You are on page 1of 26

BAB I

ANATOMI TULANG BELAKANG

Gambar 1. Tulang Belakang (vertebrae)

Tulang punggung terdiri dari 33 ruas yaitu : 7 ruas tulang leher (servikal), 12 ruas tulang dada (torakal), 5 ruas tulang pinggul (lumbal), 5 ruas tulang duduk (sakral) dan 4 tulang ekor (kogsigeal). Secara anatomis setiap ruas tulang belakang akan terdiri dari dua bagian : 1. Bagian depan Bagian ini struktur utamanya adalah badan tulang belakang (corpus vertebrae). Bagian ini fungsi utamanya adalah untuk menyangga berat badan. Di antara dua korpus vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh struktur yang disebut diskus intervertebralis yang bentuknya seperti cakram, konsistensinya kenyal dan berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber).

2. Bagian belakang Bagian belakang dari ruas tulang belakang ini fungsinya untuk : Memungkinkan terjadinya pergerakan tulang belakang itu sendiri. Hal ini dimungkinkan oleh karena di bagian ini terdapat dua persendian. Fungsi perlindungan, oleh karena bagian ini bentuknya seperti cincin dari tulang yang amat kuat dimana di dalam lubang di tengahnya terletak sumsum tulang belakang (medulla spinalis/spinal cord). Fungsi stabilisasi. Karena fungsi tulang belakang untuk manusia adalah sangat penting, maka fungsi stabilisasi ini juga penting sekali. Fungsi ini didapat oleh kuatnya persendian di bagian belakang yang diperkuat oleh adanya ligamen dan otot-otot yang sangat kuat. Kedua struktur terakhir ini menghubungkan tulang belakang baik dari ruas ke ruas yang berdekatan maupun sepanjang tulang belakang mulai dari servikal sampai kogsigeal.

Gambar 2. Vaskularisasi Vertebrae

Vaskularisasi kolumna vertebralis Arteria spinalis yang mengantar darah kepada vertebra, adalah cabang dari : Arteria vertebralis dan arteria servikalis ascendens di leher Arteria interkostalis posterior di daerah thorakal Arteria subkostalis dan arteria lumbalis di abdomen Arteria iliolumbalis dan arteria sakralis lateralis

Arteria spinalis memasuki foramen intervertebralis dan bercabang menjadi cabang akhir dan cabang radikular. Beberapa dari cabang-cabang ini beranastomosis dengan arteri-arteri medulla spinalis. Vena spinalis membentuk pleksus vena yang meluas sepanjang kolumna vertebralis, baik di sebelah dalam (pleksus venosi vertebralis profundus) dan juga di sebelah luar (pleksus venosi vertebralis superficialis) kanalis vertebralis. Vena basivertebralis terletak dalam korpus vertebra.

Gambar 3. Medula Spinalis

BAB II Spondilitis Tuberkulosa (Potts Disease)


Standar kompetensi dokter umum 3B

Potts disease atau Spondilitis tuberkulosis merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia, ditemukan pada mumi kuno di Mesir dan Peru. Percival Pott menunjukkan gambaran klasik tuberkulosis spinal pada tahun 1779. Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih tulang belakang. Di Amerika, spondilitis tuberkulosis merupakan manifestasi paling banyak pada tuberkulosis muskuloskeletal (40-50% kasus). Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberkulosis muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Kondisi umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), dengan vertebra lumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%). Sekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal. Penatalaksanaan spondiltis tuberkulosa dapat secara konservatif atau tindakan operatif, dalam hal mana program rehabilitasi medik diperlukan untuk

mempertahankan dan memperbaiki fungsi seoptimal mungkin, juga mencegah terjadinya komplikasi.

II.1.INSIDENSI Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 % kasus dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70 %. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 10 tahun dengan perbandingan yang sama antara wanita dan pria. Sering mengenai vertebra 40 50 %, panggul 30%, sendi lutut dan sendi sendi lainnya. Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru paru.

Faktor predisposisi tuberkulosis adalah : 1. Nutrisi dan sanitasi yang jelek 2. Ras; banyak ditemukan pada orang orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro 3. Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris 4. Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahu, paling sering pada umur 2 10 tahun 5. Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisella dapat memprovokasi kuman 6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan kuman tuberkulosis

II.2.PATOGENESIS Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder. Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh penderita. Kompleks Primer Lesi primer biasanya pada paru paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfe menyebar ke limfonodulus regional dan disebut primer kompleks. Penyebaran Sekunder

Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah yang akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra pulmoner. Lesi Tersier Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.

