You are on page 1of 73

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN BIOLOGI AFEKTIF ASSESSMENT

Disusun Sebagai Tugas Presentasi Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi DISUSUN OLEH: 1. LUQMAN HAKIM 2. SUPARMI 3. VALENT SARI DANISA 4. YENNY PUTRI PRATIWI 5. AFRISA MUSTIKA H 6. IKA NURHAYATI 7. TITIS YUNIARTI (K4308098) (K4308118) (K4308123) (K4308128) (K4307002) (X4307035) (K4307051)

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011 BAB I PENDAHULUAN


Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus

menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya. Implementasi PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional membawa implikasi terhadap sistem penilaian, termasuk model dan teknik penilaian yang dilaksanakan di kelas. Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal (internal assessment), sedangkan penilaian yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan penilaian eksternal (external assessment). Penilaian internal adalah penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung dalam rangka penjaminan mutu. Penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pengendali mutu, seperti ujian nasional. Penilaian kelas merupakan penilaian internal terhadap proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru di kelas atas nama sekolah untuk menilai kompetensi peserta didik pada tingkat tertentu pada saat dan akhir pembelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi menuntut model dan teknik penilaian dengan Penilaian Kelas sehingga dapat diketahui perkembangan dan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, model penilaian kelas ini diperuntukkan khususnya bagi pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Assessment Afektif dalam Pembelajaran Penilaian ranah afektif sepetinya belum mendapat porsi yang lebih dibandingkan dengan penilaian ranah kognitif dan psikomotor, masih banyak para pendidik yang menilai ranah ini kurang memperhatikan rambu-rambu serta pedoman yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Maklum penilaian ini banyak sekali variabelnya sehingga sulit untuk memedomaninya dalam memberikan nilai kepada peserta didik. Menurut PP nomor 19 tahun 2005 pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Ranah afektif yang dimaksud Andersen mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan,

semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Sebenarnya keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik. Oleh karena itu penilaian ranah afektif harus dilakukan secara obyektif dan proporsional yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Di bawah ini beberapa kesimpulan yang dapat kami ambil dari petunjuk teknis penilaian akhlak mulia. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Sementara menurut Azwar (1995) sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga orientasi pemikiran, yaitu: yang berorientasi pada respon, yang berorientasi pada kesiapan respon, dan yang berorientasi pada skema triadik.

Pertama, yang berorientasi pada respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Dalam pandangan mereka, sikap adalah suatu bentuk atau reaksi perasaan. Secara lebih operasional sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap objek tersebut (Berkowitz dalam Azwar 1995). Kedua, yang berorientasi pada kesiapan respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Allport. Konsepsi yang mereka ajukan ternyata lebih kompleks. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan ini berarti kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan kepada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Sikap oleh LaPierre (dalam Azwar 1995) dikatakan sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial; atau secara sederhana sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Ketiga, yang berorientasi pada skema triadik. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord dan Backman (dalam Azwar 1995) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya. Menurut Azwar, di kalangan ahli psikologi sosial dewasa ini terdapat dua pendekatan dalam mengklasifikasikan sikap. Yang pertama adalah yang memandang sikap sebagai kombinasi reaksi antara afektif, prilaku, dan kognitif terhadap suatu objek. Pendekatan pertama ini sama dengan pendekatan skema triadik, yang kemudian disebut juga dengan pendekatan tricomponent.

Yang kedua adalah yang meragukan adanya konsistensi antara ketiga komponen sikap di dalam membentuk sikap. Oleh karena itu pendekatan ini hanya memandang perlu membatasi konsep dengan komponen afektif saja. Menurut Marat (1984) ketiga komponen dalam sikap masih dapat dijabarkan lagi sebagai berikut: 1. 2. 3. Komponen kognitif, berhubungan dengan: belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, dan konsep. Komponen afektif, yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang Komponen kogntif, yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Di lain pihak, Mann (dalam Azwar 1995) juga mencoba menjabarkan ketiga komponen sikap menjadi: 1. Komponen kognitif berisikan persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. 2. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Masalah emosional inilah yang biasanya berakar paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang 3. Komponen konatif berisikan kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Proses pembentukan sikap antara lain:
1.

Pola Pembiasaan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya sikap siswa yang setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu contoh mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul perasaa benci dari anak tersebut yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru dan mata pelajarannya.

2.

Modeling. Pembelajaran sikap dapat juga dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses pencontohan. Salah satu karakteristik anak didik yang sadang berkembang adalah keinginan untuk malakukan peniruan (imitasi). Hal yang di tiru itu adalah perilaku perilaku yang di peragakan atau di demonstrasikan oleh orang yang menjadi idamannya. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya di milai dari perasaan kagum. Dimensi Sikap Menurut Sax (1980):

Arah Sikap terpilah pada dua arah (Positif atau negatif). Contoh: setuju atau tidak setuju.

Intensitas Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Contoh: setuju atau sangat setuju.

Keluasan Kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat hanya sebagian atau keseluruhan.

Konsistensi Kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu.

Spontanitas Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dinyatakan secara terbuka tanpa desakan.

Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut. Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran. Dengan sikap`positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya kasus atau masalah lingkungan hidup, berkaitan dengan materi Biologi atau Geografi. Peserta didik juga perlu memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap kasus lingkungan tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan lingkungan hidup). Misalnya, peserta didik memiliki sikap positif terhadap program

perlindungan satwa liar. Dalam kasus yang lain, peserta didik memiliki sikap negatif terhadap kegiatan ekspor kayu glondongan ke luar negeri. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Aspek afektif dominan pada masing-masing kelompok mata pelajaran, diantaranya: o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Pendidikan Agama meliputi aspek penanaman nilainilai akhlak o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran meliputi pembentukan karakter bangsa yang adaptif terhadap keberagaman, mampu berpikir kritis dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya dan keamanan, dan mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia meliputi santun dalam berkomunikasi, responsif dalam mendengarkan dan mampu menyampaikan pendapat/pertanyaan sesuai dengan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar, dan antusias dalam membaca o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lainnya yang meliputi santun dalam berkomunikasi, responsif dalam mendengarkan dan mampu menyampaikan pendapat/pertanyaan sesuai dengan kaidah berbahasa Inggris dan bahasa Asing lain yang baik dan benar, dan antusias dalam membaca o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi meliputi ketelitian, ketekunan, dan kemampuan memecahkan masalah secara logis dan sistematis o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Sejarah, Geografi, Sosiologi, dan Antropologi meliputi menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan/kekeluargaan, semangat perjuangan dan kompetisi, menghargai perbedaan, menghargai budaya dan karya artistik bangsa, menghargai kekayaan alam ciptaan Tuhan YME

o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Ekonomi meliputi kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan ekonomi, menanamkan sikap teliti, jujur, dan memiliki jiwa kewirausahaan o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Seni Budaya meliputi kepekaan rasa, toleransi, menghargai/ mengapreasi karya seni dan daya kreativitas o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang meliputi pembentukan nilai dan pembiasaan pola hidup sehat o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yang meliputi belajar mandiri, memecahkan masalah, dan meningkatkan rasa percaya diri o Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Muatan Lokal disesuaikan dengan karakteristik jenis program muatan lokal yang dilaksanakan dan diikuti oleh peserta didik o Analisis SI/SK/KD adalah kegiatan mengkaji SK dan KD mata pelajaran sebagaimana tercantum pada SI, menganalisis kompetensi menjadi tiga aspek kompetensi yaitu kompetensi afektif, kognitif, dan psikomotorik (Panduan Pengembangan Silabus); Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah.

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pemebelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan. 1. Model Konsiderasi Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain. Model konsiderasi di kembangkan oleh Mc Paul, seorang humanis, Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Menurutnya pembentukan atau pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepribadian terhadap orang lain. Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa menuliskan responsnya masing-masing, (4) siswa menganalisis respons siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.

