You are on page 1of 36

BAB 1 KONSEP CEREBRO VASKULAR ACCIDENT (CVA) INFARK

1.1

KONSEP MEDIS

1.1.1 Pengertian CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak (Smeltzer, 2001:2131) Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark yang paling sering terjadi, merupakan keadaan aliran darah tersumbat atau berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut (Kowalak, 2011:310). 1.1.2 Klasifikasi 1.1.2.1 Menurut perjalanan penyakit (Hock,2009:384) : 1) Transient Ischemic Attack (TIA) Defisit neurologis yang terjadi dalam durasi kurang dari 12 jam. Sebagian besar terjadi 5-30 menit. Serangan disebabkan karena adanya emboli dan trombus lokal. Gejala akan hilang jika oklusi dikeluarkan atau dilarutkan (sebagian atau seluruhnya) 2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit Gejala stroke berlangsung antara 24 jam hingga beberapa minggu. Pasien mengalami kerusakan minimal, sedang atau tidak ada kerusakan permanen. 3) Stroke in Evolution Gejala berlangsung lebih dari 24 jam dengan kerusakan neurologis yang yang progresif. Terdapat gejala sisa dari kerusakan neurologis. 4) Completed Stroke Timbulnya kerusakan neurologis yang permanen. 1.1.2.2 Sedangkan menurut Price (2005:114-115) Stroke dibagi menjadi 4 subtipe, yaitu : 1) Stroke Lakunar Infark lakunar terjadi karena pembuluh halus hipertensife dan menyebabkan sindrome stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang

lebih lama. Merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid. Penyebabnya: Microatheroma, Lipohyalinosis, hipertensi sekunder atau vaskulitis nekrosis fibrinoid, hialin arteriosklerosis, amiloid angiopathy (Price, 2005: 1114-1115). 2) Stroke Trombotik Pembuluh Besar Sebagian besar pada stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan degan lesi ateroskelrotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis dia erteria karotis interna atau yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau ditaut arteria vertebralis dan basilaris (Price, 2005: 1114-1115). 3) Stroke Embolik Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya stroke arteria vertebralis),atau asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung (Price, 2005: 1114-1115). 4) Stroke Kriptogenik Suatu keadaan dimana pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas karena sumber penyebabnya tersembunyi bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif (Price, 2005: 1115) 1.1.3 Etiologi 1.1.3.1 Trombosis serebral Thrombosis pada arteri serebri yang memasok darah dalam otak atau thrombosis pembuluh darah intracranial yang menyumbat aliran darah (Kowalak, 2003:334). Thrombosis pembuluh darah besar dengan aliran darah lambat adalah sebagian besar CVA ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di aorta karotis interna atu yang kebih jarang, di pangakal arteria serebri media atau di taut arteria vertebralis dan asilaris (Price, 2002:1114) Keadaan yang menyebabkan thrombosis: 1) Arterosklerosis Akibat mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan elastisitas dinding PD. Oklusi mendadak pembuluh darah.

2)

Hiperkoagulasi pada polysitemia Darah yang bertambah kental akan menyebabkan viskositas/hematoksit

meningkat dan melambatkan aliran darah cerebral. 3) Arteritis ( radang pada arteri) Radang pada arteri temporalis yang dapat meyebabkan defisit non-reversible fokal yang parah (kebutaan dan stroke) (Price, 2002:1116). 1.1.3.2 Emboli serebral Emboli serebral merupakan penyumbatan pembulu darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang telepas dan menyumbat sistem arteri. emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini yang dapat menimbulkan emboli: 1) 2) 3) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Disease (RHD) Myokard infark Atrial Fibrilasi Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. 4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium (Muttaqin, 2008:128). 1.1.3.3 Hemoragik Perdarahan intrakranal dan intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri yang terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak membengkak, jaringannya tertekan mengakibatkan infark otak, edema dan herniasi otak (Muttaqin, 2008: 128). 1.1.3.4 Gangguan aliran Gejala Stroke dapat disebabkan oleh aliran darah ke otak yang tidak adekuat karena penurunan tekanan darah (terutama penurunan perfusi ke otak) atau akibat peningkatan viskositas darah karena sickle cell disease atau karena penyakit

hematologi seperti multiple myeloma dan polycythemia vera. Dalam hal ini, trauma cerebral dapat timbul karena kerusakan sistem organ lain (Cruz,2013). 1.1.3.5 Oklusi Arteri besar Oklusi arteri besar biasanya diakibatkan oleh emboli yang berasal dari serpihan artherosklerosis dari dalambiasanya mempengaruhi arteri carotis atau bersumber dari jantung.sebagian kecil oklusi aretri besar terjadi karena ulserasi plak dan trombosis (Cruz,2013). 1.1.3.6 Watershed Infarcts Infark pada batas air dari pembuluh darah muncul pada area paling distal dari arteri. Hal tersebut dipercaya merupakan penyebab sekunder dari fenomena embolik atau disebabkan oleh hipoperfusi yang parah, antara lain oklusi pada carotis dan hipotensi yang berkepanjangan (Cruz, 2013). 1.1.4 Faktor Resiko