Gambar 4. MRI Vertebra (thorakal) yang mengalami destruksi akibat infeksi kuman tuberkulosa

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis. Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.

II.3.STADIUM PENYAKIT Perjalanan penyakit dibagi menjadi lima stadium, yaitu : 1. Stadium implantasi Bakteri berduplikasi dan membentuk koloni di tulang (6-8 minggu). 2. Stadium destruksi awal Destruksi korpus vertebrae serta penyempitan ringan pada diskus (3-6 minggu) 3. Stadium destruksi lanjut

Destruksinya masif, kolaps vertebrae dan terbentuk masa kaseosa (terjadi kerusakan korpus vertebrae, terbentuk kifosis/ gibus) serta pus yang berbentuk cold abces (pus cair dan subfebril), stadium ini terjadi 2-3 bulan setelah destruksi awal. 4. Stadium gangguan neurologis Tergantung beratnya kifosis dan tekanan abses ke kanalis spinalis. Dapat terjadi paraplegia, aktivitas gerak terganggu. Ada 4 derajat paraplegia : Derajat 1 => Kelemahan anggota gerak bawah setelah aktivitas atau berjalan jauh. Belum terjadi gangguan saraf sensoris Derajat 2 => Kelemahan anggota gerak bawah, tapi masih dapat melakukan aktivitas. Derajat 3 => Kelemahan anggota gerak bawah yang membatasi aktivitas serta hipestesia/anestesia. Derajat 4 => terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris serta gangguan defekasi dan miksi 5. Stadium deformitas residual (3-5 tahun setelah stadium implantasi). Kifosis dan gibus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.

II.4.GAMBARAN KLINIS Onset penyakit biasanya beberapa bulan tahun berupa kelemahan umum, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari, suhu tubuh meningkat sedikit pada sore dan malam hari. Nyeri pada punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan. Gibus. Cold abscess. Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus dan meliputi kompresi spinal

cord berupa gangguan motoris, sensoris maupun autonom sesuai dengan beratnya

destruksi tulang belakang, kifosis dan abses yang terbentuk. Tuberkulosis vertebra servikal jarang ditemukan tetapi mempunyai kondisi lebih serius karena adanya komplikasi neurologis berat. Kondisi ini khususnya diikuti dengan nyeri dan kaku. Pasien dengan penyakit vertebra servikal bawah ditemukan dengan disfagia atau stridor. Gejala juga meliputi tortikolis, serak dan defisit neurologis.

II.5.DIAGNOSIS SPONDILITIS Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu : 1. pemeriksaan klinik dan neurologis lengkap 2. foto tulang belakang posisi AP dan lateral 3. foto polos toraks posisi PA 4. uji mantoux 5. biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa

Pemeriksaan penunjang - Tuberkulin skin test : positif - Laju endap darah : meningkat - Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+) X-ray : - destruksi korpus vertebra bagian anterior - peningkatan wedging anterior - kolaps korpus vertebra CT scan : - menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan kerusakan tulang

- resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya daerah paraspinal - mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak MRI - standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posterior - paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural

Pemeriksaan Laboratorium a. LED dan Leukosit meningkat b. Uji mantoux (+) c. Biakan kuman (mikobakterium) d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional e. Biopsi, histopatologi (ada tuberkel) Pemeriksaan Radiologi a. Foto thoraks : TB paru b. Foto vertebrae : osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebrae & penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus dan mungkin dapat ditemukan abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird's nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal berbentuk fusiform. c. Pemeriksaan Mielografi (penekanan pada sumsum tulang)

10

II.6.DIAGNOSIS BANDING a. Osteitis piogen : Lebih cepat timbul demam b. Poliomielitis Paresis / paralisis tungkai : skoliosis, dan bukan kifosis c. Skoliosis idiopatik : Tanpa gibus, tanpa paralisis d. Penyakit paru dengan (bekas) empiema : tulang belakang bebas penyakit e. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adakah karsinoma prostat f. Kifosis senilis : Kifosis tidak lokal, osteoporosis seluruh rangka g. Guillain Barre syndrome : kelemahan bertahap dari ujung kaki ke atas, tidak disertai nyeri punggung h. Herniasi nukleus pulposus : nyeri dirasakan juga pada tungkai, lasseq dan kernig dapat positif

II.7.PENATALAKSANAAN Bedrest, perbaiki keadaan umum pasien. Pemasangan brace pada penderita yang operasi ataupun tidak. Obat anti TB : INH, Rifampisin, Etambutol, Pirazinamid

II.8.INDIKASI OPERASI Indikasi operasi yaitu : 1. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan tuberkulostatik. 2. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase secara terbuka dan sekaligus debridemen serta bone graft. 3. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adnya penekanan langsung pada medula spinalis.

