You are on page 1of 5

Selama penelitian dilakukan pemantauan nyeri dalam dua variabel yang berbeda; nyeri selama prosedur dan nyeri

pascaprosedur. Intensitas nyeri dinilai dengan menggunakan skor VAS 0-10 (Visual Analogue Scale) pada kedua kelompok ditampilkan pada Tabel.2 untuk nyeri selama prosedur dan pascaprosedur. Pada kedua kelompok dilakukan penilaian efek samping analgesia spinal, yaitu hipotensi, depresi napas, menggigil, mual muntah, dan pruritus. (Tabel. 3). hanya didapatkan kejadian sebesar 5,5% pada variable menggigil dan pruritus, pada kelompok B3F namun tidak berbeda bermakna secara statitik. Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap durasi waktu kesiapan pulang pasien berdasarkan Post Anaesthetic Discharge Scoring System menurut Chung dkk 1995 (Tabel 4). Dan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara dua kelompok Pembahasan Penelitian ini membandingkan keefektifan dari bupivakain 3 mg + fentanil 20 g dengan bupivakain 3 mg + klonidin 15 g. Keefektifan pada penelitian ini berdasarkan analgesia spinal yang memiliki hambatan sensori yang maksimal sesuai dengan kebutuhan prosedur brakitherapi intrakaviter dengan waktu kesiapan pulang yg lebih cepat. Karakteristik demografik dari kelompok bupivakain 3 mg + fentanil 20 g dan kelompok bupivakain 3 mg hiperbarik + klonidin 15 g berdasarkan umur, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, dan tingkat pendidikan menunjukkan distribusi yang merata Tidak terdapat perbedaan pada status fisik ASA pada dua kelompok dan rerata durasi prosedur pada dua kelompok uji hampir sama (97+12 menit vs 96 +10) sehingga layak diperbandingkan. Durasi waktu yang didapat pada kedua prosedur hampir sama dengan dilaporkan oleh Sulistio et al sebesar (9015 menit vs 107 27 menit).16 dan ini sesuai dengan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk brakitherapi intrakaviter rawat jalan (60-100 menit) 2,3 Semua subyek penelitian di kedua kelompok menunjukkan ketinggian blok > torakal 10 sehingga memberikan analgesia yang adekuat untuk prosedur ini serta telah dilakukan uji statistik dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok uji. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian maksimum pada kedua uji ini juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Seperti dijelaskan sebelumnya, ketinggian blok akan mempengaruhi durasi dari blok tersebut. Hal tersebut disebabkan distribusi obat yang lebih luas di dalam cairan serebrospinal sehingga konsentrasi obat di dalam cairan serebrospinal menjadi lebih rendah (dilusi) dan paparan yang lebih luas terhadap rongga subaraknoid sehingga absorpsi oleh pembuluh darah menjadi lebih cepat.23,24 Sesuai dengan hasil penelitian Korhonen dkk9, ketinggian blok dapat diatur/dibatasi dengan standardisasi teknik penyuntikkan. Pada penelitian ini teknik penyuntikkan pada semua subyek disamakan, yaitu lokasi penyuntikkan (L3/4 atau L4/5), dosis rendah dan volume rendah, kecepatan penyuntikkan perlahan, dan posisi saat penyuntikkan (lateral dekubitus) dan posisi segera setelah penyuntikkan (horizontal). Tujuan dari standardisasi teknik penyuntikan pada penelitian ini adalah untuk membatasi ketinggian blok/ distribusi obat intratekal agar kualitas dan durasi dari blok yang dihasilkan adekuat/sesuai dengan lamanya prosedur. Didapatkan nilai rerata VAS selama prosedur untuk kelompok B3F sama dengan nilai VAS kelompok B3K dan statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Kualitas analgesia pascaprosedur pada layanan rawat jalan merupakan salah satu kriteria penting. Analgesia regional dapat memberikan analgesia preemptif tanpa pasien harus mengalami nyeri yang membutuhkan penatalaksanaan lebih lanjut. Nilai VAS pascaprosedur pada kedua uji kelompok mendapatkan hasil yang baik dengan nilai VAS maksimal 2 sehingga pasien dapat pulang dan melanjutkan dengan analgetik oral di rumah. Nilai VAS maksimal 2 didapatkan selama prosedur dan pascaprosedur dan tidak ada pasien yang membutuhkan analgesia tambahan selama prosedur. Tidak terdapatnya nilai VAS > 3 pada uji ini disebabkan tercapainya ketinggian minimal T10 pada kedua kelompok serta durasi tindakan yang sesuai dengan yang di perkirakan.2,3,6 Dari pencatatan hemodinamik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara 2 kelompok uji. Pada penelitian ini tidak didapatkan kejadian hipotensi pada kedua kelompok uji. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakuklan oleh Kuusniemi dkk serta Carpenter dkk yang membuktikan kejadian hipotensi pada analgesia spinal dosis rendah jauh lebih rendah dibandingkan dosis konvensional, 4% vs 33%.29 Hal ini juga terlihat pada penelitian Korhonen dkk9 dengan kejadian hipotensi sangat rendah 3% pada analgesia spinal bupivakain 3 mg + fentanil 10g. Dalam literatur dikatakan bahwa faktor risiko terjadinya hipotensi akibat anestesia spinal pada pasien non obstetrik adalah ketinggian blok >T5, usia > 40 tahun, tekanan darah sistolik < 120 mmHg, dan jumlah penusukan/pungsi di atas lumbal 3 lebih dari 4 kali.30,40.

Efek samping yang dinilai pada penelitian ini adalah hipotensi, depresi napas,menggigil, pruritusl dan mual muntah. Tidak didapatkan efek samping Hipotensi, Depresi napas dan mual muntah pada kedua kelompok uji ini. Hal ini sesuai dengan penelitian Ben David dkk dan Zohar dkk tentang penggunaan bupivakain dosis rendah (<5mg) dikombinasikan dengan fentanil pada pasien geriatri dengan hasil hemodinamik yang stabil, tidak adanya depresi napas, dan fungsi kandung kemih yang kembali sempurna (tidak ada retensi urin). efek samping pemberian opioid intratekal adalah pruritus dan pada penelitian ini didapatkan kejadian sebesar 5,5 % pada kelompok B3F dan tidak ditemukan pada kelompok B3K, namun hal ini tidak bermakna secara statitik. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistio (22,5%), perbedaan ini dapat disebabkan karena jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini lebih besar. Pruritis adalah komplikasi umum pada pasien yang menerima fentanil intratekal, meskipun dalam kebanyakan kasus, sangat ringan dan tidak memerlukan pengobatan. efek samping pruritus dari fentanil intratekal akan berhubungan dengan dosis,semakin besar dosis yang diberikan semakin besar kemungkinan kejadian pruritus. 12,16,41 tidak ditemukan kejadian pruritus pada kelompok B3K karena klonidin tidak memiliki efek samping pruritus. PONV adalah salah satu efek samping yang paling sering muncul pasca anestesia umum. Mual (nausea) juga merupakan efek samping yang sering muncul pada analgesia spinal (Tarkkila dan Kaukinen 1991, Carpenter dkk)29. Faktor risiko di antaranya wanita, ketinggian blok sensorik yang lebih tinggi, dan premedikasi opioid (Tarkkila dan Kaukinen 1991, Tarkkila dan Isola 1992)30. Hipotensi meningkatkan risiko mual muntah pada pasien dengan analgesia spinal. Penelitian lain oleh White dkk 2007 36 melaporkan