You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Salah satu tujuan yang ingin dicapai Departemen Kesehatan adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Dalam pelaksanaannya masyarakat harus dapat berperan aktif sejak dimulainya perencanaan kebijakan pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan kesinambungan pelayanan kesehatan. [1] Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2007 diperkirakan sekitar 5,4 % anak menderita gizi buruk dan 13,0% menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), atau 18,4 % menderita gizi buruk dan kurang. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5% maka secara nasional target-target tersebut sudah terlampaui. Sedangkan persentase anak dengan gizi baik mencapai 77,2% dan gizi lebih mencapai 4,3%. [1] Secara nasional prevalensi kurus pada balita adalah 13,6%. Menurut UNHCR prevalensi kurus seharusnya < 5% dan masalah ini sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,1-15% dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah

diatas 15%. Hal ini berarti masalah kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Bahkan dari 33 provinsi, 18 provinsi diantaranya masuk dalam kategori kritis, 12 provinsi pada kategori serius dan hanya 3 provinsi yang tidak termasuk dalam kategori serius ataupun kritis. Provinsi tersebut yaitu Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Bali. [1] Selama tahun 2007, kasus gizi buruk di Kalsel tercatat 8,4% kasus (126 kasus), gizi kurang 18,2% gizi baik 70,4% dan gizi lebih 3,0%. Di Banjarmasin, tercatat 42 kasus. Di Kabupaten Banjar 25 kasus, Tanah Laut 23 kasus, Barito Kuala dan Hulu Sungai Tengah masing-masing 8 kasus, Hulu Sungai Utara 5 kasus, Kotabaru 4 kasus, Hulu Sungai Selatan dan Tabalong masing-masing 3 kasus, Tanah Bumbu 2 kasus, sedangkan Kabupaten Tapin, Balangan, dan Kota Banjarbaru, masing-masing 1 kasus. [1] Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007 menggambarkan bahwa prevalensi gizi buruk dan kurang masih mencapai 26,6% (rentang 17-35,6%). Sebagian besar kabupaten/kota (11 dari 13) belum mencapai target nasional perbaikan gizi tahun 2015 dari target Indonesia (18,5%). Dua Kabupaten/Kota yang telah mencapai target yaitu kabupaten Tanah laut dan Kota Banjarbaru. Walaupun demikian berdasarkan Profil kesehatan kota Banjarmasin tahun 2006, jumlah balita yang ditimbang di Provinsi Kalimantan Selatan hanya sebesar 45,13%, balita yang berat badannya naik 68,4% dan Balita BGM (bawah garis merah) adalah 4,48%. [1]

Dari laporan tahunan Puskesmas Purnasakti Basirih didapatkan angka penimbangan balita (D/S) di Kelurahan Basirih pada tahun 2009 hanya mencapai 69% (di bawah target nasional 80%). [2] Keberadaan Posyandu sangatlah penting ditengah-tengah masyarakat yang merupakan pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelaksana sekaligus memperoleh pelayanan kesehatan serta Keluarga Berencana. Disamping itu wahana ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman serta bermusyawarah untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi baik masalah keluarga ataupun masyarakat itu sendiri. [3] Penimbangan secara rutin dan teratur setiap bulan di Posyandu dapat mendeteksi lebih awal memburuknya keadaan gizi anak balita tersebut. Anak

dengan gangguan gizi seminggu/sebulan sebelum menjadi malnutrisi maka pertumbuhannya akan terhenti, sehingga dengan menimbang berat badan anak secara teratur setiap bulan dan menuliskannya di dalam KMS merupakan langkah penting untuk deteksi dini gangguan gizi anak. Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dan sekaligus menentukan di dalam pembentukan dan pelaksanaan Posyandu. Dengan demikian, peran kader yang telah dilatih serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan pelaksanaan posyandu.

