuk menentukan para pemimpin spiritual bagi mereka."

Helwys ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara Newgate – dan tidak terdengar lagi
berita tentang dia.

Namun gerakan Baptis bertumbuh. Gereja-gereja ini dikenal sebagai Baptis Umum
karena pandangan mereka tentang penebusan dosa. Smyth telah meniru teologi
Arminian dari para Mennonite, bahwa Kristus mati bagi seluruh manusia, bukan hanya
bagi yang terpilih saja. Kelompok yang dikenal sebagai Baptis Khusus bangkit pada
tahun 1638-1640. Mereka adalah para Puritan yang menganut ajaran baptis orang
percaya, namun tidak melepas teologi Calvin. Mereka juga mempraktikkan baptis
selam, yang segera diikuti Baptis Umum. Sampai saat itu, para pengikut Smyth
membaptis dengan menuang (air). Menjelang 1644, terdapat empat puluh tujuh jemaat
Baptis Umum di Inggris dan tujuh Baptis Khusus.

Dari awal, titik tolak kedua aliran Baptis terbesar itu telah nyata – baptis orang percaya
dan kebebasan dari negara (ikrar yang mereka pegang bersama dengan Anabaptis). Hal
ini berlanjut berabad-abad lamanya. Kebebasan itu telah mengakibatkan penganiayaan,
perpecahan, namun telah membawa juga pencapaian individu yang besar.

126
58) Tahun 1611 Penerbitan Alkitab Versi Raja James

"Kepada yang mahatinggi dan berkuasa Pangeran James dengan Anugerah Allah ..."
Pangeran tersebut adalah putra Mary, ratu Skotlandia, dan sumber ungkapan di atas
adalah persembahan dalam Alkitab yang diterjemahkan atas petunjuknya.

Ketika Ratu Elisabeth, penguasa Inggris wafat tanpa meninggalkan keturunan, James VI
dari Skotlandia juga menjadi James I dari Inggris. Pada peristiwa itu, para Calvinis
mengharapkan bahwa latar belakang Presbiterian pada dirinya akan menguntungkan,
sedangkan gereja Inggris masih harus dikompromikan. Meskipun gereja (Inggris) telah
membuang banyak ajaran Katolik yang tidak disukai gereja-gereja reformasi; ia tidak
seprotestan gereja-gereja Lutheran dan Calvinis di Eropa. Sebagian orang Anglikan,
dengan sandaran reformasi yang kuat, belum meninggalkan gereja negara, tetapi mereka
ingin "menyucikan" Gereja – karenanya mereka disebut kaum Puritan.

Bagi James, kekuasaan mutlak ada di tangan seorang raja – ia percaya bahwa ia
mempunyai "hak ilahi" untuk memerintah, sementara hierarki Anglikan dan gelar
penguasa, yaitu Pembela Iman, sangat menarik baginya. la meremehkan ajaran
Presbiterian, yang mengajarkan kebebasan yang tidak sepaham dengan hak ilahi
seorang raja.

Bahkan sebelum James tiba di London, para Puritan sudah mengemukakan Petisi
Millenary, yang diduga didukung oleh seribu orang. Mereka meminta perubahan
moderat dalam Gereja Inggris. James tidak berniat menyerah pada tekanan para Puritan,
namun karena jumlah mereka begitu besar, ia tidak bisa memandang sebelah mata.
Maka pada Januari 1604, melalui sebuah konferensi, para uskup dan kaum Puritan
bertemu di Hampton Court. Secara keseluruhan, pada pertemuan tersebut, di mana
James telah mengancam akan "mengusir mereka ke luar negeri", merupakan kekalahan
bagi kaum Puritan. Kemenangan tunggal mereka adalah bahwa James setuju dengan
terjemahan baru Alkitab.

Sang raja membayangkan dirinya sebagai seorang terpelajar dan mungkin berpikir
bahwa karya tersebut merupakan sesuatu yang berharga. Tetapi ia pun ingin melepaskan
Alkitab Jenewa – versi populer, yang diterbitkan pada tahun 1560, yang cenderung

127
Calvinis. Alkitab Para Uskup versi 1568 yang dimaksudkan untuk menggantikan
Alkitab Jenewa telah diterima untuk dipakai di gereja, namun orang awam tidak pernah
memilikinya. Jelaslah, terjemahan yang mendukung hak seorang raja dan diterima
sebagai Alkitab yang dibaca umum, akan menguntungkan James.

Ia menunjuk lima puluh empat orang terpelajar, dibagi atas kelompok yang terdiri atas
tujuh atau delapan orang, yang dapat bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama. Untuk
mewujudkan Alkitab baru, mereka mengacu pada teks asli dan terjemahan-terjemahan
sebelumnya. Alkitab Tyndale, misalnya, berdampak besar atas karya mereka.

Terjemahan tersebut berlangsung dari tahun 1607 sampai tahun 1611. Meskipun "versi
yang berwibawa" atau Alkitab Versi Raja James tidak mendapat pengakuan resmi dari
James, namun lambat-laun Alkitab tersebut menggantikan Alkitab Jenewa.
Terjemahannya yang terpelajar dan akurat bertahan berabad-abad lamanya. Bagi
sekelompok orang, inilah Alkitabnya.

128
59) Tahun 1620 Para Peziarah Menandatangani Perjanjian Mayflower

Para peziarah di atas kapal menandatangani Perjanjian Mayflower

"Jika tidak ada uskup, tidak ada raja," demikian seru James I, memberitahukan kepada
kaum Puritan bahwa mereka memiliki seorang raja, dengan sendirinya mereka juga
mempunyai uskup gereja. Namun ia masih belum berhadapan dengan iman fanatik yang
melekat pada para "pemurni" (purifiers) gereja tersebut. Di antara mereka ada yang
masih ingin bertahan dalam gereja, tetapi mereka tidak merasakan bahwa reformasi
akan berhasil di bawah raja yang bersikap bermusuhan ini. Karena keadaan ini, para
Separatis mengundurkan diri dari jemaat Anglikan – dan akhirnya dari sang raja juga.

Sebagai respons atas penolakan mereka terhadap Gereja Anglikan, pemerintah telah
memenjarakan dan mengusik sejumlah kaum Separatis. Meskipun pemerintah tidak
menekan mereka, gerombolan pengusik mengganggu pertemuan-pertemuan para
Separatis.

Robert Browne telah memimpin sejumlah kaum Separatis ke Negeri Belanda, yang
menunjukkan toleransi kepada para pembangkang. Namun, mereka tetap merupakan
orang asing di negeri itu. Bagaimanapun pluralisme Belanda ini tidak membantu dalam
membangun komunitas mereka sendiri, dan banyak yang takut jika anak-anak mereka
juga akan menjadi orang-orang yang tidak beragama.

Keresahan ini membuat mereka beralih ke Dunia Baru (Amerika). Mungkin di sana
mereka dapat membangun gereja murni yang bersih dari kerusakan Gereja Inggris. Di
daerah yang tidak mempunyai pemerintahan yang kokoh, mereka dapat menciptakan
pemerintahan yang akan mencerminkan idealisme Calvin. Bahkan daerah baru yang liar
sekalipun tidak dapat membendung semangat mereka akan harapan kebebasan.

Pemimpin Separatis, John Robinson, berkata, "Mereka tahu bahwa mereka adalah
peziarah." Negeri Belanda tidak merupakan tanah perjanjian, jadi mungkin Amerikalah
tanah itu. Dengan sebuah kapal bernama Mayflower, 102 Separatis Inggris, yang
kembali sejenak ke Inggris, berlayar dari pelabuhan Plymouth.

Meskipun tujuan mereka ialah Virginia, namun badai mengubah arah mereka dan
mendaratkan mereka di Massachusetts. Salah seorang Peziarah itu melukiskan daerah
baru itu sebagai "rimba yang sunyi dan mengerikan".

129
Tidak kurang liarnya dengan tempat mereka mendarat, para peziarah takut pada anarki
dan liarnya sifat manusia. Izin yang diberikan untuk mendarat di Virginia tidak
mempunyai kekuatan hukum di sini. Mereka harus menciptakan pemerintahan yang
tertata agar mereka dapat mendirikan kerajaan Allah.

Berdesak-desakan dalam kapal yang mereka tumpangi, empat puluh satu orang
menandatangani Perjanjian Mayflower. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa mereka
akan mengolah koloni baru ini demi kemuliaan Allah dan demi kemajuan kekristenan.
Mereka setuju memberlakukan undang-undang bagi kebaikan masyarakat umum dan
berikrar untuk berpegang pada solidaritas kelompok serta menjauhkan kepentingan diri
sendiri.

Perjanjian tersebut juga menyatakan bahwa mereka memerintah diri mereka sendiri.
Tentunya William Bradford dan Bapa Peziarah lainnya, yang menandatangani
perjanjian tersebut, percaya bahwa mereka memerintah tanpa berpisah dari Allah –
penguasa segalanya – namun mereka tidak mengadakan persiapan bagi pemerintahan
yang dipimpin oleh raja manusia.

James I terkejut mendengar mereka menolak pemerintahan para uskup dan ia juga tidak
bersimpati kepada mereka yang menolak pemerintahannya. Tetapi, tanpa harus
berurusan dengan kelompok kecil tanpa izin dan liar yang bermukim di seberang lautan
ini pun, dia sudah punya cukup masalah.

130
60) Tahun 1628 Comenius Diusir dari Negerinya

Orang-orang Katolik secara agresif sedang memaksakan otoritasnya di Bohemia. Kaum


Protestan telah dibuang, meskipun untuk beberapa tahun lamanya mereka berupaya
bersembunyi. Ketika bahaya membesar pada tahun 1628, satu rombongan melintasi
pegunungan dan masuk ke Polandia.

Yang memimpin mereka dalam pembuangan itu ialah pastor, penulis sekaligus guru,
Jan Amos Comenius. Ia berhenti menoleh ke belakang melihat negeri tercintanya, dan
memimpin warganya dalam doa, meminta agar Allah memelihara "benih terpendam"
dalam diri warganya, suatu kelompok yang akan tumbuh dan menghasilkan buah.
Comenius tidak akan pernah melihat negerinya lagi.

Perang tiga puluh tahun telah menyita pusat kehidupan Comenius. Ketika perang
dimulai pada tahun 1618, ia adalah seorang pastor baru dan kepala sekolah pada
golongan Unity of Brethren (Unitas Fratrum), pewaris ajaran Protestan dari Yohanes
Hus.

Ketika itu Eropa terdiri dari kawasan-kawasan Katolik, Lutheran dan Calvinis.
Bohemia, kawasan Protestan, tidak senang menjadi bagian dari kekaisaran Romawi
yang suci, maka mereka selalu memberontak. Pada tanggal 23 Mel 1618, sejumlah
pemberontak Protestan menyerang istana kerajaan di Praha dan melemparkan para
gubernurnya ke luar jendela. Menurut laporan, orang-orang yang terlempar itu mendarat
di atas tumpukan kotoran hewan dan tidak terbunuh; namun dengan Defenestration of
Prague, revolusi sedang berlangsung.

Dengan bantuan pasukan Spanyol, Kaisar Ferdinand II menghadang para pemberontak


pada pertempuran White Mountain tahun 1620, dan daerah tersebut dengan resmi
dinyatakan Katolik. Kaum Protestan terpaksa harus meninggalkan tempat itu. Comenius
memulai persembunyian tujuh tahunnya. Dengan berpindah-pindah dari ladang ke
ladang secara diam-diam, ia mencoba melayani kaum Brethren yang tersisa. Lima tahun
sebelum kelahiran John Bunyan, Comenius menulis The Labyrinth of the World
(Labirin Dunia), sebuah alegori berliku-liku mirip Pilgrim's Progress.

131
Comenius dan kumpulan Brethrennya bermukim di Leszno, Polandia. Di sana ia
diangkat sebagai uskup bagi Unitas Fratrum dan menerbitkan buku tentang pendidikan
anak-anak serta pelajaran bahasa. Teorinya sangat revolusioner. Semua anak laki-laki
dan perempuan, kaya dan miskin harus dididik dengan kurikulum luas yang akan
memberikan mereka akses di pelbagai bidang. Pendidikan harus dimulai dari kepedulian
ibu, bahkan sejak sebelum lahir, katanya, meskipun hal itu harus melibatkan aspek-
aspek bermain dan bukan hanya hafalan. Ia mendukung sederetan periode enam tahun
yang dapat dibandingkan dengan prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas dan pendidikan universitas. Sementara itu, para pengajar harus
belajar metode mengajar dari alam. Belajar adalah masalah perkembangan, bukan hanya
masalah memperoleh informasi.

Perang tiga puluh tahun merebak terus. Kaum Protestan Denmark menyerang kawasan
Katolik, tetapi terpukul balik. Raja Swedia, Gustavus Adolphus, memasuki pergolakan
ini dengan berpihak pada Protestan. Ia memperoleh beberapa kemenangan, namun ia
meninggal pada tahun 1632.

Sementara itu, Comenius tetap meraih reputasi sebagai seorang terpelajar dan pendidik.
Ia menulis The Way of Light (Jalan Terang) dengan harapan bahwa pendidikan yang
benar akan meningkatkan perdamaian. Pada tahun 1641, Parlemen Inggris
mengundangnya untuk mempraktikkan teorinya dengan mendirikan perguruan
"pansophic" (aneka pengetahuan) di Inggris. Sekali lagi perang saudara merebak, yang
memaksa Comenius lari. Untuk sementara waktu ia bermukim di Prusia. Dari sana ia
pergi ke Swedia sebagai konsultan pendidikan bagi Perdana Menteri, Axel Oxenstierna.
Ia juga meminta perdana menteri agar tidak melupakan perihal Brethren ketika perang
hampir usai.

Anehnya, Perancis mengubah arah dalam perang itu. Meskipun merupakan negara
Katolik, Perancis melihat kesempatan melumpuhkan kekuatan dinasti Hapsburg dan
memenangkan beberapa kawasan baginya sendiri. Pasukan Perancis memasuki kancah
perang pada tahun 1635, dan perang terus berlanjut. Pada tahun 1648, Perdamaian
Westphalia membagi-bagi rampasan perang yang telah menguras Eropa. Kekaisaran
Roma porak-poranda dan ada yang menafsirkan bahwa Jerman telah kehilangan
setengah penduduknya dalam peperangan itu. Perancis 'memenangkan kawasan-
kawasan baru. Kaum Calvinis dan Lutheran meraih keuntungan dengan pencapaian
toleransi kaum Calvinis.

Namun, kaum Brethren tidak menerima baik hak kembali ke Bohemia maupun daerah
permukiman baru. Comenius melanjutkan pengembaraannya sepanjang sisa hidupnya.
Selama dua puluh dua tahun ia berkelana, melayani kaum Brethren yang terbuang jauh.
Ketika rumahnya di Polandia dihakar, ia kehilangan sebagian besar ensiklopedi yang
disusunnya. Namun, berkat perlindungan seorang Belanda, ia menerbitkan banyak buku
tentang pendidikan – termasuk buku bergambar pertama untuk anak-anak, The World in
Pictures (Dunia dalam Gambar).

Comenius dihargai dan dihormati, namun ia jarang didengar. Pada usia tujuh puluh lima
tahun ia muncul di sebuah persidangan untuk memohon perdamaian antara Inggris dan
Negeri Belanda – tetapi mereka meremehkan sarannya. la mempunyai visi pendidikan
yang akan membawa kesempurnaan spiritual dan perdamaian dunia. Meski tujuan
pertama menarik beberapa negara, tak satu pun ingin mencoba tujuan kedua.

132
Walaupun ia dengan tepat dapat dikatakan sebagai salah seorang Bapa Oikumene,
Comenius sering tidak dihiraukan. Ia lehih dihargai dunia sekular daripada oleh Gereja,
dan ia sering dielukan sebagai Bapa Pendidikan Modern.

"Benih terpendam" yang didoakan Comenius muncul di kemudian hari. Serombongan


Brethren bermigrasi ke Herrnhut, di Jerman, pada awal-awal abad kedelapan belas. Di
sana terjadilah kebangkitan spiritual yang menyulut upaya misi besar yang merambat ke
seluruh dunia.

133
61) Tahun 1646 Pengakuan Iman Westminster

Pertemuan Westminster

Tidak semua orang di Inggris menerima gereja negara. Dari awal, banyak yang telah
melihat Anglikanisme sebagai sistem yang tidak menjangkau doktrin-doktrin
Reformasi. Ratu Elisabeth I telah menyetujui Tiga Puluh Sembilan Pasal pada tahun
1563, yang mendirikan Gereja Inggris episkopal. Dari awal, kaum Puritan telah
mendesak terbentuknya pemerintahan Presbiterian dan kebaktian-kebaktian yang
kurang ritual, namun permintaan mereka tidak diacuhkan.

Para raja Stuart – James I dan putranya, Charles I – telah berupaya meningkatkan
kekuatan sistem episkopal. Charles yang menginginkan keselarasan di Skotlandia dan
Inggris, berupaya memaksakan Anglikanisme kepada orang-orang Presbiterian
Skotlandia. Situasi yang mudah berubah ini ditangani dengan ceroboh sehingga
mengakibatkan Perang Saudara di Inggris.

Charles I mempunyai sejarah pertikaian panjang dengan parlemen. Pada musim semi
tahun 1640, ia membentuk parlemen yang menentangnya dengan keras. Serta-merta ia
membubarkannya dan membentuk parlemen lain pada musim gugur tahun yang sama.
Parlemen berunsurkan Puritan yang bertahan lama inilah yang menjadi penyebab
kejatuhannya.

Dua tahun kemudian, pada parlemen yang sama, raja mencoba menangkap sejumlah
anggota dewan yang menentangnya. Tuduhannya bahwa orang-orang tersebut telah
berkhianat, memicu perang yang membawa Inggris menganut Puritanisme untuk
beberapa waktu lamanya.

Pada awal tahun 1643, parlemen telah menghilangkan sistem episkopal. Untuk
mendirikan sebuah Gereja Presbiterian sebagai gantinya, mereka mengadakan
pertemuan di Westminster Abbey. Seratus dua puluh satu pendeta dan tiga puluh orang
awam — beberapa dari mereka adalah orang-orang Skotlandia — berhimpun untuk
membangun kembali gereja Inggris.

Selama enam tahun Pertemuan Westminster tersebut, Oliver Cromwell, pemimpin


pasukan parlemen itu, membawa para Puritan berkuasa. Sang raja dipenggal kepalanya
pada tahun 1649.

Pertemuan Westminster tersebut mewujudkan Pengakuan Iman Westminster (1646),


suatu karya yang akan menjadi klasik dalam pemikiran presbterian, dan Katekismus

134
Kecil Westminster (1647) serta Katekismus Besar (1648). Kepercayaan yang mereka
gariskan sepenuhnya Calvanistik.

Pengakuan Iman tersebut mengajarkan inspirasi kitab suci dengan menyatakan Alkitab
sebagai otoritas tunggal dalam kepercayaan Kristen.

Dalam bahasa aslinya, kitab suci "diinspirasikan (diilhami) Tuhan, dan ... dipelihara
kesuciannya sepanjang masa". Namun, jaminan akan otoritas ilahi berasal "dari karya
Roh Kudus dari dalam".

Pengakuan Iman Westminster menyertakan juga doktrin takdir – sebuah topik yang
tidak digubris Tiga Puluh Sembilan Pasal. Pengakuan Iman itu menyatakan, "Sebagian
manusia dan malaikat ditakdirkan untuk hidup abadi, dan yang lain ditetapkan untuk
kematian abadi." Namun, "Allah bukan pencipta dosa, dan bukan juga kekerasan yang
ditawarkan bagi kehendak makhluk".

Lebih lanjut, Pengakuan Iman itu menekankan hubungan Allah dengan ciptaan-Nya
melalui perjanjian. Penebusan umat manusia merupakan perimbangan antara kedaulatan
Allah dan pertanggungjawaban manusia.

Pengakuan Iman ditetapkan oleh para penatua, bukan oleh pastor dan uskup, serta tidak
memberi tempat (seperti yang dilakukan oleh Tiga Puluh Sembilan Pasal) bagi
transsubstansiasi. Pengakuan Iman itu juga mengikat orang percaya pada hari Sabat,
hari yang dikhususkan untuk berdoa secara pribadi dan ibadah umum.

Namun Puritanisme di Inggris tidak bertahan lama. Pada tahun 1658, dengan kematian
Oliver Cromwell, tidak ada pemimpin kuat yang muncul dari pihak Puritan. Meskipun
putra Cromwell, Richard, telah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Pelindung
Inggris, ia tidak memiliki kemampuan memimpin seperti ayahnya. Richard
mengundurkan diri secara terhormat, dan Inggris kembali menjadi kerajaan di bawah
Charles II, putra Charles I.

Di Inggris, raja baru ini dengan sukses memulihkan sistem episkopal. Namun orang-
orang Skotlandia berpegang erat pada Pengakuan Iman Westminster, dengan
mengikatnya pada gereja Skotlandia. Melalui Skotlandia, Pengakuan Iman Westminster
telah menjadi julukan bagi "Calvinisme yang bersejarah".

135
62) Tahun 1648 George Fox Mendirikan Society of Friends

George Fox pendiri Quaker

Abad ketujuh belas adalah masa perubahan agama dan kebebasan yang sedikit demi
sedikit meningkat. Dalam satu gereja "universal", bertumbuh banyak aliran. Reformasi
telah mengajarkan bahwa hanya Alkitab yang mendasari iman. Namun pertanyaannya,
interpretasi apa yang harus diterima orang Kristen? Perbedaan pun merebak – semuanya
atas nama Kitab Suci.

Kaum Puritan menentang Gereja Inggris yang tidak sepaham dengan mereka tentang
Kitab Suci. Tetapi, meskipun mereka tidak menyukai sistem imamat Anglikan, mereka
tidak memutuskan hubungan sama sekali dengan kaum rohaniwan.

George Fox, yang mendirikan Society of Friends – atau Quakers – melakukan hal itu.

Seperti yang lainnya, George Fox tidak me-rasa nyaman dengan agama-agama formal
pada zamannya. Juga kelompok-kelompok pembangkang seperti Presbiterian dan
Independen, bagi Fox, mempunyai amat banyak formalitas. Ia percaya bahwa mereka
menyerah pada berbagai tekanan pemerintah. Gereja telah menjadi pelayan umum dan
telah menjauhkan diri dari Allah.

Dalam usahanya mencari kedamaian spiritual, Fox mengunjungi banyak penasihat,


tetapi tak ada seorang pun yang dapat membantunya. Pada suatu hari, tahun 1647, ada
suara yang mengatakan, "Ada satu, yaitu Yesus Kristus, yang dapat berbicara tentang
kondisimu." Hal itu membawa perubahan pada Fox, yang sejak itu mendedikasikan
dirinya untuk mengikuti terang yang ada pada dirinya (Inner Light) yang telah diberikan
Allah – dan pada setiap orang yang menerima-Nya. Semua orang Kristen – semua
sahabat Yesus – mempunyai akses langsung kepada Allah. Fox mengajarkan bahwa
dengan mengikuti terang yang telah dianugerahkan Allah, siapa pun dapat
melumpuhkan kekuatan setan dan cengkeraman dosa.

Ajaran-ajaran Fox yang sederhana tetapi juga keras menarik banyak peminat. Para
sahabat (Friends), sebutan bagi mereka, meninggalkan tradisi bersumpah, berpakaian
sederhana, makan hati-hati dan bicara dengan jujur. Mereka menentang keterlibatan
dalam peperangan. Meskipun ditentang pemerintah, mereka memprotes segala

136
formalitas kebaktian, mereka menolak mengangkat topi bagi siapa pun, mereka tidak
membayar persepuluhan (merupakan pajak penghasilan, di Inggris) pada gereja negara.

Banyak Society of Friends bermunculan di Inggris, selama George Fox yang berani itu
berkhotbah. Di rumah-rumah tempat mereka mengadakan berbagai pertemuan, para
aristokrat dan orang biasa bersama-sama mengikuti kebaktian. Tidak ada rohaniwan
yang istimewa. Pria dan wanita dapat berbicara karena mereka merasa bahwa mereka
dituntun Rob.

Dalam sebuah kelompok yang bergantung pada dorongan Roh secara pribadi, terdapat
juga penyimpangan – dan ini membuat banyak orang yang sebenarnya toleran berhalik
menentang Friends. Penekanan Friends pada kebebasan juga mengundang oposisi
pemerintah.

Fox dipenjarakan karena ajarannya. Ketika ia berhadapan dengan seorang hakim yang
mencela kepercayaan kelompoknya, Fox memperingatkannya untuk "gentar pada
firman Allah".

"Kalianlah para pembuat gentar, quakers," jawab hakim tersebut. Nama itu menjadi
abadi. Di bawah pemerintahan Oliver Cromwell, toleransi menjadi peraturan umum
bagi berbagai aliran yang berbeda, yang menyusun bala tentara dan kesatuan politiknya.
Meskipun Cromwell kagum pada kejujuran dan integritas para Quaker, ia tidak
memperluas toleransi terhadap mereka. Meskipun penganiayaan sudah berkurang
dibanding pada masa pemerintahan raja-raja, iman yang mencari kebebasan individual
seperti itu tidak dapat diterima oleh seorang pemimpin sekaliber Cromwell.

Meskipun menghadapi penganiayaan, Quaker bertumbuh, karena banyak yang


merasakan sentuhan iman yang menekankan bahwa setiap individu harus mengalami
Kristus di dalam dirinya.

137
63) Tahun 1662 Rembrandt Menyelesaikan Lukisan Kembalinya Anak
Hilang

REMBRANDT, The Return of the Prodigal Son, The Hermitage, Leningrad.

Karya seni yang sempurna, Kembalinya Anak Hilang diciptakan oleh seorang yang
paham tentang apa artinya menjadi seorang pemboros. Melalui karya seninya, ia
menunjukkan betapa dalamnya dunia ini membutuhkan keselamatan. Rembrandt
Harmenszoon van Rijn menjadi pelukis Protestan terbesar – seorang yang dalam
dirinya, iman dan seni terpadu dengan selaras.

Ia dilahirkan dalam keluarga gereja Reformasi yang amat saleh. Meskipun orangtuanya
menginginkan ia menjadi orang terpelajar, jelaslah bahwa ia dianugerahi bakat seni
lukis. Mengikuti kebiasaan pada waktu itu, Rembrandt magang pada pelukis yang
mapan dan belajar melukis cerita-cerita Alkitab, peristiwa-peristiwa dalam sejarah, serta
mitologi Romawi dan Yunani. Namun, seni lukis yang ia kembangkan adalah gayanya
sendiri yang agak berbeda. Para pelukis Protestan lain membatasi lukisan religiusnya
pada gambar-gambar yang ada di Alkitab, dan para pelukis Katolik menggambarkan
para santo; tetapi Rembrandt membuat setiap lukisannya sebagai suatu pernyataan iman.
Ketika orang-orang Protestan menyatakan bahwa Alkitab sajalah norma agama bagi
manusia, Rembrandt memperlihatkan bahwa Kitab Suci dapat juga menjadi norma bagi
seni lukis agamawi.

Pada zaman Rembrandt, orang-orang dalam lukisan-lukisan Alkitab tampak seperti


pahlawan luar biasa, hanya sedikit berbeda dari para dewa dan manusia setengah dewa
seperti yang digambarkan dalam lukisan-lukisan mitologis. Tidak demikian halnya pada
gambaran-gambaran Rembrandt. Ia menunjukkan kemanusiaan sebagaimana adanya:
cacat, berdosa dan membutuhkan keselamatan. Lelaki dan perempuan "sesungguhnya"
mengisi karyanya, termasuk istri dan anaknya – dan juga orang-orang jalanan. Dengan
berpakaian seorang pengemis lesu yang mengenakan sorban, Rembrandt menjadikan
dirinya potret raja Israel yang menakjubkan. Seorang Yahudi tua digambarkan sebagai
Rasul Paulus.

Rembrandt juga menjadikan dirinya sebagai model. Dalam The Raising of the Cross,
yang menggambarkan dosa manusia, ia membantu menyalib kristus. Meskipun ia

138
menciptakan gambar tersebut, pelukis tersebut tak luput dari kebutuhan keselamatan
pribadi.

Kepiawaiannya menggunakan chiaroscuro – suatu teknik yang mengkontraskan latar


belakang gelap dengan cahaya yang menyoroti figur dalam gambar – adalah ciri khas
karya Rembrandt yang terbaik. Pekatnya warna gelap seringkali dengan jelas
memperlihatkan cahaya spiritual yang timbul dari dalam modelnya.

Namun, tujuan utama Rembrandt bukanlah untuk menginjili. Ia mencari nafkah dengan
melukis dan karyanya terdiri dari baik yang "spiritual" maupun "duniawi". Ada
karyanya yang meskipun tidak dimaksudkan menggambarkan suasana keagamaan,
namun mengandung perspektif sang pelukis tentang dunia dan kemanusiaan. Ia melihat
keindahan pada alam ciptaan Allah – dan ia melihat dengan baik keindahan dan dosa
pada wajah-wajah manusia di hadapannya.

Meskipun seni lukisnya menunjukkan ketulusan Kristen, kehidupan pribadi Rembrandt


tidaklah tanpa cacat. Ia menikahi Saskia, seorang wanita muda dan kaya, yang
meninggal pada tahun 1642. Surat wasiatnya mengatakan bahwa: jika Rembrandt
menikah lagi, seluruh kekayaannya akan diwarisi anak mereka, Titus. Terhimpit
kesukaran keuangan, sang pelukis tentunya merasa bahwa is tidak dapat mengorbankan
uang warisan. Karenanya, ia menjadikan wanita pengurus rumah tangganya Hendrickje
sebagai istrinya di luar nikah.

Rembrandt menurunkan pada generasi-generasi berikutnya gambaran unik Protestan


ten-tang dunia ciptaan Allah. Calvin pernah menyerukan, "Hanya benda-benda yang
sanggup dilihat mats yang harus dilukis." Mata Rembrandt menciptakan gambar yang
memberitakan kebenaran. Kembalinya Anak Hilang menunjukkan kemanusiaan
Rembrandt, cinta akan uraian mendalam dan persepsi yang tajam akan hati manusia.
Ayah pemaaf, anak yang menyesal dan anak sulung, dalam pakaian abad ketujuh belas,
semuanya sangat cocok dengan perumpamaan Yesus. Hal ini mengingatkan kita akan
keabadian dan ketepatan waktu Kitab Suci.

139
64) Tahun 1675 Philip Jacob Spener Menerbitkan Pia Desideria

Menjelang akhir abad ketujuh belas, Gereja Lutheran telah menjauh dari pandangannya
sendiri akan iman pribadi dan dalam keinginan mencari doktrin yang benar. Seorang
pastor menentang keadaan demikian dengan sebuah buku kecil yang mengubah
Protestanisme.

Ketika belajar di Universitas Strasbourg, Philip Jacob Spener telah mempelajari bahasa-
bahasa, doktrin dan sejarah Alkitab yang umumnya adalah bagian dari pelajaran
pelayanan. Tetapi para profesornya juga mengingatkan dia tentang perlunya kelahiran
kembali secara spiritual dan etika Kristen. Spener menemukan kebutuhan penerapan
kesarjanaannya pada pengalaman pribadinya. Jika seseorang tidak lahir baru maka
semua agama formal tidak akan berpengaruh.

Ketika pendeta baru ini berkhotbah menentang kemalasan dan perilaku amoral, dan
berupaya agar jemaatnya mempraktikkan iman Kristen secara pribadi, ia berhadapan
dengan kontroversi. Kaum rohaniwan Gereja Lutheran yang menganggap diri mereka
sebagai pusat gereja merasa terancam dengan pembalikan yang bersifat individualistis
seperti yang dikhotbahkannya.

Spener mengadakan berbagai persekutuan doa, yang dikenal sebagai collegia pietatis,
yang kemudian menjadi dasar gerakan Pietisme.

Tidak puas dengan berkhotbah dari mimbarnya sendiri di Frankfurt dan pembentukan
kelompok-kelompok lokal, pastor Lutheran tersebut menuliskan ide-idenya untuk suatu
pembaruan. Pada tahun 1675 ia menerbitkan Pia Desideria, "Hasrat Kesalehan", yang
menampilkan enam butir rencana.

Pertama, ia ingin melihat orang-orang Kristen mempunyai pemahaman tentang Kitab


Suci yang lebih mendalam dan lebih berpengaruh pada kehidupan. Untuk mencapai
tujuan ini, ia menyarankan pertemuan-pertemuan kecil di rumah-rumah. Kalangan
Gereja abad ketujuh belas melihat hal ini sebagai sesuatu yang baru dan mungkin
merupakan ide yang mengancam.

140
Spener menghendaki Gereja memandang imamat am semua orang percaya dengan
serius, maka ia menyarankan memberi tanggung jawab kepada orang-orang awam yang
ada di lingkungan collegia pietatis. Meskipun pastor itu penting adanya, ia tidak harus
memikul seluruh beban untuk memberikan santapan rohani.

Untuk menentang ketakutan pada masanya, bahwa individualisme menjurus pada


keonaran, Spener menyarankan agar Gereja menekankan pengalaman pribadi. Ia
melihat bahwa doktrin yang benar saja akan menjurus ke iman yang mati.

Memetik pelajaran dari Perang Tiga Puluh Tabun yang telah membuktikan bahaya
kontroversi agama, Spener berupaya mengelakkan konflik teologis. Jika tidak
terelakkan, maka perdebatan harus dilakukan dengan semangat cinta kasih. Namun, ia
mendesak orang-orang agar berpegang pada butir-butir iman yang penting saja dan
tidak bertele-tele dengan hal-hal remeh. Lebih baik, ia katakan pada mereka, berdoa
bagi orang yang melakukan kesalahan daripada memarahi dia.

Para pastor bukan saja harus mempelajari Alkitab dan teologi, mereka juga harus tabu
menangani kaum awam, ujar Spener. Imam yang tidak dapat menunjukkan hidup devosi
tidak dapat menuntun jemaatnya ke arah itu.

Ia juga mendorong para pastor menyampaikan khotbah yang menerapkan Kitab Suci
dalam kehidupan. Mereka harus mengilhami dan memberi pengetahuan yang dapat
dimengerti dan membangkitkan. Daripada hanya berceramah, para pastor diharuskan
memberi inspirasi kepada umat Tuhan.

Rangsangan yang dibangkitkan oleh ide-ide Spener menyebabkan ia berpindah dari


Frankfurt ke Dresden dan kemudian ke Berlin. Di Berlin, pada tahun 1694, ia dan
August Francke membentuk Universitas Halle. Di bawah Francke, universitas itu
menjadi pusat penginjilan dan misi. Bertahun-tahun setelah Gereja Katolik membawa
misinya ke Asia dan Amerika, misi Protestan bermula di Halle, sebagai pusat untuk
studi bahasa-bahasa Timur dan penerjemahan Alkitab.