bahwa PONV akibat morfin intratekal bergantung pada dosis, sedangkan opioid lipofilik (fentanil dan sufentanil) tidak memiliki efek atau hanya sedikit menyebabkan PONV. Pada penelitian ini tidak ditemukan kejadian PONV hal ini mungkin disebabkan karena opioid yang digunakan pada penelitian ini adalah fentanil serta tidak didapatkannya kejadian hipotensi pada penelitian ini. Menggigil pascaanalgesia spinal umum terjadi dengan kejadian mencapai 56,7%. Menggigil merupakan efek samping yang sangat tidak nyaman untuk pasien, menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen, produksi karbondioksida, dan asidosis laktat. Mekanisme pasti penyebab menggigil pascaanalgesia spinal masih belum jelas, namun ada beberapa hipotesis. Anestesia neuroaksial mengganggu pusat pengaturan termoregulasi otonom sesuai dengan tinggi atau penyebaran blok saraf yang terjadi. Hipotermia yang terjadi pada anestesia neuroaksial disebabkan karena tiga mekanisme dalam tubuh yaitu : redistribusi panas tubuh dari pusat ke perifer, kehilangan panas yang melebihi pembentukannya dan inhibisi pusat regulasi suhu. Anestesia neuroaksial juga mengganggu respons perilaku pasien yang mengakibatkan pasien tidak mengeluh kedinginan karena mereka tidak mampu merasakan hipotermia, tetapi dapat mencetuskan terjadinya menggigil.18,35 Pada penelitian ini didapatkan kejadian menggigil pada kelompok B3F sebesar 3 kejadian dan tidak ditemukan kejadian menggigil pada kelompok B3K, namun secara statistika tidak terdapat perbedaan yang bermakna diantara dua kelompok. hal ini disebabkan karena penggunaan dosis yang rendah dan ketinggian hambatan maksimal yang dicapai pada kedua kelompok. Tidak ditemukannya kejadian menggigil pada kelompok B3K Hal ini mungkin karena mekanisme kerja klonidin di sentral, dimana klonidin menurunkan ambang menggigil di sentral termoregulator, menghambat transmisi sinyal termal aferen sehingga walau terjadi hipotermi tidak terjadi menggigil dan juga menekan jalur eferen yang bertanggung jawab terhadap timbulnya menggigil.43 Pada penelitian yang dilakukan oleh Hayatunisa dengan penambahan klonidin 15 mcg intratekal didapatkan penurunkan secara bermakna terhadap kejadian serta derajat menggigil pada wanita hamil yang menjalani bedah caesarea dengan anestesia spinal.47 Waktu kesiapan pulang pasien merupakan salah satu faktor yang sering digunakan untuk memperkirakan keefektifan berbagai teknik anestesia. Fast-tracking atau waktu di ruang pulih yang singkat akan sangat menghemat biaya karena mengurangi kebutuhan staf medis di ruang pulih (Marshall dan Chung 1999).44 Pada penelitian ini kriteria pemulangan yang digunakan menurut Chung dkk meliputi tanda vital yang stabil, tidak ada atau nyeri ringan, tidak ada perdarahan, asupan oral, kemampuan untuk berjalan/ambulasi dan tidak ada mual muntah. Sesuai dengan penelitian Imarengiaye dkk (2003), 45 kemampuan ambulasi tanpa bantuan merupakan faktor penting dalam menilai kesiapan pulang pasien pascaprosedur rawat jalan. Waktu ambulasi pada uji ini didapatkan 116 + 12 menit pada kelompok B3F dan 115 + 10 menit pada kelompok B3K. hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh sulistio (121+20 menit) pada kelompok bupivakain 3 mg + fentanil 20 g dan sesuai dengan hasil penelitian Flaishon dkk (2005) yang membandingkan analgesia spinal dengan bupivakain 5 mg vs