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat IKM ini adalah menyampaikan alternatif pemecahan masalah yaitu melalui pengoptimalan peran kader sehingga mampu meningkatkan

partisipasi ibu terhadap program penimbangan bulanan bayi dan balitanya sebagai upaya deteksi dini keadaan gizi bayi hingga balitanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Pertumbuhan Kata pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga

timbul istilah tumbuh-kembang. Kata pertumbuhan dan perkembangan sering digunakan secara bergantian atau bersamaan. Namun secara singkat dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan dapat diartikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai bertambahnya fungsi tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab.[4] Apabila pertumbuhan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya maka hal tersebut disebut dengan gangguan pertumbuhan yang diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mencapai tinggi badan tertentu sesuai umurnya. Gangguan pertumbuhan ini merupakan akibat dari gangguan yang terjadi pada masa balita, bahkan pada masa sebelumnya.[5] Pertumbuhan seorang anak bukan hanya gambaran perubahan berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Seorang anak dikatakan gizi seimbang/baik jika anak mendapatkan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya, bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut

gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih.[4,6] Seorang anak dikatakan tumbuh dengan baik, artinya anak mendapatkan zat gizi yang cukup, jika seorang anak tidak dapat tumbuh dengan baik, pasti ada sebabnya. Penyakit infeksi akut maupun kronis selain faktor makanan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan anak.[7,8]

2.2

Pertumbuhan dan Gizi Seimbang Tahap pertumbuhan anak pada tahun pertama sangat cepat, kemudian akan

berkurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun. Pertumbuhan akan berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik, pada masa akil balik usia 1216 tahun pertumbuhannya akan kembali cepat. Pertumbuhan akan kembali melambat secara berangsur-angsur sampai usia kira-kira 18 tahun akan berhenti. [8] Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih. Dalam keadaan gizi yang baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut akan kurus, atau pendek.[5] Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang cukup lama. Penyebab gangguan pertumbuhan ada

bermacam-macam, baik akibat penyakit tertentu, kelainan sejak lahir, faktor bawaan, pola makan yang salah, dan lain sebagainya. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan, atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat dilihat pada hambatan pertambahan tinggi badan.[5] Pada anak normal pertumbuhan dan perkembangan ditandai dengan kesehatan yang baik dan gizi seimbang/baik. Salah satu cara terbaik untuk

mengukur kesehatan seorang anak adalah dengan mengukur pertumbuhannya, dan salah satu cara termudah untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan menimbang berat badan anak secara teratur dan membandingkannya dengan berat badan standar sesuai umur. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang paling banyak digunakan yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan mendadak, seperti terserang infeksi atau diare, konsumsi makanan yang menurun. Sebagai indikator status gizi, barat badan dalam bentuk indeks berat menurut umur (BB/U) dan berat menurut tinggi badan (BB/TB) memberikan gambaran keadaan kini.[9] 2.3 Kelompok Rawan Gizi Yang dimaksud dengan kelompok rawan gizi adalah kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan. Adapun yang termasuk ke dalam

kelompok rawan gizi ialah : [10]

1)

Bayi umur 0 1 tahun Kelompok balita, 1 - 5 tahun Kelompok anak sekolah 6 13 tahun Kelompok bayi Kebutuhan bayi akan zat-zat gizi adalah yang paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan, karena bayi sedang adalam periode pertumbuhan yang sangat pesat. Bayi sehat yang dilahirkan dengan berat badan cukup sekitar 2,5 3,5 kg, maka berat badannya akan naik 300-500 gram per bulannya. Makanan bayi yang alamiah adalah ASI yang dianjurkan diberikan kepada bayi sampai sekitar 2 tahun. Pada umur 2 tahun ASI dihentikan dan makanan anak diganti dengan jenis makanan orang dewasa yang dikonsumsi oleh keluarga umumnya. Penggantian ASI dengan makanan untuk orang dewasa (menyapih) sebaiknya dilakukan secara berangsur-angsur agar anak dan alat pencernaannya mengadakan penyesuaian sedikit demi sedikit.