1.1.4.1 Yang tidak dapat dimodifikasi 1) Usia Faktor resiko terjadinya CVA meningkat pada usia lebih dari 64 tahun walaupun biasanya CVA terjadi pada orang yang lebih tua, 1/3 kejadian terjadi pada usia kurang dari 65 tahun (Cruz, 2013). 2) Ras Orang amerika keturunan afrika memiliki angka kejadian yang lebih tinggi dari orang kaukasia (Price,2002:1106) 3) Seks Pria memiliki resiko yang lebih tinggi dari wanita, dengan insiden 62.8 per 100.000 kejadian, sementara wanita 59 per 100.000 kejadian (Cruz, 2011) 4) Keturunan (Cruz, 2013) Adanya riwayat stroke pada orangtua meningkatkan faktor resiko stroke. Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain faktor genetic, faktor life style, penyakit-penyakit yang ditemukan dan Interaksi antara ketiga mekanisme tersebut. Gangguan spesifik pada gen dengan CVA, merupakan fenotip yang dapat menunjukkan potensi terjadinya resiko CVA (Cruz, 2013).

1.1.4.2 Yang dapat dimodifikasi (Cruz, 2013) 1) Hipertensi Pada pengidap hipertensi rentang otoregulasi meningkat sampai setinggi 180 200 mmHg. Apabila tekanan sistemik mendadak didalam rentang fisiologis, arteriol-arteriol berkontriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak walaupun terjadi peningkatan dorongan darah arteri. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh ditandai dengan fibrasi dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah 2) Penyakit kardiovaskuler Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. (1) (2) (3) (4) (5) Penyakit arteri koronaria Gagal jantung kongestif Hipertrofi ventrikel kiri Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium) Penyakit jantung kongestif

3) Diabetes Melitus Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler ini. Gangguangangguan ini berupa sorbitol dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteri-arteri perifer dapat mengakibatkan insufiensi serebral dan stroke. 4) Merokok Zat zat yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan permeabilitas endotel. 5) Penyalahgunan obat khususnya kokain dan alkohol Berbagai obat tersebut (kokain, amfetamin, marijuana) dapat mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis, menyebabkan embolisasi, endokarditis

infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah. Konsumsi alkohol berlebih akan meningkatkan resiko hipertensi,

hiperkoagulabilitas, mengurangi aliran darah otak, dan meningkatkan resiko atrial fibrilasi (Goldstein dkk,2006). 6) Obesitas dan kolesterol tinggi Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 7) Pemakaian kontrasepsi oral yang lama Studi epidemiologik menunjukkan adanya hubungan antara obat ini dengan peningkatan risiko trombosis," kata dr Catharina Suharti SpPD KHOM, Kepala Sub Bagian Hematologi-Onkologi Medik FK Undip/RSUP Dr Kariadi. 1.1.5 Pathofisiologi Iskemik stroke merupakan akibat dari oklusi vaskular sekunder dari penyakit tromboembolik. Iskemia akibat hipoxia sel dan penipisan ATP pada sel, tanpa ATP, terjadinya kegagalan pembentukan energi yang menyebabkan kegagalan mempertahankan gradien ionik dan depolarisasi sel. Ion Na dan Ca yang tidak dapat masuk dan perpindahan dari air ke dalam sel, terjadi edema sitotoksis. Ischemic core and penumbra Oklusi vaskular akut menghasilkan iskemia yang berbeda pada regio yang berbeda. Kuantitas aliran darah terjadi jika ada volume residual di sumber arteri utama dan suplai kolateral. Area otak dengan aliran serebral yang lebih rendah dari 10ml/100gr jaringan/minimal secara kolektif sebagai inti, dan sel-sel ini diduga mati dalam beberapa menit dari onset stroke
UTF-8 _m id en id

zona

penurunan

perfusi

marginal

(CBF

<25ml/100gr jaringan) secara bersama disebut iskemik penumbra. Jaringan di penumbra dapat bertahan hidup selama beberapa jam karena perfusi jaringan marjinal.

Iskemik cascade

Pada tingkat seluler, iskemic neuron menjadi terdepolarisasi sebagai ATP, ATP habis dan membran ion dan sistem transport menjadi rusak. Hasil dari masuknya kalsium menyebabkan pelepasan neurotransmitter, termasuk sejumlah glutamat dan akan berubah mengaktivasi N -methyl-D-aspartate (NMDA) dan reseptor exitasi lainnya di neuron lainnya. Neuron ini kemudian berdepolarisasi, lebih lanjut, menyebabkan masuknya kalsium lebih lanjut, menyebabkan pelepasan glutamat lebih lanjut dan pengerasan lokal dari awal ischemic. Masuknya sejumlah kalsium yang besar juga mengaktifkan berbagai macam degradasi enzim yang menyebabkan destruksi membran sel dan struktur esensial neuron lainnya. Radikal bebas, asam arachidonat, nictic oxide timbul dari proses ini yang mengakibatkan kerusakan neuron lebih lanjut. Iskemia secara langsung juga merupakan hasil dari disfungsi serebral vaskuler dengan kerusakan sawar darah otak yang timbul dalam 4-6 jam setelah infark. Mengikuti rusaknya sawar darah otak, protein dan air keluar ke