Meskipun kaum rohaniwan melihat ancaman besar pada program reformasi Spener, pro-
gram itu membawa kegembiraan bagi kaum awam. Di gereja-gereja yang telah
menganut ajarannya, kehidupan keluarga meningkat, standar-standar moral
dibangkitkan, dan orangorang memahami bahwa kekristenan lebih daripada sekadar
menyetujui suatu katekimus saja. Berbagai pertemuan kelompok-kelompok kecil
mewujudkan semangat kekeluargaan dalam jemaat, dan Alkitab menjadi hidup bagi
orangorang percaya.

Luther pernah menekankan pentingnya jemaat menyanyikan puji-pujian, namun


kebiasaan itu telah melemah. Pietisme memberi dorongan besar bagi puji-pujian, dan
penulis seperti Paul Gerhardt, Joachim Neander dan Gerhardt Tersteegen, menciptakan
puji-pujian yang di kemudian hari diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai buku-
buku kidung Methodis.

Banyak gereja yang terpengaruh Pietisme mengembangkan pemahaman Alkitab, doa


kelompok, dan mencapai lebih daripada yang diidealkan pendirinya. Aspek pragmatis
Pietisme – yang menekankan perasaan dan penyebaran Kekristenan – akan berdampak
jauh dan khususnya berpengaruh dalam perkembangan kekristenan di Amerika.

141
65) Tahun 1678 Karya John Bunyan The Pilgrim's Progress
Diterbitkan

Salah satu karya klasik Kristen terbesar muncul bukan dari aula-aula universitas, tetapi
dari sebuah sel penjara. Orang yang menulis itu bukanlah orang terpelajar, tetapi
seorang guru agama berpendidikan rendah.

John Bunyan dilahirkan di Elston, Bedfordshire, pada tahun 1628. Rumahnya adalah
gubuk kecil, dan ayahnya seorang tukang solder, yang setiap hari mendorong keretanya
di sepanjang jalan, berhenti di rumah-rumah untuk menambal panci-panci.

John mendapat pendidikan di sebuah sekolah grammar (yang mengutamakan bahasa


Latin). Tetapi seperti anak-anak lain pada zamannya, ia melanjutkan pekerjaan ayahnya.
Pada Perang Saudara Inggris, ia menjadi tentara – besar kemungkinan di pihak Puritan.
Pada umur sembilan belas tahun ia menikah, dan istrinya yang Kristen membimbingnya
untuk mencoha mengubah hidupnya. Namun, ia seringkali tergelincir pada kebiasaan
lamanya. Meskipun hidupnya cukup memberi kesan yang baik pada tetangga-
tetangganya, ia menggambarkan dirinya sebagai "seorang yang berpura-pura secara
berlebihan".

Pada tahun 1651, Bunyan mulai menghadiri pertemuan Independen di Bedford, dan
telah tergerak oleh khotbah alkitabiah yang dibawakan seorang pastor. la mulai
merenungkan Kitab Suci, hingga konflik dalam dirinya berakhir dengan jaminan
anugerah. Keselamatan telah datang kepadanya. la bergabung dengan jemaat Bedford
dan mulai berkhotbah. Di sana ia membuat orang kagum akan kebolehan seorang
tukang solder itu.

Meskipun Raja Charles II pada mulanya menjanjikan kebebasan beragama, karena


pertumbuhannya (jumlahnya), Gereja Anglikanlah satu-satunya Gereja yang diakui.
Pertentangan atau perbedaan pendapat tidak diperbolehkan, dan pada tahun 1661 John
dipenjarakan di penjara Bedford karena ajarannya. Ia mendekam di sana hingga tahun
1672, ketika Charles mengeluarkan Declaration of Indulgence, yang memberi
kelonggaran bagi kaum non-Anglikan.

142
Setelah ia dibebaskan, rumah pertemuan kaum Independen memanggilnya untuk
menjadi pastor mereka. la menerima surat izin berkhotbah dan dikenal sebagai Uskup
Bunyan – mungkin karena merupakan tokoh jenius penyatu kaum Independen di
kawasannya. Namun, toleransi tersebut tidak bertahan lama.

Pada tahun 1675 Bunyan sekali lagi dipenjarakan, dan ia memulai karya agungnya: The
Pilgrim's Progress (Perjalanan Seorang Safir). Alegori tentang keselamatan dan
perjalanan Kristen ini telah menghasilkan ungkapan-ungkapan indah seperti "Vanity
Fair", "The Slough of Despond", "House Beautiful", "Muckraking" dan "Hanging is too
good for him". Menyimpulkan hanya dari pengalamannya sendiri dan Alkitab, pengajar
agama yang tidak terpelajar ini menciptakan sastra yang mempesona bagi mereka yang
mengadakan perjalanan atau yang akan mengadakan perjalanan – ziarah dari Kota
Kehancuran ke Kota Surgawi.

Mungkin, karena begitu banyak pembaca yang mengalami perjalanan ziarah yang sama
dalam hidup mereka, The Pilgrim's Progress menjadi buku devosional Kristen terlaris di
dunia. Bunyan menggambarkan keadaan paling intim jiwa-jiwa Kristen. Kesadarannya
akan anugerah Allah yang mendalam kepada dirinya sendiri memberikan Bunyan
kesanggupan berbicara kepada banyak orang, bahkan berbagai generasi, tentang
keadaan spiritual mereka sendiri.

Karya-karya Bunyan lain seperti Grace Abounding to the Chief of Sinners, The Life and
Death of Mr. Badman dan The Holy War tidak mencapai popularitas seperti The
Pilgrim's Progress. Namun, buku yang ditulis secara sederhana ini telah menyentuh
ribuan orang dan telah menjadi buku yang klasik.

143
66) Tahun 1685 Kelahiran Johann Sebastian Bach dan George
Frederic Handel

J. S. Bach

Pada tahun yang sama, telah lahir dua komposer Jerman di dua tempat yang berjarak
kurang dari dua ratus mil. Meskipun mereka berdua tidak pernah bertemu, tetapi
keduanya menciptakan karya terbaik musik abadi yang merupakan karya teragung yang
dikenal gereja.

Dengan kelahiran seorang lagi anggota keluarga Bach di Eisenach, tidak seorang pun
me-rasa kaget jika pada satu hari ia akan menjadi seorang komposer, karena keluarga
Bach sendiri terdiri dari banyak musisi.

Setelah mendapatkan pelajaran musik dari ayah dan kakaknya pada tahun 1703, Johann
Sebastian Bach yang berumur delapan belas tahun itu menjadi seorang violis pada
orkestra kapel kerajaan di Weimar. Tetapi ia segera meninggalkan posisi ini dan
berganti posisi menjadi organis gereja. Lalu ia menikahi sepupunya, Maria Barbara
Bach, seorang penyanyi yang sudah matang. Mereka dianugerahi tujuh orang anak.
Setelah istrinya meninggal, ia menikah lagi dengan Anna Magdalena Wiilken. Empat
orang putranya juga menjadi komposer terkenal.

Bach menciptakan komposisi dalam jumlah yang menakjubkan. Sementara menghidupi


dua puluh orang anaknya, ia juga menggubah, memainkan dan mengajar musik. Bagi
Bach, menggubah kantata dan musik kebaktian lainnya "adalah pekerjaan satu hari
penuh", karena posisi yang diemban menuntutnya menyediakan musik. Ia telah
menciptakan 198 kantata, di samping musik-musik umum. Karyanya yang terkenal
antara lain St. Matthew Passion, Brandenburg Concerto Christmas Oratorio dan Well-
Tempered Clavier.

Bach adalah Lutheran sejati dan pada setiap karyanya – sekular dan rohani – ia
mencantumkan "In Praise of the Almighty's Will" ("Dengan Pujian Kehendak Yang
Mahakuasa") dan "To God Alone Be the Glory" ("Kemuliaan Hanyalah Bagi Allah").
Sang musikus ini juga temperamental orangnya. Ini yang selalu membawanya dalam

144
kesulitan ketika berhubungan dengan atasannya. Ia juga sangat membanggakan
kebolehannya sendiri.

Bach pernah tinggal di pelbagai tempat di Jerman. Bach tidak pernah mencapai
kemajuan di belahan dunia lainnya, hingga Felix Mendelssohn menemukan dan
mempopulerkan kembali karya-karyanya.

Handel dalam beberapa hal mirip dengan orang sezamannya – dan dalam beberapa hal
sangat beda. Ia berasal dari kota Halle, tempat ayahnya menjadi dokter. Ketika ayahnya
melarang George belajar musik, legenda mengatakan, pada malam hari ia diam-diam
pergi ke kamar di bawah atap untuk berlatih dengan organ kecil. Meskipun ayahnya
menginginkan George menjadi seorang pengacara, pada akhirnya ia membiarkan
putranya belajar dengan seorang organis lokal. Istana Berlin memberi kesempatan
kepada George untuk meneruskan pendidikan musiknya, namun ditolak ayahnya. Tetapi
pada akhirnya ia tidak dapat menghentikan putranya. Setelah setahun belajar hukum,
George meninggalkan studinya dan menjadi seorang violis pada orkestra istana. la juga
mulai menulis opera dalam bahasa Italia.

GF HANDEL

Seperti Bach, Handel pun merupakan seorang komposer yang kreatif, namun karya
musiknya paling awal bersifat sekular. Oratorium suci bukanlah minat utamanya –
seperti opera dan karya instrumentalnya. Untuk membuat perusahaan-perusahaan opera
selalu gembira, ia harus senantiasa menyuguhkan bahan-bahan baru. Para pengunjung
menginginkan hiburan baru setiap musim, dan komposer yang sukses harus senantiasa
mengadakan pertunjukan.

Bagaimana instrumentalis pencinta opera ini sampai menulis Messiah? Ketika diundang
ke London untuk menulis sebuah opera, komposer Jerman ini memutuskan untuk
berdiam di sana. Opera Itali mulai menurun. Perusahaanperusahaan opera
membangkitkan amarahnya, dan tidak lama kemudian Handel mulai menulis oratorium:
Messiah, yang pertama dinyanyikan pada tahun 1742 di Dublin, Israel in Egypt,
Deborah, Saul, Judas Maccabaeus, Solomon, Samson dan yang lainnya.

Ketika penguasa Hanover, negara bagian Jerman menjadi raja Inggris, keadaannya agak
merisaukan Handel. Penjelasan apa yang dapat diberikan kepada majikan lamanya
tentang mengapa ia pindah ke negeri orang? Menurut legenda, ia menulis Water Music
untuk menenangkan raja tersebut. Hal itu merupakan manuver yang sukses.

Handel berasal dari keluarga Pietis Jerman yang mengingatkan dia tentang pentingnya
kehidupan Kristen yang praktis, seperti halnya perasaan iman. Banyak orang yang telah
mendengar Messiah mengalami iman serupa.

145
67) Tahun 1707 Penerbitan Hymns and Spritual Songs Karya Isaac
Watts

Isaac Watts

Kidung tidak mempunyai sejarah panjang dalam gereja-gereja berbahasa Inggris.


Meskipun Martin Luther, orang yang senang dengan musik dan nyanyian, mendesak
agar kidung menjadi bagian dari ibadah para Lutheran, dan ia sendiri menulis beberapa
kidung, namun orang-orang Inggris agak lamban menggunakannya.

Para Anglikan memiliki Buku Doa Umum, tetapi liturginya tidak menyertakan musik.
Pada tahun 1562, jemaat-jemaat dapat menggunakan koleksi Mazmur berirama, yang
lambatlaun disebut Versi Lama dan pada tahun 1696, Nahum Tate dan Nicholas Brady
menampilkan Versi Baru yang dapat dinyanyikan. Namun, apa pun yang ada di luar
Mazmur dicurigai. Seorang uskup mungkin menulis sebuah kidung yang kadang-kadang
dipakai di kapel perguruan tinggi. Para pujangga seperti John Milton dan George
Herbert menulis karangan-karangan suci, namun tidaklah untuk dinyanyikan. George
Wither mericoba menciptakan buku kidung yang luas pada tahun 1623, namun karyanya
tidak begitu sukses.

Sementara kaum Anglikan menentang kidung, kaum Baptis menerimanya – dan pastor
dari aliran Independen, Isaac Watts, mengambil keputusan bahwa orang-orangnya
membutuhkan nyanyian Baru. Meskipun Mazmur mengekspresikan iman, namun tidak
dengan jelas menunjukkan unsur-unsur Kristen seperti kelahiran, ajaran-ajaran,
penyaliban dan kenaikan Kristus. Para jemaat tidak dapat bernyanyi tentang Tritunggal,
Roh Kudus ataupun gereja.

Pada tahun 1709 Watts menerbitkan Hymns and Spiritual Songs. Koleksi-koleksi
lainnya menyusul kemudian, termasuk Psalms of David Imitated in the Language of the
New Testament (Mazmur Daud Ditirukan dalam Bahasa Perjanjian Baru). Dalam karya
ini Watts mengatakan bahwa ia membuat Daud "berbicara seperti seorang Kristen".
Semuanya ia kutip hanya dari Mazmur – "Jesus Shall Reign Where'er the Sun"
berdasarkan Mazmur 72, dan "Joy to the World" dari Mazmur 98.

I.ebih dari 600 kidung ciptaan Watts – di antaranya "When I Survey the Wondrous
Cross", "O God Our Help in Ages Past", "I Sing the Mighty Power of God" dan "There
Is a Land of Pure Delight" – telah membuatnya mendapatkan gelar Bapa Kidung di
Inggris. Rohaniwan ini dengan cermat merefleksikan pujian, keheranan dan

146
penyembahan orang-orang Kris-ten terhadap Tuhan. Meskipun ia mungkin telah
menyinggung perasaan gerejawan konservatif pada masanya, kidung agungnya
meninggalkan kesadaran akan akhirat.

Kidung Watts berpengaruh besar terhadap gereja-gereja non-Anglikan. Tidak ada yang
dapat menandinginya hingga Charles Wesley mulai menulis kidung. Tetapi, untuk
waktu lama, karya-karya Watts tidak meluas ke Gereja Inggris. Meskipun gereja-gereja
lain di Inggris, Amerika dan di tempat-tempat lain menggunakan kidung Watts, tidak
ada buku kidung Anglikan yang muncul hingga tahun 1861, yaitu ketika Hymns
Ancient and Modern, yang memuat beberapa kidung Watts diterbitkan.

147
68) Tahun 1727 Kebangunan Rohani di Herrnhut Mengawali
Moravian Brethren

Zinzendorf berkhotbah kepada orang-orang dari berbagai bangsa

Ini hanyalah kebaktian pengukuhan bagi dua orang gadis. Para Moravian Brethren yang
tinggal di pertanahan Pangeran Nicolaus von Zinzendorf mengadakan pertemuan seperti
biasa pada tanggal 13 Agustus 1727. Namun, gelora spiritual telah berkobar sejak
beberapa minggu sebelumnya. Selama itu Pula telah berlangsung doa semalam suntuk,
pengakuan dosa, pemahaman Alkitab dengan sungguh-sungguh dan pengharapan.

Semuanya meledak pada hari itu. Setelah berkat pengukuhan dinyatakan kepada kedua
gadis tersebut, gereja itu pun dilanda keharuan yang dahsyat. Ada yang menangis, ada
yang menyanyi, banyak yang berdoa. Tidak ada keraguan di benak mereka tentang apa
yang sedang terjadi. Mereka sedang dilawat Roh Allah. Mereka telah mendirikan
sebuah "badan" di sini, di Herrnhut, namun saat itu mereka adalah satu dalam roh.

Keadaan tidak selalu menyenangkan bagi orang-orang Moravian. Sebagian besar yang
ada di sana ialah orang-orang pelarian dari tempat lain karena penganiayaan. Mereka
adalah keturunan spiritual Yohanes Hus – bukan Katolik, bukan Lutheran, bukan
Calvinis. Tak ada tempat lagi bagi mereka di dunia ini; bahkan pemimpin besarnya yang
terkenal karena keilmuwannya, Jan Amos Comenius, tidak dapat mencarikan tempat
bagi mereka. Maka mereka pun bubar.

Pengumpulan kembali berawal pada tahun 1722, ketika Christian David muncul di
depan pintu tempat kediaman Pangeran Zinzendorf di Dresden. Zinzendorf adalah
Lutheran yang saleh dari keluarga kaya, dan ia sangat berminat melayani Tuhan dengan
kemampuannya. Sebenarnya ia pernah berpikir untuk mewujudkan sebuah komunitas
yang akan mempraktikkan kesucian kristiani. Sekarang, berdiri pula seorang Moravian
di ambang pintunya, dengan permintaan agar kelompok tertindasnya itu dapat tinggal di
pertanahan Zinzendorf. Pangeran tersebut mengizinkannya.

Ketika Zinzendorf berkenalan dengan para tamunya,. is merasakan persaudaraan


spiritual. la mengundang para Moravian lain ke komunitas baru ini dan mulai

148
mendirikan sekolah serta kedai. Tempat itu dinamakan Herrnhut yang artinya,
"penjagaan Tuhan". Apakah mereka berjaga-jaga akan Tuhan atau mereka dijagai
Tuhan? Kedua-duanya.

Sekitar tahun 1725, ada sembilan puluh Moravian di Herrnhut. Menjelang tahun
berikutnya, ada 300. Tetapi bersamaan dengan pertumbuhannya datang juga masalah.
Para pengungsi datang dari berbagai tempat dan berbicara dengan bahasa yang berbeda.
Tentunya kesulitan ekonomi tak terelakkan karena para penghuni baru itu mulai
melanjutkan pekerjaan lama mereka. Komunitas itu mencakup juga para Lutheran dan
Moravian. Jadi, pertengkaran tentang liturgi gereja pun muncul. Seorang guru yang
bermukim di sana adalah orang yang telah diusir dari Gereja Lutheran karena ajaran
sesatnya, dan karenanya ia sangat marah. Tentu saja kemarahannya ditujukan kepada
Lutheran terkemuka di komunitas tersebut, Zinzendorf. Guru itu berjalan mengelilingi
kota dengan berteriak bahwa pangeran tersebut adalah "binatang" yang ada dalam
Wahyu. Akhirnya orang tersebut menjadi gila.

Khawatir bahwa komunitas tersebut akan berantakan, Zinzendorf memutuskan untuk


menerapkan kepemimpinan. Ia berpindah dari istananya ke komunitas itu sendiri dan
mulai mengunjungi anggota-anggotanya. Ia menetapkan berbagai peraturan bagi
kehidupan komunitas, yang semuanya disetujui. Komunitas tersebut memilih para
penatua untuk memimpin mereka. Karya sosial ditetapkan, dan kelompokkelompok
kecil dibentuk bagi pertumbuhan rohani.

Pada musim panas tahun 1727, perbedaanperbedaan sepele mulai memudar. Komunitas
tersebut telah bersatu, terfokus, dan kebaktian pada tanggal 13 Agustus itulah yang
membuktikannya.

Dalam gelora spiritual ini, berdoa dua puluh empat jam sehari telah ditetapkan. Hal ini
berlanjut lebih dari satu abad. Kebaktian-kebaktian Kristen di tempat-tempat lain
dijelajahi. Hubungan dengan para Moravian di seluruh dunia diadakan, dan mereka
mengembangkan sistem yang melibatkan kebersamaan dan korespondensi. Para
pemimpin dilatih mengunjungi kelompok-kelompok lain, dan mengadakan sharing
dengan mereka tentang apa yang sedang berlangsung di Herrnhut.

Pada tahun 1732, para Moravian berkembang ke dalam misi-misi di luar negeri dengan
mengirimkan Leonard Dober dan David Nitschmann ke Hindia Barat. Pada tahun
berikutnya, tiga misionaris Moravian pergi ke Greenland. Pada tahun 1734, beberapa
yang lainnya pergi ke Lapland dan Georgia, dan 17 relawan bergabung dengan Dober di
St. Thomas. Menjelang 1742, lebih dari 70 Moravian meninggalkan komunitas
Herrnhut yang terdiri dari 600 orang, untuk pelayanan misi. Ladang misi tersebut
mencakup Suriname, Afrika Selatan, Guyana, Aljazair, Sri Langka dan Rumania.

Zinzendorf, sementara itu, berupaya mendirikan basis yang sah bagi Gereja Moravian di
Saxony. Dalam penyelidikannya, ia menemukan konstitusi kuno bagi Unitas Fratrum,
asal Gereja Moravian. Ini menunjukkan bahwa para Moravian mempunyai pendahulu
historis sama seperti kaum Lutheran, dan itu harus diberi pengakuan. Tetapi, musuh-
musuh Zinzendorf menyebabkan dia terbuang dari Saxony pada tahun 1736. Ini
mengawali kurun waktu perjalanan bagi sang pangeran dan pemimpin Moravian
lainnya. Perjalanan tersebut membawanya ke Amerika tempat ia mendirikan Bethlehem,
Pennsylvania, sebagai basis karya misinya di antara para Indian. Di kemudian hari, ia
menjadikan London sebagai pusat kegiatan Moravian.

149
Menjelang kematiannya pada tahun 1760, 226 misionaris dikirim keluar oleh para
Moravian. Mereka telah membaptis lebih dari 3.000 orang yang bertobat. Ketika ia
sekarat, Zinzendorf berkomentar kepada rekannya, "Sungguh suatu khafilah hebat dari
gereja kita yang mengelilingi Anak Domba itu!" Hal itu memang benar sampai hari ini.

Gereja Brethren berlanjut hingga hari ini, namun warisannya dapat juga dilihat pada
denominasi lain. John Wesley sangat dipengaruhi kaum Moravian dan menggabungkan
beberapa perhatian mereka pada gerakan Methodis. William Carey, yang dihormati
sebagai orang yang merintis gerakan misi Protestan modern, sesungguhnya mengikuti
jejak para misionaris Moravian. "Lihatlah apa yang telah dilakukan para Moravian ini,"
tuturnya pada suatu kesempatan. "Apakah kita tidak dapat mengikuti contoh mereka
dalam kepatuhan kepada Guru Surgawi kita, pergi ke tengah-tengah dunia dan
mengabarkan Injil kepada orang-orang kafir?"

150
69) Tahun 1735 Kebangunan Rohani Besar di bawah Jonathan
Edwards

Jonathan Edwards

Pada tahun 1630, sepuluh tahun setelah serombongan kecil kaum Peziarah mendirikan
permukiman di Plymouth, sebuah migrasi kaum Puritan yang besar mulai mendirikan
persemakmuran Kristen di Massachusetts. Lebih makmur dalam harta duniawi daripada
Pilgrim Fathers (kaum Puritan pertama di Amerika), kaum Puritan ini juga berbeda
dalam tujuannya mendatangi rimba Amerika. Mereka berharap mendirikan masyarakat
berdasarkan Alkitab, yang akan menjadi contoh bagi Inggris untuk mengikuti reformasi
dan pembaruan. Seperti yang ditulis gubernur mereka, John Winthrop, "Kita harus
beranggapan bahwa kita merupakan sebuah kota di atas bukit, dan semua mata menatap
kita." Ketika koloni Puritan tersebut bertumbuh dan menjadi makmur, niat keagarnaan
mula-mula pemukim tersebut menurun; generasi kedua dan ketiga lebih mempedulikan
benda-benda duniawi ketimbang mendirikan kerajaan Allah di Amerika.

Mereka yang setia hanya memperhatikan, dan ada yang meratapi perkembangan-
perkembangan tersebut. Ide kaum Puritan bahwa negeri baru akan merupakan tempat
yang cocok untuk mengembangkan persemakmuran suci lambat-laun memudar. Mereka
yang setia tidak meragukan bahwa meskipun Inggris secara spiritual sakit — ataupun
coati — koloni-koloni dapat atau harus memperlihatkan spiritualitas yang mendalam.

Jonathan Edwards — jiwa yang sejati dan berharga, yang masuk ke Perguruan Yale
pada usia tiga belas tahun — yakin akan hal ini. Untuk sementara waktu, di bawah
kakeknya, orang yang berkuasa dan berpengaruh, Solomon Stoddard, Edwards menjadi
pastor pendamping di sebuah gereja di Northampton, Massachusetts. Ketika Stoddard
meninggal pada tahun 1729, Edwards bertugas sebagai pastor tunggal.

Tidak lama setelah ia datang ke Northampton, Jonathan menikahi Sarah Pierpont yang
bijaksana, cantik dan Lulus. Sementara Edwards mempunyai banyak anak dan juga
melayani gereja sebagai pastor, ia juga mengambil waktu untuk menciptakan tulisan-
tulisan teologis yang termasyhur di dunia. Bacaan yang luas dan berbagai perubahan
dramatis yang terjadi di gereja-gereja tempat ia berkhotbah mempengaruhi teologinya.

151
Dengan menggali dari kedala man Calvinisme, Edwards percaya pada doktrin
pemilihan. Meskipun ia mengakui bahwa Allah memilih siapa yang akan diselamatkan-
Nya dan siapa yang tidak, Edwards menginginkan setiap orang menjadi yang terpilih. Ia
tahu hal ini tidak mungkin, namun ia mendesak bahwa para pastor harus mengajar
tentang beratnya dosa dan perlunya hati untuk berpaling kepada Tuhan. Jika tidak,
katanya, para pastor gagal dalam tugasnya, dan ia cukup melihat kaum rohaniwan di
New England yang tidak mempunyai semangat hidup sebagai contohnya. Ketika ia
mengkhotbahkan "God Glorified in Man's Dependence" (Allah Dimuliakan dalam
Ketergantungan Manusia) pada tahun 1731, kepada pengunjung di Boston, ia tahu
bahwa banyak pendengarnya tertawa sinis karena tekanannya akan dosa yang berakar
dan pentingnya perubahan dari dalam.

Selama enam puluh tahun pelayanannya, Solomon Stoddard telah melihat lima "panen",
masa-masa peningkatan tekad spiritual, yang menghasilkan kehidupan yang berubah
dan peningkatan ketakwaan. Pada tahun 1730-an, Jonathan Edwards berdoa untuk
panen. Ia melihat moral yang bejat dan merasakan bahwa penerimaan Arminianisme
yang semakin meningkat akan menyebabkan suatu masa ketergantungan spiritual. Ia
mulai mengkhotbahkan hal itu.

Pada musim dingin tahun 1734 dan sepanjang tahun berikutnya, perubahan dialami
Northampton. Edwards berkata, "Roh Allah dengan luar biasa mulai bekerja."
Gerejanya penuh dengan pendengar, banyak di antaranya mencari kepastian
keselamatan. "Kota ini tampaknya penuh dengan kehadiran Allah. Tidak pernah ia
begitu penuh dengan kasih ataupun kegembiraan, namun ia penuh dengan kecemasan
seperti dulu." Pertengkaran dan gosip lenyap karena hampir seluruh kota mengunjungi
gereja.

Namun, orang yang telah mendoakan dan berkhotbah untuk kehidupan kotanya tidak
memiliki teknik berkhotbah yang penuh dengan kata-kata indah. Khotbahnya berfokus
pada pembenaran oleh iman saja dan menunjukkan kegemaran intelektualnya.
Meskipun ia tidak menggunakan metode-metode yang akan membangkitkan emosi,
namun ia menerima responsrespons beremosi. Para kritikus mengolok-olok saat-saat
ratapan pembungkukan badan yang kadang-kadang mengikuti khotbah kebangunan
rohani. Di kemudian hari, ketika ia menulis tentang Kebangunan Rohani Besar,
Edwards mengakui bahwa tulisan itu membawa ekses-ekses emosional. Tetapi secara
keseluruhan, hal itu adalah bukti bahwa Roh Allah bekerja dalam hati manusia.

Edwards tidak seorang diri dalam berkhotbah yang membawa ke kebangunan rohani.
Seorang pastor Jerman di New Jersey, Theodore Freylinghuysen, telah bekerja dengan
Jemaat Reformasi Belanda sejak tahun 1720. Berita Injilnya yang berkobar-kobar telah
membawa basil — dan juga perselisihan. Ia juga membantu Gilbert Tennant, seorang
pastor Presbiterian, yang datang ke New Jersey dari gereja dan sekolah ayahnya di
Pennsylvania. Gilbert dan saudara-saudaranya — William, Jr., John dan Charles —
semuanya telah menjadi pastor-pastor pekabar Injil yang ampuh di New Jersey.

Orang yang mengikat kedua masa kebangkitan ialah George Whitefield seorang pendeta
Anglikan — dan temannya John Wesley — yang mulai mengajar di Amerika pada
tahun 1738. Dengan tidak menghiraukan ikatan denominasi, dan karena semuanya
untuk Kristus, dengan tidak mengenal rasa lelah ia melintasi berbagai negara bagian,
mengajarkan berita pertobatan. Di bawah pengaruhnya, seluruh bangsa itu mengalami
kebangunan rohani.

152
70) Tahun 1738 Pertobatan John Wesley

Wesley berhadapan dengan perusuh Wednesbury

Sebagai anak berumur lima tahun, John Wesley hampir saja menemui ajalnya dalam
kebakaran yang telah menyapu pastoran ayahnya. Sungguh ia adalah "api yang dipetik
dari kebakaran itu", seorang yang akan dipakai Allah untuk menyulut iman pada ribuan
orang.

Akan tetapi ketika John pergi ke Oxford untuk belajar menjadi pendeta dan kemudian
membantu jemaat Anglikan ayahnya selama beberapa tahun, keresahan pun mulai
meliputi dia. Meskipun ia tahu doktrin-doktrin keselamatan, namun semuanya itu belum
menyenangkan hatinya.

Pada tahun 1729 John kembali ke Oxford. Adiknya, Charles telah memulai "Holy Club"
(Klub Suci), yang tidak lama kemudian dipimpin John. Mereka dijuluki Methodis oleh
orangorang yang ingin mencemarkan mereka, karena mereka menggunakan metode-
metode keras dalam pencarian kesucian. Anak-anak muda itu mencari keselamatan,
namun latihan-latihan devosional yang amat keras pun tidak memberi kedamaian
kepada John. Seperti Luther, Wesley berupaya mendapatkan anugerah Allah dan
menemukan kekosongan.

Pada tahun 1735, John dan Charles pergi ke Georgia dalam suatu perjalanan misioner.
Ketika melintasi Samudra Atlantik, John terkesan dengan beberapa orang Moravian.
Ketika kapal mereka dihantam badai, John gemetar karena takut, sementara para
Moravian dengan tenang menyanyikan pujian.

Charles hanya berdiam selama satu tahun di Georgia. Ia pulang karena kesehatannya.
Meskipun John tinggal, namun pelayanannya tidak berjalan mulus. Ia mengikuti jejak
saudaranya kembali ke Inggris menjelang tahun 1738. Ia diundang pada pertemuan
Moravian di Aldersgate Street, London, dan pada tanggal 24 Mei ia menghadirinya
dengan "setengah hati". Pada pertemuan tersebut, ketika seorang membacakan tafsiran
Luther tentang Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma, Wesley berkata, "Kira-kira
pukul sembilan kurang lima belas, ketika ia sedang menggambarkan perubahan yang
diadakan Allah dalam hati melalui iman kepada Kristus, aku merasakan kehangatan
dalam hati. Aku merasakan bahwa aku benar-benar percaya kepada Kristus, hanya
Kristuslah keselamatan; dan suatu jaminan telah diberikan kepadaku bahwa Ia telah
menyingkirkan dosa-dosaku, dan telah menyelamatkan daku dari hukum dosa dan
maut."

153
Wesley dan saudaranya, Charles, yang telah bertobat tiga hari sebelumnya, membawa
berita anugerah baru ini dan mengajarkannya di mana saja. Seorang lagi anggota Holy
Club, George Whitefield, menerima Kristus pada waktu yang bersamaan. Bersama-
sama mereka akan menuntun Inggris dan Amerika menuju kebangkitan kembali.

Ketika Gereja-gereja Anglikan yang bermusuhan menutup pintu bagi berita ini, anak-
anak muda tadi berbicara di mana saja, tempat-tempat umum atau lapangan terbuka.
Tidak seperti Gereja Anglikan, yang hanya melayani kaum aristokrat, pendengar
mereka adalah kaum miskin di Inggris, yang kelaparan akan harapan. Orang-orang
mengelilingi mereka ketika mereka berkhotbah.

Meskipun Wesley berpendapatan besar melalui tulisan-tulisannya, ia hidup sederhana


dengan membagi-bagikan kelebihan uangnya. Ia bertekad menyambut mereka yang
berasal dari kelas rendah.

Wesley tanpa merasa letih mengadakan perjalanan sejauh 250.000 mil dengan
menunggang kuda, mengajar di seluruh Inggris dan Skotlandia. la membentuk
perkumpulan orang-orang percaya di setiap kawasan, dan ketika gerakan tersebut
bertumbuh, ia menunjuk para pengajar lain dengan menempatkan seorang bagi satu
distrik. Perkumpulan-perkumpulan tersebut, lebih lanjut, dipecah menjadi kelas-kelas
rekanan dan kelompok-kelompok doa. Organisasi rumit yang dicap Methodis ini
membantu gerakan itu bertahan.

Wesley bersaudara tidak berniat berpisah dari Anglikanisme. Sesungguhnya mereka


ingin melihat pembaruan berlangsung dari dalam gereja. Perpecahan itu berlangsung
pelan. Ketika pada tahun 1784 John mempersiapkan kelanjutan Methodisme setelah
kematiannya, Charles tidak menyetujui perpecahan itu.

Meskipun berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Charles pun punya andil yang
cukup besar dalam Methodisme. Ia sangat dikenal akan kidungnya, termasuk "O for a
Thousand Tongues", "And Can It Be?" dan "Hark the Herald Angels Sing". Tidak
seperti gereja Anglikan yang selalu terikat pada Mazmur, dari awal para Methodis
merupakan gerakan bernyanyi — sebagian besar karena Charles yang berbakat dalam
menyusun kata-kata.

Methodisme telah mengubah masyarakat Inggris dengan perlahan. Meskipun setia pada
status quo politik, Methodisme telah membangkitkan semangat liberal yang membawa
Inggris ke keadaan yang lebih baik. Banyak sejarawan memuji orang-orang Methodis
karena tidak memicu revolusi berdarah seperti yang dialami orang Perancis pada akhir
abad kedelapan betas.

154
71) Tahun 1780 Robert Raikes Memulai Sekolah Minggu

Monumen Robert Raikes (1736 - 1811)

Ny. Meredith tidak sanggup menanganinya. Atas permintaan seorang editor Surat kabar
yang baik, Robert Raikes, ia menerima segerombolan anak jalanan ke dapur rumahnya
di Sooty Alley. Raikes bahkan membayar Ny. Meredith satu shilling setiap hari Minggu
untuk mengajar anak-anak berpakaian compang-camping ini membaca Alkitab dan
mengulanginya di luar kepala. Tetapi anak-anak ini luar biasa bandel. Terkungkung di
sebuah pabrik yang basah dan gelap di Gloucester, Inggris, selama enam hari dalam satu
minggu, mereka hanya dapat kesempatan bergembira ria pada hari Minggu, dan pada
hari-hari Minggu itulah mereka menjadi liar. Setiap Minggu para petani dan pemilik
toko merasa takut pada kenakalan anak-anak ini. Robert Raikes berharap bahwa
"Sekolah Minggu" ini akan mengubah hidup mereka, namun mereka membawa
kebiasaan mereka yang menjijikkan dan mengerikan itu ke dapur Ny. Meredith.