2)

Kelompok Balita Anak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan

pertumbuhan yang pesat, namun anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hal tersebut, dimana anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi. 3) Kelompok Anak Sekolah

Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondiisi gizi yang lebih baik dari kelompok balita, walaupun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak memuaskan, misalnya berat badan yang kurang. Keluhan yang banyak disuarakan oleh kaum ibi mengenai kelompok umur ini yaitu bahwa mereka kurang nafsu makan, sehingga sulit sekali disuruh makan yang cukup dan teratur. 2.4 Gizi Kurang dan Dampaknya Proses metabolik anak relatif lebih aktif dibandingkan dengan orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat badan karena sebagian dari makanan tersebut harus digunakan untuk pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang mengandung cukup kalori, selain kalori dalam makanan harus cukup tersedia protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa asam lemak dalam jumlah tertentu. Apabila jumlah minimal keperluan tersebut tidak dapat dipenuhi dalam waktu lama akan timbul gejala gizi kurang.[8,11] Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang. Anak yang mengalami gizi kurang akan mengalami gangguan

pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Beberapa dampak-gizi kurang pada balita antara lain : [5] (1). Pertumbuhan fisik terhambat, anak akan mempunyai tinggi badan lebih pendek.

(2). Perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ lebih rendah. Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-13 poin. (3). Daya tahan tubuh anak menurun sehingga mudah terserang penyakit infeksi, yang semakin memperburuk keadaan gizi. 2.5 Penyebab Masalah Gizi Ada beberapa hal yang dapat menimbulkan masalah gizi yang selanjutnya dapat menurunkan status gizi, salah satunya adalah kurangnya peran aktif ibu dalam pendeteksian dini gizi kurang. Penurunan status gizi ini dapat terjadi pada kelompok rawan gizi.[12] Untuk mempertahankan status gizi yang baik perlu intervensi gizi melalui pemberian makanan tambahan (PMT) khususnya kepada keluarga miskin dan kelompok yang rentan gizi.[8,12]

10

Bagan 1. Diagram Penyebab Masalah Gizi

Secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh

ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai. [5]

11

Beberapa penelitian tentang penyebab masalah gizi di Indonesia adalah sebagai berikut : [5,11,13] 1. Pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Masih rendahnya bayi yang mendapat ASI ekslusif sampai usia 4 bulan. Berdasarkan SDKI 1995 sekitar 54% ibu yang memberikan ASI secara ekslusif , dan hasil data dasar ASUH antara 7-13% (2002), beberapa alasan sehingga tidak semua ibu memberikan ASI pada bayinya adalah jumlah ASI kurang memadai sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi, tidak selamanya ibu bersama-sama dengan bayi, pada umumnya faktor pekerjaan, faktor kesehatan ibu yang kurang memadai, misalnya ibu menderita suatu penyakit yang dikhwatirkan dapat menular kepad bayinya kemudian alasan estetika, seorang ibu akan lebih mementingkan keindahan tubuhnya daripada kesehatan anaknya.

Setelah bayi lahir, tidak semua ibu memberikan ASI . Hanya sepertiga ibu yang memberikan ASI pada hari pertama setelah melahirkan. ASI yang

pertama keluar mengandung kolostrum yang penting bagi pertahanan tubuh dan perkembangan bayi selanjutnya.

Bayi sudah diperkenalkan dengan makanan lain selain ASI pada minggu pertama setelah kelahiran. Terdapat 26-49% ibu dan 13-33% bidan

memeperkenalkan makanan lain selain ASI pada minggu pertama setelah kelahiran. 2. Interaksi ibu dan anak

12

Interaksi ibu dan anak berdampak positif dengan keadaan gizi anak. Anak yang mendapat perhatian lebih secara fisik maupun emosional, maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan teman sebayanya yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. 3. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa konseling, terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh terhadap status pertumbuhan anak. Data dasar ASUH 2002, menunjukkan bahwa :

Balita yang pernah ditimbang sebanyak 60,1%-85,9% dan 30,9-58,8% diantaranya yang ditimbang secara teratur setiap bulannya.

