You are on page 1of 17

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenzae; keadaan anak tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakteremi dan septikemi (Herry E.J., 2010) Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri,yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superficial (epidermis dan dermis). Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Angka kejadian infeksi kulit ini kira-kira mencapai 10% pasien yang dirawat di rumah sakit (Fitzpatrick, Thomas B, 2008). Daerah predilesi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia dan ekstremitas atas dan bawah. Sekitar 85% kasus erysipelas dan selulitis terjadi pada kaki daripada wajah, dan pada individu dari semua ras dan kedua jenis kelamin (Loretta Davis, MD, 2010).

1.2 Batasan Masalah Laporan Kasus ini berisi tentang anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala pasien, serta penatalaksanaan selulitis. Laporan ini juga membahas sedikit mengenai selulitis secara umum.

1.3 Tujuan Penulisan Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk: Melaporkan pasien dengan diagnose selulitis. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama St.Perkawinan Suku Tgl. Berobat No. Register : Ny. S : 43 tahun : Perempuan : Pagelaran : IRT : tamat SMP : Islam : Menikah : Jawa : 28 Januari 2013 : 220563

2.2 Anamnesa Keluhan Utama: Luka di kaki kanan yang tidak sembuh sembuh. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan luka di kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 8 hari yang lalu sebelum pasien MRS. Luka diawali saat pasien berkebun dan kakinya tertusuk paku, lalu saat pulang kaki kemerahan, terasa panas dan cekotcekot. Luka tersebut tidak sembuh tetapi justru membengkak dengan cepat. Luka tersebut batasnya tidak jelas bila ditekan atau di pegang terasa nyeri, kaki pasien tampak bengkak kemerahan dan terasa panas. Pasien juga mengeluh badanya terasa lemas. Pasien tidak memeriksakan ke dokter. Perawatan yang dilakukan oleh pasien adalah pembersihan luka dengan menggunakan revanol dan betadin, akan tetapi tidak mendapatkan hasil yang maksimal, luka semakin lama semakin bertambah

lebar. Riwayat penyakit dahulu Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa seperti sekarang. Diabetes Melitus : (+) sejak 15 tahun yang lalu Hipertensi Alergi Batuk lama : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat penyakit keluarga Riwayat sakit denga gejala serupa Diabetes Melitus Hipertensi Alergi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Kebiasaan Makan Rokok Alkohol : 3 x sehari. : (-) : (-)

Obat tanpa resep dokter : (-) Jamu Olahraga : (-) : (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik Status Present Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, status gizi kesan cukup. Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu Kepala Bentuk : normocephal : 140/80 mmHg : 96 x/menit, isi cukup : 20x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-) : 36,7o C

Rambut Mata Sklera Ikterik

: warna hitam, distribusi merata

: -/: -/-

Conjuctiva Anemis Telinga Bentuk Secret Hidung

: normotia : -/-

Tidak ada deviasi septum Sekret : -/-

Mulut dan tenggorokan Bibir Tonsil Pharing Leher Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB Paru Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa Palpasi : Supel, defence muscular (-) Perkusi : timpani. Auskultasi : bising usus (+) normal Status lokalisata Regio pedis dextra. Terdapat makula eritematous cerah, batas tidak jelas, dengan tepi luka yang tidak rata, nyeri tekan dan bengkak pada daerah sekitar luka. Didapatkan beberapa bagian kulit yang terkelupas. : tidak kering dan tidak cyanosis : T1/T1 : tidak hiperemi

2.4 Resume Perempuan 43 th, luka di kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 8 hari yang lalu. Luka tersebut tidak menyembuh tetapi justru bertambah luas dengan cepat. Luka tersebut batasnya tidak jelas bila ditekan atau di pegang terasa nyeri, kaki pasien tampak bengkak kemerahan dan terasa panas. Pasien juga mengeluh badanya terasa lemas. Regio pedis dextra. Terdapat makula eritematous, batas tidak jelas, dengan tepi luka yang tidak rata, nyeri tekan dan bengkak pada daerah sekitar luka. Didapatkan beberapa bagian kulit yang terkelupas. 2.5 Diagnosis Diagnosis Kerja Selulitis DM regio pedis dekstra Diagnosis Banding Erisipelas 2.6 Pemeriksaan Penunjang DL GDP dan GD 2 jam PP Cek HbA 1 C Kultur kuman

2.7 Penatalaksanaan Medikamentosa IVFD RL:D5 3:2 20 tetes permenit

Inj. Cefotaxim 3x1 g IV Inj. Metronidazole 3x500 mg IV Inj. Ketorolac Inj. Ranitidin 3x 30 mg 3x 25 mg

Inj. Insulin N: 0-0-10 iu Inj. insulin R: 10-10-10 iu Non Medikamentosa

Debridement

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Pada anak usia di bawah dua tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenzae; keadaan anak tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakteremi dan septikemi (Herry E.J., 2010). Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri,yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superficial (epidermis dan dermis). Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Angka kejadian infeksi kulit ini kira - kira mencapai 10% pasien yang dirawat di rumah sakit (Fitzpatrick, Thomas B, 2008).

