You are on page 1of 4

Lembaga Eksekutif

lembaga eksekutif negara itu adalah lembaga yang menjalankan operasional pemerintahan seperti presiden itu sendiri, dan kemudian presiden membentuk Depertemen/lembaga non departemen sesuai kebutuhannya untuk membantu presiden dlm menjalankan roda pemerintahan Legislatif: membuat Undang-Undang Eksekutif: melaksanakan Undang-Undang Yudikatif: mengawasi pelaksanaan Undang-Undang

lembaga eksekutif negara itu adalah lembaga yang menjalankan operasional pemerintahan seperti presiden itu sendiri, dan kemudian presiden membentuk Depertemen/lembaga non departemen sesuai kebutuhannya untuk membantu presiden dlm menjalankan roda pemerintahan Badan/perangkat negara yang tugasnya adalah menjalankan pemerintahan, contohnya adalah presiden dan menteri2nya. Mereka menjalankan tugas2 pmerintahan, mngepalai dan mmbwahi brbgai mcam instansi atw bidang2 tertentu. Lembaga ekskutif biasanya disebut aparatur negara, Cikal Bakal lahirnya istilah ini adalah Perubahan Sosial dan Politik di Perancis pada tahun 1789-1799, atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Perancis. Pada intinya, bahwa sistem kekuasaan negara itu tidak boleh dipegang oleh satu tangan, melainkan harus dibagi menjadi Legeslatif yakni Badan yang bertanggung jawab dalam pembuatan undang undang (Pembuat Undang-Undang) Eksekutif yakni Badan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan undang undang yang dibuat oleh Legeslatif dan aturan-aturan turunannya, termasuk memperjelas/menjabarkan agar undang undang tsb bisa dilaksanakan dan dimengerti oleh masyarakat. Yudikatif, Badan yang mengawasi pelaksanaan undang-undang termasuk memberikan hukuman kepada warga masyarakat yang telah terbukti melanggar peraturan perundangundangan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara dijalankan oleh 3 (tiga) lembaga yakni, (i) legislatif, (ii) eksekutif, dan (iii) yudikatif. Legislatif berfungsi membuat undang-undang (legislate). Menurut teori kedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat. Rakyat yang berdaulat ini mempunyai kemauan (Rousseau menyebutnya dengan Volonte Generale atau Generale Will). Rakyat memilih beberapa orang untuk duduk di lembaga legislatif sebagai wakil rakyat guna merumuskan dan menyuarakan kemauan rakyat dalam bentuk kebijaksanaan umum (public policy). Lembaga ini mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang sebagai cerminan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan umum tadi. Lembaga ini sering disebut sebagai dewan perwakilan rakyat atau parlemen.

Lembaga penyelenggara kekuasaan negara berikutnya adalah lembaga eksekutif yang berfungsi menjalankan undang-undang. Di negara-negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden, beserta menterimenterinya (kabinetnya). Dalam arti luas, lembaga eksekutif juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh karenanya sebutan mudah bagi lembaga eksekutif adalah pemerintah. Lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden dan dibantu oleh para menteri. Jumlah anggota eksekutif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota legislatif, hal ini bisa dimaknai karena eksekutif berfungsi hanya menjalankan undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Pelaksanaan undang-undang ini tetap masih diawasi oleh legislatif. Selain melaksanakan undang-undang, Eksekutif juga mempunyai tugas untuk melaksanakan: Kekuasaan diplomatik, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan hubungan luar negeri;

Kekuasaan administratif, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang dan administrasi negara; Kekuasaan militer, yaitu berkaitan dengan organisasi angkatan bersenjata dan pelaksanaan perang; Kekuasaan yudikatif (kehakiman), yaitu menyangkut pemberian pengampunan, penangguhan hukum dan sebagainya terhadap pelaku kriminal atau narapidana; Kekuasaan legislatif, yaitu berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang dan mengatur pengesahannya menjadi undang-undang. Sistem pelaksanaan kerja dan pertanggungjawaban ekesekutif (pemerintah) didasarkan atas dua model sistem pemerintahan, sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan presidensiil (fixed executive) atau (non-parlementary executive) adalah apabila ekesekutif bertanggung jawab secara langsung dengan periode waktu tertentu kepada suatu badan yang lebih luas dan tidak terikat pada pembubaran oleh tindakan parlemen (legislatif). Lembaga penyelenggara kekuasaan negara ketiga adalah lembaga yudikatif (kehakiman) yang berfungsi mengadili undang-undang. Dalam triaspolitica yang diperkenalkan pasca Revolusi Perancis, ada pembagian kekuasaan meliputi 3, yaitu: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif Eksekutif adalah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menjalankan pemerintahan. Yudikatif adalah lembaga yang berwenang dibidang hukum

Legislatif adalah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat UU dan mengawasi pemerintahan. pilar demokrasi ke-4 adalah pers. Lembaga Eksekutif Indonesia, Presidensialisme atau Parlementer

Kekuasaan eksekutif dalam suatu negara ialah merupakan kekuasaan dimana dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan badan legislatif dan menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam perkembangannya pada masa negara modern seperti saat ini kekuasaan badan eksekutif jauh lebih luas karena kekuasaannya dapat pula mengajukan rancangan undang-undang pada lembaga legislatif. Memilih tipe kekuasaan eksekutif sejatinya ialah menentukan suatu pilihan yang cocok, bukan memilih berdasarkan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Pilihan tipe eksekutif lebih kepada bagaimana desain institusional suatu negara, jadi undang-undang dasarlah yang menentukan tipe kekuasaan eksekutif ini. Dalam pilihan desain institusional pun tidak ada istilah salah atau benar melaikan cocok atau tidak, optimal serta efektif atau tidak diterapkan di suatu negara. Tujuan dari pilihan tipe eksekutif tersebut ialah: Manajemen konflik dan pemeliharaan sistem Penentuan dan inovasi kebijakan Koherensi dan konsistensi kebijakan Keterwakilan kelompok-kelompok sosial, masyarakat Proteksi atas kepentingan minoritas Akses terhadap para pembuat kebijakan

