You are on page 1of 18

BAB. I PENDAHULUAN. Gorontalo sebagai salah satu dari 19 Daerah Hukum Adat Indonesia menurut Prof. MR. C.

VAN VOLLEN HOVEN sangat menghormati Adat dan Budaya sebagai satu kesatuan yang utuh dan merupakan norma yang ditaati dalam kehidupan bermasyarakat. Sebelum agama Islam masuk di Gorontalo, tata cara kehidupan masyarakat Gorontalo sudah terkenal sebagai masyarakat adat yang ramah tamah baik didalam bertutur kata, bersikap maupun bertindak sehingga tingkah laku ( Popoli ) menjadi pola utama dan dasar penilaian dari kehidupan seseorang dan sesamanya. Dari segi berbahasa dan bersikap untuk menyatakan perasaan kepada orang lain atau menyampaikan informasi kepada seseorang lebih disenangi menggunakan bahasa ungkapan dari pada bahasa langsung. Bahasa ungkapan itu telah melahirkan bahasa seni dalam masyarakat Gorontalo berupa sajak-sajak, syair-syair yang bertujuan menciptakan suasana damai antar sesama sebagaimana sajak sebagai berikut : Opiyohe lo Dudelo = Dengan pembawaan yang baik. Openu Dila Motonelo = Tidak perlu di biayai Opiyohe lo loiya = Dengan tutur kata yang baik Openu dila Tidoiya = Tidak perlu dengan uang.

( sajak tersebut diatas memberikan gambaran tentang keterkaiatan antara materi dan moral ). Pada dasarnya nilai moral dalam kehidupan masyarakat Gorontalo sangat diutamakan, karena dengan moral yang baik, akan menciptakan kondisi yang aman dan sentosa bagi kehidupan masyarakat, sehingga sifat buruk selalu mendapat tantangan bahkan mendapat sanksi baik langsung dari masyarakat maupun dari Olongiya ( Raja ).

BAB II PENGERTIAN TENTANG HUKUM ADAT Bila kita mencoba memberikan gambaran mengenai Hukum Adat, Maka kita diperhadapkan pada pembicaraan mengenai pengertian / definisi dari Hukum Adat itu sendiri. Para ahli Hukum dalam memberikan definisi tentang Hukum Adat sangatlah berlainan. Hal ini kita bisa lihat dalam beberapa rumusan Hukum Adat sebagai berikut : a. sebagai Hukum Adat adalah seperangkat peraturan peraturan yang ditetapkan Hukum oleh Pejabat-pejabat Pemerintah, kepala Adat, Hakim-Hakim,

Kepala Agama dalam keputusannya. ( pendapat TER HAAR ) *) b. Hukum Adat adalah keseluruhan peraturan tingkah laku bagi bangsa Indonesia asli dan Timur Asing dan yang mempunyai sanksi ( sebab itu disebut Hukum ) lagi tidak dikodifikasi. ( pendapat VAN VOLLEN HOVEN ). *) c. Hukum adat adalah sebagian Hukum kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam yang melingkupi Hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi azas-azas hukum dalam lingkungan dimana ia memutuskan perkara. ( Pendapat d. SOEPOMO ). *)

Hukum Adat merupakan kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dibukukan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai akibat Hukum. ( pendapat SUKANTO ). *)

*) Prof. Drs. W.T. Palar, SH. Tanya Jawab H.ukum Adat, Manado Tahun 1999.

Dari rumusan Hukum Adat ini dapatlah kita mengambil satu batasan bahwa Hukum Adat itu merupakan keseluruhan aturan yang tidak tertulis, bersifat paksaan dan disertai sanksi. Di Gorontalo sanksi Hukum Adat Atau Hukum Pidana Adat terbatas pada di dera / dicambuk, diasingkan ( popotuodu liyo ) atau tidak diikutkan didalam kegiatan bermasyarakat. Hukuman yang paling ringan adalah ditampar atau dipukul dengan tangan terbuka ( tambali ).