Suplementasi kapsul vitamin A diberikan kepada 50,4%-%9% bayi Kunjungan neonatal sekitar 21,5%-62,2% dan 31,3%-3,57% bayi yang mendapat imunisasi campak

4. Kesehatan lingkungan Selain ketidakseimbangan asupan makanan penyakit infeksi juga mempengaruhi gizi. Kesehatan lingkungan yang baik artinya tersedianya sarana air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat, akan mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi. 5. Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak dapat dipenuhi.

13

2.6

Kurang Energi Protein dan Klasifikasinya Untuk penentuan dan pengklasifikasian status gizi di tingkat puskesmas,

dilakukan dengan metode antropometri, yaitu dengan menimbang BB anak yang kemudian dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Median WHO-NCHS. KEP (Kurang Energi Protein) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Adapun Klasifikasi KEP adalah sebagai berikut : [14] 1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning 2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (BGM). 3. KEP berat / gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHONCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat / gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS. [14] Pada KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya berupa anak tampak kurus. Sedangkan pada KEP berat/gizi buruk, gejala klinisnya secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmikkwashiorkor. Selain itu, tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwashiorkor. [14,15]

14

a. Kwashiorkor Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) Wajah membulat dan sembab Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok Pandangan mata sayu Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Pembesaran hati Perubahan status mental, apatis, dan rewel Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut, anemia, diare.

b. Marasmus: Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar) Perut cekung Cengeng, rewel Iga gambang

15

Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya kronis berulang, diare kronik atau konstipasi/susah buang air

c. Marasmik-Kwashiorkor: Merupakan gabungan dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

2.7

Penemuan kasus Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari : [4]

1. Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak balita berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM). Bila hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak pada pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah , tetapi bila anak dikategorikan dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke Puskesmas. 2. Puskesmas Apabila ditemukan BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) segera lakukan penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi buruk (BB < 60% Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila tanpa penyakit penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP berat/Gizi buruk dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum.

16

2.8

Upaya Mengatasi Masalah Gizi Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah gizi.

Tiga diantaranya yang dapat dilakukan di tingkat puskesmas adalah pendeteksian dini dengan menggunakan KMS, pemberian MP-ASI, dan peningkatan peran kader posyandu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. A. Kartu Menuju Sehat Kartu Menuju sehat adalah alat sederhana yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.[16] Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk dipergunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama anak bayi dan balita. Dalam upaya memonitor kesehatan gizi anak ini dipergunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).[10] Pada dasarnya kartu ini memperlihatkan grafik berat badan anak menurut masing-masing umur, ada bermacam-macam jenis kartu pertumbuhan tapi dengan kartu ini para ibu dapat memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan anak, selain itu kartu ini juga berisi catatan tentang imunisasi dan pemberian vitamin A.[6,14]

B. Pemberian Makanan Tambahan dan Cara Penyiapannya

17

Setiap ibu perlu mengetahui bahwa bayi sejak umur 6 bulan sudah memerlukan MP-ASI. Untuk umur 6-11 bulan perlu mendapat MP-ASI blended food sebanyak 100gr/hari, anak umur 12-24 bulan 125 gr/hari dan anak diatas 24 bulan 150 gr/hari. Makanan dapat di bagi 3-4 kali sehari. [6,12] a. Umur 6-11 bulan

Pada bayi umur 6-11 bulan selain makanan utamanya adalah ASI juga mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena kebutuhan makanan bayi sudah mulai meningkat untuk pertumbuhannya. Makanan pendamping ASI dapat diberikan berupa : Makanan lembek atau lunak misalnya ; bubur yang dapat dibuat dari bahan makanan setempat seperti tepung beras/gandum dan sebagainya. Makanan lembek atau lunak dapat pula dari blended food (bahan makanan campuran buatan industri/pabrik). Nasi tim/makanan lunak yang dibuat dari beras dan campuran berbagai bahan makanan setempat (sayuran, ikan atau penggantinya, kacang-kacangan). Lama pemberian makanan diberikan setiap hari berturut-turut selama 180 hari. b. Umur 12-23 bulan dan umur 24-59 bulan Bentuk makanan dapat berupa kudapan (jajanan) yang dibuat dari bahan makanan setempat, dan bahan makanan setempat ini bisa dibawa pulang. Lama pemberiannya untuk anak umur 12-23 bulan, diberikan setiap hari berturut-turut selama 90 hari, untuk anak umur 24-59 bulan diberikan seminggu sekali bersamaan dengan hari dibukanya Posyandu.

