You are on page 1of 167

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik
berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak
terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan
(Menteri Negara lingkungan Hidup, 2003). Segala macam organisme yang ada di
alam ini selalu menghasilkan sampah atau bahan buangan. Sebagian besar sampah
yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik, kecuali
sampah yang berasal dari aktifitas manusia yang dapat bersifat organik maupun
anorganik. Contoh sampah organik adalah: sisa-sisa bahan makanan yang berasal
dari tumbuhan atau hewan, kertas, kayu, bambu, dan lain-lain. Sedangkan sampah
anorganik misalnya plastik, logam, gelas, dan karet.
Pengelolaan persampahan umumnya tidak dilakukan secara konsisten dan
konsekuen sesuai dengan konsep awal, sehingga dalam perjalanannya sering
melanggar dan berbenturan dengan berbagai pelanggan antara lain aspek sosial
budaya, hukum, lingkungan, hak asasi, dan lain sebagainya. Pengaturan dan
pengelolaan sampah saat ini pada dasarnya hanya terpaku kepada teknis saja,
padahal yang terpenting adalah bagaimana caranya pihak pengelola dapat
mengedepankan kepentingan masyarakat melalui sosialisasi yang transparan
dalam penanganan sampah.
Selama ini sampah menjadi masalah serius terutama di perkotaan. Banyak
tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di permukiman
penduduk, mencemari udara dan air tanah, dan menjadi tempat berkembang biak
binatang maupun bakteri pembawa penyakit. Setelah berhari-hari menumpuk dan
membusuk di TPS, sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Puluhan truk pengangkut sampah melewati jalan umum, menebarkan bau tidak
sedap dan bisa menyebarkan penyakit. Di TPA sampah juga hanya dibiarkan
menumpuk, menggunung, mencemari udara, mencemari air tanah dalam skala
lebih luas. Sementara itu seiring dengan melajunya waktu dan berkembangnya
penduduk, Naiknya volume sampah jauh melebihi kapasitas sarana dan prasarana
Dinas Kebersihan Kota. Akibatnya banyak komunitas yang mencari jalan keluar
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 2

sendiri dengan membakarnya, atau malah membuang sendiri ke sungai yang
tentunya bukanlah jalan keluar yang baik, karena akan lebih memperparah
kerusakan lingkungan.
Keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di kota besar
dan metropolitan juga berpotensi menimbulkan persoalan baru. Daerah pinggiran
kota masih dianggap sebagai tempat paling mudah untuk membuang sampah.
Sehingga daerah tersebut kehilangan peluang untuk memberdayakan sampah,
memanfaatkannya serta meningkatkan kualitas lingkungannya. Apabila hal ini
tidak tertangani dan dikelola dengan baik, peningkatan sampah yang terjadi tiap
tahun itu bisa memperpendek umur TPA dan membawa dampak pada pencemaran
lingkungan, baik air, tanah, maupun udara. Di samping itu, sampah berpotensi
menurunkan kualitas sumber daya alam, menyebabkan banjir dan konflik sosial,
serta menimbulkan berbagai macam penyakit (Pingkan, 2009).
Sampah organik yang didegradasi oleh mikroorganisme dalam kondisi
anaerobik akan menimbulkan bau yang tidak sedap (busuk) akibat penguraian
limbah menjadi bagian-bagian yang kecil disertai dengan pelepasan gas. Limbah
organik yang mengandung protein akan lebih banyak menghasilkan bau yang
lebih tidak sedap lagi, karena protein yang mengandung gugus amin akan terurai
menjadi gas ammonia. Dampak langsung lain adalah adanya timbunan limbah
padat dalam jumlah besar yang akan menimbulkan pemandangan yang tidak
sedap, kotor dan kumuh. Kesan kotor ini secara psikis akan mempengaruhi
penduduk di sekitar TPA tersebut (IPB, 2004). Selain itu, sampah yang tidak
dikelola dengan benar juga akan menyebabkan berbagai masalah pencemaran,
baik pencemaran tanah akibat merembesnya lindi sampah, pencemaran udara dari
terbentuknya gas metan, atau pencemaran air tanah lanjutan dari pencemaran
tanah yang tercemar oleh lindi tadi.
Meninjau dari dampak yang akan ditimbulkan akibat pengelolaan sampah
yang tidak benar tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan pengelolaan sampah
secara menyeluruh dan terpadu mulai dari tahap pengumpulan hingga pengolahan
pada pembuangan akhir sampah.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 3

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari laporan ini adalah :
1. Memproyeksikan timbulan sampah suatu kota sedang dan menentukan jalur
pengangkutannya.
2. Merencanakan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah.
3. Menghitung timbulan gas metan dan air lindi yang dihasilkan dari sampah
pada landfill TPA.









Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 4

BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

2.1 Jumlah Penduduk dan Fasilitas Kota
Jumlah penduduk yang semakin padat, akan mengakibatkan sampah yang di
produksi oleh penduduk persatuan luas makin meningkat. Peningkatan ini akan
berimplikasi pula pada beban kerja dan pembiayaan yang semakin meningkat
dalam mengelola persampahan. Selain itu, semakin padat penduduk suatu wilayah
akan memperbesar kemungkinan timbulnya pengaruh gangguan sampah yang
disebabkan oleh sampah yang tidak tersangkut dan tersebar di beberapa wilayah
perkotaan (Simanjuntak, 2008).
Jumlah penduduk di wilayah perencanaan 2 ini pada tahun 2000 adalah
1.327 jiwa. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah penduduknya mencapai 4.735
jiwa atau 947 kepala keluarga dengan rata rata setiap keluarga beranggotakan
sekitar 5 jiwa/KK.
Penggunaan lahan atau tata guna lahan di wilayah perencanaan ini secara
umum terdiri dari dua kegiatan, yaitu:
1. Kegiatan perumahan/permukiman;
2. Kegiatan non perumahan, yang meliputi: pasar, pusat perdagangan,
perkantoran, fasilitas pendidikan, fasilitas umum, fasilitas kesehatan, tempat
ibadah, dan lain-lain.
Tabel 2.1 Jumlah fasilitas di wilayah perencanaan 2 pada tahun 2009
FASILITAS PENDIDIKAN
1 SD 6
2 SMP 4
3 SMU 4
FASILITAS KESEHATAN
1 Rumah sakit 1
2 Puskesmas 2
FASILITAS PERNIAGAAN & JASA
1 Pasar 1
2 Toko/pertokoan 63
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 5

3 Terminal 1
TEMPAT IBADAH
1 Masjid 5
2 Gereja 1
FASILITAS UMUM, REKREASI & OLAH RAGA
1 Perkantoran 14
2 Hotel 3

Tinjauan terhadap penggunaan lahan akan memperlihatkan adanya
perbedaan karakteristik sampah yang di hasilkannya, baik dari segi jumlah dan
jenisnya. Tinjauan tata guna lahan juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk
menentukan besarnya kenaikan produksi sampah di setiap penggunaan lahan yang
ada, untuk selanjutnya dapat di gunakan sebagai dasar proyeksi dalam
menentukan kebutuhan sarana dan prasarana persampahan serta kebutuhan
pembiayaan pada masa yang akan datang.

2.2 Topografi
Secara administratif luas wilayah perencanaan 2 ini adalah sebesar 62,54
km
2
. Wilayah perencanaan 2 ini memiliki topografi dengan ketinggian 10 m - 35
m di atas permukaan laut. Di wilayah perencanaan 2 ini, daerahnya relatif landai
dan rendah dengan dilihat pada kontur yang tidak rapat. Tetapi di wilayah ini juga
terdapat dua buah pegunungan.

2.3 Hidrologi
Wilayah perencanaan 2 juga banyak dialiri sungai. Terdapat sungai besar
yang cabang anak sungainya banyak mengaliri daerah terbangun pada wilayah
perencanaan 2 ini. Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai
ke arah timur dan tenggara. Sungai-sungai tersebut dapat dimanfaatkan untuk
pengairan sawah, tambak, sebagai sumber air baku untuk pengolahan air minum,
dan sebagai pembangkit tenaga listrik.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 6

2.4 Klimatologi
Wilayah perencanaan 2 termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin
Muson dari arah barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia
melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan
tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah timur adalah angin kering
pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-
bulan November April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang
panjang. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,
keadaan geografi dan perputaran/ pertemuan arus udara. Curah hujan tahunan
rata-rata di wilayah ini sampai 4006,7 mm dari hujan pertahun 176 hari.
Temperatur udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi
rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai.
Suhu udara rata-rata sekitar 25
o
C - 38
o
C dengan sedikit variasi musiman.
Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74% - 91% sedangkan pada musim kemarau
kelembabannya rendah yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus,
September dan Oktober.
Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungan erat satu
sama lain. Walaupun demikian di beberapa tempat, hubungan tersebut agaknya
tidak selalu ada. Keadaan angin pada musim hujan biasanya lebih kencang dan
angin bertiup dari barat dan barat laut. Oleh karena itu musim tersebut dikenal
juga dengan musim barat.
Pada musim kemarau angin bertiup dari benua Australia, keadaan angin saat
itu bisa juga kencang. Keadaan angin di wilayah perencanaan 2 pada tahun 2009
yang dipantau dari Stasiun Meteorologi Wilayah Perencanaan 2 menunjukkan
kecepatan angin pada tahun 2009 rata-rata 4 knot. Untuk penyinaran matahari
dipantau pada jam 06.00-18.00 terlihat intensitas yang beragam tiap bulannya.
Penyinaran matahari dengan intensitas tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu
rata-rata 6,9 jam/hari dan intensitas terendah terjadi pada bulan Desember yaitu
rata-rata 2,0 jam/hari.



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 7

Tabel 2.2 Data curah hujan wilayah perencanaan 2
Bulan
Curah
Hujan
(mm)
Jumlah
Hari
Hujan
Januari 44.7 16
Februari 395 11
Maret 134 5
April 310 18
Mei 468 20
Juni 420 17
Juli 158 6
Agustus 87 6
September 761 19
Oktober 332 16
November 422 20
Desember 475 22
TOTAL 4006.7 176
Rata-Rata 333.8917 14.66667



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 8

BAB III
DASAR PERENCANAAN & KRITERIA DESAIN

3.1 Proyeksi Perkembangan Penduduk dan Fasilitas Kota
Untuk keperluan perencanaan pengembangan teknik operasional sampah
wilayah perencanaan 2 pada tahun rencana 2009 2019, dibutuhkan proyeksi
jumlah penduduk pada rentang waktu tersebut. Berdasar data jumlah penduduk
dari tahun 2000 hingga tahun 2009, dapat diprediksi jumlah penduduk wilayah
perencanaan 2 pada tahun 2010 2019.

Tabel 3.1 Data penduduk pada tahun 2000-2009
No. Tahun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
1 2000 1,327
2 2001 1,649
3 2002 1,983
4 2003 2,125
5 2004 2,523
6 2005 2,988
7 2006 3,133
8 2007 3,988
9 2008 4,215
10 2009 4,735









Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 9


Tabel 3.2 Proyeksi penduduk dan proyeksi kepadatan penduduk tahun 2010-2019
No.
Tahun
( x )
Proyeksi
Penduduk
(Pn)
Proyeksi Kepadatan Penduduk
(L = 62.54 km
2
)
(jiwa/km
2
)
1 2010 5,683 91
2 2011 6,527 104
3 2012 7,497 120
4 2013 8,610 138
5 2014 9,888 158
6 2015 11,357 182
7 2016 13,043 209
8 2017 14,980 240
9 2018 17,205 275
10 2019 19,760 316

Selain proyeksi penduduk, data lain yang dibutuhkan dalam perencanaan
teknis operasional persampahan pada wilayah perencanaan 2 ini adalah data
mengenai jumlah fasilitas yang terdapat di wilayah tersebut. Dari data jumlah
fasilitas pada tahun 2009, maka dapat diproyeksikan jumlah fasilitas pada masa
perencanaan 10 tahun mendatang, seperti pada tabel berikut ini.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 10

Tabel 3.3 Proyeksi jumlah fasilitas kota pada tahun 2010 - 2019
Jenis Fasilitas
Fasilitas
Tahun 2009
(unit)
Proyeksi Jumlah Fasilitas
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
FASILITAS PENDIDIKAN
1 SD 6 6 7 8 8 9 10 11 12 14 15
2 SMP 4 4 4 5 5 5 5 6 6 7 7
3 SMU 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6
Jumlah 14 15 15 16 17 19 20 22 23 25 28
FASILITAS KESEHATAN
1 Rumah sakit umum 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Puskesmas 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jumlah 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
FASILITAS PERNIAGAAN & JASA
1 Warung/toko/kios 63 66 69 73 78 83 89 95 103 112 122
2 Pasar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Terminal/stasiun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 65 68 71 75 80 85 91 98 106 115 125
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 11

TEMPAT IBADAH
1 Masjid 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
2 Gereja 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7
FASILITAS UMUM, REKREASI dan OLAH RAGA
1 Pekantoran 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
2 Hotel/penginapan 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
Jumlah 17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18
TOTAL FASILTAS 105 109 113 118 124 131 138 147 157 168 181


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 12


3.2 Proyeksi Timbulan Sampah
Pengertian timbulan sampah (E. Damanhuri, 2004) adalah banyaknya
sampah yang dihasilkan atau diproduksi suatu wilayah perhari, yang dinyatakan
dalam satuan volume (liter/orang/hari, liter/m/hari, liter/bed/hari) atau satuan
berat (kg/orang/hari, kg/m/hari, kg/bed/hari). Timbulan sampah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : jumlah sumber, luas wilayah, karakteristik wilayah
dan musim. Untuk mengetahui jumlah timbulan sampah kota, maka terlebih
dahulu perlu diketahui sumber sumber produksi sampah yang ada di kota, yaitu
terdiri dari :
1. Perumahan/rumah tangga
2. Komersial/perdagangan
3. Pariwisata dan fasilitas umum
4. Jalan dan taman
5. Industri
6. Lain lain (Simanjuntak, 2008).
Untuk menentukan jumlah timbulan sampah, biasanya digunakan ukuran
volume yang dinyatakan dalam m/hari atau dalam ukuran berat sampah yaitu
ton/hari.
Tabel 3.4 Standar Timbulan sampah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 13


Menurut Puslitbang yang bekerjasama dengan LPPM ITB pada tahun 1989
mengenai laju timbulan sampah perkotaan, standar timbulan sampah adalah
sebagai berikut (Tingkat Lanjutan Persampahan, 1994;274) :
1. Laju timbulan sampah kota diekivalenkan menjadi liter/orang/hari
- Kota kecil = 2,5 2,75 liter/orang/hari
- Kota sedang = 2,75 3,25 liter/orang/hari
2. Berdasarkan besaran kota
- Timbulan sampah permukiman = 2,0 liter/orang/hari
- Prosentase total sampah permukiman = ( 75 80 ) %
- Prosentase total sampah non permukiman = ( 20 25 ) % (Simanjuntak,
2008).

3.3 Kriteria Desain
3.3.1 Karateristik Sampah
Hal pertama yang perlu diketahui dalam mengelola persampahan adalah
karakter dari sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat perkotaan.berbagai
karakter sampah perlu dikenali, dimengerti dan difahami agar dalam menyusun
sistem pengelolaan yang dimulai dari perencanaan strategi dan kebijakan serta
hingga pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan secara benar. Karakter
sampah dapat dikenali sebagai berikut: (1) tingkat produksi sampah, (2) komposisi
dan kandungan sapah, (3) kecenderungan perubahannya dari waktu ke waktu.
Karakter sampah tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran serta gaya hidup dari masyarakat
perkotaan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang direncanakan haruslah
mampu mengakomodasi perubahan-perubahan dari karakter sampah yang
ditimbulkan (Wibowo, 2007).
Sampah adalah barang-barang atau benda-benda yang sudah tidak berguna
lagi dan harus di buang. Istilah sampah diberikan kepada barang-barang atau
bahan-bahan buangan rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau
tidak terpakai dalam bentuk padat. Sampah merupakan campuran dari berbagai
bahan baik yang tidak berbahaya seperti sampah dapur (organik) maupun bahan-
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 14

bahan berbahaya yang dibuang oleh pabrik dan rumah tangga yang dapat
digunakan kembali atau didaur ulang maupun yang tidak dapat didaur ulang
(Rukaesih Achmad, 2004; Mirmanto, 2006).
Menurut Eddi Sukardi dan Tanudi (1998), jenis sampah dapat digolongkan
sebagai berikut: Di lihat dari asal zat-zat yang dikandungnya yaitu sampah
organik (sisa sayur, sisa buah) dan sampah nonorganik (kaca, plastik); Sumber
sampah yaitu sampah rumah tangga (sisa makanan), sampah industri (limbah
industri), dan sampah mahluk hidup (tinja). Sifat sampah beraneka ragam
tergantung jenisnya yaitu antara lain: Sampah lapuk (sisa makanan); Sampah tak
mudah lapuk (kayu, kaleng) yang terdiri dari sampah lapuk yang mudah terbakar
(kayu, kertas) dan sampah lapuk yang sulit terbakar (besi, kaleng); Sampah sulit
lapuk (plastik, kaca) (Mirmanto, 2006).
Menurut Soewedo Hadiwiyoto (1983) penggolongan macam-macam sampah
adalah sebagai berikut : Penggolongan sampah berdasarkan asalnya (Sampah dari
hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah sampah dari asrama,
rumah sakit, hotel-hotel dan kantor); Sampah dari hasil kegiatan industri/pabrik;
Sampah dari hasil kegiatan pertanian (limbah hasil-hasil pertanian). Kegiatan
pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan; Sampah
dari hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar, sampah toko; Sampah
dari hasil kegiatan pembangunan; Sampah jalan raya (Mirmanto, 2006).
Wied Harry Apriadji (1995) menggolongkan sampah dalam 4 (empat)
kelompok antara lain meliputi :
1) Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh
manusia, meliputi tinja (faeces), dan air kencing (urine).
2) Sewage, merupakan air limbah yang di buang oleh pabrik maupun rumah
tangga, contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih mengandung
larutan deterjen.
3) Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan
kegiatan rumah tangga. Refuse dalam kehidupan sehari-hari di sebut sampah.
Contoh : panci bekas, kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sendok kayu
yang sudah tidak di pakai lagi dan dibuang, sisa sayuran, nasi basi, daun-daun
tanaman, dan masih banyak lagi.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 15

4) Industrial waste, merupakan bahan-bahan buangan dari sisa-sisa proses
industri.

a. Sampah Organik

Gambar 3.1 Sampah organik
Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang
berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara
alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/ daun/
ranting dari kebun. Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari sampah organik
setiap harinya. Pembusukan sampah organik terjadi karena proses biokimia akibat
penguraian materi organik sampah itu sendiri oleh mikroorganime (makhluk
hidup yang sangat kecil) dengan dukungan faktor lain yang terdapat di
lingkungan. Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya
adalah melalui pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan
pengomposan atau composting (Environmental service Program, 2008).

b. Sampah Anorganik

Gambar 3.2 Sampah anorganik

Sampah non-organik atau sampah kering atau sampah yang tidak mudah
busuk adalah sampah yang tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 16

sumber daya alam tidak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari
proses industri. Contohnya adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan
logam. Sebagian sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam sama
sekali, dan sebagian lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.
Mengolah sampah non-organik erat hubungannya dengan penghematan sumber
daya alam yang digunakan untuk membuat bahan-bahan tersebut dan pengurangan
polusi akibat proses produksinya di dalam pabrik (Environmental service
Program, 2008).
Perbandingan lamanya sampah organik dan non-organik hancur dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.5 Perbandingan mengenai lama waktu dekomposisi sampah organic dan
anorganik

c. Gelas/Kaca

Gambar 3.4 Sampah gelas/kaca
Sampah gelas dapat didaur ulang dengan menghancurkan, melelehkan, dan
memproses kembali sebagai bahan baku dengan temperatur tinggi sampai menjadi
cairan gelas dan kemudian dicetak. Jika dibuang, sampah gelas membutuhkan
ratusan bahkan ribuan tahun untuk bisa hancur dan menyatu dengan tanah
(Environmental service Program, 2008).
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 17


d. Kaleng

Gambar 3.5 Sampah kaleng
Sebagian besar kaleng dibuat dari aluminium melalui proses yang
membutuhkan banyak energi. Sampah kaleng dapat didaur ulang dengan
melelehkan dan menjadikan batang aluminium sebagai bahan dasar produk baru.
Dengan demikian, sumber energi dapat dihemat, polusi dapat dikurangi, dan
sumber daya bauksit, kapur dan soda abu sebagai bahan dasar aluminium dapat
dihemat (Environmental service Program, 2008).

e. Plastik

Gambar 3.6 Sampah plastik
Sampah plastik termasuk sampah yang tidak dapat hancur dan menyatu
dengan tanah. Plastik yang bahan dasarnya minyak bumi sudah menjadi gaya
hidup sehari-hari manusia, sebagai bahan pembungkus maupun pengganti alat dan
perabotan seperti gelas / sendok / piring plastik, dan kemasan makanan dan
minuman. Daur ulang plastik dapat dilakukan dengan melelehkan dan menjadikan
bijih plastik sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini membutuhkan mesin yang
relatif mahal dan dapat mengganggu pemukiman, sehingga tidak dianjurkan bagi
rumah tangga. Yang dapat kita lakukan adalah memakai barang-barang yang
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 18

terbuat dari plastik secara berulang-ulang, atau membuat kreativitas dari sampah
plastik (Environmental service Program, 2008).

f. Styrofoam

Gambar 3.7 Sampah styrofoam
Penduduk perkotaan saat ini cukup akrab dengan styrofoam yang sering
digunakan sebagai pembungkus barang. Bahan ini dibuat dari zat kimia yang
berbahaya, yang apabila dibakar akan menimbulkan gas beracun. Pemakaian
styrofoam sebisa mungkin perlu dihindari, karena selain berbahaya bagi
kesehatan, sampahnya TIDAK DAPAT HANCUR secara alami (Environmental
Service Program, 2008).

g. Kertas

Gambar 3.8 Sampah kertas
Menghemat penggunaan kertas adalah cara terbaik. Selain mengurangi
jumlah sampah, kita sekaligus menghemat jumlah pohon yang ditebang. Daur
ulang kertas dapat dilakukan dengan menghancurkan dan membuat bubur kertas
sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini dapat juga dilakukan oleh rumah tangga,
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 19

namun tidak dianjurkan untuk kertas koran karena banyak mengandung logam
berat (Environmental Service Program, 2008).

h. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Gambar 3.9 Sampah B3
Sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Sampah B3 yang sering terdapat di rumah tangga misalnya adalah baterei,
pestisida (obat serangga), botol aerosol, cairan pembersih (karbol), dan lampu
neon. Jika dibuang ke lingkungan atau dibakar, sampah-sampah ini dapat
mencemari tanah dan membahayakan kesehatan. Pengolahan sampah B3 ini
dilakukan secara khusus di lokasi khusus yang membutuhkan pengawasan ketat
dari pemerintah. Pemerintah Indonesia telah menentukan lokasi khusus di
Cileungsi, Jawa Barat sebagai instalasi pengolahan limbah B3 (Environmental
Service Program, 2008).

3.3.2 Pewadahan
Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di
sumbernya baik individu (dari sebuah rumah) maupun komunal (beberapa rumah).
Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di muka rumah atau bangunan
lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di tempat terbuka yang
mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam
pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang
akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan berikutnya, khususnya dalam
upaya daur ulang. Disamping itu dengan adanya wadah yang baik maka :
- Bau akibat pembusukan sampah yang menarik datangnya lalat dapat diatasi
- Air hujan yang berpotensi menambah kadar air disampah dapat dikendalikan
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 20

- Pencampuran sampah yang tidak sejenis dapat dihindari (Simanjuntak, 2008).
Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak
pada pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan
beresiko tinggi mencemari lingkungan dan membayahakan kesehatan. Pemilahan
adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya.
Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah organik dan non organik. Sebab
sampah organik yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan bau,
namun tidak demikian halnya dengan sampah non organik (Environmental
Service Program, 2008).
Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap
pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan
kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya
pemilahan di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan sampah adalah
sebagai berikut:

Gambar 3.10 Pemilahan dan pewadahan sampah berdasarkan jenisnya

Wadah sampah hendaknya mendorong terjadinya upaya daur ulang yaitu
disesuaikan dengan pemilahan jenis sampah. Di Indonesia sampai saat ini masih
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 21

belum berhasil menerapkan konsep pemilahan, maka hendaknya wadah tersebut
paling tidak menampung secara terpisah misalnya :
a) Sampah organik, seperti daun sisa sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan
dengan wadah warna gelap seperti warna hijau.
b) Sampah non organik seperti gelas, plastik, logam dan lain lain dengan wadah
warna terang seperti warna kuning.
c) Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari rumah tangga dengan warna
merah, dianjurkan diberikan label khusus (Simanjuntak, 2008).

