Professional Documents
Culture Documents
0099
2. Tabel Karakteristik pembeda Sistem panas transfer bahan menerima Konduksi dari Terjadi panas konduksi lapisan permukaan
secara dari tabung
Shallow frying
Vacuum frying
minyak
dan penggorengan
tipis minyak
yang
langsung ke bahan panas melalui lapisan dalam satu arah Prinsip alat yang Metode digunakan penggorengan dengan suhu tinggi Metode penggorengan dengan suhu rendah
pada rendah
merendamkan
bersuhu tinggi
penggorengan akan terus menurunkan didih air titik yang bahan sehingga
dikandung pangan,
keripik akan matang pada suhu rendah Keuntungan Dapat menghasilkan Lebih hemat minyak mudah warna penampakan seragam, dan dikarenakan yang terbatas, waktu
cepat jumlah penggorengannya, pemanasan hemat waktu
cenderung terbentuk waktu flavor gosong (over penggorengan lama, cooked) flavor khas produk goreng kurang terbentuk dan minyak yang diabsorbsi lebih banyak akan
Harga relative
alat
membutuhkan
Fellows, P. (1990)
3. a. kadar pati dan kadar air. Pada saat digoreng, pati di dalam produk pangan akan tergelatinasi sehingga mengembang. Pengembangan ini diakibat karena panas yang diterimanya (Gaman & Sherrington, 1994). Sedangkan Kadar air yang rendah akan meningkatkan pengembangan kerupuk.
b. Kualitas minyak Kualitas minyak goring terpengaruh atas suhu minyak goreng tersebut jika minyak goreng yang lama atau bekas temperaturnya akan cepat menjadi tinggi dibandingkan minyak goreng yang baru .Jika temperatur terlalu tinggi dapat mendukung terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Semakin tinggi suhu penggorengan maka semakin cepat penggorengan bahan pangan.
c. Metode penggorengan Untuk deep fat frying yang lebih cepat merata panasnya maka akan butuh waktu yang lebih singkat daripada shallow contact frying.
d. Ketebalan makanan Semakin tebal bahan makanan dan makin kecil luas permukaan yang kontak dengan (Fellow, 1990) bahan pangan maka waktu penggorengan akan semakin lama
Daftar Pustaka
Annymous
(a)
Anonymous
.2013.
Mesin
Vacuum
Frying.http://www.agrowindo.com/produk/mesin-
Fellows, P. (1990). Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York
Gaman, P . H & Sherrington, K . B . (1994) . Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Semakin kental suatu larutan maka derajat saturasi cepat tercapai dan kecepatan semakin meningkat. Jenis dan banyaknya pengotor. Semakin banyak pengotor maka akan menambah luas permukaan karena inti kristal yang terbentuk makin banyak, tidak hanya dari solute namun juga dari pengotor, sehingga makin cepat terjadi pertumbuhan kristal. (Lees & Jackson, 1973).
3. Pengaruh kadar Air Kristalisasi dengan menggunakan panas dimana mengakibatkan penguapan uap air sehingga terjadi perubahan konsentrasi bahan. Menurut Fellow (1990), saat konsentrasi bahan super jenuh maka akan didapatkan titik kristalisasi dimana larutan dapat berubah fase dari cairan menjadi kristal padatan. karena itu semakin banyak uap air yang dihasilkan maka uap air yang dapat membentuk kristal lebih besar dan berongga sehingga mudah direhidrasi. Rukmana (2001)
4. Contoh alat kristaliser lain adalah J spray dryer yang merupakan perangkat yang digunakan dalam pengeringan spray. Biasanya di terapkan untuk serbuk atau susu bubuk. Metode pengeringannya dilakukan menggunakan gas. Mekanismenya yaitu pertama tama cairan dipompa melalui perangkat yang memproduksi tetesan halus menuju ruang utama pengeringan. Lalu karena adanya perbedaan fase cair dan uap maka air akan didorong. Untuk membuat kandungan air dalam bahan pangan menguap maka diperlukan sebuah aliran yang akan menyebabkan air menguap. Fase Solid yang terbentuk biasanya dikumpulkan dalam sebuah drum. Setelah itu Cairan tersebut kemudian distreaming melalui mulut ke dalam aliran uap panas dan mengalami proses penguapan. Solid sebagai bentuk uap air dengan cepat meninggalkan tetesan. untuk membuat tetesan yang kecil sehingga bisa dihasilkan bahan pangan dalam bentuk serbuk Biasanya digunakan Bagian yang dinamakan mulut. Ukuran titik kecil dapat berkisar antara 20 m untuk 180 m tergantung pada mulut. (Fellows, 1990).
