You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur. Beberapa macam obat dalam dunia kedokreran, seperti magadom digunakan sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativahipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan, dan dalam dosis besar dapat membuat orang yang memakainya tertidur. Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat . Jika sudah kecanduan, kemudian diputus pemakainya maka akan menimbulkan gejala gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah naik , dan kejang-kejang. Jika pemakainya overdosis maka akan timbul gejala gelisah, kendali diri turun, banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyangan, suka bertengkar, napas lambat, kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakainya melebihi dosis tertentu dapat menimbulkan kematian. Penggunaan klinis kedua golongan obat-obatan ini telah digunakan secara luas seperti untuk tata laksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata laksanaan kejang, serta insomnia. Pentingnya penggunaan obat-obatan ini dalam tindakan anestesi memerlukan pemahaman mengenai farmakologi obat-obatan kedua obat. Hal tersebut yang mendasari penulisan mengenai farmakologi obatobatan hipnotik sedatif.

B. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya. Selain itu, tujuan penulisan tinjauan pustaka ini juga untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi orang lain yang membacanya terutama mengenai farmakologi obat obatan hipnotik sedatif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipnotik dan Sedatif Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur. Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tata laksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata laksanaan kejang, serta insomnia. Obat-obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni: 1. Benzodiazepin 2. Barbiturat 3. Golongan obat nonbarbiturat nonbenzodiazepin

B. Klasifikasi Hipnotik dan Sedatif 1. Benzodiazepin Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, antikonvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktek klinik. Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom dihati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.

Mekanisme Kerja Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi Gamma Amino Butyric Acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat diotak.

Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal. Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABA. Sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala). Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma, sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosishepatis dan chronicrenal disease akan meningkatkan efek obat ini. Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.

Efek Samping Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi, namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis. Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obatanestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya.

Contoh Preparat Benzodiazepin : a. Midazolam Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibanding efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.

Farmakokinetik Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melaui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolisme portahepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat. Waktu paruh midazolam adalah antara 14 jam, lebih pendek dari pada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.

Metabolisme Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan enzim cytochrome P-450 usus halus menjadi metabolit yang aktif dan tidak aktif. Metabolit utama yaitu 1-hidroksi midazolam yang memiliki separuh efek obat induk. Metabolit ini

dengan cepat dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-hidroksi midazolam glukoronat yang dieskresikan melalui ginjal. Metabolit lainnya yaitu 4-hidroksi midazolam tidak terdapat dalam plasma pada pemberian IV. Metabolisme midazolam akan diperlambat oleh obat-obatan penghambat enzim sitokrom P-450 seperti simetidin, eritromisin, calsium channel blocker, obat anti jamur. Kecepatan kliren shepatic midazolam lima kali lebih besar daripada lorazepam dan sepuluh kali lebih besar daripada diazepam.

Efek pada Sistem Organ Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan aliran darah ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat batasan besarnya penurunan kebutuhan metabolik oksigen otak dengan penambahan dosis midazolam. Midazolam juga memiliki efek yang kuat sebagai antikonvulsan untuk menangani status epilepticus. Penurunan pernapasan dengan midazolam sebesar 0,15 mg/kg IV setara dengan diazepam 0,3 mg/kg IV. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis memiliki resiko lebih besar terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang normal depresi pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar (>0,15 mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan apneu sementara terutama bila diberikan bersamaan dengan opioid. Benzodiazepine juga menekan reflex menelan dan penuruna aktivitas saluran napas bagian atas.

Penggunaan Klinik Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam juga memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal. Premedikasi sebagai premedikasi midazolam 0,25 mg/kg diberikan secara oral berupasirup (2 mg/ml) kepada anak-anak untuk memberiksan efek sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat minimal. Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.

b. Diazepam Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang di banding midazolam. Diazepam dilarutk an dengan pelarut organik (propilenglikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9 injeksi secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri.

Farmakokinetik Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosishepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.

Metabolisme Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati menjadi desmethyl diazepam danoxazepam serta sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta di metabolisme lebih lambat dibanding oxazepam sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam glukoronat.

Waktu Paruh Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin panjang pada pasien tua, obesitas dan gangguan fungsi hepar serta digunakan bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun durasi kerjanya lebih

pendek karena ikatan dengan reseptor GABA lebih cepat terpisah. Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk mengeliminasi metabolit dari plasma.

Efek pada Sistem Organ Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napa. Diazepam pada dosis 0,5-1 mg / kg IV yang diberikan sebagai induksi anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile Ns setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan pada kerja jantung. Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg / kg IV yang diikuti dengan injeksi fentanyl 50 g / kg IV akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik. Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.

Penggunaan Klinis Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi kejang. Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat aktivitas di system limbik, terutama di hippo kampus.

c. Lorazepam Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-phenyl moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.

Farmakokinetik Lorazepam di konjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang di ekskresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10 20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat dibanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.