Gambar 3.11 Tempat sampah dengan perbedaan pewadahan berdasarkan jenis
sampah

Gambar 3.12 Tempat sampah dengan perbedaan pewadahan berdasarkan jenis
sampah
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 22

3.3.3 Pengumpulan
Pengumpulan sampah pada lokasi timbulan sampah merupakan hal
selanjutnya yang perlu diketahui, berbagai permasalahan pada kegiatan
pengumpulan sampah antara lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul
tapi tidak tertangani (diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah tersebut
menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan mengganggu pernafasan
dan mengundang lalat yang merupakan pembawa dari berbagai jenis penyakit.
Tempat sampah yang memadai menjadi hal yang sangat langka pada kawasan
yang padat penduduknya. Sungai dianggap merupakan salah satu tempat
pembuangan sampah yang paling mudah bagi masyarakat perkotaan. Hal tersebut
dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kemudian, memang untuk
sementara sampah yang dihasilkan tidak tertimbun pada lokasi penimbunan
sampah tetapi untuk jangka panjang akan menyebabkan berbagai masalah yang
tidak kalah besarnya (Wibowo, 2007).
Pengumpulan sampah merupakan proses penanganan sampah dengan cara
mengumpulkan dari masingmasing sumber sampah untuk diangkut ke Tempat
Penampungan Sementara (TPS) atau ke tempat pengolahan sampah. Operasional
pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke
tempat pengolahan sistem komunal dilakukan dengan cara langsung (door to
door) atau secara tidak langsung (dengan menggunakan Transfer Depo/Container)
sebagai TPS (Simanjuntak, 2008).
Proses pengumpulan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Secara Langsung (door to door)
Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan
bersamaan. Sampah dari tiap tiap sumber oleh petugas akan diambil
dikumpulkan dan diangkut ke tempat pemrosesan/pengolahan atau ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
b) Secara Tidak Langsung (communal)
Pada sistem ini sebelum diangkut ke tempat pemrosesan atau TPA, sampah
dari tiap-tiap sumber sampah akan dikumpulkan dahulu oleh sarana
pengumpul dan diangkut ke TPS. TPS dapat difungsikan sebagai lokasi
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 23

pemrosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah sampah yang harus
diangkut ke pemrosesan akhir (Simanjuntak, 2008).

3.3.4 Pengangkutan
Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari
tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Pengangkutan
sampah umumnya dilakukan dengan mengunakan gerobak atau truk sampah yang
dikelola oleh kelompok masyarakat maupun dinas kebersihan kota. Beberapa hal
yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran sampah maupun
cairannya sepanjang rute pengangkutan, atau terhalangnya arus trasportasi akibat
truk sampah yang digunakan oleh dinas kebersihan kota mengangkut sampah
(Wibowo, 2007).
Pengangkutan sampah merupakan sub sistem yang bersasaran
membawa/mengangkut sampah dari pemindahan atau sumber sampah secara
langsung menuju tempat pemrosesan akhir atau TPA dengan sarana angkut yang
lebih besar. Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen penting dan
membutuhkan perhitungan yang cukup teliti, dengan sasaran mengoptimalkan
waktu angkut yang diperlukan dalam sistem tersebut khususnya apabila :
- Terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar yang harus
menangani sampah
- Lokasi titik tujuan sampah relatif jauh
- Sarana pemindahan merupakan titik pertemuan masuknya sampah dari
berbagai area
- Ritasi perlu diperhitungkan secara detail
- Masalah lalu-lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah (Simanjuntak,
2008).
Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak
cukup untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan
mengakibatkan timbunan sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi
akan menimbulkan bau dan akan mengundang lalat (Wibowo, 2007).
Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat
pembuangan akhir merupakan kegiatan selanjutnya yang perlu dipikirkan.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 24

Memindahkan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara yang hanya
ditimbun dan tidak ditempatkan pada tempat penampungan akan menyebabkan
kesulitan pada saat memindahkan sampah tersebut. Proses pemindahan tersebut
harus dilakukan cepat agar tidak menggangu kelancaran lalulintas dan
penggunaan truk pengangkut menjadi efisien (Wibowo, 2007).
Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan
menggunakan truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah
dan cairan sampah yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini
menjadikan keindahan kota tergangu karena sampah tercecer dan bau yang
ditimbulkan akan menggangu pernafasan (Wibowo, 2007).
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk
pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas
Kebersihan, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut
menyebabkan biaya perawatan truk pengangut akan meningkat dan masa pakai
kendaraan pengangkut akan semakin pendek (Wibowo, 2007).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke TPA, jarak
tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai menyebabkan waktu tempuh
menjadi lama, sulitnya memperoleh lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan
perkotaan menyebabkan waktu dan jarak tempuh ke TPA menjadi lebih lama dan
lebih panjang (Wibowo, 2007).

3.3.5 Transfer Depo (Tipe I)
Luas lahan untuk transfer depo I > 200 m
2
, transfer depo ini berfungsi
untuk tempat pertemuan peralatan pengumpulan dan pengangkutan
sebelum pemindahan, tempat penyimpanan peralatan kebersihan, bengkel
sederhana, kantor wilayah / pengendali, tempat pemilahan, dan tempat
pengomposan.

3.3.6 Daur Ulang dan Komposting
a. Komposting
Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses
pembusukan yang terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 25

kebersihan lingkungan, karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA
menjadi berkurang (Environmental Service Program, 2008).

Gambar 3.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan sampah organik

1) Mikroorganisme atau mikroba. Yaitu makhluk hidup berukuran mikro (sangat
kecil) yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya bakteri dan
jamur. Mikroba inilah yang memakan sampah dan hasil pencernaannya
adalah kompos. Semakin banyak jumlah mikroba maka semakin baik proses
komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari kompos yang sudah jadi ataupun
dari lapisan atas tanah yang gembur (humus).
2) Udara. Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara).
Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan
mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak
hidup, sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan kompos tidak terjadi.
Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun, pembalikan dan pengadukan
secara teratur sangat penting dalam komposting.
3) Kelembaban. Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50
70%. Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi
organik sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah di
tempat yang cukup kering. Namun juga jangan terlalu kering karena mikroba
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 26

membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka siram atau percikkan lah air
jika terlalu kering.
4) Suhu. Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu
yang cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang
menandakan fase pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk
komposting adalah 45 70 derajat celcius.
5) Nutrisi. Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi.
Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik merupakan
sumber makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini akan berubah saat
komposting berakhir.
6) Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel
sampah organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu sekitar 6
8 minggu. Variasi waktu tergantung pada jenis sampah organik dan ada
tidaknya unsur tambahan yang mempercepat proses komposting seperti EM4.
Ukuran partikel sampah juga perlu diperhatikan dalam pengomposan rumah
tangga. Kulit pisang dan sayuran misalnya, perlu dicacah terlebih dahulu
sebelum dimasukkan ke dalam komposter (Environmental Service Program,
2008).


Gambar 3.14 Metode pengomposan

Untuk komposting dengan metoda seperti gambar diatas, dibutuhkan lahan
yang cukup, yaitu untuk:
- Area penerimaan sampah
- Area pemilahan dan pencacahan (jika diperlukan, terutama untuk sampah
pertamanan)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 27

- Area sampah non organik / lapak
- Ruang pengomposan (windrow)
- Ruang pengayakan kompos
- Gudang kompos
- Gudang peralatan
- Instalasi pengelolaan lindi (air sampah)
Instalasi pengomposan sebaiknya dilengkapi juga dengan kantor, sebagai
ruang untuk pemantauan, dan dilengkapi juga dengan fasilitas air bersih, toilet dsb
(Environmental Service Program, 2008).

Tahapan komposting
1) Penerimaan sampah. Sampah yang masuk ke lokasi dari gerobak/truk
sebaiknya masih relatif segar dan didominasi oleh sampah organik, agar lebih
cepat pemilahannya. Jumlahnya perlu dicatat secara rutin dalam log book
(buku catatan kegiatan).
2) Pemilahan dan pencacahan sampah organik. Secara manual, sampah organik
dipisahkan untuk dibawa ke tempat pengomposan. Non organik yang dapat di
daur ulang dibawa ke area non organik/lapak, sedangkan residu (sisa)
dikumpulkan dalam kontainer. Sampah yang berukuran besar dan panjang
seperti dari pertamanan dicacah terlebih dahulu.
3) Pencampuran dan pembentukan tumpukan/gundukan. Agar lebih homogen
(merata), beberapa jenis sampah organik (sampah dapur, taman, kotoran
ternak dll) perlu dicampur terlebih dahulu. Kemudian ditumpuk berbentuk
trapesium (windrow) memanjang atau dalam bak.
4) Pembalikan. Secara teratur tumpukan dibalik 1 2 kali seminggu secara
manual dengan memindahkan tumpukan atau digulirkan. Catat waktu / tanggal
pembalikan.
5) Penyiraman. Tumpukan perlu disiram secara rutin untuk menjaga kelembaban
proses, menggunakan selang spray agar perata. Hentikan penyiraman untuk
tumpukan yang telah berumur 5 minggu atau dua minggu sebelum panen.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 28

6) Pemantauan. Agar masalah yang timbul dapat diantisipasi sedini mungkin,
pemantauan sangat penting. Terutama terhadap suhu, tekstur, warna, bau, dan
populasi lalat. Hasil pemantauan dicatat dengan rapi.
7) Pemanenan dan pengayakan. Produk kompos matang perlu diayak agar
berukuran halus sesuai kemudahan penggunaan.
8) Pengemasan dan penyimpanan. Jika ingin dijual, kompos halus dapat dikemas
sesuai volume yang diinginkan dan diberi informasi tentang nama kompos,
bahan baku, produsen kompos, dan kegunaannya untuk tanaman. Setelah
dilemas dapat disimpan dalam gudang yang terlindung dari panas matahari
dan hujan (Environmental Service Program, 2008).

b. Daur Ulang
Daur ulang adalah proses memanfaatkan bahan bekas atau sampah untuk
menghasilkan produk yang dapat digunakan kembali. Daur ulang memiliki
banyak manfaat, diantaranya:
- Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan
Akhir)
- Mengurangi dampak lingkungan yang terjadi akibat menumpuknya sampah di
lingkungan
- Dapat menambah penghasilan melalui penjualan produk daur ulang yang
dihasilkan
- Mengurangi penggunaan bahan alam untuk kebutuhan industri plastik, kertas,
logam, dan lain-lain (Environmental Service Program, 2008).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 29


Gambar 3.15 Daur ulang sampah plastik
3.3.7 Incinerator
Pembakaran sampah dapat dikerjakan pada suatu tempat, misalnya kidang
atau tanah lapang yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun
demikian pembakaran seperti ini sukar dikendalikan. Bila terdapat angin yang
cukup kencang, maka sampah, arang sampah, abu, debu, dan asap akan dapat
terbawa ke tempat-tempat di sekitarnya, yang tentu saja akan dapat menimbulkan
gangguan-gangguan. Pembakaran yang paling balk dikerjakan pada suatu instalasi
pembakaran, karena dapat diatur prosesnya sehingga tidak mengganggu
lingkungan. Tetapi pembakaran seperti ini memerlukan biaya operasi yang mahal.
Instalasi pembakaran sampah disebut incinerator, sedangkan proses
pembakarannya disebut insinerasi.
Insinerator adalah alat atau sarana yang dapat digunakan untuk membakar
refuse dengan bahan bakar yang minim atau dengan bahan pembakar adalah
refuse itu sendiri. Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi
materi padat (dalam hal ini sampah) menjadi materi gas (gas buang), serta materi
padatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly ash). Panas yang
dihasilkan dari proses insinerasi juga dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi
suatu materi lain dan energi, misalnya untuk pembangkitan listrik dan air panas.
Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada
suatu tungku pembakaran. Pembakaran sampah dengan incinerator merupakan
cara yang paling mudah dan cepat untuk memusnahkan sampah. Lancar tidaknya
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 30

proses pembakaran tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah, hal ini karena
sampah berasal dari sumber yang berbeda sehingga kandungan materi yang
mudah dibakarpun juga berbeda-beda. Pembakaran sampah menggunakan
insinerator dapat menghasilkan produk samping berupa logam bekas (scrap) dan
uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik.
Proses insinerasi berlangsung melalui 3 tahap, yaitu:
1. Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah
menjadi kering yang akan siap terbakar.
2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana
temperature belum terlalu tinggi.
3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.
Agar tejadi proses yang optimal maka ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam menjalankan suatu incinerator, antara lian:
1. Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dari
buangan padat, khususnya sampah.
2. Aspek keamanan: menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi logam berat
dan operasional incinerator.
3. Aspek pencegahan pencemaran udara: menyangkut penanganan debu terbang
gas toksik dan uap metalik.
Terdapat 3 parameter utama dalam operasi incinerator yang harus
diperhatikan, yaitu 3-T (Temperatur, Time dan Turbulence):
1. Temperatur (Suhu): Berkaitan dengan pasokan oksigen (melalui udara). Udara
yang dipasok akan menaikan temperature karena proses oksidasi materi
organic bersifat eksoctermis. Temperatur ideal untuk sampah kota tidak
kurang dari 800 Derajat celcius.
2. Time (waktu): Berkaitan dengan lamanya fasa gas, sehingga terjadi
pembakaran sempurna.
3. Turbulensi: Limbah harus kontak sempurna dengan oksigen. Insinerator besar
diatur dengan kisi-kisi atau tungku yang dapat bergerak, sedang incinerator
kecil (modular) tungkunya adalah statis.
Dalam insinerasi, diperlukan beberapa pertimbangan untuk diperhatikan
antara lain:
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 31

1. Karakteristik sampah, terutama kandungan airnya.
Besarnya kandungan air akan berpengaruh pada lama pembakaran.
Apabila sampah mengandung kadar air cukup tinggi, maka sebaiknya diadakan
pengeringan pendahuluan terlebih dahulu. Pengeringan pendahuluan dapat
dikerjakan sekaligus di dalam incinerator dengan mengatur suhunya, atau dengan
menggunakan instalasi pengering yang terpisah dari insinerator, tergantung dari
besarnya kadar air sampah. Untuk sampah yang mengandung kadar air 50% atau
lebih, pengeringannya harus dikerjakan pada instalasi pengering tersendiri.
Sedangkan untuk sampah yang mempunyai kadar air antara 20-50%,
pengeringannya dapat dikerjakan sekaligus di dalam insinerator. Sampah-sampah
yang kadar airnya di bawah 20% dapat langsung dibakar tanpa pengeringan
terlebih dahulu.
2. Besarnya energi yang diperlukan
Yaitu yang dapat dinyatakan dalam Mori atau hritish thermal units (btu).
Perhitungan energi sangat diperlukan agar pembakaran dapat berlangsung efektif
dan efisien. Besarnya energi yang diperlukan terutama juga tergantung pada
besarnya kadar air sampah. Apabila kadar air sampah tinggi, maka energi yang
diperlukan untuk pengeringan dan pembakaran juga tinggi. Selain tergantung
pada kadar air sampah, besarnya energi yang diperlukan juga tergantung pada
kandungan energi sampah. Berbagai jenis sampah mempunyai kandungan energi
yang berbedabeda seperti tampak pada daftar 4.1.
Efektivitas pengeringan dan pembakaran ditentukan oleh empat hal, yaitu:
a. Kecepatan dispersi uap air dari sampah.
b. Tingginya diferensiasi suhu, yaitu kenaikan suhu bertahap yang diperlukan.
c. Pengadukan, untuk mempercepat pemindahan panas.
d. Ukuran sampah. Bila ukuran sampah kccil (misalnya dirajang atau digiling),
berarti permukaannya menjadi lebih Was, sebagai akibatnya air yang menguap
menjadi lebih cepat.
3. Jumlah udara yang diperlukan
Insinerasi pada umumnya menggunakan udara panas. Jumlah udara yang
diperlukan dapat diperhitungkan dengan memakai dasar daftar 4.2. Panas
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 32

pembakaran tiap jenis sampah berbeda-beda. Apabila sampah mengandung air,
maka panas pembakaran menjadi lebih tinggi. Sampah-sampah organik pada
umumnya banyak mengandung selulosa. Panas pembakaran sefulosa. adalah
8000 btu/lb. Yang dimaksud panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan
oleh pembakaran I Ib bahan bakar selama satu jam, dinyatakan dalam juta
btu/jam.
Tabel 3.6 Kandungan energi (btu) herbagai jenis sampah.
Jenis sampah Kandungan energi
1. Kertas, karton 7.660
2. Kaye, kotak, tatal 7.825
3. Ranting 7.140
4. Daun-daunan 4.900
5. Rumput-rumputan hijau 3.820
6. Sisa sayer dan buah 1.820
7. Kain,tekstil 6.440
8. Karel 12.420
9. Kulit 10.000
10. Kertas berlapis lilin 12.000
11. Plastik (cellophane) 12.000
12. Plastik (polyethylene) 19.840
13. Plastik (polyvinil) 17.500
14. Sisa-sisa minvak 18.000
15. Semen basah 11.500
Dikulip dan L.J. COHAN and J.H. FERNANDFS, 1975 265.
*) Contoh-contoh pada uraian ini diadaptasikan dari buku C.L. Mantell, 1975. Solid Wastes
origin, collection processing and disposal. New York: John Wiley& Sons: 275-294 dalam
Hadiwiyoto, 1983.

Sebagai contoh

misalnya sampah yang berasal dari pasar mengandung
unsur karbon 30%, hidrogen 4%, oksigen 22%, kadar air 24%, logam dan gelas
20%, kandungan energi sampah = 5000 btu/lb. Jumlah udara yang diperlukan
selama pembakaran akan dihitung.
Cara perhitungan yang kedua untuk mengetahui jumlah udara yang
diperlukan, yaitu dengan menggunakan slander gratis. Untuk contoh di atas,
mula-mula komposisinya harus diubah menjadi sampah bebas air dan abu
(mineral) dengan menghilangkan kandungan air, komponen logam, dan gelas.
Dengan demikian komposisinya akan berubah sebagai berikut:


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 33

Mula-mula: Setelah diubah:
Karbon 30 % 53,5 %
Hidrogen 4% 7,2 %
Oksigen 22 % 39,3 %
Air 24 % 0
Logam/gelas 20 % 0
Jumlah 100% 100 %


4. Hasil pembakaran.
Setelah diketahui jumlah udara yang diperlukan, kemudian perlu
diperhitungkan pula jumlah gas yang dihasilkan selama pembakaran. Dalam hal
ini dari contoh di alas total gas ialah:
Karbon = 0,30
Hidrogen = 0,04
Oksigen = 0,22
Uap air = 0,24
Udara = 5,84
Jumlah = 6,64 lb/1b sampah.
Gas yang dihasilkan pada umumnya dinyatakan sebagai karbon dioksida,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Sedangkan jumlah gas yang dihasilkan dalam
contoh ialah apabila udara yang digunakan benarbenar kering (kadar air 0%).
Dalam praktek hal yang demikian tidak akan terjadi. Andaikata kadar air udara
ialah 2%, maka jumlah air dalam 5,84 lb udara adalah 0,02 x 5,84 = 0, 12 lb.
Sehingga total gas yang dihasilkan menjadi 6,64 + 0,12 = 6,76 IbAb sampah
yang dibakar. Sedangkan air dalam 1 lb gas ialah 0,24 + (0,04 x 9) + 0,12 = 0,72
lb.
5. Suhu pembakaran
Suhu pembakaran dapat kita estimasikan misalnya apabila kadar air
sampah 24 % dan udara yang digunakan 50% lebih tinggi dari seharusnya, maka
suhu pembakaran dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(Wcp) CO
2
+ (Wcp) H
2
O + (Wcp) O
2
+ (Wcp) N
2
X ( T
2
T1) =
Panas yang dibebaskan oleh pembakaran sampah.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 34

W = banyaknya gas yang dihasilkan selama pembakaran
Cp = panas spesifik
T1 = suhu mula-mula
T2 = suhu pembakaran
6. Desain insinerator
Desain instalasi pembakar tergantung pada jumlah sampah yang akan
dibakar. Misalnya tiap hari di suatu kota terkumpul 100 ton sampah, atau bila
dijadikan satuan pon akan sama dengan 200.000 lbs. Tiap jam berarti terkumpul

200000 = 8.333 lbs.
24
Panas pembakaran sampah sebanyak itu ialah: 8.333 x 5.000 = 41,6 x 106
btu/jam. Apabila kecepatan pemasukan sampah kedalam insinerator misalnya 60
lbs/ft2/jam, maka pemindahan panasnya adalah: 60 x 5000 btu/ft2/jam = 300.000
btu/ft2/jam. Luas dasar insinerator (L)
dihitung sebagai berikut. L = 41,6 x 106 btu/jam = 138,67 ft2
300.000 bhp / ft2 /jam
Andaikata panas yang dibebaskan insinerator tiap unit isi diketahui 20.(M
btu/ft'/jam, maka volume insinerator (I) ialah:
I= 41,6 x 106 btu/jam = 2.080 ft3.
20.000 btu/ft3/jam
Tinggi insinerator (t) dihitung sebagai berikut:
t = I = 2.080 = 14,999 ft (15ft)
L 138.67

Selain desain tentang volume instalasi pembakaran, perlu jugs
pertimbangan metode (cara) pembakaran yang akan dikerjakan. Dalam hal ini
ada dug cara pembakaran, yaitu sampah dibakar dengan sistem kontinu atau
dibakar dengan sistem "batch". Pembakaran itu secara kontinu apabila sampah
dimasukkan ke dalam insinerator (disebut pula stoker) dengan debit yang tetap.
Sedangkan pembakaran secara "batch" apabila mula-mula stoker diisi sampah
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 35

sampai dengan kapasitas maksimum, kemudian barn dikerjakan pembakaran.
Setelah selesai pembakaran, stoker diisi lagi dengan sampah dan dikerjakan lagi
pembakaran. Demikian seterusnya.
Kedua cara di atas ditinjau dari cara pemasukan sampah ke dalam stoker.
Di camping itu dapat pula ditinjau dari sistem pemasukan udara dan bahan
bakarnya. Dalam hal ini ada banyak metode yang dikenal, antara lain ialah:
- Apabila udara dan bahan bakar dimasukkan ke dalam insinerator dari arah yang
sama, di bawah tungku, dinamakan metode "underfeed".
- Apabila udara dan bahan bakar dimasukkan ke dalam, insinerator dari arah atas
bersama-sama, dinamakan metode "overfeed".
Apabila udara dan bahan bakar dimasukkan ke dalam insinerator dari arah
yang berlawanan, yang satu dari kanan sedang lainnya dari kiri, atau yang satu
dari atas yang lain dari bawah, disebut metode "crossfeed".
Bermacam-macam bentuk insinerator telah dikembangkan, misalnya saja:
- Insinerator dengan sistem conveyor (traveling-grate) selama pembakaran,
sampah dibawa oleh suatu ban berjalan. Abu hasil pembakaran ini ditampung
pads lubang pengeluaran.
- Insinerator dengan sistem drum berputar (rotating drum). Beberapa drum
silindris yang berputar akan membawa sampah selama pembakaran. Di bawah
drum-drum tersebut diberi penampung hasil pembakaran.
- Insinerator dengan sistem "reciprocating". Sampah diangkut dengan semacam
conveyor yang bergetar, sehingga sampahnya akan lebih mudah dan lebih cepat
terbakar, sedangkan semua abunya dapat terkumpul pads penampung.
Masih ada satu hal lagi dalam desain insinerator yang perlu pertimbangan,
yaitu perlu tidaknya instalasi pendingin pads insinerator. Biasanya sebagai
pendingin digunakan air. Guna pendingin ini ialah untuk mengontrol kenaikan
suhu insinerator, yang mungkin saja akan terns meningkat sehingga
membahayakan proses.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 36

7. Gudang penyimpan sampah
Perencanaan seperti contoh tersebut di atas ialah perencanaan yang
mengabaikan hari libur, yang dalam praktek banyak terjadi. Karena itu
diperlukan beberapa ruang penyimpan sampah untuk menampung sampah yang
belum dapat dibakar pada hari-hari libur. Penyimpanan sampah dapat dikerjakan
dengan dua cara, yaitu:
- Sampah disimpan dalam silo.
- Sampah dihamparkan di atas lantai.
Sistem silo biasanya digunakan untuk instalasi-instalasi pembakar yang
besar, yang mempunyai kapasitas di atas 1.000 ton/hari. Biaya sistem silo relatif
lebih mahal daripada sistem hamparan, yang biasanya hanya digunakan untuk
instalasi-instalasi yang kecil.
Sampah

Gambar 3.16 Tungku pembakaran sampah dengan alat pengangkut
sampah sistem drum berputar di dalamnya.
8. Preparasi
Untuk mempercepat pembakaran clan memperlancar pekerjaan,
diperlukan preparasi pendahuluan terhadap sampah. Preparasi ialah pengecilan
ukuran, yang dapat dikerjakan dengan beberapa cara. Untuk masing-masing jenis
sampah cara preparasinya juga berbeda-beda. Preparasi ukuran dimaksudkan
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 37

untuk mengurangi volume yang diperlukan, baik untuk pengumpulan maupun
untuk pembakaran. Cara-cara pengecilan ukuran yang Bering dikerjakan ialah
dengan penekanan (pengepresan), penggilingan, pemukulan, dan penggun-
tingan/perajangan.
9. Cemaran
Selain hal-hal yang sifatnya teknis, perlu juga diperhatikan timbulnya
bahan-bahan cemaran, yang akan dapat mempengaruhi kelestarian lingkungan di
sekitarnya. Dalam pembakaran sampah, ada beberapa bahan cemaran, yaitu gas,
debu, clan air. Yang berbentuk gas ialah hasil-hasil pembakaran seperti yang
telah clibicarakan di muka, yaitu karbon dioksida (CO
2
), uap air (H
2
O), nitrogen
(N
2
) dan oksigen (O
2
).
Untuk tidak menimbulkan masalah, biasanya gas tersebut dibuang ke
atmosfer melalui suatu cerobong yang tinggi. Cemaran berbentuk debu
merupakan hasil pembakaran yang berupa abu sampah. Sebagian besar abu
ditampung pada suatu penampung, tetapi sebagian yang lain akan dapat
bertebaran karena hembusan udara yang dimasukkan ke dalam incinerator, dan
sebagai akibatnya akan menjadi adi bahan cemaran. Cemaran yang berbentuk air
berasal dari air yang diperlukan sebagai pendingin/atau mungkin air yang pada
saat-saat tertentu digunakan untuk membersihkan instalasi.