Negara terlebih dahulu telah merumuskan konstitusinya sebagai instrumen terbentuknya suatu pemerintahan yang berdaulat. Undang-undang dasar merumuskan kekuasaan lembagalembaga tinggi negara ke dalam pasal-pasal serta penafsirannya. Jika dilihat implementasinya di Indonesia, negara kita telah mengalami banyak perubahan dalam undang-undang dasar untuk memilih tipe kekuasaan eksekutif. Hal ini terlihat pada undang-undang dasar 1945 pasal 5 ayat 1 dalam amandemen pertama dijelaskan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ketentuan ini menggambarkan terjadinya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan presiden sebelumnya. Pada dua periode politik sebelum reformasi Presidenlah yang yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Akan tetapi, sekarang, kekuasaan membentuk undang-undang berdasarkan Pasal 20 ayat 1 baru, justru berada di Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan dalam ayat di atas, presiden hanya dinyatakan berhak mengajukan RUU kepada DPR. Pada perubahan ketiga, Pasal 7C yang berbunyi Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat, ketentuan ini pulalah yang menegaskan dianutnya sistem presidensial dalam undang-undang dasar ini, sekaligus untuk memastikan bhwa pengalaman seperti yang pernah dialami ketika presiden Abdurrahman Wahid mencoba mempertahankan kedudukannya dengan mengeluarkan dekrit pembubaran parlemen. Perihal tentang kementerian negara dalam hasil amandemen pertama undang-undang dasar 1945 Pasal 17 ayat 2 yang berbunyi Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden menyuratkan ketegasan anutan sistem pemerintahan presidensial dimana tenggung jawab pemerintahan ada di pundak presiden. Penedgasan ini juga dianggap pening karena

sejak masa pemerintahan Gus Dur wacana tentang pembentukan kabinet koalisi sangat luas dibicarakan. Hal itu sangat pmendorong persepsi umum kepada bentuk pemerintahan parlementer yang memungkinkan pemerintahan koalisi antar partai politik. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam konstitusi Indonesia system presidensial telah diterapkan. Mekanisme check and balances diterapkan sebagai kontrol masing-masing lembaga tinggi pemerintah. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Begitu juga sebaliknya, DPR tidak dapat membubarkan presiden. Mekanisme pengajuan RUU yang dimiliki presiden juga mengandung arti bahwa tingginya kemungkinan musyawarah untuk mufakat dalam hal pembuatan undang-undang. Tujuan-tujuan dari dipilihnya sistem presidensialisme di Indonesia sangat terkait dengan perjalanan sistem pemerintahan yang telah mengalami banyak pergantian semenjak proklamasi kemerdekaan. Sistem parlementer yang pernah dianut di Indonesia dinilai kurang cocok karena terlalu condong kepada demokrasi barat yang berdasarkan individualisme dalam pengambilan keputusan dengan voting:separuh ditambah satu. Hal ini dirasakan kurang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia yang menganut sistem musyawarah untuk mufakat. Tujuan dari diterapkannya presidensialisme di Indonesia bisa kita lihat dari kelebihan-kelebihan presidensialisme itu sendiri. Dapat Menjadi Figur Pemersatu Nasional, Presidensialisme berarti kekuasaan eksekutif dijaklakan oleh Presiden secara efektif maupun seremonial. Hal ini menimbulkan suatu persepsi presiden sebagai symbol yang membentuk opini masyarakat sebagai pemimpin nasional. Presiden Indonesia yang dipilih langsung cendenrung memiliki wibawa dan legitimasi yang kuat terhadap kekuasaannya karena dianggap wujud dari aspirasi masyarakat melalui pemilu. Susilo Bambang Yodhoyono saat ini mungkin telah cukup berhasil menjadi figure pemersatu nasional yang simbolik dan berwibawa. Mudah Diidentifikasi dan Dimintai Akuntabilitas oleh Pemilih, Sistem presidensialisme cenderung lebih mudah diidentifikasi dan dimintai akuntabilitasnya oleh pemilih sebab otoritas presiden dalam memilih menteri dalam kabinet dan bukan melalui mekanisme yang dimiliki parlementarianisme dimana terjadi koalisi kabinet dari partai-partai mengisyaratkan tanggung jawab penuh dipegang oleh presiden seebagai pelaksana undangundang. Sejauh ini, pemerintahan kabinet Indonesia Bersatu pimpinan SBY yang telah mengalami beberapa kali reshuflle memang belum bisa dinilai berhasil. Akan tetapi dengan mengalami terus perbaikan jika kita bisa melihat dari sisi positifnya, kita berharap akan kinerja yang semakin baik dari kabinet. Stabilitas dan Kesinambungan Kebijakan Cenderung Terjaga, Dalam presidensialisme stabilitas terus terjaga karena memiliki masa jabatan yang jelas, bebas dari mosi-mosi yang mudah menjatuhkan kekuasaanya, dan dapat dengan baik melaksanakan kebijakannya. Dapat kita bayangkan pada sistem parlementarianisme yang pernah dianut di Indonesia pada masa demokrasi liberal dimana kabinet mudah jatuh dan tumbang dengan mosi-mosi dari oposisi, kebijakan yang dibuat tidak mungkin tereatur pelaksanaannya karena mudahnya kekuasaan eksekutif berganti

You might also like