You are on page 1of 32

KEJANG DEMAM

DAFTAR ISI

Daftar isi

.................................................................................................. ....................................................................................... ..................................................................

1 2 3 4 4 5 6 7 13 16 20 23 26 29 31

Kata Pengantar Bab I Bab II

Pendahuluan

Tinjauan Pustaka ................................................................. 2.1 Definisi ..............................................................

2.2 Epidemiologi .............................................................. 2.3 Manifestasi Klinis 2.4 Klasifikasi Kejang ..................................................... ..................................................... ............................... .................................

2.5 Faktor Resiko Kejang Demam 2.6 Patogenesis Kejang Demam 2.7 Diagnosis 2.8 Tata laksana 2.9 Prognosis Bab III Bab IV Kesimpulan Daftar pustaka

................................................................ ................................................................ ................................................................ ............................................................... ...............................................................

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
1

KEJANG DEMAM KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul Kejang Demam ini tepat pada waktunya. Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr.Mintohardjo. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimaksih kepada ????????????????selaku dokter pembimbing dalam kepniteraan klinik ini dan rekan-rekan koass yang ikut memeberikan bantuan dan semangat secara moril. Penyusun menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidangIlmu Kesehatan Anak dan bidang kedokteran pada umumnya. Jakarta, xx Juni 2013

Penyusun Benita Putri Permata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
2

KEJANG DEMAM BAB I PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam. Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat lahir rendah). Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna,

sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun prognosis kejang demam baik,bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab tersering seorang anak dibawa ke Unit Gawat Darurat. Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun dengan insidens tertinggi pada usia 14-18 bulan. Biasanya setelah anak berumur di atas 5 tahun bila panas tidak lagi menderita kejang, kecuali penyebab panas tersebut langsung mengenai otak. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Pemberian antipiretik tanpa disertai pemberian antikonvulsan atau diazepam dosis rendah tidak efektif untuk mencegah timbulnya kejang demam berulang. Jenis obat yang sering digunakan adalah diazepam, fenobarbital, asam valproat dan fenitoin. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
3

KEJANG DEMAM BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI 2.1.1 Kejang Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.4(Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-63.)

2.1.2 Kejang Demam Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.1 Definisi kejang demam menurut International League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
4

KEJANG DEMAM
susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.5,6 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului dengan demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1,2 Anak yang pernah kejang tanpa demam kemudian mengalami kejang demam kembali dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam definisi kejang demam. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38 oC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang berlangsung sering tidak diketahui.1,2 Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam) sedangkan kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam sederhana yaitu 80% di antara seluruh kejang demam. 1,2 Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik satu kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka diklasifikasikan sebagai status epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang yang disertai demam.6 Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, prenatal dan perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, terkadang kejang terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi. Bila hal ini terjadi maka anak tersebut memiliki resiko tinggi untuk berulangnya kejang. 1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
5

KEJANG DEMAM
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun. 2%-5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam, insiden bangkitan kejang tertinggi pada usia 18 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.1 Gen yang dicurigai berperan dengan terjadinya kejang demam antara lain: FEB1 (8q), FEB2 (19q), FEB3 (5q),SCAN1A (2q), dan SCAN1B (19q) Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.3 Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh

sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Empat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. 4 .

2.3 MANIFESTASI KLINIS Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dll). Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
6

KEJANG DEMAM
diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.1,8

2.4 KLASIFIKASI KEJANG

Kejang diklasifiaksikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang). 1. Kejang parsial Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergatung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot; sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan deJa vu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran. Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal sebagai kejang psikomotot atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis ( automatic behavior ). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir, atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
7

KEJANG DEMAM
serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata. 2. Kejang Generalisata Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik. a. Kejang absence ( petit mal ) Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonikklonik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
8

KEJANG DEMAM

b. Kejang tonik-klonik ( grand mal ) Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang dan lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya. Kejang tonik-klonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejag non demam pada kehidupan selanjutnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
9

KEJANG DEMAM

Gambar 1. Kejang Tonik-Klonik

c. Kejang mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai, cenderung singkat. d. Kejang atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh. e. Kejang klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso. f. Kejang tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
10

KEJANG DEMAM

Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. 1. Kejang Demam Sederhana Adalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang bersifat umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Frekwensi kejang kurang dari 4x/tahun, dan biasanya kejang timbul dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
11

KEJANG DEMAM
2. Kejang Demam Kompleks Adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.6

Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat dilihat pada tabel berikut 4: Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi Livingston. Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul pertanyaan, dapatkah diramalkan dari sifat dan gejala mana yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita epilepsi. Livingston (1954) membagi kejang demam atas 2 golongan :2 1. 2. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever) Modifikasi Livingston diatas dibuat untuk diagnosis kejang demam sederhana adalah: 1. Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
12

KEJANG DEMAM
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini memiliki kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja

2.5 FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala).3,4 1. Faktor demam. Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang. 4 Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. 4,9 Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga menggangu fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang. Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. 4,9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
13

KEJANG DEMAM
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38,9C-39,9C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,9C sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC. 4

2. Faktor usia Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu 4: 1. Neurulasi 2. Perkembangan prosensefali 3. Proliferasi neuron 4. Migrasi neural 5. Organisasi 6. Mielinisasi.