3.3.7.1 Insinerator Tipe Fluidized Bed
Pada tipe ini sebelum dibakar, sampah harus diiris kecil-kecil untuk
mempermudah pembakaran yang menggunakan pasir panas yang mengambang.
Proses temperatur tinggi dengan fluidized bed telah digunakan cukup lama. Pada
awalnya teknologi ini digunakan dalam gasifikasi batubara, kemudian
berkembang pada aplikasi catalytic cracking dalam refineri minyak. Teknologi
fluidized bed ini diadaptasi dalam berbagai proses karena teknologi ini
mempunyai kemampuan memberikan derajat turbulensi yang tinggi, area
transfer-panas yang besar untuk mencampur sampah, oksigen dan media
terfluidasi. Dengan pencampuran yang baik antara media inert (biasanya pasir)
akan memberikan hasil insenerasi yang baik, dengan udara berlebih rendah dan
gradien temperatur yang minimal di seluruh media. Waktu tinggal yang
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 38

digunakan antara 5-8 detik atau lebih, pada temperatur 1400-1600F (760-
870C).
Insenerasi bubling bed mempunyai media dari pasir yang diaduk dengan
lewatnya udara melalui media serta yang memungkinkan media pasir terekspansi
dan terfluidisasi. Pemanasan awal dari media dilakukan melalui sebuah burner.
Aliran limbah dilakukan langsung ke media pasir. Dengan terpaparnya sampah
secara langsung dengan media, maka didapat efisiensi yang tinggi. Kedalaman
media bisanya antara 0,60-2,4 m.
Teknik circulating bed merupakan pengembangan bubbling-bed dengan
kenaikan turbulensi per-unit area. Teknik ini membutuhkan kecepatan udara yang
tinggi dan sirkulasi padatan untuk menimbulkan turbulensi yang tinggi serta
memungkinkan waktu tinggal yang cukup guna menghancurkan sampah. Padatan
dari area sirkulasi dipisahkan dari gas yang keluar melalui cyclone dan
dikembalikan pada insinerator. Temperatur dari jenis ini biasanya lebih rendah
dari jenis rotary kiln atau bubling-bed, namun cukup mampu untuk
menghancurkan sampah dengan pencampuran yang lebih sempurna.












Gambar 3.17 Struktur Insinerator Fluidized Bed
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 39













Gambar 3.18 Insinerator Tipe Fluidized Bed
Kelebihan jenis insinerator ini adalah nilai DRE yang tinggi, temperatur yang relatif seragam (uniform), residunya yang relatif tidak
berbahaya serta biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah. Beberapa jenis fluidzed bed ini antara lain :bubling fliuidized bed dan
circulating fluidzed bed
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 40

Beberapa kerugian pembakaran sampah dengan incenerator yaitu adanya
polutan yang dilepaskan, baik ke udara maupun ke media lainnya; biaya-biaya
ekonomis dan tenaga kerja; kehilangan energi; ketidaksinambungan; dan
ketidaksesuaian dengan sistem pengolahan limbah yang lain. Dioxin adalah
polutan yang paling terkenal berbahaya yang dihasilkan dari proses insinerator.
Dioxin dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara luas, termasuk kanker,
kerusakan sistem kekebalan, reproduksi, dan permasalahan-permasalahan dalam
pertumbuhan. Dioxin terakumulasi dalam tubuh, melalui rantai makanan dari
pemangsa ke predator, terkonsentrasi dalam daging dan susu-mentega, dan, pada
akhirnya, terakumulasi dalam tubuh manusia. Dioxin memerlukan perhatian
khusus, karena dioxin dapat berada dimana-mana di lingkungan (dalam tubuh
manusia) pada tingkatan yang sudah dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan, yang secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa populasi yang
ada sedang menderita akibat efek yang ditimbulkannya. Secara umum, insinerator
merupakan sumber dioxin yang utama. Insinerator juga merupakan sumber utama
pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat,
mengganggu sistem pergerakan, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran;
pencemaran akibat Merkuri tersebar luas. Selain itu, insinerator juga merupakan
sumber utama polutan-polutan logam berat, seperti timah (Pb), kadmium (Cd),
arsen (As) dan kromium (Cr).

3.3.8 Sanitary Landfill
3.3.8.1 Pemilihan Lokasi TPA
Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan
menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan
dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air
maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta
berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith, 1996). Menurut Qasim
(1994) dan Thobanoglous (1993), potensi pencemaran leachate maupun gas dari
suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses
pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama
yaitu 20 30 tahun setelah TPA ditutup (Word Press, 2009).
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 41

Tabel 3.7 Dampak potensial kegiatan pembuangan akhir
Tahap
Pembangunan
Kegiatan Prakiraan Dampak
Prakonstruksi
- Pemilihan lokasi
TPA.
-

- Perencanaan.


Pembebasan lahan.
- Lokasi yang tidak memenuhi
persyaratan akan mencemari
lingkungan dan mengganggu
kesehatan masyarakat
- Perencanaan yang tidak didukung oleh
data yang akurat akan menghasilkan
konstruksi yang tidak memadai
- Ganti rugi yang tidak memadai akan
menimbulkan keresahan masyarakat
Konstruksi
- Mobilisasi alat
berat & tenaga.


- Pembersihan
lahan.
Pekerjaan sipil
- Meningkatkan polusi udara (debu,
kebisingan)
- Keresahan sosial apabila tenaga
setempat tidak dimaanfaatkaan
- Pengurangan tanaman
- Pembuatan konstruksi yang tidak
memenuhi persyaratan akan
menyebabkan kebocoran lindi, gas
dan lain-lain
Operasi
- Pengangkutan.



- Penimbunan dan
pemadatan.


- Penutupan tanah.
- Pengangkutan sampah dalam keadaan
terbuka dapat menyebabkan bau dan
sampah berceceran di sepanjang jalan
yang dilalui truk
- Penimbunan sampah yang tidak
beraturan dan pemadatan yang kurang
baik menyebabkan masa pakai TPA
lebih singkat
- Penutupan tanah yang tidak memadai
dapat menyebabkan bau, populasi lalat
tinggi dan pencemaran udara
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 42

- Ventilasi gas


- Pengumpulan
lindi dan
pengolahan lindi
- Ventilasi gas yang tidak memadai
menyebabkan pencemaran udara,
kebakaran dan bahaya asap
- Lindi yang tidak terkumpul dan
terolah dengan baik dapat
menggenangi jalan dan mencemari
badan air dan air tanah
Pasca operasi
- Reklamasi lahan




Pemantauan
kualitas lindi dan
gas
- Reklamasi yang tidak sesuai dengan
peruntukan lahan apalagi digunakan
untuk perumahan dapat
membahayakan konstruksi bangunan
dan kesehatan masyarakat
- Tanpa upaya pemantauan yang
memadai, maka akan menyulitkan
upaya perbaikan kualitas lingkungan

Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk
pengamanan pencemaran lingkungan. Upaya pengamanan lingkungan TPA
diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin
terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung. Upaya tersebut meliputi :
a. Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat.
b. Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan
persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan
dan tata ruang.
c. Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA (Word Press,2009).
Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA
secara lebih memadai terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan
biaya operasi dan pemeliharaan TPA (Word Press,2009).
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 43

Penentuan lokasi TPA sampah, dapat berdasarkan SNI 03-3241-1994
tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa pertimbangan-
pertimbangan antara lain:
1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut;
2. Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu: pertama, Tahap regional yang
merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat
dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
Kedua, Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu
atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona
kelayakan pada tahap regional. Ketiga, Tahap penetapan yang merupakan
tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang.
3. Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan
lokasi TPA Sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA
sampah dengan criteria pemilihan lokasi TPA.
Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona
layak atau zona tidak layak sebagai berikut :
a. kondisi geologi;
- tidak berlokasi di zona holocene fault;
- tidak boleh di zona bahaya geologi
b. kondisi hidrogeologi;
- tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 m;
- tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det;
- jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 m di hilir
aliran;
- dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di
atas, maka harus diadakan masukan teknologi;
c. kemiringan zona harus kurang dari 20%;
d. jarak dari lapangan terbang harus lebih dari 3.000 m untuk penerbangan
turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 m untuk jenis lain;
e. tidak boleh ada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 44

2. kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik
terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
a. iklim;
- hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;
- angin arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai makin
baik;
b. utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik;
c. lingkungan biologi:
- habitat kurang bervariasi, dinilai makin baik;
- daya dukung kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makin baik;
d. kondisi tanah:
- Produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih baik;
- kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih
lama dinilai lebih baik;
- ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup,
dinilai lebih baik;
- status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik;
e. demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik;
f. batas administrasi: dalam batas adminitrasi dinilai semakin baik;
g. kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
h. bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
i. estetika: semakin tidak telihat dari luar dinilai semakin baik;
j. ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m
3
/ton)
dinilai semakin baik (Diharto, 2008).
3. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang
berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan
kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
Produk yang dihasilkan dari penetapan lokasi TPA adalah sebagai berikut:
a. Tahap regional yaitu peta dasar skala 1 : 25.000, yang berisi:
- centroid sampah yang terletak di wilayah tersebut
- kondisi hidrogeologi
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 45

- badan-badan air
- TPA sampah yang sudah ada
- Pembagian zona-zona
- zona 1 = zona tidak layak
- zona 2 = zona layak untuk TPA sampah kota
b. Tahap penyisih yaitu rekomendasi lokasi TPA sampah kota dilengkapi :
- peta posisi calon-calon lokasi yang potensial
- peta detail dengan skala 1 : 25.000 dari sedikitnya 2 lokasi yang terbaik
c. Tahap penetapan yaitu keputusan penetapan lokasi TPA sampah kota
Pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang
sebagai berikut :
1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan
daerah perkotaan (Urbanized Area).
2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong
pengembangannya (Urban Promotion Area)
3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama
menuju perkotaan/daerah padat.
Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana
pemanfaatan lahan bekas TPA.
2. Kemampuan ekonomi pemerintah daerah setempat dan masyarakat, untuk
menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara
ekonomis, teknis dan lingkungan.
3. Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kondisi badan air
sekitarnya, pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk
menentukan metode pembuangan akhir sampah.
4. Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana
jalan masuk TPA.
5. Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan
terjadinya longsor.
6. Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 46

7. Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume
sampah sedekat mungkin dengan sumbernya.
8. Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang
bukan berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.
9. Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu
melaksanakan model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola
kebersihan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara
memadai.
10. Aksesibilitas jalan menuju TPA sampah harus tersedia guna memudahkan
kendaraan.
11. Pengangkut membuang limbah/sampah sampai ditempatnya, kebutuhan lahan
yang relative cukup luas disesuaikan dengan konsep pengelolaan TPA
sampah misalnya Buffer zone untuk menghindari dampak dari bau,
kebisingan, lalat dan vektor penyakit dengan ditanami pohon pelindung
dengan ketebalan berkisar antara 20 m sampai dengan 50 m dari batas luar
daerah operasional TPA yang didukung dengan penanaman jenis pohon yang
cepat tumbuh dalam waktu 1 tahun mencapai 4 m, dan tidak mudah patah
akibat pengaruh angin misalnya sengon, mahoni, tanjung dan lain-lain
dengan kerapatan/jarak antar pohon 2 m. Selain itu ditetapkan pula Free Zone
yang merupakan zona bebasNdimana kemungkinan masih dipengaruhi
leachate, sehingga harus merupakan RuangNTerbuka Hijau dan apabila
dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan,Ndengan
ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone, sehingga TPA
sampah dapat difungsikan secara terpadu dengan pengelolaannya, sistem
pengolahan limbah organik dan non organik dilakukan secara terpisah agar
setiap dampak/implikasi limbah dapat disortir sesuai dengan sifat dan
jenisnya sehingga dapat diketahui limbah yang mengandung B3 (Bahan
Beracun dan Berbahaya) disertai penanganannya, pengolahan limbah juga
harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan seperti air buangan dari
limbah organik, materi limbah padat yang tidak dapat diolah atau didaur
ulang sehingga perlu penanganan pemusnahan, pemisahan limbah padatpun
harus sesuai dengan sifat dan jenis limbah tersebut. Pendekatan pengelolaan
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 47

sampah yang berasal dari limbah organik dengan cara diproses menjadi
pupuk atau kompos, merupakan pendekatan yang perlu pula menjadi
alternatif pilihan pengelolaan limbah, karena dapat memberikan nilai tambah
baik secara ekologis, psikologis dan ekonomis.
Oleh karenanya pula dengan mengacu pada PP 16 tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang di dalamnya mengatur
masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19-22), bahwa penanganan sampah
yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum dan secara
tegas dinyatakan bahwa TPA sampah wajib dilengkapi dengan zona penyangga
dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan secara sanitary landfill untuk kota
besar dan metropolitan dan controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain
itu perlu pula dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate secara
berkala.
Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan
pengelolaan TPA sampah yang baik menjadi hal penting, TPA sampah yang
didesain sesuai dengan ketentuan dapat difungsikan pula menjadi kawasan hijau
sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang yang menerapkan ketentuan
bahwa setiap wilayah/kawasan menyediakan RTH minimal sebesar 30 % dari luas
wilayah/kawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya mengandung nilai-
nilai estetika tetapi juga mengandung nilai psikologis bagi masyarakat. Dapat
dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kota-kota besar
bahkan Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk
taman bermain, kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat
maka yang terjadi adalah lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat
sangat tinggi, polusi udara yang berpengaruh pada psikologis dan lingkungan
yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan (Dardak, 2007).
3.3.8.2 Survey dan pengukuran Lapangan
Data untuk pembuatan Detail Engineering Design (DED) TPA harus meliputi :
- Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
- Komposisi dan karakteristik sampah
- Data jaringan jalan ke lokasi TPA
- Jumlah alat angkut (truk)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 48

Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer)
maupun tidak langsung (sekunder). Pengukuran lapangan dilakukan untuk
mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti:
- Topografi
- Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas
hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral
tanah, anion dan kation)
- Sondir dan geophysic
- Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah,
kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
- Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air
musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat,
chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
- Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
- Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-
lain.
- Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
- Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)
- Dan lain-lain

3.3.8.3 Perencanaan TPA
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat
mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian maka
perencanaan TPA tersebut harus meliputi :
- Desain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
- Desain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi,
saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan
(tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi,
ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan
fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 49

- Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah
untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal
TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.
- Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender,
spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain
Perpindahan atau pergeseran lokasi TPA harus diikuti oleh pembuatan
DED pada lokasi baru (redesign).
a. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang
mungkin timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang
tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan
untuk menampung sampah selama 5 tahun.
b. Pemberian izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi
seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius <
500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang
mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.
c. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA,
perlu diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana
mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi
namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi
masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana
pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan jauh sebelum
dilakukan perencanaan (Word Press, 2009).

3.3.8.4 Tahap Konstruksi TPA
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan
melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga
supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan
kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 50

dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk
menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak
kebisingan dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat
diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas
dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat.
Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah
tanaman dan debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti
atau membuat green barrier yang memadai.
A. Pembangunan fasilitas umum
Fasilitas umum yang biasanya terdapat pada TPA diantaranya adalah:
1. Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah
dengan kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu
memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi.
Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat
mengurangi efisiensi pengangkutan.
2. Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan
akhir mulai dari penimbangan/pencatatan sampah yang masuk (sumber,
volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan
menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA perlu
memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang
laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang
akan dibuang kebadan air penerima.
3. Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak
masuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area
timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 51

4. Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga
dapat berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya
dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan
cepat tumbuh seperti pohon angsana (Word Press,2009).
5. Alat alat berat
Untuk mempercepat pekdisesuaikan dengan pekerjaan menimbun sampah,
diperlukan alat-alat yang memadai. Alat-alat ini harus disesuaikan dengan tipe
tanah penutup, musim digunakannya, dan derajat densitas sampah yang
dikehendaki. Alat-alat yang digunakan mungkin mempunyai fungsi yang berbeda-
beda, yaitu :
a. Untuk membongkar tanah, menggali parit (lubang).
b. Mengangkut tanah penutup.
c. Untuk meratakan dan memadatkan sampah.
d. Untuk meratakan dan memadatkan tanah penutup.
Tipe tanah sangat berpengaruh dalam menentukan jenis alat yang
dipergunakan. Misalnya bila tanahnya berpasir, lempung, atau tanah merah , tanah
lumpur, maka alatnya juga berbeda-beda. Jenis-jenis teraktor Crawler(traktor
rantai) atau Scarper sangat cocok digunakan untuk ketiga macam tanah tersebut.
Selain traktor digunakan pula dozer blade (pendorong tanah), front end
loader (gerobak yang letaknya di depan, jadi didorong), dan beberapa alat
semacam yang dapat dipasang di depan traktor. Untuk daerah pembungan yang
luas kadang-kadang diperlukan alat-alat khusus, misalnya dragline dan
compactor. Berikut ini macam-macam traktor, sebagai berikut :
a. Traktor rantai
Traktor ini baik sekali untuk memadatkan dan meratakan sampah atau
tanah penutup, karena dapat dipergunakan untuk mendistribusikan (meratakan)
sampah atau tanah pada suatu area yang luas. Ciri ciri traktor ini ialah :
- Mempunyai kestabilan tinggi untuk tanah-tanah yang miring.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 52

- Dapat digunakan untuk semua jenis tanah. Sangat cocok untuk tanah yang
berlumpur.
- Dapat digunakan baik di musim penghujan maupun di musim kemarau.
- Dapat digabungkan dengan alat untuk meratakan tanah yang dipasang di
belakang atau di depan traktor.
- Serba guna, dapat digunakan untuk operasi-operasi jalan dan lain-lain.
b. Traktor roda
Traktor jenis ini dapat lebih cepat bergerak daripada jenis traktor rantai,
tetapi agak lebih kecil. Ban roda dapat diganti jenisnya sesuai dengan kebutuhan.
Pada traktor roda juga dapat dipasang alat-alat pengangkut tanah atau sampah.
Pada traktor roda juda dapat dipasang alat-alat pengangkut tanah atau sampah.
Traktor roda mempunyai banyak kegunaan, misalnya sekaligus dapat digunakan
untuk mengangkut tanah penutup dari tempat-tempat yang agak jauh di sekitar
daerah penimbunan sampah.
c. Dragline
Alat ini khusus digunakan apabila areal untuk menimbun sampah adalah
luas, dalam dan sampahnya juga berjumlah besar. Fungsi alat ini terutama untuk
memindahkan tanah penutup disekitar penimbunan.
d. Scarper
Scarper juga digunakan untuk areal yang luas dan sampah yang banyak.
Fungsinya sama dengan dragline, yaitu mengangkut dan meratakan tanah penutup.
Tetapi jarak pengangkutan tidak dapat dijangkau oleh dragline.
e. Compactor
Compactor ialah traktor spesial, yang rodanya terbuat dari besi (bisa juga
dari karet yang keras dan tebal) dengan beberapa lempeng gigi padanya. Traktor
jenis ini dilengkapi pula dengan pisau dozer untuk meratakan sampah atau tanah
penutup. Kepadatan yang dihasilkan dapat mencapai 30% lebih besar daripada
kepadatan yang bisa dicapai dengan menggunakan jenis traktor rantai
(Hadiwiyoto, 1983).



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 53

B. Pembangunan Fasilitas Perlindungan Lingkungan
Fasilitas perlindungan lingkungan yang biasanya terdapat pada TPA
diantaranya adalah:
1. Lapisan Dasar Kedap Air
Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran
lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap,
baik dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan
tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10
-6

cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing
setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat
kerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk
menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum
dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar terlindung . Sebagai contoh
dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.
2. Jaringan Pengumpul Lindi
Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan
lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan
pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel.
Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan,
debit lindi dan lain-lain.
3. Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar
pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku.
Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai
BOD rata-rata 2000 10.000 ppm, maka pengolahan lindi yang disarankan
minimal dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses
pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air
penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan
proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan
waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
aktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 54

memegang peranan penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama
ini adalah karena tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi,
sehingga efisiensi proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari
beberapa tahap sebagai berikut :
- Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
- Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
- Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di
kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %
- Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi
proses 80 %
- Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai
saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat
menyerap bahan polutan.
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan,
maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui
pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa trickling filter, diharapkan dapat
menurunkan kadar BOD lindi.
4. Ventilasi Gas
Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang
terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme.
Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya
akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang
mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara
maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi
apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent
harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap
pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect).
Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang
dilindungi oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 55

dengan ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur
jaringan pipa lindi.
5. Green Barrier
Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka
perlu dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green
barrier kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk
memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana.
6. Sumur Uji
Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap
air tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA
tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran )
(Word Press, 2009).

C. Pembangunan Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung yang biasanya terdapat pada TPA diantaranya adalah:
1. Sarana Air Bersih
Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut
sampah (truck), alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung
TPA. Selain itu apabila memungkinkan air bersih juga diperlukan untuk
menyiram debu disekitar area penimbunan secara berkala untuk mengurangi
polusi udara.
2. Bengkel
Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta
memperbaiki kendaraan yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di TPA,
sehingga tidak sampai mengganggu operasi pembuangan sampah. Peralatan
bengkel harus disesuaikan dengan jenis kerusakan yang akan ditangani.
3. Jembatan Timbang
Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk
TPA sehingga masa pakai TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang
tersebut dapat digunakan sebagai ukuran pembayaran pembuangan sampah per
truk (untuk sampah dari sumber tertentu yang tidak dikenakan retribusi) (Word
Press,2009).
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 56

3.3.8.5 Tahap Pasca Konstruksi
Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit
dilaksanakan dari seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang
ada sudah cukup memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan
dengan baik maka tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul, maka
pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-
hal seperti penerapan sistem sel, pemadatan sampah, penutupan tanah, pengolahan
lindi, pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan
casing dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan
sampah (Word Press,2009)
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi
sampah menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30
tahun (Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk
lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan
bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka
perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal (Word
Press,2009).
Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk
mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan
pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran
pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji
dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit,
yaitu yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan
sesudah area penimbunan (Word Press,2009).