Raikes tidak membiarkan niatnya pupus. Ia memindahkan sekolah Minggunya ke dapur


Ny. King tempat May Critchley mengajar mereka dari pukul sepuluh sampai pukul dua
belas siang dan dari pukul satu sampai dengan pukul lima pada petang hari. Ia
menghendaki anak-anak hadir setelah tangan dicuci dan rambut disisir. Dalam waktu
yang singkat anak-anak itu mau belajar. Tidak lama kemudian terkumpul Sembilan
puluh anak menghadiri sekolah Minggu pada setiap hari Minggu. Perlahan-lahan
mereka belajar membaca.

Hal ini bukanlah upaya pertama Raikes bagi pembaruan masyarakat. Sebagai seorang
editor Gloucester -Journal yang berpikiran liberal, ia sangat sadar akan roda kemiskinan
dan kriminalitas. Orang-orang yang tidak dapat membayar utang dipenjarakan, dan bila
mereka keluar, tidak ada kehidupan bagi mereka. Maka mereka terdorong berbuat
kejahatan. Selama bertahun-tahun Raikes berupaya bekerja bersama mantan napi, untuk
membantu mereka agar tidak berbuat kejahatan, namun sia-sia.

"Dunia bergerak maju di atas kaki anak-anak kecil." Kalimat yang berasal dari Raikes
itu mengungkapkan pemikiran sekolah Minggu ini. Para orang dewasa telah berjalan
terlalu jauh, tetapi anak-anak baru memulainya.

155
Masalah yang dihadapinya ialah ketidaktahuan. Anak-anak (dari keluarga) kurang
mampu tidak pernah mendapat kesempatan pergi ke sekolah — mereka harus bekerja
untuk membantu keluarga mereka. Akibatnya, mereka tidak dapat beranjak dari
kemiskinan. Namun, jika mereka dapat belajar pelajaran dasarnya — membaca,
menulis, berhitung dan moralitas alkitabiah — pada hari libur satu harinya, suatu saat
mereka mungkin mengubah semuanya itu.

Jadi, eksperimen itu berawal dari Sooty Alley. Lambat-laun ide ini bertumbuh. Pada
tahun 1783, dengan kepercayaan diri bahwa eksperimennya telah berhasil, Raikes mulai
mengumumkannya dalam hariannya. Dengan hati-hati ia melaporkan alasan dan
hasilnya. ide tersebut menjadi populer.

Orang-orang Kristen yang terpandang mendukung ide tersebut. John Wesley


menyukainya, dan kelompok Wesley pun mulai melakukannya. Penulis populer,
Hannah More, mengajar agama dan memintal pada gadis-gadis di Cheddar. Seorang
pedagang dari London, William Fox, pernah menyumbangkan ide serupa, namun
memutuskan menunjang proyek Raikes. Pada tahun 1785, Fox mendirikan perkumpulan
untuk menunjang dan mendukung banyak sekolah Minggu di berbagai kawasan di
Inggris.

Ratu Charlotte pun membenarkan sekolah Minggu tersebut. Ia memanggil Raikes untuk
mendengarkan hal itu dan kemudian ia mengizinkan namanya dipakai untuk upaya
pengumpulan dana yang dilaksanakan Fox.

Kemasyhuran membawa pertentangan juga dari para konservatif yang takut akan
terganggunya hari Sabat oleh para pedagang, yang khawatir akan kehilangan bisnis pada
hari Minggu. Ada beberapa teman Raikes yang mengejeknya "Bobby Wild Goose
(pengajar sesuatu yang tidak mungkin tercapai) dan Resimen Gembelnya".

Namun, hingga tahun 1787, ada seperempat juta anak-anak menghadiri sekolah Minggu
di Inggris. Lima puluh tahun kemudian, ada 1,5 juta anak di seluruh dunia yang dididik
oleh 160.000 tenaga pengajar. Yang menggembirakan ialah perkembangan Manchester
pada tahun 1835. Sekolah Minggu tersebut terdiri dari 120 tenaga pengajar, yang 117 di
antara mereka adalah mantan murid-murid sekolah-sekolah Minggu itu sendiri.

Dua perubahan besar telah terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Pada awalnya, guru-
guru di sana dibayar, tetapi lambat-laun hal itu telah menjadi aktivitas sukarela. Pada
awalnya, kurikulum terdiri dari membaca, menulis dan berhitung — dengan Alkitab
dipakai sebagai teks yang tersedia. Ketika sekolah Minggu mendapat dana yang
lumayan, mereka dapat mengadakan buku-buku teks lain. Tetapi, ketika pendidikan
umum berkembang, sekolah-sekolah Minggu memusatkan perhatiannya pada pelajaran
Alkitab saja.

Gerakan sekolah Minggu merupakan fenomena besar di Inggris dan Amerika, dengan
implikasi religius maupun sekular. Hal ini terjadi di tengah-tengah kebangkitan rohani
yang membalikkan Gereja dari kelesuan dan mungkin juga dapat menyelamatkan
Inggris dari bencana revolusi yang dahsyat. Perlahan-lahan, orang-orang Kristen yang
kaya mulai sadar akan tanggung jawab mereka terhadap kaum miskin. Gerakan sekolah
Minggu telah menanamkan benih pendidikan umum dan merevolusi pendidikan agama,
khususnya ketika menghidupkan pencetakan materi-materi agama. Pada akhir tahun
1800-an, gerakan sekolah Minggu memberikan Gereja puluhan kidung baru.

156
Hasil paling besar adalah anak-anak muda yang tak terhitung jumlahnya, yang telah
tergerak oleh interaksi sederhana dan pendidikan sekolah Minggu.

157
72) Tahun 1793 William Carey Berlayar Menuju India

William Carey di India

Sebuah kapal menaikkan layarnya melawan angin bulan April dan bergerak di sungai
Thames menuju Terusan Inggris. Kapal ini herlayar menuju India membawa William
Carey (1761 - 1834), seorang tukang sepatu yang menjadi pengkhotbah gigih dan rekan
misionarisnya dr. John Thomas.

Kedua orang tersebut telah mengumpulkan dana, telah mengepak barang-barang


mereka, dan pamit. Sekarang kapal tersebut menyusuri pantai Inggris sebelum menuju
laut luas. Impian, doa dan persiapan bertahun-tahun tampaknya akan terkabul dalam
kehidupan Carey.

Namun, laut yang ganas dan peperangan yang berbahaya antara Inggris dan Perancis
mengakhiri persiapan Carey – perjalanan dibatalkan. Tanpa dapat dihalangi, Carey –
yang menyebut dirinya "orang yang lamban" tetapi sesungguhnya adalah visioner yang
tak kenal lelah maju dengan susah payah menembus segala kesulitan untuk
menyelesaikan pekerjaannya.

Renungkanlah caranya dibesarkan. Ayahnya seorang penenun yang mengajar di sekolah


untuk menghidupi kelima orang anaknya. William adalah anak sulung, dan ia gigih
belajar membaca dan menulis, membaca cerita-cerita petualangan seperti Robinson
Crusoe dan Gulliver's Travels. Kesehatannya tidak pernah baik, tetapi ia berhasil
magang pada seorang pengrajin sepatu.

Pada usia tujuh belas tahun, ia memasuki sebuah gereja pembangkang dengan seorang
teman dan berjanji kepada Kristus. Ia tinggalkan Gereja Anglikan yang
membesarkannya, dengan mengabaikan nasihat ayahnya, dan kian hari kian aktif
dengan para pembangkang itu. Ia menikah dan mulai berkhotbah di gereja. Ia berjalan
kaki sejauh delapan mil setiap hari Minggu untuk berkhotbah di gereja yang miskin di
sebuah kota tetangga. Ia mempelajari Perjanjian Baru dan Bahasa Yunani dengan tekun,
serta menyulap sekaligus tiga pekerjaan – tukang sepatu, guru sekolah dan pendeta.

Kesehatannya semakin memburuk karena kesukaran keluarganya. Seorang bayi


meninggal. Istrinya mengalami tekanan mental. Mereka sering kekurangan uang untuk
makan yang layak. Di atas semua kesulitan ini, obsesi Carey membawa Injil keluar
negeri, sebagai kewajiban orang Kristen, meningkat.

158
Pada rapat-rapat para pendeta di kawasan itu, ia menguraikan secara khusus bahwa
orang-orang Kristen harus menyebarkan Injil ke negeri-negeri yang jauh. Ia senantiasa
ditolak. "Jika Allah hendak menyelamatkan orang-orang kafir itu, Ia akan berbuat
demikian tanpa kau dan saya," jawab mereka kepadanya. Ia meneruskan, dengan
menerbitkan sebuah uraian, "An Enquiry into the Obligation of Chistians to Use Means
for the Conversion of the Heathen" ("Sebuah Penyelidikan akan Kewajiban Orang-
orang Kristen untuk Memberdayakan Segala Upaya Pertobatan Orang-orang Kafir"),
yang menyebabkan panggilan bagi misi-misi luar negeri. Suatu karya yang amat baik,
tetapi tidak ditanggapi dengan baik.

Tiga Minggu setelah uraian itu diterbitkan, perkumpulan para pendeta mengundangnya
untuk menjelaskan kepada mereka. Teks Carey: Yesaya 54:2, 3: "Lapangkanlah tempat
kemahmu ...." Temanya: "Nantikanlah perkara-perkara yang agung dari Allah;
upayakanlah hal-hal besar bagi Allah." Namun para pendeta tersebut tidak memberi
tanggapan. Menjelang berakhirnya pertemuan tersebut, dalam frustrasinya Carey
berseru, "Apakah tidak ada lagi yang dapat dilakukan?" Mengapa ia tidak mencari
orang lain saja yang mau mengambil bagian dan melakukan visinya?

Sesuatu telah terjadi. Pada pertemuan berikutnya sebuah perkumpulan misi telah
terbentuk. Seorang dokter Kristen, John Thomas, rela melayani di India dan ia
membutuhkan seorang rekan. Carey merelakan diri untuk pergi bersamanya.

Situasinya tampak agak janggal. Carey mempunyai tiga orang anak kecil dan istrinya
sedang hamil. Dapatkah ia sendiri menanggung beban-beban tersebut? Tetapi ini adalah
puncak impiannya. Carey terus maju melalui tur pengumpulan dana secara cepat, berita
bahwa dr. Thomas dicari-cari para kreditor yang belum dibayar, penolakan istrinya
untuk bergabung dengannya, dan terlambatnya pelayaran kapal. Penundaan itu memberi
dia kesempatan pulang dan meyakinkan istrinya, Dorothy, untuk bergabung dengan dia.

Tidak lama kemudian mereka berangkat lagi dan mendarat di Calcutta pada bulan
November 1793. Namun kesulitan berlanjut. Keadaan sangat memprihatinkan,
kesehatan mereka sangat buruk, Thomas berutang lagi, dan tak seorang pun bertobat.
Anak mereka yang paling kecil meninggal, dan dua lainnya menjadi liar.

Pada tahun 1800, keluarga Carey pindah ke Serampore, bergabung dengan sekelompok
misionaris dari Denmark. Di sana mereka menyaksikan pertobatan yang pertama,
sebagian karena hasil usaha anak tertua Carey, Felix, yang sekarang menjadi seorang
Kristen. Kemudian sebuah gereja terbentuk dan terjemahan Perjanjian Baru dalam
bahasa Bengali pun telah diselesaikan.

Kesuksesan misi selama tiga dekade baru berawal. Menjelang kematiannya pada tahun
1834, Carey menerjemahkan Alkitab dalam empat puluh empat bahasa atau dialek dan
membuka beberapa sekolah. Berbagai pusat misi dengan aktif menginjili India dan
sekitarnya, Burma dan Bhutan. Tetapi jauh di atas statistik itu, Carey telah
mengembangkan filsafat misi yang hidup dan mempraktikkannya.

Ia mendahului waktunya. Carey sangat menghormati kebudayaan India dan melihat


kebutuhan akan sebuah gereja (dengan adat istiadat setempat) India. Daripada mencela
agama Hindu, ia menegaskan kematian dan kebangkitan Kristus.

159
Di samping semua pencapaiannya, ia juga adalah pemain tim yang hebat. Dari
pengalaman, ia telah belajar bahwa tim misi lebih kuat daripada keterlibatan secara
perorangan. Carey juga cepat mengakui peranan para wanita sebagai bagian dari tim ini.
Seringkali kita mendapatkan ide yang keliru bahwa ia seorang diri membawa gereja ke
era misi, namun ia sebenarnya salah seorang dari sejumlah orang Kristen di Barat yang
meminta dukungan bagi misi luar negeri. Suaranya merupakan salah satu dari yang
paling nyaring, dan ia menunjang kata-katanya dengan hidupnya sendiri.

160
73) Tahun 1807 Parlemen inggris Mengadakan Pemungutan Suara
untuk Menghapuskan Perdagangan Budak

Dalam Film "Amazing Grace", William Wilberforce menyajikan daftar Panjang Petisi
Anti Perbudakan di Parlemen Inggris.

Eropa menjelang akhir abad kedelapan belas adalah sebuah masyarakat yang tidak
normal, yang kaya menjadi lebih kaya, sedangkan yang miskin kelaparan. Orang-orang
yang berutang membusuk di penjara yang basah. Anak-anak yatim piatu menjadi budak
di pabrik-pabrik. Kristen menjadi agama tata krama kalangan atas.

Di Perancis, orang-orang miskin meluapkan frustrasi mereka dalam Revolusi Perancis


tahun 1789.

Namun, pada awal 1800-an, perasaan lega menandai Gereja Inggris karena Britania
telah mengelakkan revolusi. Methodisme telah merangkul kelas bawah, namun
masyarakat kelas atas masih belum tersentuh – kecuali segelintir pembaru sosial utama.
Orang-orang Kristen ini – William Wilberforce, Elizabeth Fry, George Mueller,
Thomas Buxton, John Venn, dan lain-lainnya – percaya bahwa dedikasi mereka pada
Kristus berarti melayani masyarakat, bagi yang miskin dan yang membutuhkan.

Suara lantang yang melawan perbudakan di Kerajaan Inggris adalah suara William
Wilberforce, seorang Anglikan Evangelikal dan anggota parlemen. Ia bukanlah orang
yang digemari dalam segala hal, namun pikirannya yang tajam dan bicaranya yang
efektif membuat baik teman maupun musuhnya hormat kepadanya.

Wilberforce lahir pada tahun 1759 dan bertumbuh sebagai seorang muda yang bebas,
yang mengabdi pada. politik dan kesenangan. Pada usia dua puluh lima tahun, ia
bertobat kembali, mengabdi kembali kepada Kristus yang ia kenal selagi ia masih
kanak-kanak. Namun, waktunya kurang memadai. Ia baru saja dipilih untuk menduduki
sebuah kursi yang berpengaruh di parlemen. Apakah devosi baru kepada Kristus ini
akan mengakhiri ambisi politiknya?

Ia meminta saran seorang pendeta, John Newton. Guru yang terkenal ini, yang pada
waktu lalu adalah pedagang budak, dan pencipta kidung klasik "Amazing Grace",
menyarankan Wilberforce berpegang pada politik. Allah menghendaki orang-orang

161
seperti Anda di Parlemen, kata Newton – mungkin kita dapat juga menghapus
perbudakan.

Hal itu menjadi pergolakan dalam diri Wilberforce. Ia mengemukakan usul ini kepada
parlemen pada tahun 1787, tetapi perlawanan ternyata lebih kuat daripada yang
diduganya. Para pedagang budak itu tahu cara memainkan politik. Mereka menantang
para pendukung penghapusan perbudakan dari segala sudut. Wilberforce mengharapkan
dukungan kuat dari teman lama seperguruannya, William Pitt, yang sekarang menjadi
perdana menteri. Tetapi Pitt adalah seorang moderat. Ia menginginkan perubahan secara
perlahan-lahan, bukan penghapusan perbudakan secara total dan segera.

Bagaimanapun, Wilberforce telah mendapatkan sekutu dari kalangan aktivis Kristen,


yang dikenal sebagai Clapham Sect. Nama itu dikutip dari sebuah desa di selatan
London, tempat Welberforce tinggal.

Orang-orang tersebut menjadi pemimpin-pemimpin gerakan Evangelikal di Gereja


Inggris. Beberapa di antara mereka, termasuk Welberforce, terlibat dalam mendirikan
Church Missionary Society (Perkumpulan Misioner Gereja) dan Britisth and Foreign
Bible Society (Perkumpulan Alkitab Inggris dan Luar Negeri).

Pada tahun 1806, Pitt meninggal. Para pendukung penghapusan perbudakan berhasil
menyertakan tambahan pada RW yang berkenaan dengan perang melawan Perancis. Hal
ini yang merintis jalan bagi RUU tahun 1807 yang menghentikan perdagangan budak di
Inggris. (Amerika Serikat memberlakukan peraturan serupa pada tahun itu juga.)

Wilberforce menjadi pahlawan dan memanfaatkan kesohoran yang baru diraihnya untuk
mendorong pembaruan sosial lainnya. Ia melanjutkan pekerjaan pemberantasan
perbudakan secara internasional dan membantu mendirikan Sierra Leone sebagai tempat
permukiman para budak yang dibebaskan.

Pembaru tersebut berharap agar lembaga-lembaga perbudakan menghilang, segera


setelah jual-beli budak menjadi ilegal. Ternyata ia salah. Pada tahun 1823, Wilberforce
berusaha untuk terakhir kalinya menghapus tuntas perbudakan. Ia berhenti dari
parlemen pada tahun 1825, namun melanjutkan perjuangannya memberantas
perbudakan. Thomas Buxton mengambil alih pimpinan pendukung penghapusan
perbudakan di parlemen. Akhirnya pada bulan Agustus tahun 1833, sebulan setelah
kematian Wilberforce, parlemen menetapkan untuk membebaskan para budak dan
memberantas semua perbudakan.

162
74) Tahun 1811 Para Campbell Mengawali Gerakan Disciples of
Christ

Thomas Campbell (1763-1854)

Thomas Campbell benar-benar menyambut orang-orang yang datang dan beribadah di


gerejanya. la menggembalakan sebuah jemaat di barat Pennsylvania, yang merupakan
milik Seceder Presbyterian Church, denominasi pecahan yang berakar pada orang
Skotlandia. Namun, karena terganggu oleh perpecahan se-pale yang disebabkan oleh
doktrin-doktrin buatan manusia, Campbell membiarkan warga Presbiterian mana pun
untuk datang ke gerejanya dan mengambil komuni, apakah mereka Seceder ataupun
tidak.

Namun, klasis tersebut tidak menyukainya. Peraturan-peraturan mereka melarangnya.


Mereka secara resmi menyelidiki hal itu dan mengutuk Campbell.

Sebagai tanggapan, Campbell menulis surat kepada sinode. Ia menjelaskan prinsipnya


— ideide yang tidak lama kemudian menjurus ke pembentukan denominasi baru. Gereja
membutuhkan persatuan dan harus menghentikan formulasi-formulasi teologis
manusiawi serta mengikuti ajaran Kitab Suci yang jelas. Ia memenangkan masalah ini.
Sinode membatalkan kutukan klasis tersebut, namun terdapat perasaan kurang senang
dari pendeta rekan Campbell. la memutuskan membuat cabang tersendiri dan memulai
gerejanya sendiri.

Bertahun-tahun Campbell menjadi pendeta di Irlandia Utara, tetapi pindah ke Amerika


karena alasan kesehatannya. Ia meninggalkan gereja dan sekolah yang dikelolanya di
Irlandia kepada anaknya yang andal, Alexander.

Amerika masih merupakan Dunia Baru. Perbatasannya bermula di Appalachian dan


meluas ke arah barat. Secara religius, Amerika masih berada pada lereng rendah
Kebangunan Rohani Besar. "Kebangkitan itu diawali Whitefield dan Edwards di pantai
timur dan bergerak ke barat. Kebangkitan "pertemuan-pertemuan di tenda" berawal di
Kentucky sekitar tahun 1800 dan masih berlangsung sepanjang perbatasan.

Ironisnya, kebangkitan itu berakibat juga pada perpecahan, dan kebangunan di barat
sama sekali berbeda dengan yang di timur. Di timur umpamanya, ada Jonathan Edwards

163
yang terpelajar, yang dengan saksama mengulas amarah Allah dan perlunya berdamai.
Di barat, hanya ada sekelompok pengkhotbah dengan sedikit pendidikan seminari, yang
berdiri di atas kereta dan membujuk orang-orang berdosa berbaikan dengan Tuhan. Ini
adalah suatu perbedaan gaya, tetapi sebenarnya juga perbedaan teologi. Kebangkitan di
timur lebih Presbiterian, di barat lebih Methodis. Timur lebih condong ke Calvinis,
barat lebih condong ke Arminian. Timur berpaling pada gereja, barat lebih individual.

Maka, pada tahun-tahun 1800-an terjadi banyak perpecahan: Cumberland Presbytery,


Shakers, New Light Movement dari Barton Stone, dan sekarang kelompok Thomas
Campbell.

Campbell mengadakan pertemuan-pertemuan di mana pun yang memungkinkan – di


lumbung-lumbung, di perumahan dan di ladang-ladang. la juga menarik para pengikut
dalam jumlah yang cukup lumayan. Ia menyebut kelompok itu sebagai Chrien
Association of Washington (Asosiasi Orang-orang Kristen di Washington) untuk daerah
Washington dan Pennsylvania. Ia juga menulis "Declaration and Address" yang menjadi
dokumen dasar gerakan itu. Seperti halnya para pendiri gereja lainnya, ia tidak
berkeinginan memisahkan diri dari gereja yang sudah mapan, namun ia terpaksa
bergerak ke arah tertentu. Dan tidak satu pun gereja yang tampaknya bergerak ke arah
itu. Bagi Campbell, arah itu bersifat alkitabiah dan sederhana. Mottonya ialah "Di mana
Kitab Suci berbicara, kita berbicara, di mana Kitab Suci bungkam, kita pun bungkam".

Putra Thomas, Alexander Campbell, yang tiba dari Irlandia pada tahun 1809, segera
bergabung dengan ayahnya dalam proyek baru ini. la baru berumur dua puluh tiga
tahun, tetapi dianugerahi bakat berbicara yang bail( dan merupakan pendebat yang
tangkas. Mereka berdua rnendirikan Gereja Brush Run pada tahun 1811 (setelah
dilarang masuk oleh kaum Presbiterian). Setelah mempelajari Kitab Suci, kedua
Campbell tersebut menentukan bahwa membaptis orang percaya dengan cara selamlah
yang benar, bukan membaptis anak seperti yang selama ini mereka lakukan. Jadi,
mereka mulai membaptis ulang anggota gerejanya.

Dalam hal ini, mereka pada dasarnya termasuk kaum Baptis, maka mereka berafiliasi
dengan Redstone Baptist Association pada tahun 1812. Alexander Campbell menjadi
frgur terkemuka di Gereja Baptis itu dengan mengadakan pernbicaraan secara luas dan
menerbitkan majalah berkala, The Christian Baptist. Ia juga mendirikan sebuah seminari
di Bethany, di barat Virginia. Campbell menulis serentetan artikel bagi majalahnya: "A
Restoration of the Ancient Order of Things" ("Suatu Pemulihan Hal-hal Tatanan
Kuno").

Tidak semua anggota Baptis menyukai hal Campbell berpikir bahwa banyak ajaran
Baptis masih terlampau Calvinistik, dan ia selalu menyerang mereka. la juga tidak
setuju dengan pengertian kaum Baptis tentang pembaptisan. Kaum Baptis melihatnya
sebagai peraturan yang menggambarkan keselamatan yang pernah terjadi sebelumnya.
Tetapi, Campbell mengambil dari berbagai kutipan mengenai "bertobat dan dibaptislah"
di Perjanjian Baru untuk menegaskan bahwa hal itu adalah syarat mutlak bagi
pengampunan. Campbell juga menolak upaya-upaya penjelasan tentang Tritunggal di
luar Kitab Suci.

Menjelang akhir tahun 1820-an, ketegangan mulai marak. Para pengikut Campbell
menarik diri dari asosiasi Baptis dan bergabung pada tahun 1832 dengan Christian
Church of Barton Stone. (Campbell dan Stone menginginkan nama alkitabiah sederhana

164
bagi kelompok mereka, untuk menghindari aliran denominasional. Sejak itu, istilah-
istilah Christian dan Disciples of Christ dipakai secara bergantian bagi gerakan yang
telah bergabung itu.) Sampai di situ, telah ada 25.000 anggota.

Gerakan tersebut bertumbuh terus, sebagian karena kemasyhuran Campbell. Ia


bertindak sebagai utusan pada konvensi konstitusional Virginia pada tahun 1829.
Seorang rekan utusan, James Madison, berkata, "Saya menganggap dia seorang
pengulas Kitab Suci yang paling orisinil dan paling mampu, sejauh yang pernah saya
dengar."

Pertumbuhan gerakan itu juga disebabkan oleh perluasan perbatasan bagian barat. Para
Disciples mempunyai Injil yang sederhana, untuk waktu yang sederhana. Alexander
Campbell juga dari semula anti-perbudakan, namun bukanlah pendukung penghapusan
perbudakan yang keras. Jadi, gereja tidak terpecah oleh perang saudara. Menjelang
pergantian abad kedua puluhan, terdapat lebih dari satu juta Disciples of Christ.

Pentingnya Campbell bukan raja terletak pada didirikannya denominasi yang kuat,
tetapi juga pada dukungan mereka akan iman alkitabiah yang sederhana.

Sejarah Gereja dipenuhi dengan ketegangan antara agama formal dan iman yang
sederhana. Para Campbell membawa banyak orang dari tekanan formalitas ke dalam
iman yang lebih pribadi. Menetas dan dipupuk di perbatasan suatu negeri yang sedang
bertumbuh, para Disciples telah menjadi contoh utama kekristenan Amerika pada
zaman itu. Mereka membantu menyediakan medan bagi gerakan-gerakan kebangunan
rohani dan fundamentalis.

165
75) Tahun 1812 Adoniram dan Ann Judson Berlayar Menuju India

Adoniram Judson (1788 - 1850) dan Ann Haseltine Judson (1789 - 1826)

Hari itu merupakan bulan madu! Adoniram Judson menikahi Ann Hasseltine pada
tanggal 5 Februari 1812, dan dalam waktu dua minggu mereka berlayar ke India, karena
ditunjuk sebagai misionaris oleh American Board of Commissioners for Foreign
Missions (Badan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri) yang baru dibentuk.
Tampaknya, sebagian besar waktu mereka di atas kapal mereka habiskan untuk bermain
tali, berdansa, mempelajari dan membahas Alkitab.

Mereka membahas baptisan. Dalam studi Kitab Sucinya, Adoniram memutuskan bahwa
para Konggregasionalis salah tentang baptisan, dan bahwa para Baptislah yang benar.
Ann tentunya menghormati keputusan pribadinya, namun mengingatkan dia bahwa
mereka dikirim dan didanai bagi misi mereka sebagai Kongregasionalis. Ada baiknya
hal ini dipikirkan matang-matang sebelum terlanjur membuat keputusan.

Adoniram yang agak keras menang dalam pertengkaran itu. Ann pun menjadi seorang
Baptis seperti rekan misionaris seperjalanan mereka, Luther Rice. Ketika mereka tiba di
Kalkutta, pasangan Judson itu mengirim Rice kembali dengan surat pengunduran diri
dan dengan tugas yang amat berat: mencari dukungan dari gerejagereja Baptis; sebab
para Baptis di Amerika belum mempunyai perkumpulan misi.

Rice melakukan tugasnya dengan sangat baik, dan pasangan Judson dapat tinggal di
Asia, serta mengukir sejarah sebagai misionaris asing pertama dari Amerika Serikat.

Enam tahun sebelumnya, tak seorang pun menduga bahwa baik Ann maupun Adoniram
akan terjun ke dalam tugas-tugas misi. Ann adalah seorang yang berkemauan keras,
berinisiatif sendiri dan seorang remaja yang riang. Adoniram seorang yang agak
pemarah tetapi pemuda yang cerdas, yang dibesarkan secara religius, namun terhanyut
ke dunia panggung di New York. Tulisan-tulisan Hannah More dan John Bunyan telah
membawa Ann lebih dekat kepada Allah. Bagi Adoniram, yang membuatnya semakin
dekat kepada Allah ialah kematian mendadak seorang teman kuliahnya yang pernah

166
membujuknya menolak kekristenan. Pada tahun 1808, Adoniram pulang ke Boston dan
mengabdikan dirinya kepada Kristus.

Membaca tentang negara-negara Asia seperti India dan Myanmar, mereka terpanggil
untuk menjadi misionaris di sana. Hal itu tidak mudah karena belum ada badan
penginjilan di Amerika yang akan mengirim dia.

The Haystack Prayer Meeting (Persekutuan Doa Penimbunan Jerami) membawa


perubahan itu. Sekelompok mahasiswa dari Williams College dan Andover Seminary
lari menuju sebuah lumbung untuk berteduh dari hujan. Di situ, dekat setumpuk jerami,
mereka mulai mendoakan kebutuhan dunia ini. Setiap yang hadir, termasuk Adoniram
Judson, merasa terpanggil untuk pelayanan misioner. Di bawah pimpinan Samuel J.
Mills, mereka menghadap Gereja Kongregasional untuk penugasan. American Board of
Commissioner for Foreign Missions telah didirikan pada tahun 1810, tetapi perlu waktu
untuk mendapatkan dukungan bagi orang-orang yang baru ditunjuk. Karena tidak sabar,
Adoniram berlayar ke London, mencoba mencari dukungan dari London Missionary
Society (Perkumpulan Misioner London), ketika itu perang sedang berkecamuk antara
Perancis dan Inggris dan pihak Perancis menangkap kapalnya. Judson menghabiskan
waktu yang kurang menyenangkan untuk beberapa lama sebagai tawanan perang,
hingga ia dapat meyakinkan bahwa ia adalah orang Amerika, bukan orang Inggris. Ia
kembali ke Boston dengan selamat, dan badan tersebut bersedia mengirimnya bersama
empat orang lainnya pada tahun 1812.

Sementara itu, Adoniram bertemu Ann dan menjalin hubungan kasih. Ia menjanjikan
Ann kehidupan keras, pelayanan misionaris di ternpat-tempat prirnitif, kerja keras dan
tanpa fasilitas. Wanita mana yang dapat bertahan? Namun, dari awal Ann bertindak
sebagai seorang rekan setia Adoniram, dengan melibatkan diri sepenuhnya dalam
upaya-upaya misi. Ketika ia diteguhkan untuk tugas misi, Ann turut berlutut dengannya,
sehari setelah pernikahan mereka. Kemudian mereka berangkat.

Namun, lebih banyak lagi kesulitan yang menanti mereka di India. Para penguasa
Inggris di India tidak mengizinkan orang-orang Amerika ini tinggal di India. William
Carey menganjurkan mereka pindah ke Myanmar. Putranya, Felix, adalah duta besar di
sana dan dapat memberikan pondokan bagi mereka untuk sementara. Banyak lagi
kesulitan yang dihadapi untuk masuk ke Myanmar, namun pasangan Judson akhirnya
sampai juga dan segera mereka memulai pekerjaannya, belajar bahasa setempat,-
mengawali dengan sekolah untuk anak-anak perempuan dan menerjemahkan Perjanjian
Baru. Ann belajar bahasa Myanmar seperti Adoniram, dan membantu penerjemahan.

Setelah enam tahun, baru mereka memenangkan jiwa baru yang pertama. Kesukaran
berlanjut, Ann mempunyai masalah kesehatan dan harus kembali ke Amerika Serikat
untuk sementara. Tidak lama setelah ia kembali ke Myanmar, Perang Inggris –
Myanmar pecah. Adoniram ditawan dan dipenjarakan selama dua tahun. Ann pindah ke
tempat yang berdekatan dan mengunjunginya secara teratur. Cobaan ini merusak
kesehatan Ann dan Adoniram.

Tentara Inggris membebaskan Adoniram, namun tidak lama kemudian Ann meninggal,
pada usia tiga puluh enam tahun. Adoniram bekerja dua puluh empat tahun lagi di
Myanmar dan sekarang hasilnya lebih banyak lagi. Perjanjian Baru terjemahan bahasa
Myanmar oleh pasangan Judson diterbitkan, juga katekisasi yang ditulis oleh Ann. (Ann
juga telah menerjemahkan ke dalam bahasa Siam beberapa bagian Kitab Suci.) Judson

167
telah mendirikan enam puluh tiga gereja, sebagian besar di tengah-tengah suku Karen,
masyarakat pegunungan antara Myanmar dan Siam. Adalah kepercayaan tradisi Karen
bahwa akan ada orang asing yang mengunjungi mereka dan memulihkan pengetahuan
tentang Allah yang sesungguhnya, yang telah hilang dari mereka. Sampai sekarang,
sudah lebih dari 100.000 orang Karen yang telah dibaptis sebagai orang-orang Kristen.
American Baptist Foreign Missioner Society (Perkumpulan Misi Luar Negeri Baptis
Amerika) turunan perkumpulan misi Baptis yang dibentuk Luther Rice – mendukung
perluasan pekerjaan di tengah-tengah suku Karen.

Suami istri Judson memulai dua misi kemasyarakatan yang berbeda. Hal ini, pada
gilirannya, memicu pembentukan beberapa organisasi Kristen dan dewan misi di
Amerika. Mereka memelopori suatu pelayanan Kristen di Asia Tenggara. Mereka juga
berfungsi sebagai inspirasi bagi para pasangan misionaris yang tak terhitung jumlahnya
dalam melakukan misi-misi lapangan yang berat secara bersama-sama.

168
76) Tahun 1816 Richard Allen Mendirikan Gereja Episkopal Methodis
Afrika

Richard Allen (1760-1831), uskup pertama Gereja Episkopal Methodis Afrika di


Amerika Serikat

Kejadian ini terjadi pada tahun 1787 di Gereja Methodis St. George, di Philadelphia.
Richard Allen, seorang kulit hitam, telah berkhotbah di sana beberapa kali, tetapi pada
hari Minggu ini ia duduk di serambi. Karena sesuatu dan lain hal, bagian yang biasanya
dipisahkan untuk orang berkulit hitam pada hari ini tidak tersedia, dan para penjaga
pintu telah mengalihkan para pengunjung berkulit hitam ke bagian lain. Namun,
tampaknya ada kesalahpahaman, dan mereka duduk di tempat yang salah.

Ketika mereka berlutut untuk berdoa, seorang wali melihat orang-orang kulit hitam
yang ada di bagian kulit putih; serta-merta saja ia mendatangi orang-orang kulit hitam
itu untuk menyeret keluar salah seorang di antara mereka. Dia adalah Pdt. Absolom
Jones, seorang pemimpin Methodis kulit hitam terkemuka. "Kau harus berdiri," seru
sang wali tersebut, "Kau tidak boleh berlutut di sini."

"Tunggu sampai doa selesai," jawab Jones.

"Tidak, kau harus berdiri sekarang juga, atau saya akan memanggil bantuan untuk
menyeretmu keluar."

"Tunggu sampai doa selesai," Jones mengulangi, "dan saya akan berdiri dan tidak akan
menyusahkan Anda lagi."