2. Model pembentukan rasional Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai. Langkahlangkah pembelajaran rasional: Menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atu

penyimpangan tindakan. Menghimpun informasi tambahan. Menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat. Mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya. Mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat. 3. Klarifikasi nilai Tehnik volume clarification technic Que atau VCT dapat diartikan sebagai tehnik pengajaran untuk memebantu siswa dalam menerima dan menentukan suatu nilai yang di aggapnya baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada akhirnya nilai nilai tersebut akan mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya

nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siwa menyadari nilainilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai. Langkahlangkah pembelajaran klasifikasi nilai: Pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya. Mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya. Berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya. 4. Pengembangan moral kognitif Model ini banyak di ilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung serta berangsurangsur menurut aturan tertentu. Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif. Langkahlangkah pembelajaran moral kognitif: Menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai. Siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu. Siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya. Siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik. Siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.

5. Model nondirektif Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya. Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: Menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas. Pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi. Pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan dorongan. Perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi. Integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif. B. Organisasi Sikap Teori Balance dan teori konsistensi lainnya berasumsi bahwa seseorang akan cenderung mencari struktur evaluatif yang sederhana dengan yang dievaluasi oleh orang lain dan objek-objek dipandang sebagai hal yang berhubungan satu dengan lainnya. Keseimbangan bukannya satu-satunya prinsip yang mempengaruhi persepsi seseorang mengenai hubungan antar elemen dalam struktur sikap. Prinsip lain yang juga penting antara lain adalah preferensi untuk menilai positif, hubungan dan adanya kepercayaan tentang skript situasional yang relevan atau serangkaian aturan ipmlikasi yang sederhana dan hipotesis kausal.

Penelitian mengenai kompleksitas kognitif menekankan pada perbedaan individual dalam toleransi seseorang terhadap ambiguitas dan kebutuhan nyata untuk mengatasi inkonsistensi. Semakin kompleks kognitifnyaindividu akan semakin mencari informasi yang inkonsisten bila ambiguitas dalam suat situasi di bawah level yang paling disukainya. C. Hubungan antara sikap dan perilaku Sejumlah studi telah gagal dalam memprediksi perilaku terutama yang terkait dengan sikap seseorang terutama dengan ukuran-ukuran sikap yang bersifat verbal. (misalnya masalah rasial, atau agama). Pandangan Tiga Komponen tentang Sikap Telah banyak penelitian menunjukkan bahwa antara sikap dan perilaku itu tidak berkorelasi, ataupun bila berkorelasi maka tidak menunjukkan arah yang hubungan kausalitas. Sebagai penyebabnya karena sikap itu memiliki tiga komponen. Menurut pandangan ini, (Rosenberg & Hovland, 1960) sikap itu merupakan predisposisi untuk merespon sejumlah stimulus dengan sejumlah tertentu. Ketiga respon tersebut antara lain afektif (perasaan evaluatif dan preferensi) kognitif (opini dan belief), dan behavioral atau konasi (over acion dan pernyataan tentang kecenderungan). Dari gambar di atas tampak bahwa konsep sikap lebih dipandang sebagai intervening variabel (variabel antara) antara stimulus yang dapat diobservasi dengan respon yang terobservasi. Sikap menurut pandangan ini bukanlah konstruk yang menggambarkan hubungan antara stimulus-respon. Sikap bukan pula merupakan interpretasi individu tentang stimulus yang dialami. Sikap lebih dipandang sebagai situasi yang ambigius dalam ikatan antara akibat (effect) dan penyebab (cause) dari suatu peristiwa yang observabel. Bagian yang paling ambigius dalam siagram itu adalah tanda panah antara sikap dengan tiga unsurnya. Karena dalam diagram itu sikap dapat menyebabkan afektif, kognitif, dan konasi tertentu. Dan antara ketiganya dipisahkan satu per satu.

D. Karakteristik Penilaian Afektif Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes. Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. 1. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat

diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut. Konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. 2. Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik

afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk: o o o o o o Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama, Acuan dalam materi, o o o Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, Bahan pertimbangan menentukan program sekolah, Meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut. menilai kemampuan peserta didik secara

keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian

3. Konsep Diri

a)

Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.

b) Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. c) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya. didik. e) f) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik. g) Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki. Peserta didik memahami kemampuan dirinya. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dilakukan. - Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain. - Peserta didik mampu menilai dirinya. - Peserta didik dapat mencari materi sendiri. - Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya. 4. Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada dapat untuk instropeksi pembelajaran yang d) Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta

suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat. Dougla Graham (Golu 2003) menyatakan 4 faktor merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai nilai tertentu : o o o o Normativist yaitu epatuhan yang terdapat pada norma-norma hokum. Integralist yaitu kepatuhan yang di dasarkan pada kesadaran dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. Fenomalist yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa-basi. Hedonist yaitu kepatuhan berdasarkan diri sendiri. Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, system nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan diarakhan. Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalu pembentukan sikap, yakni kecendrungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukkan gejala senang

atau tidak senang, suka atau tidak suka. Golu (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut : o o o o Nilai tidak bisa di ajarkan tetapi di ketahui dari penampilannya. Pengembangan dominan efektif pada nilai tidak bisa di pisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik. Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa di bina. Perkembangan nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu. 5. Moral Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah:
a)

bagaimana sesungguhnya

Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.

b)

c)

d)

Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

E. Metode Pengungkapan Sikap Beberapa Metode Pengungkapan Sikap:

Observasi Perilaku Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya orang yang biasa minum kopi dapat dipahami sebagai kecenderungannya yang senang kepada kopi. Oleh karena itu, guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil pengamatan dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan

menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah. Berikut contoh format buku catatan harian. 1. 2. 3. Perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku hanya akan konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan. BUKU CATATAN HARIAN TENTANG PESERTA DIDIK Interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh
Mata Pelajaran seseorang. : ___________________

nama sekolah

Kelas ___________________ Contoh halaman sampul Buku:Catatan Harian: Program : IPA/IPS/BHS

Tahun Pelajaran : ___________________ Nama Guru : ___________________

Surakarta, 2011

Contoh isi Buku Catatan Harian : No. Hari/ Tanggal Nama peserta didik Kejadian

Kolom kejadian diisi dengan kejadian positif maupun negatif. Catatan dalam lembaran buku tersebut, selain bermanfaat untuk merekam dan menilai perilaku peserta didik sangat bermanfaat pula untuk menilai sikap peserta didik serta dapat menjadi bahan dalam penilaian perkembangan peserta didik secara keseluruhan. Selain itu, dalam observasi perilaku dapat juga digunakan daftar cek yang memuat perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan muncul dari peserta didik pada umumnya atau dalam keadaan tertentu. Berikut contoh format Penilaian Sikap. Contoh Format Penilaian Sikap dalam praktek IPA : Perilaku No. Nama Bekerja sama Berinisiatif Penuh Bekerja sistematis Nilai Keterangan

Perhatian 1. 2. 3. Ruri Tono .... Catatan: a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = sedang 4 = baik 5 = amat baik b. Nilai merupakan jumlah dari skor-skor tiap indikator perilaku c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut Nilai 18-20 berarti amat baik Nilai 14-17 berarti baik Nilai 10-13 berarti sedang Nilai 6-9 berarti kurang Nilai 0-5 berarti sangat kurang

Penanyaan Langsung Kita juga dapat menanyakan secara langsung atau wawancara tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah mengenai "Peningkatan Ketertiban". Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap peserta didik itu terhadap objek sikap. Dalam penilaian sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina peserta didik. 1. Individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri.