Daftar Pustaka Fellows, P. (1990). Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.
Lees, R & B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Aylesbury.
Matz, S. A. ( 1992 ) . Bakery Technology ang Engineering . Van Nostrand Reinhold . New York.
2. Single screw merupakan ekstruder yang hanya menggunakan satu ulir dengan bentuk tertentu dan tekanan yang diberikan pada bahan adalah antara ulir tersebut dengan dinding barrel ekstruder. Sedangkan double screw merupakan ekstruder menggunakan dua screw yang berputar berlawanan dan bentuk yang khas. Alat model ini bisa digunakan untuk bahan pangan yang tidak sama ukuran partikelnya dan yang lengket. Hermanianto & Ahza (1997) Single screw extruder ini memang terbatas pada range yang spesifik dari ukuran partikel. Bila ingin menghasilkan variasi yang lebih atau ingin proses yang lebih fleksibel, dapat digunakan twin screw extruder. Tetapi Double screw extruder ini mempunyai kelemahan, yaitu harganya yang lebih mahal walaupun dapat menangani berbagai macam variasi jenis bahan mentah yang digunakan (dapat berupa flake berukuran kecil sampai besar atapun berbentuk tepung). Produk yang dihasilkan dari Double screw extruder ini biasanya dapat berupa corn balls atau multi-grain chips.
3. Ya ada korelasi antar ke empat parameter yang ada ( pengembangan,bulk density,kerenyahan,sensori) yaitu : Semakin tinggi kadar protein atau gluten yang dikandung dalam produk, maka tekstur ekstrudat yang terbentuk akan semakin renyah, tetapi justru akan mengurangi volume pengembangan. Pelepasan tekanan yang cepat seperti pendorongan makanan dari lubang menyebabkan pengembangan instan karena uap dan gas pada bahan untuk menghasilkan
produk dengan densitas rendah. Jika ke tiga hal ini tidak dapat diatasi dengan baik maka pada tahap sensori akan di dapatkan produk yang tidak sesuai dengan standart yang ada.
Daftar Pustaka
Buckle, K. A.; R.A. Edwards; G. H. Fleet; & M. Wooton. (1987). Ilmu Pangan. UIPress. Jakarta.
Harper, J. M . (1981). Extrusion of Food . CRC Press, Inc . Florida Hermanianto, G & Ahza, A.B. (1997). Mesin dan Peralatan Ekstruder. PT. Wiradesa Teknologi Industri. Surabaya.
2. -
Reaksi kimia dan enzim tetap berjalan Daging, daging unggas, dan protein akan mengalami dehidrasi sehingga kering Terjadi pencoklatan Pada sayur yang tidak diblanching secara sempurna, maka penurunan kualitas disebabkan oleh aktivitas polyphenoloksidase dimana mengakibatkan browning dan aktivitas lipoxygenase yang memproduksi bau tidak enak.
Lemak mengalami oksidasi dan hidrolisis sehingga tengik Reaksi ini berjalan secara lambat pada suhu -18OC, sehingga menyebabkan bau dan flavour yang tidak sedap (Fellows, 2000).
Terbentuk cairan metacryotic karena ada bahan yang tidak dapat membeku Fluktuasi pada suhu penyimpanan mengakibatkan ukuran kristal es membesar dan menimbulkan kerusakan fisik pada makanan
Dehidrasi permukaan makanan (freezer burn) Sel vegetatif tidak dapat membelah sehingga mati, terjadi penurunan jumlah mikroorganisme yang hidup tapi masih ada yang dapat bertahan
Degradasi atau rusaknya protein Kloroplas dan khromoplas akan terurai dan kloropil secara perlahan akan terdegradasi menjadi brown pheophytin walaupun pada sayur yang sudah diblanching. Pada buah, perubahan pH karena presipitasi garam di dalam larutan terkonsentrasi akan mengubah warna dari anthosianin.