BAB. III MENGENAL HUKUM ADAT DAN KARAKTER MASYARAKAT GORONTALO

Masuknya agama Islam di jazirah Gorontalo sangat berpengaruh pada pola tingkah laku baik dalam hal urusan pemerintahan ( pemerintahan Raja-raja ), sosial dan kemasyarakatan, karena secara moral ajaran agama Islam sangat cocok dengan kehidupan masyarakat adat Gorontalo yang terkenal dengan sopan santun dan sangat ramah. Ajaran agama Islam secara utuh diterima masyarakat Gorontalo sehinggal lahirlah Filosofi Adat bersendikan syara, syara bersendikan Kitabullah , dalam arti semua tatanan adat berlandaskan Islam yang tertuang dalam Al Quran, sehingga dengan demikian hukum Islam diberlakukan sama dengan Hukum Adat. Karakter masyarakat Adat Gorontalo menurut pakar Hukum Adat Gorontalo DR. SAHMINA NOOR, SH adalah sebagai berikut : 1. Penganut agama Islam yang taat ( 100% orang Gorontalo ) beragama Islam terkecuali pendatang dan yang pindah agama, tetapi tidak fanatik. Hal ini disebabkan oleh karena sebelum agama Islam masuk Gorontalo, tatanan kehidupan rakyat Gorontalo diatur melalui tata krama adat istiadat yang didominasi oleh adat kebiasaan. 2. Menghormati pemimpin yang kadang kala mengarah pada kultus individu selama sang pemimpin memihak kepada kepentingan rakyat, hal mana

telah diperkuat oleh ajaran Islam Taat kepada Allah, taat kepada Rasul dan taat kepada Pemimpin . Keyakinan masyarakat Gorontalo bahwa Pemimpin adalah wakil Tuhan di dunia dalam bahasa adat disebut TAA PILOPO BADARI TO ALLAH ( yang mewakili Tuhan ) sehingga panggilan kepada seorang Raja atau kepala pemerintahan baik Camat maupun Bupati dan Gubernur adalah Eyanggu ( Tuhanku ) yang kemudian diterjemahkan secara bebas menjadi Tuanku / Paduka yang mulia. 3. Masyarakat Gorontalo terkenal ramah tamah tetapi mudah tersinggung. Ini berarti bahwa sebagaimana masyarakat Adat lainnya di Indonesia masyarakat Gorontalo selain penuh lemah lembut, tetapi pada saat yang bersamaan dapat menampilkan citra amuk masa dan kebrutalan bila terjadi ketersinggungan yang mendasar terutama terhadap simbol-simbol budaya dan adat. 4. Masyarakat Gorontalo terkenal pemalu tetapi tidal mau dipermalukan. Sehingga ada kata-kata mutiara adat : OPENU DE MOPUTI TULALO BO DILA MOPUTI BAYA , yang kalau diterjemahkan secara bebas artinya lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup menanggung malu. 5. Masyarakat Gorontalo sangat Familier dan menghargai kebersamaan, terdiri dari rumpun keluarga yang sangat erat hubungannya satu sama lainnya. Hal tersebut sangat besar pengaruhnya atas penegakan hukum di Gorontalo terutama Hukum Adat. Hukum Adat Gorontalo begitu luas dan sistematis, namun pembahasan ini kita batasi pada lingkup Pidana Adat Gorontalo yang kita akan bahas selanjutnya.

BAB. IV LINGKUP HUKUM PIDANA ADAT GORONTALO

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Gorontalo merupakan salah satu daerah rumpun Adat di Indonesia, oleh karena pada saat belum diberlakukannya Hukum Pidana Indonesia, maka saat itu diberlakukan Hukum Adat mencakup Hukum Pidana Adat terhadap tingkah laku dan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat termasuk para Pejabat Negeri. Adapun Hukum Pidana Adat Gorontalo sedikitnya dapat kami diuraikan sebagai berikut : 1. Lambango = Melangkahi hak-hak orang lain Contoh kasus : Pencurian, penyerobotan dll Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 s/d 50 kali **) 2. Nungo = Tidak ada etika tata krama Contoh kasus : Tidak memberi salam atau penghargaan kepada yang patut dihargai ( orang tua, kakak atau orang yang dituakan Ta huhulango ). Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 kali **) 3. Balalo = Tidak sopan baik dalam tutur kata maupun perbuatan. Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 kali **) 4. Butola = Menentang atau tidak mentaati perintah atasan atau Pejabat Negeri. Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 kali **)

5.