Akan tetapi tampaknya tidak dapat ditunggu lagi. Sang wali dan seorang penjaga pintu
mulai menyeret Jones dan jemaat kulit hitarn lainnya keluar. Sementara itu doa pun
telah usai. Allen dan para kulit hitam lainnya keluar. "Mereka tidak lagi kita ganggu,"

169
tulis Allen, dan menambahkan bahwa mereka telah mendanai perlengkapan gereja
tersebut dengan murah hati. Mereka telah mendanai pemasangan lantai yang di atasnya
mereka berlutut.

Allen dan Jones menuntun orang-orangnya mengadakan kebaktian tersendiri di sebuah


gudang yang disewa. Lambat-laun mereka membeli sebidang tanah dan membangun
sebuah gereja. Namun mereka melanjutkan perjuangan mereka dengan Methodis kulit
putih, khususnya mereka yang ada di St. George.

Kejadian-kejadian seperti itu bukannya tidak umum pada masa itu. Tetapi sungguh
ironis bahwa kejadian berlutut itu terjadi justru di sebuah Gereja Methodis, karena para
Methodis di Amerikalah yang dengan cepat menyikapi bahwa seorang budak pun
adalah manusia juga, dan punya kebutuhan untuk mengenal Yesus seperti orang kulit
putih mana pun. Misionaris-misionaris Methodis telah ditunjuk untuk membimbing para
budak dan mereka yang telah dibebaskan. Dan para pemimpin Methodis mengetahui
betul bahwa misionaris kulit hitam lebih efektif untuk saudara-saudaranya yang berkulit
hitam.

Richard Allen lahir sebagai seorang budak pada tahun 1760, di rumah Benyamin Chew,
seorang pengacara terkemuka di Philadelphia. Keluarganya telah dijual kepada seorang
petani di dekat Dover Delaware. Di sana Allen menjadi Kristen pada usia remaja. Ia
mulai bergaul dengan kelompok Methodis. Pada suatu kesempatan ia mengatur agar
sang pengkhotbah dapat berkhotbah di rumah tuannya. Tuannya, meskipun bukan
seorang Kristen, terkesan oleh teks sang pengkhotbah ("Engkau ditimbang di sebuah
timbangan dan ditemukan masih kurang"). Akibatnya, Allen dan saudaranya diberi
kesempatan membeli kebebasan mereka.

Sebagai orang bebas, Allen bekerja sebagai pembelah kayu dan tukang batu. la tetap
sebagai seorang gerejawan aktif. Selama masa Revolusi ia menjadi kusir kereta
pengantar garam. Di sepanjang perjalanannya ia juga berkhotbah. Keahliannya
berbicara membuatnya populer, baik di kalangan kulit hitam maupun kulit putih.
Sepanjang perjalanannya di Delaware, New Jersey dan Pennsylvania, dengan
mengambil pekerjaan sambilan, ia juga berkhotbah pada ma-lam hari dan pada akhir
pekan.

Pada tahun 1784, Gereja Episkopal Methodis dengan resmi didirikan di Amerika
Serikat. John Wesley menunjuk Thomas Coke dan Francis Asbury sebagai
"pembantu"nya untuk mengarnati gereja Amerika, dengan Richard Whatcoat dan
Thomas Vassey sebagai pemimpin-pemimpin yang diangkat. Selama Perang Revolusi
khususnya, gerakan Methodis di Amerika telah terpecah-pecah – sebagian karena masih
merupakan gerakan dalam lingkungan Gereja Anglikan, dan perang tersebut justru
menekan kesetiaan semacam itu. Tindakan-tindakan Wesley pada tahun 1784
menyatukan perpecahan tersebut, dan untuk pertama kalinya mengukuhkan Methodis
sebagai gereja tersendiri.

Richard Allen menarik perhatian Richard Whatcoat, yang ditempatkan di lingkungan


Baltimore. Whatcoat mengundang Allen untuk ikut bersamanya tatkala ia mengunjungi
gereja. Kemudian Allen dalam perjalanannya diundang untuk bergabung dengan
Asbury.

170
Ketika Allen mendarat di Philadelphia, ia berkhotbah di Gereja St. George jika
mempunyai kesempatan, namun pada waktu-waktu itulah akhirnya ia meninggalkan
tempat itu, seperti apa yang telah kita lihat. Salah seorang yang berlutut yang ikut
tersinggung, Absolom Jones, memisahkan diri dari Methodis pada tahun 1793, dan
membentuk Gereja Episkopal Protestan Kulit Hitam, namun Allen menolaknya. "Saya
tidak dapat menjadi apa pun kecuali seorang Methodis," tulisnya, "karena saya
dilahirkan dan dibangkitkan di bawah mereka, dan saya dapat berjalan terus dengan
mereka. "

Ia pun berjalan terus bersama dengan mereka, dengan mengawali Gereja Bethel
Episkopal Methodis Afrika di Philadelphia pada tahun 1794. Francis Asbury yang
menyampaikan khotbah peresmian. Namun demikian, para pemimpin St. George
mencoba menguasai gereja Allen. Sesungguhnya orang-orang kulit hitam tidak
mempunyai hak yang leluasa pada masa itu, namun Gereja Bethel berusaha
memenangkan kasus pengadilan melawan St. George.

Bintang Allen mulai bersinar lebih terang dalam denominasi Methodis, meskipun
tekanan-tekanan dari gereja saingan di seberang kota berlanjut marak. Allen diteguhkan
sebagai diaken pada tahun 1799 dan sebagai penatua pada tahun 1816 – dua posisi yang
tidak pernah terdengar dicapai oleh seorang kulit hitam. Namun, pada tahun 1816, ia
mernutuskan meninggalkan Methodis dan memulai denominasi baru, Gereja Episkopal
Methodis Afrika (African Methodist Episcopal [AME] Church). Gereja Allen
bergabung dengan beberapa gereja kulit hitam independen lainnya, dan Allen menjadi
uskup kelompok baru ini. Baltimore dan Philadelphia menjadi titik-titik fokus
denominasi baru ini.

Allen membuat administrasi yang hebat bagi gereja baru ini, dengan corak garis
Methodis. Ia terus mengadakan perjalanan, berkhotbah dan mendirikan gereja-gereja
baru hingga akhir hayatnya pada tahun 1831. Jumlah gereja AME bertumbuh terus
segera setelah masa Perang Saudara, karena budak-budak yang dibebaskan mencari
tempat-tempat kebaktian yang sungguh-sungguh bebas.

Denominasi baru ini merupakan inspirasi bagi orang-orang Kristen yang tertekan. Pada
saat itu, hal ini merupakan deklarasi kemerdekaan yang hebat. Orang percaya kulit
hitam akan melayani Kristus dengan senang hati, tetapi mereka tidak bisa diperlakukan
melewati batas oleh saudara-saudara kulit putih mereka. Kepemimpinan Allen yang
berani telah berbuat banyak untuk memelihara spiritualitas kulit hitam yang kuat di
Amerika, yang sampai sekarang masih hidup.

171
77) Tahun 1817 Elizabeth Fry Mengawali Pelayanan bagi Narapidana
Perempuan di Penjara

Elizabeth Fry (1780 - 1845)

"Jauh di mata, jauh di hati", begitulah perumpamaan bagi para narapidana Inggris pada
awal-awal tahun 1800-an. Keadaan penjara-penjara gelap, tidak bersih, berdesak-
desakan dan tanpa harapan. Para tersangka bermacammacam kriminalitas — baik
dengan kekerasan ataupun tidak — dimasukkan ke dalam penjara tanpa perbedaan
antara terpidana dan terdakwa yang menunggu peradilan. Para wanita yang menjanda
ataupun yang ditinggalkan suaminya, sering terlilit utang dan dipenjarakan, dengan
membawa anak-anak mereka.

John Howard, seorang awam Kristen yang menjadi sherif Bedfordshire pada tahun
1773, telah meminta perhatian masyarakat tentang kondisi penjara-penjara Eropa yang
kotor. Ia mengadakan perjalanan sejauh 50.000 mil dan menghabiskan uangnya sendiri
sebanyak 30.000 pound untuk memperjuangkan pembaruan penjara. Malangnya,
mereka tergerak tetapi tidak termotivasi untuk mengubah keadaan. Ketika Howard
kembali dari sebuah perjalanan yang menyiksa untuk mencari fakta di Italia, ia
menyaksikan pengumpulan dana bagi sebuah patung untuk menghormati dia. Satu-
satunya wujud peringatan yang diinginkannya, ia berkata pada mereka, adalah
melanjutkan pembaruan penjara. Namun sampai awal tahun 1850-an keadaannya tetap
sama.

Penerus John Howard yang hampir tidak dapat dipercaya ialah seorang wanita,
Elizabeth Fry. Putri seorang pedagang wol dan bankir yang kaya, Elizabeth Gurney
dibesarkan di keluarga Quaker yang liberal. Ketika la menjadi seorang gadis kecil, - ia
membaca buku-buku Voltaire, Rousseau dan Thomas Paine. Pada usia tujuh belas
tahun, dalam buku hariannya ia menulis bahwa ia tidak punya agama.

Akan tetapi tahun berikutnya ia bertemu dengan seorang Quaker dari Amerika, William
Savery, yang mengajarkan dia tentang kehadiran Allah. Ia mulai menghadiri pertemuan
Quaker yang lebih terbatas dan menjadi lebih serius akan imannya.

Pada usia kedua puluh, Elizabeth menikahi Joseph Fry, juga dari keluarga bankir yang
kaya. Ia melahirkan sebelas orang anak. Namun, keterlibatannya dengan pertemuan

172
Quaker bertumbuh, dan pada tahun 1811, pada usia tiga puluh tahun ia diakui sebagai
seorang "pendeta".

Tiga tahun kemudian ia mengunjungi Newgate, sebuah penjara dekat London. Terkejut
akan kondisinya, ia melakukan apa yang ia dapat, dengan membawa pakaian bagi anak-
anak para narapidana wanita. Meskipun John Howard telah berusaha, namun sistem
hukuman Inggris bertambah buruk. Antara tahun 1800 dan 1817, angka narapidana
bertambah dua kali lipat, dan menimbulkan kepadatan luar biasa. Sesuatu harus
dilakukan, khususnya bagi para wanita dan anak-anak, yang dalam banyak hal, satu-
satunya kesalahan mereka adalah kemiskinan.

Pada tahun 1817, Fry mengorganisasi sebuah tim wanita untuk menjenguk narapidana
wanita secara teratur, membacakan Alkitab kepada mereka, dan mengajar mereka
menjahit. Pekerjaan berguna ini mengubah prilaku kehidupan para penghuni penjara itu.
Banyak perusahaan di London mulai mendukung upayaupaya Fry dan ia pun dielu-
elukan di seluruh Inggris.

Oleh karena perang melawan Napoleon usai, orang-orang Inggris mengalihkan


perhatian mereka ke masalah-masalah lain. Satu di antaranya adalah reformasi penjara.
Fry memperluas komite-komite wanita pelawat penjaranya ke kawasan-kawasan baru,
dan pada tahun 1821 mendirikan British Society for Promoting Reformation of Female
Prisoners (Perkumpulan Inggris untuk Meningkatkan Reformasi bagi Narapidana
Wanita). Thomas Buxton, yang di kemudian hari akan membantu Wilberforce
memenangkan perjuangan untuk memberantas perbudakan, menerbitkan suatu studi
tentang penjara Newgate pada tahun 1818, yaitu ketika ia mempertanyakan apakah
sistem hukuman sebenarnya membantu atau menyiksa masyarakat. Tidak lama
kemudian, reformator ini mendapat perhatian dari Menteri Dalam Negeri Robert Peel
yang berkuasa, yang mendesak melalui parlemen agar Undang-undang Penjara tahun
1823 dibatalkan.

Hal ini membarui penjara-penjara Inggris secara radikal dan membatasi jumlah
pelanggaran yang digolongkan ke dalam hukuman mati (sampai 500). Robert Peel juga
memprakarsai pasukan polisi tetap, yang anggotanya dikenal sebagai "bobbies", dari
julukan Peel.

Sampai ajalnya pada tahun 1845, Fry terus meningkatkan perbaikan-perbaikan kondisi
penjara. Meskipun negara Eropa lainnya mengikuti jejak Inggris, Inggris sendiri
tampaknya kembali dengan sikap yang lebih keras. Namun upaya Fry abadi hasilnya.
Bersama-sama dengan tokoh sezamannya, seperti William Wilberforce dan Goerge
Mueller, ia mengajak generasi-generasi orang Kristen untuk memangku tanggung jawab
sosial mereka secara serius. Ia juga melanjutkan tradisi turun-temurun, yaitu wanita
adalah penunjuk jalan bagi usaha-usaha karitatif.

173
78) Tahun 1830 Mulainya Kebangunan Rohani Perkotaan oleh
Charles G. Finney

Charles G. Finney (1792-1875)

Kebangunan rohani telah melanda selatan dan timur New England, sampai ke
perbatasan barat Tennesee dan Kentucky menjelang tahun 1800. Sementara bergerak ke
barat, kebangkitan itu semakin dikenal karena emosionalitas mereka yang bertobat.

Seperti kebanyakan Calvinis, para Presbiterian meragukan pertobatan yang beremosi


tinggi itu, namun dari jajaran mereka sendiri muncul seorang revivalis abad kesembilan
belas yang menarik dan efektif.

Charles Grandison Finney dilahirkan pada tahun 1792 di Connecticut. Seperti


kebanyakan orang pada masanya, ia pindah ke barat – pada tahun 1794 orangtuanya
pindah ke bagian barat New York. Finney muda belajar di sebuah biro hukum di
Adams, New York dan telah diterima sebagai pengacara negara.

Ia tertarik pada Alkitab karena menemui banyak acuan ke Alkitab dalam buku-buku
hukum. Finney mulai membaca firman Allah dan menghadiri kebaktian. Setelah
pergumulan keras beberapa waktu lamanya, pada tahun 1821 ia bertobat. "Aku telah,"
katanya, "dibayar Tuhan Yesus Kristus untuk membela perkaraNya." Segera pula ia
mulai berkhotbah.

Finney bergabung dengan Gereja Presbiterian dan ditahbiskan pada tahun 1824, setelah
ia belajar dari pendetanya. Dengan menunggang kuda ia keluar masuk kampung, sambil
mengumpulkan massa. Pengkhotbah yang berperawakan tinggi mempesona dan lantang
ini berbicara kepada mereka dengan gaya langsung dan sederhana, seperti ia berhadapan
dengan para juri.

Para pengkhotbah pertemuan kebangunan rohani terkenal dalam hal membangkitkan


emosi. Meskipun Finney menghindari gaya teater di podium, namun ia berupaya
mendapatkan perhatian para pendengarnya. la berkata, "Umat manusia tidak akan
bertindak sebelum mereka tertarik." Dengan bekerja soma dengan Roh Kudus, ia
berupaya menyampaikan firman Tuhan kepada orang banyak.

174
Pada tahun 1830, Finney memimpin kebangunan rohani yang meraih sukses hebat di
Rochester, New York. Sejak itu, kebangunan rohani menjadi ciri kehidupan perkotaan
Amerika.

Pada tahun 1832, Finney pindah ke Gereja Presbiterian Kedua di New York City. Tetapi
ia selalu keberatan dengan Presbiterian bermuatan Calvinisme yang tinggi, dan pada
tahun 1834 pindah lagi ke Gereja Kongregasional, Broadway Tabernacle, yang
dibangun khusus untuknya.

Beberapa metode kebangunan rohani Finney — yang disebut langkah-langkah baru


berasal dari para pengkhotbah di perbatasan yang menekankan emosionalisme. Ia
menggunakan "bangku kerinduan", yang ditempatkan di depan, agar orang-orang
berdosa dapat minta didoakan. Finney mengadakan pertemuan-pertemuan semalam
suntuk untuk mendoakan orang-orang berdosa dengan menyebutkan nama yang
bersangkutan, dan para wanita dapat berdoa di muka umum. Meskipun ia tidak
mendorong mereka, para revivalis diperkenankan berteriak, meratap dan menunjukkan
tanda-tanda emosi lainnya. Langkah-langkah baru ini merupakan standar karya
kebangunan rohani. Gereja-gereja yang menganutnya bertumbuh, sekalipun banyak
kritikan akan cara-cara ini.

Sebelum Finney mengunjungi sebuah kota, ia merekrut para pendeta dan orang-orang
awam dari gereja-gereja setempat. XIereka mengorganisasi pertemuan-pertemuan doa,
dan setelah pertemuan kebangunan rohani, mereka dapat bekerja dengan para petobat
baru dengan mengunjungi dan mengundang tnereka ke gereja. Jika gereja-gereja
setempat tidak bersedia terlibat dalam tindak lanjutnya, Finney tidak akan berkhotbah di
tempat tersebut. Itu merupakan peraturan penting.

Selain itu, para pendukung setempat menyebarkan brosur, menempelkan poster-poster


dan memasang iklan pada berbagai surat kabar. Promosi telah menjadi bagian dari
pekabaran Injil.

Meskipun harus berhadapan dengan oposisi, namun tenaga, tekad dan kecerdasan
Finney – dan sukses langkah-langkah barunya – menjadikan ide-idenya populer.
Kebangunan rohani modern telah dimulai.

Dalam tulisannya Lectures on Revivals of Religion (Kuliah tentang Kebangkitan


Agama) yang dipublikasikan pada tahun 1835, Finney menjelaskan, "Kebangunan
rohani bukanlah mujizat atau bergantung pada mujizat dalam hal apa pun, tetapi
merupakan hasil tepat guna dari cara-cara yang sudah ada."

Metode Finney diterima dengan baik oleh sebuah negara yang telah mengembangkan
pandangan yang tinggi akan nilai manusia biasa di bawah demokrasi model Jackson.
Para revivalis telah membuat orang biasa sebagai partisipan dalam drama religius yang
agung, dan mengajak mereka agar yakin bahwa tiap pribadi dapat membuat pilihan
yang tepat bagi Tuhan. Dengan berfokus pada kemampuan tiap orang untuk menilai
dirinya sendiri, ia sependapat dengan ide orang Amerika bahwa seorang pegawai atau
bocah peladang mempunyai rasio yang sama nilainya dengan pemilik perkebunan.

Pada tahun 1835, Finney pergi ke Oberlin College untuk mengajar teologi. Enam tahun
kemudian ia menjadi ketua perguruan tersebut. Ia mengadakan kebangunan rohani
terus-menerus sampai is wafat pada tahun 1875.

175
79) Tahun ±1830 John Nelson Darby Membantu Mengawali Plymouth
Brethren

John Nelson Darby. 1800 - 1882

Lima pria berkumpul untuk kebaktian di sebuah rumah di Dublin, Fitzwilliam Square
pada bulan November, 1829. Tuan rumah, Francis Hutchinson, menggelar kebaktian
sederhana dan mengundang mereka bertemu di sana secara teratur pada waktu-waktu
yang tidak mengganggu aktivitas gereja mereka yang lain.

Bagi yang berpikiran modern, pertemuan seperti itu kelihatannya tidak luar biasa.
Tetapi pada waktu itu hal tersebut adalah sesuatu yang tidak umum. Gereja Inggris yang
telah dikukuhkan mendominasi kehidupan dan praktik religius. Persekutuan dan
kebaktian di luar gereja dianggap tidak benar. Mengadakan komuni tanpa seorang imam
adalah skandal.

John Nelson Darby hadir pada pertemuan tersebut, namun agak kurang tepat jika ia
dikatakan sebagai pendiri Plymouth Brethren (Persaudaraan Plymouth). Dia hanyalah
salah seorang dari antaranya yang bertindak sebagai pemimpin pada hari-hari awalnya,
meskipun ia menjadi juru bicara yang patut dikagumi.

Pada tiga dekade pertama abad kesembilan belas, semangat spiritual sedang bekerja di
Irlandia. Beberapa orang Katolik berpindah ke Gereja Anglikan atau ke gereja-gereja
lain, gerakan independen juga sedang bangkit. Orang-orang Kristen secara berkelompok
mulai mengadakan pertemuan di luar gereja mapan – dengan hanya Alkitab sebagai
pedoman mereka.

Gerakan Plymouth Brethren mungkin berpaling kembali ke Anthony Norris Groves,


seorang dokter gigi Kristen sejati. Ia bersedia meninggalkan praktiknya untuk pelayanan
misi di Persia. Dengan patuh ia memasuki Trinity College, di Dublin pada tahun 1826,
menyiapkan diri untuk pentahbisan. Namun, di sana ia berhubungan dengan sejumlah
orang Dublin yang berpikiran independen. Teman ini telah mengguncang pandangannya
mengenai high church. Namun ia pernah bertanya-tanya, apa perlunya semua kelas dan
ujian-ujian ini bagi saya untuk menjadi seorang misionaris? Akhirnya ia memutuskan
bahwa ia tidak membutuhkan pentahbisan ataupun perkumpulan misi resmi. la cukup
melangkah dalam iman.

176
Groves mengumpulkan teman dari Dublin dan Plymouth serta berangkat ke Bagdad
pada tahun 1829. Dukungan terhadap Groves telah menjadi faktor pemersatu karena
kelompok-kelompok bertemu untuk mendoakan dia dan mengumpulkan dana untuk
mendukung dia.

Sementara itu, John Nelson Darby sedang bertugas sebagai kurator di County Wicklow.
la telah belajar hukum di Trinity College, namun segera menanti penahbisan. Ia pun
seorang gerejawan sejati, tetapi ia menjadi kecewa karena kebijakan "pintu tertutup"
gerejanya. Tampaknya, atasannya lebih mempedulikan keanggotaan gereja ketimbang
Kristus.

Setelah terluka dalam kecelakaan pada tahun 1827, Darby mengambil cuti dari
gerejanya untuk memulihkan kesehatannya di Dublin. Di sana ia bertemu dengan
sejumlah orang yang berpikiran sama, beberapa dari lingkungan pendukung Groves.
Kelompok ini mendukung ide-ide yang sudah terbentuk dalam benak Darby. Tidak lama
kemudian ia meninggalkan kedudukannya, tetapi ia belum memisahkan diri dari
gerejanya. Ia menjadi pendukung terang-terangan bagi keterbukaan dan kesatuan gereja
dengan menerbitkan selebaran yang menganjurkan perubahan kebijakan dalam gereja.
Ia menyerukan spiritualitas yang benar di antara orang Kristen dan kembali ke Kitab
Suci. Satu aspek Kitab Suci yang telah diabaikan ialah nubuat. la terpesona akan teori-
teori akhir zaman dan meminta agar para pemimpin Kristen memperhatikan hal ini.
Serentetan konferensi nubuat diadakan pada awal-awal tahun 1830-an untuk
memikirkan hal ini.

Pandangan dominan yang terdapat di gereja yang mapan bersifat "pascamillenium",


yaitu gereja akan membawa era perdamaian, setelah itu Baru Kristus akan kembali.
Tetapi Darby berpegang pada ajaran Manuel de Lacunza, biarawan Chile abad
kedelapan belas. Lacunza berpegang pada kedatangan kembali pramillenial – dunia
akan menuju kehancuran hingga Kristus datang dan memulai dengan pemerintahan
seribu tahun-Nya. (Lacunza juga mengemukakan bahwa Kristus pertama akan tampil
untuk memisahkan orang-orang yang setia kepada-Nya dari bencana-bencana yang
teramat buruk, sebelum Ia kembali untuk mendirikan pemerintahan-Nya.)

Pada tahun 1831, fokus gerakan tersebut mulai berpindah ke Plymouth, Inggris. Pada
tahun-tahun berikutnya terdapat semacam konsolidasi dari kelompok-kelompok yang
berbeda-beda. Para "Brethren", begitulah mereka dikenal, mencoba menanggalkan
semua perlengkapan yang bukan alkitabiah dari gereja mereka. Komuni diadakan setiap
Minggu, tidak ada seorang pendeta pun yang diteguhkan (setiap orang adalah pendeta);
dan orang-orang dari se-gala denominasi disambut atas nama Kristus. Para Brethren
juga percaya pada perdamaian (dan musyawarah), dan tentunya pada pentingnya
nubuat.

Di Bristol, seorang imigran Jerman bernama George Mueller mendirikan sebuah panti
asuhan. Diilhami contoh A.N. Groves yang menjalankan misi dalam iman, dengan iman
Mueller bertekad menjalankan panti asuhannya. Ia tidak meminta uang, hanya percaya
bahwa Allah akan melengkapinya. Pelayanan Mueller menjadi legenda, suatu bukti
iman sederhana Plymouth Brethren yang bertumbuh.

Sementara itu, Darby melanjutkan perjalanannya, berbicara dan menulis. Ketika


mengadakan tur di Swiss pada tahun 1838, ia mendirikan sejumlah Gereja Brethren di

177
sana. Suatu revolusi politik pada tahun 1845 menimbulkan penyiksaan terhadap gereja-
gereja ini, dan Darby sendiri nyaris menjadi korban.

Pada waktu yang bersamaan, kontroversi muncul di antara Brethren, khususnya


mengenai anugerah spiritual, pembasuhan kaki, tugas penatua dan interpretasi nubuat.
Perpecahan besar terjadi antara Darby dan B.W. Newton, yang dapat dianggap sebagai
mitra pendiri gerakan. Akhirnya Newton mengundurkan diri dari gereja, dan kemudian
konflik pun meningkat sehingga memisahkan Darby dan Mueller. Akibat
ketidaksepakatan mereka ialah perpecahan antara Brethren Eksklusif (yang tidak akan
berekanan dengan mereka yang berdoktrin kurang sehat) dan Brethren Terbuka.
Tentunya, eksklusivitas kelompok yang pertama tadi menimbulkan perpecahan-
perpecahan selanjutnya, mencerminkan ironi yang menyedihkan bahwa sukar
berpegang bersama-sama pada kesatuan gereja dan kemurnian doktrin.

Seperti Disciples of Chirst di Amerika Serikat, Plymouth Brethren menyuntikkan


perlunya tekanan kesederhanaan dalam kehidupan gereja di Inggris. Gereja tersebut
telah mendapatkan pengikut-pengikut yang cukup berarti di seluruh dunia, termasuk
figur-figur terkemuka seperti Samuel Tregelles dan pakar Perjanjian Baru modern F.F.
Bruce.

Akan tetapi, kemasyhuran utama Darby ialah eskatologinya. Pandangannya tentang


nubuat dikenal sebagai dispensasionalisme (dispensationalism). Itu menjadi tema utama
pada konferensi nubuat pada tahun 1800-an serta gerakan fundamentalis pada awal-awal
tahun 1900-an.

178
80) Tahun 1833 Khotbah John Keble tentang "Murtad Nasional"
Memicu Gerakan Oxford

Kardinal John Henry Newman (1801-1890), figur terpenting dalam Gerakan Oxford

Methodisme telah berupaya membawa kehidupan baru dalam Gereja Anglikan, namun
berakhir dengan membentuk denominasi baru. Menjelang akhir tahun 1820-an
kehadiran pengunjung di Gereja Inggris merosot secara drastis. Sementara Methodisme
bertumbuh sehat, gereja yang menetaskannya menjadi kering dan kosong.

Orang yang merasa peduli akan situasi Gereja Anglikan itu ialah rohaniwan Anglikan
didikan Oxford, seorang yang berhati baik. John Keble merasakan bahwa gerejanya
kehilangan kekuatannya karena telah berpaling dari tradisi liturgi yang kaya dan tulisan-
tulisan para bapa Gereja. Jika Gereja Inggris tidak menyadari warisan penerusan
kerasulannya, Keble percaya bahwa gereja akan menjadi lemah sehingga memberi
peluang bagi para pembangkang Protestan dan Katolik, dan akhirnya akan lenyap.

Keble menerbitkan sekumpulan sajak devosional yang mencerminkan liturgi, dengan


harihari para santo dan pesta-pestanya. Sajak-sajak indah dalam The Christian Year's
menunjukkan kehangatan yang umumnya dihubungkan dengan Methodis dan para
pembangkang lainnya, namun karya itu tetap berada dalam tradisi Anglikan.

Pada tanggal 14 Juli 1833, Keble berkhotbah di Oriel College. Khotbahnya,


"Kemurtadan Nasional", menyerang parlemen karena mengurangi jumlah para uskup di
gereja Irlandia dengan tuduhan bahwa hal tersebut adalah bukti campur tangan negara
dalam urusan Gereja. Gereja yang asalnya ilahi tidak dapat diatur oleh perundang-
undangan duniawi.

179
Kata-kata Keble ini mengawali gerakan Oxford (atau Tractarianism), yang
mengupayakan pembaruan dalam Gereja Anglikan dengan mengembalikannya ke
berbagai kepercayaan dan praktik awal gereja. Di antara-para pendukung gerakan
Oxford terdapat murid-murid Keble, yaitu Richard Froude, John Henry Newman dan
Edward Pusey.

Newman mulai menerbitkan Tracts for the Times. Dia, Keble dan Froude menulis
sembilan puluh traktat antara tahun 1833 sampai 1841. Selebaran empat halaman itu,
yang dijual seharga satu penny selembar, tidak dibubuhi nama penulis, sementara
Newman berkeliling Oxordshire menjualnya kepada kaum rohaniwan.

Beberapa traktat telah mendorong Gereja Inggris kembali ke lingkungan Katolik.


Meskipun Gereja Anglikan tidak lagi begitu hidup, namun gereja tersebut takut kembali
ke Katolikisme, khususnya setelah pencabutan undang-undang tahun 1828, yang
menolak hak orang-orang Katolik menduduki jabatan pemerintahan – hak yang ditolak
bagi mereka sejak Test Act tahun 1673. Kritik-kritik tentang Traktarianisme memuncak
pada tahun 1841, ketika Newman menulis traktat bahwa sakramen bukan hanya
baptisan dan komuni. Sebagai tambahan, is juga mengajukan kepercayaan akan
purgatory, kehadiran Kristus sesungguhnya dalam Ekaristi dan doa kepada para santo.
Uskup Oxford menanggapinya dengan perintah untuk mengakhiri serial traktat itu.

Beberapa rohaniwan Anglikan – Newman di antaranya – membelot ke Katolik, tetapi


sebagian bestir dari mereka yang bersimpati pada para penulis Traktat tetap bertahan di
Gereja Inggris. Meskipun mereka memuji tradisi-tradisi Gereja, termasuk pakaian
rohaniwan dalam kebaktian, kebiasaan berlutut, pengakuan dosa, komuni, wangi
kemenyan dan juga kebiaraan, namun banyak yang anti-Katolik. Mereka menginginkan
agama yang menyentuh kelima indra, tetapi terutama mereka tidak menginginkan
hubungan dengan paus ataupun hierarkinya yang tersebar di seluruh dunia.

Setelah Newman meninggalkan gerakan Oxford pada tahun 1845, gerakan itu berupaya
berpegang pada ritual, arsitektur dan musik yang terbaik, dengan menolak aspek-aspek
lain Katolikisme. Edward Pusey ketika itu menjadi juru bicara paling fasih dari gerakan
tersebut.

Banyak anggota evangelikal menjadi gusar akan praktik-praktik Anglo-Katolik ini. Pada
tahun 1846 mereka membentuk Evangelical Alliance (Aliansi Evangelikal). Namun, apa
yang berawal sebagai gerakan anti-Traktarian menjadi pembuka jalan untuk menarik
para anggota evangelikal ke dalam rekanan nasional. Meskipun mereka menentang
ritualisme gerakan

Oxford, para evangelikal tidak dapat membantah bahwa hal itu berpengaruh positif
terhadap gereja Anglikan. Daripada memandang diri mereka sendiri sebagai pejabat-
pejabat Inggris, para rohaniwan Anglikan yang mendukung gerakan Oxford
memandang tradisi kerasulan dengan serius. Daripada hanya mengajarkan moral dalam
pelayanan kebaktian mereka, mereka mulai mengembangkan rasa hormat. Sebagai basil
perubahan persepsi ini, istilah la-ma high church muncul kembali. Banyak biarawan dan
biarawati mulai bekerja dengan si miskin di kota-kota yang industrinya meningkat.

Selain itu, sejumlah penulis-penulis himne (kidung) yang baik berkembang dari dalam
gerakan Oxford. Para penulis terdahulu datang dari jajaran pembangkang. Sekarang,

180
Keble, Frederick W. Faber dan John Mason Neale, penerjemah himne Yunani dan Latin
yang sudah lama hilang ke dalam syair Inggris, bergabung dengan mereka.

181
81) Tahun 1854 Hudson Taylor Tiba di China

Hudson Taylor (1832-1905)

Hudson Taylor 1905 (tengah)

Tak seorang pun tahu ia datang. Hudson Taylor turun dari kapal di Shanghai setelah
melalui perjalanan meletihkan, dan tak seorang pun menyambut dia. Karier misionernya
yang cemerlang baru dimulai, namun ia tidak mempunyai tempat untuk menginap. Ia
tidak dapat berbahasa China dan orang-orang China yang dapat berbahasa Inggris
sangat sedikit. Di atas semuanya ini, perang saudara sedang berlangsung – tidak jauh
dari kota itu.

Taylor menanyakan tentang beberapa misionaris Barat yang ia ketahui di Konsulat


Inggris. Seorang telah meninggal, dan yang lainnya telah pulang. Akhirnya ia
menemukan Dr. Walter Medhurst, dari London Missionary Society, dan berencana
tinggal bersama dia. Hal ini bukanlah seperti yang diidamidamkan Taylor. Dibesarkan
dalam keluarga Methodis, ia telah mendengar cerita tentang negeri China dari ayahnya
yang adalah seorang pengkhotbah. Ia belajar tentang Robert Morrison, seorang
Presbiterian Skotlandia yang memulai pelayanan di Guangzhou pada tahun 1807,
melakukan penerjemahan bagi para pedagang dan berkhotbah tentang Yesus. Ketika
Hudson muda menjadi Kristen, pada usianya yang ketujuh belas, hampir pada saat yang

182
sama ia mengalami panggilannya. Ia mempelajari kedokteran dan teologi, dan mencari
tahu tentang daratan China yang luas.

Ketika pemberontakan Taiping pecah pada tahun 1850, mula-mula hal itu tampaknya
merupakan kabar baik bagi para misionaris. Pemimpin pemberontak telah dipengaruhi
traktat Kristen. Ia bermaksud menghapus penyembahan berhala dan korupsi di China. Ia
menamakan gerakannya Taiping, "perdamaian besar". (la juga yakin bahwa ia adalah
adik Yesus Kristus, namun keeksentrikan seperti itu pada awalnya tidak jelas.)

Seluruh Inggris menaruh perhatian baru pada China. Suatu badan misi baru, China
Evangelization Society (Perkumpulan Evangelisasi China), menerbitkan seruan bagi
Para pekerja. Taylor yang tidak disenangi London Missionary Society menawarkan
jasanya. Mereka menjemput dia dari sekolah. la berumur dua puluh dua tahun ketika ia
mendarat di Shanghai.

Semangat telah mengalahkan kebijaksanaan, sekurang-kurangnya dalam badan misi itu.


Benar, mereka telah inenempatkan orangnya di lapangan, namun mereka tidak
memberikan petunjuk, tidak memiliki falsafah misi, dan hampir tidak melakukan apa
pun untuk merintis jalannya. Mereka juga secara rutin kekurangan dana.

