You are on page 1of 14

LAPORAN KASUS

SKABIES

Oleh: Fadlan Adima A Yovi Maulana Faizudin Hafii 0810710043 0810710112 0810714008

Pembimbing: dr. Herwinda Brahmanti, M.Sc, SpKK

LABORATORIUM / SMF KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2013

BAB I PENDAHULUAN

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang ditandai dengan keluhan utama gatal terutama dimalam hari yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Skabies disebut juga the itch, pamaan itch, seven year itch. Di Indonesia, penyakit ini dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampera dan gatal agogo. Penyebab penyakit ini adalah Sarcoptes scabiei var.hominis, termasuk filum arthropoda, kelas arachnida, ordo ascarima, super famili Sarcoptes. Diperkirakan sekitar 300 juta orang diseluruh dunia telah terinfeksi tungau scabies ini. Sarcoptes scabiei menyerang semua tingkat sosio-ekonomi, wanita dan anak- anak lebih banyak daripada laki-laki. Pada studi epidemiologi di United Kingdom, skabies ini lebih cenderung di daerah urban, terutama yang terlalu padat penduduknya dan lebih sering saat musim hujan dibandingkan musim panas. Penularan penyakit ini ada dua cara yaitu melalui kontak langsung misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Dan kontak tidak langsung misalnya pakaian, handuk, sprei, dan bantal. Transmisi antara anggota keluarga atau kelompok sering terjadi.1,2 Terdapat empat tanda kardinal skabies, yaitu pruritus nokturnal artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Ditemukan papul atau vesikel di ujung terowongan yang berwarna putih atau keabu-abuan berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada tempat-tempat predileksi. Adapun tempat-tempat predileksi pada infeksi skabies berbeda pada dewasa dan anak-anak. Pada dewasa umumnya lesi terdapat di daerah flexor pergelangan tangan, sela-sela jari, dorsum pedis, axilla, elbow, pinggang, bokong, dan alat genitalia. Sedangkan pada anak-anak umumnya lesi terdapat pada wajah, kulit kepala, leher, telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan tungau merupakan hal yang paling

diagnostik. Cukup dengan dua tanda kardinal sudah dapat menegakkan diagnosis skabies. 2,3 Ada pendapat yang mengatakan bahwa penyakit ini merupakan the great immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding skabies, antara lain: prurigo, gigitan serangga, folikulitis, pediculosis corporis, dan juga dermatitis.1 Pengobatan penyakit ini menggunakan obat-obatan berbentuk krim atau salep yang dioleskan pada kulit yang terinfeksi. Obat yang dipakai harus tidak berbau, efektif terhadap stadium kutu (telur, larva maupun kutu dewasa), tidak menimbulkan iritasi kulit dan tidak toksik, mudah diperolah dan murah. Ada beberapa macam pilihan obat untuk skabies: belerang endap (Sulfur

presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim, emulsi benzil benzoas 20-25%, gama benzena heksa klorida 1% dalam krim atau lotio, krotamiton 10% dalam krim atau losio, malathion 0,5%, permetrin 5% berbentuk krim. Permetrin 5% merupakan obat yang memenuhi syarat-syarat di atas, sehingga obat ini digunakan secara luas di masyarakat.4 Tujuan manajemen infeksi skabies ini adalah untuk menghindari kesalahan cara pemakaian obat, menghindari pemakaian obat yang berlebihan karena gatal yang masih menetap meskipun parasitnya telah hilang, menghindari terjadinya reinfeksi sehingga orang yang kontak dengan penderita juga harus diobati untuk memutuskan rantai penularan, perlunya kombinasi dengan antibiotika pada skabies yang disertai infeksi sekunder, perlunya pakaian dan sprei/sarung bantal dicuci dengan air panas, diperbaikinya sirkulasi rumah sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan.
5, 6

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama Umur : Sdr. A : 16 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Agama / Suku : Islam / Jawa Alamat Tgl. Periksa No. RM 2.2 Anamnesis Keluhan utama: Gatal pada daerah selangkangan Riwayat penyakit saat ini: Pasien mengeluh gatal pada daerah selangkangan dan kemaluan sejak 3 bulan yang lalu. Gatal awalnya terjadi pada daerah selangkangan, alat kelamin dan buah zakar kemudian menyebar ke kaki kiri serta kanan. Gatal dirasakan terus-menerus, memberat terutama pada saat malam hari, dan berkeringat. Gatal awalnya disertai bintil kemerahan, kadang disertai nanah. Sejak 1 minggu terkahir pasien mengeluh luka di kulitnya menjadi kasar, pasien juga sering menggaruk luka tersebut jika gatal. Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi. Riwayat kontak dan keluarga: Teman yang tinggal satu kamar dengan pasien di pondok pesantren juga mengalami gejala yang sama dengan pasien. Beberapa anak yang tinggal di kamar lain juga ada yang mengalami keluhan yang sama, bahkan hampir di setiap kamar. : Perum IKIP Tegal Gondo Asri, Malang : 01 Agustus 2013 : 111239**

