You are on page 1of 4

UJIAN TAKE HOME TEKNOLOGI TERAPI GEN Joni Hendri 12/336568/PMU/07330

1. Tantangan dalam mengembangkan teknologi terapi gen di indonesia Jawab: Secara umum ada beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam mengembangkan terapi gen. Diantarnya adalah sebagai berikut : a. Kemampuan mengidentifikasi gen target terapi serta gen yang akan digunakan sebagai terapi dalam menghambat perkembangan penyakit, Menentukan cara pengiriman gen sehingga mencapai target serta kesulitan mengontrol ekspresi dari trans-gene. Untuk itu diperlukan SDM yang mendukung serta peralatan yang mendukung pula. Untuk menghadapi tantangan ini memang diperlukan metode metode yang sampai saat ini terus berkembang sehingga perlu adanya gold manufacturing practice yang standard. Saya yakin dari segi SDM, indonesia tidak kekurangan dan tidak kalah dengan negara maju lainnya, namun tantangannya adalah terletak pada sarana dan prasarana yaitu dipaparkan diatas. b. Ethical clearance atau dasar etika untuk terapi gen. Dalam perkembangannya, terapi gen banyak yang memperoleh hasil yang menggembirakan dan beberapa kasus justru menjadi persoalan dari side effect yang ditimbulkan. Untuk itu perlu adanya perlindungan baik bagi peneliti maupun bagi masyarakat yang menjadi responden. Sepengatahuan saya, di indonesia regulasi yang jelas mengenai terapi gen belum tertata dengan baik. Kita tidak mempunyai lembaga setingkat FDA yang mempunyai regulasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu tantangan lainnya dalam mengembangkan terapi gen di Indonesia adalah kepastian hukum, serta belum adanya lembaga khusus dan terpadu yang laboratorium dan peralatan yang tidak mendukung untuk menghadapi kerumitan dalam mengembangkan terapi gen seperti yang

mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan Ethical clearance. Memang sudah ada komisi etik namun menurut saya belum bisa mengeluarkan etik untuk penelitian sekelas terapi gen. Ini sangat penting terutama pada tahap uji klinis akan melibatkan masyarakat sebagai responden. c. Terapi gen menawarkan harapan palsu. Tidak semua penyakit dapat langsung sembuh dengan terapi gen. Oleh karean itu perlu adanya eduksi pada masyarakat mengenai terapi gen ini. Oleh karena itu tantangan lainnya di Indonesia adalah bagaimana kita menghadapi kultur bangsa indonesia serta tingkat pendidikan di indonesia dalam meberikan edukasi agar msayarakat memahami dengan baik mengenai teknologi ini. Karena, bagaimanapun masyarakat akan dilibatkan dalam mengembangkan terapi gen ini. 2. Alasan viral vektor dipilih intuk terapi gen Jawab: Terapi gen bertujuan untuk mengintegrasikan materi genetik baru kedalam sistem ekspresi sel individu dengaan harapan mendapatkan manfaat terapeutik bagi pasien. Dengan demikian sangat penting untuk mengetahui dan mendapatkan cara bagai mana materi genetik tersebut bisa terintegrasi dengan baik pada target sel seperti yang diharapkan. Maka harus ada kendaraan yang disebut dengan vektor. Virus dipilih karena dianggap mampu melakukan hal tersebut, dimana sifat dasar virus yang mampu menginfeksi dan bereplikasi didalam sel. Dalam menginfeksi, virus dapat mengenali sel target dengan baik karena mereka memilki reseptor yang spesifik sehingga targetnya spesifik. Selanjutnya virus juga dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk menghilangkan sifat virulensi maupun gen infeksiusnya serta dapat disisipi dengan gen interest karena memiliki gen nonesensial. Selain itu virus juga mempunyai sifat replikasi yang sangat cepat serta memiliki promotor yang dikenali protein protein untuk transkripsi sehingga gen interest yang disisipkan tidak didegradasi oleh sistem imun tubuh.

3. Tantangan pengembangan no viral vector untuk terapi gen Jawab: Menggunakan non viral vektor untuk pengembangan terapi gen mempunyai beberapa tantangan diantaranya adalah sebagai berikut : a. Bagaimana mengemas gen interest agar tidak mudah terdegradasi ketika masuk ke tubuh b. Bagaimana vektor dapat mencapai sel target dengan baik sehingga gen interest mampu terintegrasi dan terekspresi oleh sel target (efektifitas). Hal ini memerlukan eksplorasi teknik maupun sistem delivary sehingga memerlukan pemahaman yang lebih baik terhadap seluler dan barriers in vivo pada transfer gen. c. Bagaimana mereduksi respon imun akibat adanya benda asing dalam tubuh. Yang kemungkinan masih tetap ada karena bagaimanapun terdapat benda asing yang masuk ke dalam tubuh. 4. Sampai dimanakah tahapan perkembangan terapi gen pada penyakit infeksi Jawab: Terapi gen untuk penyakit infeksi dirancang untuk secara khusus memblokir atau menghambat ekspresi gen atau fungsi dari produk gen supaya dapat menghambat replikasi agen infeksius. Selain intervesi tingkat intraseluler, terapi gen dapat digunakan untuk menghambat agen infeksius di tingkat ekstraseluler sekresi protein berkelanjutan maupun dengan stimulasi respon imun spesifik. Pendekatan terapi gen untuk agen infeksius melalui berbagai kategori seperti terapi berbasis asam nukleat termasuk antisense DNA/RNA, RNA decoy dan Ribozymes; Trasndominant Negative Proteins (TNPs) dan pendekatan immunotherapy sperti vaksin genetik. Sampai saat ini, sepengetahuan saya terapi gen banyak dilakukan, namun belum ada yang benar benar menjadi suatu produk yang siap digunakan. Terapi gen banyak yang baru sampai pada tahap uji hewan coba. Melalui situs resminya U.S Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa belum ada satupun dari produk terapi gen yang diijinkan untuk diproduksi dan diperjualbelikan. Sejauh ini, khususnya untuk vaksin berbasis DNA penelitian baru sampai pada tahap uji klinis tahap 1, seperti untuk vaksin Ebola, HIV, West Nile Virus dan Dengue.

5. Jika mendapat tawaran untuk ikut dalam tim pengembangan terapi gen di indonesia, pada bidang mana saudara ingin bergabung, jelaskan alasannya Jawab: Lepas dari segala tantangan (seperti yang tertuang pada jawaban nomer 1) dalam pengembangan terapi gen di indonesia, jika saya mendapatkan tawaran dalam tim pengembangan terapi gen. Maka saya akan bergabung di bidang pengembangan vaksin DNA menggunakan non viral vektor untuk penyakit infeksi khususnya Malaria. Alasannya pertama karena malaria masih menjadi masalah kesehatan di indonesia, maka untuk mendukung Indonesia Bebas Malaria 2030, vaksin yang efektif harus segera ditemukan. Kedua, Penelitan dapat dilakukan di indonesia karena beberapa daerah di indonesia merupakan daerah endemis. Ketiga, Malaria bukan penyakit baru sehingga pemahaman mendetail mengenai penyakit ini sudah banyak dipublikasi serta konstruk vaksin untuk malaria juga sudah banyak dilakukan tinggal menemukan jawaban dari kekurangan terdahulu. Ke empat, adanya interest lebih karena alasan pribadi yakni sudah lama menjadi peneliti penyakit tular vektor seperti Malaria sehingga dapat mendukung tupoksi dari peneliti yang saya milki.

You might also like