2. Manusia 3. Orang

akan akan

mengemukakan

secara

terbuka dan

apa

yang yang

dirasakannya. mengemukakan pendapat jawaban sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. 4. Sikap merupakan variabel yang terlalu kompleks untuk diungkap dengan pertanyaan tunggal. Sangat tergantung pada kalimat yang digunakan luar,dll.

dalam

pertanyaan,

konteks

pertanyaannya,

cara

menanyakannya, situasi dan kondisi yang merupakan faktor Pengungkapan Langsung (Laporan pribadi) Melalui penggunaan teknik ini di sekolah, peserta didik diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta menulis pandangannya tentang "Kerusuhan Antaretnis" yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik tersebut dapat dibaca dan dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya. Untuk menilai perubahan perilaku atau sikap peserta didik secara keseluruhan, khususnya kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan jasmani, semua catatan dapat dirangkum dengan menggunakan Lembar Pengamatan berikut. 1. 2. Pengungkapan secara tertulis dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal atau aitem ganda. Aitem tunggal: responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. 3. Aitem ganda: disajikan dengan menggunakan sepasang kata sifat yang bertentangan satu sama lain. Contoh: Cantik Jelek, Suka Benci

Contoh Lembar Pengamatan (Kelompok Mata Pelajaran: Agama, Kewarganegaraan, Estetika, Jasmani) Perilaku/sikap yang diamati: Nama peserta didik: ... No 1 2 Keterangan a. Kolom capaian diisi dengan tanda centang sesuai perkembangan perilaku ST = perubahan sangat tinggi T = perubahan tinggi R = perubahan rendah SR = perubahan sangat rendah b. Informasi tentang deskripsi perilaku diperoleh dari:

........................................ kelas... semester... Capaian ST T R SR

Deskripsi perilaku awal

Deskripsi perubahan Pertemuan ...Hari/Tgl...

pertanyaan langsung Laporan pribadi Buku Catatan Harian

Skala Sikap 1. 2. Berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap yaitu mendukung (positif), menolak (negatif) dan netral. Dapat berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurnya tapi juga bisa berupa pernyataan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden. 3. Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dianggap paling dapat diandalkan. Pengembangan kisi-kisi sikap yaitu: Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap

Tentukan indikator sikap Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya; skala Likert dengan lima skala, seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Tentukan nomor butir soal sesuai dengan indikator sikap Buatlah kisi-ksi instrumen dalam bentuk matrik Telaah instrumen oleh teman sejawat atau ahli di bidangnya Perbaiki instrumen sesuai dengan hasil telaah instrumen oleh teman sejawat/ahli dengan memperhatikan kesesuaian dengan indikator

Pengukuran Terselubung 1. Observasi perilaku berupa pengamatan thd reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Cth: reaksi wajah, nada suara, gerak tubuh. 2. Reaksi-reaksi fisiologis dapat mencerminkan intensitas sikap seseorang terhadap suatu objek akan tetapi tidak menjelaskan arah sikapnya apakah positif atau negatif.

F. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif Pengembangan perangkat penilaian afektif dapat dilakukan dengan:
Pengukuran ranah afektif

Pengembangan instrumen penilaian afektif Observasi G. Pengukuran Ranah Afektif Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.

Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan. H. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif Komponen penilaian afektif seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan meliputi: a) Memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. b) Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya. c) Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan. d) Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi. e) Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sikap cermat dan menghargai hak atas kekayaan intelektual. f) Menunjukkan sikap toleran dan empati terhadap keberagaman budaya yang ada di masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional. g) Menunjukkan sikap peduli terhadap bahasa dan dialek.

h) Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek (Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan). Setidaknya ada beberapa cara yang dipakai untuk dapat menilai ranah afektif peserta didik, yaitu : a) Pengamatan langsung di lapangan (di dalam kelas) oleh guru. b) Melalui angket atau kuesioner yang dibagikan kepada peserta didik. c) Melakukan wawancara langsung dengan peserta didik. d) Melalui informasi dari rekan guru atau dari BK (Bimbingan Konseling) di Sekolah. e) Melalui kunjungan ke rumah peserta didik. Tentu saja sebagai guru kita harus mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan. Peralatan ini disebut instrumen penilaian Afektif. Instrumen Afektif bukanlah berupa soal, tetapi berupa tabel-tabel yang berisi pernyataan-pernyataan terhadap kelima aspek afektif di atas (sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral). Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu: a. Menentukan spesifikasi instrumen Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral. 1. Instrumen sikap Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif

terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat. 2. Instrumen minat Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek. Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran. 3. Instrumen konsep diri Definisi konseptual : konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran. Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.

4. Instrumen nilai Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan. Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan. 5. Instrumen moral Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu: Tujuan pengukuran Kisi-kisi instrumen Bentuk dan format instrumen Panjang instrumen Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks.

Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen. b. Menulis instrumen Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif No. 1. 2. 3. 4. Jumlah Butir Indikator Pertanyaan/Pernyataan

Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut. 1. Instrumen sikap Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini. Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya.

Membaca buku matematika Mempelajari matematika Melakukan interaksi dengan guru matematika Mengerjakan tugas matematika Melakukan diskusi tentang matematika Memiliki buku matematika Saya senang membaca buku matematika Tidak semua orang harus belajar matematika Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika

Contoh pernyataan untuk kuesioner:


Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaikbaiknya Memiliki buku matematika penting untuk semua peserta didik Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi

2.

Instrumen minat tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek. Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:

Memiliki catatan pelajaran matematika. Berusaha memahami matematika Memiliki buku matematika Mengikuti pelajaran matematika Catatan pelajaran matematika saya lengkap Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran matematika
o o o

Contoh pernyataan untuk kuesioner:


Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika Saya senang mengerjakan soal matematika. Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika

3.

Instrumen konsep diri Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan

peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran. Contoh indikator konsep diri:

Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik\

Contoh pernyataan untuk instrumen:


Saya sulit mengikuti pelajaran matematika Saya mudah memahami bahasa Inggris Saya mudah menghapal suatu konsep. Saya mampu membuat karangan yang baik Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika Saya bisa bermain sepak bola dengan baik Saya mampu membuat karya seni yang baik Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika. Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan

4.

Instrumen nilai kompetensi peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.

Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya. Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan. Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan dihilangkan. Contoh indikator nilai adalah:

sedang

yang

negatif

dikurangi

dan

akhirnya

Memiliki keyakinan akan peran sekolah Menyakini keberhasilan peserta didik Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru. Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.

Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:

Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya. Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap,

minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut. 5. Instrumen moral Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:

Memegang janji Memiliki kepedulian terhadap orang lain Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas Memiliki Kejujuran Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
o

Contoh pernyataan untuk instrumen moral


Bila

berjanji

pada anak kecil, saya tidak harus

menepatinya.
o

Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.

Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.

Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya. Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar. Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.

c. Menentukan skala instrumen Untuk memilih skala sikap yang tepat, hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan: perumusan item, jenis item, metode penyekalaan, reliabilitas dan validitas skala sikap. Perumusan Item. Dalam menentukan item apa yang akan dimasukkan dalam suatu skala, dan berapa item yang diperlukan, empat kriteria berikut ini dapat dipergunakan: 1. Membedakan fungsi. Sebuah item harus dapat benar-benar membedakan orang berdasarkan warna sikapnya. 2. Ketajaman pembedaan. Item-item juga harus mampu membedakan setajam mungkin. 3. Pembedaan secara halus. Item sebaiknya tidak hanya mampu membedakan antara domba dan kambing, tetapi juga harus mampu membedakan antara domba yang lebih ekstrim dengan domba yang kurang ekstrim, antara kambing yang lebih ekstrim dengan kambing yang tidak begitu ekstrim. 4. Jumlah item yang minimal dengan tingkat reliabilitas yang tinggi. Semakin banyak jumlah item dalam satu skala, semakin tinggi pula tingkat reliabilitasnya. Tetapi jumlah item yang minimal dengan tingkat reliabilitas yang tinggi akan efisien. Jenis-jenis Item. Dua jenis item utama telah dipergunakan dalam pembuatan skala sikap. Jenis yang paling banyak dipergunakan adalah pernyataan evaluatif tentang obyek, yang mengungkap komponen kognisi dan perasaan.