3.3.8.6 Kriteria Desain Sanitary Landfill
Ada dua teknik yang termasuk dalam kategori TPA, yaitu teknik open
dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan
sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan disuatu lokasi dan dibiarkan
terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan.
Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk,
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 57

menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat,
dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga
menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping
sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary
landfill. Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu
hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada
perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga
mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah
dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat
dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian
seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Pada bagian dasar
dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi
dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur
gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun
(Indra, 2003).
Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat
stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah
meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah dengan menggunakan
compactor, dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan.
Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau
kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan
yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas
penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi
lapisan penutup tersebut sebagai berikut :
a. Mencegah berkembangnya vektor penyakit
b. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan
c. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul
d. Mencegah kebakaran
e. Menjaga agar pemandangan tetap indah
f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah
g. Mengurangi volume lindi
(Indra, 2003)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 58

Hal yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan pembangunan
TPA dengan teknik sanitary landfill adalah kemungkinan timbulnya pencemaran
lingkungan di areal TPA tersebut. Ada beberapa jenis pencemaran di lahan
penimbunan sampah (TPA) yaitu :
a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya
rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan
komponen-komponen hasil penguraian sampah;
b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan
gas CO
2
, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan
menghasilkan gas CH
4
, H
2
S, dan NH
3
. Gas CH
4
perlu ditangani karena
merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar.
Sedangkan gas H
2
S, dan NH
3
merupakan sumber bau yang tidak enak (Indra,
2003).
TPA dengan sistem sanitary landfill memang memerlukan investasi atau
biaya yang mahal tapi resiko pencemaran lingkungan dapat diminimalkan. TPA
dengan sistem Sanitary Landfill di Indonesia sesungguhnya belum dilakukan
dengan baik, justru cenderung berubah ke TPA Open Dumping. TPA dengan
metode open dumping adalah menumpuk sampah terus hingga tinggi tanpa
dilapisi dengan lapisan geotekstil dan saluran lindi. Akibatnya adalah terjadi
pencemaran air tanah dan udara di sekitar TPA, sehingga timbullah resistensi
sosial dari masyarakat disebabkan kerusakan atau pencemaran lingkungan yang
ditimbulkan oleh TPA jenis ini. Lindi merupakan limbah cair yang berasal dari
sampah basah atau sampah organik yang terkena air hujan. Jika lindi tersebut
tidak ditata dengan baik, maka dapat menyebar ke dalam tanah dan masuk ke
aquifer air tanah yang dapat menyebabkan pencemaran air tanah. Lindi tersebut
mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh seperti adanya kandungan Hg, H
2
S,
tergantung jenis sampah yang dibuang di TPA tersebut.
Ditinjau dari segi penimbunan, Sanitary Landfill dikenal mempunyai tiga
metode, yaitu:
a. Metode Galian Parit (Trench Method)
Sampah dibuang pada galian parit yang memanjang, hasil galian tanahnya
digunakan untuk penimbun kembali (Cover Material).
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 59


Gambar 3.20 Metode Galian Parit
b. Metode Area
Sampah dibuang diatas tanah separti pada tanah rendah, rawa-rawa,
lereng-lereng bukit kemudian ditutup dengan tanah yang diperoleh dari tempat
lain (luar lokasi).

Gambar 3.19 Metode Area

c. Canyon Method
Sampah dipergunakan untuk menutup atau menimbun lokasi tanah yang
rendah. Contohnya adalah lembah, galian bekas tambang. Terdiri dari beberapa
jurang lift. Sampah ditimbun pada jurang. Tanah penutup berasal dari potongan
dinding saat dilakukan instalasi liner dan tanah lokasi.

Gambar 3.21 Canyon Method
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 60

Berdasarkan proses penguraiannya, sanitary landfill dibagi menjadi 3
proses yaitu:
a. Anaerobic Landfill
Pada umumnya kondisi landfill merupakan dari jenis anaerobic, dimana
didalam proses pembusukan yang aktif adalah bakteri anaerobic. Proses
pembusukan pada situasi ini memerlukan waktu yang lebih lama, gas yang
dihasilkan cukup besar, kuantitas lindi (BOD dan COD) buruk dan bau busuk.
b. Semi Anaerobic Landfill
Semi anaerobic landfill merupakan landfill yang mengaplikasikan saluran
drainase yang berfungsi untuk mamasukan leachate dan memasukan udara ke
dalam landfill dengan proses difusi. Latar belakang dikembangkannya semi
aerobic landfill ini sebagai berikiut :
- Keterbatasan lahan
- Landfill adalah lahan kosong potensial yang diharapkan dapat segera
dimanfaatkan untuk kegiatan perkotaan bila telah selesai dipergunakan
(completed landfill site).
Teknik yang dikembangkan pada semi aerobic landfill adalah
- Memperbesar zona aerobic
- Meningkatkan proses pembusukan (dekomposisi) sampah
- Percepatan stabilitas lokasi landfill
- Memperbaiki kualitas leachate.
c. Aerobic Landfill
Proses ini udara dimasukan ke dalam landfill melalui saluran pipa lindi
dan gas stack yang ada dengan menggunakan blower. Pada proses ini
dekomposisi sampah berlangsung lebih cepat.
Komponen Sanitary Landfill
1. Cell
Cell merupakan timbunan sampah per hari yang dipadatkan pada sanitary
landfill.
2. Fasilitas pengendali pencemaran dari sanitary landfill berupa :
a. Liner
b. Sistem pengumpulan leachate
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 61

c. Lapisan tanah penutup harian dan akhir
3. Lining system
Berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke dalam
tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terbuat
dari compacted clay, geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite.
Tanah penutup harian : ditimbunkan untuk setiap kali operasi (harian).
4. Lift
Lift merupakan lapisan cell ditambah daily cover pada area kerja sanitary
landfill pada satu jalur penimbunan lengkap. Fungsi lift :
a. Mempertahankan stabilitas slope
b. Untuk penempatan pipa gas methan
c. Tanah penutup akhir : ditimbun pada seluruh permukaan landfill setelah
masa operasi landfill berakhir.
5. Bench / Terrace
Teras lereng yang berfungsi untuk menjaga stabilitas lereng timbunan sampah
(biasanya ditempatkan setiap 5 10 m). Juga berfungsi untuk menempatkan
saluran drainase dan pipa pengelolaan gas landfill.
6. Leachate Collection System
Dibuat di atas Lining system dan berguna untuk mengumpulkan leachate
dan memompa ke luar sebelum leachate menggenang di lining system yang
akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. leachate yang dipompa keluar melalui
sumur yang disebut Leachate Extraction System
7. Cover atau cap system
Berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk ke dalam
landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate.
8. Gas ventilation System
Berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam dengan
demikian mengurangi risiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang
akhirnya dapat menimbulkan peledakan.
9. Monitoring system
Bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau
terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar. Sedangkan Gas
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 62

metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat dimanfaatkan untuk
sumber listrik yang dapat dialirkan kerumah-rumah penduduk. Dan air sampah
atau air lindi dapat diolah menjadi pupuk cair (Subandi, 2006).
Aspek yang di perlu diperhatikan dalam sanitary landfill yaitu:
a. Luas tanah lapang
Luas tanah lapang erat kaitannya dengan umur sanitary landfill itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah penduduk atau jumlah
sampah yang akan dibuang, reduksi pemadatan erat kaitannya dengan keadaan
topografi dan geologi lokasi tersebut. Menurut pengalaman Negara-negara maju
kebutuhan luas tanah yang sebesar 0,3 ha sampai 0,6 ha setiap tahunnya untuk
penduduk 10.0000 jiwa dengan tinggi sanitary landfill 180 cm.
b. Tidak mencemari Lingkungan
Tata guna air permukaan yang melewati Sanitary Landfill harus terhindar
pencemaran yang disebabkan buangan sampah tersebut. Demikian juga sumur
dangkal yang digunakan penduduk sekitar lokasi. Lokasi Sanitary Landfill tidak
di daerah banjir yang mengakibatkan tinggi rendahnya air permukaan.
Pertimbangan penanggulangan bau dan serangga sebagai vektor penyakit
perlu diperhitungkan, sehingga secara berkala untuk membasmi serangga dengan
penyemprotan Insektisida, terutama di tujukan untuk lalat. Pengawasan terhadap
gas yang di timbul akibat pembusukan sampah perlu sekali, sebab gas tersebut
bersifat mudah terbakar. Demikian juga pengawasan terhadap tikus dan binatang
lainnya.
c. Efesiensi jarak tempuh kendaraan pengangkut
Secara ekonomis,hendaknya jarak tempuh seminimal mungkin agar lebih
menguntungkan,tetapi dari segi sanitary landfill tidak boleh berdekatan atau di
daerah pemukiman. Menurut pengalaman negara maju jarak-jarak tempuh
berkendaraan pengangkut sampah antara 22-23 Km dan untuk meningkatkan
efesiensi kendaraan pengangkut, dapat dilakukan memperbesar kapasitas
kendaraan dua kondisi jalan.



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 63

3.3.9 IPAL Leachate
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan
pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu
ditangani dengan baik. Lindi akan terjadi apabila ada air eksternal yang
berinfiltrasi ke dalam timbunan sampah, misalnya dari air permukaan, air hujan,
air tanah atau sumber lain. Cairan tersebut kemudian mengisi rongga-rongga pada
sampah, dan bila kapasitasnya telah melampaui kapasitas tekanan air dari sampah,
maka cairan tersebut akan keluar dan mengekstraksi bahan organik dan anorganik
hasil proses fisika, kimia dan biologis yang terjadi pada sampah.
Pola umum dari pembentukan lindi adalah sebagai berikut:
1. Presipitasi (P) jatuh di TPA dan beberapa diantaranya akan mengalami run off
(RO)
2. Beberapa dari presipitasi itu menginfiltrasi (I) permukaan
3. Sebagian yang terinfiltrasi akan menguap/evaporates (E) dari permukaan dan
atau transpires (T) melalui tumbuhan
4. Sebagian proses infiltrasi akan menyebabkan penurunan kandungan
kelembaban dalam tanah
5. Sisa infiltrasi setalah proses E,T dan S sudah mencukupi, bergerak kebawah
membentuk suatu percolate (PERC ) dan pada akhirna akan membentuk lindi
yang akan ditemui di dasar TPA.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi lindi :
1. Tipe material sampah yang dibuang ke TPA
2. Kondisi TPA meliputi pH, temperatur, kelembaban, usia TPA dan iklim
3. Karakteristik presipitasi yang memasuki TPA
Permasalahan pada lindi di TPA adalah timbulnya bau, bau ini berasal dari
bahan-bahan volatil, gas terlarut dan hasil pembusukan bahan-bahan organik. Gas
terlarut yang membuat lindi menjadi bau yaitu gas H2S dan gas nitrogen yang
sudah bersenyawa menjadi amoniak. Berdasarkan kondisi diatas, maka perlu
adanya analisis mengenai instalasi pengolahan lindi yang ada, apakah dengan
semakin bertambahnya timbulan sampah setiap harinya akan mempengaruhi
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 64

kinerja instalasi yang ada, apakah perlu adanya lokasi baru untuk instalasi agar
system penyaluran air lindi dapat lebih efektif dan efisien, apakah instalasi yang
ada masih mampu menampung debit air lindi dan mengolah air lindi yang
dihasilkan dari TPA sehingga dapat diterima oleh saluran irigasi sebagai badan air
penerima atau apabila instalasi lama sudah tidak dapat digunakan, maka harus
dilakukan perencanaan baru instalasi pengolah air lindi.
Tujuan perencanaan instalasi pengolahan lindi antara lain :
1. Mengidentifikasi besarnya debit air lindi yang dihasilkan dari TPA
2. Mengidentifikasi kualitas air lindi TPA
3. Mengevaluasi kondisi instalasi pengolah lindi eksisting
4. Menganalisis dan merencanakan alternatif pengolahan air lindi serta
mendesain instalasi pengolahan air lindi

3.3.9.1 Metodologi Tahapan Perencanaan

Gambar 3.22 Diagram Alir



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 65

1. Treatment 1 (Kolam Lindi)
a. Kolam Anaerobik
Pada bak penampungan lindi ini terjadi pengolahan pre-treatment
dimana terjadi pengolahan awal dengan menggunakan bakteri anaerob untuk
dapat mereduksi bahan-bahan organik. Bak anaerob merupakan kolam dengan
kedalaman tertentu dengan seluruh permukaan tertutup lapisan sludge.
Berdasarkan teori bahwa semakin tinggi kedalaman maka semakin tinggi daya
reduksi atau perombakan bahan-bahan organik. Kondisi anaerobic masih
ditemukan pada kedalaman dua sentimeter dari atas permukaan air dimana
masih ditemukan oksigen terlaryt lebih kurang dua milligram per liter.
Selebihnya konsentrasi oksigen dapat diabaikan. Pada bagian ini bahan-bahan
organic dirombak menjadi asetat yang kemudian dilanjutkan dengan
perombakan asetat menjadi gas metan dan karbondioksida. Dan dalam kondsi
seimbang karbondioksida dirubah lagi menjadi air. Bagian-bagian yang tidakk
terdekomposisi masuk ke dalam kolam atau bak fakultatif, seluruh air limbah
dialirkan secara over flow menuju bak fakultatif.
b. Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif berbentuk siku. Kondisi lumpur pada kolam fakultatif
sama dengan kondisi lumpur pada kolam anaerob. Hal ini disebabkan terlalu
banyak pengenceran yang dilakukan sehingga kondisi kolam cenderung
bersifat aerob. Dipermukaan kolam terlihat akumulasi lumpur yang tidak rata
dibagian tertentu dan dibagian lainnya terlihat encer.
c. Kolam Maturasi
Tahap terahir dari kolam penampungan lindi adalah kolam maturasi atau
disebut juga kolam pemetangan. Berhubung semakin rendahnya kandungan
BOD
5
maka kondisi aerobic akan terwujud diseluruh bagian kedalam bak.
Prinsip pengolahan ini adalah bahan organik dioksidasi oleh bakteri aerobic
dan fakultatif denagn menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh alga yang
tumbuh di sekitar permukaan air. Kolam maturasi terdiri dari satu buah unit
berfungsi untuk menampung beban organic yang berasal dari kolam fakultatif.
Ciri-ciri fisik kolam ini jika dilihat kondisinya hampir sama dengan kolam
anaerob dan fakultatif hanya menampung lindi sehingga dipastikan kondisi
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 66

kolam aerobic sepenuhnya. Efesiensi penyisihan BOD5 dalam kola ini sebesar
75%.

2. Treatment 2 (Koagulasi dan Flokulasi)
a. Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan
pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam
suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam
keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya
dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada
dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut
dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air
(insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi
antara lain adalah:
- Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di
mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel
yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;
- Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup
reaktif pada koloid;
- Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang
mengendap.
Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid
yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan
dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid.
Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana
flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle
sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan.
Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk
meningkatkan efektifitas pengolahan.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 67

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain:
1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan
kesadahan;
2. Jumlah dan karakteristik koloid;
3. Derajat keasaman air (pH);
4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;
5. Temperatur air;
6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur.
7. Karakteristik ion-ion dalam air.
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan
adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur
untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor
(CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan
derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan
(G).

b. Flokulasi
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat
proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta
melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin
lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan
faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka
gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika
nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar
partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit
dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan
berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar
dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen,
dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 68

kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen
ketiga terjadi pemadatan flok.
Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan
dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi,
perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses
flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.

3. Treatment 3 (Bak Filtrasi)
Proses filtrasi merupakan proses pengolahan dengan cara mengalirkan
air limbah melewati suatu media filter yang disusun dari bahan-bahan butiran
dengan diameter dan tebal tertentu. Proses ini ditujukan untuk menghilangkan
bahan-bahan terlarut dan tak terlarut (biological floc yang masih tersisa
setelah pengolahan secara biologis). Berdasarkan kontrol terhadap laju
filtrasinya, filter dibedakan menjadi :
- Filter dengan aliran tetap/Constant Rate Filter (CRF)
- Filter dengan aliran menurun/ Declining Rate Filter (DRF)
Berdasarkan driving force-nya, filter dibedakan menjadi :
- Filter dengan gravitasi
- Filter bertekanan
Berdasarkan susunan media penyaring di dalamnya, filter dibedakan
menjadi :
- Filter dengan media tunggal, media filter yang digunakan hanya satu
lapisan dari jenis media yang sama, biasanya berupa pasir atau hancuran
anthrasit
- Filter dengan media ganda, media filter yang digunakan dua lapisan dari
jenis media yang berbeda, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit
- filter yang digunakan lebih dari dua
lapisan yang brmacam-macam, biasanya berupa hancuran antrasit, pasir
dan garnet.
Berdasarkan laju filtrasinya (hydraulic loading), dibedakan menjadi :
- Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
- Saringan pasir lambat (slow sand filter)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 69

Pembilasan saringan pasir pada unit filtrasi dilakukan dengan
mengalirkan air bersih dengan arah aliran yang berlawanan dengan arah aliran
pada saat penyaringan. Selama pelaksanaan pembilasan bahan-bahan yang
tertangkap di dalam media pasir akan terlepas dan akan dikeluarkan bersama-
sama aliran air bilasan.
Untuk membantu melepaskan bahan-bahan padat yang tertangkap di
dalam media filter, biasanya sebelum air bilasan dialirkan, maka terlebih
dahulu pasir diaduk dengan menginjeksikan udara yang bertekanan searah
dengan aliran air pada saat pembilasan.

4. Treatment 4 (Bak Aerasi)
Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan
atau untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di
permukaan menjadi suatu oksida. Dalam keadaan teroksidasi, besi dan
mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan ion, keduanya terlarut
pada bilangan oksidasi +2, yaitu Fe+2 dan Mn+2. Ketika kontak dengan
oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi valensi
yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke tingkat yang
cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan besi dihilangkan dengan
pengendapan setelah aerasi.
Ada empat tipe aerator yang sering digunakan, yaitu gravity aerator,
spray aerator, air diffuser, dan mechanical aerator. Fungsi dari proses aerasi
adalah menyisihkan methana (CH4), menyisihkan karbon dioksida (CO2),
menyisihkan H2S, menyisihkan bau dan rasa, menyisihkan gas-gas lain.

5. Treatment 5 (Bak Filter Cepat)
Filtrasi adalah proses penyaringan air melalui media pasir atau bahan
sejenis untuk memisahkan partikel flok atau gumpalan yang tidak dapat
mengendap, agar diperoleh air yang jernih. Penyaring adalah pengurangan
lumpur tercampur dan partikel koloid dari air lindi dengan melewatkan pada
media yang porous. Penyaring ini berisikan 0,4-0,7 meter pasir dengan
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 70

diameter 0,4-0,8 milimeter dan gravel setebal 0,3-0,6 meter. Adapun
kecepatan aliran penyaringan yang dihasilkan sebesar 1,3-2,7 liter/m3/detik.
Mekanisme yang dilalui pada filtrasi:
1. Air mengalir melalui penyaring glanular.
2. Partikel-partikel tertahan di media penyaring.
3. Terjadi reaksi-reaksi kimia dan biologis.

6. Treatment 6 (Bak Reservoir Akhir)
Reservoir digunakan pada sistem distribusi untuk meratakan aliran,
untuk mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Jenis pompa penyediaan
air yang banyak digunakan adalah: jenis putar (pompa sentrifugal, pompa
diffuser atau pompa turbin meliputi pompa turbin untuk sumur dan pompa
submersibel untuk sumur dalam), pompa jenis langkah positif (pompa torak,
pompa tangan, pompa khusus meliputi pompa vortex atau pompa kaskade,
pompa gelembung udara atau air lift pump, pompa jet, dan pompa bilah).
Efisiensi pompa umumnya antara 60 sampai 85%

3.3.10 Instalasi Pengolahan Gas Landfill
Limbah padat disimpan di daerah penimbunan saniter membusuk melalui
proses fisik, kimia dan biologis meninggalkan produk samping. Meskipun proses
fisik dan kimia berkontribusi pada dekomposisi sampah namun yang paling
penting adalah proses biologis. Pada proses biologis memproduksi gas metana
(CH
4
) dan karbondioksida (CO
2
), gas dibentuk dengan aksi mikroorganisme
organik limbah. Adapun yang menjadi parameter penting yang mempengaruhi
produksi gas adalah kelembapan, suhu, pH, ukuran partikel, kerapatan limbah dan
kandungan gizi.
Gas yang dihasilkan dari TPA adalah CH
4
, NH
3
, CO
2
, CO, H
2
S, N
2
, O
2.
Metana (45-60%) dan karbondioksida (40-60%) adalah gas utama yang terjadi
dari degradasi anaerobik limbah padat. Produksi gas di TPA terjadi di empat fase,
fase 1 hidrolisis fase dimana substrat organik rusak untuk menghasilkan
karbondioksida. Pada fase 2 yaitu asetogenesis fase dan bakteri aerobik terus
mengkonversi senyawa dan menghasilkan lebih banyak CO
2
dan hidrogen. Fase 3
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 71

adalah metanogenesis dimana bakteri anaerob tumbuh dan menghasilkan banyak
metana. Fase 4 adalah pematangan awal tahap dimana produksi gas tetap mantap.
Gas-gas ini akan terus diproduksi hingga 20 tahun dan akan berakhir pada saat
TPA di fase pematangan.
Landfill gas menyebabkan beberapa kerusakan lingkungan seperti emisi gas,
pemanasan global, pencemaran air bawah tanah, dan menimbulkan bau yang tidak
sedap. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan yang tepat dan pemanfaatan landfill
gas yang sesuai dengan potensi yang bisa eksploitasi. Pengelolaan landfill gas
dapat dilakukan dengan menghilangkan kontaminan karbondioksida pada LFG
dan memanfaatkannya untuk pembangkit listrik. Untuk pembangkit listrik ini
sendiri Amerika Serikat memimpin dengan inovasi teknologinya.
Faktor penting mengurangi jumlah gas adalah pengumpulah gas unit tidak
dibangun pada saat ketika limbah dibuang dan limbah terkena udara cukup lama.
LFG dikumpulkan melalui sistem pasif atau sisten aktif. Sistem pasif melibatkan
sumur serupa dengan air bawah tanah dimana gas ditarik ke sumur karena beda
tekanan antara TPA dan atmosfer. Sistem aktif mengabung vakum di sumur untuk
menciptakan potensi yang lebih baik dan mengekstrak gas dari TPA. Gas yang
diektraksi kemudian dimurnikan oleh gas scubber untuk menghilangkan gas
karbondioksida.

3.3.10.1 Pemurnian Landfill Gas
Untuk pemurnian gas metana dan karbondioksida telah dikembangkan
teknologi acrion dimana dengan menghilangkan kontaminan LFG dengan in-situ
cairan dingin karbondioksida yang diperoleh langsung dari LFG.
Teknologi acrion mengkonversi LFG tekanan tinggi campuran bebas
kontaminan karbondioksida dan metana untuk bahan baku sintesis metanol.
Proses pemulihan LFG untuk konvensional sebagian besar kompresi, pendinginan
dan kondensasi bergantung pada sifat cairan dingin karbondioksida untuk
menghilangkan kontaminan. Teknologi menggunakan cairan karbondioksida
sebagai penyerap umumnya pada suhu dibawah 0
o
C, tidak boleh disamakan
dengan CO
2
superkritis pada teknologi ekstraksi. Pelarut organik ireversibel
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 72

sering beraksi dengan kontaminan spesies membentuk busa, menjadi kental, atau
menghambat pemisahan.


Gambar 3.23 Proses Pengolahan Gas Landfill
Kemampuan cairan untuk menyerap karbondioksida LFG kontaminan
dikonfirmasikan pada fase penyerapan, dibangun dan dioperasikan dalam acrions
laboratorium digunakan untuk mengukur enam kontaminan: dichlorofluoro-
metana, metil klorida, aseton, pentana, etanol, ethylene dichloride. Fase gas
kontaminan konsentrasi yang dikurangi oleh faktor-faktor yang berkisar 100-
5.000, sering ketingkat bawah batas deteksi peralatan Acrions analitis. Hasil ini
menunjukan bahwa froen-12 dan metil klorida, merupakan kontaminan yang sulit
dihapus dari LFG, namun dapat dikurangi sehingga tidak meracuni katalis sintesis
methanol.