Riwayat pengobatan: Pasien mendapat obat scabimite dan gentamisin salep dari tempat pelayanan kesehatan yang ada di pondok tersebut. Pasien mengaku sudah menggunakan obat tersebut namun pasien masih mengeluh gatal-gatal hingga akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke poli kulit RSSA. Riwayat sosial dan lifestyle: Pasien merupakan santri dari Pondok Pesantren Gontor. Pasien dalam keseharian tidur satu kamar dengan lima santri yang lain. Pasien juga mengaku jika beberapa dari teman kamarnya memeiliki keluhan yang sama dengan pasien dan beberapa santri lain juga memiliki keluhan yang sama. Pasien juga mengatakan jika sering bertukar tempat tidur dengan santri yang lain. Riwayat kebersihan pasien mengaku sehari mandi dua kali dengan air bersih, dan terkadang pasien juga mengaku memakai handuk dari santri yang lain dan juga meminjam sarung dari santri yang lain.

2.3 Pemeriksaan fisis 2.3.1 Status Dermatologis Lokasi : Penis

Distribusi: Terlokalisir Ruam krusta : Plak hiperpigmentasi, batas tegas, ukuran 1-2 cm, disertai

Lokasi

: Skrotum

Distribusi: Tersebar Ruam cm : Plak hiperpigmentasi berbatas tegas, disertai nodul ukuran 1

Lokasi : Pantat Distribusi : Tersebar Ruam : Erosi dan sebagian disertai eksoriasi serta macula

hiperpigmentasi berbatas tegas.

Lokasi : Kaki kanan dan kiri Distribusi : Tersebar

Ruam : bervariasi

Makula Hiperpigmentasi berbatas tegas dengan ukuran

Gambar 2.1 Lokasi Ruam

Gambar 2.2 Lesi kulit pada Penis

Gambar 2.3 Lesi pada Pantat

Gambar 2.4 Lesi pada Kaki

Gambar 2.5 Lesi Pada Skrotum

2.3.2 Status Generalis Keadaan umum : Kesan sakit ringan, higiene baik, gizi cukup Kesadaraan Kepala Leher Thorax Abdomen Alat kelamin Ekstermitas : GCS 456, compos mentis : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema (-) : Pembesaran kelenjar leher (-) : Tidak dilakukan pemeriksaan : Tidak dilakukan pemeriksaan : Lihat status dermatologis : Lihat status dermatologis

2.4 Diagnosis Banding - Skabies - Pediculosis corporis - Dermatitis Atopik

2.5 Pemeriksaan Penunjang Scrapping dengan tetesan minyak emersi di bawah mikroskop pembesaran 40x tidak ditemukan telur, scybala, maupun bentuk dewasa dari Sarcoptes scabiei.

2.6 Diagnosis Skabies 2.7 Penatalaksanaan Medikamentosa o Permethrin lotion 5% KIE penggunaan obat: Krim digunakan pada malam hari sebelum tidur. Krim dioleskan seluruh tubuh mulai dari belakang telinga kemudian merata ke seluruh tubuh. o o Krim digunakan selama 8-10 jam, lalu dibilas saat pagi dengan menggunakan air bersih. Satu minggu kemudian pengobatan diulangi, dengan cara yang sama. Pengobatan dilakukan semua santri yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien Cetirizine tab 10 mg bila gatal

Non-medikamentosa Semua baju, sarung, handuk, dan perlengkapan tidur direndam dengan air panas kurang lebih 15 menit, kemudian dicuci dengan detergen. o o Kasur, bantal dan guling dijemur dibawah sinar matahari. Anggota santri yang lain yang memiliki keluhan yang sama diperiksa dan diobati secara bersamaan.