Item jenis kedua, yang hanya dipergunakan dalam beberapa skala saja, terdiri dari deskripsi tentang tindakan spesifik terhadap obyek yang disikapi dalam situasi tertentu. Subyek ditanya apakah dia akan atau tidak akan melakukan tindakan tersebut. Reliabilitas dan Validitas Skala Sikap. Pertimbangan terakhir dari suatu teknik pengukuran adalah validitasnya, yaitu sejauh mana teknik tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukurnya. Validitas suatu teknik sangat tergantung pada reliabilitasnya, yaitu sejauh mana teknik tersebut dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Reliabilitas. Reliabilitas suatu skala dapat dipastikan dengan tiga cara: 1. Metode test-retest, di mana pengukuran dengan tes tertentu diulang, baik langsung maupun dengan jarak waktu, dan hasilnya dibandingkan 2. Metode equivalent forms, dimana pengukuran dengan dua bentuk yang sebanding, untuk satu tes yang sama, hasilnya dibandingkan 3. Metode split-half, di mana skor pada setengah bagian dari suatu tes dibandingkan dengan setengah lainnya. Tingkat reliabilitas biasanya dinyatakan sebagai koefisien korelasi antara kedua pengukuran yang dibandingkan itu. Terdapat beberapa cara untuk memastikan validitas: 1. Dengan penilaian oleh ahli tentang kerepresentatifan suatu sampel item 2. Melalui pengukuran terhadap kelompok yang "sudah dikenal"; 3. Dengan meneliti akurasi prediksi perilaku didasarkan pada pengukuran sikap. Suatu skala harus dirancang dengan hati-hati. Stimulusnya harus ditulis dan dipilih berdasarkan metode konstruksi yang benar. Skor terhadap respons seseorang harus diberikan dengan cara-cara yang tepat. Agar dapat memenuhi kualitas dasar alat ukur yang standar, maka skala harus mengembangkan terlebih dahulu apa yang disebut sebagai tabel

spesifikasi. Dalam setiap perencanaan skala sikap, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penentuan tujuan ukur dan pembatasnya. Hal ini berarti bahwa:

Ciri-ciri objek psikologis yang berupa aspek kepribadian manusia yang hendak diungkap harus diidentifikasikan dengan jelas lebih dahulu.

Konsep harus dibatasi konstruk (construct) atau konsepsi teoritisnya, lalu didefinisikan secara operasional dalam bentuk dimensi-dimensi atau indikator-indikator perilaku sehingga dapat diukur Pada perancangan skala terhadap konsep terdapat dua hal yang harus

dijadikan perhatian, pertama adalah penentuan dan pembatasan konsep yang akan digunakan dan yang kedua adalah menentukan dimensi-dimensi atau indikator-indikator perilaku yang hendak diukur. Sedangkan pada perancangan skala sikap dua hal penting tersebut adalah: pertama adalah penentuan dan pembatasan konsepsi dari objek yang akan diukur dan yang kedua adalah penentuan batas objek yang hendak diukur. Metode-metode Penyekalaan. Terdapat lima metode penyakalaan utama: metode equal-appearing intervals, metode summated ratings, social-distance scale, cumulative-scaling method, dan scale-discrimination technique. Berikut ini beberapa metode pengukuran skala sikap yang telah lama di perkenalkan dan digunakan hingga kini : Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah
1. Bogardus sosial distance scale

Bogardus(1925) mengajukan pengukuran kesenjangan sosial yang dapat menentukan hubungan antara sikap diberbagai jenis ras atau kelompok sebuah bangsa. Berbagai jenis pengukuran dari tekhnik ini akan memeperlihatkan adanya hubungan antara sikap/tingkah laku terhadap berbagai jenis kelompok sosial. Triandis (1964) telah meluaskan arti pekerjaannya dalam bidang ini. Dengan menggunakan

analisis factor dia telah menemukan lima dimensi tingkah laku (sikap) terhadap kelas-kelas sosial dalam masyarakat, diantaranya :

Penghormatan Contoh : mengagumi ide/pandangan seseorang. Penerimaan perkawinan, misal : jatu cinta pada seseorang Penerimaan terhadap persahabatan, misal : makan bersama Kesenjangan sosial, misal : mengasingkan seseorang dari sekitarnya Superordinasi, misal : memerintah seseorang Thurstone (1928) mengajukan metode pengukuran sikap ini

2. Penilaian skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals) berbeda dengan pengukuran Bogardus dimana poin-poin pengukuran tidak terlalu diperlukan. Thurstone mencoba untuk mengembangkan sebuah metode yang mana dapat menunjukan secara cepat jumlah perbedaan antara prilaku satu responden dengan responden lainnya. Metode Thurstone membuat sebuah perkiraan penting yaitu pendapat seorang yang pandai tidak akan mempengaruhi nilai-nilai pertanyaan dari pengukuran tersebut. Pendapat ini dapat dibenarkan bila penilai tidak memiliki pandangan yang sangat berbeda akan topic yang bersangkutan, namun bagaimanapun juga jika yang terjadi adalah sebaliknya maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terpengaruh. Jadi metode Thurstone ini berorientasi pada respon dari responden yang ditanyakan. Menurut pandangannya sikap merupakan suatu bentuk atau reaksi perasaan. Maka konsep Thrustone ini berlandaskan kepada perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unvorable) terhadap objek Yang diukur. Dimana Thurstone disini mencoba mengetengahkan skala pengukuran dengan menyatakan : 1. Kategori, peringkat dan jarak yang diukur

2. 3.

Dinyatakan dengan angka 1 sampai dengan 5, atau 1 sampai dengan 7 Menggunakan konsep jarak yang sama (equality interval) karena skala ini tidak menggunakan angka nol sebagai titik awal perhitungan Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada

rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat fafovabel terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya. Tahap yang paling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas dari masing-masing pernyataan. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut nilai skala. Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu membuat sampel pernyataan sikap sekitar lebih 100 buah atau lebih. Penrnyataan-pernyataan itu kemudian diberikan kepada beberapa orang penilai (judges). Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing pernyataan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang 1-7. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat setuju. Tugas penilai ini bukan untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Median atau rerata perbedaan penilaian antar penilai terhadap aitem ini kemudian dijadikan sebagai nilai skala masing-masing aitem. Pembuat skala kemudian menyusun aitem mulai dari atem yang memiliki nilai skala terrendah hingga tertinggi. Dari aitem-aitem tersebut, pembuat skala kemudian memilih aitem untuk kuesioner skala sikap yang sesungguhnya. Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden. Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem sikap tersebut.

Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsiasumsi: ukuran sikap seseorang itu dapat digambarkan dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada suatu skala mencerminkan perbedaan yang sama pula dalam sikapnya. Asumsi kedua adalah Nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap penilai terhadap isue. Penilai melakukanrating terjhadap aitem dalam tataran yang sama terhadap isue tersebut. Skala Thurstone dapat dikembangkan untuk mengukur sikap terhadap obyek apa pun. Yang mendasar pada metode ini adalah penggunaan penilai untuk menetapkan nilai skala pada setiap item dalam tes. Salah satu kritik utama terhadap metode equal-appearing intervals ini adalah bahwa sikap penilai dapat mempengaruhi penilaiannya.

Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah. ( ( ( ( ( ( lain. ( )7.Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya dalam matematika. ( ) 8. Pelajaran matematika sangat menjemukan. ) 1. Saya senang belajar matematika. ) 2. Matematika adalah segalanya buat saya. ) 3. Jika ada pelajaran kosong, saya lebih suka belajar matematika. ) 4. Belajar matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif. ) 5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya dalam ) 6. Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam

matematika. mempelajari bidang studi

) 9. Saya merasa terasing jika ada teman membicarakan Misalkan pembuat angket menentukan bahwa skor yang akan

matematika. dipakai untuk pernyataan yang kontribusinya paling tinggi adalah 9 dan untuk yang paling rendah diberi skor 1, sehingga skor tengahnya sama dengan 5. Hasil pertimbangannya, ia menyatakan bahwa pernyataan yang paling tinggi kontribusinya terhadap sikap positif untuk matematika adalah pernyataan nomor 2 sehingga ia memberi bobot skor 9. Agar hasil pertimbangan itu lebih objektif, ia meminta bantuan kepada teman seprofesinya yang dianggap mampu atau lebih mampu daripada dirinya sendiri. Misalkan ada 4 orang yang diminta pertimbangan itu, hasil pertimbangan untuk butir nomor 2 dari keempat orang itu masingmasing 8, 8, 9 dan 9. Dengan demikian skor untuk butir soal nomor 2 itu adalah 9 8 8 9 9 = 8, 6 5

Untuk butir nomor 8 pembuat angket memberi skor 2 karena ia menganggap kontribusinya rendah terhadap sikap siswa dalam matematika. Keempat teman lainnya masing-masing memberi skor 3, 4, 1, 2 sehingga skor untuk butir nomor 8 adalah 2 3 4 1 2 = 2,4 5 Begitulah seterusnya cara pemberian skor untuk setiap butir pernyataan. Misalkan skor untuk setiap butir soal, berturut-turut dari butir soal nomor 1 sampai dengan nomor 9 adalah sebagai berikut : 9,0; 8,6; 8,2; 7,6; 4,5; 6,0; 7,6; 2,4; 4,0; 5,3 Setelah angket diberikan kepada responden (siswa), misalkan untuk subjek A memilih butir-butir nomor 1, 4, 6, 7 dan 10. Rerata skor dari subyek A adalah 9,0 7,6 6,0 7,6 5,3 = 7,1