3.3.10.2 Pembangkit Listrik Dari Landfill Gas
LFG dikumpulkan di lokasi TPA kemudian digunakan untuk listrik. Gas
dipompa keluar dan kemudian mengalami freetreatment untuk menghapus CO
2

dan menghasilkan CH
4
. LFG dikumpulkan sehingga pabrik pengolahan
membutuhkan stasiun suar untuk pembakaran produksi gas metana berlebihan.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 73

Energi dari LFG dapat diubah menjadi sistem Cogeneration. Mesin pembangkit
listrik LFG bervariasi dan memiliki kelebihan masing-masing.
Mesin reciprocating merupakan teknologi paling di manfaatkan untuk
pembangkit listrik LFG karena bentuknya yang ringkas dan fleksibel untuk TPA
pembuangan. Akan tetapi terbatasnya kapasitas pembangkit listrik yang dapat
memberikan pendapatan yang memadai menahan pengembangan kapasitas lebih
tinggi untuk mendukung meningkatnya permintaan pada pasokan energi. Selain
itu polusi udara dari mesin ini jauh lebih tinggi dibandingkan teknologi
pembangkit lisrik LFG lainnya.
Selain mesin reciprocating terdapat pula teknologi lain untuk pembangkit
listrik LFG salah satunya adalah gas turbin. Gas turbin merupakan gabungan
panas dan operational (CHP). Operasi mencakup pemulihan panas dari siklus
sederhana knalpot turbin untuk menghasilkan energi panas dalam bentuk uap dan
air panas.
Landfill Methane Outreach Program (LMOP) melaporkan bahwa gas turbin
memiliki efisiensi tinggi, terutama CHP konfigurasi memiliki 70-80% efisiensi
sistem secara keseluruhan.
Organik siklus rankine (ORC) adalah proses siklus konversi tertutup energi
panas diproduksi oleh suar menyala di TPA untuk energi mekanik dengan
memanfaatkan fluida organik. ORC merupakan operasi untuk mangkorversi LFG
yang tidak memerlukan perubahan tata letak tanaman.menggunakan energi panas
bumi. Energi input adalah parameter operasi pertama dari sistem, dimana dapat
digunakan tanpa memperhatikan jenis bakar. Efisiensi jauh lebih rendah dan
menimbulkan polutan lebih banyak.
Siklus strirling engine (SCE) adalah siklus tertutup udara panas mesin.
Keuntungan menggunakan sistem ini untuk pembangkit listrik LFG adalah
kapasitas panas dan kekuatan kepadatan dari mesin pembakar eksternal. Penelitian
sebelumnya telah menemukan bahwa sistem ini memancarkan emisi rendah NO
X

dan karbon monoksida dibandingkan sistem pada mesin reciprocating. Rendah
konsumsi bahan bakar dan efisiensi yang tinggi adalah keuntungan utama dari
sistem ini. Pengembangan lebih lanjut dan demonstrasi skala besar perlu
dilakukan untuk menguji kinerja sistem ini.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 74

3.3.11 Penutupan Akhir (Final Cover) Landfill
Salah satu masalah yang paling serius yang dihadapi perkotaan masyarakat
hari ini adalah efisien dan jangka panjang pembuangan limbah padat perkotaan.
Walaupun modern kerja yang luas menawarkan teknologi energi dan bahan-bahan
pemulihan, landfill akan tetap diperlukan untuk pembuangan akhir, limbah tidak
dapat digunakan.
Tujuan dari TPA saniter isolasi limbah padat dari lingkungan. Ini berarti
bahwa tidak ada zat-zat berbahaya dari limbah kita dapat mencapai lingkungan
dan tidak dapat diprediksi jumlahnya. Isolasi material sampah ke lingkungan
dapat dicapai dengan menyediakan lapisan kedap penghalang di sekitar lokasi
penimbunan dan pengolahan sampah. Penghalang lapisan kedap sebagian
dibangun di atas tanah dan sebagian di bawah permukaan tanah (bawah
permukaan). Dapat disimpulkan bahwa struktur sebenarnya dari penghalang
lapisan kedap air merupakan penahanan yang dapat dibangun baik untuk tujuan
dasar dari metode sanitary landfill. Penampang lapisan penutup (final cover )
dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 3.24 Penampang Lapisan Penutup
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud sebagai berikut:
a. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat
b. Mencegah perkembangbiakan tikus
c. Mengurangi bau
d. Mengisolasi sampah dan gas yang ada
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 75

e. Menambah kestabilan permukaan
f. Meningkatkan estetika lingkungan
Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan
metode/teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary
landfill dilakukan setiap hari, sementara pada control landfill dianjurkan 3 kali
sehari. Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah:
a. Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutup harian) adalah dengan
lapisan tanah padat setebal 20 cm
b. Untuk penutupan antara (setelah 2 - 3 lapis sel harian) adalah tanah padat
setebal 30 cm
c. Untuk penutup terakhir, yang dilakukan pada saat suatu blok pembuangan
telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50 cm
Setelah tempat pembuangan sampah atau tempat pembuangan sampah sel
mencapai kapasitas, itu harus semakin ditutup dengan membangun sebuah
penutup akhir (atau topi), yang merupakan komponen kunci untuk mengurangi:
a. Infiltrasi curah hujan untuk mengendalikan kuantitas lindi yang dihasilkan,
sehingga tanah meminimalkan dampak
b. Potensi untuk menolak untuk datang di kontak dengan manusia dan ekologi
lainnya reseptor
c. Kutu akses dan dampak
d. Pembuangan LFG dan api / ledakan potensi
e. Bau
f. Erosi, sambil menyediakan permukaan untuk mempertahankan lansekap dan
memperbaiki estetika visual.

3.3.11.1 Desain Pertimbangan
a. TPA desain - jika kapal dan sistem pengumpulan lindi mampu secara
signifikan mengurangi rembesan lindi penutupan alami adalah tepat, dalam
situasi lain penutupan akhir terdiri dari tanah liat dipadatkan atau
menggunakan tanah liat geosynthetic Geomembrane atau sistem liner harus
digunakan.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 76

b. Iklim - di daerah dengan curah hujan tinggi, comp-bertindak tanah liat atau
sistem geosynthetic harus digunakan, dalam gersang atau semi-gersang iklim
solusi lain mungkin sesuai.
c. Stabilitas lereng - lereng untuk batas akhir 1V: 4H
d. Pengawetan melalui proses pengeringan dan membeku mencair - menghindari
retak kurang pembentukan dengan menggunakan plastik (kurang tanah liat,
lebih lanau) tanah dan menggunakan lapisan tanah cukup tebal di atas lapisan
tanah liat.
e. Penyelesaian - memungkinkan untuk penyelesaian di desain pembatasan
f. Erosi - menggunakan kemiringan akhir kurang dari 1V: 4H dan cut-off
mengalir di sekitar 6 m vertikal bertahap.

3.3.11.2 Final Desain Penutupan
a. Fitur desain
- 150 mm humus, 600 mm dipadatkan penghalang, 300 mm lapisan
subgrade atau yayasan.
- Fokus pada meminimalkan infiltrasi

Potensi alternatif meliputi:
Kapiler Barrier
- 150 mm humus, kira-kira 500 mm tanah berbutir halus, kira-kira 500 mm
tanah berbutir kasar
- cocok untuk kering atau semi kering iklim, kurang masalah dengan
membekukan / mencair retak
Geosynthetic Barrier
- geosynthetic kapal dan / atau Geomembrane di topi
- geosynthetic hambatan harus dipertimbangkan di mana terdapat sumber air
dangkal atau sensitif di bawah TPA, limbah berbahaya hadir atau situs
tidak memiliki sistem pengumpulan lindi.



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 77

b. Perawatan pasca-penutupan
Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap dapat berfungsi
dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat
menyebabkan timbulnya retakan permukaan tanah yang memungkinkan
terjadinya aliran gas keluar dari TPA ataupun mempercepat rembesan air pada
saat hari hujan. Untuk itu retakan yang terjadi perlu segera ditutup dengan
tanah sejenis. Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak
berlangsung seragam sehingga ada bagian yang menonjol maupun
melengkung ke bawah. Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan
dengan memperhatikan kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman
rumput dalam hal ini dianjurkan untuk mengurangi efek retakan tanah melalui
jaringan akar yang dimiliki. Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu
dilakukan minimal sebulan sekali atau beberapa hari setelah terjadi hujan lebat
untuk memastikan tidak terjadinya perubahan drastis pada permukaan tanah
penutup akibat erosi air hujan.
Sebuah penutupan pasca perawatan dan rencana pengelolaan harus
disiapkan dan harus mencakup:
- mulai dan tanggal berakhir diperkirakan pasca-penutupan periode
perawatan
- deskripsi rinci dan dasar dari parameter pemantauan dan frekuensi untuk
pemantauan
- pemeliharaan berkala maupun insidentil
- kesehatan dan keselamatan sebuah rencana
- tindakan korektif tindakan jika dampak buruk (misalnya, permukaan air
atau pencemaran air tanah, bau, kebakaran) diamati
- rencana cadangan (untuk kebakaran, gempa bumi, banjir event, dll)
- akhir rencana penggunaan TPA.





Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 78

BAB IV
PERHITUNGAN DESAIN


4.1 Proyeksi Timbulan Sampah
Proyeksi timbulan sampah wilayah perencanaan 2 pada tahun 2009 dan
perencanaan 10 tahun mendatang diperoleh dengan berdasarkan perhitungan
survei timbulan, data kependudukan, jumlah fasilitas, kepadatan penduduk, dan
persentase sampah berdasarkan komposisinya pada tahun-tahun sebelumnya. Dari
perhitungan tersebut, didapatkan volume timbulan sampah domestik wilayah
perencanaan 2 pada tahun 2009 sebesar 12.31 m
3
/orang/hari dan volume timbulan
sampah non-domestik sebesar 2.46 m
3
/orang/hari. Untuk timbulan sampah tiap
fasilitas adalah sebesar 0.023 m
3
/orang/hari. Dan proyeksi timbulan sampah
wilayah perencanaan 2 tahun 2010 2019 sebagaimana ditampilkan pada tabel .
Selain itu, proyeksi timbulan sampah berdasarkan komposisi juga
dihitung. Dilihat dari data persentase komposisi sampah dari tahun 2005 2009,
dapat diproyeksikan timbulan sampah pada tahun 2010 2019 seperti pada tabel .

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 79

Tabel 4.1. Proyeksi timbulan sampah dari tahun 2009-2019
No.
Tahun
( x )
Proyeksi
Penduduk
(Pn)
Proyeksi
Kepadatan
Penduduk
(L = 62.54 km
2
)
(jiwa/km
2
)
Proyeksi Timbulan
Sampah Domestik
Perhari
(T = 2.6 l/o/h)
Proyeksi
Timbulan
Sampah
Domestik
Perhari
(m
3
/org/hari)
Proyeksi
Timbulan
Sampah Non
Domestik
Perhari
(m
3
/org/hari)
Total Proyeksi
Timbulan
Sampah
Perhari
(m
3
/org/hari)
2009 4,735 76 12,311.00 12.31 2.46 14.77
1 2010 5,683 91 14,776.77 14.78 2.96 17.73
2 2011 6,527 104 16,971.09 16.97 3.39 20.37
3 2012 7,497 120 19,491.27 19.49 3.90 23.39
4 2013 8,610 138 22,385.70 22.39 4.48 26.86
5 2014 9,888 158 25,709.93 25.71 5.14 30.85
6 2015 11,357 182 29,527.81 29.53 5.91 35.43
7 2016 13,043 209 33,912.65 33.91 6.78 40.70
8 2017 14,980 240 38,948.62 38.95 7.79 46.74
9 2018 17,205 275 44,732.42 44.73 8.95 53.68
10 2019 19,760 316 51,375.11 51.38 10.28 61.65

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 80

Tabel 4.2. Proyeksi timbulan sampah tiap fasilitas dari tahun 2009-2019
No.
Tahun
( x )
Proyeksi
Penduduk
(Pn)
Proyeksi timbulan
sampah Non
Domestik perhari
(m
3
/org/hari)
Total proyeksi
fasilitas per
tahun
Proyeksi Timbulan
sampah non-
domestik perhari
(perfasilitas)--
(m
3
/org/hari)
Proyeksi Timbulan
sampah non-
domestik perhari
(perfasilitas
wilyah)--
(lt/org/hari)
2009 4,735 2.46 105 0.023 23.45
1 2010 5,683 2.96 110 0.027 26.89
2 2011 6,527 3.39 114 0.030 29.70
3 2012 7,497 3.90 119 0.033 32.68
4 2013 8,610 4.48 125 0.036 35.81
5 2014 9,888 5.14 132 0.039 39.06
6 2015 11,357 5.91 139 0.042 42.42
7 2016 13,043 6.78 148 0.046 45.86
8 2017 14,980 7.79 158 0.049 49.35
9 2018 17,205 8.95 169 0.053 52.85
10 2019 19,760 10.28 182 0.056 56.33

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 81

Tabel 4.3. Persentase komposisi sampah dari tahun 2005-2009
Jenis Komposisi
Sampah
Persentase (%)
2005 2006 2007 2008 2009
Kertas 1.60 1.65 1.70 1.75 1.53
Kayu 0.50 0.57 0.50 0.40 0.45
Kain 0.05 0.05 0.05 0.05 0.03
Karet/Kulit 0.01 0.05 0.05 0.03 0.04
Plastik 2.60 3.60 3.65 3.80 3.50
Metal/Logam 0.10 0.11 0.11 0.10 0.15
Gelas/Kaca 0.05 0.06 0.06 0.05 0.05
Organik 95.04 93.86 93.63 93.78 94.15
Lain-Lain 0.05 0.05 0.25 0.04 0.10







Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 82

Tabel 4.4. Proyeksi jumlah dan persentase sampah berdasarkan komposisi dari tahun 2009-2013
No Komponen
Proyeksi Komposisi Jumlah Timbulan sampah
2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
1 Kertas 0.23 1.53 0.29 1.63 0.33 1.63 0.38 1.63 0.44 1.62
2 Kayu 0.07 0.45 0.07 0.40 0.08 0.38 0.08 0.35 0.09 0.32
3 Kain 0.00 0.03 0.01 0.03 0.01 0.03 0.01 0.03 0.01 0.02
4 Karet/Kulit 0.01 0.04 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.06 0.02 0.06
5 Plastik 0.52 3.5 0.71 4.03 0.86 4.23 1.04 4.43 1.24 4.63
6 Metal/Logam 0.02 0.15 0.02 0.14 0.03 0.15 0.04 0.16 0.04 0.16
7 Gelas/Kaca 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.05
8 Organik 13.91 94.15 16.59 93.54 19.01 93.35 21.79 93.15 24.98 92.99
9 Lain-Lain 0.01 0.1 0.02 0.13 0.03 0.13 0.03 0.14 0.04 0.15

Total 14.77 100.00 17.73 100.00 20.37 100.00 23.39 100.00 26.86 100.00
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 83

Tabel 4.5. Proyeksi jumlah dan persentase sampah berdasarkan komposisi dari tahun 2014-2019
No Komponen
Proyeksi Komposisi Jumlah Timbulan sampah
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampa
h (m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
1 Kertas 0.50 1.62 0.57 1.61 0.66 1.61 0.75 1.61 0.86 1.60 0.99 1.60
2 Kayu 0.08 0.27 0.10 0.27 0.10 0.24 0.10 0.21 0.10 0.19 0.10 0.16
3 Kain 0.01 0.02 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Karet/Kulit 0.02 0.06 0.02 0.07 0.03 0.07 0.04 0.08 0.04 0.08 0.05 0.08
5 Plastik 1.49 4.83 1.78 5.03 2.13 5.23 2.54 5.43 3.02 5.62 3.59 5.82
6 Metal/Logam 0.06 0.19 0.07 0.20 0.09 0.21 0.11 0.23 0.13 0.25 0.17 0.27
7 Gelas/Kaca 0.02 0.05 0.02 0.05 0.02 0.05 0.02 0.04 0.02 0.04 0.02 0.04
8 Organik 28.63 92.80 32.81 92.59 37.60 92.40 43.09 92.20 49.40 92.02 56.61 91.82
9 Lain-Lain 0.05 0.16 0.06 0.17 0.07 0.18 0.09 0.19 0.11 0.20 0.13 0.21

Total 30.85 100.00 35.43 100.00 40.70 100.00 46.74 100.00 53.68 100.00 61.65 100.00


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 84

Tabel 4.6. Proyeksi jumlah dan persentase sampah organik dan anorganik dari tahun 2009-2013
No Komponen
Proyeksi Komposisi Timbulan sampah
2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m
3
)
Persentase
(%)
1 Sampah organik 13.91 94.15 16.59 93.54 19.01 93.35 21.79 93.15 24.98 92.99
2 Sampah Anorganik 0.86 5.85 1.15 6.46 1.35 6.65 1.60 6.85 1.88 7.01

Total 14.77 100.00 17.73 100.00 20.37 100.00 23.39 100.00 26.86 100.00

Tabel 4.7. Proyeksi jumlah dan persentase sampah organik dan anorganik dari tahun 2014-2019
No Komponen
Proyeksi Komposisi Timbulan sampah
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah
Sampah
(m3)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m3)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m3)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m3)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m3)
Persentase
(%)
Jumlah
Sampah
(m3)
Persentase
(%)
1
Sampah
organik
28.63 92.80 32.81 92.59 37.60 92.40 43.09 92.20 49.40 92.02 56.61 91.82
2
Sampah
Anorganik
2.22 7.20 2.63 7.41 3.09 7.60 3.64 7.80 4.28 7.98 5.04 8.18

Total 30.85 100.00 35.43 100.00 40.70 100.00 46.74 100.00 53.68 100.00 61.65 100.00
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 85


4.2 Pewadahan, Pengumpulan dan Pengangkutan
4.2.1 Pewadahan dan Pengumpulan
a. Wilayah Layanan 1
1. Timbulan Sampah
Perhitungan jumlah timbulan sampah :
Jumlah timbulan sampah = rumah x penghuni x laju timbulan
Tabel 4.8. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah
No Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
lt/hr m
3
/hr
1 Toko 10 23,4 234,50 0,234
2 Rumah 38 5 2,6 494 0,494
mesjid 1 23,4 23,45 0,023
Sd 1 23,4 23,45 0,023
3 Rumah 24 5 2,6 62,4 0,062
Smp 1 23,4 23,45 0,023
4 Rumah 32 5 2,6 416 0,416
Puskesmas 1 23,4 23,45 0,023
5 Toko 8 23,4 187,60 0,188
6 Rumah 31 5 2,6 403 0,403
Smu 1 23,4 23,45 0,023
7 Rumah 28 5 2,6 72,8 0,073
8 Rumah 12 5 2,6 156 0,156
Mesjid 1 23,4 23,45 0,023

jumlah 2143,54 2,167
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 86

2. Pewadahan
Data dan asumsi aperencanaan
- Frekuensi pelayanan : setiap hari
- Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter
Perhitungan
Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan: Jumlah tong/bin sampah = penghuni x laju timbulan
Tabel 4.9. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Pewadahan
tiap bangunan
Jumlah wadah
lt/hr m
3
/hr (liter) (m
3
) tiap rmh
tiap
block
1 Toko 10 23,45 234,495 0,234 23,45 0,02344952 3 30
2 Rumah 38 5 2,6 494,000 0,494 13 0,013 2 76
mesjid 1 23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3
sd 1 23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3
3 Rumah 24 5 2,6 62,400 0,062 13,00 0,013 2 48
smp 1 23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3
4 Rumah 32 5 2,6 416,000 0,416 13,00 0,013 2 64
puskesmas 1 23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3
5 Toko 8 23,45 187,596 0,188 23,45 0,02344952 3 24
6 Rumah 31 5 2,6 403,000 0,403 13 0,013 2 62
smu 1 23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3
7 Rumah 28 5 2,6 72,800 0,073 13 0,013 2 56
8 Rumah 12 5 2,6 156,000 0,156 13,00 0,013 2 24
mesjid 1 23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

jumlah 2143,539 2,167 402
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 87

3. Pengumpulan
Data dan asumsi perencanaan
- Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah
- Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m
3

- Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %
- Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang
- Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi
- Kecepatan gerobak sampah
(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam
- Kapasitas kontainer : 6 m
3

- Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %
Perhitungan
Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :


















r V
Vd
Gerobak
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m
3
/hari)
V = Volume gerobak sampah (m
3
/gerobak)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 88


Tabel 4.10. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
jumlah gerobak
(unit/block) lt/hr m
3
/hr
1 Toko 10 23,45 234,495 0,234 1
2 Rumah 38 5 2,6 494,000 0,494 1
mesjid 1 23,45 23,450 0,023 1
sd 1 23,45 23,450 0,023 1
3 Rumah 24 5 2,6 62,400 0,062 1
smp 1 23,45 23,450 0,023 1
4 Rumah 32 5 2,6 416,000 0,416 1
puskesmas 1 23,45 23,450 0,023 1
5 Toko 8 23,45 187,596 0,188 1
6 Rumah 31 5 2,6 403,000 0,403 1
smu 1 23,45 23,450 0,023 1
7 Rumah 28 5 2,6 72,800 0,073 1
8 Rumah 12 5 2,6 156,000 0,156 1
mesjid 1 23,45 23,450 0,023 1

jumlah 2143,539 2,167 14






Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 89

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :





Tabel 4.12. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah
container
(unit/zone)
lt/hr m
3
/hr
1 Toko 10 23,45 234,495 0,234
1
2 Rumah 38 5 2,6 494,000 0,494
mesjid 1 23,45 23,450 0,023
sd 1 23,45 23,450 0,023
3 Rumah 24 5 2,6 62,400 0,062
smp 1 23,45 23,450 0,023
4 Rumah 32 5 2,6 416,000 0,416
puskesmas 1 23,45 23,450 0,023
5 Toko 8 23,45 187,596 0,188
6 Rumah 31 5 2,6 403,000 0,403
smu 1 23,45 23,450 0,023
7 Rumah 28 5 2,6 72,800 0,073
8 Rumah 12 5 2,6 156,000 0,156
mesjid 1 23,45 23,450 0,023


jumlah 2143,539 2,167
r V
Vd
container
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m
3
/hari)
V = Volume container (m
3
/bak)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 90


Perhitungan waktu proses pengumpulan :





Tabel 4.13. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/ba
ngunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Pewadahan
tiap rumah
Jumlah wadah
Jumlah
Gerobak
(unit/bloc
k)
Waktu pengumpulan
Dlm.
Block
(jam)
Block
Cont.
(jam)
Total
(jam)
(liter) (m
3
)
tiap
rmh
tiap
block
1 Toko 10 23,45 23,450 0,023 3 30 1 0,417 1,5 1,92
2 Rumah 38 5 2,6 13,000 0,013 2 76 1 1,583
1 2,58 mesjid 1 23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042
sd 1 23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042
3 Rumah 23 5 2,6 13,000 0,013 2 48 1 0,958
1,3 2,26
smp 1 23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042
4 Rumah 32 5 2,6 13,000 0,013 2 64 1 1,333
1 2,33
puskesmas 1 23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042
5 Toko 8 23,45 23,450 0,023 3 24 1 0,333 0,5 0,83
6 Rumah 31 5 2,6 13,000 0,013 2 62 1 1,292
1 2,29
smu 1 23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042
7 Rumah 28 5 2,6 13,000 0,013 2 56 1 1,167 1 2,17
8 Rumah 12 5 2,6 13,000 0,013 2 24 1 0,5
1,5 2,00
mesjid 1 23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042
4 60
10
. 60
.
x
x N
n
t N
t
p
block
= =
v
l
t
cont block
=

Keterangan :
l = jarak block layanan container (km)
v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 91


b. Wilayah Layanan 2
1. Timbulan Sampah
Perhitungan jumlah timbulan sampah :
Jumlah timbulan sampah = rumah x penghuni x laju timbulan

Tabel 4.14. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah
No Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
lt/hr m
3
/hr
1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221
2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195
5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312
smu 1 23,40 23,4 0,023
sd 1 23,40 23,4 0,023
6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325
smp 1 23,40 23,4 0,023
7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117
8 Rumah 20 5 2,60 260 0,260
9 Toko 15 23,40 351 0,351
mesjid 1 23,40 23,4 0,023
hotel 1 23,40 23,4 0,023
10 Terminal 1 23,40 23,4 0,023
11 Pasar 1 23,40 23,4 0,023
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 92

12 Rumah 72 5 2,60 936 0,936
13 Toko 2 23,40 46,8 0,047
14 Toko 4 23,40 93,6 0,094
15 Rumah 15 5 2,60 195 0,195
hotel 1 23,40 23,4 0,023
16 Rumah 10 5 2,60 130 0,130
17 Toko 10 23,40 234 0,234
18 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
19 Rumah 22 5 2,60 286 0,286

jumlah 4370,6 4,371

2. Pewadahan
Data dan asumsi perencanaan
1. Frekuensi pelayanan : setiap hari
2. Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan
Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan:
Jumlah tong/bin sampah = penghuni x laju timbulan






Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 93

Tabel 4.15. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Pewadahan
tiap bangunan
Jumlah wadah
lt/hr m
3
/hr

(liter) (m
3
) tiap rmh tiap block
1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 13 0,013 2 34
2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 24
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26
4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 13 0,013 2 30
5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312 13 0,013 2 48
smu 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
sd 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325 13 0,013 2 50
smp 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 13 0,013 2 18
8 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 13 0,013 2 40
9 Toko 15 23,40 351 0,351 23,40 0,0234 3 45
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
10 Terminal 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
11 Pasar 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
12 Rumah 72 5 2,60 936 0,936 13 0,013 2 144
13 Toko 2 23,40 46,8 0,0468 23,40 0,0234 3 6
14 Toko 4 23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 12
15 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 13 0,013 2 30
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
16 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 13 0,013 2 20
17 Toko 10 23,40 234 0,234 23,40 0,0234 3 30
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 94

18 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 24
19 Rumah 22 5 2,60 286 0,286 13 0,013 2 44

jumlah 4370,6 4,3706 649





Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 95

3. Pengumpulan
Data dan asumsi perencanaan
1. Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah
2. Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m
3

3. Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %
4. Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang
5. Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi
6. Kecepatan gerobak sampah
(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam
7. Kapasitas kontainer : 6 m3
8. Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %

Perhitungan
Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :















r V
Vd
Gerobak
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m
3
/hari)
V = Volume gerobak sampah (m
3
/gerobak)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 96

Tabel 4.16. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah Gerobak
(Unit/block) lt/hr m
3
/hr
1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1
2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 1
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1
4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 1
5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312 1
smu 1 23,40 23,4 0,0234 1
sd 1 23,40 23,4 0,0234 1
6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325 1
smp 1 23,40 23,4 0,0234 1
7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 1
8 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 1
9 Toko 15 23,40 351 0,351 1
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 1
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 1
10 Terminal 1 23,40 23,4 0,0234 1
11 Pasar 1 23,40 23,4 0,0234 1
12 Rumah 72 5 2,60 936 0,936 1
13 Toko 2 23,40 46,8 0,0468 1
14 Toko 4 23,40 93,6 0,0936 1
15 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 1
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 1
16 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 1
17 Toko 10 23,40 234 0,234 1
18 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 1
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 97

19 Rumah 22 5 2,60 286 0,286 1

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :






Tabel 4.17. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/ba
ngunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah
container
(unit/zone)
lt/hr m
3
/hr
1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221
1
2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195
5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312
smu 1 23,40 23,4 0,0234
sd 1 23,40 23,4 0,0234
6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325
smp 1 23,40 23,4 0,0234
7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117
8 Rumah 20 5 2,60 260 0,26
9 Toko 15 23,40 351 0,351
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234
hotel 1 23,40 23,4 0,0234
r V
Vd
container
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m
3
/hari)
V = Volume container (m
3
/bak)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 98

10 Terminal 1 23,40 23,4 0,0234
11 Pasar 1 23,40 23,4 0,0234
12 Rumah 72 5 2,60 936 0,936
13 Toko 2 23,40 46,8 0,0468
14 Toko 4 23,40 93,6 0,0936
15 Rumah 15 5 2,60 195 0,195
hotel 1 23,40 23,4 0,0234
16 Rumah 10 5 2,60 130 0,13
17 Toko 10 23,40 234 0,234
18 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
19 Rumah 22 5 2,60 286 0,286

jumlah 4370,6 4,3706

Perhitungan waktu proses pengumpulan :





Tabel 4.18. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/ba
ngunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Pewadahan
tiap rumah
Jumlah wadah
Jumlah
Gerobak
(unit/bloc
k)
Waktu pengumpulan
Dlm.
Block
(jam)
Block
- Cont.
(jam)
Total
(jam)
(liter) (m
3
)
tiap
rmh
tiap
block
1 Rumah 17 5 2,60 13 0,013 2 34 1 0,708333 1,5 2,21
2 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5 1,6 2,10
4 60
10
. 60
.
x
x N
n
t N
t
p
block
= =
v
l
t
cont block
=

Keterangan :
l = jarak block layanan container (km)
v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 99

3 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 1,4 1,94
4 Rumah 15 5 2,60 13 0,013 2 30 1 0,625 1,5 2,13
5 Rumah 24 5 2,60 13 0,013 2 48 1 1
0,8 1,80 smu 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
sd 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
6 Rumah 25 5 2,60 13 0,013 2 50 1 1,041667
1,1 2,14
smp 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
7 Rumah 9 5 2,60 13 0,013 2 18 1 0,375 0,8 1,18
8 Rumah 20 5 2,60 13 0,013 2 40 1 0,833333 0,6 1,43
9 Toko 15 23,40 23,4 0,0234 3 45 1 0,625
0,4 1,03 mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
10 Terminal 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 0,6 0,64
11 Pasar 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 0,6 0,64
12 Rumah 72 5 2,60 13 0,013 2 144 1 3 0,9 3,90
13 Toko 2 23,40 23,4 0,0234 3 6 1 0,083333 0,5 0,58
14 Toko 4 23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 0,7 0,87
15 Rumah 15 5 2,60 13 0,013 2 30 1 0,625
1,1 1,73
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
16 Rumah 10 5 2,60 13 0,013 2 20 1 0,416667 1,3 1,72
17 Toko 10 23,40 23,4 0,0234 3 30 1 0,416667 1,3 1,72
18 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5 1,5 2,00
19 Rumah 22 5 2,60 13 0,013 2 44 1 0,916667 1,9 2,82





Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 100

c. Wilayah Layanan 3
1. Timbulan Sampah
Perhitungan jumlah timbulan sampah :
Jumlah timbulan sampah = rumah x penghuni x laju timbulan

Tabel 4.19. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah
No Block Jenis Bangunan Jml. Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
lt/hr m
3
/hr
1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104
2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
sd 1 23,40 23,4 0,023
4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234
5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078
7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
8 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
9 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
sd 1 23,40 23,4 0,023
10 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
11 Rumah 10 5 2,60 130 0,130
12 Rumah 8 5 2,60 104 0,104
smp 1 23,40 23,4 0,023
13 Rumah Sakit 1 23,40 23,4 0,023
14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 101

smu 1 23,40 23,4 0,023
15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793
sd 1 23,40 23,4 0,023
mesjid 1 23,40 23,4 0,023
hotel 1 23,40 23,4 0,023
16 Kantor 4 23,40 93,6 0,094
17 Kantor 1 23,40 23,4 0,023
18 Kantor 1 23,40 23,4 0,023
19 Kantor 1 23,40 23,4 0,023
20 Kantor 1 23,40 23,4 0,023
21 Kantor 2 23,40 46,8 0,047
22 Rumah 20 5 2,60 260 0,260
23 Kantor 4 23,40 93,6 0,094
24 Rumah 17 5 2,60 221 0,221
gereja 1 23,40 23,4 0,023
25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

Jumlah 4490,2 4,490










Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 102

2. Pewadahan
Data dan asumsi perencanaan
1. Frekuensi pelayanan : setiap hari
2. Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan
Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan:
Jumlah tong/bin sampah = penghuni x laju timbulan

Tabel 4.20. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml. Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Pewadahan
tiap bangunan
Jumlah wadah
lt/hr m
3
/hr (liter) (m
3
)
tiap
rmh
tiap
block
1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 13 0,013 2 16
2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 13 0,013 2 34
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26
sd 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 13 0,013 2 36
5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078 13 0,013 2 12
7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26
8 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 24
9 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 24
sd 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 103

10 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26
11 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 13 0,013 2 20
12 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 13 0,013 2 16
smp 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
13
Rumah
Sakit
1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754 13 0,013 2 116
smu 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793 13 0,013 2 122
sd 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
16 Kantor 4 23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 12
17 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
18 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
19 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
20 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
21 Kantor 2 23,40 46,8 0,0468 23,40 0,0234 3 6
22 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 13 0,013 2 40
23 Kantor 4 23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 12
24 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 13 0,013 2 34
gereja 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26

Jumlah 4490,2 4,4902 677



Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 104

3. Pengumpulan
Data dan asumsi perencanaan
1. Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah
2. Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m
3

3. Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %
4. Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang
5. Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi
6. Kecepatan gerobak sampah
(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam
7. Kapasitas kontainer : 6 m3
8. Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %

Perhitungan
Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :
















r V
Vd
Gerobak
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan
(m
3
/hari)
V = Volume gerobak sampah
(m
3
/gerobak)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 105



Tabel 4.21. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah Gerobak
(Unit/Block) lt/hr m
3
/hr
1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 1
2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1
sd 1 23,40 23,4 0,0234 1
4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 1
5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078 1
7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1
8 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 1
9 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 1
sd 1 23,40 23,4 0,0234 1
10 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1
11 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 1
12 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 1
smp 1 23,40 23,4 0,0234 1
13
Rumah
Sakit
1 23,40 23,4 0,0234 1
14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754 2
smu 1 23,40 23,4 0,0234 1
15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793 2
sd 1 23,40 23,4 0,0234 1
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 106

mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 1
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 1
16 Kantor 4 23,40 93,6 0,0936 1
17 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 1
18 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 1
19 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 1
20 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 1
21 Kantor 2 23,40 46,8 0,0468 1
22 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 1
23 Kantor 4 23,40 93,6 0,0936 1
24 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1
gereja 1 23,40 23,4 0,0234 1
25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1

Jumlah 4490,2 4,4902 33


Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :











r V
Vd
container
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan
(m
3
/hari)
V = Volume container
(m
3
/bak)
r = Rasio pemadatan sampah
(%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 107



Tabel 4.22. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah
container
(unit/zone)
lt/hr m
3
/hr
1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104
1
2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221
3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
sd 1 23,40 23,4 0,0234
4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234
5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078
7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
8 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
9 Rumah 12 5 2,60 156 0,156
sd 1 23,40 23,4 0,0234
10 Rumah 13 5 2,60 169 0,169
11 Rumah 10 5 2,60 130 0,13
12 Rumah 8 5 2,60 104 0,104
smp 1 23,40 23,4 0,0234
13
Rumah
Sakit
1 23,40 23,4 0,0234
14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754
smu 1 23,40 23,4 0,0234
15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793
sd 1 23,40 23,4 0,0234
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 108

hotel 1 23,40 23,4 0,0234
16 Kantor 4 23,40 93,6 0,0936
17 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234
18 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234
19 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234
20 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234
21 Kantor 2 23,40 46,8 0,0468
22 Rumah 20 5 2,60 260 0,26
23 Kantor 4 23,40 93,6 0,0936
24 Rumah 17 5 2,60 221 0,221
gereja 1 23,40 23,4 0,0234
25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

Jumlah 4490,2 4,4902


Perhitungan waktu proses pengumpulan :










4 60
10
. 60
.
x
x N
n
t N
t
p
block
= =
v
l
t
cont block
=

Keterangan :
l = jarak block layanan container (km)
v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 109




Tabel 4.23. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/b
angunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Pewadahan
tiap rumah
Jumlah
wadah
Jumlah
Gerobak
(unit/block)
Waktu pengumpulan
Dlm.
Block
(jam)
Block

Cont.
(jam)
Total
(jam)
(liter) (m
3
)
tiap
rmh
tiap
block
1 Rumah 8 5 2,60 13 0,013 2 16 1 0,333333 2 2,33
2 Rumah 17 5 2,60 13 0,013 2 34 1 0,708333 1,8 2,51
3 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667
1,6 2,14
sd 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
4 Rumah 18 5 2,60 13 0,013 2 36 1 0,75 1,4 2,15
5 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 1,3 1,51
6 Rumah 6 5 2,60 13 0,013 2 12 1 0,25 1,2 1,45
7 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 1,2 1,74
8 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5 0,99 1,49
9 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5
0,95 1,45
sd 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
10 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 0,7 1,24
11 Rumah 10 5 2,60 13 0,013 2 20 1 0,416667 0,4 0,82
12 Rumah 8 5 2,60 13 0,013 2 16 1 0,333333
0,6 0,93
smp 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
13
Rumah
Sakit
1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 0,4 0,44
14 Rumah 58 5 2,60 13 0,013 2 116 1 2,416667 0,6 3,02
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 110

smu 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
15 Rumah 61 5 2,60 13 0,013 2 122 1 2,541667
0,9 3,44
sd 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
hotel 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
16 Kantor 4 23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 1,1 1,27
17 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1,1 1,14
18 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1 1,04
19 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1,2 1,24
20 Kantor 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1,3 1,34
21 Kantor 2 23,40 23,4 0,0234 3 6 1 0,083333 0,96 1,04
22 Rumah 20 5 2,60 13 0,013 2 40 1 0,833333 1 1,83
23 Kantor 4 23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 0,1 0,27
24 Rumah 17 5 2,60 13 0,013 2 34 1 0,708333
1,6 2,31
gereja 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
25 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 1,9 2,44














Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 111


d. Wilayah Layanan 4
1. Timbulan Sampah
Perhitungan jumlah timbulan sampah :
Jumlah timbulan sampah = rumah x penghuni x laju timbulan

Tabel 4.24. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
lt/hr m
3
/hr
1 Toko 10 23,40 234 0,234
2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338
3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039
4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039
6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117
7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143
9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195
10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234
16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 112

puskesmas 1 23,40 23,4 0,023
sd 1 23,40 23,4 0,023
17 Toko 4 23,40 93,6 0,094
18 Rumah 21 5 2,60 273 0,273
smu 1 23,40 23,4 0,023
19 Rumah 50 5 2,60 650 0,650
smp 1 23,40 23,4 0,023
mesjid 1 23,40 23,4 0,023

jumlah 3179,8 3,227


2. Pewadahan
Data dan asumsi perencanaan
1. Frekuensi pelayanan : setiap hari
2. Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan
Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan:
Jumlah tong/bin sampah = penghuni x laju timbulan






Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 113


Tabel 4.25. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Pewadahan
tiap bangunan
Jumlah wadah
lt/hr m
3
/hr (liter) (m
3
)
tiap
rmh
tiap
block
1 Toko 10 23,40 234 0,234 23,40 0,0234 3 30
2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338 13 0,013 2 52
3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 13 0,013 2 6
4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 13 0,013 2 6
6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 13 0,013 2 18
7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143 13 0,013 2 22
9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 13 0,013 2 30
10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10
15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 13 0,013 2 36
16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299 13 0,013 2 46
puskesmas 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
sd 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
17 Toko 4 23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 12
18 Rumah 21 5 2,60 273 0,273 13 0,013 2 42
smu 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 114

19 Rumah 50 5 2,60 650 0,65 13 0,013 2 100
smp 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

jumlah 3179,8 3,2266 485



3. Pengumpulan
Data dan asumsi perencanaan
1. Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah
2. Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m
3

3. Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %
4. Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang
5. Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi
6. Kecepatan gerobak sampah
(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam
7. Kapasitas kontainer : 6 m3
8. Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %






Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 115

Perhitungan
Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :





Tabel 4.26. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah Gerobak
(unit/block) lt/hr m
3
/hr
1 Toko 10 23,40 234 0,234 1
2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338 1
3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 1
4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 1
6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 1
7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143 1
9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 1
10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1
15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 1
r V
Vd
Gerobak
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan
(m
3
/hari)
V = Volume gerobak sampah
(m
3
/gerobak)
r = Rasio pemadatan sampah
(%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 116

16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299 1
puskesmas 1 23,40 23,4 0,0234 1
sd 1 23,40 23,4 0,0234 1
17 Toko 4 23,40 93,6 0,0936 1
18 Rumah 21 5 2,60 273 0,273 1
smu 1 23,40 23,4 0,0234 1
19 Rumah 50 5 2,60 650 0,65 2
smp 1 23,40 23,4 0,0234 1
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 1

jumlah 3179,8 3,2266 23

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :







Tabel 4.27. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/bangunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Jml. Timbulan
Jumlah
container
(unit/zone)
lt/hr m
3
/hr
1 Toko 10 23,40 234 0,234
1
2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338
3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039
4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
r V
Vd
container
.
=

Keterangan :
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m
3
/hari)
V = Volume container (m
3
/bak)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 117

5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039
6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117
7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143
9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195
10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065
15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234
16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299
puskesmas 1 23,40 23,4 0,0234
sd 1 23,40 23,4 0,0234
17 Toko 4 23,40 93,6 0,0936
18 Rumah 21 5 2,60 273 0,273
smu 1 23,40 23,4 0,0234
19 Rumah 50 5 2,60 650 0,65
smp 1 23,40 23,4 0,0234
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234

jumlah 3179,8 3,2266







Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 118

Perhitungan waktu proses pengumpulan :







Tabel 4.28. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan
No
Block
Jenis
Bangunan
Jml.
Bangunan
Jml.
Penghuni/ba
ngunan
(org/rmh)
Laju timbulan
(lt/org/hr)-
(lt/unit/hari)
Pewadahan
tiap rumah
Jumlah wadah Jumlah
Gerobak
(unit/block)
Waktu pengumpulan
Dlm.
Block
(jam)
Block
- Cont.
(jam)
Total
(jam)
(liter) (m
3
)
tiap
rmh
tiap
block
1 Toko 10 23,40 23,4 0,0234 3 30 1 0,416667 3,9 4,32
2 Rumah 26 5 2,60 13 0,013 2 52 1 1,083333 3 4,08
3 Rumah 3 5 2,60 13 0,013 2 6 1 0,125 2,8 2,93
4 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,5 2,71
5 Rumah 3 5 2,60 13 0,013 2 6 1 0,125 2,2 2,33
6 Rumah 9 5 2,60 13 0,013 2 18 1 0,375 3 3,38
7 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,4 2,61
8 Rumah 11 5 2,60 13 0,013 2 22 1 0,458333 2,2 2,66
9 Rumah 15 5 2,60 13 0,013 2 30 1 0,625 2,4 3,03
10 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,3 2,51
4 60
10
. 60
.
x
x N
n
t N
t
p
block
= =
v
l
t
cont block
=

Keterangan :
l = jarak block layanan container (km)
v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 119

11 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,1 2,31
12 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,4 2,61
13 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,3 2,51
14 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 1,9 2,11
15 Rumah 18 5 2,60 13 0,013 2 36 1 0,75 0,7 1,45
16 Rumah 23 5 2,60 13 0,013 2 46 1 0,958333
0,6 1,56 puskesmas 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
sd 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
17 Toko 4 23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 0,8 0,97
18 Rumah 21 5 2,60 13 0,013 2 42 1 0,875
1,2 2,08
smu 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
19 Rumah 50 5 2,60 13 0,013 2 100 1 2,083333
1,1 3,18 smp 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
mesjid 1 23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 120

4.2.2 Pengangkutan
Data dan asumsi perencanaan
- Alat angkut : Container truck
- Volume container truck : 6 m
3

- Rasio pemadatan sampah dalam container truck : 80 %
- Waktu untuk mengosongkan kontainer yang
sudah penuh : 2 menit/trip
- Waktu untuk meletakkan kontainer yang sudah
dikosongkan : 2 menit/trip
- Kecepatan truck : 40 km/jam
- Waktu pembongkaran sampah
di lokasi pengosongan : 5 menit/trip
- Off route : 15 %

1. Trip 1
Perhitungan jumlah trip yang diperlukan :









Perhitungan waktu yang diperlukan setiap trip pengangkutan :
Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip




r V
Vd
Nd
.
=
Keterangan :
Nd = Jumlah trip dalam 1 hari kerja
(trip/hari)
Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m
3
/hari)
V = Volume alat angkut sampah tiap trip
(m
3
/trip)
r = Rasio pemadatan sampah (%)
trip
m
m
x m
m
Nd 3 97 , 2
8 , 4
254 , 14
% 80 6
254 , 14
3
3
3
3
~ = = =
P
hcs
= pc + uc
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 121

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):
Rute 2 : 1,2 km

( )
( )
trip km
jam km
trip km
/ 03 , 0
40
2 , 1
/ 40
/ 2 , 1
= = =


Waktu pembongkaran/pengosongan :






Waktu yang diperlukan untuk trip 2 :
T
hcs
= P
hcs
+ h + s
trip jam T
hcs
/ ) 083 , 0 03 , 0 067 , 0 ( + + =
trip jam T
hcs
/ 18 , 0 =



2. Trip 2
Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip






Waktu pengangkutan (haul) :
Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):
Rute 3 : 2.1 km
Rute 4 : 2.1 km
L = Rute 3 + Rute 4
= 2.1 + 2,1 = 4.2 km/trip

v
l
h =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
P
hcs
= pc + uc
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 122


( )
( )
trip km
jam km
trip km
/ 105 , 0
40
2 . 4
/ 40
/ 2 . 4
= = =
Waktu pembongkaran/pengosongan :






Waktu yang diperlukan untuk trip 1 :
T
hcs
= P
hcs
+ h + s
trip jam T
hcs
/ ) 083 , 0 105 , 0 067 , 0 ( + + =
trip jam T
hcs
/ 255 , 0 =


3. Trip 3
Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip (Container wilayah 1
dan 4)

1.





2.





Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):
Rute 5 : 6.4 km
Rute 6 : 7.7 km
Rute 7 : 4.4 km
v
l
h =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
P
hcs
= pc + uc
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
P
hcs
= pc + uc
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 123

L = Rute 5 + Rute 6 + Rute 7
= 6.4 + 7.7 + 4.4 = 18.5 km/trip

( )
( )
trip km
jam km
trip km
/ 463 , 0
40
5 . 18
/ 40
/ 5 . 18
= = =


Waktu pembongkaran/pengosongan :

Container wilayah 1





Container wilayah 4




Waktu yang diperlukan untuk trip 1 :
T
hcs
= P
hcs
+ h + s
trip jam T
hcs
/ )) 083 , 0 083 . 0 (( 463 , 0 ) 067 . 0 067 , 0 (( + + + + =
trip jam T
hcs
/ 763 , 0 =

4. Perhitungan waktu kerja efektif
Perhitungan waktu kerja efektif dalam 1 hari operasi :












v
l
h =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
hcs
total
T
t t W H
Nd
) ( ) 1 (
2 1
+
=
Rute 1

hari
jam
jam
km
hari
km
t / 02 , 0
/ 40
/ 8 , 0
1
= =

3 2 1 anan wilayahlay hcs anan wilayahlay hcs anan wilayahlay hcs total hcs
T T T T

+ + =
) ( ) ( ) (
3 2 1 trip hcs trip hcs trip hcs total hcs
T T T T

+ + =
trip
jam
/ 198 . 1 ) 763 , 0 ( ) 255 , 0 ( ) 18 , 0 ( = + + =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 124

Maka,

























5. Pengangkutan sampah dari pool ke TPA
Perhitungan jumlah trip yang diperlukan :









) / 02 , 0 ( ) / 198 . 1 / 3 ( 85 , 0 .
hari
jam
trip
jam
hari
trip
x H + =
hari
jam
H / 614 . 3 85 , 0 . =
Apabila jam kerja dalam
1 hari = 8 jam, maka
wilayah perencanaan
tersebut cukup dilayani
oleh 1 unit dump truck
dan masih cukup untuk
melayani wilayah lain.
hari
jam
H / 5 25 . 4
85 , 0
614 . 3
~ = =
hcs
total
T
t W H
Nd
) ( ) 1 (
1

=
trip
jam
hari
jam
hari
trip
H
198 . 1
) 02 , 0 ( ) 15 , 0 1 (
/ 3

=
r V
Vd
Nd
.
=
trip
m
m
x m
m
Nd 3 64 , 2
8 , 4
67 , 12
% 80 6
67 , 12
3
3
3
3
~ = = =
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 125


a. Trip 1
Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip





Waktu pengangkutan (haul) :
Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):
Rute 7 : 4,3 km

( )
( )
trip km
jam km
trip km
/ 1075 , 0
40
3 , 4
/ 40
/ 3 , 4
= = =


Waktu pembongkaran/pengosongan :






Waktu yang diperlukan untuk trip 1 :
T
hcs
= P
hcs
+ h + s
trip jam T
hcs
/ ) 083 , 0 1075 , 0 067 , 0 ( + + =
trip jam T
hcs
/ 2575 , 0 =


b. Trip 2
Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip





P
hcs
= pc + uc
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
v
l
h =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
P
hcs
= pc + uc
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 126

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):
Rute 7 : 4,3 km

( )
( )
trip km
jam km
trip km
/ 215 , 0
40
6 , 8
/ 40
/ 3 . 4 3 , 4
= =
+
=


Waktu pembongkaran/pengosongan :






Waktu yang diperlukan untuk trip 2 :
T
hcs
= P
hcs
+ h + s
trip jam T
hcs
/ ) 083 , 0 215 , 0 067 , 0 ( + + =
trip jam T
hcs
/ 365 , 0 =


c. Trip 3
Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip






Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):
Rute 7 : 4,3 km

( )
( )
trip km
jam km
trip km
/ 215 , 0
40
6 , 8
/ 40
/ 3 . 4 3 , 4
= =
+
=


v
l
h =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
P
hcs
= pc + uc
trip
jam
hCS
jam
menit
trip
menit
hCS
P
P
/ 067 , 0
/ 60
/ ) 2 2 (
=
+
=
v
l
h =
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 127

Waktu pembongkaran/pengosongan :





Waktu yang diperlukan untuk trip 3 :
T
hcs
= P
hcs
+ h + s
trip jam T
hcs
/ ) 083 , 0 215 , 0 067 , 0 ( + + =
trip jam T
hcs
/ 365 , 0 =


d. Perhitungan waktu kerja efektif
Perhitungan waktu kerja efektif dalam 1 hari operasi :














Maka,










hcs
total
T
t t W H
Nd
) ( ) 1 (
2 1
+
=
hari
jam
jam
km
hari
km
t / 1075 , 0
/ 40
/ 3 . 4
2
= =
3 2 1 anan wilayahlay hcs anan wilayahlay hcs anan wilayahlay hcs total hcs
T T T T