Lumbao = Penghinaan atau pelecehan dengan nada kesembongan. Contoh kasus : Saat pelaksanaan doa arwah/hajatan dengan sengaja menolak pemberian sedekah. Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 kali **)

6.

Lumbulo = Menghina orang dimuka umum termasuk mencaci maki atau meludahi. Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 kali **)

7.

Bayalo = Pelanggaran susila Contoh kasus : Perzinahan / melakukan hubungan kelamin dengan orang yang bukan Suami / isteri yang sah **) Ancaman hukuman : Didera 50 s/d 100 kali setelah itu diperintahkan untuk naik Kerbau sampai kebatas Negeri dan tidak diperkenankan untuk

Kembali ke Negeri tersebut dan bila kembali akan dibunuh. 8. Bunulo = Menghakimi sendiri Contoh kasus : Salah pengertian lalu memukul orang. Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 25 kali **) 9. Lahi = Melarikan diri Contoh kasus : Lari dari tanggung jawab Ancaman hukuman : Didera 25 kali **) 10. Batato = Membuka tanah tanpa izin Contoh kasus : Mengklaim salah satu wilayah menjadi penguasa. miliknya tanpa izin

Ancaman Hukuman : Didera 25 kali kemudian diperintahkan meninggalkan tanah tersebut. **) 11. Hutahutango = Menyalah gunakan wewenang Contoh kasus : Korupsi, penggelapan dll Ancaman hukuman : Didera/dicambuk 50 s/d 100 kali **) Atau diasingkan dengan cara dinaikkan keatas perahu tanpa dayung di dorong ketengah laut ( Popotuoduliyo )

Sebagai bahan catatan bagi kita bahwa seseorang yang telah melakukan perbuatan yang melanggar aturan adat maka akan disidang dalam Pengadilan Adat sehingga penetapan sanksi hukuman dimusyawarahkan dalam sidang adat tersebut. ***) Dan bagi seseorang yang telah dikenakan sanksi hukuman maka orang tersebut tidak diiuktkan lagi dalam kegiatan bermasyarakat ( tidak terterima lagi ). **) Hukuman badan yang paling ringan adalah tambali ( dipukul dengan tangan terbuka ). Namun hukuman itu yang paling ditakuti karena ada unsur nama baik bila ditampar orang merasa malu dibanding dengan ditinju atau ditendang. Perbedaan yang menyolok dalam Hukum Pidana Adat dan Hukum Pidana Nasional adalah tindakan hukum kepada yang menindaki orang yang mabuk dan membuat keributan. Hukum adat membenarkan orang yang menindaki orang yang mabuk ( tambali ), tetapi Hukum Nasional justru mempersoalkan orang yang memukul ( molambali ) dan tidak mempemasalahkan orang yang mabuk sepanjang orang tersebut tidak melakukan tindakan kejahatan.

Pada umumnya masyarakat Adat Gorontalo membenci pemabuk yang sudah


**) Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Wahab Lihu, Baate Lo Limutu ***) Hasil wawancara dengan Bapak Abas Hilimi, tokoh adat Boalemo.

mengganggu

orang

lain,

sehingga dukungan terhadap yang menindakinya sangat besar, namun masyarakat sering kecewa karena ternyata yang dihukum secara pidana Nasional justru orang yang menindakinya.