5 Ini berarti sikap A terhadap matematika positif, karena skornya lebih daripada skor tengah (= 5). Keuntungan skala Thurstone adalah Memiliki ketajaman pernyataan untuk mengungkap aspek skap yang ada sehingga kemungkinan responden untuk menebaknebak kecil Kelemahan : Hanya menampilkansedikit aspek sikap, sehingga penilaian sikap lebih seedikit 3. Skala Guttman Skala Guttman dikembangkan oleh Louis Guttman. Skala ini mempunyai ciri penting, yaitu merupakan skala kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat undimensional. Skala Guttman yang disebut juga metode scalogram atau analisa skala (scale analysis) sangat baik untuk menyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut isi universal (universe of content) atau atribut universal (universe attribute). Dalam prosedur Guttman, suatu atribut universal mempunyai dimensi satu jika menghasilkan suatu skala kumulatif yang sempurna,yaitu semua responsi diatur sebagai berikut: Setuju dengan tidak setuju dengan Pada pertanyaan yang lebih banyak pola ini tidak ditemukan secara utuh. Adanya beberapa kelainan. Dapat dianggap sebagai error yang akan diperhitungkan dalam analisa nantinya. Cara membuat skala guttman adalah sebagai berikut: Susunlah sejumlah pertanyaan yang relevan dengan masalah yang ingin diselidiki. Lakukan penelitiaan permulaan pada sejumlah sampel dari populasi yang akan

diselidiki, sampel yang diselidiki minimal besarnya 50. Jawaban yang diperoleh dianalisis, dan jawaban yang ekstrim dibuang. Jawaban yang ekstrim adalah jawaban yang disetujui atau tidak disetujui oleh lebih dari 80% responden. Susunlah jawaban pada tabel Guttman. Hitunglah koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas.
Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk

jawaban yang bersifat jelas (tegas dan konsisten. Misalnya yakintidak yakin ;ya tidak;benar-salah; positif negative; pernah-belum pernah ; setuju tidak setuju; dan sebagainya. Penelitian dengan

menggunakan skala Guttman apabila ingin mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan konsisten terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Contoh: a. Yakin atau tidakkah anda, pergantian Menteri cabinet Indonesia Bersatu akan dapat mengatasi persoalan bangsa. 1. 2. Yakin Tidak

b. Pernahkah pimpinan saudara mengajak rembuk bersama? 1. Setuju 2. Tidak Setuju

4. Penilaian skala Likert (Method of Summateds Ratings) Skala linkert pertama kali dikembangkan oleh Rensis Linkert pada tahun 1932 dalam mengukur sikap masyarakat. Dalam skala ini hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara pasti buruk. Item yang pasti disenangi, disukai, yang baik, diberi tanda negatif (-). Total skor merupakan penjumlahan skor responsi dari responden yang

hasilnya ditafsirkan sebagai posisi responden. Skala ini menggunakan ukuran ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya.

Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorable dan yang unfavorabel. Sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan egreement atau disegreemenn-nya untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( Sangat seuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak setuju, Sangat Tidak Setuju). Semua aitem yang favorabel kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang Sangat Tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorabel nilai skala Sangat Setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5. Seperti halnya skala Thurstone, skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal-interval scale). Metode likert dapat dikatakan sebagai yang pertama yang melakukan pendekatan dengan mengukur luas/dalamnya pendapat dari responden bukan hanya dengan jawaban ya atau tidak. Dalam metode ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan, namun setiap pertanyaan disusun sedemikian rupa agar bisa dijawab dalam lima tingkatan jawaban pertanyaan/pertanyaan yang diajukan. Secara sederhananya konsep skala likerts meliputi :

Skala likert adalah skala yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidak setujuan terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.

Urutan untuk skala ini umumnya menggunakan lima angka penilaian yaitu 1) Sangat menyetujui 2) Setuju 3) Netral (ragu-ragu) 4) Tidak setuju 5) Sangat Tidak Setuju.

Urutan itu bisa dibalik. Alternatif angka bisa bervariasi dari 3 sampai dengan 9 Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Keuntungan skala Likert adalah :

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat

Mudah dibuat dan diterapkan Terdapat kebebasan dalam memasukkan pertanyaan-pertanyaan, asalkan mesih sesuai dengan konteks permasalahan Jawaban suatu item dapat berupa alternative, sehingga informasi mengenai item tersebut diperjelas. Reliabilitas pengukuran bisa diperoleh dengan jumlah item tersebut diperjelas.
Dalam menyusun skala, item-item yang tidak jelas

korelasinya masih dapat dimasukkan dalam skala.

Lebih mudah membuatnya dari pada skala Thurstone.

Mempunyai reliabilitas yang relatif tinggi dibanding skala thurstone untuk jumlah item yang sama. Juga dapat memperlihatkan item yang dinyatakan dalam beberapa responsi alternatif.

Dapat memberikan keterangan yang lebih nyata tentang pendapatan atau sikap responden.

Kelemahan : Sangat subjektif untuk setiap individu Penskoran sulit Hanya dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapakali individu lebih baik dari individu lainya. Kadang kala total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, banyak pola response terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama. Prosedurnya meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan sejumlah besar pernyataan yang dipertimbangkan oleh eksperimenter sehubungan dengan kaitannya pada obyek yang bersangkutan b. Menyajikan pernyataan-pernyataan tersebut kepada sekelompok subyek yang untuk setiap itemnya mereka dapat menyatakan sangat setuju, setuju, tidak tahu, tidak setuju, atau sangat tidak setuju c. Menentukan skor total untuk masing-masing individu dengan menjumlahkan responnya terhadap semua item itu, dengan ketentuan bahwa kelima kategori respon di atas masing-masing diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1, untuk item-item yang positif, dan kebalikannya untuk item-item negatif; d. Melakukan analisis item untuk memilih item yang paling tinggi kadar diskriminasinya.

e.

Langkah terakhir tersebut dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor pada masing-masing item dengan skor total pada keseluruhan item. Kemudian, item-item dengan korelasi tertinggi disimpan untuk skala akhir.

Prosedur dalam membuat skala linkert adalah sebagai berikut : a. Pengumpulan item-item yang cukup banyak dan relevan dengan masalah yang sedang diteliti, berupa item yang cukup terang disukai dan yang cukup terang tidak disukai b. c. Item-item tersebut dicoba kepada sekelompok responden yang cukup representative dari populasi yang ingin diteliti. Pengumpulan responsi dari responden untuk kemudian diberikan skor, untuk jawaban yang memberikan indikasi menyenangi diberi skor tertinggi. d. e. Total skor dari masing-masing individu adalah penjumlahan dari skor masing-masing item dari individu tersebut Responsi dianalisa untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata batasan antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total. Untuk mempertahankan konsistensi internal dari pertanyaan maka item yang tidak menunjukkan korelasi dengan total skor atau tidak menunjukkan beda yang nyata apakah masuk kedala skor tinggi atau rendah dibuang. Menyusun instrumen dengan skala Likert: a. Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala tersebut. b. Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut. c. Dari setiap indikator di atas, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek

d. Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya. Skor yang dihasilkan dari skala Likert hanya dapat diinterpretasikan berdasarkan di mana kedudukan skor individu dalam distribusi skor orang-orarng lain; skor tersebut tidak memiliki makna absolut. Interpretasi skor minimum dan maksimum biasanya jelas: skor minimum menunjukkan sikap negatif, dan skor maksimum menunjukkan sikap positif. Tetapi skor di antara skor minimum dan maksimum lebih sulit untuk diinterpretasikan karena skor yang paralel dengan titik netral tidak dikenal. Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika 1. 2. 3. 4. 5. Pelajaran matematika bermanfaat Pelajaran matematika sulit Tidak semua harus belajar matematika Pelajaran matematika harus dibuat mudah Sekolah saya menyenangkan Keterangan: SS : Sangat setuju S R : Setuju : Ragu-ragu SS SS SS SS SS S S S S S R R R R R TS TS TS TS TS STS STS STS STS STS