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahuntahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.4 Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. 4,9 Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. 4,9 Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang. 4,9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
14

KEJANG DEMAM
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.4

3. Riwayat keluarga Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang

demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar 60-80%. Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah

menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.4

4. Faktor Prenatal dan Perinatal Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan. Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta

berkurang sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai seperti demam. 4

5. Faktor Paskanatal Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti

meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-negara barat penyebab Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
15

KEJANG DEMAM
yang paling umum adalah virus Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis.4 Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian kejang demam pada anak sebesar 20,6%.

2.6 PATOGENESIS KEJANG DEMAM

Untuk

mempertahankan

hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel Neuron.
Gambar 2. Potensial Membran Sel Neuron

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh: 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
16

KEJANG DEMAM
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih negative atau ke potensial membrane istirahat.

Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron presinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.

Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu : 1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif dan mengeksitasi neuron post sinaps 2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negative sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
17

KEJANG DEMAM
(Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsy dan hipertensi.

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara

intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu 4 : Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.

Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
18

KEJANG DEMAM
akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak. 4 Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut 4: Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang matang/immatur. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang gangguan permiabilitas membran sel. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel. menyebabkan belum

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. 4 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
19

KEJANG DEMAM
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.

Awal (< 15 menit) Meningkatnya kecepatan denyut jantung Meningkatnya tekanan darah Meningkatnya kadar glukosa Meningkatnya suhu pusat tubuh Meningkatnya sel darah putih

Lanjut (15-30 menit) Menurunnya tekanan darah Menurunnya gula darah

Berkepanjangan (>1jam) Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum

Disritmia

Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema

Edema paru nonjantung

serebrum

Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang

Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

2.7 DIAGNOSIS Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
20

KEJANG DEMAM
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu 2-5%. 6 Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola. Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).6 Hal hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu 11 : Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll) Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia) Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain 11: Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran Suhu tubuh: apakah terdapat demam Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol, papil edema Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain sebagainya yang merupakan penyebab demam Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
21

KEJANG DEMAM
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium, fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang demam sederhana.7 Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG

(elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai nilai prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana karena hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1 Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur >18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke meningitis.1,2,6,9 Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi kejang

demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada kejang demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab kejang masih belum diketahui.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
22

KEJANG DEMAM
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini8: Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam

Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang baik berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena kejang demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis.8 Diagnosis kejang demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu jika memenuhi kriteria sebagai berikut 2: Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit Kejang umumnya berhenti sendiri Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal Kejang tidak berulang dalam 24 jam

2.8 TATA LAKSANA Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
23

KEJANG DEMAM
1. Pengobatan fase akut 2. Mencari dan mengobati penyebab 3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 1 Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2 Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis 1,2: 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg

Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih efektif daripada diazepam per rektal pada anak.10 Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam10

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
24

KEJANG DEMAM

Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada bagan berikut ini 12:

Gambar 2. Tatalaksana kejang demam12

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada waktu demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari. 1 Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke jaringan otak. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
25

KEJANG DEMAM
Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada kenaikan suhu mencapai 38,5 oC atau lebih yaitu dengan dosis 1: 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg

Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.1 Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital 45mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16g/ml menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 3050% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital. Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 1 Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut 1: Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara dan menetap Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :13 1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik 2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali 4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat efek samping obat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
26

KEJANG DEMAM
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:13 1. Tetap tenang dan tidak panik 2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher 3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut 4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang 5. Tetap bersama pasien selama kejang 6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti 7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

2.9 PROGNOSIS Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal atau kejang umum. 2,5 Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40C) dan timbulnya kejang yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebut terpenuhi maka resiko berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.2,5Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah : 1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum pertama. 2. Kejang demam kompleks 3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
27

kejang demam

KEJANG DEMAM
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % 6 %, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 % .

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
28

KEJANG DEMAM BAB III KESIMPULAN

Kejang demam menurut International League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.5,6Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun. 2%-5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam, insiden bangkitan kejang tertinggi pada usia 18 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dll). Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu 2-5%. 6 Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola. Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).6 Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1:Pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam, dan edukasi terhadap keluarga tentang penanganan awal kejang. Prognosis Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
29

KEJANG DEMAM
kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64% 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian

berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Empat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
30

KEJANG DEMAM BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo, T.S., (1998), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi, IDAI, Jakarta. 2. Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Ismael, S., (2006), Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Kusuma, D., Yuana I., (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan Bangkitan Kejang Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. 4. Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak, (Tesis), Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. 5. Jones, T., Jacobsen, S.J., (2007), Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications, Int. J. Med. Sci. 4(2):110-114. 6. Wolf, P., Shinnar, S., (2005), Febrile Seizures in Current Management in Child Neurology, Third Edition.BC Decker Inc. 7. Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, I.E., (2005), Febrile Seizures, Australian Family Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025. 8. Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311. 9. Bahtera, T., (2006), Pengelolaan Kejang Demam, Neurologi Anak, FK UNDIP, Jawa Tengah. 10. Ministry of Health Service, (2010), Guidelines and Protocols : Febrile seizures, British Columbia Medical Assosiation. 11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter anak Indonesia Jilid 1. 12. Mangunatmadja, I., Widodo, D.P., (2011), Simposium dan Workshop Tata Laksana Terkini Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Kalimantan Barat. 13. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J Paediatr 2002;7:143-151

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
31

KEJANG DEMAM

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta


FK UNIVERSITAS TRISAKTI USER
32

You might also like