bupivakain 2,5 mg + fentanil 25 g untuk prosedur brakhiterapi prostat rawat jalan, dengan hasil waktu ambulasi 130+14 menit vs 115+10 menit.16, 46. Berdasarkan statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok. Waktu ambulasi yang cepat didapatkan pada penelitian ini dikarenakan blok motorik yang dihasilkan analgesia spinal dosis rendah dalam penelitian ini derajatnya rendah, namun hal ini tidak menimbulkan keluhan atau ketidakpuasan pada operator yang melakukan pemasangan brakhiterapi karena prosedur ini bersifat sub-pembedahan dan lebih membutuhkan analgesia yang baik dibandingkan blok motorik yang kuat. Karena itu dibutuhkan kerja sama dari pasien untuk berbaring diam selama prosedur agar aplikator tidak bergeser. Sesuai dengan kriteria pemulangan pasien yang digunakan pada penelitian ini, maka setelah semua kriteria terpenuhi pasien dapat dipulangkan dengan ditemani keluarganya. Waktu kesiapan pulang pasien dengan waktu kepulangan pasien sesungguhnya dapat berbeda jauh, hal ini dipengaruhi oleh keluarga yang mengantar, transportasi, administrasi, dan hal-hal lainnya. Karena itu waktu kesiapan pulang yang dinilai dalam penelitian ini adalah saat pasien telah memenuhi semua kriteria dengan skor >9. Waktu kesiapan pulang pada penelitian ini sebesar 142 + 5 menit pada kelompok B3F dan 140 + 14 menit pada kelompok B3K, dari hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada kedua uji. hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh sulistio (151+21).16 tidak ditemukan perbedaan waktu yang bermakna ini disebabkan karena penggunaan dosis bupivacain yang sama pada kedua uji. Ben David dkk (1996) melaporkan efek dilusi salin pada bupivakain dosis rendah intratekal tidak didapatkan perbedaan bermakna pada ketinggian blok, kualitas analgesia, maupun waktu pemulihan.12 klonidin pada penelitian ini tidak menambah durasi hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dobrydnjov yang menggunaan dosis kecil klonidin 15 g ditambahkan ke 6 mg bupivacain meningkatkan kualitas dari blok tanpa memperpanjang durasi blok dan tanpa menyebabkan sedasi signifikan atau hipotensi serta tidak memperpanjang waktu blok motorik.17 dan penambahan fentanyl 20 g telah dibuktikan oleh Zohar dkk (2007) masih memberikan analgesia yang adekuat untuk pasien geriatri yang menjalani prosedur transurethra singkat untuk mencegah gejolak hemodinamik. Dari penelitian tersebut didapatkan waktu regresi sensorik dan motorik serta waktu ambulasi dan keluar dari ruang pulih pascaanestesia yang tercepat pada kelompok 3 mg bupivakain + fentanil 20g sebesar 116+29 menit.15 Kesimpulan pada penelitian ini adalah Bupivakain 3 mg hiperbarik + Klonidin 15 g tidak memiliki keefektifan analgasia yang lebih baik dibandingkan bupivakain 3 mg hiperbarik + fentanil 20 g pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan Daftar Pustaka 1. Griffith SE. Brachytherapy equipment and dosimetry principles. In: Griffith SE and Short CA Ed. Principles to practice of manual for quality in treatment delivery.2nd ed. Edinburg: Churchill Livingstone, 1994:45-59 2. Badri C. Penggunaan computer personal dalam dosimetri penyinaran intrakaviter kanker leher rahim. Majalah radiologi Indonesia 1995; 2:22-7. 3. 