Taylor terpaksa membuat peraturannya sendiri. Salah satunya berkenaan dengan


berpakaian seperti orang China. Rekan-rekannya dari Inggris kaget, namun Taylor
mempunyai alasan tersendiri. "Saya sangat puas bahwa pakaian adat ini merupakan
sarana mutlak bebas," tulisnya. "Menetap dengan tenteram di antara orang-orang itu,
mendapatkan komunikasi yang ramah dan tidak tegang dari mereka, menghilangkan
prasangka mereka, meraih penghargaan dan kepercayaan mereka, dan hidup sebagai
panutan bagi mereka tentang bagaimana seharusnya keberadaan seorang China Kristen,
semuanya perlu menggunakan bukan saja pakaian ini, tetapi juga kebiasaan mereka.
Kapelkapel yang tampak asing, dan sesungguhnya memberi iklim asing bagi semua
yang berkaitan dengan agama, telah menjadi penghalang besar bagi penyebaran
kebendran di antara orangorang China. Tetapi mengapa agama Kristen harus diberi
aspek asing? Firman Allah tidak membutuhkan itu. Yang kita butuhkan bukan
pelepasan (adat) kebangsaan mereka, tetapi pengkristenan mereka."

Para misionaris datang ke negeri tertutup ini, membuntuti kesuksesan para pedagang
dan prajurit. Sejak Morrison menjadi penerjemah bagi East India Trading Company
(Perusahaan Dagang India Timur), hubungannya sudah dapat diterka. Ketika Inggris
Raya melancarkan perang candu yang memalukan — sesungguhnya berperang untuk
mempertahankan hak perdagangan candu bagi sutra China — perjanjianperjanjian
sepihak menyertakan juga ketetapan istimewa bagi para misionaris. Pesannya cukup
jelas: Peradaban kuno China telah dilecehkan oleh mesin-mesin perang modern Eropa
— dan orang Eropa membawa serta agama Kristen bersamanya. China justru sedang
dijadikan satu lagi koloni bagi kerajaan "Kristen" Inggris.

Taylor harus bergumul dengan sejarah ini. Walau bagaimanapun perjanjian-perjanjian


ter sebut memudahkan bagi seorang misionaris. Namun, perjanjian-perjanjian itu
mempersulit hubungan serius dengan masyarakat setempat. Ia berharap dapat
mengakhiri mental kolonial dengan mengambil adat setempat.

Dalam tugas enam tahun pertamanya, Taylor bekerja di Shanghai, Swatow dan Ningpo,
dengan mempelajari bahasanya, menerjemahkan Alkitab, serta menjalankan sebuah

183
rumah sakit. Ketika itu, ia telah mengundurkan diri dari masyarakat misi dan bekerja
secara independen.

Sekembalinya ke Inggris pada tahun 1860, ia mulai antusias dengan misi China. la
menulis sebuah buku tentang kebutuhan misi di sana dan dengan rajin mencari
misionaris-misionaris baru. Taylor mendirikan China Inland Mission (Misi Pedalaman
China) — dan ia bertekad tidak akan berbuat kesalahan-kesalahan seperti badan misi
terdahulu. CIM tidak akan mengadakan permohonan langsung untuk dana, tidak akan
menjamin gaji bagi pekerja-pekerjanya, namun akan membagi semua pendapatan secara
merata. C1M akan mempekerjakan orangorang dari berbagai negara dan dari
denominasi yang berbeda, dan juga memberi tugas-tugas misionaris penuh bagi wanita,
baik yang sudah bersuami atau belum. Pada waktu itu, hal seperti ini merupakan sesuatu
yang radikal. Taylor juga memaksakan agar misionaris CIM mengikuti praktiknya
dengan berpakaian China.

Enam bolas misionaris kembali ke Gina bersama-sama Taylor pada tahun 1866. Mereka
memulai pekerjaan di daerah-daerah baru, memberitakan Injil kepada mereka yang
belum pernah mendengarnya. Dalam waktu singkat, CIM menjadi badan misi
terkemuka di China. Menjelang wafatnya Taylor pada tahun 1905, terdapat 205
pangkalan misi, 849 misionaris dan kira-kira 125.000 orang Kristen China.

Hudson Taylor bukanlah misionaris pertama di China. Tetapi penolakannya dengan


tenang untuk "menjalankan misi seperti biasa" telah membawa kesuksesan besar
baginya di anak benua itu.

Suatu insiden menggambarkan ketulusan hati dan pandangan ke depan yang


dikemukakan Taylor pada perkumpulan misinya. CIM, seperti halnya misi-misi lain,
kehilangan orang-orang dan hartanya dalam pemberontakan Boxer tahun 1900. Pasukan
Inggris terjun lagi, menyelesaikan krisis dan mengenakan denda besar terhadap
pemerintah China. Uang ini dipakai untuk mengganti harta misi yang hilang. Tetapi
CIM menolak menerima penggantian uang – orang-orang China sendiri telah
kehilangan banyak.

Pada tahun-tahun berikutnya, misionaris CIM menemukan bahwa pengabdian mereka


untuk berada bersama-sama orang-orang China itu telah berbuat lebih banyak dalam
membuka hati mereka pada Kristus daripada perjanjian diplomatik apa pun yang
mungkin dicapai. Hudson Taylor telah mengetahui semuanya.

184
82) Tahun 1854 Soren Kierkegaard Menerbitkan Serangan terhadap
Kekristenan

Patung Soren Kierkegaard (1813-1855) di Copenhagen, Denmark

Teologi abad kedua puluh mungkin berbeda sekali jika bukan karena seorang wanita
muda bernama Regina Olsen. Dia adalah calon mempelai seorang Denmark yang
cerdas, Soren Kierkegaard. Pertunangan dan putusnya mereka membuat Soren tergila-
gila dengan penulisan falsafah. Karya-karya yang dihasilkannya telah membuat banyak
perubahan dalam bentuk pemikiran modern.

Kierkegaard lahir dalam keluarga berada pada tahun 1831. Ayahnya seorang usahawan
sukses, dan telah pensiun lebih awal. Sekarang ia gemar mengundang para profesor
untuk makan malam dan bertukar pikiran. Soren, yang termuda, adalah "sang Yusuf' di
keluarganya. Ayahnya sangat menyenanginya serta mengagumi ketangkasan
berpikirnya. Pada usia tujuh belas, Soren dikirim ke Universitas Kopenhagen. Ayahnya
ingin ia menjadi pendeta, tetapi Soren menolaknya. Ini adalah salah satu sebab
pertengkarannya dengan sang ayah yang melanjutkan pembiayaan pendidikan Soren
dan gaya hidupnya yang boros. Kierkegaard muda menjadi semacam mahasiswa abadi.
Ia mencoba memperbaiki hubungan dengan ayahnya, tidak berapa lama sebelum
Kierkegaard tua meninggal. Setelah itu Soren melanjutkan pendidikan teologi,
meskipun ia tidak pernah ditahbiskan.

Kemudian Regina Olsen menarik perhatiannya. Ia baru berumur belasan tahun, namun
Soren memutuskan untuk mendapatkannya. Masalahnya Regina sedang mengincar
orang lain. Soren mulai memikat Regina dan keluarganya secara ofensif, yang
menyebabkan Regina putus dengan pacarnya, dan akhirnya meminta Regina jadi
pasangan hidupnya.

Namun, sekarang Soren tidak menginginkannya lagi. Atau ia memandang dirinya tak
berharga bagi Regina. Tampaknya ia mempunyai rahasia yang dalam dan gelap yang
menyebabkan ia tidak dapat menikmati keintimannya dengan Regina. Apa yang harus

185
dilakukannya? Jika ia putuskan pertunangannya, hal itu akan mempermalukan Regina.
Itu kurang adil. Tetapi jika Regina memutuskannya, adalah lebih baik. Maka Soren
berupaya agar Regina terdorong untuk memutuskannya. Ia menjadi pemarah dan tidak
ramah. Regina bertahan cukup lama, namun akhirnya ia tidak dapat bertahan lagi.

Seluruh episode ini menjadi beban berat dalam hati Kierkegaard yang memang sudah
suram. Ia merupakan penjahat dan korban dari kejahatannya sendiri. Ia mulai
menggores serangkaian tulisan filsafat, mempertanyakan anggapan pada masanya.
Semuanya diterbitkan dengan nama samaran. Kemudian ia menerbitkan buku dengan
namanya sendiri, yang merupakan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Salah satu dari yang pertama – Either/Or – dipuji oleh The Corsair, sebuah jurnal
sindiran yang jarang memuji apa pun. Kierkegaard merasa malu dengan sindiran itu dan
meminta jurnal itu menariknya. The Corsair hanya mengejek dia dan terus
mempermalukan Kierkegaard di muka umum.

Hal ini tambah mengasingkan filsuf yang sudah kesepian itu. Kegagalan dengan Regina
Olsen telah menodai namanya di masyarakat, dan sekarang The Corsair
menjelekkannya di muka umum.

Namun, ia melanjutkan tulisannya dengan mengalihkan perhatiannya ke tema-tema


keagamaan. Bagaimana seseorang dapat menjadi Kristen sejati dalam dunia yang telah
terpuruk ini? Jawabannya tidak menunjukkan harapan. Ia tidak menaruh harapan pada
sistem-sistem ataupun lembaga-lembaga pada zamannya. Hanya mujizat Tuhan yang
dapat menyelamatkan kita, tegasnya.

Ia belum berupaya menyerang gereja yang teroganisasi, namun dalam benaknya ia


sudah mengarah ke sana. Gereja Denmark pada waktu itu cukup mewah dan teratur,
serta merupakan pemelihara upacara dan teologi Lutheran yang baik. Namun,
Kierkegaard tidak melihat kehidupan di dalamnya. Mungkin karena takut ke mana
tulisannya akan mengarah, Kierkegaard berhenti menulis pada tahun 1850.

Kematian temannya J. P. Mynster, uskup Zealand, menggerakkan dia kembali menulis.


Mynster, dengan caranya sendiri, telah berupaya mendorong Gereja Denmark dengan
hasil yang terbatas. Kierkegaard mengambil kesempatan untuk mengkritik gereja habis-
habisan karena mengabaikan ajaran Kristus yang benar,

karena perhatiannya pada bentuk dan sistem filsafatnya, dan karena pemujaan terhadap
uang serta kekuasaan. Antara Desember 1854 sampai Mei 1855, ia menerbitkan 21
karangan dalam harian The Fatherland dan kemudian dalam jurnalnya sendiri.

Pada bulan Oktober 1855, Kierkegaard diserang stroke dan meninggal sebulan
kemudian.

Tulisan-tulisannya mempengaruhi beberapa pemikir ulung abad kesembilan belas,


namun pengaruh terbesarnya belum muncul hingga waktu yang lama di kemudian hari.
Kierkegaard telah dielu-elukan sebagai Bapak "Eksistensialisme", yang meraih
ketenarannya pada abad kedua puluh. Para ahli filsafat dan teolog mengembangkan
pemikirannya dengan berbagai cara, ada yang mungkin membuat Kierkegaard marah
dan yang lain mungkin ia setujui.

186
Kierkegaard berjasa bagi banyak unsur subjektivitas dalam pemikiran teologi modern,
tetapi subjektivitas itu datang dari kerendahan hati. Ia berkesimpulan bahwa Allah
bukanlah Benda yang secara ilmiah dapat dibedah dan dianalisis. Ia adalah Keberadaan
(Being) yang hidup dan bertindak, yang berhadapan dengan kita untuk menyelamatkan
kita.

Bukan hanya kita sebagai manusia seperti kepingan-kepingan teka-teki, kita juga adalah
keberadaan, seru Kierkegaard, dengan kemauan, harapan dan kesedihan. Kierkegaard
memerangi sistem yang abstrak — apakah itu filsafat ataupun keagamaan — yang
mencari semacam Kebenaran yang abstrak. la menegaskan bahwa agama harus
mengajar bagaimana kita harus hidup.

Pemikir Denmark ini putus asa dengan tidak sanggupnya kita sebagai manusia
menghampiri Allah dengan akal. Akal kita hanya membawa kita jauh dan kemudian kita
melompat ke dalam kegelapan, dengan keyakinan bahwa Allah akan menemui kita di
sana. Lompatan ini membutuhkan komitmen penuh, penolakan terhadap nilai-nilai
duniawi dan kadang-kadang terhadap nilai-nilai gereja.

Mengikuti saat-saat Pencerahan, keputusasaan Kierkegaard sungguh mengejutkan bagi


orang pada masanya. Namun, pemikiran Kierkegaard mengantisipasi Revolusi Industri
yang tidak manusiawi serta kebangkitan dan kejatuhan Modernisme. Orang Denmark
yang agung ini telah mendahului satu abad dari zamannya.

187
83) Tahun 1854 Charles Haddon Spurgeon Menjadi Imam di London

Charles Haddon Spurgeon (1834 - 1892)

"Tentunya itu suatu kekeliruan."

Itulah yang dipikirkan Charles Spurgeon ketika dia diminta berkhotbah di Kapel New
Park Street, di London. Tempat itu adalah gereja yang bergengsi, dengan bangunan tua
yang indah, dan Spurgeon saat itu baru berumur Sembilan belas tahun.

Namun, sama sekali tidak ada kekeliruan, karena setelah Spurgeon bicara, ia diundang
untuk menjadi pendeta gereja tersebut. Ia memegang jabatan itu selama hampir empat
dekade.

Spurgeon hampir bukan merupakan tipe orang yang menyadari kelasnya dalam
masyarakat London. la dilahirkan di kalangan Huguenot, di suatu pedesaan di Essex. Ia
tinggal dengan kakek dan neneknya ketika ia masih kecil, karena orangtuanya terlalu
miskin untuk merawat dia. Nenek dan ayahnya adalah pendeta Kongregasionalis, tetapi
Charles masuk ke sekolah pertanian – meskipun hanya untuk beberapa bulan.

Bergumul dengan kebutuhan jiwanya, Spurgeon bertekad pergi ke gereja pada hari
Minggu pertama tahun 1850. Topan salju menghambat kepergiannya ke gereja sesuai
rencananya, namun ia berhenti di sebuah kapel Methodic Primitif terdekat.
Pembicaranya bodoh, seperti yang diingat Spurgeon, tetapi hal itu merupakan tantangan
bagi Charles muda ini. Akibatnya, Charles Spurgeon menjadi Kristen dalam usia enam
belas tahun.

Tidak lama kemudian, Spurgeon menyadari bahwa ia mempunyai bakat berbicara. Pada
tahun 1852 ia menjadi gembala sebuah gereja Baptis kecil di Waterbeach. Daerah itu
sungguh rawan dan orang-orangnya terkenal pemabuk. Spurgeon mengembangkan gaya
langsung. Para pendengarnya tidak akan betah dengan keterangan-keterangan teologi
yang menggunakan kata-kata indah, oleh sebab itu ia memberitakan kepada mereka apa
yang dikatakan dalam Alkitab. Berita tentang "pengkhotbah muda" ini telah tersebar di

188
Waterbeach. Itulah waktunya ketika sidang Kapel New Park Street memutuskan
memberi dia kesempatan.

Gereja itu pernah mempunyai sejarah yang dapat dibanggakan, tetapi jatuh pada masa-
masa kesukaran. Gedung yang indah itu dapat menampung lebih dari seribu orang,
namun akhirakhir itu untuk mengumpulkan seratus orang saja sudah sulit bagi sidang di
sana. Delapan puluh orang menghadiri pelayanan pembukaan Spurgeon. Mungkin
pengkhotbah muda ini dapat melakukan sesuatu.

Ia melakukannya. Gaya langsungnya membuat para warga London mengakui kata-


katanya. Pengunjung kebaktian pun menjamur. Tidak lama kemudian gedung kuno itu
penuh sesak. Gereja tersebut terpaksa harus menyewa gedung pertemuan Exeter Hall
yang menampung 4.500 orang.

Pertumbuhan cepat seperti ini menarik perhatian pers London, yang pemberitaannya
ten-tang pengkhotbah baru itu tidak selalu menyenangkan. "Semua pidatonya berbau
busuk dan vulgar," tulis sebuah harian. Harian lain menyebut "Gaya seperti itu berasal
dari bahasa pasaran yang vulgar, diselingi gaya yang kasar.... Semua misteri khidmat
agama kita yang suci olehnya diperlakukan dengan kasar. Inilah khotbah yang didengar
5.000 orang".

Jumlah itu menjadi 10.000 – dan lebih. Dalam waktu singkat gedung pertemuan itu
sudah tidak sanggup menampung para pendengar Spurgeon. Gereja menyewa gedung
Surrey Music Hall yang berkapasitas 12.000 tempat duduk dan penuh juga, sementara
10.000 orang lagi menunggu di luar. Malangnya, upacara pembukaan di sana membawa
bencana. Beberapa perusuh berteriak "kebakaran"! Dalam kepanikan, tujuh orang
meninggal dunia dan 27 orang luka parah. Dengan insiden ini pun keberadaan Spurgeon
belum disukai pers London.

Akan tetapi pada tahun 1860-an, kegairahan baru akan evangelikal bangkit di Inggris,
dan Spurgeon berada di tengah-tengahnya. Para ahli sejarah menyebutnya Kebangkitan
Evangelikal Kedua. Para pengkhotbah lain, seperti Alexander Maclaren di Manchester
dan John Clifford di London, juga menarik massa. Menjelang 1861, Kapel New Park
Street telah membangun fasilitas baru, Metropolitan Tabernacle, yang memuat 6.000
pengunjung. Pelayanan Spurgeon baru berawal. Ia menerbitkan khotbah-khotbahnya
serta ulasan-ulasan dan buku-buku renungan – seluruhnya 140 buah buku, semasa
hidupnya. Ia mendirikan sekolah pendeta dan panti asuhan Stockwell yang mengasuh
500 anak. Ia menjadi presiden perkumpulan pembagi Alkitab. Ia berkhotbah di mana
saja dan kapan saja.

Gaya Spurgeon mungkin sederhana dan langsung, namun ia bukanlah seorang teolog. Ia
adalah seorang Baptis Calvinistik. Bagaimanapun, perpaduan tradisi ini telah membantu
membawa struktur Calvinisme ke agama kelas bawah dan menyajikan iman Baptis pada
gereja-gereja kelas atas.

Bakatnya adalah berkomunikasi. Dengan membaca karya-karyanya sekarang, kita


menemukan kekuatan modern di dalamnya. Ingatlah bahwa ia hidup pada zaman
bergaya: Apa yang Anda katakan tidaklah selalu begitu penting daripada bagaimana
Anda menyampaikannya. Namun Spurgeon tidak mempunyai waktu untuk berbasa-basi
dengan sopan. Ia menggunakan gambaran kuat dan pilihan kata-kata untuk
menyampaikan maksudnya secara langsung. Dalam melakukan hal itu, ia telah

189
memberikan contoh bagi para pengkhotbah yang akan datang. Karya-karya tulis
"pangeran pengkhotbah ini" sampai hari ini terjual luas.

190
84) Tahun 1855 Pertobatan Dwight L. Moody

Dwight L. Moody (1837-1899)

Ketika berumur tujuh belas tahun, ia berupaya ke kota besar, Boston. Setelah
menjelajahi kota itu berminggu-minggu lamanya, ia menemukan pekerjaan sebagai
penjual sepatu di toko pamannya. Ia tinggal di lantai atas. "Saya mendapat kamar di
lantai tiga," tulisnya, "saya dapat membuka jendela serta ada tiga buah bangunan yang
penuh dengan gadis-gadis tercantik di kota ini – mereka mengoceh seperti burung kakak
tua."

Satu dari sembilan orang anak yang dibesarkan oleh seorang janda di pedalaman
Northfield, Massachusetts, Dwight L. Moody, tidak pernah mendapatkan pendidikan
tinggi, tetapi ia mempunyai cita-cita dan tekad. Namun, Boston tidak ramah kepadanya.
"Jika seseorang ingin merasakan bahwa ia seorang diri di dunia ini," tulis Moody, "ia
tidak perlu pergi ke hutan tempat ia akan mendapati dirinya sendiri sebagai teman,
tetapi biarlah ia pergi ke salah satu kota-kota besar ini, dan biarlah dia melewati jalanan
yang ada dan ia akan bertemu ribuan orang dan tidak satu pun yang tabu atau mengenal
dia." "Saya ingat ketika saya pergi ke kota itu dan mencari pekerjaan, lalu gagal.
Tampaknya seperti ada tempat bagi orang lain di dunia ini tetapi tidak untuk saya.
Selama dua hari saya dihinggapi perasaan mengerikan bahwa saya tidak diingini oleh
siapa pun."

Moody mendengarkan pidato para abolisionis di Faneuil Hall yang letaknya tidak jauh.
Ia bergabung dengan YMCA, sebuah organisasi yang baru saja diimpor dari Inggris,
dan ia mulai mengunjungi Mt. Vernon Congregational Church (Gereja Kongregasional
Mt. Vernon) untuk mendengarkan khotbah Edward Norris Kirk yang terkenal itu.

Ia menemukan khotbahnya berbobot dan meluap-luap; begitu meluap-luapnya sehingga


kadang-kadang ia tertidur. "Seorang mahasiswa muda dari Harvard menyikut saya, dan
saya bangun sambil mengusap-usap mata. Saya menatap sang gembala, yang melihat
dan memperhatikan. Saya pikir ia sedang berkhotbah langsung kepada saya. Saya
berkata kepada diri sendiri, siapa yang mengatakan tentang saya pada Dr. Kirk? ... Pada
penutupannya ... saya tank kerah jas saya dan keluar secepat mungkin."

191
Guru sekolah Minggunya, Edward Kimball, mengamati jejak Moody, dan mendesak dia
kembali ke gereja apabila ia mangkir. Ia juga menantang Moody membaca Alkitab
secara teratur; Moody mencoba membaca tetapi tidak dapat mengerti. "Tidak banyak
orang yang pernah saya lihat yang benaknya secara spiritual lebih gelap daripada benak
dia ketika dia masuk ke kelas saya," tulis Kimball di kemudian hari.

Pada tanggal 21 April 1855, Kimball merasakan bahwa sudah waktunya menganjurkan
Moody berjanji kepada Kristus. Ia menuju ke toko sepatu, berubah pikiran, dan jalan
melewati toko itu, kemudian kembali terburu-buru, serta masuk ke toko itu. Ia
menemukan Moody sedang membungkus dan menyemir sepatu. Orang muda itu sudah
siap mendengarkannya. Pada hari itu juga D.L. Moody menjadi Kristen.

Moody membutuhkan waktu untuk mengerti implikasi dari iman kepercayaannya itu.
Sesungguhnya ia ditolak menjadi anggota gereja karena ia gagal dalam ujian masuk – ia
tidak dapat menjelaskan apa yang telah dilakukan Kristus baginya. Tetapi hatinya
berubah. Ia tidak malu menjadi orang Kristen dan terus-menerus mempelajari
keyakinannya.

Tidak lama kemudian ia merasa jenuh dengan Boston dan memboyong cita-citanya ke
barat, ke Chicago. Sikap lantangnya lebih diterima di sana, dan ia berhasil dalam
penjualan sepatunya. Ia juga terlibat dalam berbagai upaya penginjilan. Suatu ketika ia
mengembara dalam suatu misi di North Wells Street dan bertanya apakah ia dapat
diterima mengajar sekolah Minggu. Jawaban yang diterima adalah bahwa misi di situ
punya cukup banyak guru, namun murid-muridnya tidak ada. Jika ia dapat
mengumpulkan murid-murid, maka ia dapat mengajar mereka. Hal ini bukanlah
masalah bagi Moody yang memiliki keterampilan penjualan. Tidak lama kemudian ia
mengajar sejumlah anak jalanan.

Memasuki tahun 1861 ia sudah bekerja penuh waktu dalam pelayanan, baik di sekolah
Minggunya maupun YMCA. la mendapat dukungan dari pengusaha setempat seperti
John Farwell dan Cyrus McCormick. Pada tahun 1864, misinya menjadi sebuah gereja.

Menjelang tahun 1871 pelayanan Moody di Chicago sudah nyaman, aman, dan
bertumbuh. Ia pernah berpikir mengadakan perjalanan sebagai penginjil, tetapi mengapa
harus meninggalkan keadaan yang sehat seperti itu? Bagaimanapun kebakaran besar di
Chicago telah mengubah pikirannya. Gereja, rumah dan YMCA semuanya telah
menjadi abu, sama nasibnya dengan usaha-usaha para pendukung terbaiknya. Karena
sukar mengumpulkan dana dari kota-kota lain untuk membangun kembali pelayanan
Chicago itu, Moody pun mulai berkelana.

Pada tahun 1873 ia berangkat ke Inggris. Pertemuan-pertemuan penginjilannya


bagaikan badai bagi Kepulauan Britania. Setelah dua tahun ia kembali ke Amerika
Serikat sebagai seorang selebriti bertaraf internasional. Ia diundang berkhotbah di
banyak kota di Amerika.

Sambil membangun tradisi revivalis yang didirikan Charles Finney, Moody membawa
penginjilan ke zaman industri. la mengkhotbahkan Injil yang sederhana, bebas dari
bermacammacam denominasi. Hal itu memperbesar daya tarik serta dukungannya. Ia
bersekutu dengan para pengusaha. Merekalah para pemimpin generasi baru, bukan para
pengkhotbah. Ia menekankan supaya mereka menggunakan harta mereka untuk hal-hal
baik seperti peduli kepada orang-orang miskin perkotaan. Moody menerapkan teknik

192
usahanya pada perencanaan penginjilannya. Musik, konseling dan follow-upnya adalah
bagian-bagian dari pendekatan terorganisasi untuk mengambil hati orang.

Pada tahun 1879, Moody mengalihkan perhatiannya kepada pendidikan dengan


mendirikan Northfield Seminary bagi para gadis, dan kemudian Mount Hermon School
bagi anakanak lelaki. Ia memulai konferensi-konferensi Alkitab musim panas dan
sebuah institut Alkitab yang sekarang memakai namanya. Pada awalnya, ia takut
bersaing dengan seminariseminari yang ada, tetapi ia melihat kebutuhan yang lebih
besar untuk latihan-latihan praktik dalam pelayanan. Bukannya tren liberal di seminari
Amerika yang menjadi masalah baginya, tetapi pengasingan seminari-seminari itu dari
orang banyak. la bermaksud melatih para komunikator yang akan membawa firman
Allah yang sederhana kepada mereka yang membutuhkannya.

Cara-cara praktis ini telah berlanjut dalam lingkungan yang menyandang namanya.
Moody Bible Institute, umpamanya, terus melatih para pendeta, misionaris dan pekerja
gereja lainnya. Namun pengaruh Moody telah melampaui halhal itu. Ia merupakan
pendahulu bagi para penginjil seperti Billy Sunday dan Billy Graham. Aspek sosial
penginjilannya juga telah mengilhami komitmen yang dalam pada pelayanan sosial di
kalangan evangelikal.

193
85) Tahun 1857 David Livingstone Menerbitkan Missionary Travels

David Livingstone (1813-1873)

From the September, 1896, Century Magazine

Sepanjang hidupnya David Livingstone berupaya mendamaikan pengetahuan ilmiah


dengan kekristenan. Sebagai seorang pemuda berusia belasan tahun, ia menolak
membaca buku-buku Kristen yang diberikan ayahnya, dan lebih menyukai karya
tentang ilmu pengetahuan dan perjalanan. Buku yang akhirnya membawa pertobatan
baginya ialah buku yang mencoba menggabungkan iman dengan ilmu pengetahuan.

Pada tahun berikutnya, Livingstone membaca lembaran yang mengajak para dokter
misionaris ke China. Ia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia mendaftarkan diri di
sebuah Sekolah Kedokteran di Glasgow dan akhirnya melamar ke London Missionary
Society (LMS). Karena surat referensi teologisnya kurang, maka pada awalnya LMS

194
tidak menerimanya secara penuh. Sampai waktu ia diterima, perang candu pun telah
pecah di China, dan rasanya kurang bijaksana mengirim misionaris ke sana.

Meskipun hal itu tampaknya sungguh buruk sekali pada waktu itu, perubahan keadaan
ini telah menentukan nasib Livingstone, ia mengubah masa depannya dengan pergi ke
benua Afrika. Tidak lama kemudian Livingstone bertemu dengan Robert Moffat, yang
pernah memelopori tugas misioner di Afrika Selatan. Livingstone memutuskan pergi ke
benua itu dan bergabung dengan tim Moffat pada tahun 1841.

Pangkalan misi tersebut letaknya 600 mil di pedalaman, dan Livingstone mulai gelisah.
Ada begitu banyak daerah di benua itu yang harus dicapai; ia tidak gembira sebagai
seorang misionaris meths saja di sebuah kelompok kecil yang statis. Ia ingin menjelajah.
Ia bergabung dengan misionaris lain untuk mendirikan pangkalan Baru, dan kemudian
melanjutkan perjalanan jauhnya ke pedalaman.

Pelayanan ini luar biasa sulitnya. Living-stone bekerja keras selama sepuluh tahun di
antara orang-orang Tswana dan hanya satu orang yang bertobat. Pada suatu ketika, ia
diserang seekor singa dan ia terluka parah. Putri Moffat, Mary, merawat Livingstone
hingga kesehatannya pulih. Pada tahun 1845 Livingstone menikahinya. Secara
keseluruhan, pernikahan itu tidak langgeng. Mary menemukan sifat petualangan David
yang tak kunjung padam.

Livingstone membuang kebijakan misi "konservatif' LMS. Polanya ialah: pergi ke satu
daerah, memenangkan jiwa-jiwa, membangun gereja di sana, dan mengolahnya, serta
melanjutkan perjalanan hanya apabila gereja tersebut telah berjalan dengan baik. Proses
itu sangat lamban. Livingstone melihat bahwa keadaan di Afrika sangat buruk untuk
penginjilan. Ketidaktahuan kebudayaan Afrika, ditambah dengan pengalaman pahit
orang-orang Afrika dengan para pedagang budak kulit putih dapat menimbulkan
perlawanan kuat. Mengapa tidak menyusup ke dalam dengan cara positif, membantu
orangorang Afrika mengembangkan usaha mereka sendiri dan belajar tentang cara-cara
mereka? Cara ini tidak akan membangun gereja dalam waktu singkat, tetapi akan
mewujudkan kondisi yang akan sangat menolong penginjilan pada generasi yang akan
datang.

Pada akhir tahun 1852, keluarganya dengan selamat dikirim ke Inggris. Livingstone
berangkat dalam suatu ekspedisi cross-country. Ia menemukan Sungai Zambezi. Sungai
itu tentunya mengalir dari sumber tertentu. Mungkin ia dapat menemukan rute sungai di
pedalaman yang melintasi benua itu dari Samudra Hindia hingga ke Atlantik. Hal ini
akan membuka kesempatan berdagang bagi orang-orang setempat dan proses ini pun
akan menjadi pukulan bagi para pedagang budak.

Perjalanan ke barat sungguh menyulitkan, penuh penyakit, gersang dan serangan


binatang liar serta suku-suku yang tidak ramah. Akhirnya, ia tiba di Atlantik pada tahun
1854 dan dari sana, ia sebenarnya dapat saja berlayar ke Inggris. Tetapi banyak lagi
yang harus dijelajahinya. Dapatkah Zambezi diikuti sampai ke Samudra Hindia? Ia
memberanikan diri menempuh arah timur, dan sampai di pantainya pada tahun 1856.

Dari sana ia berlayar ke Inggris dan tiba untuk menerima sambutan kepahlawanan.
Penjelajahan daerah-daerah yang belum dijangkau mendapat sambutan hebat pada
zaman itu. Seorang penjelajah seperti Livingstone dieluelukan seperti kita menghormati
astronot pertama yang mendarat di Mars. Livingstone bekerja keras bukan saja untuk

195
menghasilkan geografi baru, tetapi juga berbuat banyak hal mulia seperti tugas-tugas
penginjilan, perdagangan dan penghapusan perbudakan. Laporan perjalanannya,
Missionary Travels (Perjalanan Penginjilan) yang ditulis pada tahun 1857, menjadi best-
seller.

Pada tahun berikutnya, Livingstone kembali ke Afrika, namun, tidak dengan London
Missionary Society. Meskipun ia mengaku bahwa ia masih merupakan seorang
misionaris, ia pergi sebagai agen pemerintah Inggris. Namun ekspedisi ini membawa
petaka. Tampaknya jeram Sungai Zambezi itu tidak dapat diarungi kapal. Rute-rute
alternatif tidak ditemukan. Harapan untuk pelayaran melalui daerah pedalaman
melintasi Afrika telah sirna. Sementara itu keadaan Mary Livingstone sungguh
memalukan. Ketenaran David dan perasaannya yang tidak aman telah membuat Mary
menjadi seorang pemabuk. Ketika David pergi ke Afrika meninggalkannya, dia tidak
mendapat perlakuan baik. Karena kecemasannya, seperti orang mengamuk ia berlayar
untuk menemuinya, namun meninggal dunia tidak lama setelah pertemuan mereka.

Oleh karena ekspedisinya ditarik kembali, Livingstone kembali ke Inggris pada tahun
1864. Kali ini ia hanya menjadi berita yang gagal, berita basi yang hanya diberikan
penghormatan sopan ibarat pada sebuah relikwi. Ia berangkat atas kemauan sendiri,
untuk terakhir kalinya, ke benua tercintanya. Kali ini ia mencari sumber Sungai Nil.
Dalam proses itu ia menemukan beberapa danau di pedalaman.

Tahun berganti tahun berlalu tanpa berita apa pun darinya. Beberapa ekspedisi
berangkat untuk mencarinya. Yang paling terkenal dari semuanya itu adalah ekspedisi
yang melibatkan Henry M. Stanley, wartawan Herald New York, pada tahun 1871.
Akhirnya mereka menemukan Livingstone di Ujiji, di danau Tanganyika. Ia
mengucapkan kalimat yang bermakna besar itu, "Dr. Livingstone, saya kira." Namun ia
tak dapat meyakinkannya untuk pulang (Stanley sendiri kemudian menjadi misionaris di
Afrika).

Livingstone wafat pada tahun 1873. Ia ditemukan berlutut di sebuah gubuk primitif.
Hatinya dikubur di negara angkatnya, dan jasadnya dikembalikan ke Inggris. Di sana
misionaris besar ini mendapat penghormatan dengan dikebumikan di Westminster
Abbey. Seperti banyak penggerak utama dalam sejarah kekristenan, David Livingstone
adalah seorang yang berpandangan independen. Ia menantang ide-ide misi yang ada
pada masanya, yang selalu mendorong ke luar. Ia mempunyai visi bagi kesejahteraan
ekonomis-spiritual terpadu untuk orang-orang Afrika, namun tampaknya ia menolak
mentalitas kolonial orang-orang sezamannya. Faktanya ialah bahwa karya Livingstone
mewujudkan syarat-syarat bagi pertumbuhan kekristenan. Satu abad setelah
kematiannya, gereja Afrika meluas dengan pesat.