. Gambar 1. Selulitis pada ekstremitas Daerah predilesi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia dan ekstremitas atas dan bawah. Sekitar 85% kasus erysipelas dan selulitis terjadi pada kaki daripada wajah, dan pada individu dari semua ras dan kedua jenis kelamin. Permulaan erysipelas dan selulitis didahului oleh gejala prodormal, seperti demam dan malaise, kemudian diikuti dengan tanda-tanda peradangan

yaitu bengkak, nyeri, dan kemerahan. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Penanganannya perlu

memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada. (Loretta Davis, MD, 2010).

3.2 Etiologi Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe B, Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis (Concheiro, 2009). Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui ada jalur eksternal maupun kulit, hematogen. sedangkan Pada pada

imunokompeten

perlu

kerusakan

barrier

imunokopromais lebih sering melalui aliran darah. Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.

3.3 Patofisiologi Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang obesitas, rendah gizi, dan pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Pada diabetes mellitus ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.

Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya diabetic foot sendiri disebabkan oleh faktor- faktor endogen (genetic, metabolic, angiopati, neuropati) maupun eksogen (trauma, infeksi, obat). Faktor utama yang berperan adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya diabetic foot. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa: ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh. Infeksi sering menjadi komplikasi yang menyertai diabetic foot

10

akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan atau pengobatan dari diabetic foot. Pada saat seseorang yang menderita diabetes mellitus yang mengalami luka, maka mekanisme penyembuhannya akan terganggu. Hal ini akan memperberat penyembuhan dari selulitis (Fitzpatrick, 2008).

Gambar 2. Tipe Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak Berdasarkan Susunan Anatomi

11
DM (Hiperglikemi) Penumpukan glukosa di sel dan jaringan Glikosilasi protein Sorbitol oleh enzim glukosa reduktase Kerusakan dan perubahan fungsi sel dan jaringan Gangguan motorik dan sensorik Gangguan aliran darah ke kaki nutrisi dan O2 sel dan jaringan Infeksi Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A, stapilokokus aureus) Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Neuropati

Angiopati

TRAUMA

Meluas ke jaringan yang lebih dalam Menyebar secara sistemik Terjadi peradangan akut

Eritema local pada kulit

Edema kemerahan

Lesi Kerusakan integritas kulit

Nyeri tekan

Gangguan rasa nyaman

Gambar 3. Patofisiologi selulitis

12

3.4 Diagnosis Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia. Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik da sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis berat, leucopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif.

13

Gambar 4. Tanda dan Gejala Selulitis

3.5 Komplikasi Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakterimia stafilokokus betahemolitikus grup A. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intra kranial berupa meningitis. (Fitzpatrick, Thomas B, 2008).

3.6 Penatalaksanaan Pada selulitis karena H. influenza diberikan ampisilin untuk anak (3bln12thn) 100-200 mg/kg/d (150-300mg), >12 tahun seperti dosis dewasa. Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan S.aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/ hari tiap 6 jam) selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hr PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari setiap 6-8jam) (Fitzpatrick, Thomas B, 2008). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritnomisin dan klindamisin, juga dapat diberikan

14

dikloksasilin 500mg/hari secara oral selama 7-10 hari. Pada pasien ini dilakukan insisi atau drainase, jika pasien selulitis ini telah terjadi supurasi. (Arnold HL, dkk, 2000) Penatalaksanaan diabetic foot: - Kering Istirahat di tempat tidur Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan indikasi yang sangat jelas Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obatobat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau

pentoxyvilin) - Basah Istirahat di tempat tidur Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik Debridement Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin Beri topical antibiotic Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obatobat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau

pentoxyvilin) - Pembedahan Amputasi segera

15

Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft

16

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Perempuan 43 th, luka di kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 8 hari yang lalu. Luka tersebut tidak menyembuh tetapi justru bertambah luas dengan cepat. Luka tersebut batasnya tidak jelas bila ditekan atau di pegang terasa nyeri, kaki pasien tampak bengkak kemerahan dan terasa panas. Pasien juga mengeluh badanya terasa lemas. Regio pedis dextra terdapat makula eritematous, batas tidak jelas, dengan tepi luka yang tidak rata, nyeri tekan dan bengkak pada daerah sekitar luka. Didapatkan beberapa bagian kulit yang terkelupas. Pada pasien ini diberikan planning diagnose dengan melakukan pemeriksaan DL untuk mengetahui adanya infeksi seperti pemeriksaan leukosit darah dan LED. Selain itu juga direncanakan pemeriksaan gula darah dan HbA 1 C untuk mengetahui adanya diabetes mellitus pada pasien. Juga direncanakan untuk kultur pus dan cek sensitisasi terhadap ulkus tersebut. Rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah secara medikamentosa dan non medikamentosa. Planning medikamentosa adalah pemberian injeksi antidiabetik, antibiotic golongan penicillin dan bakteri anaerob. Sedangkan untuk terapi nonmedikamentosa dilakukan debridement.

17

DAFTAR PUSTAKA

Arnold HL, Odom RB, James WD. 2006. Andrew's Diseases of the Skin, Clinical Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co, 1990 : 27778 Concheiro J, Loureiro M, Gonzlez-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94 Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, Seventh Edition. New York: McGrawHill. Herry E.J. Pandaleke, 2010, Selulitis dan erisepelas, Cermin Dunia Kedokteran. UNSRI,1:12. Loretta Davis, MD, Professor. 2010. Erysipelas. Department of Internal Medicine, Division of Dermatology, Medical College of Georgia. Available at: http://emedicine.medscape.com /article/1052445-overview.

You might also like