Penggunaan Klinik Lorazepam diserap baik bila diberikan secara oral dan IM dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-4 jam dan terus bertahan efeknya selama 24-48 jam. Sebagai premedikasi, digunakan dosis oral 50 g / kg (maks 4 mg) yang akan menimbulkan sedasi yang cukup dan amnesia selama 6 jam. Penambahan dosis akan meningkatkan sedasi tanpa penambahan efek amnesia. Lorazepam tidak bermanfaat pada operasi singkat karena durasi kerja yang lama. Onset kerja lambat lorazepam merupakan kekurangan lorazepam bila digunakan sebagai induksi anestesi, sedasi selama regional anestesi dan sebagai anti kejang. Lorazepam akan bermanfaat bila digunakan sebagai sedasi pada pasien yang diintubasi.

d. Oxazepam Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya lebih pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi metabolit inaktif. Waktu paruhnya 5-15 jam dan tidak dipengaruhi oleh fungsi hepar atau pemberian simetidin. Absorbsi oral oxazepam sangat lambat sehingga tidak bermanfaat pada pengobatan insomnia dengan kesulitan tidur. Namun bermanfaat pada insomnia memiliki periode tidur yang pendek atau sering terbangun di malam hari.

e. Alprazolam Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien dengan kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan alternatif untuk premedikasi pengganti midazolam.

2. Barbiturat Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki antikonvulsi yang masih banyak digunakan. Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat. Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat

berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.

Farmakokinetik Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak; tiopental yang terbesar. Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, di metabolisme hampir sempurna

10

didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30 %) pada manusia. Faktor yang mempengaruhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.

Indikasi Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.

a. Tiopental Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka). Sedasi pada analgesik regional Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus

b. Fenobarbital Untuk menghilangkan ansietas Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi) Untuk sedatif dan hipnotik

Kontra Indikasi Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

11

Efek Samping 1) Hangover Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efekresi mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah berat. 2) Eksitasi paradoksal Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat (terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi dari pada depresi. Idiosinkrasi ini relatif umum terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah. 3) Rasa nyeri Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia, terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium. 4) Alergi Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermato siseksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan degeneratif hati. 5) Interaksi Obat Reaksi obat, kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan meningkatkan efek depresinya antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi barbiturat. Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesik narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat antidepresan golongan trisiklik. 3. Non barbiturat Non benzodiazepin a. Propofol Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6 diisopropylphenol) yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang

12

terlarut,serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg phosphatide.

Mekanisme Kerja Propofol relatif bersifat selektif dalam mengatur reseptor Gamma Amino Butyric Acid (GABA) dan tampaknya tidak mengatur ligandgate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedatif hipnotik melalui interaksinya dengan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmiter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida trans membran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturat dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melaui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membran sel.

Farmakokinetik Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatik oleh cytochrome P-450. Namun, metabolisme tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstra hepatik. Metabolisme hepatik lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P-450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4-hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,51,5 jam tapi yang lebih penting sensitif half time dari propofol yang digunakan melalui infus selama 8 jam adalah kurang dari 40 menit. Maksud dari sensitif half time adalah pengaruh minimal dari durasi infus karena metabolisme propofol yang cepat ketika infus dihentikan sehingga obat kembali dari tempat simpanan jaringan ke sirkulasi.

13

Penggunaan Klinis Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol dengan atau tanpa obat anestesia lain menjadi metode yang sering digunakan sebagai sedasi atau sebagai bagian penyeimbang atau anestesi total iv. Penggunaan propofol melalui infus secara terus menerus sering digunakan di ruang ICU.

b. Ketamin Ketamin adalah derivat phencyclidine yang menyebabkan disosiati veanesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Disosiative anesthesia ini menyerupai kedaan kataleptik dimana mata pasien terbuka dan di ikuti nistagmus yang lambat. Berbagai derajat hipertonus dan perpindahan otot yang tanpa tujuan sering terjadi pada proses pembedahan

c. Dextromethorphan Dextromethorphan (d-isomer dari levophanol) adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang sering digunakan sebagai penghambat respon batuk disentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesik tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euforia sehingga sering di salah gunakan. Tanda dan genjala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaporesis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetamenofen.

14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur. Obat-obatan hipnotik sedatif terbagi menjadi tiga jenis yakni golongan Benzodiazepin, Barbiturat, dan Non barbiturat Non benzodiazepin. Obat golongan benzodiazepine berkerja pada reseptor Gamma Amino Butyric Acid. Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat aksi Gamma Amino Butyric Acid sebagai neurotransmitter penghambat di otak.

Benzodiazepine meningkatkan kepekaan reseptor Gamma Amino Butyric Acid terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Contoh preparat benzodiazepin antara lain midazolam, alpazolam, diazepam, lorazepam, oxazepam. Obat-obatan barbiturat bekerja pada neurotansmiter penghambat (Gamma Amino Butyric Acid) pada sistem saraf pusat. Aktifasi reseptor ini meningkatkan konduktase klorida trans membran, sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post sinaps. Contoh obat-obatan golongan barbiturat antara lain tiopental dan phenobarbital. Beberapa obat lain yang bukan jenis barbiturat dan banzodiazepin yang sering digunakan sebagai obat sedasi dan hipnotik antara lain : propofol, ketamin, dextromethorphan.

B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca untuk mendalami dan memahami tentang penejelasan mengenai Hipnotik dan Sedatif. Akan tetapi banyak sekali kesalahan yang mungkin terdapat dalam makalah ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT Semata. Oleh karena itu, kritik dan saran kami terima untuk membenahi dan memperbaiki isi makalah ini. Terima kasih.

15

You might also like