196
86) Tahun 1865 William Booth Mendirikan Bala Keselamatan

William Booth (April 10, 1829 – August 20, 1912)

Sementara industri bertumbuh, perlakuan semena-mena terhadap kelas-kelas pekerja


pun meningkat.

Inggris sedang bergerak dari kehidupan pertanian ke kehidupan yang berorientasi


pabrik, dan daerah-daerah kumuh di London pun bertumbuh. Ribuan orang dari dusun
membanjiri London, mencari pekerjaan, dan sexing kali mereka tinggal serta bekerja
dalam kondisi-kondisi yang amat buruk.

Gereja seharusnya menjadi pelopor pertama meringankan penderitaan, namun Gereja


sendiri dalam keadaan kekurangan. Seperti di seluruh Inggris, London telah terbagi-bagi
dalam jemaat-jemaat, garis-garis yang tidak pernah berubah berabad-abad lamanya.
Meskipun penduduk kota kian bertambah, namun Gereja Inggris tidak mempunyai
cukup persediaan untuk menambah kaum rohaniwan bagi gereja. Untuk membangun
jemaat baru dibutuhkan undang-undang parlemen, yang prosesnya lamban dan panjang.

Methodisme, yang telah menjadi agama kelas menengah khususnya, juga tidak dapat
dengan efektif mencapai kelas pekerja. Methodis telah berupaya mencapai orang-orang
yang telah berpindah ke Gereja Inggris, namun orang-orang miskin baru yang
bermukim di lorong-lorong masih belum tersentuh Injil.

Prihatin dengan keadaan orang-orang miskin, maka pada tahun 1865 William Booth dan
istrinya, Catherine, mendirikan misi bagi orang-orang miskin di East End London.
Diawali dari sebuah tenda sederhana muncullah pelayanan Bala Keselamatan.

Di sekeliling pasangan penginjil ini terdapat rumah-rumah yang penuh sesak dengan
kekerasan keluarga, mabuk-mabukan, prostitusi dan tuna karya. Kemakmuran yang
menjadi lam-bang teratas kelas menengah Victorian tidak meluas ke East End.

Upaya perundang-undangan tampaknya tidak memecahkan masalah ini, dan William


yakin bahwa hal itu akan berubah hanya bila hati berubah. Sekali orang-orang telah
mengenal Kristus, perilaku dan kondisi mereka dapat membaik.

197
Itu tidak berarti bahwa pasangan Booth tidak memperhatikan masalah-masalah di
sekeliling mereka. Mereka mendirikan kedai "Food for the Million" (Makanan untuk
jutaan orang), dengan menyajikan makanan murah. Jika perut seseorang terisi penuh, ia
cenderung mendengarkan berita mereka tentang keselamatan dari Kristus.

Meskipun banyak ide-ide organisasi Methodisme telah ditinggalkan Booth, namun ia


selangkah lebih maju dengan akhirnya menciptakan organisasi yang mengikuti garis-
garis militer. Seorang pengikutnya mengiklankan sebuah pertemuan sebagai "The
Hallejah Army Fighting for God" (Pasukan Halleluya Bertempur untuk 'I'uhan). Kontrol
Booth yang togas akan organisasinya membuat beberapa orang memanggilnya jenderal.
Menjelang tahun 1878, kelompok ini mengambil nama Bala Keselamatan, dan
jenderalnya sengaja telah mengorganisasikannya dengan pakaian seragam, perwira-
perwira, marching brass band dan majalah dengan nama The War Cry.

Ada orang-orang Kristen yang tersinggung dengan Bala Keselamatan. Sebenarnya,


marching band tidak memiliki kewibawaan musik Anglikan. Apakah Iblis sedang
menggunakan Bala Keselamatan untuk membuat kekristenan bahan tertawaan? Namun,
Bala Keselamatan meraih sukses. Band-bandnya dapat didengar di jalan-jalan kota, dan
mereka memainkan irama-irama populer dan sekuler dengan kata-kata Kristen.
"Mengapa iblis harus menguasai semua irama yang terbaik?" tanya Booth.

Selain itu, di bawah pengaruh Bala Keselamatan, kehidupan keluarga-keluarga


membaik. Mereka mulai memperhatikan masalah-masalah kelaparan dan tuna wisma,
serta Injil diberitakan kepada banyak orang yang bahkan belum pernah menginjakkan
kakinya di gereja.

Namun, sementara orang-orang Kristen menentang Bala Keselamatan, beberapa non-


Kristen menunjukkan reaksi yang lebih kelas lagi. Ketika kelas pekerja bertobat kepada
Kristus, mereka menganut kebijakan dengan berhenti minum. Hal ini merugikan
perusahaan bir, dan mereka menjadi marah kepada Bala Keselamatan. Pada dua dekade
terakhir abad kesembilan belas, perwira-perwira Bala Keselamatan diserang serta
bangunan mereka dihancurkan.

Namun, para pengejek itu harus mengakui bahwa Bala Keselamatan telah melakukan
tindakan yang baik di kala mereka mengubah pemabuk dan pemukul anak menjadi ayah
yang benar dan pekerja yang baik.

Catherine, istri William, dengan kebolehannya mendukung William dalam upaya-


upayanya, dan misi mereka ini diteruskan oleh anakanak asuh mereka yang berjumlah
besar. Bala Keselamatan tersebar bukan saja di Inggris, tetapi juga di setiap penjuru
dunia.

Dalam seluruh hidupnya, William telah mengadakan perjalanan sejauh lima juta mil,
mengkhotbahkan hampir 60.000 khotbah, dan menarik kira-kira 16.000 perwira untuk
bekerja dengan dia. Dalam buku terlarisnya In Darkest England and the Way Out, ia
menunjukkan kepada banyak orang zaman Victoria bahwa mereka tidak perlu bermisi
ke luar negeri untuk mencari "orang-orang miskin yang belum mengenal Allah" dan
yang membutuhkan Kristus. Booth mendirikan agen-agen yang peduli akan kebutuhan
fisik dan sosial orang-orang, serta memberitakan Injil. Melalui kariernya, ia telah
mengasah teknik-teknik komunikasi dengan orang banyak dan berbagi tentang Kristus.
Ketika ia wafat pada tahun 1912, 40.000 orang mengantar dia ke pemakaman.

198
Ketika Bala Keselamatan membawa berita kepada si miskin di Inggris, ia melakukan
pekerjaan yang sama seperti Dia yang melayani para nelayan, wanita-wanita tuna susila
dan para penderita penyakit kusta.

199
87) Tahun 1870 Paus Pius IX Memproklamasikan Doktrin Infalibilitas
Paus

Pope Pius IX (1846-1878)

Apakah Italia akan tampak sebagai suatu daerah di atas peta atau sebuah negara
kesatuan?

Siapa yang akan memerintah negara baru tersebut?

Pada pertengahan abad kesembilan belas, inilah pertanyaan-pertanyaan yang menanti


jawaban. Eropa telah melihat banyak perubahan pada tahun 1848, ketika gelombang
nasionalisme menyapu benua itu. Di Perancis, Italia dan selusin negara lain, masyarakat
telah mulai menuntut hak mereka akan negara mereka sendiri, berdasarkan bahasa dan
letak geografis, daripada diperintah negara-negara lain. Sisilia berupaya memerdekakan
diri dari kerajaan Bourbon, dan daerah-daerah bagian utara Italia berupaya mengakhiri
kungkungan pemerintahan Austria.

Paus yang baru, Pius IX, mendukung risorgimento ('kebangkitan") itu, yang hendak
menciptakan negara berbahasa Italia. Ketika ia memberikan daerah-daerah kepausan
sebuah konstitusi, paus telah menyenangkan hati kaum liberal. Hal itu tidak bertahan
lama. Ketika kaum revolusioner membunuh perdana menteri yang baru, paus lari dari
daerah kepausan untuk sementara waktu. la kembali dengan bantuan tentara Perancis;
sekarang ia melihat ancaman kaum liberal dan ingin memberi dukungan bagi
pemerintahan absolut lama.

Pada tahun 1869, paus yang sedang terkepung mengadakan Konsili Vatikan I. Falsafah-
falsafah liberal serta rasa nasionalisme yang meningkat telah menjadi dorongan untuk
berpikir lebih bebas dalam gereja. Para imam dan uskup mulai mempertanyakan
kekuasaan paus. Dalam dunia yang tidak lagi merupakan Katolik semuanya, kepausan
telah kehilangan pengaruh politiknya juga. Gereja perlu memperhatikan tantangan-
tantangan pemikiran kaum liberal dan melemahnya kepentingan tradisi dalam gereja.

200
Pada tahun 1854, paus menyatakan bahwa Perawan Maria telah dikandung tanpa dosa –
doktrin Immaculate Conception. Meskipun banyak orang Katolik telah menerimanya
selama bertahun-tahun lamanya, dan sekarang hal itu telah menjadi doktrin gereja yang
baku.

Sembilan tahun kemudian paus menyimpulkan hal itu dalam Syllabus of Errors (ikhtisar
Ajaran-ajaran Sesat). Dalam upayanya melawan arus liberalisme, ia membuat daftar
hal-hal yang tidak boleh dipercayai orang-orang Katolik, termasuk pemikiran modern:
seperti rasionalisme atau sosialisme, perkawinan di catatan sipil, dan banyak lagi
bentuk-bentuk toleransi agama.

Konsili Vatikan itu mengemukakan peranan paus yang berlangsung di gereja. Paus
berupaya mengukuhkan dua hal: bahwa paus, bergelar Vicar of Christ (Wakil Kristus),
mempunyai kuasa penuh dan langsung terhadap seluruh gereja dan hierarkinya; dan bila
ia bicara ex cathedra ("dari kursinya", dalam kapasitasnya sebagai paus), ia tidak dapat
sesat (infallible). Meskipun ada liberalisme dalam gereja namun paus menang pada
Konsili Vatikan I itu. Keduanya dijadikan doktrin gereja.

Meskipun kaum liberal tidak menyetujuinya, bagi banyak orang, absolutisme seperti itu
adalah sesuatu yang patut disambut. Mereka hidup dalam zaman yang rancu; banyak hal
telah berubah secara politik maupun filosofis. Banyak orang Katolik menghendaki
kepastian bahwa beberapa hal – seperti paus dan ajaran-ajaran gereja — akan tetap
kokoh.

Paus tidak memegang otoritas politiknya, karena kira-kira dua bulan setelah Konsili
Vatikan I, Victor Immanuel menduduki Roma, dan penduduknya memilih pembentukan
kerajaan Italia. Meskipun paus kehilangan kuasa sementara, namun ia telah meraih
keefektifan spiritual. Dari Vatikan ia menjalankan lebih banyak otoritas daripada
pejabat tinggi gereja yang paling berkuasa pada Abad Pertengahan.

Gereja Katolik tidak berubah hingga Konsili Vatikan II.

201
88) Tahun 1886 Gerakan Relawan Mahasiswa Dimulai

Dwight L. Moody

Pada salah satu konferensi musim panas yang diadakan Dwight L. Moody, revivalis
agung ini mengundang para mahasiswa perguruan tinggi ke konferensi Mt. Hermon, di
Northfield, Massachusetts, untuk pemahaman Alkitab dan persekutuan selama sebulan.
Konferensi yang diadakan pada bulan Juli 1886 itu dihadiri 151 mahasiswa.

Pada dua minggu pertama, konferensi itu berjalan biasa. Tidak membicarakan misi
sama sekali. Pemahaman Alkitab adalah acara setiap harinya. Namun seorang
mahasiswa dari Princeton berdoa tentang kebutuhan dunia. Ia merasakan bahwa Allah
akan memakai persekutuan ini untuk memicu gerakan pekabaran Injil. Mahasiswa
tersebut benar.

Ia mengumpulkan dua puluh satu orang yang berpikiran sama untuk berdoa bersama-
sama. Mereka berdoa agar semangat misi dapat mengisi konferensi itu. Pada tanggal 16
Juli, pembicara A.T. Pierson menyampaikan pidato yang membangkitkan tantangan
penginjilan: "Semua harus pergi dan pergi untuk semua." Semangat itu menjadi lebih
marak pada tanggal 24 Juli, dengan "pertemuan sepuluh negara". Wakil dari sepuluh
negara dan kebangsaan berbicara secara singkat, melaporkan kebutuhan di negara
mereka. Pada minggu-minggu terakhir konferensi itu, banyak mahasiswa memutuskan
mengabdikan hidup mereka bagi pelayanan misi. Menjelang akhir konferensi, seratus
dari antara mereka telah membuat komitmen yang sama.

Pada hari terakhir konferensi itu, para mahasiswa memikirkan cara untuk memelihara
semangat tersebut dan menyebarkannya. Mereka menunjuk Robert P. Wilder untuk
mendatangi berbagai perguruan tinggi sepanjang tahun itu, memberitakan apa yang
terjadi di Mt. Hermon. Ia mulai mengumpulkan mahasiswa yang bertekad mengabarkan
Injil. Pada tahun berikutnya, Wilder dan seorang rekannya mengunjungi 167 perguruan
tinggi, dan 2.200 mahasiswa berikrar untuk bekerja di ladang misi.

Akan tetapi, menjelang 1888 semangat itu mulai menurun. Gerakan tersebut
membutuhkan kepemimpinan dan organisasi. Pada pertemuan di Mt. Hermon, suatu
kelompok inti terdiri dari lima puluh orang memutuskan menunjuk tiga pimpinan

202
dewan: Wilder mewakili Inter-Seminary Missionary Alliance (Aliansi Misionaris Antar-
Seminari); Nettie Dunn dari YWCA; dan John R. Mott dari YMCA. Mott akan berperan
sebagai tokoh sentral dengan menjadikan gerakan mahasiswa ini sebagai lembaga
kegiatan penginjilan dan oikumene seluruh dunia.

Mott baru lulus dari Universitas Cornell, tempat ia aktif dalam kepemimpinan YMCA.
Ia berkemauan keras memenangkan jiwa-jiwa, maka ia mengambil peranannya dalam
Gerakan Relawan Mahasiswa (Student Volunteer Movement – SVM) yang baru
dibentuk dengan sangat serius. Komunikasi, publisitas dan organisasi – Mott unggul
dalam bidang-bidang ini. Ia memastikan kelompok misi lain agar tahu bahwa SVM
bukan untuk menyaingi mereka, tetapi mendukung mereka. Para mahasiswa yang
berjiwa misi dari berbagai perguruan tinggi dikumpulkan dan dibagi dalam "kelompok",
bertemu secara teratur untuk berdoa Berta membangkitkan semangat. Konvensi-
konvensi mahasiswa relawan diadakan setiap empat tahun sekali. Mott dan para
pemimpin lainnya mengadakan perjalanan jauh dalam upaya mereka mencari, melatih
dan mengirim misionaris-misionaris baru.

Motto yang tersiar luas dengan jelas adalah: "Penginjilan dunia dalam generasi ini".
Mott menulis sebuah buku dengan judul tersebut. Menjelang 1914, SVM telah berjasa
mengirim sebanyak 5.000 misionaris ke ladang misi.

Akan tetapi di balik jumlah tersebut, gerakan itu berjasa bagi kegairahan penginjilan
baru se-Dunia. Organisasi-organisasi lain mendapat keuntungan dari itu. Pada tahun
1895, Mott ikut membentuk Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia dan menjadi
sekjennya yang pertama. Gerakan penginjilan orang awam lahir pada konferensi SVM
tahun 1906, dengan mengadakan kampanye mencari dukungan orang-orang awam
untuk misi. Mott juga merupakan figur utama pada Konferensi Pekabaran Injil
Internasional di Edinburgh pada tahun 1910. Hal ini kemudian mengarah pada
pembentukan World Council of Churches (Dewan Gereja-gereja se-Dunia).

Mott telah terkenal luas dan telah memberikan pengaruh besar. Presiden Wilson
menawarinya menjadi duta besar di China; tetapi ia menolak. Princeton berpikir
menjadakan dia presiden perguruan tersebut, juga ia tolak. Mott mendapat kesempatan
menjadi menteri luar negeri, ia menolak. la adalah orang yang menyatu dengan misi,
dan misi adalah misi.

Semangat misi di Amerika Serikat mati setelah Perang Dunia I. Namun, misionaris-
misionaris yang diilhami SVM melayani bertahun-tahun lamanya. Gerakan Relawan
Mahasiswa telah melakukan apa yang telah dilakukan William Carey satu abad
sebelumnya, membangkitkan keinginan bermisi pada waktu-waktu kritis.

203
89) Tahun 1906 Kebangunan Rohani Azusa Street Memunculkan
Aliran Pentekostalisme

Apostolic Faith Mission on Azusa Street in downtown Los Angeles, in a photo from
1906, was the site of a religious revival that lasted three years. The revival is said to
have started modern-day Pentecostal and charismatic movements.

"Dengan mengembuskan ucapan-ucapan asing dan mengomat-ngamitkan pengakuan


iman, yang tampaknya tidak dapat dimengerti orang lain, sekte. agama paling baru
muncul di Los Angeles."

Itulah yang diberitakan oleh harian Los Angeles Times, hari Rabu tanggal 18 April
1906. "Pertemuan diadakan di sebuah pondok yang hampir rubuh di Azusa Street, dan
para pengikut doktrin-doktrin yang mengerikan ini mempraktikkan upacara-upacara
paling fanatik, mengkhotbahkan teori-teori liar, dan memaksakan mereka sendiri dalam
keadaan kegembiraan yang tidak waras dengan semangat mereka sendiri."

Publisitas negatif semacam ini sesungguhnya membantu mengumpulkan massa. Sesuatu


yang supranatural sedang berlangsung dalam gedung tua ini. William J. Seymour,
seorang pengkhotbah kesucian kulit hitam Gereja Baptis, baru tiba dari Houston,
memanggil orang-orang percaya untuk mengambil langkah ekstra. Dua langkah ekstra
tersebut sebenarnya adalah: la ingin mereka "dikuduskan" dan "dibaptis dalam Roh
Kudus". Pembaptisan itu, katanya, akan diikuti dengan kemampuan berbahasa lidah.

Sebenarnya telah pernah ada beberapa orang berbahasa lidah yang muncul dengan
tibatiba di negeri itu dan di Eropa pada tahun-tahun silam, tetapi Azusa Street
merupakan ledakan terbesar. Pertemuan yang berlangsung di "pondok yang hampir
rubuh" ini berlanjut se-lama beberapa tahun lamanya. Banyak orang pergi ke sana hanya
untuk melihat apa yang sedang terjadi di sana.

Dunia ini sudah matang untuk kebangkitan. Akhir tahun 1800-an, terjadi Revolusi
Industri yang berat. Manusia menjadi gerigi dalam mesin-mesin masyarakat. Celah
antara si kaya dan si miskin bertambah lebar. Malangnya, Gereja selalu berpaling
kepada orang kaya. Juga kelompok-kelompok yang secara tradisional bersifat "biasa",
seperti Baptis dan Methodis, lebih menekankan sopan-santun ketimbang kekuatan

204
rohani. Berkat para tokoh kebangkitan seperti Finney dan Moody, gereja-gereja menjadi
penuh. Tetapi banyak yang menyatakan diri Kristen masih memiliki banyak
kekurangan.

Gerakan "kesucian" adalah langkah awal menuju pembaruan. Gerakan ini – sebagian
besar dari Gereja Methodis – mencari "anugerah kedua" dari Allah, yaitu bahwa orang-
orang percaya akan "dikuduskan" untuk kehidupan Kris-ten yang suci. Ajaran Keswick
pun ada dampaknya di Eropa dan Amerika. Dalam Pertemuan tahunan Keswick di
Britania Raya, guru-guru Keswick meminta orang-orang Kristen: "Berjalan dalam kuasa
kebangkitan Kristus," "biarkan Kristus bertakhta dalam jiwamu." Tidak ada yang terlalu
radikal terjadi di sini, hanya dorongan untuk kepenuhan pengalaman Kristen, dengan
menggunakan bahasa yang kelak ditiru para pengikut Pentakosta.

Satu lagi aliran pemikiran yang menambah urgensi gerakan Pentakosta yang baru
muncul ini ialah pramillenialisme, yang dipopulerkan J. N. Darby dan Plymouth
Brethren. Pergantian abad membawa kedua-duanya, pra- dan pascamillenialisme, ke
depan. Banyak yang mewartakan berawalnya "abad Kristian", yaitu bahwa gereja (dan
teknologi) akan membawa ke kerajaan Allah. Namun, para pramillenialis berseru bahwa
akhir zaman sudah dekat, dengan menampilkan, seperti dinubuatkan, peluapan
kebangunan rohani.

Untuk mengetahui latar belakang gerakan Pentekosta ini kits harus mundur ke belakang
pada tahun 1896. William F. Bryant memimpin (gerakan) kebangkitan di Cherokee
County, Carolina Utara, yang menyertakan bahasa lidah. Sementara manifestasi ini
berlanjut, banyak orang yang telah dikeluarkan dari gereja, bangunan gereja dibakar dan
Bryant sendiri ditembak. Bahasa lidah tidak populer di Cherokee County.

Tentunya, kebangkitan Welsh tahun 1904 — 1906 mempunyai dampak pada iklim
agama masa itu. Evan Roberts, seorang mantan penambang, yang mengadakan
perjalanan di seluruh Wales dan di kemudian hari di dunia, memproklamasikan
pelayanan Roh Kudus. Bahasa lidah tidak ditekankan secara khusus, namun kekuatan
roh ditekankan. Sepasang pendeta wilayah Los Angeles telah mengunjungi Wales dan
berupaya membawa kebangkitan ini ke gereja-gereja mereka, dengan sedikit sukses.
Namun, benih pemulihan telah ditanam di Los Angeles.

Atau Anda ingin melihat Gerakan Pemulihan, yang mengajak kembali ke berkat dan
praktik-praktik gereja rasuli, khususnya penyembuhan. John Alexander Dowie mengaku
dirinya Elia Sang Pemulih dan memulai komunitas Kristen (yang di kemudian hari
menjadi Zion, Illinois). Di Maine, Frank Sandford juga mengaku sebagai Elia Sang
Pemulih, dengan memulai sebuah komunitas di Shiloh.

Pada tahun 1900, Charles Fox Parham menghabiskan waktu selama lebih kurang enam
minggu di Shiloh. Seorang pengkhotbah kesucian Gereja Methodis, Kansas, sedang
mencari "iman rasuli". Ia bersama-sama istrinya telah memulai "rumah penyembuhan"
di Topeka. Di sana orang-orang dapat menginap dengan Cuma-cuma sementara mereka
berdoa untuk penyembuhan. Di Shiloh, Parham terkesan dengan Sekolah Alkitab "the
Holy Ghost and Us" (Roh Kudus dan Kita) Sandford. Sekolah tersebut dengan togas
anti-akademik. Satu-satunya teks adalah Alkitab, gurunya hanya Roh Kudus. Ketika
Parham kembali, ia mendirikan sekolah serupa. Kira-kira empat puluh orang murid
mendaftarkan diri.

205
Pada bulan Desember tahun itu, Parham meminta murid-muridnya mencari dalam Kitab
Suci jika ada tanda-tanda yang mengisyaratkan pembaptisan Roh Kudus. Ketika mereka
berkumpul untuk kebaktian semalam suntuk pada Malam Tahun Baru, mereka
mendapatkan jawabannya: bahasa lidah. Agnes Ozman berdoa untuk menerima Roh
Kudus dan "kemuliaan turun ke atas dirinya", seperti diungkapkan Parham, "suatu
cahaya tampaknya mengelilingi kepala dan mukanya, dan ia mulai berbicara dalam
bahasa China dan tidak dapat berbahasa Inggris selama tiga hari". Pada bulan
berikutnya sebagian besar mahasiswa mengalami hal serupa.

Upaya Parham menyebarkan kebangkitan ini di Kansas City dan di Lawrence gagal.
Gereja-gereja menentangnya, harian-harian mengejeknya. Pada tahun 1903, seorang
wanita dari Texas sembuh setelah Parham mendoakannya, dan ia mengundang Parham
untuk memimpin suatu kebangkitan di Galena, Texas. Hal itu meraih sukses. Menjelang
tahun 1905, pertemuan-pertemuan "Pentekostal" atau "Full Gospel" semacam itu
diselenggarakan di Missouri, Kansas dan Texas dengan kira-kira 25.000 pengikut.

Setelah suatu kampanye di Houston pada tahun 1905, Parham mendirikan satu lagi
sekolah Alkitab di sana. Salah seorang mahasiswa yang lebih menjanjikan ialah:
William J. Seymour. Seorang wanita dari .Los Angeles mengunjungi sekolah Houston
dan mengalami baptisan Roh Kudus. Sekembalinya, ia mendesak gereja misi
Nazarenenya untuk memanggil Seymour sebagai pendeta pendamping.

Ironisnya, gereja yang telah membawa kebangkitan Pentekosta ke Los Angeles tidak
ingin berhubungan dengan hal itu. Penekanan Seymour tentang bahasa lidah
menyinggung beberapa anggota gereja dan selanjutnya ia ditolak gereja. Akhirnya, ia
memimpin kebaktian di rumah beberapa orang temannya. Kebaktian ini berlanjut
selama tiga hari tiga malam. Menariknya, makin banyak orang dan jumlahnya melebihi
jumlah yang dapat ditampung di rumah tersebut. Orang-orang tersebut mengadakan
persiapan untuk berpindah ke suatu bangunan di Azusa Street, yang dahulu adalah
Gereja Methodis. Di sana duduk (dan berdiri) di alas bangku papan, di antara bahan-
bahan bangunan, orang-orang itu meneruskan kebaktian yang dipenuhi Roh Kudus.
Gereja itu dinamai Apostolic Faith Gospel Mission (Gereja Misi Iman Rasuli).

Seluruh jajaran pembaruan spiritual tampaknya menyatu di gedung. Gedung itu


merupakan "Mekah"-nya gerakan Pentekosta. Selama bertahun-tahun lamanya tempat
tersebut merupakan kiblat bagi gerakan Pentekosta. Orang-orang berkunjung dan
berupaya membawa kembali apa saja yang mereka temukan di sana.

Kendati di sini pusat geografisnya, gerakan Pentekostal sangat majemuk. Terdapat


sejumlah pemimpin yang berhaluan kharismatik, termasuk Seymour dan Parham, yang
mengumpulkan pengikut-pengikut dan bertengkar satu dengan yang lain untuk hal-hal
sepele. Gerakan tersebut memang secara sengaja bersifat antiorganisasi dan anti-
denominasi – berjalan terus ke mana Roh Kudus memimpin. Hal ini menjelaskan
mengapa dewasa ini aliran-aliran Pentekosta yang ada hanya dalam jumlah kecil.

Assemblies of God (Sidang Jemaat Allah), yang merupakan aliran Pentekosta terbesar
dewasa ini, dimulai sebagai upaya mendapatkan kohesi – dan beberapa peraturan –
dalam gerakan tersebut. Ada tuduhan mengenai penyelewengan keuangan dan seksual
di pihak para pengkhotbah terkemuka. Terdapat juga serangkaian pertikaian doktrin di
antara mereka.

206
Sekelompok Pentekostal Selatan, yang dipimpin Eudorus N. Bell, menamakan diri
mereka Iman Rasuli dan mengupayakan persatuan dalam gerakan tersebut. Ketika yang
lain bergabung, namanya pun diganti menjadi Church of God in Christ (Gereja Tuhan
dalam Kristus). Menjelang 1913, telah disertakan 352 pendeta dalam keanggotaan yang
tidak terikat. Pada bulan April 1914, kelompok ini memanggil para pengikut Pentekosta
untuk menghadiri pertemuan di Hot Springs, Arkansas. Tujuannya: kesatuan, stabilitas,
mendapat pengesahan bagi gerakan tersebut, dan mengukuhkan program misi serta
mendirikan sekolah Alkitab. Maka, lahirlah aliran Assemblies of God.

Sementara isu Pentekosta bersifat memecah-belah di kalangan gereja-gereja non-


Pentakosta, gerakan Pentakostal sendiri mungkin adalah tangan kekristenan yang paling
berenergi di abad kedua puluh ini. Tekanannya akan misi dan periginjilan telah
menghasilkan pertumbuhan luar biasa bagi gerakan tersebut, baik di Amerika Serikat
maupun di dunia.

207
90) Tahun 1910-1915 Penerbitan Buku The Fundamentals
Memunculkan Gerakan Fundamentalis

Lyman Stewart (1840-1923)

Sampul depan buku The fundamentals jilid 1

Lyman Stewart memiliki sebuah mimpi. Ia pun memiliki uang banyak. Stewart,
presiden Union Oil Company, memperhatikan gelombang pasang modernisme di
gereja-gereja Amerika. Sesuatu harus dilakukan tentang ini; orang-orang harus
disiagakan; orang-orang Kristen harus disadarkan akan ancaman bagi iman
tradisionalnya. Mungkin sebuah buku, sederetan buku-buku, upaya informasi besar-
besaran. Namun Stewart sadar bahwa ia bukan seorang terpelajar.

Ketika ia sedang duduk di gereja, ia mendengar berita dari A.C. Dixon, pendeta
Chicago's Moody Church (Gereja Moody Chicago). Inilah orangnya yang ia butuhkan.
Usai kebaktian, Stewart membicarakan idenya dengan Dixon. "Ini dari Tuhan," kata
Dixon. "Mari kita berdoa."

Itulah awal upaya penerbitan yang membuat gerakan fundamentalis memperoleh


namanya dan mungkin juga fokusnya. Dixon membentuk suatu badan yang
mengesankan, terdiri dari para pemuka Kristen, dan membentuk Perusahaan Penerbitan
Testimony. Lyman Stewart mendapat bantuan dana dari saudaranya, Milton. Semuanya
terkumpul 300.000 dolar A.S bagi proyek tersebut. Guru-guru Alkitab terkemuka pada
waktu itu diminta menulis artikel untuk buklet berseri 125 halaman ini. Artikel-artikel

208
tersebut meliputi pokok-pokok doktrin dasar serta isu-isu penting waktu itu –
sosialisme, evolusi dan uang. Dixon mengedit lima artikel yang pertama kemudian
berpindah ke London. Louis Meyer mengedit lima berikutnya sebelum ia meninggal. R.
A. Torrey mengedit dua yang terakhir. Nama Kakak-heradik Stewart tidak disebutkan
dalam kedua belas buklet tersebut, hanya disebutkan sebagai "Dua Orang Awam
Kristen". Telah tercetak kira-kira 3 juta eksemplar dalam kurun waktu enam tahun
berikutnya, untuk dibagikan kepada "setiap pendeta, penginjil. misionaris, mahasiswa
teologi, pembina sekolah Minggu, sekretaris YMCA atau YWCA" yang dapat ditemui.
Buku ini juga dikirim ke luar negeri, sebagian besar ke Inggris.

Kurang jelas dampak apa yang dihasilkan buku-buku ini. Seperti apologi-apologi para
Bapa Gereja awal, The Fundamentals mungkin telah berbuat lebih banyak untuk
menyatukan dan mendidik orang-orang yang telah setuju dengan mereka daripada
meyakinkan dan menobatkan pembaca-pembaca yang menjadi sasaran mereka. Curtis
Lee Laws, seorang editor penganut Baptis, yang menemukan istilah fundamentalis pada
tahun 1920, merujuk ke para Baptis konservatif yang berpegang pada "fundamental-
fundamental iman".

Melihat ke belakang, tampaknya gerakan fundamentalis ini membaurkan beberapa tren


gereja Amerika yang ada sebelumnya, dan dengan keras menentang beberapa tren yang
ada dalam masyarakat serta sarjana liberal. Sungguh sukar dimengerti. Gerakan tersebut
merupakan gerakan sosial dan teologis, yang gelisah dan evangelistik, triumfalis dan
putus asa.

Gerakan fundamentalis memulai dengan tradisi kebangunan rohani yang dicontohkan


Dwight L. Moody. Gerakan tersebut mengajarkan bahwa pokok-pokok teologi tidaklah
penting jika dibandingkan dengan pertobatan jiwa bagi Kerajaan Allah.

Gerakan ini ditambah juga oleh tradisi hesucian, dengan akar yang kukuh pada aliran
Methodis, dilanjutkan dengan konferensi-konferensi Keswick pada tahun-tahun terakhir
1800-an. Kebenaran pribadi dipandang sebagai pertumbuhan mutlak kehidupan yang
dekat dengan Yesus. Selain itu, digerakkan pula oleh sentimen Kerajaan Seribu Tahun
yang menjamur.

Mendekati abad kedua puluh, ada perasaan bahwa tidak lama lagi dunia ini akan
berakhir. Langkah-langkah Revolusi Industri yang pesat membuat banyak orang
bertanya-tanya di mana semuanya ini akan berakhir. Konferensi-konferensi nubuat
muncul dalam jumlah bestir pada tahun-tahun 1800-an akhir. Sejumlah orang Kristen
melihat sisi baik dari apa yang dicapai manusia, meramalkan bahwa tahun 1900-an akan
merupakan "abad Kristian". Para pascamillenialis meyakini bahwa kekristenan akan
membawa era keadilan dan kedamaian. Tetapi gejolak sosial pada masa itu juga
menyuburkan anggapan pramillenialisme, khususnya ditinjau dari dispensasionalisme J.
N. Darby., Banyak yang beranggapan bahwa dunia akan memburuk hingga Kristus
datang untuk mengakhirinya.

Mungkin Revolusi Industri telah mengaduk campuran-campuran ini menjadi satu,


namun katalis yang sebenarnya adalah "modernisme". Komponen utamanya adalah teori
evolusi Charles Darwin. Sepanjang sejarah ilmu pengetahuan (sekurang-kurangnya
sejak Inkuisisi), telah ada semacam gentleman's agreement antara Gereja dan
laboratorium: Telah diasumsikan bahwa kebenaran ilmu pengetahuan akan sesuai
dengan kebenaran agama. Sekarang, dengan tiba-tiba saja Darwin menerbitkan

209
gambaran tentang evolusi spesies dan akhirnya asalusul manusia yang tidak sepaham
dengan ajaran gereja. Lebih-lebih lagi, ide-ide ini mulai mendapat pengakuan dari dunia
akademis.

Sementara itu, di antara para filsuf dan para teolog (khususnya di Jerman) ada ide-ide
baru tentang Allah dan Alkitab yang sedang beredar. Teori-teori ini merugikan
absolutisme yang telah diterima gereja selama berabad-abad Wibawa Alkitab serta
identitas Kristus yang telah diakui, dipertanyakan. Lebih-Iebih lagi, ide-ide ini dibahas
di seminari-seminari yang jumlahnya sangat banyak.

Orang-orang biasa diberitahu para akademisi dan rohaniwan ini bahwa adalah bodoh
mempercayai Alkitab, bahwa adalah terhormat mempercayai evolusi. Orang-orang
konservatif Kristen melawan hal ini. Pada tahun 1895, Konferensi Alkitab Niagara
menentukan lima iman Kristen "yang pokok": (1) ketidakkeliruan Kitab Suci; (2)
kelahiran (dari) perawan dan keilahian Kristus; (3) penanggungan dosa-dosa manusia
oleh Kristus; (4) kebangkitan fisik Kristus; (5) kembalinya Kristus. Hal-hal ini telah
diakui secara luas di gereja-gereja konservatif.