51/2 yr of experience in 1622 procedure Benrath J, Kozek-Langenecker S, Hupfl M, et al. Anaesthesia for brachytherapy . Br J Anaesth 2006; 96:195-200 4. Fitz-Henry J, Chan S. Analgesia for pelvic brachytherapy. Br J Anaesth 2002; 89:342 5. Appadurai IR, Hanna L. Analgesia for pelvic brachytherapy. Br J Anaesth 2002;89:342 6. Smith MD, Todd JG, Symonds RP. Analgesia for pelvic brachytherapy. Br J Anaesth 2002; 88:270-6 7. Liu SS, Ware PD. Differential sensory block after spinal bupivacaine involunteers. Anesth Analg 1997; 84:115-9 8. Liu SS, Ware PD, Allen HW, Neal JM, Pollock JE. Dose-response characteristics of spinal bupivacaine in volunteers. Clinical implications for ambulatory anesthesia. Anesthesiology 1996; 85:729-36 9. Valanne JV, Korhonen AM, Jokela RM, et al. Selective spinal anesthesia: a comparison of hyperbaric bupivacaine 4mg versus 6 mg for outpatient knee arthroscopy. Anesth Analg 2001; 93:1377 10. Grkan Y, Canatay H, zdamar D, Solak M, Toker K. Spinal anesthesia for arthroscopic knee surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2004; 48:513-7 11. Vaghadia H. Spinal anaesthesia for outpatients: controversies and new techniques. Can J Anaesth 1998 ;45:R64-75

12. Ben-David B, Levin H, Solomon E, et al. Intrathecal Fentanil with small dose dilute bupivacaine: better anesthesia without prolonging revocery. Anesth Analg 1997; 85:560-5. 13. Patterson L, Avery N, Chan P, Parlow JL. The addition of fentanil does not alter the extent of spread of intrathecal isobaric bupivacaine in clinical practice. Can J Anaesth 2001;48:768-72 14. Stoelting RK, Hillier SC. Opioid agonists and antagonists. In: Pharmacology and physiology in anesthetic practice, 4th ed. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006:87-126 15. Zohar E, Noga Y, Rislick U, et al. Intrathecal Anesthesia for Elderly Patients undergoing short transurethral procedures: a dose-finding study. Anesth Analg 2007; 104:552-4 16. Sulistio M E. Perbandingan waktu kesiapan pulang pasca analgesia spinal antara bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanyl 20 g dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanyl 20 g pada brakiterapi intrakaviter rawat jalan. 2008 17. Dobrydnjov I, Axelsson, Thorn, et al. Clonidine Combined with Small-Dose Bupivacaine During Spinal Anesthesia for Inguinal Herniorrhaphy: A Randomized Double-Blinded Study. Anesth Analg 2003;96:1496 503 18. Brown DL. Spinal, Epidural, and Caudal Anesthesia. In: Millers Anesthesia 6th ed, Philadelphia, Churchill Livingstone, 2005:1653-84 19. Mulroy MF, McDonald SB. Regional anesthesia for outpatient surgery. Anesthesiol Clin North America 2003; 21:289 20. Cottrell D, Broadman L. Spinal and epidural anesthesia for ambulatory surgery. In: Wong CA Spinal and Epidural Anesthesia, Chicago, McGraw-Hill, 2007:237-56 21. White PF, Freire AR. Ambulatory (outpatient) anesthesia. In: Millers Anesthesia 6th ed, Philadelphia, Churchill Livingstone, 2005:2589-2623. 22. Salinas FV. Pharmacology of drugs used for spinal and epidural anesthesia and analgesia. In: Wong CA Spinal and Epidural Anesthesia, Chicago, McGraw-Hill, 2007: 75-105. 23. Greene NM. Distribution of local anesthetic solutions within the subarachnoid space. Anesth Analg 1985; 64:715-30 24. Stienstra R, Greene NM. Factors affecting the subarachnoid spread of local anesthetic solutions. Reg Anesth 1991;16:1-6 25. Stoelting R K. Local anesthetics. In : Stoelting R K. Ed. Pharmacology and Physiology in anesthetic practice. 1st. Philadelphia: JB Lippincott Co, 1987; 148-68. 