10

BAB. V PENUTUP

Perlu kami garis bawahi bahwa Hukum Pidana Adat saat ini tidak diberlakukan lagi, dan yang diberlakukan adalah Hukum Pidana Indonesia yang telah dikodifikasi dalam satu Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP ). Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP ) merupakan satu patokan/dasar bagi Hakim dalam menetapkan sanksi hukuman ( hukuman badan maupun denda ) bagi seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum. Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana belum secara keseluruhan mengatur sanksi atas perbuatan Pidana (Hukum Pidana Indonesia menganut azas legalitas artinya sesuatu perbuatan tidak dapat dikatakan perbuatan yang melawan hukum bila tidak diatur dalam KUHP ), maka untuk menjaga kelumpuhan dalam penuntutan pada pelanggar hukum, para Hakim dan Jaksa dalam meletakkan dasar dasar penuntutan atas perkara yang dianggap melawan hukum salah satu dasarnya adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung dan atau Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 Pasal 5 Ayat (3) sub b. Pasal ini ( dalam UU. Darurat No. 1 Tahun 1951 ) mengatur sanksi hukuman yang salah satu contoh kasus adalah seseorang telah melakukan suatu perbuatan pidana yang dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP ) tidak diatur sanksi hukumannya, namun perbuatan tersebut dianggap telah melanggar aturan Adat seperti dalam Pidana Adat Gorontalo disebut Bayalo = perzinahan, namun

11

kenyataan menunjukkan banyak perzinahan yang luput dari tuntutan Hukum Pidana Nasional. Hukum Pidana Indonesia yang berlaku saat ini adalah masih merupakan warisan kolonial penjajah, secara otomatis ada pasal-pasal yang sudah kadaluwarsa karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Para ahli Hukum di Indonesia telah berupaya untuk membuat satu rancangan Hukum Pidana Indonesia, namun sampai saat ini belum terwujud. Hal ini dikarenakan dalam hal pembuatan satu produk Hukum Pidana Indonesia harus melalui pengkajian berbagai aspek salah satu contoh adalah bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama dan adat istiadat yang berbeda. Hukum Pidana hanya merupakan bagian terkecil dari Hukum Nasional, dimana Hukum Nasional merupakan keseluruhan hukum yang berlaku di Indonesia seperti Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Perburuhan dan lainya. Demikian pula halnya Hukum Pidana Adat Gorontalo hanya merupakan bagian dari Hukum Adat Gorontalo. Walaupun Hukum Adat ini tidak tertulis, namun orang Gorontalo sangat mentaati serta menjunjung tinggi Hukum Adatnya. Para ahli Hukum dalam melahirkan suatu produk hukum harus tidak mengesampingkan Hukum Adat di tiap-tiap daerah di Indonesia termasuk Hukum Adat Gorontalo. Olenya dalam meletakkan azas dan dasar hukum Nasional seharusnya berpijak pada aturan Hukum Adat termasuk Hukum Adat Gorontalo. Hukum Adat Gorontalo sangat berperan pada proses penegakan supremasi hukum yang sering kita dengar dan didengung-dengungkan. Dengan menghormati dan

12

memahami apa yang tersirat dalam Hukum Adat Gorontalo, maka dengan sendirinya kita terlepas dari ancaman perbuatan yang melawan hukum atau setidaknya kita terhindar dari perasaan bersalah yang sanksi hukumannya adalah hukuman bathin/moril. Kita harus berpikir bahwa Hukum Adat Gorontalo yang masih berlaku dikalangan masyarakat perlu dikaji dan dilestarikan kembali sehingga suatu saat Hukum Adat Gorontalo dapat diadopsi menjadi bagian dari Hukum Nasional.

Boalemo,

November 2003. Penyusun

Hi. NIZAM DAI, BSc.

13

BIODATA

1. 2. 3. 4. 5.

Nama Lengkap Tempat/Tanggal Lahir Pekerjaan Jabatan Alamat

: Hi. NIZAM DAI, BSc. : Tilamuta, 15 September 1949 : Anggota DPRD Kabupaten Boalemo : Ketua DPRD Kabupaten Boalemo : Desa Modelomo, Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo

6. 7. 8.