Namun, hal ini hampir tidak ada hubungannya dengan fundamentalisme. Anda dapat
berbondong-bondong mengadakan oposisi terhadap teori Darwin, namun jika Anda
mulai menggembor-gemborkan Immanuel Kant dan Friedrich Schleiermacher, Anda
akan kehilangan beberapa simpatisan. Ada yang berpendapat bahwa teori-teori ini akan
lenyap begitu saja; yang lain berpendapat lebih baik berkonsentrasi pada penginjilan
dan misi (gereja ketika itu masih berada di tengah-tengah puncaknya kesadaran akan
misi).

Perang Dunia I telah memicu para fundamentalis beraksi. Sebelum Amerika masuk
dalam kancah peperangan, banyak orang Kristen (seperti juga banyak orang Amerika)
menentang hal itu. Sesungguhnya, pada taraf-taraf awal, orang-orang Kristen
konservatif diserang orangorang Kristen liberal dengan tuduhan tidak patriotik dan tidak
mendukung usaha-usaha perang. (Beberapa oposisi kaum konservatif terhadap perang
ini berasal dari paham kedamaian yang ada di Alkitab, sebagian karena ingin "terpisah"
dari dunia.)

Namun, setelah kekejaman orang-orang Jerman disiarkan (dan mungkin terlampau


dibesar-besarkan), langsung saja para pengkhotbah menyimpulkan kaitannya: Jerman
adalah tempat kelahiran falsafah orang-orang modern! Jadi inilah akibatnya –
kebrutalan, kebiadaban dan kehancuran.

Tiba-tiba saja masa depan dunia dalam keadaan bahaya. Gerakan fundamentalis
sesungguhnya mulai bergerak setelah perang dunia. Asosiasi Fundamental Kristen se-
Dunia, yang dipimpin William B. Riley, yang dibentuk pada tahun 1919,
memperingatkan betapa bahayanya modernisme bagi masyarakat Amerika. Para
pengkhotbah seperti Billy Sunday dan John Roach Straton mulai mengkritik keburukan-
keburukan yang berjangkit dalam masyarakat pascaperang. Karena bekerja sebagai
revivalis, mereka mengarahkan tradisi kesucian ke luar. Bangsa yang besar ini akan
terjerumus ke dalam kebiadaban, seru mereka, kecuali mereka kembali ke kebenaran
Allah.

Selama lima tahun berikutnya dan seterusnya, kaum fundamentalis mendapat dukungan.
Pada denominasi-denominasi Protestan utama, khususnya di antara kaum Northern

210
Baptist dan Presbiterian di utara, kekuatan-kekuatan fundamentalis mencoba
memaksakan kembali ke hal-hal dasar. Serangkaian berbagai keyakinan dasar,
pernyataan ajaran, kebutuhan penginjilan, dan penelitian pada seminari-seminari,
semuanya ini telah disusun dalam agenda. Mereka kurang meraih sukses. Dalam banyak
hal, hasil akhirnya adalah perpecahan aliran.

Perang epik ini berlangsung bukan dalam konvensi gereja, tetapi di ruang pengadilan di
Dayton, Tennessee, pada sidang pengadilan Scopes yang terkenal itu. Mata seluruh
bangsa tertuju pada pengacara-pengacara selebriti – William Jennings Bryan di pihak
fundamentalis, Clarence Darrow di pihak guru sekolah yang evolusionis. Bryan
memenangkan pertempuran, namun kalah dalam peperangan. Scopes dinyatakan
bersalah (keputusannya kemudian dibatalkan), tetapi Darrow membuat Bryan tampak
buruk. Opini publik mungkin sudah tidak mendukung para fundamentalis, tetapi
pengadilan telah mengesahkannya. Mereka telah dikenal dan diejek sebagai rimba
terpencil dan orang-orang yang fanatik, namun tidak berpengetahuan.

Setelah tahun 1925, fundamentalisme mundur, terpisah dari dunia ini, menunggu
kedatangan Kristus dan mempelajari firman Allah yang tidak mungkin salah. Kelompok
ini tetap merupakan kelompok yang mempunyai subkebudayaan yang tertutup, yang
membangkitkan gerakan evangelikal tahun 1940-an dan seterusnya, serta melahirkan
kebangkitan neofundamentalis sekitar tahun 1980.

211
91) Tahun 1919 Tafsiran Surat Roma oleh Karl Bath Diterbitkan

Karl Barth (1886-1968)

Dr. Karl Barth sedang santai di antara sesi-sesi Sidang Raya I


Dewan Gereja-gereja se-Dunia bersama Dr. Emil Brunner

Pada abad kesembilan belas, liberalisme telah menekankan kemajuan manusia dan
perubahan dalam dunia.

Namun jika manusia telah maju sebegitu jauh, mengapa ia harus terlibat dalam perang
dunia? Jika penemuan-penemuannya dalam teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi
begitu efektif, mengapa ia mengarahkan penemuan-penemuan itu kepada yang lain?

Manusia telah tersanjung dengan kemampuannya sendiri. Langkah-langkah panjang


yang dicapai ilmu pengetahuan tampaknya membuat dunia menjadi tempat yang tidak
misterius lagi. Daripada mencari Allah yang supranatural, banyak orang mencoba
mewujudkan surga di atas bumi.

Darwin dan para ahli ilmu pengetahuan lainnya mempertanyakan unsur-unsur


supranatural yang dikandung Alkitab. Apakah manusia sesungguhnya ciptaan khusus?
Apakah mujizat benar-benar dapat terjadi? Apabila kita dapat mengatur sendiri alam ini,
mengapa kita harus membutuhkan Allah? Teologi liberal pada zaman ini
menggambarkan Allah tanpa murka, Kristus yang hanya mengajarkan etika, dan
kerajaan dunia ini.

Akan tetapi, Perang Dunia I mempertanyakan semuanya itu. Dengan kemajuan Eropa
Kristen yang masih meragukan, banyak orang melihat sifat kemerosotan pemikiran
liberal. Salah satunya adalah seorang pendeta, Karl Barth. Karena berhadapan dengan
kekejainan peperangan, pendeta liberal ini berpaling pada Surat Paulus untuk Jemaat

212
Roma. Apa yang ia temukan di situ mengubah imannya dan mewujudkan gejolak dalam
teologi yang mengingatkannya pada Agustinus, Luther dan Wesley.

Tafsiran Surat Roma, yang disebut "bom di tempat bermain para teolog liberal",
menerangkan Allah sebagai yang berdaulat dan transenden. Kejatuhan manusia seperti
yang ada dalam Kitab Kejadian 3 adalah benar, ujar Barth. Di situ, seluruh keberadaan
manusia telah rusak karena dosa dan ia tak lagi dapat menemukan kebenaran Allah
dengan usahanya sendiri. Allah harus menampakkan diri-Nya pada manusia, dan la
melakukannya melalui Yesus Kristus.

Pernyataan ulang doktrin Barth ini, yang menggunakan istilah-istilah Protestan klasik,
mengundang diskusi. Menjelang tahun 1930, pendeta tersebut telah menjadi profesor
teologi di Jerman.

Bersama-sama dengan yang lain di Confessing Church (Gereja yang Mengaku), Barth
menentang para Nazi dan menulis sebagian besar "Barmen Declaration" (Deklarasi
Barmen), yang mengajak orang-orang Kristen menentang tipu muslihat Hitler yang
dipakai untuk melawan Gereja. Satu tahun kemudian, pada tahun 1935, Barth diusir dari
Jerman dan ia pergi ke Basel, Swiss, untuk mengajar teologi. Selama berada di sana ia
banyak menulis, termasuk karya utamanya Church Dogmatics (Dogmatika Gereja),
suatu mahakarya Protestan.

Ide-ide Barth menjadi dasar bagi neo-orthodoksi. Teologi abad kedua puluh ini
antiliberal, dalam tekanannya pada studi Alkitab, dosa, dan dalam sikapnya terhadap
kedaulatan Allah. Namun, teologi ini bersifat ambivalen terhadap historisitas Alkitab,
khususnya pada Perjanjian Lama. Sambil menegaskan sebagian besar ajar-an Alkitab,
teologi ini tidak perlu menerima bahwa setiap peristiwa dalam Alkitab terjadi dalam
ruang dan waktu. Para pengkritiknya telah mengatakan bahwa neo-orthodoksi berupaya
juga "menikmati hasilnya dari kedua sisi yang berbeda", dengan menegaskan doktrin
tradisional, sementara memberi juga peluang bagi para skeptik yang meragukan sifat
historis Kristen.

Para teolog seperti Emil Brunner, Gustaf Aulen, Reinhold, Richard Niebuhr dan
Friedrich Gogarten sepaham dengan kepercayaan Barth tentang kedaulatan Allah dan
dosa manusia, serta menekankan bahwa iman berarti lebih dari sekadar mengatakan ya
terhadap beberapa proposisi teologis. Karena ne-oorthodoksi menerima perlunya
"lompatan iman" untuk mengatasi kebenaran yang tampaknya sulit dan berkontradiksi,
maka paham itu disebut teologi krisis.

Di dunia yang telah mengalami dua peperangan berat, ide-ide Barth membawa kembali
gereja-gereja pada tema-tema dosa dan kedaulatan Allah. Banyak orang Kristen
menganggap bahwa tulisan-tulisannya yang berjilid-jilid itu merangsang dan
membingungkan. Barth bermain-main dengan universalisme, ide bahwa akhirnya Allah
akan menyelamatkan semua orang, meskipun ia tidak pernah berbenturan dengan
pertanyaan itu. Dalam teologinya yang berpusat pada Kristus, ia sering kali
menempatkan Kristus dalam Perjanjian Lama di tempat-tempat yang mustahil. Ia juga
tidak setuju bahwa Kitab Suci tidak dapat salah atau tidak dapat keliru.

Dari sisi positif, Barth mendorong pemahaman Alkitab yang serius, menekankan
khotbah-khotbah yang dinamis dan mengembalikan manusia pada pengertian

213
kebutuhannya akan Allah Yang Mahakuasa. Ketika banyak orang berpaling pada dunia
untuk berharap, ia panggil mereka kembali untuk menatap kepada Kristus.

214
92) Tahun 1921 Radio Kristen Pertama Mengudara

Paul Rader (1879 - 1938) , pelopor penyiar radio Kristen

Radio itu baru berumur dua bulan. Westing-house Company yang memulainya di
Pittsburgh, dengan siaran pemilihan umum pada tahun 1920, menggunakan kode
panggilan KDKA. Para pendengar pertama menggunakan pesawat buatan sendiri,
namun sekarang Westinghouse dengan pesat menjual pesawat-pesawat radio yang
sudah dibuat sebelumnya, dan para pembeli membutuhkan acara untuk didengarkan.
Dalam upaya menyusun acara, stasiun siaran memutuskan menyertakan pelayanan
gereja dalam siarannya.

Seorang insinyur di Westinghouse adalah anggota Gereja Episkopal Calvary di


Pittsburgh. Kemudian diadakanlah persiapan untuk menyiarkan kebaktian dari sana
pada hari Minggu pertama, petang, pada tahun 1921. Pendeta senior yang skeptis
membiarkan rekannya, Lewis B. Whittemore, melayani kebaktian tersebut. Dua orang
insinyur KDKA – seorang Katolik, yang lain seorang Yahudi – menangani peralatan itu.
Mereka mengenakan jubah koor agar kehadiran mereka tidak menarik perhatian para
jemaat. Tanggapan terhadap siaran itu begitu positif hingga kebaktian itu menjadi acara
tetap dalam KDKA.

Di daerah Chicago, pengkhotbah Paul Rader memboyong kwartet bass ke "studio" di


atap sebuah gedung, di mana tersedia sebuah peti dengan sebuah lubang pada satu sisi.
"Anda bersiap-siap saja dengan instrumen Anda terarah ke lubang itu," kata teknisi itu.
"Bila saya katakan main, Anda pun main."

Ia masukkan mikrofon telepon tua ke dalam lubang itu dan berkata, "Main." Kwartet
tersebut pun main. Kemudian Rader berkhotbah. Tanggapan baik yang mereka terima
membuat Rader mencari stasiun-stasiun lain di daerah Chicago. Melihat WBBM tutup
pada hari Minggu, ia mengatur untuk memakai studio tersebut. Rader menjalankan
stasiun seminggu sekali, setiap hari Minggu, selama empat belas jam sehari – WJBT,
"Where Jesus Blesses Thousands".

Seperti pada kemajuan teknologi lain, orang Kristen Evangelikal khawatir dengan
pengenalan pada radio ini. Sesungguhnya bukankah iblis adalah "pangeran penguasa
udara"? Sebagian besar pelopor pengkhotbah radio justru dihadapkan dengan lebih
banyak penentang dari gereja ketimbang dari masyarakat luar.

Di Omaha, Nebraska, WOAW (kemudian menjadi WOW) memulai siarannya pada


bulan April 1923. Tawaran stasiun itu ditolak beberapa pengkhotbah, sebelum mereka

215
meminta R.R. Brown, seorang pendeta dari Persekutuan Kris-ten dan Misionaris
(Christian and Missionary Alliance) yang merupakan orang baru di kota itu. Brown
berusaha meminta saran seorang teman yang mengatakan bahwa ia telah berdoa agar
Allah "mendapat keuntungan" dengan stasiun radio baru (dan yang berpotensial) ini.
Mungkinkah keuntungan itu ada pada diri Brown?

Brown setuju melakukan acara pertama, namun ketika ia meninggalkan studio itu seusai
siaran, seseorang datang menemuinya dengan pernyataan bahwa pikirannya telah
diubah Roh Kudus dan ia bertobat karena siaran itu. Brown meneriakkan: "Halleluya!
Pengurapan dapat dilakukan melalui transmisi!"

Di Chicago, WGES sedang mempersiapkan siaran jarak jauh untuk meliput Illinois
Product Exposition pada tahun 1925. Siaran hampir mulai tetapi para musisi belum juga
tiba. Secara kebetulan, seorang pejabat stasiun mendengar dua orang bocah sedang
memainkan alat musik terompet di tenda Moody Bible Institute, ia berlari untuk
"meminjam" jasa anak-anak ini. Beberapa hari kemudian, stasiun tersebut mengundang
Moody Bible Institute untuk mengadakan program satu jam setiap hari Minggu. Hal ini
akhirnya membuat Moody memiliki stasiun sendiri, WMBI.

Pada tahun 1928, Donald Grey Barnhouse menjadi pengkhotbah pertama yang
menyewa jaringan nasional dengan mengudara di CBS dari Philadelphia's Tenth
Presbyterian Church (Gereja Presbiterian Philadelphia Kesepuluh). Pada tahun 1930,
Clarence Jones dan Reuben Larson meluncurkan stasiun radio penginjilan pertama,
HCJB, di Quito, Ekuador – stasiun radio pertama di negeri itu. Dalam masa demam
radio pada pertengahan tahun 1920-an, banyak gereja dan lembaga-lembaga pelayanan
mulai mengadakan siaran. Menjelang tahun 1928, terdapat enam puluh stasiun radio
keagamaan. Kemudian Komisi Radio Federal. melembagakan peraturan-peraturan baru
dengan menstandarkan gelombang dan menghilangkan kekacauan. Peraturan-peraturan
ini mematikan stasiun-stasiun kecil, namun membantu yang telah kokoh. Menjelang
tahun 1932, hanya tiga puluh stasiun keagamaan yang tinggal. Namun, pada setengah
abad berikutnya, kekuatan media Kristen bertumbuh. Para pemimpin seperti Billy
Graham, Rex Humbard, Oral Roberts dan Pat Robertson, dengan tidak melupakan
Uskup Fulton Sheen, adalah orang-orang pertama yang melakukan siaran melalui
televisi pada tahun 1950-an dan 1960-an. Radio dan TV memainkan peran penting
dalam kebangkitan kembali fundamentalis pada tahun 1970-an.

Awal mula gerakan dalam radio Kristen, kembali pada tahun dua puluhan,
menunjukkan sedikit skizofrenia kaum fundamentalisme Amerika. Istilah umum untuk
hal itu adalah Pemisahan. Para pengkhotbah fundamentalis seperti Billy Sunday
meminta para pendengar agar menjauhi "keduniawian" dalam segala bentuknya.
Namun, para fundamentalis juga merupakan pengurus bagi Injil yang keluar. Agar setia
padanya, mereka harus memberitakannya ke luar. Hal ini membutuhkan segala cara
yang memungkinkan – termasuk gelombang radio – untuk mengajarkan tentang Yesus.
Dengan demikian, bangkitnya radio Kristen merupakan pendahulu gerakan evangelikal
pada tahun 1930-an dan 1940-an, di mana dorongan untuk penginjilan mulai
melunakkan garis-garis keras kaum separatis.

Ketika siaran televisi Kristen lebih meluas dari radio Kristen, siaran keagamaan menjadi
bisnis besar. Televisi telah menawan publik Amerika sebegitu rupa sehingga menjadi
sumber utama bagi kegiatan waktu senggang, ataupun kala tidak beraktivitas. Orang-
orang Kris-ten pun telah tertarik pada televisi. Para pengkhotbah yang berjiwa usaha

216
membangun organisasi-organisasi dan institusi-institusi (tamantaman untuk bersantai,
perguruan tinggi-perguruan tinggi, katedral-katedral kristal) atas dasar pelayanan
televisi mereka. Mereka pun berupaya meniti karir dalam kancah politik pada tahun
delapan puluhan, dan salah seorang dari mereka yang berupaya menjadi presiden
mereka adalah Pat Robertson.

Pelayanan televisi keagamaan ini menjangkau hanya sebagian kecil publik Amerika
Utara. Para analis rating audiens siaran duniawi mengetahui hal itu, dan tidak melihat
bahwa program keagamaan sebagai ancaman besar untuk merebut para audiens. Tetapi
orang-orang Kris-ten yang telah terpikat oleh siaran itu memikirkan bahwa sekurang-
kurangnya mereka telah menghadirkan diri dalam dunia televisi yang kuat dan
mensubsidikan uang sebesar dua miliar dolar Amerika per tahun untuk siaran
keagamaan menjelang akhir tahun 1980-an.

Sedihnya, skandal moral yang melibatkan dua dari antara pelayan-pelayan besar
mengumpulkan lebih banyak "angka rating rata-rata" pada perhitungan pendengar
daripada program-program televisi keagamaan yang telah dicapai selama ini. Seperti
televisi mengubah cara Amerika memilih para politisinya pada tahun tujuh puluhan dan
delapan puluhan, maka siaran keagamaan di televisi membawa dampak bagi persepsi
umum tentang hakikat dan arti kekristenan. Terlampau dini untuk mengetahui
bagaimana televisi keagamaan berdampak pada gereja masa kini, namun penting untuk
menyelidikinya.

217
93) Tahun 1934 Cameron Townsend Memulai Institut Linguistik
Musim Panas

William Cameron Townsend (1896 – 1982) dan istrinya Elvira Townsend bersama 2
orang Indian Tzeltal di Mexico

Cameron Townsend bernyanyi bersama Indian Tzeltal di Mexico

Cameron Townsend mendapatkan pelajaran awal dalam hubungan antara linguistik dan
penginjilan. Sebagai seorang misionaris muda di Guatemala, ia bekerja keras mendekati
orang-orang jalanan dan menanyakan hubungan mereka dengan Kristus. Ia menghafal
kalimat perkenalannya dalam bahasa Spanyol: "Tahukah Anda tentang Tuhan Yesus
itu?" la tidak tahu bahwa Yesus itu adalah nama pertama yang umum di antara orang
Spanyol, dan istilah "Tuhan" (Lord) – Senor – juga artinya "Tuan" (Mister). Ia
mengharapkan tanggapan yang akan memberi dia kesempatan berbicara tentang hal-hal
spiritual. Namun, yang ia dapat adalah suatu kenyataan, "Maaf, tidak kenal. Saya pun
orang asing di sini."

Itu terjadi pada tahun 1917. Sebagian besar pemuda Amerika seusianya sedang
berperang di Eropa. Mungkin, melihat tubuh Townsend yang lemah, pejabat yang
merekrutnya menawarkan dia menjual Alkitab di Guatemala.

Pada awalnya, mungkin terlihat bahwa Townsend terlibat dalam pekerjaan berat.
Namun akhirnya ia mempelajari bahasa Spanyol dan mulai bekerja di antara orang-
orang Indian yang beriman. Terbeban bekerja untuk Indian Cakchiquel di dataran
tinggi, Townsend mengetahui bahwa di antara mereka hampir tidak ada yang

218
mengetahui bahasa Spanyol. Agar berdampak terhadap mereka, ia harus mempelajari
bahasa mereka.

Hal ini tidaklah mudah. Istrinya, Elvira, dalam surat doanya menulis, "Berdoalah agar
kami dengan cepat dapat mempelajari bahasa yang mengerikan ini. Tanpa tata bahasa
atau buku-buku apa pun untuk dipelajari, keadaan sungguh menyulitkan. Kami memiliki
sebuah buku kecil, di situlah kami mencatat istilahistilah dan kalimat-kalimat yang
diucapkan orang-orang Indian bila kami mengunjungi mereka. Namun, beberapa istilah
ini bunyinya begitu aneh sehingga sulit dicatat. Tetapi, tentunya bahasa Cakchiquel ini
datangnya dari Tuhan, sama seperti bahasa Inggris, Spanyol atau Swedia, dan kami tahu
bahwa Ia akan membuat kami mengerti bahasa Indian ini agar kami secepatnya dapat
menjelaskan Injil kepada mereka dalam bahasa mereka sendiri."

Doa tersebut terkabul. Menjelang tahun 1931, pasangan Townsend telah menghasilkan
Perjanjian Baru lengkap dalam bahasa Cakchiquel. Tidak lama kemudian,
memburuknya kesehatan mereka memaksa mereka kembali ke Amerika Serikat. Cam
berharap pindah ke sebuah pelayanan di Amerika Selatan setelah kesehatan mereka
pulih. L. L. Legters, seorang rekan dan pendukung karya Townsend di Guatemala,
meminta dia bekerja di Mexico, lebih dekat ke rumah. Townsend dan Legters bersama-
sama mengembangkan suatu ide Baru.

"Saya menganjurkan supaya kita mendirikan institut musim panas tempat misionaris
dapat dididik bagaimana mempelajari suatu bahasa untuk menulis dan menerjemahkan
Injil," tulis Townsend di kemudian hari. Karena hanya dua universitas di Amerika
Serikat yang memberi kursus dalam linguistic descriptive (bagaimana suatu bahasa inti
lazimnya dipakai), dan program empat tahun ini memakan waktu terlampau lama bagi
para misionaris, maka sesuatu yang khusus dibutuhkan. Legters dan Townsend
meneruskan dengan dua jalur. Mereka memutuskan memulai sekolah bahasa bagi para
misionaris di Amerika Serikat, dan mereka berencana meminta pemerintah Mexico
mengizinkan mereka mengirim para penerjemah Alkitab untuk mempelajari bahasa-
bahasa Indian yang belum ditulis.

Pada tahun 1934, Summer Institute of Linguistics (Institut Linguistik Musim Panas)
dimulai di sebuah ladang di Sulphur Springs, Arkansas, dengan kurikulum yang
mengesankan. Apabila para profesornya tidak dapat datang ke institut, maka siswa
institut itulah yang mendatangi para profesor (hanya ada dua orang siswa pada tahun
pertama dan beberapa lagi pada tahun kedua).

Pada awalnya, para penerjemah ini hampir tidak mendapat kerja sama dari pemerintah
Mexico. Tetapi, Townsend memiliki beberapa orang terpelajar tingkat tinggi di
pihaknya. llia adalah salah seorang pembuat eksperimen yang sangat terkemuka dalam
ilmu bahasa yang sedang mencuat. Akhirnya, para pemimpin Mexico melihat
pentingnya mempelajari bahasa-bahasa Indian tersebut dan memberi dukungan penuh
bagi karya Townsend.

Townsend tidak pernah seorang diri dalam organisasi. Para misionarislah yang
melakukan pekerjaan misi, bukan pejabat-pejabat di rumah (Amerika Serikat). Namun,
menjelang awal 1940-an, pekerjaan penerjemahan ini menjadi beban berat untuk
dikerjakan dalam basis free-lance. Institut Musim Panas pindah ke Universitas
Oklahoma, dan di situ terdapat 130 mahasiswa. Ada empat puluh empat penerjemah
yang sudah bekerja di Mexico, dan Townsend telah meminta lima puluh lagi. Untuk ini

219
dibutuhkan semacam organisasi pendukung. Maka, pada tahun 1942, dengan resmi
dibentuklah Wycliffe Bible Translators, dinamakan demikian untuk menghormati
penerjemah Inggris yang agung pada Abad Pertengahan. Institut Linguistik Musim
Panas melanjutkan hubungan dengan pemerintah-pemerintah mancanegara, tetapi
Wycliffe Bible Translators mengorganisasikan dukungan dari Amerika Serikat.

Karya penerjemahan meluas dari sana: Guatemala, Peru, Columbia dan Ekuador.
Sebuah korps penerbangan, Jungle Aviation and Radio Service (Pelayanan Radio dan
Penerbangan Hutan), didirikan untuk membawa para penerjemah misionaris dengan
selamat ke dan dari daerah-daerah jauh.

Sampai sekarang ketiga organisasi tersebut mempunyai lebih dari 6.000 pekerja di lebih
dari lima puluh negara. Mereka menghasilkan bagian-bagian Alkitab dalam lebih dari
300 bahasa dan sedang bekerja untuk lebih dari 800 yang lain.

Karya Wycliffe Translators tersebut membuat ratusan kelompok manusia terjangkau


Injil. Ini merupakan langkah besar ke depan dalam gerakan misi modern untuk
menjangkau orangorang yang tidak terjangkau – mereka yang tidak punya akses
terhadap kekristenan.

Namun organisasi Townsend juga menggambarkan pergeseran halus dalam


Protestanisme Amerika. Pada tahun 1930-an dan 1940-an, fundamentalisme muncul lagi
dengan tiba-tiba. Separatisme yang ketat memberi jalan bagi penginjilan yang agresif.
Sementara memelihara kesempurnaan doktrinnya, organisasi Wycliffe tersebut dengan
tidak merasa malu bersekutu dengan universitas-universitas sekular, para ahli bahasa,
pemerintah, ataupun dengan para antropolog dalam rangka menyelesaikan urusannya.
Gerakan "evangelikal" tersebut melihat banyak misi dan organisasi pendidikan Kristen
yang timbul, serta ingin mencoba metode-metode Baru membawa Injil ke seberang.

220
94) Tahun 1945 Dietrich Bonhoeffer Dieksekusi Nazi

Dietrich Bonhoeffer (1906-1945). di halaman penjara Tegel di Berlin (summer 1944).


Source: Christian Kaiser Verlag

Orang-orang Kristen boleh tidak setuju dengan teologinya, tetapi hampir tidak ada yang
tidak mengagumi keteguhan sikap Dietrich Bonhoeffer menentang Third Reich (Jerman
di bawah kekuasaan Hitler) – meskipun ia harus mengorbankan nyawanya.

Bonhoeffer, seorang mahasiswa Karl Barth, menerima gelar doktoral di bidang teologi
dari Universitas Berlin ketika ia berumur dua puluh satu tahun. Ia adalah seorang
pendeta utusan gereja Lutheran dan dosen ketika Hitler berkuasa pada tahun 1933.

Sadar akan pengaruhnya terhadap orang banyak, Hitler membujuk dan menipu Gereja
dengan mendapatkan dukungan besar dari kaum rohaniwan Lutheran dan Katolik. Ide
Gereja Jerman sendiri telah menyentuh "orang-orang Kristen Jerman". Ide-ide Nazi
sudah mulai menyusup ke dalam gereja.

Namun, yang lain takut serta mencurigai Hitler dan idenya tentang keunggulan ras Aria.
Kira-kira sepertiga kelompok rohaniwan Protestan, yang memimpin apa yang
dinamakan Confessing Church (Gereja yang Mengaku), menentang pemimpin Jerman
ini. Mereka menganggap ide-ide tersebut berasal dari Barmen Declaration (Deklarasi
Barmen), yang sebagian besar ditulis Karl Barth, yang menunjukkan kesalahan doktrin
orang-orang Kristen Jerman.

Pada tahun 1935, Bonhoeffer menjadi Ketua Confessing Church Seminary. Tetapi,
seminari itu ditutup pada tahun 1937, dan Bonhoeffer dilarang menerbitkan ataupun
berbicara di muka umum. Dua tahun kemudian, ketika ditawarkan kemungkinan untuk
pindah mengajar di Amerika, Bonhoeffer menolaknya dengan alasan ingin melayani
orang-orang bangsanya, yakni bangsa Jerman.

Iparnya menarik dia dalam gerakan perlawanan, dan Bonhoeffer pun telah menjadi
bagian dari rencana pembunuhan Hitler. la dan yang lain merasa bahwa Hitlerlah
anti-Kristus itu. Jadi rohaniwan tersebut menjadi agen ganda di kantor intel tentara
Jerman. Dia gagal berupaya mendapatkan dukungan dari Inggris bagi rencana itu.
Rencana tersebut akhirnya gagal.

221
Ketika Bonhoeffer ditangkap pada tahun 1943, hal itu bukan karena dia bekerja sebagai
agen ganda, melainkan karena ia membantu menyelundupkan empat belas orang Yahudi
ke Swiss. Di dalam penjara dia menulis, yang kemudian diterbitkan setelah
kematiannya, dengan judul Letters and Papers From Prison (Surat-surat dan Tulisan-
tulisan dari Penjara).

Hanya saja jika Bonhoeffer hidup lebih lama lagi mungkin dia dapat menjelaskan lebih
jauh beberapa ide yang menantang tetapi membingungkan itu, yang dikemukakannya
selama di dalam penjara. Para teolog mengadakan argumentasi tentang ungkapan
"religionless Christianity" (kekristenan tanpa agama); "death of God" (kematian Allah)
yang dipahami secara berbeda oleh para teolog dan para penginjil. Ketika dia berkata
"the world has come of age" (dunia sudah dewasa), apa yang dimaksudkan Bonhoeffer?
Apa dia ingin mensekulerkan Injil atau dia pun melihat – seperti juga orang lain pada
masa kini – bahwa orang-orang tidak lagi mengerti konsep tradisional Kristen?

"Bagaimana kita dapat berbicara secara 'sekular' tentang Allah?" tanya Bonhoeffer. Kita
tahu bahwa dia tidak sepaham dengan para teolog lainnya seperti Rudolf Bultmann dan
Paul Tillich, yang ingin "mendemitologisasikan" Injil, tetapi dia tidak pernah memulai
suatu program seorang diri.

Meskipun banyak pertanyaan tentang dia yang belum terjawab, satu-satunya elemen
utama kepercayaan Bonhoeffer tidak dapat diragukan: Iman itu mahal. Bukunya, The
Cost of Discipleship (Harga Mengikut Yesus), mengajak orang-orang Kristen agar
beriman kuat dan menyangkal diri. Banyak orang yang telah menerima "anugerah
murah" Kristen, yang mendorong mereka beriman lemah, kata Bonhoeffer. Daripada
memperlakukan bagian-bagian etika Perjanjian Baru sebagai gagasan yang tak
mungkin, orang-orang Kristen harus mengusahakan hal itu. Agama yang sejati lebih
daripada hanya memiliki ide-ide yang benar tentang Allah; itu berarti mengikuti Dia –
sampai mati, jika perlu.

Bonhoeffer mematuhi fatwanya sendiri. Ketika berada dalam penjara, dia berupaya
melayani orang lain. Pada tanggal 9 April 1945, ketika tentara sekutu mengadakan
serangan terakhir atas Jerman, dia dihukum gantung dengan tuduhan mengkhianati
negara. Meskipun orang-orang Kristen sering kali mengalami problem etis dengan
terlibatnya Bonhoeffer dalam rencana membunuh Hitler, pendiriannya melawan
berbagai upaya Hitler menjadikan Gereja bagian dari rezim Nazi dan kesediaannya mati
bagi Kristus, juga memberi setiap generasi tantangan akan iman yang siap berkorban.

222
95) Tahun 1948 Dewan Gereja-gereja se-Dunia Terbentuk

World Council of Churches (WCC), Amsterdam, 22 August - 4 September 1948

Apabila orang-orang terdorong memikirkan dirinya sendiri, di situ ada pemisahan


gereja. Di mana dua atau tiga orang berkumpul bersama, kemungkinan akan timbul
empat atau lima pendapat.

Alkitab berbicara tentang kesatuan orang-orang percaya, namun berbicara juga tentang
keharusan berpegang pada kebenaran. Banyak reformis, seperti yang telah kita lihat,
berpegang pada kebenaran – dan akibatnya, melepaskan diri dari gereja yang dianggap
salah. Yang lain seperti Alexander Campbell dan John Nelson Darby, menentang
perpecahan Gereja atas nama kesatuan gereja. Tetapi malangnya, ide mereka tentang
kebenaran ditentang juga, dan kesatuan yang mereka upayakan tidak pernah terwujud.
"Berbicara tentang kebenaran dalam kasih" tidak pernah mudah dilakukan.

Namun, John R. Mott dan rekan-rekannya sadar bahwa karya misi yang efektif
membutuhkan kerja sama dan kesatuan gereja – dan mungkin kesatuan gereja
membutuhkan pekerjaan misi. Sekelompok angsa akan berkumpul bersama selama
semuanya bergerak menuju arah yang sama. Jika orang-orang Kristen hanya duduk dan
berpikir saja, mereka tidak akan sepaham dengan nilai-nilai teologi yang indah. Tetapi,
bila mereka dikaryakan dengan menyebarkan Injil Kristus, mungkin ketika itulah kita
akan merupakan suatu badan yang menyatu seperti yang diinginkan Kristus.

Gerakan Relawan Mahasiswa yang dipimpin Mott menghasilkan aktivitas misi seperti
pusaran angin. Misi tersebut beroperasi melintasi garis-garis denominasi. Organisasi-
organisasi lain menyebarkan aktivitasnya di luar perguruan tinggi pada kaum awam
yang lebih tua. Pada tahun 1910, International Missionary Conference (Konferensi
Pekabaran Injil lnternasional), bertemu di Edinburgh untuk merencanakan strategi-
strategi bagi penginjilan dunia. Hal ini umumnya dianggap sebagai awal gerakan
oikumene. Dengan John R. Mott sebagai penggerak utama, keseribu delegasi tersebut
menggerakkan dua organisasi – Faith and Order Movement (Gerakan Iman dan Tata
Ibadah) [untuk isu-isu doktrinal] dan Life and Work Movement (Gerakan Kehidupan
dan Karya) [bagi misi dan pelayanan].

Kemajuan umumnya bergerak lamban – dan telah terhambat perang dunia. Setiap
sepuluh tahun, "gerakan-gerakan" ini bertemu untuk membicarakan kebutuhan-
kebutuhan dunia dan status gereja-gereja. Life and Work Movement bertemu di
Stockholm pada tahun 1925 untuk mendiskusikan hubungan kekristenan dengan
masyarakat, politik dan ekonomi. Dua tahun kemudian Faith and Order Movement
bertemu di Lausanne, mengupayakan tugas sulit dalam merencanakan kesatuan ajaran.