+ + =
) ( ) ( ) (
3 2 1 trip hcs trip hcs trip hcs total hcs
T T T T

+ + =
trip
jam
/ 9875 , 0 ) 365 , 0 ( ) 365 , 0 ( ) 2575 , 0 ( = + + =
hcs
total
T
t W H
Nd
) ( ) 1 (
1

=
trip
jam
hari
jam
hari
trip
H
9875 , 0
) 1075 , 0 ( ) 15 , 0 1 (
/ 3

=
) / 1075 , 0 ( ) / 9875 , 0 / 3 ( 85 , 0 .
hari
jam
trip
jam
hari
trip
x H + =
trip
jam
jam
menit
trip
menit
trip
menit
s / 083 , 0
/ 60
/ 5
/ 5 = = =
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 128












4.3 Transfer Depo, Daur Ulang dan Composting
Transfer depo pada wilayah perencanaan 2 ini adalah transfer depo tipe I. Depo
ini dilengkapi fasilitas ruang pengomposan, ruang daur ulang, gudang kompos, ruang
pembongkaran sampah, bengkel, dan kantor. Pada transfer depo di wilayah perencanaan
2 ini juga dilengkapi dengan mesin perajangan untuk merajang sampah. Jenis sampah
yang bisa dirajang menggunakan mesin perajang ini adalah dari jenis sampah organik,
yaitu sampah yang bisa didaur ulang dan bisa dijadikan kompos atau pupuk organik.
Mesin perajang sampah ini berfungsi untuk merajang sampah dan menjadikan sampah
berbentuk partikel/hasil rajangan yang lebih kecil sehingga mudah diuraikan oleh
bakteri dekomposer (bakteri pengurai).
Dilihat dari data mengenai volume sampah yang masuk ke depo, terutama yang
dapat didaur ulang dan dikompos, setiap harinya akan ada 1.48 m
3
sampah organik dan
anorganik yang akan dikompos dan didaur ulang pada depo ini. Sampah organik sebesar
1.39 m
3
dan sampah anorganik sebesar 0.09 m
3
. Untuk itu, digunakan mesin perajang
dengan kapasitas paling minimal, yaitu 1 m
3
/jam. Dimana mesin ini memiliki dimensi
400 mm x 400 mm x 1000 mm.
Ruang pengomposan sendiri terdiri dari 15 buah bak untuk pengomposan
sampah. Dimana sampah akan dikompos selama 1 bulan dengan bantuan aktivator
untuk mempercepat pengomposan sampah. Sedangkan untuk daur ulang, digunakan
metode daur ulang plastik. Dimana sampah plastik yang masuk akan dilakukan
pemilahan. Sampah plastik tersebut kemudian akan dibersihkan terlebih dahulu sebelum
diolah. Seteleh dibersihkan, sampah plastik akan dirajang. Setelah didapatkan hasil
hari
jam
H / 07 . 3 85 , 0 . =
hari
jam
H / 4 6 . 3
85 , 0
07 . 3
~ = =
Apabila jam kerja dalam
1 hari = 8 jam, maka
wilayah perencanaan
tersebut cukup dilayani
oleh 1 unit dump truck
dan masih cukup untuk
melayani wilayah lain.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 129

perajangan sampah plastik tersebut, sampah kemudian akan dileburkan hingga
kemudian dapat diolah menjadi benda berbahan plastik yang baru lagi.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 130

Tabel 4.29 . Tingkat reduksi sampah dengan metode pengomposan dan daur ulang untuk tahun 2009-2013


















Tingkat Reduksi Sampah
No. Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Sampah Organik
1 Proyeksi Sampah (m
3
) 13.91 16.59 19.01 21.79 24.98
2 Tingkat Pengeomposan 10% 12.00% 14.00% 16.00% 18.00%
3 Jumlah Sampah Dikompos (m
3
) 1.39 1.99 2.66 3.49 4.50
Sisa Sampah (m
3
) 12.52 14.60 16.35 18.30 20.48

Sampah Anorganik
1 Proyeksi Sampah (m
3
) 0.86 1.15 1.35 1.60 1.88
2 Tingkat Daur Ulang 10% 12.00% 14.00% 16.00% 18.00%
3 Jumlah Sampah Didaur Ulang (m
3
) 0.09 0.14 0.19 0.26 0.34
Sisa Sampah (m
3
) 0.78 1.01 1.16 1.35 1.54
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 131

Tabel 4.29. Tingkat reduksi sampah dengan metode pengomposan dan daur ulang untuk tahun 2014-2019
Tingkat Reduksi Sampah
No. Uraian 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sampah Organik
1 Proyeksi Sampah (m
3
) 28.63 32.81 37.60 43.09 49.40 56.61
2 Tingkat Pengeomposan 20.00% 22.00% 24.00% 26.00% 28.00% 30%
3 Jumlah Sampah Dikompos (m
3
) 5.73 7.22 9.02 11.20 13.83 16.98
Sisa Sampah (m
3
) 22.90 25.59 28.58 31.89 35.56 39.63

Sampah Anorganik
1 Proyeksi Sampah (m
3
) 2.22 2.63 3.09 3.64 4.28 5.04
2 Tingkat Daur Ulang 20.00% 22.00% 24.00% 26.00% 28.00% 30%
3 Jumlah Sampah Didaur Ulang (m
3
) 0.44 0.58 0.74 0.95 1.20 1.51
Sisa Sampah (m
3
) 1.78 2.05 2.35 2.70 3.08 3.53





Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 132

Tabel 4.30. Data sampah yang akan dibuang ke TPA setelah direduksi dari tahun 2009-2013
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Sampah anorganik yang diinsinerasi 0.62 0.81 0.93 1.08 1.24
m
3
/org/tahun 227.12 294.53 340.09 392.75 451.01
Abu sampah anorganik 0.16 0.20 0.23 0.27 0.31
m
3
/org/tahun 56.78 73.63 85.02 98.19 112.75
Sampah yang dibuang ke landfill (organik&abu) 12.67 14.80 16.58 18.57 20.79
m
3
/org/tahun 4625.88 5401.26 6052.58 6778.19 7589.19
Total sampah dari tahun 2009-2019 98792.59 m
3
/org/tahun

Tabel 4.31. Data sampah yang akan dibuang ke TPA setelah direduksi dari tahun 2014-2019
Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sampah anorganik yang diinsinerasi 1.42 1.64 1.88 2.16 2.47 2.82
m
3
/org/tahun 518.76 598.33 686.36 787.34 900.80 1030.53
Abu sampah anorganik 0.36 0.41 0.47 0.54 0.62 0.71
m
3
/org/tahun 129.69 149.58 171.59 196.83 225.20 257.63
Sampah yang dibuang ke landfill (organik&abu) 23.26 26.00 29.05 32.43 36.18 40.33
m
3
/org/tahun 8489.82 9489.95 10602.48 11836.19 13206.29 14720.76
Total sampah dari tahun 2009-2019 98792.59 m
3
/org/tahun
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 133


4.4 Sanitary Landfill (termasuk metode dan alasan pemilihan lokasi)
4.4.1 Pemilihan Lokasi TPA
A. Tahap Kelayakan Regional
Analisis tahap kelayakan regional dilaksanakan pada saat persiapan
penelitian dengan maksud untuk menentukan zone layak dan zone tidak layak
untuk lokasi TPA sampah berdasarkan ketentuan SNI 03-3241-1994 dan Bagchi
(1982) dalam Mizwar (2007) yang terdiri atas delapan kriteria, yaitu: kemiringan
lereng, kondisi geologi, jarak terhadap badan air, jarak dari permukiman
penduduk, kawasan budidaya pertanian atau perkebunan, kawasan lindung atau
cagar alam, jarak dari lapangan terbang dan jarak dari perbatasan daerah.
Penilaian kesesuian lahan secara fisik pada tahap kelayakan regional
dilakukan dengan maksud untuk menentukan zone layak atau zone tidak layak
untuk lokasi TPA sampah.
1. Kemiringan Lereng
Untuk mencegah terjadinya pencemaran air pada aliran permukaan
(runoff) maka TPA sampah harus ditempatkan pada lokasi dengan kemiringan
lereng 0-15%.
2. Kondisi Geologi
Kondisi geologi yang menjadi persyaratan lokasi TPA sampah adalah zone
Holocene fault (sesar aktif). Menurut Lin dan Kao (1989) dalam Drake dan
Pereira (2002) dan Mizwar (2007), untuk mencegah terjadinya dampak
lingkungan akibat perubahan kondisi geologi, maka TPA sampah ditempatkan
pada jarak 100 m di luar zone sesar aktif.
3. Jarak Terhadap Badan Air
Air lindi hasil proses pembusukan sampah dalam TPA sampah dapat
mengakibakan tingginya resiko pencemaran terhadap air tanah dan badan air di
sekitarnya, maka penempatan lokasi TPA sampah harus memperhatikan jarak
aman terhadap badan air (sungai). Penempatan lokasi TPA sampah yang
berdekatan dengan sungai bertipe effluent stream akan menimbulkan resiko
pencemran air sungai oleh masuknya air lindi sampah ke dalam badan air. Pada
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 134

sungai bertipe influent stream, maka resiko pencemarannya berupa pencampuran
antara air sungai yang masuk ke dalam tanah dengan air lindi sampah yang
kemudian mengalami proses perkolasi dan bercampur dengan air tanah.
4. Jarak dari Permukiman Penduduk
Untuk mencegah masalah bau, estetika, kebisingan, kesehatan masyarakat
dan penurunan harga lahan akibat penggunaan lahan untuk TPAsampah, maka
penempatan lokasi TPA sampah harus berjarak lebih dari 1500 m dari wilyah
permukiman penduduk. Untuk itu, maka perlu ditentukan batas jarak penempatan
lokasi TPA sampah terhadap permukiman penduduk.
5. Kawasan Budidaya Pertanian Dan Perkebunan
Adanya TPA sampah dapat menyebabkan penurunan kualitas lahan yang
akhirnya dapat berdampak pada penurunan produktivitas pertanian dan
perkebunan. Oleh karena itu, penempatan loasi TPA sampah harus berjarak ebih
dari 150 m dari wilayah budidaya pertanian dan perkebunan.
6. Kawasan Lindung atau Cagar Alam
Keberadaan TPA sampah dapat mengakibatkan perubahan kondisi cagar
alam, maka penempatan lokasi TPA sampah harus berada di luar kawasan
tersebut.
7. Jarak dari Lapangan Terbang
Menurut Tchobanolous dkk.,(1993) dalam Mizwar (2007) lokasi TPA
sampah merupakan tempat yang cukup menarik beberapa jenis burung tertentu
untuk mencari makan. Penempatan lokasi TPA sampah yang berdekatan dengan
lapangan terbang akan menimbulkan resiko gangguan jalur penerbangan pesawat
oleh burung-burung yang mencari makan di lokasi TPA sampah. Selain itu,
mengingat bahwa lapangan terbang merupakan fasilitas umum yang harus
memenuhi unsure estetika dan kebersihan terutama dalam kebersihan lingkungan
dan sumber air. Oleh karena itu, ditetapkan bahwa lokasi TPA sampah
ditempatkan pada jarak lebih dari 3.000 meter terhadap lapangan terbang.
8. Batas Administrasi
Menurut Otieno dan Reddy (1999) dalam Mizwar (2007) menjelaskan
bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kesesuaian lahan untuk lokasi TPA
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 135

sampah (terutama untuk pengelolaan secara mandiri) perlu dilakukan pembatasan
(proses buffering) sejauh 1 km dari batas administrasi. Hal ini perlu dilakukan
untuk menghindari konflik sosial politik antar dua wilayah administrasi yang
berbatasan.
Drake dan Pereira (2002) dalam Mizwar (2007) menjelaskan bahwa
kriteria-kriteria tersebut merupakan faktor pembatas utama dalam penetapan
lokasi TPA sampah yang berwawasan lingkungan sehingga kelas kelayakan I
(layak untuk TPA sampah) apabila harkat mencapai juumlah maksimal (harkat
delapan) dan kelas kelayakan II (tidak layak untuk TPA sampah) apabila harkat di
bawah jumlah maksimal (kurang dari harkat delapan). Berdasarkan peta wilayah
perencanaan, zone yang telah ditentukan tersebut dapat dikatakan memenuhi
tahap kelayakan regional karena memenuhi harkat delapan untuk parameter-
parameter di bawah ini:
Tabel 4.32 Parameter dan Pengharkatan Kriteria Tahap Kelayakan Regional
Parameter Harkat
1. Kemiringan Lereng
a. 0-15%
b. > 15 %

1
0
2. Kondisi geologi
a. Tidak berada di zone Holocene fault (sesar aktif)
b. berada di zone Holocene fault (sesar aktif)

1
0
3. Jarak terhadap badan air
a. > 300 m
b. < 300 m

1
0
4. Jarak dari permukiman
a. > 1500 m
b. < 1500 m

1
0
5. Kawasan budidaya pertanian dan atau perkebunan
a. > 150 m dari kawasan budidaya
b. < 150 m dari kawasan budidaya

1
0
6. Kawasan lindung/cagar alam
a. Di luar kawasan lindung/cagar alam

1
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 136

b. Di dalam kawasan lindung/cagar alam 0
Parameter Harkat
7. Jarak dari perbatasan daerah
a. > 1000 m
b. < 1000 m

1
0

B. Tahap Kelayakan Penyisih
Analisis tahap kelayakan penyisih dilaksanakan pada saat penelitian
lapangan dengan maksud untuk memilih lokasi terbaik dari beberapa alternatif
yang telah diperoleh pada tahap kelayakan regional. Analisis dilakukan
berdasarkan tujuh criteria tahap kelayakan penyisih dalam ketentuan SNI 03-
3241-1994. Namun, pada perencanaan ini tidak melakukan penelitian ke
lapangan, hanya meninjau dari peta wilayah studi dan beberapa data-data yang
ada. Maka dapat dianggap zone tersebut memenuhi kriteria kelayakan penyisih.
Penilaian kesesuaian lahan secara fisik pada tahap kelayakan penyisih
dilakukan untuk memilih lokasi terbaik dari beberapa alternatif lokasi yang telah
diperoleh pada tahap kelayakan regional.
1. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan kemudahan cairan dan atau gas menembus
tanah. Dalam kaitannya dengan penentuan lokasi TPA sampah, permeabilitas
tanah perlu diperhatikan karena adanya reaksi antara beberapa bahan organik hasil
dekomposisi sampah dengan tanah yang dapat mengubah struktur tanah dan
permeabilitas tanah yang dapat meningkatkan potensi pencemaran air tanah.
2. Kedalaman muka air tanah
Penetapan lokasi TPA sampah harus memperhatikan kondisi kedalaman
air tanah. Karena lindi dapat meresap hingga menuju muka air tanah yang
kemudian menimbulkan pencemaran terhadap air tanah. Dalam SNI 03-3241-
1994 ditetapkan bahwa penilaian kesesuaian lahan untuk TPA sampah
berdasarkan faktor kedalaman air tanah berkaitan dengan kondisi permeabilitas
tanah lokasi yang bersangkutan.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 137

3. Luas Lahan
TPA merupakan tempat pengolahan akhir sampah dimana kebutuhan luas
lahannya berkaitan erat dengan jumlah penduduk, produksi sampah dan lama
operasi yang direncanakan. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan perlu
dilakukan perhitungan awal luas lahan TPA berdasarkan volume sampah yang
masuk ke TPA.

Tabel 4.33 Estimasi Luas TPA
Tahun
Volume
sampah
(m
3
/thn)
Soil
cover
T (m)
Kebutuhan Lahan
Luas/th
(m
2
)
Total Luas Lahan
(m
2
) (km
2
)
2009 4624.55 693.68 15 354.55 354.55 0.0003545
2010 5402.00 810.30 15 414.15 768.70 0.0007687
2011 6051.70 907.76 15 463.96 1232.67 0.0012327
2012 6778.05 1016.71 15 519.65 1752.32 0.0017523
2013 7588.35 1138.25 15 581.77 2334.09 0.0023341
2014 8489.90 1273.49 15 650.89 2984.98 0.0029850
2015 9490.00 1423.50 15 727.57 3712.55 0.0037125
2016 10603.25 1590.49 15 812.92 4525.46 0.0045255
2017 11836.95 1775.54 15 907.50 5432.96 0.0054330
2018 13205.70 1980.86 15 1012.44 6445.40 0.0064454
2019 14720.45 2208.07 15 1128.57 7573.97 0.0075740

Keterangan:
Soil cover : lapisan tanah penutup (m
3
) = 15% dari volume sampah
T : Tinggi penimbunan sampah dan lapisan penutup (m) = 15 m
Kebutuhan lahan dihitung dengan persamaan :
L = (volume sampah yang diolah + Soil Cover) / Tinggi penimbunan (T)

Luas Landfill = 7573.97 m
2

Total lahan TPA = 9846.1597 m
2




Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 138


4. Kebisingan dan bau (zone Penyangga)
Tchobanolous dkk., (1993) dalam Mizwar (2007) menjelaskan bahwa
sampah yang ditimbun di TPA mengalami pembusukan melalui reaksi biologis,
kimia dan fisik secara bersama-sama serta saling berhubungan. Proses
pembusukan tersebut menghasilkan cairan lindi dan gas C0
2
, CH
4
, H
2
S serta
sedikit Ammonia yang berpotensi menimbulkan bau. Oleh karena itu dalam
penetapan lokasi TPA sampah perlu diperhatikan ketersediaan lahan zone
penyangga atau buffer area untuk mencegah menyebarnya bau dari area TPA
Sampah. Zone penyangga juga diperlukan untuk meminimalkan tingkat
kebisingan yang muncul akibat aktifitas alat alat pemadatan dan pengolahan
akhir sampah di TPA Sampah.
5. Intensitas Hujan
Produksi cairan lindi (air sampah) dipengaruhi oleh intensitas hujan.
Selain meningkatkan volume lindi secara langsung ketika hujan turun pada
penumpukan sampah di TPA Sampah, hujan juga dapat meningkatkan volume dan
memperluas resiko penyebaran lindi ketika hujan turun menjadi aliran permukaan
melewati tumpukan sampah di TPA.
6. Bahaya Banjir
Daerah dengan ancaman bahaya banjir 25 100 tahun harus dihindari
dalam pemilihan lokasi TPA sampah karena dapat mengakibatkan kegagalan
dalam proses pengolahan sampah di TPA sampah yang artinya akan banyak
menimbulkan kerugian lingkungan dan investasi pembangunannya.
7. Transport Sampah
Berdasakan pada pemahaman bahwa pengelolaan sampah merupakan
rangkaian dari kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan akhir
sampah maka dalam proses penentuan lokasi TPA Sampah juga perlu
memperhatikan jarak dan lama waktu pengangkutan sampah dari lokasi sumber
timbulan sampah ke lokasi TPA Sampah.


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 139

Tabel 4.34 Parameter dan Pengharkatan Kriteria Tahap Kelayakan Penyisih
Parameter Bobot Harkat
1. Luas Lahan
a. Untuk operasional lebih dari 10 tahun
b. Untuk operasional 5 tahun - 10 tahun
c. Untuk operasional kurang dari 5 tahun
5
3
2
1
2. Kebisingan dan bau
a. Terdapat zone penyangga
b. Terdapat zone penyangga yang terbatas.
c. Tidak terdapat zone penyangga
2
3
2
1
3. Permeabilitas tanah
a. Kurang dari 10
-9
cm/det
b. 10
-9
- 10
-6
cm/det
c. Lebih dari 10
-6
cm/det
5
3
2
1
4. Kedalaman muka air tanah
a. 10 m dengan permebilitas <10
-9
cm/det
b. < 10 m dengan permebilitas <10
-9
cm/det atau
10 m dengan permebilitas <10
-9
- 10
-6
cm/det
c. < 10 m dengan permebilitas <10
-9
- 10
-6
cm/det
5
3
2

1
5. Intensitas hujan
a. Kurang dari 500 mm/tahun
b. 500-1000 mm/tahun
c. Lebih dari 1000 mm/tahun
3
3
2
1
6. Bahaya banjir
a. Tidak ada bahaya banjir
b. Kemungkinan banjir > 25 tahunan
c. Kemungkinan banjir < 25 tahunan
5
3
2
1
7. Transport sampah
a. < 15 menit dari pusat sumber sampah
b. 16-60 menit dari pusat sumber sampah
c. > 60 menit dari pusat sumber sampah
5
3
2
1

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 140

Pengharkatan dilakukan dengan membagi kelas kesesuaian lahan secara fisik
menjadi tiga kelas, yaitu: baik, sedang, dan jelek. Interval kelas pengharkatan
pada tahap penyisih adalah sebagai berikut:
Tabel 4.35 Interval Kelas Pengharkatan pada Tahap Penyisih
Kelas kesesuaian Kelas Interval Keterangan
I 71 90 Baik
II 51 70 Sedang
III 30 50 Jelek

Berdasarkan analisis dan asumsi terhadap data yang ada, calon lokasi TPA
tersebut dapat dikatakan memenuhi criteria pada tahap penyisih dengan kelas
sedang.
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 141

A. Perhitungan Dimensi Landfill
Tabel 4.36 Dimensi Landfill
Tahun
SEL DAILY COVER LIFT
volume
(m
3
)
Tinggi
Rencana
(m)
Lebar
Rencana
(m)
Panjang
Rencana
(m)
Tebal
tanah
penutup
(m)
Penutup
Atas (At)
(m
2
)
Penutup
Depan
(Af) (m
2
)
Penutup
Samping
(As) (m
2
)
Volume
Daily
Cover
(m
3
)
Volume
(m
3
)
Panjang
(m)
Lebar
(m)
2009 12.67 2 4 1.58 0.3 6.34 25.30 10.02 12.49 25.16 1.88 4.30
2010 14.8 2 4 1.85 0.3 7.40 25.30 11.70 13.32 28.12 2.15 4.30
2011 16.58 2 4 2.07 0.3 8.29 25.30 13.11 14.01 30.59 2.37 4.30
2012 18.57 2 4 2.32 0.3 9.29 25.30 14.68 14.78 33.35 2.62 4.30
2013 20.79 2 4 2.60 0.3 10.40 25.30 16.44 15.64 36.43 2.90 4.30
2014 23.26 2 4 2.91 0.3 11.63 25.30 18.39 16.60 39.86 3.21 4.30
2015 26 2 4 3.25 0.3 13.00 25.30 20.55 17.66 43.66 3.55 4.30
2016 29.05 2 4 3.63 0.3 14.53 25.30 22.97 18.84 47.89 3.93 4.30
2017 32.43 2 4 4.05 0.3 16.22 25.30 25.64 20.15 52.58 4.35 4.30
2018 36.18 2 4 4.52 0.3 18.09 25.30 28.60 21.60 57.78 4.82 4.30
2019 40.33 2 4 5.04 0.3 20.17 25.30 31.88 23.20 63.53 5.34 4.30


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 142

Perencanaan Perhitungan Dimensi Landfill





a = timbunan sampah selama 5 tahun dari 2009-2013
b = timbunan sampah selama 4 tahun dari 2014-2017
c = timbunan sampah selama 2 tahun dari 2018-2019

Dimensi Landfill bagian a dan b adalah sama. Untuk sisi dasar bagian a, perhitungan
berdasarkan volume lift timbunan sampah selama 5 tahun, yaitu:
Volume lift = 56082.71 m
3

Tinggi lift = 4.6 m
Maka luas dasar a =


= 12191.89 m
2

Lebar dasar landfill = 122 m
Panjang dasar landfill = 100 m
Lebar atas landfill (Lebar landfill) = 152 m
Panjang atas landfill (Panjang landfill) = 130 m

Dimensi landfill bagian c berdasarkan volume lift timbunan sampah selama 2 tahun,
yaitu:
Volume lift = 44278.65098 m
3

Tinggi lift = 4.6 m
Maka luas sisi bawah c =


= 9625,793692
Lebar sisi bawah c = 110 m
Panjang sisi bawah c = 90 m
a
b
c
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 143

Lebar sisi atas c = 80 m
Panjang sisi atas c = 60 m

B. Perhitungan daily cover
Contoh perhitungan daily cover tahun 2009
Vcell = 12.67 m3
Tcell = 2 m
lcell = 4 m


=


= 1.584 m



Af = l
cell
.

+ (3 x t
cell
)
2

= 4mx

+ (3 x 3)
2

= 25,30 m
2


As = p
cell
.