2.8 Prognosis Quo ad Vitam Quo ad Functionam : bonam, tidak ada kegawatan mengancam nyawa : bonam dengan penanganan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Quo ad Sanam : bonam terutama jika kepatuhan berobat dan penggunaan obat-obatan berjalan baik dan benar Quo ad kosmetikam : bonam, bekas luka dapat kembali seperti semula

BAB III PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 16 datang ke poli kulit dan kelamin RSSA Malang pada tanggal 01 agustus 2013 dengan keluhan utama gatalgatal pada selangkangan dan kemaluan. Dari hasil anamnesa yang diberikan secara autoanamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluh gatal-gatal di selangkangan dan kemaluan sudah sejak 3 bulan yang lalu. Gatal awalnya terjadi pada daerah selangkangan, buah zakar kemudian menyebar ke kaki kiri serta kanan. Gatal dirasakan terus-menerus, memberat terutama pada saat malam hari. Gatal disertai bintil kemerahan, kadang disertai nanah. Sejak 1 minggu terakhir pasien mengeluh luka di kulitnya menjadi kasar, pasien juga sering menggaruk luka tersebut jika gatal. Riwayat penyakit sekarang pada pasien ini mengarah pada suatu diagnosa skabies, dimana skabies yang menimbulkan gatal pada tubuh memiliki kekhasan yakni gatal terutama dirasakan saat malam hari. Hal ini dikarenakan tungau betina Sarcoptes scabiei membuat terowongan di dalam kulit dan bertelur 40-50 butir/hari terutama pada malam hari.2.7

Pasien merupakan santri dari Pondok Pesantren Gontor. Pasien dalam keseharian tidur satu kamar dengan lima santri yang lain. Pasien juga mengaku jika beberapa dari teman kamarnya memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Pasien juga mengatakan jika sering bertukar tempat tidur dengan santri yang lain. Pasien juga mengaku memakai handuk dan juga meminjam sarung dari santri yang lain. Hal ini sesuai dengan pola penularan penyakit skabies melalui kontak langsung yaitu tidur bersama maupun kontak tidak langsung melalui seprei, selimut dan handuk yang digunakan bersama-sama selain itu sesuai dengan studi yang menyebutkan bahwa transmisi antar anggota keluarga atau kelompok sering terjadi pada penyakit skabies ini. Selain itu skabies cenderung lebih banyak terjadi di lingkungan tempat tinggal yang padat seperti pondok pesantren pasien. 2,7 Dari hasil pemeriksaan fisik ruam pada pasien ini bervariasi, meliputi makulae-papulae vesikulae yang disertai krusta, erosi dan ekskorisi. Selain itu

ruam yang bervariasi tersebut terdapat pada tempat-tempat predileksi seperti, penis dan bokong, yang merupakan kekhasan dari skabies. 3, 8 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan mikroskopik untuk mencari tungau Sarcoptes scabiei dari hasil kerokan kulit atau scrapping dan pada hasilnya tidak ditemukan tungau Sarcoptes scabiei. Namun demikian hal ini tidak mengaburkan penegakan diagnosa skabies pada pasien ini. Menurut literatur disebutkan bahwa skabies memiliki empat tanda kardinal yaitu : pruritus nokturnal, menyerang sekelompok manusia, adanya makula-vesikel-papula-erosi-ekskoriasi-krusta pada tempat-tempat

predileksi, dan ditemukannya Sarcoptes scabiei pada pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kulit. Cukup dengan adanya dua tanda kardinal sudah dapat menegakkan diagnosis skabies. Pada pasien ini sudah menunjukkan tiga tanda kardinal yaitu, pruritus nokturnal, terjadi pada satu kelompok dan lesi terdapat pada tempat predeleksi sehingga sudah dapat didiagnosis sebagai infeksi skabies walaupun tidak ditemukan tungau Sarcoptes scabiei pada pemeriksaan penunjang. 3 Diagnosa banding dari kasus skabies ini adalah pediculosis corporis. Pada dasarnya, skabies dapat dibedakan dengan penyakit yang lain berdasarkan empat tanda kardinal skabies. Pada skabies akan ditemukan tungau sebagai penyebabnya dan ekskoriasi yang lebih luas dari pediculosis corporis. Pada skabies ditemukan lesi berupa terowongan/kunikulus. Perbedaan selanjutnya terdapat pada predileksi lesi, dimana skabies pada umumnya menyerang daerah tubuh/kulit dengan stratum korneum yang tipis sedangkan pada pediculosis corporis pada daerah lipatan-lipatan baju tempat terdapatnya kutu.9 Diagnosis banding pediculosis corporis pada pasien ini dapat disingkirkan, salah satunya adalah karena tidak ditemukan tungau atau kutu pada serat-serat pakaian pasien. Predileksi terjadinya lesi juga menunjukan ciri khas pada skabies yang menyerang daerah lipatan-lipatan tubuh, ekstremitas, serta sela-sela jari.9 Pada pasien ini, diberikan terapi medikamentosa yaitu pengobatan kausatif dengan krim permethrin 5% yang digunakan dengan cara mengoleskan pada seluruh tubuh sebelum tidur. Krim dioleskan mulai dari belakang telinga sampai merata ke seluruh tubuh kecuali kepala dan wajah, lalu didiamkan