18

Adapun cara penyiapan MP-ASI yaitu, apabila MP-ASI yang diterima harus dimasak terkebih dahulu, cara penyajiannya sebagai berikut : [6] Cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun Persiapkan alat-alat bersih Masukkan MP-ASI ke dalam panci dan tambahkan air matang dengan perbandingan 1 : 4, contoh untuk bayi 6-11 bulan setiap 30 gr MP-ASI atau kurang lebih 3 sendok makan dicampur dengan 120 ml air matang (kurang lebih gelas ). Aduk hingga rata dan dimasak sampai matang (5 menit) Setiap hidangan untuk satu kali makan Hangat-hangat kuku, berikan segera pada bayi.

Kemudian apabila MP-ASI yang diterima adalah MP-ASI yang siap saji (instan), cara penyiapannya sebagai berikut : Cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun Persiapkan alat-alat bersih Tuangkan air panas (kurang lebih 100 ml) yang matang dalam mangkuk bersih, lalu campurkan kurang lebih 25-30 gr MP-ASI atau kurang lebih 3 sendok makan (untuk bayi 6-11 bulan) Aduk sampai rata Setiap hidangan untuk satu kali makan Hangat-hangat kuku, berikan segera pada bayi.

19

C. Peningkatan Peran Kader Posyandu untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Penimbangan Bayi dan Balita Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkatan mutu manusia masa yang akan datang dan akibat dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu : Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival), pembinaan perkembangan anak (Child Development) dan pembinaan kemampuan kerja (Employment). [3] Memperhatikan kenyataan yang terjadi di masyarakat saat ini, bahwa Posyandu telah menjadi bagian yang penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia. Oleh sebab itu dalam kegiatan posyandu yang dilakukan 1 bulan sekali tersebut harus ada setidaknya 2 petugas Pusksemas untuk memberikan pelayanan teknis dan bimbingan atau pembinaan. [1] Agar manfaat Posyandu semakin besar di perlukan adanya interaksi yang baik antara Puskesmas, kader Posyandu dan masyarakat sendiri sebagai pelaksana dan

sekaligus target kerja. Petugas kesehatan tidak bisa berbuat banyak jika kader tidak menyelenggarakan kegiatan Posyandu yang telah dijadwalkan. Usaha kader juga akan sia-sia jika warga tidak ada yang datang, selanjutnya peran serta ibu yang tidak

20

aktif juga akan berdampak langsung terhadap kesehatan ibu dan anak karena kurangnya pemantauan petugas. [1] Peningkatan peran kader dan partisipasi masyarakat dalam penimbangan bayi dan balita dengan upaya meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan motivasi pada ibu bayi balita dapat dilakukan melalui pelatihan ulang, pembinaan, dan pendampingan kader, penyediaan sarana dan prasarana, termasuk penyediaan biaya operasional juga diperlukan agar kader dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Serta peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluhan melalui kerja sama lintas program dan lintas sektor, baik secara langsung maupun melalui media massa secara kontinyu. [2,17]

21

BAB III KESIMPULAN

Pemantauan

pertumbuhan

dengan

melakukan

penimbangan

bulanan

menggunakan KMS serta pemberian MP-ASI merupakan suatu cara sederhana namun mempunyai arti penting untuk mengetahui secara dini dan mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rangka mempertajam upaya perbaikan gizi masyarakat. Hal ini juga perlu didukung oleh adanya interaksi yang baik antara Puskesmas, kader Posyandu dan masyarakat.

22

You might also like