11

OPERASI KIFOSIS Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

II.9.KOMPLIKASI Kelumpuhan (paraplegia) Perubahan bentuk tulang belakang (skoliosis, kifosis, dll)

II.10.PROGNOSIS Baik bila ditangani lebih awal.

12

BAB III Laporan Kasus


III.1.Identitas Pasien Nama Usia Pekerjaan Agama Status Suku bangsa Tanggal masuk Dirawat ke : Tn Slamet : 52 tahun : TNI Angkatan Darat : Islam : Menikah : Jawa : 13/02/13 :1

Tanggal pemeriksaan : 22/02/13

III.2.Anamnesa

: Autoanamnesa : Nyeri punggung kanan yang menyebar sampai perut kanan atas

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan Riwayat Penyakit

: Lemah kedua tungkai : Lebih kurang 2 minggu sebelum masuk rumah sakit

pasien merasa nyeri (tumpul) di punggung kanan dibawah tulang belikat, sampai dada kanan bawah nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri membaik dalam posisi duduk. Gejala memberat perlahan, 1 minggu lalu pasien merasa kesulitan berjalan karena kedua tungkainya lemah. Kedua telapak kaki terasa baal. Batuk berdahak sekitar 10 hari. Riwayat merokok 2 kotak sehari sejak tahun 1982. RPD RPK : HT (-) DM (-) jantung (-) trauma kepala (+) Juli 2012 : HT (-) DM (-) Jantung (-) Alergi (-)

13

III.3.Pemeriksaan Keadaan Umum Gizi TD Nadi Napas Suhu : Baik : Cukup : 130/80 mmHg : 78x/menit : 22x/menit : 36,5oC

Status Neurologis Kesadaran Sikap tubuh Gerakan abnormal : Compos Mentis (E4M6V5) : dbn (dapat tidur terlentang maupun duduk) : Tidak Ada

Kepala Bentuk Simetris Nyeri tekan : Normocephal : Simetris : Tidak ada

Leher Sikap Gerakan Vertebrae Nyeri tekan : Normal : Bebas tak terbatas : Dalam batas normal : Tidak ada

14

Tanda Rangsang Meningeal Kanan Kaku kuduk Laseque Kernig Brudzinsky I Brudzinsky II : : : : : (-) > 70o > 135o (-) (-) Kiri (-) > 70o > 135o (-) (-)

Nervus Kranialis Kanan N I ( Olfactorius ) Daya penghidu : Normosmia Normosmia Kiri

N II ( Optikus ) Ketajaman penglihatan Pengenalan warna Lapang pandang Fundus : : : : Baik Baik Sama dengan pemeriksa Tidak dilakukan Baik Baik

N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens ) Ptosis Strabismus Nistagmus Exopthalmus Enopthalmus Gerakan bola mata Lateral Medial : : : : : : : : (+) (+) (+) (+) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

15

Atas lateral Atas medial Bawah lateral Bawah medial Atas Bawah Gaze

: : : : : : :

(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)

(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)

Pupil Ukuran pupil Bentuk pupil Isokor/anisokor Posisi Reflek cahaya langsung

: : : : : : medial (+) (+) (+) 3 mm bulat isokor medial (+) (+) (+) 3 mm bulat

Reflek cahaya tidak langsung : Reflek akomodasi/konvergensi:

N V ( Trigeminus ) Menggigit Membuka mulut Sensibilitas atas Tengah Bawah Reflek masseter Reflek zigomatikus Reflek kornea Reflek bersin : : : : : : : : : (+) (+) (+) (+) Tidak dilakukan (+) Tidak dilakukan (+) Simetris (+) (+) (+) (+)

16

N VII ( Facialis ) Pasif Aktif Mengerutkan dahi Mengerutkan alis Menutup mata Meringis Mengembungkan pipi Gerakan bersiul Daya pengecapan lidah 2/3 depan Hiperlakrimasi Lidah kering : : : : : : : : : Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak ada Tidak ada Kerutan kulit dahi Kedipan mata Lipatan nasolabial Sudut mulut : : : : Simetris Simetris Simetris Simetris

N VIII ( Vestibulocochlearis ) Mendengarkan suara gesekan jari tangan Mendengar detik jam arloji Test swabach Test rinne Test weber : (+) : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan (+)

N IX ( Glossopharyngeus ) Arcus pharynx Posisi uvula Daya pengecapan lidah 1/3 belakang Reflek muntah : Simetris : Di tengah : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

17

N X ( Vagus ) Denyut nadi Arcus pharynx Bersuara Menelan : Teraba, Reguler : Simetris : Baik : Tidak ada gangguan.