10

selama pasien tidur sekitar 8-10 jam. Keesokan paginya krim dibilas dengan air bersih. Krim juga diberikan serentak pada seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah, dengan cara penggunaan yang sama. Pengobatan lalu diulang 1 minggu kemudian, dengan cara yang sama. Hal ini sesuai dengan teori pemberian terapi, dimana permethrin dikatakan merupakan terapi lini pertama dari skabies. Cara mengaplikasikan obat juga sudah disampaikan dengan baik, sesuai dengan teori pemberian obat topikal tersebut. Selain itu, diberikan juga obat cetirizine sistemik, yang merupakan anti histamin 1, untuk mengurangi keluhan gatal pada pasien. Diberikan dosis 1 x 10 mg jika perlu pada pasien, sesuai dengan dosis dari obat tersebut yaitu 5 10 mg per hari. Tidak kalah penting dengan terapi medikamentosa, KIE kepada pasien untuk memutus rantai penularan skabies juga sudah dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan teori pemutusan rantai penularan dari skabies.10

Prognosa pada pasien ini baik, mengingat bahwa skabies merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Namun kepatuhan dan ketepatan pemakaian obat serta usaha pasien untuk menghentikan penularan juga berperan penting dalam kesembuhannya. 2,3

11

BAB IV RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus skabies pada Sdr.A, jenis kelamin lai-laki, usia 16 tahun, pada tanggal 1 Agustus 2013. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Didapatkan 3 tanda cardinal pada pasien, yaitu pruritus nokturnal, terjadi pada satu kelompok dan lesi terdapat pada tempat predeleksi. Pada anamnesis ditemukan keluhan utama adalah gatal seluruh tubuh sejak 3 bulan lalu. Gatal awalnya terjadi pada daerah selangkangan, buah zakar kemudian menyebar ke kaki kiri serta kanan. Gatal dirasakan terus-menerus, memberat terutama pada saat malam. Gatal disertai bintil kemerahan, kadang disertai nanah. Riwayat kontak positif, dimana pasien mengaku jika beberapa dari teman kamarnya memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Pasien juga mengatakan jika sering bertukar tempat tidur dengan santri yang lain, memakai handuk dari santri yang lain dan juga meminjam sarung dari santri yang lain. Dari hasil pemeriksaan fisik ruam pada pasien ini bervariasi, meliputi makulae-papulae vesikulae yang disertai krusta, erosi dan ekskorisi. Selain itu ruam yang bervariasi tersebut terdapat pada tempat-tempat predileksi seperti penis dan bokong, yang merupakan kekhasan dari skabies. Penanganan yang menjadi pilihan utama pada pasien ini adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien. Sebagai terapi simptomatis, diberikan cetirizine sistemik 1 x 10 mg untuk mengurangi gatal. Prognosis pada pasien ini, secara keseluruhan adalah baik terutama jika pengobatan baik medikamentosa maupun non-medikamentosa dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan aturan.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonymous. 2006. Health Care Education Scabies. Department of Health and Human Services. http://www.hidaya.org. Diakses tanggal 12 Agustus 2013. 2. McCroskey L, Amy. 2010. Scabies. http://www.emedicine.com. Diakses tanggal 12 Agustus 2013. 3. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kelima. P : 122-125 4. The Health Proteection Team. 2007. Guidelines for The Management of Scabies. NHS Highland. 5. Anonymous. 2009. Scabies Prevention and Control Guidelines. Los Angles County. 6. The Health Protection Group. 2007. The Management of Scabies Infection in the Community. http://www.hpa.org.uk. Diakses tanggal 23 Juli 2010. 7. Hunter, J.,Svin, J., Dahl, M. 2002. Clinical Dermatology. Third Edition. p : 227-231 8. Jusuf Barakah dkk. 2008. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. p :61-63 9. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Skabies prevention and Control Manual. 10. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J Med. 2010. February : 362/717-724.

13

You might also like