Hilangnya vitamin Vitamin-vitamin larut air akan hilang pada temperatur sub-freezing. Dimana kehilangan vitamin C terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Peningkatan 10OC pada suhu akan
menyebabkan 16-20x peningkatan laju degradasi vitamin C pada sayur. Kehilangan vitamin secara umum dapat disebabkan oleh hilangnya tetes air, khususnya pada daging dan ikan.
3. Bahan solid yang digunakan seperti sosis ayam, daging babi, daging ayam, dan bakso sapi akan mengalami dehidrasi. Pada bahan pangan yang mengandung lemak maka akan tengik karena mengalami oksidasi dan hidrolisis. Terjadi pencoklatan pada daging karena myoglobin berubah jadi metmyoglobin. Saat thawing daging akan mengalami bleeding, sehingga nutrisinya hilang. Untuk bahan semi solid tidak akan mengalami perubahan karena kandungan gulanya tinggi.
4. Jika kita menggunakan Freezing maka kita dapat menghambat aktivitas enzim dengan cepat, Kristal es yang terbentuk ukurannya kecil sehingga tidak merusak tekstur bahan pangan, beku lebih cepat, lebih cepat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan enzim. Tetapi freezing dapat menyebabkan kerusakan sel akibat dari pertumbuhan kristal-kristal es, perubahan yang kecil pada pigmen, flavour dan komponen-komponen nutrisi yang penting (Fellows, 2000).Sedangkan jika kita menggunakan thawing Kristal es yang terbentuk akan diserap oleh jaringan makanan sehingga nutrisinya tidak terbuang tetapi jika kita menggunakan thawing kemungkinan mikro organism yang terbentuk akan menjadi lebih cepat karena mikro organisme berkembang lebih cepat
Daftar Pustaka Fellows, P. (2000). Food Processing Technology Principles and Practice, Second Edition. Woodhead Publishing Limited. England.
Freeze Dryer Prinsip kerja freeze dryer adalah larutan dibekuan, setelah itu larutan tersebut digranulasikan dan mengkondisikannya pada vakum ultra high dengan pemanasan yang sedang. Hal ini akan mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublim dan akan menghasilkan produk padat (solid product) (Ridwansyah, 2003) 1. dapat melindungi rasa, warna, tekstur, dan kenampakan bahan pangan. Freeze dryer
2. Bahwa kecepatan rehidrasi dari bahan yang diberi perlakuan blanching dengan steam jauh lebih besar daripada blanching dengan hot water. Hal ini disebabkan karena blanching dengan hot water akan menyebabkan bahan pangan menyerap lebih banyak air daripada blanching dengan steam, sehingga menyebabkan kapasitas rehidrasinya menurun. (Potter, 1978). Sehinga dapat di simpulkan lebih baik menggunaan steam water blanching karena kandungan nutrisi dalam bahan pangan tidak terlalu banyak berkurang.
3. Pengaruh proses pengeringan terhadap karakteristik bahan pangan yaitu menjadi lebih awet dan volumenya menjadi lebih kecil sehingga dapat mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan serta pengepakan. Berat bahan ini akan berakibat berkurangnnya biaya produksi. Pengeringan juga akan mempengaruhi sifat asal bahan, misalnya bentuk, sifat-sifat fisik dan kimia, serta penurunan mutu (Winarno, 1993).