+ (3 x t
cell
)
2

= 1,584m x

+ (3 x 3)
2

= 10,02m
2









cell cell T
xl p A =
2
34 , 6 4 584 , 1 m m mx = =
) (
S F T dc dc
A A A x t V + + =
2
) 02 , 10 30 , 25 34 , 6 ( 3 , 0 m mx + + =
3 2
49 , 12 72 , 98 3 , 0 m m mx = =
cell cell
cell
cell
xt l
V
p =
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 144

C. Perhitungan Landfill Liner
Diketahui:
P
TPA
= 130 m
L
TPA
= 152 m
Pdasar landfill (Pdl) = 100 m
Ldasar landfill(Ldl) = 122 m
T
TPA
= 5m
P
AT
= 13 m
L
AT
= 13m

AT
= 2
o
rasio T
TPA
=
Tebal landfill liner direncanakan 40 cm









|
.
|

\
|
=
3
1
b
a
72
) 13 13 (
) 122 100 (
2
2
= = =

m x
m x
xL P
PdlxLdl
A
AT AT
T

)
`

|
.
|

\
|
+ =
T AT AT AT T
A x P P x L A
2 2
) tan . ( o
( ) 72 ) 2 tan . 13 ( 13 13
2 2
x x + =
( ) 72 ) 035 , 0 . 13 ( 13 13
2 2
x x + =
2
47 , 207 . 12 m =
2
2 2
x t rasio t x P A
TPA TPA TPA S
|
.
|

\
|
+ =
( ) 2 ) 5 . 3 ( 5 130
2 2
x x + =
( )
2
2 81 , 15 130 m x x =
2
96 , 4110 m =
2
2 2
x t rasio t x L A
TPA TPA TPA F
|
.
|

\
|
+ =
( ) 2 ) 5 . 3 ( 5 152
2 2
x x + =
( )
2
2 81 , 15 152 m x x =
2
662 , 806 . 4 m =
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 145

D. Perhitungan Saluran Drainase
1. Saluran Drainase pada Bench Bawah
Luas Daerah 19.760 m
2

Tabel 4.37 Estimasi Debit pada Saluran Drainase Bench Bawah
Bulan
Curah
Hujan
(mm)
Jumlah
Hari
Hujan
Durasi
Hujan
(jam)
Intensitas
(mm/jam)
Debit
Rata-rata
(m3/det)
Januari 44.7 16 2 22.35 0.12
Februari 395 11 1.8 219.44 1.21
Maret 134 5 2.5 53.60 0.30
April 310 18 3 103.33 0.57
Mei 468 20 2 234.00 1.29
Juni 420 17 3.5 120.00 0.66
Juli 158 6 4 39.50 0.22
Agustus 87 6 2 43.50 0.24
September 761 19 3 253.67 1.40
Oktober 332 16 2.4 138.33 0.77
November 422 20 3.6 117.22 0.65
Desember 475 22 3.5 135.71 0.75
TOTAL 4006.7 176 33.3 1480.664 8.192219
Rata-Rata 333.8917 14.66667

Luas area tangkapan = 19760 m
2

Debit puncak = 1.40 m
3
/det
Debit satu saluran drainase = 0.35 m
3
/det
Dimensi drainase:
Panjang bawah = 30 cm
Panjang atas = 50 cm
Tinggi = 1 m






Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 146

50 cm







2. Saluran Drainase pada Bench Atas
Luas Daerah 12.200 m
2

Tabel 4.38 Estimasi Debit pada Saluran Drainase Bench Atas
Bulan
Curah
Hujan
(mm)
Jumlah
Hari
Hujan
Durasi
Hujan
(jam)
Intensitas
(mm/jam)
Debit
Rata-rata
(m3/det)
Januari 44.7 16 2 22.35 0.08
Februari 395 11 1.8 219.44 0.75
Maret 134 5 2.5 53.60 0.18
April 310 18 3 103.33 0.35
Mei 468 20 2 234.00 0.80
Juni 420 17 3.5 120.00 0.41
Juli 158 6 4 39.50 0.13
Agustus 87 6 2 43.50 0.15
September 761 19 3 253.67 0.87
Oktober 332 16 2.4 138.33 0.47
November 422 20 3.6 117.22 0.40
Desember 475 22 3.5 135.71 0.46
TOTAL 4006.7 176 33.3 1480.664 5.057949
Rata-Rata 333.8917 14.66667

Luas area tangkapan = 12.200 m
2

Debit puncak = 0.87 m
3
/det
Debit satu saluran drainase = 0.22 m
3
/det
Dimensi drainase:
1

m

30 cm
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 147

1

m

Panjang bawah = 30 cm
Panjang atas =50 cm
Tinggi = 1 cm









3. Saluran Pengumpul
Debit Puncak pada saluran pengumpul merupakan penjumlahan dari debit
saluran drainase pada bench atas yaitu 0.87 m3/det.
Dimensi drainase:
Panjang bawah = 30 cm
Panjang atas =50 cm
Tinggi = 1 cm











50 cm
30 cm
1

m

50 cm
30 cm
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 148

1

m

4. Saluran Pembawa
Debit Puncak pada saluran pembawa merupakan penjumlahan dari debit saluran
drainase pada bench bawah yaitu 1 m3/det.
Dimensi drainase:
Panjang bawah = 30 cm
Panjang atas =50 cm
Tinggi = 1 cm








50 cm
30 cm
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 149

4.5 Instalasi Pengolahan Leachate
4.5.1 Perhitungan Debit Leachate
W
in
= W
out

(W
SW
+W
CM
+W
A
) (W
LG
+W
L
)

Dik : data seperti pada tabel
Tabel 4.39 Jumlah air dalam sampah
Jenis Sampah
Berat
Sampah
(kg)
Vol. Sampah
(m3)
kadar air (%)
Vol. air
(m3)
Kertas 794382.23 1588.76 6 95.33
Kayu 145494.54 290.99 20 58.20
Kain 8532.09 17.06 10 1.71
Karet/Kulit 31434.01 62.87 10 6.29
Plastik 2370124.02 4740.25 2 94.80
Organik 45849191.42 91698.38 70 64188.87
Total 8248654.25 98398.32 64445.19
- Jumlah air dalam sampah (W
SW
) = 64445.19m
3

- Volume daily cover = 9,18 m
3

Kadar air pada lapisan tanah daily cover sebesar 3 %, maka jumlah air dalam daily
cover (cover material) adalah :
W
CM
= 9,18 m
3
x 3 % = 0,2754 m
3
/hari
- Luas permukaan (A) cell = 30,60 m
2

C = 1 (asumsi koefisien aliran pada lahan terbuka)
Curah hujan (P) = I = 22,26 mm/hari = 0,02226 m/hari
Q = W
A
= 1 x 0,02226 m/hari x 30,60 m
2
= 0,681 m
3
/hari
- Perhitungan jumlah air yang digunakan pada saat pembentukan gas landfill
Rapidly decomposable
C
32
H
52
O
22
N + 8,75 H
2
O 16,625 CH
4
+ 15,375 CO
2
+ NH
3

802 157,5 266 676,5 17

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 150

W
LG
=




Slowly decomposable
C
18
H
26
O
6
N + 9,25 H
2
O 10,375 CH
4
+ 7,625 CO
2
+ NH
3

352 166,5 166 335,5 17

W
LG
=




Total W
LG
=



Ditanya : W
L
= ??
Jawab :
W
in
= W
out

(W
SW
+W
CM
+W
A
) (W
LG
+W
L
)

(64445,19 + 0,2754 + 0,681) (4018,6 + W
L
)
W
L
= 64446,15 4018,6
= 60427,55 m
3
/hari (dalam 11 tahun)
= 5493,41 m
3
/hari (dalam 1 tahun)
= 15,05 m
3
/hari

4.5.2 Perhitungan dimensi pipa pengaliran lindi
Dik : Q = 1,74 x 10
-4
m
3
/s
Jumlah pipa pengaliran lindi = 7 pipa sekunder dan 1 pipa primer
Q tiap pipa =

= 0,194 x 10
-4

Kecepatan aliran lindi (v) = 1,25 m/dt
Dit : d = ..?
Jawab : Q = 0,8 x d
2
x v
0,194 x 10
-4
= 0,785 x d
2
x 1,25
d
2
= 1,97 x 10
-5

d = 4,44 x 10
-3
m = 0,444 cm
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 151

Sehingga menggunakan pipa dengan diameter 25 mm = 2,5 cm untuk pipa sekunder.
Untuk pipa primer 2,5 x 2 = 5 cm

4.5.3 Pipa leachate pada pengolahan
Dik : Q = 15,05 m
3
/hari (dalam 1 hari)
= 1,74 x 10
-4
m
3
/s
V = 0,5 m/s
Ditanya : d = ?
Jawab :
Q = V x A
1,74 x 10
-4
m
3
/s = 0,5 x d
2

1,74 x 10
-4
m
3
/s = 0,5 x 0,785 x d
2

d
2
= 4,44 x 10
-4

d = 0,021 m
d = 2,1 cm
Menggunakan diameter pipa pasaran 25 mm = 2,5 cm

4.5.4 Pengolahan Leachate (dimensi bak pengolahan)
Dik : Q lindi = 15,05 m
3
/hari
Ditanya : dimensi tiap bak pengolahan dengan asumsi masing-masing
Jawab :
1. Kolam lindi
a. Bak anaerobik
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 3 m
- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 2 hari = 30,01 m
3

- V = p x l x h
30,01 m
3
= p x l x 3 m
10 m
3
= p x l
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 152

Diasumsikan : p = 2 m
l = 5 m

b. Bak fakultatif
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 2 m
- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 2 hari = 30,01 m
3

- V = p x l x h
30,01 m
3
= p x l x 2 m
15 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 3 m
l = 5 m

c. Bak maturasi
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 3 m
- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 2 hari = 30,01 m
3

- V = p x l x h
30,01 m
3
= p x l x 3 m
10 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 2 m
l = 5 m

2. Bak tangki mixing (koagulasi dan flokulasi)
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 0,5 hari
h = 2 m
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 153

- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 0,5 hari = 7,525 m
3

- V = p x l x h
7,525 m
3
= p x l x 2 m
3,76 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 2 m
l = 2 m

3. Penampungan sementara sekaligus filtrasi
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 2,5 m
- V = Q. td
V = 150,5 m
3
/hari x 2 hari = 30 m
3

- V = p x l x h
30 m
3
= p x l x 2,5 m
12 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 3 m
l = 4 m

4. Bak aerasi
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 2 m
- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 2 hari = 30 m
3

- V = p x l x h
30 m
3
= p x l x 2 m
15 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 3 m
l = 5 m
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 154


5. Bak filter cepat
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 2 m
- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 2 hari = 30 m
3

- V = p x l x h
30 m
3
= p x l x 2 m
15 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 3 m
l = 5 m

6. Reservoir akhir
Q = 15,05 m
3
/hari
td = 2 hari
h = 3 m
- V = Q. td
V = 15,05 m
3
/hari x 2 hari = 30 m
3

- V = p x l x h
30 m
3
= p x l x 3 m
10 m
3
= p x l
Diasumsikan : p = 2,5 m
l = 4 m
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 155

4.6 Instalasi Pengolahan Gas Landfill
4.6.1 Perhitungan Jumlah Total Gas
Tabel 4.40 Karakteristik Sampah
Komponen
Berat basah
(kg)
Kadar air
(%)
Berat kering
(kg)
Komposisi
C H O N S Ash
Rapidly decomposable
Bahan organik 32094433.99 70.00 13754757.43 47.90 6.20 37.80 3.00 0.35 4.75
Kertas 47662.93 6.00 746719.29 43.75 5.95 44.30 0.30 0.20 5.50
Total 32142096.93 14501476.72 91.65 12.15 82.10 3.30 0.55 10.25
Slowly decomposable
Kayu 29098.91 20.00 116395.63 49.50 6.00 42.70 0.20 0.10 1.50
Kain 853.21 10.00 7678.88 55.00 6.60 31.20 4.60 0.15 2.50
Karet 3143.40 10.00 28290.60 60.00 8.00 11.60 10.00 0.40 10.00
Plastik 47402.48 2.00 2322721.54 60.00 7.20 22.80 10.00
Total 80498.00 2475086.65 224.500 27.800 108.300 14.800 0.650 24.000




Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 156

Tabel 4.41 Perthitungan Molaritas Masing-masing Komposisi
C H O N S
Molaritas 12 1 16 14 32
Rapidly decomposable 7.64 12.15 5.13 0.24 0.02
Slowly decomposable 18.71 27.80 6.77 1.06 0.02

Tabel 4.42 Penentuan Rumus Kimia Bahan Organik Sampah
Komponen
Mol rasio (N =1)
Rapidly
decomposable
Slowly
decomposable
C 32.40 17.70
H 51.55 26.30
O 21.77 6.40
N 1.00 1.00

Rapidly decomposable C
32
H
52
O
22
N
Slowly decomposable C
18
H
26
O
6
N
- Estimasi Jumlah Gas
Rapidly decomposable
C
32
H
52
O
22
N + 8,75 H
2
O 16,625 CH
4
+ 15,375 CO
2
+ NH
3

802 157,5 266 676,5 17
Komponen MR C
32
H
52
O
22
N 8,75 H
2
O 16,625 CH
4
15,375 CO
2
NH
3

C 12 32 - 16.625 15.375 -
H 1 52 17.5 66.5 - 3
O 16 22 8.75 30.75 -
N 14 1 - - - 1
Jumlah 802 157.5 266 676.5 17

Slowly decomposable
C
18
H
26
O
6
N + 9,25 H
2
O 10,375 CH
4
+ 7,625 CO
2
+ NH
3

352 166,5 166 335,5 17
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 157

Komponen MR C
18
H
26
O
6
N 9,25 H
2
O 10,375 CH
4
7,625 CO
2
NH
3

C 12 18 - 10.375 7.625 -
H 1 26 18.5 41.5 - 3
O 16 6 9.25 - 15.25 -
N 14 1 - - - 1
Jumlah 352 166.5 166 335.5 17
- Estimasi Volume Gas Metan dan Karbon Dioksida
Rapidly decomposable
CH
4
=


m
3
/hari
CO
2
=


m
3
/hari

Slowly decomposable
CH
4
=


m
3
/hari
CO
2
=


m
3
/hari

- Perhitungan Jumlah Total Gas
Rapidly decomposable
( ) ()



Slowly decomposable
() ()



4.6.2 Perhitungan Pipa Gas Landfill
Dik : Q = jumlah total estimasi gas landfill
= 15712839,68 m
3
/hari (dalam 11 tahun)
= 1428439,971 m
3
/hari (dalam 1 tahun)
= 3913,534 m
3
/hari (dalam 1 hari)
= 0,045 m
3
/s
V = 0,05 m/s
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 158

Jumlah pipa di landfill = 64
Ditanya : d = ?
Jawab :
Q tiap pipa =


Q = V x A
7,03 x 10
-4
m
3
/s = 0,05 m/s x A
7,03 x 10
-4
m
3
/s = 0,05 m/s x d
2

7,03 x 10
-4
m
3
/s = 0,05 m/s x 0,785 x d
2

7,03 x 10
-4
m
3
/s = 0,03925 x d
2

d
2
= 0,0179 m
d = 0,13 m
d = 13 cm

4.7 Penutupan Akhir (Final Cover) Landfill
Panjang TPA = 100 m
Lebar TPA = 122 m
Tinggi TPA = 15 m
P
AT
= 13 m
L
AT
= 13 m
Luas lapisan atas tumpukan landfill 5 tahun sebesar = 130 m x 152 m (P x L)
Luas lapisan atas tumpukan landfill 4 tahun sebesar = 100 m x 122 m (P x L)
Luas lapisan atas tumpukan landfill 2 tahun sebesar = 90 m x 110 m (P x L)
- Perhitungan luasan A
S
dalam penutupan final cover timbulan sampah
A
S1
= (

)
= (

( )

)
= 130 x 15,8 x 2
= 4108 m
2

A
S2
= (

)
= (

( )

)
= 100 x 15,8 x 2
= 3160 m
2

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 159

A
S3
= (

)
= (

( )

)
= 90 x 15,8 x 2
= 2844 m
2

- Perhitungan A
F
dalam penutupan final cover
A
F1
= (

)
= (

( )

)
= 152 x 15,8 x 2
= 4803,2 m
2

A
F2
= (

)
= (

( )

)
= 122 x 15,8 x 2
= 3855,2 m
2

A
F3
= (

)
= (

( )

)
= 110 x 15,8 x 2
= 3476 m
2


- Perhitungan A
T
dalam penutupan final cover (t = ketebalan lapisan sebesar 40
cm atau 0,4 m)
A
T1
= P x L
= 130 m x 152 m
= 19760
A
T1
= P x L
= 100 m x 122 m
= 12200
A
T1
= P x L
= 90 m x 110 m
= 9900

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 160

- Perhitungan volume lapisan atas tumpukan sampah pada landfill (V
T
)
V
T1
= P x L x t
= 130 m x 152 m x 0,4 m
= 7904 m
3
V
T2
= P x L x t
= 100 m x 122 m x 0,4 m
= 4880 m
3

V
T3
= P x L x t
= 90 m x 110 m x 0,4 m
= 3960 m
3


- Perhitungan volume lapisan samping tumpukan sampah pada landfill (V
F
)
V
S1
= A
S1
x t
= 4108 m
2
x 0,4 m
= 1643,2 m
3
V
S2
= A
S2
x t
= 3160 m
2
x 0,4 m
= 1264 m
3

V
S3
= A
S3
x t
= 2844 m
2
x 0,4 m
= 1137,6 m
3


- Perhitungan volume lapisan samping tumpukan sampah pada landfill (V
S
)
V
F3
= A
F3
x t
= 4803,2 m
2
x 0,4 m
= 1921,28 m
3

V
F3
= A
F3
x t
= 3855,2 m
2
x 0,4 m
= 1542,08 m
3

V
F3
= A
F3
x t
= 3476 m
2
x 0,4 m
= 1390,4 m
3

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 161


Maka volume final cover yang digunakan dalam penutupan landfill tersebut
adalah sebagai berikut :
V
FC
= (V
T1
+ V
T2

+ V
T3
) + (V
S1
+ V
S2

+ V
S3
) + (V
F1
+ V
F2

+ V
F3
)
= (7904 + 4880 + 3960) m
3
+ (1643,2 + 1264 + 1137,6) m
3
+ (1921,28 +
1542,08 + 1390,4) m
3

= 25642, 56 m
3
Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 162

BAB V
GAMBAR DAN PETA HASIL DESAIN

a. Peta Wilayah Perencanaan 2
-terlampir-
b. Peta Topografi Wilayah Perencanaan 2
-terlampir-
c. Peta Jalur Pengangkutan Sampah Wilayah Perencanaan 2
-terlampir-
d. Layout Transfer Depo Wilayah Perencanaan 2
-terlampir-
e. Peta Zone Kawasan Terbangun
-terlampir-
f. Peta Zone Badan Air
-terlampir-
g. Peta Lokasi TPA
-terlampir-
h. Denah Lokasi TPA
-terlampir-
i. Layout Landfill
-terlampir-
j. Landfill Tampak Depan
-terlampir-
k. Instalasi Pengolahan Air Lindi
-terlampir-
l. Peletakan Pipa Gas Landfill dan Lindi
-terlampir-





Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 163











Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 164

BAB VI
KESIMPULAN

Kesimpulan
1. Penentuan proyeksi penduduk dari tahun 2010 hingga 2019 menggunakan
metode eksponensial.
2. Pengangkutan sampah pada wilayah perencanaan 2 ini menggunakan
container truck dengan simulasi 5.
3. Metode reduksi sampah yang digunakan adalah metode composting dan daur
ulang.
4. Insinerator yang digunakan adalah tipe fluidized bed.
5. Penentuan lokasi TPA berdasarkan SNI-03-3241-1994.
6. Metode pembuangan sampah yang digunakan adalah Sanitarry Landfill
dengan metode area.
7. Berdasarkan perhitungan, Panjang TPA sebesar 260 m dan Lebar TPA sebesar
175 m, panjang landfill sebesar 130 m dan lebar landfill sebesar 100 m.
8. Dimensi saluran drainase mengikuti saluran drainase standar yaitu panjang
bawah 30 cm, panjang atas 50 cm dengan tinggi 1 m
9. Timbulan leachate per hari dalam satu tahun adalah sebesar 5493,41 m
3
/hari.
10. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pengolahan leachate adalah
dengan menggunakan 6 treatment diantaranya kolam lindi, koagulasi
flokulasi, bak filtrasi, bak aerasi, bak filter cepat dan bak reservoir akhir.
11. Timbulan gas landfill per hari dalam satu tahun adalah sebesar 1428439,971
m
3
/hari
12. Penutupan material cover adalah dengan volume sebesar 25642, 56 m
3
.







Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 165

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Geografi.
http://kalbar.bps.go.id/Bengkayang/file/product/kcda/kcdapdf/samalantan/B
ab_1Geografi.pdf.
Diakses tanggal 13 januari 2010.
Arifiani, Nur Fajri dan Hadiwidodo, Mochtar. 2007. Evaluasi Desain Instalasi
Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten.
http://eprints.undip.ac.id/524/1/hal_78-85__Nur_Fajri_Arifiani_dkk_.pdf
Diakses tanggal 24 Desember 2009
Budisulistiorini, Sri Hapsari. 2007. Electricity Generation From Landfill Gas.
http://eprints.undip.ac.id/502/1/hal_9-15__sri_hapsari_.pdf
Diakses tanggal 24 Desember 2009
Dardak. 2007. Kebijakan Penataan Ruang Untuk Pengelolaan Persampahan.
http://www.bapeda-jabar.go.id/docs/perencanaan/20080417_073816.pdf.
Diakses tanggal 13 januari 2010
Diharto. 2008. Analisis Teknis Pemilihan Lokasi Tpa Regional Magelang (Kota
Magelang Dan Kabupaten Magelang).
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/tsp/article/view/.../17274
Diakses tanggal 13 januari 2010
Environmental Services Program. 2008. Modul Pelatihan Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat. ESP. Jakarta.
Diakses tanggal 20 November 2009
http://www.scribd.com/document_downloads/17311926?extension=pdf
Hadiwiyoto, S. 1981. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu,
Jakarta.
Hardyanti, Nurandani dan Huboyo, Haryono Setiyo. 2008. Evaluasi Instalasi
Pengolahan Lindi Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo Kota Surakarta.
http://eprints.undip.ac.id/839/1/09_hal_52-56__Nurandani,_Haryono_.pdf
Diakses tanggal 24 Desember 2009
Indra. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki
Analitik Dan Metoda Valuasi Kontingensi (Studi Kasus Di Jakarta Timur)
http://www.damandiri.or.id/file/indrapermanaipbbab2.pdf
Diakses pada tanggal 13 januari 2010.
IPB. 2009. Pengelolaan Sampah DKI Jakarta (DKIJ): Antara Perencanaan dan
Pelaksanaan. http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/82034psl2.htm.
Diakses tanggal 13 januari 2010


Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 166

Iskandarsyah, T. Yan W. M. 2008. Peran Batuan Dasar TPA Dalam Mereduksi
Penyebaran Air Lindian Sampah (Leachate) Secara Alamiah di Daerah
Bekas TPA Pasir Impun.
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/Publi
kasi-TPA%20Pasir%20Impun.pdf
Diakses tanggal 24 Desember 2009
Mirmanto. 2006. Nilai Kalor Sampah Hasil Produksi Masyakat Kota Mataram.
Universitas Mataram. Mataram.
Diakses tanggal 20 November 2009
http://www.scribd.com/document_downloads/22007722?extension=pdf
Mizwar, 2007. Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Penentuan Lokasi Tempat
Pengolahan Akhir (TPA) Sampah Kota Banjarbaru. Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru.
Pingkan. 2009. Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang
http://eprints.undip.ac.id.
Diakses tanggal 13 januari 2010.
Qasim. 1994. Sanitary Landfill Leachate Generation Control and Treatment.
Technomic Publishing Company
Simanjuntak, Sariguna H. 2008. Pengelolaan Sampah dengan Sistem Komunal di
Permukiman Kota Medan. ITB. Bandung.
Diakses tanggal 1 Januari 2010
http://www.scribd.com/document_downloads/13054928?extension=pdf
Subandi, Dedy. 2006. Sampah, sesuatu yang terlupakan namun berdaya guna.
http://dedysubandi.multiply.com/journal/item/73).
Diakses tanggal 13 Januari 2010.
Thobanoglous, G, Theisen. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc Graw-
Hill International.
Wardhana, Irawan Wisnu. 2007. Rencana Pengembangan Teknik Operasional
Sistem Pengelolaan Sampah Kota Juwana. FT UNDIP. Semarang.
Diakses tanggal 28 Desember 2009
http://eprints.undip.ac.id/1171/1/hal_102-110__Irawan_.pdf
Wibowo, Arianto dan Darwin T. Djajawinata. Penanganan Sampah Perkotaan
Terpadu.
http://www.scribd.com/document_downloads/22542061?extension=pdf
Diakses tanggal 20 November 2009.
Word Press. 2009. Pengelolaan TPA Berwawasan Lingkungan.
http://bulekbasandiang.wordpress.com/.
Diakses tanggal 4 Desember 2009.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 167

You might also like