TS : Tidak setuju STS : Sangat tidak setuju Penskoran pernyataan positif: PERNYATAAN Sangat Setuju Setuju Tidak punya pendapat/ ragu-ragu Tidak Setuju SKOR 5 4 3 2

Sangat Tidak Setuju Penskoran pernyataan negatif: PERNYATAAN Sangat Setuju Setuju Tidak punya pendapat/ ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

SKOR 5 4 3 2 1

5. Penilaian skala Beda Semantik(Osgoods Semantic Differential) Dalam penyusunan skala ini, serangkaian kata sifat yang menunjukkan ciri atau karakteristik stimulus atau objek sikap telah dipilih dan ditentukan, maka objek sikap disajikan sebagai stimulus tunggal pada setiap rangkaian, dan diikuti oleh kontinum-kontinum psikologis yang kedua kutubnya berisi kata sifat yang berlawanan tadi (Azwar 1995). bahwa kontinum psikologis pada teknik beda semantik ini dibagi menjadi tujuh bagian yang diberi angka 1 sampai 7, mulai dari kutub unfavorable sampai dengan kutub favorable. Apabila peletakan kutub favorable dan unfavorable itu dibalik, maka peletakan angka skornya pun disesuaikan sehingga perlu dibalik juga. Skala defferensial yaitu skala untuk mengukur sikap dan lainnya, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklist tetapi tersusun dalam satu garis kontinum. Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap,tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklis, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis,dan jawaban negatif disebelah kiri garis, atau sebaliknya.

Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala mantik differensial adalah data interval. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Contoh skala beda Semantik Pelajaran ekonomi 1 2 3 4 5 6 7 Menyenangkan Membosankan Sulit Mudah Bermanfaat Sia-sia Menantang Menjemukan Banyak Sedikit Cara pemberian angka seperti ini adalah cara yang telah disederhanakan yaitu angka 1 berarti adanya arah sikap yang unfavorable dengan intensitas tinggi, sedangkan angka 7 menunjukkan adanya sikap yang favorable dengan intensitas yang tinggi pula. Makin mendekati ke tengah kontinum maka arah sikap makin menjadi kurang jelas dan intensitasnyapun berkurang. Suatu posisi respons yang diletakkan pada angka 4, yang berada di tengah-tengah berarti adanya sikap netral terhadap objek yang bersangkutan bila dikaitkan dengan kata sifat yang berada pada kedua kutub kontinum. Kesimpulan yang di dapat dari skala Osgood ini adalah sebagai berikut :

Merupakan metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala penilaian tujuh butir yang menyatakan secara verbal dua kutub (bipolar) penilaian yang ekstrim.

Dua kutub ini bisa berupa baik-buruk, kuat lemah, modern-kuno dan sebagainya. Responden diberi ruang semantis untuk merefleksikan seberapa dekat sikap responden terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu diantara dua kutub.

Metode ini umumnya digunakan untuk penilaian merek dagang, produk, pekerjaan, dan lain-lain.

6. Scaling method

Salah satu kelemahan dari methode thurstone dan likert adalah perilaku responden yang diukur tidak memiliki arti yang khusus. Guttman mengajukan sebuah metode yang mana setiap nilai jawaban mempunyai arti yang unik. Guttman menggunakan indeks daftar katakata unutuk menentukan kesatuan ukuran, dan sebagai konsekuensinya pengukuran Guttman mungkin merupakan yang paling pendek (antara 4s/d10 max points) dan hanya dibatasi topik yang bersangkutan. Topik yang biasa diangkat untuk dijadikan objek sikap dalam pengukuran guttman ini adalah mengenai keadaan politik, aspek kepercayaan/keyakinan (religius), tingkat aktifitas keagamaan, atau derajat etika tingkah laku. Dan didalam prosedur semua item pertanyaan hanya dijawab dengan ya atau tidak, setuju atau tidak setuju. Kemudian jawaban yang sudah didapat dikelompokan kedalam sebuah indeks. Secara lebih sederhananya skala pengukuran sikap dapat lebih dimengerti lagi dengan skala-skala pengukuran sikap berikut ini : c. Skala sederhana

Skala sederhana menggunakan skala nominal misalnya setuju atau tidak setuju, ya atau tidak. Skala ini digunakan bila kuesionar penelitian berisi relatif banyak butir pertanyaan, tingkat pendidikan responden rendah atau alasan lain.

d. Skala Numeris

Skala numeris merupakan metode pengukuran yang teridiri dari 5 atau 7 alternatif nomor untuk mengukur sikap responden.

Skala ini pada prinsipnya sama dengan skala perbedaan semantis, hanya saja langsung diberikan angka.

e.

Skala Grafis

Metode ini menyatakan penilaian responden terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu dengan titik atau angka tertentu yang terletak didalam gambar atau grafik penilaian. 7. Cumulative Scaling Skala kumulatif adalah metode untuk mengevaluasi perangkat pernyataan untuk menentukan apakah pernyataan-pernyataan tersebut memenuhi persyaratan jenis skala tertentu - biasanya disebut skala Guttman. Skala ini didefinisikan oleh Guttman (1950) sebagai berikut: "Seperangkat item yang isinya biasa-biasa saja dapat disebut skala jika seseorang yang peringkatnya lebih tinggi daripada orang lain akan sama tingginya atau lebih tinggi pada setiap item daripada orang lain itu". Contoh skala Guttman yang sempurna adalah skala tentang berat, yang item-itemnya berbunyi sebagai berikut: (1) Berat saya lebih dari 100 pon (2) Berat saya lebih dari 120 pon (3) Berat saya lebih dari 140 pon; dst. Dalam skala tersebut, orang yang memberikan respon positif terhadap item 3, juga akan memberikan respon positif terhadap item 1 dan 2. Dalam contoh di atas, kita tahu bahwa skala itu hanya mengukur satu dimensi fisik, yaitu berat badan. Tujuan prosedur Guttman adalah untuk menentukan apakah seperangkat pernyataan sikap hanya mengukur satu sikap atau tidak. Jika pernyataan-pernyataan itu membentuk satu skala Guttman, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan itu merupakan skala unidimensional, artinya hanya mengukur satu sikap. Dalam skala Guttman yang sempurna, skor total seorang individu akan mempunyai hubungan satu banding satu dengan pola responnya terhadap item-item yang membentuk skala itu. 8. Scale-discrimination Technique. Teknik ini dikembangkan oleh Edwards dan Kilpatrick (1948). Langkah-langkah dalam teknik ini adalah sebagai berikut. Pertama,

dipilih sejumlah besar item. Kemudian penilai diminta untuk menyaring item-item tersebut dan mengkategorikannya berdasarkan tingkat kebaikkannya. Item-item yang tidak dipilih secara konsisten oleh para penilai itu dibuang. Item-item sisanya disiapkan dalam bentuk pilihan jamak dengan enam kategori respon: sangat setuju, setuju, agak setuju, agak tidak setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Pernyataanpernyataan tersebut disajikan kepada sekelompok subyek. Respon dari setiap subyek itu kemudian diskor untuk memperoleh skor total baginya. Masing-masing item kemudian dianalisis dan item yang nondiskriminatif dibuang. Item-item selebihnya didikotomikan dan dimasukkan ke dalam skala kumulatif. Wilayah Netral (Neutral Region). Wilayah netral dari sebuah skala adalah titik di mana sikap pro dan kontra bertemu, di mana subyek tidak menunjukkan sikapnya. Penentuan wilayah netral pada sebuah skala sangat penting dalam pengukuran sikap. Tidak ada metode penyekalaan yang dapat mengidentifikasi wilayah netral ini dengan memuaskan. Jalan keluar yang paling memuaskan adalah dengan menetapkan wilayah terendah dari kurva bila skor intensitas atau skor kepastian dibandingkan dengan skor valensi. 9. Unobstrusive Measures. Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan sikapnya dalam pertanyaan. 10. Multidimensional Scaling. Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadangkala menyebabkan asumsiasumsi mengenai stabilitas struktur dimensinal kurang valid terutama apbila diterapkan pada lain orang, lain isu, dan lain skala aitem. 11. Rating Scale

Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan Rating Scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model Rating Scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu Rating Scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Yang penting dalam Rating Scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 2. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan pengertian Rating Scale adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang berupa suatu daftar yang berisi tentang sfat/ciri-ciri tingkah laku yang ingin diselidiki yang harus dicatat secara bertingkat. Penilaian yang diberikan oleh observer berdasarkan observasi spontan terhadap perilaku orang lain, yang berlangsung dalam bergaul dan berkomunikasi sosial dengan orang itu selama periode waktu tertentu. Unsur penilaian terdapat dalampernyataan pandangan pribadi dari orang yang menilai subyek tertentu pada masing-masing sifat atau sikap yang tercantum dalam daftar. Penilaian itu dituangkan dalam bentuk penentuan gradasi antara sedikit sekali dan banyak sekali atau antara tidak ada dan sangat ada. Karena penilaian yang diberikan

merupakan pendapat pribadi dari pengamat dan bersifat subyektif, skala penilaian yang diisi oleh satu pengamat saja tidak berarti untuk mendapatkan gambaran yang agak obyektif tentang orang yang dinilai. Untuk itu dibutuhkan beberapa skala penilaian yang diisi oleh beberapa orang, yang kemudian dipelajari bersama-sama untuk mendapatkan suatu diskripsi tentang kepribadian seseorang yang cukup terandalkan dan sesuai dengan kenyataan. Kegunaan Pemakaian Rating Scale Hasil observasi dapat dikuantifikasikan Beberapa pengamat menyatakan penilaiannya atas seorang siswa terhadap sejumlah alat/sikap yang sama sehingga penilaian-penilaian itu ( ratings ) dapat dikombinasikan untuk mendapatkan gambaran yang cukup terandalkan. Bentuk-bentuk Rating Scale Terdapat beberapa bentuk rating scale antara lain : Skala Numerik/Kwantitatif Skala ini menggunakan angka-angka ( skor-skor ) untuk menunjukan gradasigradasi, disertai penjelasan singkat pada masing-masing angka. Skala Penilaian Grafis. Skala menggunakan suatu garis sebagai kontinum. Gradasigradasi ditunjuk pada garis itu dengan menyajikan deskripsideskripsi singkat di bawah garisnya. Pengamat memberikan tanda silang di garis pada tempat yang sesuai dengan gradasi yang dipilih. Daftar Cek. Skala ini mempunyai item dalam tes hasil belajar, bentuk obyektif dengan type pilihan berganda ( multiple choice ). Pada masing-

masing sifat atau sikap yang harus dinilai, disajikan empat sampai lima pilihan dengan deskripsi singkat pada masing-masing pilihan. Pengamat memberikan tanda cek pada pilihan tertentu di ruang yang disediakan. Dalam rating skala data kuantitatif ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Dalam skala rating scale, responsden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang disediakan. No. Item 1 Pernyataan Keputusan diambil bersama d. Menentukan pedoman penskoran Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masingmasing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran. e. Menelaah instrumen Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk Interval Jawaban 54321

dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab. Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen. Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.

Contoh pertanyaan yang bias: Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua?

Contoh pertanyaan yang tidak bias: Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua? Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata

untuk suatu kuesioner, yaitu: Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden Pertanyaannya jangan samar-samar Hindari pertanyaan yang bias. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan. f. Merakit instrumen Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya. g. Melakukan ujicoba instrumen Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat. Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu

yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang. h. Menganalisis hasil ujicoba Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70. i. Memperbaiki instrumen Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka. j. Melaksanakan pengukuran Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner

tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen. k. Menafsirkan hasil pengukuran Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif: Sangat setuju (4) Setuju (3) - Tidak setuju (2) Sangat tidak setuju (1). Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif Sangat setuju (1) Setuju (2) - Tidak setuju (3) Sangat tidak setuju (4). Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu. Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan, dengan rentang skor 10 40. No. 1. 2. 3. 4. Skor peserta didik Lebih besar dari 35 28 sampai 35 20 sampai 27 Kurang dari 20 Kategori Sikap atau Minat Sangat tinggi/Sangat baik Tinggi/Baik Rendah/Kurang Sangat rendah/Sangat kurang

Keterangan Tabel 1: 1. 2. 3. 4. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20. Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat kelas No. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. Skor rata-rata kelas Lebih besar dari 35 28 sampai 35 20 sampai 27 Kurang dari 20 Keterangan Tabel 2: Kategori Sikap atau Minat Sangat tinggi/Sangat baik Tinggi/Baik Rendah/Kurang Sangat rendah/Sangat kurang

Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20. Pada Tabel 1 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik

terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya. Tabel 2 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti

mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik. I. Observasi Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan lebih tepat. J. Wawancara Survey (Survey Interview) Penggunaan skala sikap dibatasi oleh situasi apakah individu yang diukur cukup tersedia dan termotivasi untuk bekerjasama. Pengembangan teknik wawancara survey untuk mengukur distribusi sikap dengan sampel yang representatif turut mengatasi keterbatasan tersebut. Dua jenis pertanyaan utama yang dipergunakan dalam wawancara survey adalah fixed-alternative question (pertanyaan dengan alternatif yang sudah ditetapkan) dan the open-end question (pertanyaan terbuka).

Fixed-alternative Question. Jenis pertanyaan wawancara ini memberi responden pilihan antara dua atau lebih alternatif jawaban. Misalnya, "Partai apa menurut pendapat anda yang akan memerintah dengan lebih baik untuk beberapa tahun mendatang ini - Partai Republik atau Partai Demokrat?" Pendapat responden hanya dicatat sebagai

berpihak kepada Partai Republik atau kepada Partai Demokrat, atau tidak memihak kalau dia menjawab "tidak tahu".

Open-end Question. Jenis pertanyaan ini memberi kebebasan kepada responden untuk menjawab sesuai dengan pola pikirnya. Contoh pertanyaan: "Bagaimana pendapat anda tentang Partai Republik?" Pewawancara, dengan secermat mungkin, mencatat semua jawaban responden itu. Pertanyaan sikap (attitude qouestion) adalah rangkaian kalimat yang

mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pertanyaan sikap apabila ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan yang benar, setelah melalui prosedur penskalaan (scaling) dan seleksi item, akan menjadi isi suatu skala. Suatu pertanyaan sikap dapat berisikan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pertanyaan seperti ini disebut sebagai pertanyaan yang favorable. Selengkapnya kaidah penulisan pertanyaan dapat dilihat berikut ini: 1. Jangan menulis pertanyaan yang berupa fakta atau dapat ditafsirkan sebagai fakta. Contoh: (objek sikap program Keluarga Berencana) Keluarga berencana adalah program pemerintah Suatu pertanyaan seperti contoh di atas adalah pertanyaan yang berisi fakta atau kenyataan. Lepas dari setuju atau tidak setuju terhadap program keluarga berencana, setiap orang yang tahu tentu akan memberikan jawaban favorable terhadap pertanyaan seperti itu. Dengan demikian apa yang terungkap bukanlah sikap terhadap sesuatu objek melainkan pengetahuannya mengenai objek tersebut. Pertanyaan yang berisi fakta tidak akan dapat memberikan informasi kepada kita mengenai bagaimana sikap responden yang sebenarnya. 2. Jangan menulis pertanyaan yang dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran.