26. Thaib M. Roesli. Penggunaan Klonidin Dalam Klinik Anestesia dalam: Seri Penyegar Anestesiologi 1 ed. Thaib M.Roesli, PP IDSAI, 1994 27. PT.Boehringer Ingelheim. Informasi produk. Catapres injeksi, clonidine hydrochloride; 1994 28. Scheinin M., Schwinn D. The locus ceruleus: site of hypnotic actions of alpha 2 adrenoreceptor agonist?Anesthesiology 1992; 76:873-875 29. Carpenter RL, Caplan RA, Brown DL, Stephenson C, Wu R. Incidence and risk factors for side effects of spinal anesthesia. Anesthesiology 1992;76:906-16 30. Tarkkila P, Isola J. A regression model for identifying patients at high risk of hypotension, bradycardia and nausea during spinal anesthesia. Acta Anaesthesiol Scand 1992; 36:554-8 31. Eberhart LH, Morin AM, Kranke P, Geldner G, Wulf H. Transient neurologic symptoms after spinal anesthesia. A quantitative systematic overview (metaanalysis) of randomized controlled studies. Anaesthesist 2002; 51:539-46 32. Despond O, Meuret P, Hemmings G. Postdural puncture headache after spinal anaesthesia in young orthopaedic outpatients using 27-g needles. Can J Anaesth 1998;45:1106-9 33. Kamphuis ET, Ionescu TI, Kuipers PW, de Gier J, van Venrooij GE, Boon TA. Recovery of storage and emptying functions of the urinary bladder after spinal anesthesia with lidocaine and with bupivacaine in men. Anesthesiology 1998; 88:310-6 34. Pavlin DJ, Pavlin EG, Fitzgibbon DR, Koerschgen ME, Plitt TM. Management of bladder function after outpatient surgery. Anesthesiology 1999; 91:42-50 35. Horlocker TT . Complications of spinal and epidural anesthesia. Anesthesiol Clin North America 2000; 18:461-85 36. White H, Black RJ, Jones M, Mar Fan GC. Randomized comparison of two anti-emetic strategies in high-risk patients undergoing day-case gynaecological surgery. Br J Anaesth 2007; 98(4):470-6.

37. Mc. Donald JS, Mandalfino DA. Subarachnoid Blok. In: Bonica JJ Ed. Principle and practice of obstetric analgesia and anesthesia. 2nd Ed. Williams & Wilkins, 1995; 471-72 38. Pitknen M, Haapaniemi L, Tuominen M, Rosenberg PH. Influence of age on spinal anaesthesia with isobaric 0.5% bupivacaine. Br J Anaesth 1984;56:279-84 39. McLeod GA. Density of Spinal anaesthetic solutions of bupivacaine, levobupivacaine,and ropivacaine with and without dextrose.BJA.[Laboratory Investigations]. 2004;92(4):547-51 40. Liu SS, McDonald SB. Current issues in spinal anesthesia. Anesthesiology 2001;94:888-906. 41. Ben-David B, Levin H, Solomon E, et al. Low dose diluted spinal bupivacaine for ambulatory surgery. Anesth Analg 1996; 83:716-20. 42. Varrassi G, Celleno D, Capogna G, et al. Ventilatory effects of subarachnoid fentanyl in the elderly. Anaesthesia 1992;47:558-62. 43. Joris J, Banache M, Bonnet F, Sessler DI, Lamy M, Clonidine and ketanserin both are effective treatment for postanesthetic shivering. Anaesthesiology 1993;79:532-9 44. Marshall SI, Chung F. Discharge criteria and complications after ambulatory surgery. Anesth Analg 1999; 88:508-17. 45. Imarengiaye CO, Song D, Prabhu AJ, Chung F. Spinal anesthesia: functional balance is impaired after clinical recovery. Anesthesiology 2003; 98:511-5 46. Flaishon R, Ekstein P, Matzkin H, et al. An evaluation of general and spinal anesthesia techniques for prostate brachytherapy in a day surgery setting. Anesth Analg 2005; 101:1656-8 47. Hayatunisa U. Klonidin Intratekal 15 mcg untuk Pencegahan Menggigil Pasca Anestesia Spinal pada Pasien Bedah Cesarea. 2010 48. Song D, Joshi GP, White PF. Fast track eligibility after ambulatory anesthesia: a comparison of desflurane, sevoflurane, and propofol. Anesth Analg 1998;86:26773.

You might also like