N XI ( Accesorius ) Memalingkan kepala Sikap bahu Mengangkat bahu : Normal : Simetris : Simetris

N XII ( Hipoglossus ) Menjulurkan lidah Kekuatan lidah Atrofi lidah Artikulasi Tremor lidah : Tidak ada deviasi : Simetris : Tidak ada : Baik : Tidak ada

Motorik Gerakan Kekuatan 5 3 Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3 Ektermitas superior bebas, ekstermitas inferior terbatas

18

Refleks Fisiologis Refleks biceps Refleks triceps Patela Achilles (+) (+) ( ++ ) ( ++ ) (+) (+) ( ++ ) ( ++ )

Refleks permukaan dinding perut (nyeri, perut tegang)

Refleks Patologis Kanan Hoffman tromer Babinski Chaddok Oppenheim Gordon Schafer Klonus paha Klonus kaki : : : : : : : : (-) (+) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Kiri (-) (+) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Sensibilitas Eksteroseptif Nyeri Suhu Taktil Propioseptif Posisi Vibrasi : : (+) (+) (+) (+) (+) (+) : : : (+) (+) (+) (+) (+) (+)

Tekanan dalam:

19

Koordinasi dan Keseimbangan Test romberg Test tandem Test fukuda Disdiadokokenesis : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan : (+) (+)

Rebound phenomen : tidak dilakukan Dismetri Test tunjuk hidung : tidak dilakukan : (+) (+) (+) (+)

Test telunjuk-telunjuk : Test tumit lutut

: tidak dilakukan

Fungsi Otonom Miksi (terpasang kateter urin) Inkontinentia Retensi Anuria Defekasi Inkontinentia Retensi :(-) :(+) BAB terakhir 3 hari lalu :(-) :(-) :(-)

Fungsi Luhur Fungsi bahasa Fungsi orientasi Fungsi memori Fungsi emosi Fungsi kognisi : baik : baik : baik : baik : baik

20

III.4.Resume Lebih kurang 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa nyeri (tumpul) di punggung kanan dibawah tulang belikat sampai dada kanan bawah, nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri membaik dalam posisi duduk. Gejala memberat perlahan, 1 minggu lalu pasien merasa kesulitan berjalan karena kedua tungkainya lemah, kedua telapak kaki terasa baal. Ada riwayat batuk lama, sekarang pasien menderita batuk berdahak sekitar 10 hari. Tidak ada gangguan buang air kecil, namun BAB terakhir 3 hari yang lalu (selama dirawat pasien makan makanan padat). Tidak ada riwayat hipertensi maupun diabetes. Riwayat merokok 2 kotak sehari sejak tahun 1982.

Keadaan Umum Gizi TD Nadi Napas Suhu

: Baik : Cukup : 130/80 mmHg : 78x/menit : 22x/menit : 36,5oC

Kesadaran

: Compos Mentis (E4M6V5) : tidak ada : tidak ada : dalam batas normal

Tanda rangsang meningeal Tanda peningkatan tekanan intrakranial Nervus kranialis

Gerakan

Ektermitas superior bebas, ekstermitas inferior terbatas

Kekuatan 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3

21

Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

III.5.Diagnosis Diagnosis Klinis : Nyeri radiks, paraparese inferior (UMN),

parahipoestesia inferior Diagnosis Topis Diagnosis Etiologis : Vertebrae Thorakal 7 - 8 : Spondilitis Tuberkulosa

III.6.Terapi Medikamentosa Methylprednisolon 3 x 625 mg, methylcobalamin 3 x 500 mg

III.7.Pemeriksaan Anjuran Tes tuberkulin (Mantoux test) Foto Thorax MRI lumbosakral

III.8.Prognosa Ad vitam Ad fungsionam Ad sanam Ad cosmeticum : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