Jenis Kelamin Agama Riwayat Pendidikan : 1. SDN III Tilamuta 2. SMEP Neg. Tilamuta 3. SMEA Gorontalo

: Laki-laki : Islam

4. Akademi Koperasi Manado 5. STIE PATRIA ARTHA Makasar Jurusan Manajemen. 6. Universitas Terbuka Jurusan Ilmu Pemerintahan 9. Riwayat Pekerjaan : 1. Pegawai Kantor Camat Marisa 2. Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo 3. Camat Tapa Kabupaten Gorontalo 4. Camat Paguat Kabupaten Gorontalo

14

5. Camat Marisa Kabupaten Gorontalo 6. Camat Tibawa Kabupaten Gorontalo 7. Camat Limboto Kabupaten Gorontalo 8. Kabag Humas Pemda Kabupaten Gorontalo 9. Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo 10. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo 11. Ketua DPRD Kabupaten Boalemo. 10. Riwayat Organisasi : 1. Anggota Pemuda Muhammadiyah Gorontalo 2. Anggota Gerakan Siswa Nasional Indonesia Gorontalo 3. Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Manado 4. Anggota KORPRI Gorontalo 5. Ketua Pemuda Panca Marga Kabupaten Gorontalo 6. Pengurus DPD II Golkar Kabupaten Gorontalo 7. Pengurus MKGR Kabupaten Gorontalo 8. Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Boalemo. 11. Pengalaman Kerja : 1. Wartawan Majalah Warta ABDI Perwakilan Manado 2. Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo 3. Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo 4. Ketua DPRD Kabupaten Boalemo

15

12.

Diklat / Kursus-kursus 1. Pendidikan Pejabat Pamong Praja di Manado 2. Pendidikan Khusus Camat di Manado 3. Diklat Calon legislatif Keluarga Besar ABRI di Manado 4. Kursus Pengelola Keluarga Berencana di Manado 5. Kursus Mahir Gerakan Paramuka di Gorontalo 6. Diklat Managemen Strategis di Jakarta 7. Diklat Managemen Keuangan Daerah di STPDN Bandung 8. Diklat GOOVERNANCE pada ITB Bandung

13. 1. 2.

Tanda Penghargaan : Satya Lencana Panca Karsa dari Kwarnas Gerakan Pramuka Republik Indonesia Satya Lencana Peserta Keluarga Berencana Lestari dari Presiden Republik Indonesia 3. Tanda Penghargaan Perintis Perjuangan Pembentukan Provinsi Gorontalo dari Gubernur Gorontalo. ( dalam kedudukan sebagai Wakil Ketua P 4 GTR / mewakili rakyat Boalemo pada Deklarasi Pembentukan Provinsi Gorontalo ). 4. Tanda penghargaan ASEAN PROFESSIONAL GOLDEN AWARD 2003. Kunjungan Keluar Negeri : Melaksanakan Ibadah Haji Tahun 2001. Nama Isteri : Rukihati Biki Pekerjaan : Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boalemo

14. 15.

16

16.

Anak : 1. Ir. Rochmad Dai ( Consultan ) 2. Dra. Med. Rahmawati Dai ( Mahasiswa / KOAS Fakultas Kedokteran UMI Makasar ). 3. Asril Setiawan Dai, AMT ( Pengusaha )

Boalemo, November 2003. Yang Bersangkutan

Hi. NIZAM DAI, BSc.

17

DAFTAR KEPUSTAKAAN

W.T. Palar, Prof. Drs. SH. , Tanya Jawab Hukum Adat, Manado, 1999. Sahmina Noer, DR.SH. , Peneliti Hukum Adat Gorontalo, 1975. B.J. Haba, DR. , Peneliti Hukum Adat Gorontalo, 1994. Hasil wawancara dengan Bapak Idrak Dai, Tokoh Adat Gorontalo, ( 1921 1984 ). Hasil wawancara dengan Bapak Husain Dai, Baate Boalemo, ( 1892 1978 ) Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Wahab Lihu, Baate Lo Limutu, Oktober 2003. Hasil wawancara dengan Bapak Abas Hilimi, tokoh adat Boalemo, Oktober 2003. Hi. Nizam Dai, BSc. , Sejarah Kabupaten Boalemo, 2001.

18

You might also like