223
Pada tahun 1937, dengan pertemuan secara terpisah di Oxford dan Edinburgh, kedua
organisasi ini memilih untuk bergabung. Para pemimpin gereja bertemu di Utrecht, pada
tahun 1938, untuk menyusun sebuah konstitusi. Namun, Perang Dunia II mencegah
langkah maju gereja-gereja dengan rencananya tersebut.

Setelah perang usai, bagaimanapun juga ada rasa kesatuan yang lebih besar ketika
gereja-gereja di seluruh dunia berupaya memulihkan keadaan. Pertemuan di Amsterdam
pada tahun 1948 akhirnya menyatukan kedua badan terdahulu itu menjadi World
Council of Churches (WCC) [Dewan Gereja-gereja se-Dunia]. Terdapat 135 badan-
badan gereja yang terwakili dari empat puluh negara. Setelah seumur hidup
mengupayakan oikumene, Mott, dalam usianya yang delapan puluhan, terpilih sebagai
ketua kehormatan.

Menggambarkan dirinya sebagai "persekutuan gereja-gereja yang menerima Yesus


Kristus Tuhan kita sebagai Allah dan Juruselamat", WCC mengajak gereja-gereja
bekerja sama, belajar bersama, bersekutu bersama, berbakti bersama dan bertemu
bersama dalam konferensi khusus dari waktu ke waktu. WCC menolak rencana apa pun
untuk membentuk "gereja dunia" baru. WCC tidak akan memiliki kekuasaan yang
terpusat. WCC hanya bertujuan memberi gereja-gereja di seluruh dunia kesempatan dan
sumber untuk bekerja sama satu dengan yang lain.

Dari awal, beberapa kelompok Protestan Amerika Serikat utama menolak bergabung –
yang paling menonjol adalah Southern Baptist dan Missouri Synod Lutherans. Gereja
Katolik Roma memandang dirinya sebagai suatu kesatuan sehingga tidak akan
bergabung, meskipun Vatikan II telah membuka pintu diskusi. Namun, WCC tetap
merupakan organisasi dunia yang aktif dan berpengaruh. Kenneth Scott Latourette
menyebutnya "badan paling inklusif yang pernah dimiliki agama Kristen".

Banyak orang Kristen konservatif menyerang sikap "revolusioner" WCC. Baru sekarang
terlihat bahwa persatuan organisasi gereja secara organisasional tak dapat dicapai pada
milenium ini — dan mungkin tidak akan pernah. Cara-cara baru untuk bekerja sama dan
bersatu sebagai orang-orang Kristen sedang ditemukan dan diimplementasikan. Namun,
doa Yesus "agar mereka menjadi satu" (Yoh. 17:21) masih harus dijawab sepenuhnya.

224
96) Tahun 1949 Kampanye Los Angeles Billy Graham

Billy Graham (1918 - )

Tenda di Los Angeles, tempat kampanye Billy Graham diselenggarakan, 1949

"Anda mungkin terharu bila melihat tenda besar itu kemarin siang penuh sesak dengan
6.100 orang dan beberapa ratus lagi yang tidak dapat masuk, serta melihat puluhan
manusia berjalan-jalan di celah-celah barisan bangku dari segala penjuru dan menerima
Kristus sebagai Juruselamat pribadi ketika diundang."

Seorang pengkhotbah berumur tiga puluh tahun menulis dari Los Angeles kepada para
staf perguruan Alkitab di Minneapolis, tempat ia memangku jabatan presiden. Ia
menyebutnya "kampanye penginjilan terbesar dari seluruh pelayanan saya". Namun hal
itu hanya suatu awal bagi Billy Graham.

Orang banyak datang berduyun-duyun ke tenda hesar yang didirikan di Washington


Boulevard dan Hill Street — "Katedral yang terbuat dari Terpal". Kampanye yang
direncanakan selama tiga minggu berlanjut sampai delapan minggu karena orang-orang
berdatangan terus. Para selebriti bertobat di muka umum, ketika Graham menyampaikan
Injil yang sederhana. Dikatakan bahwa seorang wartawan William Randolph Hearst
memutuskan "mereklamekan" Graham — dengan publisitas luar biasa. Apa pun yang
terjadi, pertemuan-pertemuan Los Angeles menjadi buah bibir bangsa, yang
memasyhurkan Graham.

Mungkin itu kejutan bagi bocah berambut pirang dari Carolina Utara ini. Graham, anak
sulung seorang Kristen peternak hewan, bertobat pada suatu pertemuan yang dipimpin
oleh revivalis Selatan, Mordecai Ham. Seleranya berubah dari baseball ke penyelatnatan
jiwajiwa. Menginjak usia kedua puluh dua, dia ditahbiskan sebagai seorang pendeta
Southern Baptist.

225
Pada tahun 1943, ia lulus dari Wheaton College dan menikahi Ruth Bell, putri seorang
misionaris medis terkenal yang bertugas ke China. Ia mendirikan sebuah pastorat di
daerah Chicago, tetapi tidak lama kemudian terlibat dengan Torrey Johnson, pertama
dengan berbicara pada acara Johnson "Songs in the Night" pada siaran radio dan
kemudian melayani sebagai penginjil penuh waktu pada pelayanan baru Johnson, Youth
for Christ. Dalam kapasitasnya ini ia mengadakan beberapa kampanye di seputar kota
menjelang akhir tahun 1940-an, termasuk tur ke Britania Raya pada tahun 1946-1947.

Dari semula ia telah punya gaya penginjilan yang kooperatif. Kampanyenya tidak
terbatas pada gereja tertentu. Semua pemimpin Kristen dalam masyarakat akan
diundang untuk merencanakan kampanye. Keputusan ini mengundang kritik banyak
orang konservatif, namun juga banyak menyumbang bagi jamahan Graham secara luas.

Pada awal tahun 1950-an, ia melanjutkan kesuksesan kampanye Los Angeles dengan
kampanye-kampanye yang patut dicatat di Boston dan di tempat lain. Pada tahun 1954,
perjalanan khotbah ke London membuat dia menjadi seorang selebriti internasional. Ia
berteman dengan Presiden Eisenhower dan figur-figur kaliber dunia lainnya.

Dengan cepat Graham menguasai media massa. la menulis Peace With God (Damai
Bersama Allah) yang laris terjual pada tahun 1950-an dan beberapa yang lain sejak itu.
Siaran radionya "Hour of Decision" berlanjut puluhan tahun lamanya. Bersama-sama
dengan mertuanya ia mengawali majalah Christianity Today untuk membantu para
pemimpin Kristen agar selalu bersiaga secara teologis. Di kemudian hari, organisasinya
meluncurkan majalah Decision untuk masyarakat umum. Kampanye-kampanye Graham
dengan teratur disiarkan di televisi secara nasional, dan World Wide Pictures, suatu
badan yang tumbuh dari Billy Graham Evangelistic Association, telah menghasilkan
lusinan film-film istimewa.

Sebagai pemain utama dalam misi-misi dunia, Graham mensponsori Kongres Lausanne
pada tahun 1974 yang merevolusi kebijakan misi-misi evangelikal dengan lebih
melibatkan penduduk setempat. Pada tahun 1983 dan 1986, organisasinya membawa
para penginjil berkeliling dari seluruh dunia ke Amsterdam untuk pertemuan besar bagi
pendidikan dan penguatan. Billy Graham Center di Wheaton College memberi latihan
komunikasi dan pelayanan, serta arsip dan Museum Penginjilan abad kedua puluh.

Akhir-akhir ini, Billy Graham dapat juga menjangkau negara-negara komunis meskipun
kebijakan resmi mereka atheis. Beberapa orang mengkritik mengapa ia tidak
menggunakan kepopulerannya untuk memprotes penganiayaan orang-orang percaya di
negeri itu, namun fokus Graham selalu pada penginjilan, bukan pada komentar sosial.

Pemain baseball yang tinggi dan tampan dari Carolina Utara ini telah menjadi figur
religius besar dari paroan terakhir abad kedua puluh yang silam. Stafnya
memperkirakan bahwa dua juta orang telah "maju ke depan" dalam pertemuan-
pertemuannya untuk menyatakan pertobatan mereka. Lebih dari 100 juta orang hadir
untuk mendengarkannya, dengan jutaan yang tak terhitung tersentuh pelayanan
medianya. Ia telah melakukan semuanya ini dengan tetap berpegang pada yang terbaik
yang dilakukannya – mengkhotbahkan Injil yang sederhana.

226
97) Tahun 1960 Berawalnya Pembaruan Karismatik Modern

Dennis J. Bennett (1917-1991)

Pendeta sebuah gereja yang berdekatan meminta Dennis Bennett, pendeta jemaat Gereja
Episkopal St. Mark di Van Nuys, California, untuk membantunya. Pendeta tersebut
mempunyai beberapa orang teman yang telah "menerima baptisan Roh Kudus" dan
menggunakan bahasa lidah.

Meskipun Bennett tidak tahu banyak tentang hal itu, ia setuju menemui pasangan itu.
Kemudian ia pun mengalami baptisan serupa.

Baptisan tersebut tersebar di lingkungan itu, dan gereja pasangan tersebut memulai
kelompok doa. Pertemuan mereka sangat antusias tetapi tertib dan sering berlangsung
sampai pukul 1:30 pagi. Menjelang tanggal 3 April 1960, kira-kira tujuh puluh anggota
gereja Bennett "dibaptis dengan Roh".

Meskipun kegiatan karismatik tidak diizinkan dalam kebaktian-kebaktian formal


Bennett, berita tentang hal itu telah tersebar, dan banyak orang bertanya-tanya.
Akhirnya terjadilah perpecahan. Bennett mengundurkan diri dari gereja tersebut, dan
sukar ditebak berapa banyak orang yang akan bertahan di gereja itu.

Tidak seperti orang lain yang pecah dari gereja karena tidak sepaham, Bennett
memutuskan tetap berada dalam imamat Episkopal. Ia berpindah ke Seattle, dan gereja
yang sedang berjuang yang ia layani di sana mempunyai kehidupan baru. Gerakan
karismatik tersebar, dan Bennett pun menjadi figur nasional.

Pusat gerakan tersebut tetap berada di Van Nuys. Jean Stone, seorang anggota St. Mark,
mendirikan Blessed Trinity Society pada tahun 1961 untuk memberi persekutuan dan
informasi bagi gerakan karismatik yang sedang bertumbuh itu. Pada tahun 1962
perkumpulan tersebut meluncurkan seminar-seminar "Christian Advance". Semuanya
ini dirancang untuk denominasi-denominasi tradisional, untuk memperkenalkan kepada
mereka pelayanannya serta anugerah Roh Kudus. Meskipun para karismatik ini kadang-
kadang dicaci-maki atau disalahpahami, mereka selalu mendapat tempat sebagai
kelompok minoritas di gereja-gereja non-karismatik, tempat mereka kadang-kadang
tumbuh menjadi berstatus mayoritas.

Dengan pesat gerakan tersebut menyebar ke seluruh daerah Los Angeles, dan ketika
pars nasional memberitakannya, gerakan tersebut menyebar ke seantero negeri. Akhir

227
tahun 1966, sekelompok sarjana Katolik di Universitas Duquesne, Pittsburgh, mulai
memperhatikan pengalaman karismatik. Awal tahun berikutnya, beberapa dari antara
mereka mengalaminya sendiri. Setelah retret akhir pekan, tiga puluh orang lagi menjadi
pengikutnya, baik para mahasiswa maupun para profesor, dan lahirlah komunitas
karismatik.

Sebagian besar gerakan karismatik ini bermula di kalangan atas dan menengah. Hal itu
bermula di gereja-gereja California yang mewah dan mempengaruhi denominasi-
denominasi tradisional Presbiterian dan Episkopal kelas atas. Di Gereja Katolik,
gerakan ini bermula tidak dari tingkat paroki, tetapi di universitas-universitas. Berawal
dari sini kemudian meluas ke semua tingkat masyarakat.

Sungguh janggal, gerakan karismatik hampir tidak ada hubungan dengan Gereja-gereja
Pentakosta. Berdirinya gerakan mereka tidak sebagai perpanjangan tangan dari Gereja
Pentakosta dan terselenggara di dalam aliran-aliran tradisional non-Pentakosta. Namun,
pernah ada hubungan. Pasangan yang telah berkonsultasi dengan Bennett menerima
baptisan karena pengaruh teman-temannya dari Pentakosta. Pola tersebut dilanjutkan di
mana-mana.

Mengapa gerakan karismatik meraih popularitas pesat seperti itu? Orang-orang


terpelajar mengemukakan beberapa alasan.

Pada kebangkitan kampanye Oral Roberts, tahun 1951, peternak hewan Demos
Shakarian mendirikan Full Gospel Business Men's Fellow-ship International yang
menarik orang-orang awam Pentakosta ke dalam persekutuan terse-but. Organisasi ini
segera membuka peluang agar dunia non-Pentakosta dapat menghargai aliran
Pentakosta.

Menurunnya "gerakan penyembuhan" pada akhir tahun 1950-an membuat para


penganut Pentakosta kembali berfokus pada penginjilan, dan pada tahun 1968
pengkhotbah Pentakosta populer, Oral Roberts, menjadi seorang Methodis. Namun,
pemimpin Pentakosta yang lama berkecimpung, David du Plessis, mungkin
mempengaruhi pengenalan karismatik ke dalam gereja-gereja utama lebih daripada
semuanya ini. Bertahun-tahun lamanya ia bekerja sebagai duta tidak resmi bagi gerakan
Pentakosta, dengan berbicara kepada orang-orang terpelajar dan para pemimpin non-
Pentakosta – termasuk beberapa yang ada di Dewan Gereja-gereja se-Dunia – tentang
keyakinannya. Sifat ramah dan martabat pribadi Du Plessis membuat banyak orang
mendengarkannya.

Jalan bagi gerakan karismatik telah dipersiapkan, dan ketika ketakutan orang-orang
pada aliran-aliran utama telah hilang, dengan cepat mereka menerima ajaran-ajaran di
dalam gerakan karismatik.

Karismatik telah menjadi salah satu ekspresi Kristen paling dinamis pada abad kedua
puluh, yang efektif menjangkau mereka yang tidak tersentuh gereja-gereja lebih
tradisional. Mereka memiliki ekspresi-ekspresi ibadah yang lebih bersemangat, terbaur
dengan optimisme bahwa mereka ada di mana Rob Allah telah menempatkan mereka.
Keterbukaan pada metode-metode penginjilan baru, ditambah dengan aset-aset lain,
membuat mereka menjadi fenomena di seluruh dunia, serta merupakan salah satu
gerakan yang meraih sukses luar biasa di negara-negara dunia ketiga.

228
98) Tahun 1962 Konsili Vatikan II Dimulai

The opening session of the Second Vatican Council in 1962.

Dalam upaya membendung pemikiran liberal yang telah menggoyahkan banyak orang
yang ada dalam persekutuaneya, Gereja Katolik menolak bertoleransi dengan ide-ide
seperti itu pada Konsili Vatikan I. Namun, pada pertengahan abad kedua puluh, ada isu-
isu penting yang tabirnya belum dibuka. Meskipun gereja berpegang teguh akan tradisi,
apakah belum waktunya mengadakan sedikit perubahan?

Uskup Agung Venesia, Angelo Roncalli, telah dipilih menjadi Paus pada tahun 1958
dan menyandang nama Yohanes XXIII. Dalam waktu tiga bulan setelah pemilihan ia
mengadakan Konsili Oikumenis Katolik. Paus yang baru ini dapat melihat bahwa dunia
telah berubah, dan tanggapan Katolik dibutuhkan untuk menyapa perubahan-perubahan
tersebut. Tujuan persidangan itu ialah aggiornamento, "membawa gereja sesuai dengan
zaman".

Tekanan baru yang ingin diwujudkan Paus ialah pelayanan pastoral. Yohanes XXIII
ingin agar para pastor lebih peduli pada kawanan dombanya (jemaat) daripada politik.

Pada bulan Oktober 1962, lebih dari 2.000 kardinal, uskup dan kepala biara tiba di
Roma – menjadikan konsili itu konsili gereja terbesar. Mereka terdiri dari 230 orang
Amerika, lebih dari 200 orang Afrika dan lebih dari 300 orang Asia.

Paus menyampaikan pidatonya pada para rohaniwan di Basilica Santo Petrus. Ia


menunjukkan pertumbuhan materialisme dan ateisme serta menegaskan bahwa dalam
dunia yang sedang mengalami krisis spiritual, Gereja tidak boleh menyikapinya dengan
menarik diri atau mengutuk orang lain. Gereja harus "memerintah dengan obat
pengampunan ketimbang kekerasan".

Tidak seperti para paus terdahulu, Paus Yohanes XXIII tidak berupaya mendikte
Konsili Vatikan II ini. Banyak perombakan luas telah terjadi dalam peranan pastoral
gereja.

Selama berabad-abad, semua orang Katolik beribadah dalam bahasa Latin, namun
hanya sedikit yang mengerti bahasa itu. Meskipun keagungan dan misterinya mungkin

229
telah menyentuh beberapa orang, tetapi banyak yang tidak dapat memahaminya. Konsili
Vatikan II membuat bahasa-bahasa daerah setempat untuk bahasa misa.

Meskipun hierarki tidak diubah, beberapa sikap terhadapnya berubah dalam Konsili
Vatikan II. Bail{ kaum rohaniwan maupun kaum awam diterima sebagai umat Allah,
dan semua dapat mengambil bagian dalam fungsi pelayanan. Semua orang Kristen –
bukan saja imam, biarawan dan biarawati – mempunyai panggilan Kristen, seru konsili
dan orang awam memenuhi panggilan itu di tengah-tengah pekerjaan seharihari mereka.

Meskipun Konsili Vatikan I melihat paus sebagai suksesi para rasul, Konsili Vatikan II
memperluas hal itu kepada seluruh para uskup. Bersama-sama dengan paus mereka
berbagi otoritas rasuli.

Dokumen konsili "On Divine Revelation" (Tentang Wahyu Ilahi) menekankan bahwa
Kitab Suci – bukan tradisi – adalah basis utama kebenaran ilahi. Meskipun konsili tidak
mengabaikan tradisi yang telah dipegang lama, konsili menganggap Alkitab lebih
penting dan mendorong semua orang Katolik – orang awam dan yang terpelajar –
mempelajari Alkitab.

Dalam dekrit "Tentang Oikumene", terjadi perubahan dramatis yang yang berkenaan
dengan sikap terhadap non-Katolik. Mereka yang menganut denominasi lain dinyatakan
sebagai orang Kristen, "separated brethren" (saudara-saudara yang terpisah),
menyimpulkan ide bahwa Kristen sama dengan Katolik. Orang-orang percaya lainnya
tidak harus "kembali" ke Roma.

Pada sesi terakhir, tahun 1965, Konsili Vatikan II bergumul dengan berbagai pertanyaan
tentang politik. Meskipun gereja mempunyai tradisi panjang dalam bidang itu, kuasa
atas politik sekarang telah ditanggalkan.

Tanggapan terhadap Konsili Vatikan II beragam. Beberapa aliran yang ada dalam
hierarki menolak berbagai perubahan itu dan berdebat dengan sengit. Beberapa orang
Katolik konservatif menolak haluan baru gereja, tetapi banyak pula orang Katolik – dan
non-Katolik – melihat adanya harapan besar bagi gereja. Vatikan II membuka pintu bagi
denominasi lain dan mendorong pemahaman Alkitab yang serius, tanpa terikat pada
kebiasaan terdahulu.

Sistem hierarkis Katolik tidak berubah, jalan tidak terbuka bagi individualisme yang
berlebihan dalam Gereja Katolik, namun Konsili Vatikan II ini telah menciptakan
peningkatan keterbukaan dan pertimbangan bagi orang awam yang telah mempengaruhi
badan gereja terbesar sedunia ini.

230
99) Tahun 1963 Martin Luther King, Jr., Memimpin Pawai ke
Washington

"Saya mempunyai impian ..."


Orang yang memiliki impian itu akan menghabiskan seluruh hidupnya mengejar
impiannya dan menyerahkan nyawanya bagi impian tersebut.

Namanya ialah Martin Luther King, Jr., dan impiannya adalah bahwa "keempat anak
saya yang masih kecil pada satu hari akan hidup di dalam suatu bangsa, di mana mereka
tidak akan dinilai dari warna kulit mereka tetapi dari kandungan karakternya ... " Kata-
kata tersebut mengguncang Amerika.

Pendeta muda ini dilahirkan dalam keluarga pendeta Baptis dan dididik di Morehouse
College dan Crozer Theological Seminary. Dia meraih gelar Ph.D dari Boston
University. Pada tahun 1954 ia menjadi pendeta Gereja Baptis Dexter Avenue di
Montgomery, Alabama.

Satu tahun kemudian, seorang wanita berkulit hitam, Ny. Rosa Parks, mengambil
sebuah langkah yang mengubah hidup King. Meskipun orang-orang kulit hitam
diharuskan menumpang hanya di bagian belakang bus umum, ia duduk di depan –
semua tempat duduk di belakang telah terisi, dan ia mengambil tempat duduk pertama
di bagian depan. Ia ditangkap karena melanggar undang-undang pemisahan (segregation
law).

Martin Luther King, Jr. mendukungnya dengan memimpin boikot pada sistem bus
Montgomery. Sebenarnya orang-orang hitamlah penumpang terbanyak sistem bus
tersebut, dan mereka diperlakukan dengan tidak adil. Maka orang-orang kulit hitam pun
menolak naik bus selama diskriminasi masih berlanjut. Mereka merasa "lebih terhormat
berjalan kaki daripada menumpang bus dengan kehinaan".

Boikot mereka berlangsung sampai satu tahun lamanya, namun akhirnya orang kulit
hitam menang, dan dengan kemenangan itu Martin Luther King, Jr. terdorong untuk
terlibat dalam perjuangan hak-hak sipil bagi orang-orang Amerika.

231
Terpengaruh dengan cara-cara tanpa kekerasannya Gandhi, King dan yang lain
memprotes. "Kami akan mengimbangi kapasitas Anda yang menyebabkan kesengsaraan
... Perbuatlah kepada kami apa yang Anda inginkan dan kami akan terus-menerus
mengasihi Anda," kata King merespons penyerang-penyerangnya. Mengikuti jejak
Yesus, ia menyerukan, "Yesus menegaskan dari kayu salib sebuah hukum yang lebih
tinggi. Ia tahu bahwa filsafat kuno – mata ganti mata – akan membuat semua orang
buta. Ia tidak berupaya mengatasi kejahatan dengan kejahatan. Ia mengatasi kejahatan
dengan kebaikan. Meskipun disalibkan karena kebencian, Ia menanggapinya dengan
kasih yang agresif."

Dengan diorganisasikannya Southern Christian Leadership Conference (Konferensi


Kepemimpinan Kristen Selatan) yang diketuainya, King berkampanye di kota-kota
bagian selatan: Jackson, Selma, Meridian dan Birmingham. Namun, pengaruhnya
meluas lebih jauh ketika ia memimpin serangan-serangan terhadap ketidakadilan sosial
di kota-kota bagian utara.

Sekelompok pendeta Protestan kulit hitam terdekat, termasuk Jesse Jackson,


mendukung King, dan orang-orang kulit putih, Katolik serta Yahudi tidak lama
kemudian bergabung dalam barisannya. Metode-metode tanpa kekerasan menghadapi
serangan selang, pentungan, anjing dan pemukulan. Meskipun banyak orang Kristen
mendukungnya, beberapa lawan King yang paling vokal pun menyebut nama Kristus.
Pada musim semi 1963, King ditangkap karena memimpin gerakan protes di
Birmingham, Alabama. Para rohaniwan di Atlanta mengkritiknya karena meninggalkan
gerejanya di Montgomery. "Apa haknya terlibat di tempat lain, di mana dia bukan
warganya?" tanya mereka.

Dalam "Surat dari Penjara Birmingham", King memberikan tanggapan bahwa


"ketidakadilan di mana pun mengancam keadilan". Bagi mereka yang ada di luar "panah
pemisah yang menyengat" dan yang menasihati dia untuk menunggu, ia menjawab: "...
Bila Anda disiksa pada siang hari dan dihantui pada malam hari karena Anda seorang
Negro, senantiasa hidup dalam kecemasan, tanpa sepenuhnya mengetahui apa yang
harus diharapkan berikutnya, dan jika digerogoti ketakutan di dalam hati dan amarah di
luar; jika Anda senantiasa bergumul dengan perasaan yang terus memburuk bahwa
Anda "bukan apa-apa" – barulah Anda akan mengerti mengapa kami tidak sabar
menunggu."

Gerakan protes atas Washington pada tahun 1963 merupakan salah satu peristiwa pa-
ling penting dalam sejarah perjuangan hak sipil karena pengaruhnya telah berjasa bagi
lahirnya Undang-undang Hak Sipil pada tahun 1964 dan Undang-undang Hak Pilih
pada tahun 1965. Pada gerakan protes tersebut, Martin Luther King Jr. menampilkan
impiannya: "Saya mempunyai impian bahwa keempat anak saya yang masih kecil pada
satu hari akan hidup di dalam suatu bangsa, di mana mereka tidak akan dinilai dari
warna kulit mereka tetapi dari kandungan karakternya ... Dengan iman ini kami dapat
menetak sebuah batu harapan dari gunung keputusasaan. Dengan iman ini kami dapat
mengubah suara-suara tidak barmonis di negeri kita menjadi simponi persaudaraan yang
indah. Dengan keyakinan ini kita dapat bekerja sama, berdoa bersama dengan kesadaran
bahwa kita akan bebas pada suatu hari kelak."

Pada tahun 1964, King menerima hadiah Nobel Perdamaian, suatu penghargaan yang
mewujudkan sebagian impian itu.

232
King pergi ke Memphis, Tennessee, untuk mendukung pemogokan para pekerja
pengangkut sampah pada tahun 1968. Pada tanggal 4 April, ketika ia sedang berdiri di
lorong lantai dua di motelnya di Mulberry Street, bercakap-cakap dengan rekan-
rekannya, ia ditembak seorang pembunuh. Peluru itu merenggut nyawanya, tetapi tidak
mengakhiri impian yang sedang berlanjut.

Sebagai tanggapan atas keberanian dan kesaksian yang merupakan tekad rohaniwan ini,
hari Senin ketiga bulan Januari ditetapkan sebagai Hari Martin Luther King. Dialah
satu-satunya rohaniwan Amerika yang namanya dicantumkan pada kalender sebagai
penghormatan.

233
100) Tahun 1966-1976 Gereja China Bertumbuh tanpa Terusik
Revolusi Kebudayaan

Gereja Mo En, di Shanghai (foto diambil pada tahun 2003)

Lebih dari seribu orang memenuhi gereja itu, sebagian besar orang-orang berumur,
namun ada juga beberapa pasangan muda dan tentunya para remaja juga ada di balkon.
Beberapa jendela berarsitektur gotik telah dipecahkan dengan batu, tetapi tampaknya
tidak ada orang yang mempedulikannya. Mereka sedang menyanyikan puji-pujian,
diiringi alunan piano. Seorang pendeta Methodis menyambut orangorang yang datang
beribadah, seorang Presbiterian membacakan Kitab Suci, seorang Baptis berkhotbah.

Hal itu terjadi pada tanggal 2 September 1979. Tempatnya adalah Gereja Mo En, di
Shanghai (dahulu Gereja Methodis Moore). Ini adalah pelayanan kebaktian umum bagi
orangorang China yang pertama setelah tiga belas tahun, yang diadakan bagi orang-
orang China.

Revolusi Kebudayan yang berawal pada tahun 1966 telah menutup gereja-gereja dan
menyiksa orang-orang Kristen. Apa saja yang berbau asing dikutuk – dan kekristen'an
sebagai basil misi asing khususnya, dibenci. Gereja harus bergerak di bawah tanah
selama lebih satu dekade. Ketika muncul kembali ke permukaan, dengan menakjubkan
Gereja menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.

Kekristenan membuat terobosan pertamanya di negeri China pada tahun 635 Masehi,
dengan orang-orang Kristen Nestorian, namun gagal berakar di antara penduduk di
sana. Upaya-upaya misionaris Fransiskan pada abad ketiga belas dan keempat belas
serta oleh para Yesuit pada abad keenam belas dan ketujuh belas gagal menghasilkan
penyebarluasan yang berlangsung lama. China adalah peradaban tertutup, yang
menentang ide-ide asing.

Perdagangan memaksa China terbuka, dan para misionaris Protestan pada tahun 1800-
an datang bergandengan tangan dengan para pedagang. Hudson Taylor berbuat banyak
untuk melepaskan diri dari pola-pola misi kolonial, dengan mengadopsi pakaian dan
kebiasaan China, serta memberanikan diri mendatangi daerahdaerah yang

234
membutuhkan. Tetapi tahun 1800-an adalah masa-masa sulit bagi China. Dinasti
Manchu luput dari beberapa pemberontakan. Dan dunia sekelilingnya, khususnya
Britania Raya, sedang berupaya menarik China yang tidur ke zaman modern, meskipun
China tidak menginginkannya. Akibatnya, orang-orang China mengalami penghinaan
oleh orang-orang asing.

Keadaan berubah dengan pesat pada tahun 1900-an. Sun Yat-sen memimpin
pemberontakan yang sukses dan mendirikan republik, meskipun didominasi oleh para
panglima pasukan di daerah. Chiang Kai-shek menyatukan negeri itu pada tahun 1920-
an dan 1930-an, tetapi is digulingkan oleh Mao Zedong pada tahun 1949. Mao
mendirikan pemerintahan komunis yang secara resmi ateis. Gereja-gereja dibiarkan
namun diawasi. Mao bertekad bahwa orang-orang asing tidak akan menghina China
lagi, komunis memaksa Gereja-gereja mengambil sikap antiasing ("Christian
Manifesto" tahun 1950), dan semua misionaris diusir keluar.

Three-Self Reform Movement (kemudian disebut Three-Self Patriotic Movement)


berupaya membawa Gereja-gereja segaris dengan tujuantujuan komunis – pemerintahan
sendiri, pendanaan sendiri dan penyebarluasan ide-ide sendiri. Namun, gereja bertahan
di bawah tekanan-tekanan semacam itu. Terusirnya para misionaris melemahkan
Gereja, tetapi juga memaksa Gereja China berdikari. Itu dilakukannya dengan sangat
baik.

Keadaan menjadi lebih parah pada tahun 1966. Mao, revolusioner yang menua itu,
mungkin merasakan bahwa revolusinya mulai menghilang. Program L ncatan Besar ke
Depan (Great Leap Forward Program) pada tahun 1958 – 1960 gagal, dan kaum
modernis dalam partainya mulai resah. Ia kemudian meluncurkan Revolusi Kebudayaan
yang tidak beradab, yang menimbulkan histeria, khususnya di antara orang-orang muda,
melawan apa pun yang berbau pengaruh asing. Para pemimpin komunis sekalipun tidak
luput dari pengaduan ataupun penangkapan. Terjadilah huru-hara massal. Kegiatan di
bidang seni dan akademis dibatasi, termasuk juga aktivitas-aktivitas gereja. Semua
tempat ibadah ditutup dan orang-orang Kristen dilarang niengadakan pertemuan. Mao
sendiri dianggap sebagai dewa. "Buku merah kecil" (little red book) yang memuat
fatwa-fatwa Mao sajalah yang dibaca dan dihafal, sedangkan Alkitab dibakar.

Meskipun' huru-hara itu redam, kebijakan-kebijakan tetap bertahan sampai tahun 1976.
Keduanya, Mao dan orang tangan kanannya, Zhou Enlai, meninggal pada tahun itu.
Deng Xiaoping, seorang moderat yang pernah disingkirkan, kembali berkuasa dan mulai
memperkenalkan modernisasi. Yang paling menarik perhatian adalah "Gang of Four"
(empat sekawan) yang memimpin Revolusi Kebudayaan ditangkap dan diadili.

China masih menentang kekristenan, namun histeria telah redam. Menjelang tahun
1979, gereja-gereja diizinkan dibuka kembali. (Sebenarnya, dua gereja di Beijing telah
dibuka pada tahun 1972 atas permintaan para diplomat dari Afrika dan Indonesia,
namun gereja-gereja ini sebagian besar dihadiri oleh orang-orang asing.) Pada tahun
1979, Three-Self Patriotic Movement dibuka juga dengan seorang juru bicara berbakat,
Uskup K.H. Ting. Ia meminta semua Gereja Protestan bersatu kembali. Pemerintah
menyatakan toleransi resmi pada gereja-gereja yang bergabung dengan gerakan ini,
namun gereja-gereja bawah tanah masih takut dengan kontrol pemerintah.

Akan tetapi, setelah ketegangan reda, banyak orang Kristen mulai membicarakan
cobaan-cobaan yang mereka alami. Ketika gereja-gereja ditutup, mereka terpaksa

235
bertemu dalam kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah pribadi. Hal ini malah
menumbuhkan, dan tidak mematahkan semangat. Keluarga-keluarga Kris-ten mendapat
kekuatan dari persekutuan semacam ini dan mempengaruhi mereka yang ada di
sekelilingnya. Tidak ada organisasi tingkat nasional, tetapi satu jemaat rumah kadang-
kadang bertemu dengan lainnya yang berdekatan. Para guru, termasuk banyak wanita,
mengadakan perjalanan rahasia dari satu kelompok ke kelompok lain. Ada penyiksaan
dan penangkapan, tetapi ada juga saat-saat di mana para pejabat setempat menutup
sebelah mats pada pertemuan-pertemuan Kristen — karena mereka tahu bahwa orang-
orang Kristen merupakan pekerja keras dan warga yang berharga.

Sejak abad keempat, tidak pernah ada gerakan gereja rumah setegar ini. Keadaan dan
tekanan dari pemerintah sama – begitu juga dampaknya. Jumlahnya juga mengejutkan:
satu wilayah mempunyai 4.000 orang Kristen sebelum pengambilalihan komunis;
sekarang satu wilayah mempunyai 90.000 orang Kristen. Di kota utama, hanya 1%
warganya Kristen pada tahun 1949; kini telah menjadi 10%. Sebuah desa mempunyai
10 orang percaya pada tahun 1945, sekarang memiliki 250.

Apa yang menyebabkan pertumbuhan ini? Para pakar telah mempelajarinya.


Kesederhanaan, kata mereka. Kesukaran telah menghasilkan kemurnian iman, semangat
kepedulian, kepemimpinan awam yang kuat, kesungguhan berdoa dan kepercayaan
akan ketuhanan Kristus. Betapa pun langkah-langkah kebencian Revolusi Kebudayaan,
hal itu telah menghasilkan iman Kristen yang menanggalkan pakaian kebudayaan Barat.
Orang-orang China telah mengembangkan gereja pribumi sejati. Tak ada orang yang
mengetahui jumlah orang-orang Kristen di China. Sebagai perkiraan berbeda jauh satu
sama lain. Namun, semua sependapat bahwa pertumbuhan orang-orang Kristen di
bawah pemerintahan komunis sungguh menakjubkan. Hal ini mungkin mewakili salah
satu perkembangan iman paling dramatis dalam sejarah gereja.

236

You might also like