22

Analisa Kasus
Diagnosa pasien ini adalah Diagnosis Klinis : Nyeri radiks, paraparese inferior (UMN), parahipoestesia inferior Diagnosis Topis Diagnosis Etiologis Berdasarkan Pasien ini datang dengan keluhan nyeri punggung bagian kanan setinggi bagian bawah tulang belikat sampai dada bagian bawah (setinggi torakal 8) dan kelemahan pada kedua tungkai (bersamaan kaki kanan dan kiri), perlahan dirasa semakin berat. Namun pasien ini tidak mengalami kelemahan pada bagian lain. Tipe lesi UMN dari paraparese inferior didapatkan dari pemeriksaan : Vertebrae Thorakal 7 - 8 : Spondilitis Tuberkulosa (stadium defisit neurologis grade 3)

neurologis dimana pada pasien ini tidak didapatkan adanya flaksid (lemas), adanya reflek patologis, reflek fisiologis meningkat dan tidak adanya atrofi otot. Hasil konsul bagian paru menyatakan bahwa pasien ini menderita tb paru. Diagnosa kerja ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang berupa thorax foto dan MRI torakal (destruksi korpus vertebra Th 7 - 8. Paravertebral abses Th 7 - 8 yang mendesak kanalis spinalis menyebabkan mielopati setinggi Th 7 - 8). Nyeri punggung, parahipoestesia dan paraparese inferior pada pasien ini dapat disebabkan akibat kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra. Eksudat yang terbentuk menekan medula spinalis sehingga muncul defisit neurologik. Defisit neurologis yang muncul bergantung lokasi dan luasnya lesi.

23

Spondilitis tuberkulosa adalah kelainan pada tulang belakang yang disebabkan oleh kuman tuberkulosa, biasanya terjadi pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah, pengobatan tb yang tidak adekuat, pajanan faktor resiko (rokok) terus-menerus. Gejala pada awalnya ringan tapi dapat menjadi berat dalam beberapa bulan, gejala dapat termasuk gangguan pada saraf motorik, sensorik dan otonom. Penggolongan stadium penyakit berdasarkan gejala klinis.

Spondilitis

tuberkulosa

menyebabkan

destruksi

tulang

belakang

menyebabkan deformitas (kifosis) yang dikenal sebagai gibbus.

Penatalaksanaan Methylprednisolon Pemberian kortikosteroid pada kasus ini disebabkan oleh diagnosisa banding Gullain Barre syndrome, kortikosteroid juga dapat mengurangi nyeri akibat peradangan tulang belakang.

Rifampisin 600 mg, isoniazid 400 mg, Pirazinamid 1500 mg dan Etambutol 1500 mg Terapi kausatif untuk infeksi kuman tuberkulosa diberikan selama 6 bulan, antituberkulosis ini juga diberikan sebelum tindakan pembedahan.

Rencana pembedahan debridement tulang belakang

Edukasi Pasien juga perlu untuk mengurangi / menghentikan kebiasaan merokok karena selain dapat memperburuk keadaan umum, rokok juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit seperti kanker, hipertensi dan gagal jantung.

24

Prognosis Untuk prognosis ad vitam adalah dubia ad bonam karena pemeriksaan tanda vital, keadaan umum dan kesadaran pasien dalam keadaan stabil. Gejala memberat perlahan namun pasien sudah mendapat terapi antituberkulosis dan akan menjalani bedah ortopedi. Prognosis ad fungsionam dubia ad bonam karena gangguan neurologis dapat membaik jika tekanan pada medula spinalis akibat abses dapat ditangani melalui pembedahan. Prognosis ad sanam adalah dubia ad bonam karena prognosis dari tindakan bedah ortopedi baik dan keinginan pasien untuk sembuh dan minum obat secara teratur. Prognosis ad cosmeticum dubia ad bonam karena kelainan pada tulang belakang dapat direkonstruksi melalui tindakan pembedahan

25

Daftar Pustaka

Bayu S. Pandangan Umum Masalah Tulang Belakang. Dalam : Bayu S dkk, editor. Gangguan Tulang Belakang. Panitia Konggres Nasional III Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia. Surabaya, 1994 : 1-8 Frymoyer JW. The Adult Spine : Principles and Practice. Second edition. LippincottRaven Publishers. Philadelphia, 1997 : 1057-147 Hidalgo JA. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). http://www.eMedicine.com Moore KL & Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Vivi S & Virgi S, editor. Penerbit Hipokrates. Jakarta, 1995 : 191-216 Rasjad, Chairuddin Prof, MD, Ph.D. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone Rasjad, Chairuddin. Infeksi dan Inflamasi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamumpatue; 2003. Hal. 144 149. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Samsuhidajat, Wim de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003,hlm 907 910. Thamrinsyam H, SM Mei Wulan, Reni HM. Rehabilitasi Medik pada Spondilitis Tuberkulosis

26

You might also like