Daftar Pustaka
Potter, N. N. (1978). Food Science the Third Eddition. CBS Publisher & Distributors. New Delhi. Ridwansyah. (2003). Pengolahan Kopi. Universitas Sumatera Utara
Winarno, F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Intermediet Proofing Intermediet proofing merupakan pengistirahatan adonan setelah proses pembulatan agar adonan lebih mudah ditangani pada proses selanjutnya. Pada tahap ini adonan akan melanjutkan proses fermentasi sehingga adonan kembali elastic setelah kehilangan gas, teregang, dan terkoyak selama penimbangan. Waktu intermediet proofing berkisar dari 2 20 menit, tetapi biasanya ratarata 610 menit. Waktunya juga tergantung dari kondisi adonan supaya adonan tidak pecah pecah/rusak pada waktu dipipihkan. Final Proofing Final Proofing dilakukan sebelum adonan dimasukkan ke dalam oven. Final proofing merupakan tahap fermentasi akhir sehingga terjadi pengembangan adonan yang mencapai volume optimum baik. Temperatur sekitar 35 40 C dan kelembaban relatif 80 85 %. Dalam fermentasi ini ragi roti menguraikan gula dalam adonan menghasilkan gas karbondioksida. Gas yang terbentuk mengembangkan adonan dan menghasilkan remah roti yang berpori pori. Fermentasi dianggap cukup apabila volume adonan mencapai 75 90 % isi loyang atau cetakan untuk roti kasino atau pillman bread. Sedangkan untuk roti tawar biasa fermentasinya sampai tinggi adonan sekitar 20 % lebih tinggi dari loyang yang digunakan. Biasanya fermentasi ini memerlukan waktu 30 60 menit. Pada tahap ini biasanya di guanakan alat yang namanya Final Proofer yaitu alat yang digunakan untuk pengembangan akhir proses fermentasi dalam pembuatan roti dilengkapi dengan pengatur kelembapan nisbi dan suhu. (Wijandi Soesarsono,2003)
2. A. Penurunan kualitas roti kukus Selama masa penyimpanan,terjadi perubahan fisikokimia yang menyebabkan penurunan kualitas roti kukus. Oleh karena itu,kekerasan roti kukus meningkat dan penguapan terjadi di permukaan roti kukus. Sehingga didapatkan roti yang keras dan kering.selain itu penumbuhan jamur juga dapat menjadi faktor penentu umur simpan roti kukus. B. Faktor factor Kualitas roti kukus ditentukan oleh kondisi proses,pengembangan roti, karakteristik internal dan eksternal, serta kualitas sensori. Karakteristik eksternal yang dapat diteruma meliputi permukaan yang halus dan mengkilap, pengembangan yang baik serta warna yang putih dah terang apabila tidak ditambah pewarna makanan (hou &hopper,2007) C. Upaya Dengan cara Pengemasan (packing/baging)
Guna menghindari pengerasan kulit akibat menguapnya kandungan air. Mencegah terjadinya kontaminsai dari bakteri/jamur yang tidak dikehendaki. Roti yang masih hangat atau panas jangan dikemas dahulu agar tidak cepat rusak. Pendinginan/cooling
Untuk mencegah kerusakan saat pemotonagn Dilakukan pada udara terbuka (ruang bersih dan tertutup)sekitar 30 menit untuk roti manis dan 2-3 jam untuk roti tawar.
Roti dikeluarkan dari loyang kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk didinginkan.
Dikeluarkan secara cepat agar tidak terjadi perubahan bentuk. Menghindari timbulnya penguapan pada bagian bawah roti sehingga menjadi berkeringat dan basah/lembab. Seleksi bahan Resting/floor time
Tahap ini merupakan tahap untuk mengistirahatkan adonan setelah mixing, yang fungsinya agar adonan rileks dan memudahkan untuk proses dividing serta rounding. Lama waktu resting ini sekitar 10 20 menit, atau tergantung dari kuantitas adonan yang dibuat serta resting juga disesuaikan dengan kapasitas produksi. Semakin banyak adonan yang dibuat, ada kemungkinan waktu resting lebih pendek bahkan tidak ada resting, dan sebaliknya jika kuantitas adonan sedikit maka waktu resting bisa panjang.( Anonim 2013) Daftar Pustaka Anonim 2013.Menghasilkan Roti Lebih Berkualitas
Hou,G.G., & popper,L.(2007)Endogeneous redox agents and enzymesthat affect protein network formation during breadmaking-Areview.journal of cereal science,50,1-10.