Contoh : (objek sikap program keluarga berencana) Hari libur keluarga berencana perlu diadakan Pertanyaan seperti di atas akan menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi responden. Akibatnya dapat menimbulkan respon yang tidak sejalan dengan isi pertanyaan seperti dimaksudkan oleh penyusun skala. Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan hari libur keluarga berencana? Apabila yang dimaksudkan adalah hari libur nasional untuk memperingati kelurga berencana, maka pertanyaan itu adalah favorable dan akan memancing jawaban setuju dari responden yang sikapnya positif terhadap keluarga berencana. Akan tetapi, apabila responden menafsirkan hari libur keluarga berencana sebagai hari libur dimana para peserta program keluarga berencana boleh melupakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi dan meliburkan cara-cara pengaturan kehamilan, maka pertanyaan itu menjadi yang unfavorable. Akibatnya, responden yang mempunyai sikap positif terhadap keluarga berencana tentu akan tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut. 3. Jangan menulis pertanyaan yang tidak relevan dengan objek psikologisnya. Contoh : (objek sikap universitas terbuka) Daya tampung universitas yang ada di Indonesia perlu segera ditingkatkan Sekilas pertanyaan ini berkaitan dengan masalah tidak tertampungnya sebagian besar calon mahasiswa di perguruan tinggi yang ada, yang menjadi salah satu alasan dibukanya program universitas terbuka. Akan tetapi, karena berdiri sendiri pertanyaan itu tidak mempunyai kaitan apapun dengan universitas terbuka yang dijadikan objek sikap. Apakah responden menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap isi pertanyaan tersebut, tidaklah dapat dijadikan petunjuk mengenai sikapnya terhadap universitas terbuka. Responden yang menyatakan setuju bahwa daya tampung perguruan

tinggi sangat rendah dan karenanya perlu ditingkatkan, belum tentu akan juga setuju terhadap keberadaan universitas terbuka. 4. Jangan menulis pertanyaan yang sangat besar kemungkinannya akan disetujui oleh hampir semua orang atau bahkan hampir tak seorangpun yang akan menyetujuinya. Contoh : Setiap orang harus memperoleh makanan yang layak Pertanyaan ini akan hampir dapat dipastikan disetujui oleh semua orang. Apabila hampir ke semua orang setuju terhadap suatu pertanyaan, maka pertanyaan tersebut tidak ada artinya dalam mengungkap sikap. Contoh : Segala bentuk pelanggaran lalu-lintas harus dikenai hukuman penjara Pertanyaan seperti ini, yang dimaksudkan sebagai pengungkap sikap terhadap peraturan lalu-lintas, sangat boleh jadi tidak akan ada yang menyetujuinya. Sekalipun bagi mereka yang mempunyai sikap positif terhadap hukuman pelanggaran lalulintas, tetap akan mempertimbangkan bentuk pelanggarannya lebih dahulu baru dapat menyetujui atau tidak menyetujui diterapkannya hukuman penjara. Pertanyaan demikian ini juga tidak membantu pengukuran sikap manusia. 5. Pilihlah pertanyaan-pertanyaan yang diperkirakan akan mencakup keseluruhan liputan skala afektif yang diinginkan. Masing-masing pertanyaan mempunyai derajat afektif yang berbeda-beda. Ada pertanyaan yang punya derajat afektif yang dalam sehingga dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam pula, ada pertanyaan yang punya derajat afektif yang dangkal sehingga hanya dapat mengungkap intensitas yang tidak terlalu dalam. Umumnya hal ini dapat dilihat dari derajat favorablenya suatu pertanyaan.Untuk skala sikap secara keseluruhan hendaknya terdiri

atas

berbagai

derajat

afektif yang bertingkat

sehigga ada

pertanyaannya yang dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam dan ada pertanyaannya yang dibuat hanya untuk mengungkap intensitas sikap yang sederhana. Dengan demikian akan diperoleh liputan derajat efektif dalam rentang yang luas. 6. Usahakan agar setiap pertanyaan ditulis dalam bahasa yang sederhana, jelas dan langsung. Jangan menuliskan pertanyaan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang rumit. 7. Setiap pertanyaan hendaknya ditulis ringkas dengan menghindari kata-kata yang tidak diperlukan dan yang tidak akan memperjelas isi pertanyaan. 8. Setiap pertanyaan harus berisi hanya satu ide (gagasan) yang lengkap. Contoh : Universitas A adalah universitas yang sistem administrasinya paling baik dan alumninya paling membanggakan Pertanyaan ini merupakan satu contoh pertanyaan yang mengandung dua gagasan pikiran, yaitu kualitas sistem administrasi dan kebanggaan alumni, walaupun mungkin keduanya merupakan gagasan yang relevan guna mengungkap sikap terhadap sistem pendidikan di universitas A, akan tetapi dua gagasan yang dimasukkan ke dalam satu pertanyaan seperti itu mungkin punya derajat afeksi yang berbeda tingkatannya. Seseorang mungkin akan menyatakan sangat setuju mengenai segi kebaikan sistem administrasi universitas tersebut, namun akan menyatakan ragu-ragu mengenai segi kebanggaan alumninya. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah memisahkan kedua ide tersebut masing-masing ke dalam pertanyaan yang berbeda. 9. Pertanyaan yang berisi unsur universal seperti tidak pernah, semuanya, selalu, tak seorangpun, dan semacamnya, seringkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan karenanya sedapat mungkin hendaklah dihindari.

10. Kata-kata

seperti

hanya,

sekedar,

semata-mata,

dan

semacamnya harus digunakan seperlunya saja dan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran isi pertanyaan. 11. Jangan menggunakan kata atau istilah yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh para responden. Contoh : Pemberian hadiah tidak akan mengubah motivasi siswa dalam belajar Tampaknya tidak sukar untuk memahami kalimat dalam pertanyaan seperti ini. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah responden akan memahami kalimat tersebut sebagaimana yang diinginkan oleh penulis? Coba perhatikan kata motivasi dan hadiah di atas. Sebagian dari kalangan tertentu barangkali dapat memahami maksudnya, akan tetapi bagi banyak orang, motivasi tidak memberikan gambaran apapun juga karena mungkin memang mereka tidak mengenalnya dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan kata hadiah sebagai pengganti reward juga tidak akan mudah dipahami oleh individu yang bukan berlatar belakang psikologi. 12. Hindarilah pertanyaan yang berisi kata negatif ganda. Contoh : Tidak merencakan jumlah anak dalam keluarga bukan tindakan yang terpuji Kata tidak, dan bukan, dua-duanya adalah kata negatif, yang dalam banyak hal dapat membingungkan pembaca pertanyaan. kalau memang dimaksudkan untuk menulis pernya taan yang favorable bagi keluarga berencana kata tidak dan kata bukan dalam pertanyaan di atas dapat dihilangkan sama sekali tanpa merubah arti kalimatnya. Bila dirasa perlu dapat disisipkan kata adalah di antara kata keluarga dan kata tindakan.

Demikianlah beberapa kriteria informal dalam penulisan pertanyaan sikap yang perlu diperhatikan. Satu hal yang juga sangat penting diperhatikan dalam penulisan pertanyaan sikap adalah masalah social desirability. Kadangkadang pertanyaan sikap yang kita tulis mengandung social desirability yang tinggi, yaitu berisi hal-hal yang akan disetujui oleh responden semata-mata karena isinya menggambarkan sesuatu yang dianggap sudah semestinya berlaku dalam masyarakat sosial atau sesuatu yang baik, benar, dan diterima menurut norma masyarakat. K. Manfaat dan Kelebihan Assessment Afektif Kesulitan dalam pembelajaran afektif ini dikarenakan sulit melakukan control karna banyak factor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya di tentukan oleh factor guru, akan tetapi juga factor lain terutama factor lingkungan. Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa di evaluasi dengan segera. Berdeda dengan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, keberhasilan nilai dari yang pembentukan sikap dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi memerlukan proses lama. Pengaruh kemajuan tekhnologi, berdampak pada pembentukan karakter anak, tidak bisa di pungkiri program-program TV yang menayangkan acara produksi luar negri yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, maka dari itu perlahan tapi pasti budaya asing yang belum cocok dengan budaya local menerobos dalam setiap ruang kehidupan. Kelebihan Assesmen Sikap: 1. Dapat digunakan untuk mengetahui kecenderungan siswa terhadap suatu materi pelajaran

2.

Dapat memberi siswa dan guru informasi tentang sikap negative apa saja yang harus dikurangi selama pembelajaran dan sikap positif apa saja yang bias ditingkatkan

3.

Dapat memberi referensi kepada guru, tindakan apa saja yang diperlukan untuk membantu siswa memperbaiki sikap selama belajar

BAB III KESIMPULAN


Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan adalah kemampuan pendidik untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut. 1. Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur. 2. Menentukan definisi operasional 3. Menentukan indikator 4. Menulis instrumen. Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada

instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimal 0,70. Penafsiran hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta didik tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu objek baik, sedang negatif berarti minat peserta didik rendah atau sikap peserta didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Joni T. Rakaa (1980) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : P3G. Wina Sanjaya (2008) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana.

You might also like