ekstravaskuler. Edema vasogenic memperbesar ukuran edema otak dan efek masa yang puncaknya dalam 3-5 hari dan berubah selama beberapa minggu berikutnya dengan reabsorbsi air dan protein. Dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari setelah stroke, gen spesifik aktif yang mengarah pada membentuk formasi sitokin dan faktor lain, karena inflamasi yang lebih lanjut dan mikrosirkulasi. Penggabungan dengan inti infarcted, biasanya terjadi beberapa jam setelah onset stroke. Akibat infark terjadi kematian astrosit serta mendukung oligodendroglia dan mikrogliasel. Jaringan yang infark akhirnya mengalami pencairan nekrosis yang dilepaskan oleh makrofag dengan peningkatan kehilangan volume parenkim. Evolusi dari perubahan kronis ini kemungkinan terlihat setelah beberapaminggu hinggabeberapa bulan setelah infark. Transformasi hemoragik ke stroke iskemik Kemungkinan perubahan hemoragic termasuk reperfusi jaringan yang iskemik, baik dari rekanalisasi dari pembuluh yang tersumbat atau dari suplai darah kolateral pada jaringan yang iskemik atau gangguan dari sawar darah otak. Dengan adanya gangguan dari sawar darah otak, sel darah merah ekstravasasi dari

pembuluh darah kapiler yang lemah menghasilkan perdarahan petekial atau frank intraparenchymal hematoma (Cruz,2013) 1.1.6 Tanda Dan Gejala Secara umum tanda dan gejala dari stroke atau CVA berupa lemas mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti ganda atau kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata, bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price, 2005:1117). Menurut Kowalak (2011), keluhan dan gejala umum stroke meliputi : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Kelemahan ekstrimitas yang unilateral Kesulitan bicara Patirasi pada salah satu sisi tubuh Sakit kepala Gangguan penglihatan (diplopia, hemianopsia, ptosis) Rasa pening Kecemasan (ansietas) Perubahan tingkat kesadaran

Menurut Stillwell (2011), Korelasi arteri serebri yang terkena stroke : 1) Arteri Carotis Interna Parestesia kontralateral (sensasi abnormal) dan hemiparesis (kelemahan) pada lengan, wajah dan tungkai. pada akhirnya terjadi hemiplegia kontralateral komplit (paralisis) dan hemianesthesia (kehilangan sensasi). Pandangan kabur atau berubah, hemionopsia (kehilangan sebagaian lapang pandang), terjadi seranga kebutaan berulang pada mata ipsi lateral, disfasia pada hemisfer dominan yang terkena. 2) Arteri Cerebri Anterior Kebingungan, amnesia dan perubahan kepribadian, hemparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau kehilangan fungsi morik yang kebigungan dan sering terjadi pada tungkai dari pada lengan. Kehilangan fungsi sensorik pada kaki, tungkai dan kaki, ataksia(Inkoordinasi motorik),

gangguan gaya berjalan dan inkontinensia. timbulnya reflex primitif (menggengam, menghisap) (Cruz,2013). 3) Arteri Cerebri Medial Tingat kesadararan bervariasi dari kebingungan sampai koma, Hemiparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau kehilangan fungsi motorik yang lebih sering terjadi pada wajah dan lengan dari pada tungkai. Ganguan sensorik pada area yang sama dengan hemplegia. Afasia (ketidak mampuan untuk mengekspresikan atau mengintepretasikan perkataan), atau disfasia (gangguan bicara) pada hemisfer dominan yang terkena.

Hemianopsia homoning (kehilangan penglihatan pada sisi yang sama dikedua lapang pandang), ketidakmampuan melirikkan mata ke sisi yang paralisis. 4) Arteri Cerebri Posterior Hemiplegia, kontralateral dengan kehilangan fungsi sensorik, kebingungan, mempengaruhi memori, defisit kemampuan bicara reseptif pada hemisfer dominan yang terkena, hemianopsia homonim. Pertanda dari stroke pada sirkulasi posterior ialah defisit saraf kranial ipsilateral, bertolak belakang dengan stroke anterior yang unilateral (Cruz, 2013). 5) Arteri Vertebrobasilaris Pusing, vertigo, mual, ataksia dan sincope, gangguan penglihatan, nistagmus, diplopia, defisit lapang pandang dan kebutaan. kebas dan paresis (wajah, lidah, mulut, satu atau lebih ektrimitas), disfagia (ketidakmampuan untuk menelan), dan disartria (kesulitan dalam artikulasi). 6) Lakunar Stroke Stroke lakunar diakibatkan dari oklusi dari arteri kecil yang perforasi pada area subcortikal yang dalam. Diameter infark biasanya 2-20 mm, biasanya yang termasuk sindrom lakunar ialah murni motor, murni sensory, dan stroke ataxic hemiparetic, infark lakunar tidak menyebabkan kerusakan kognitif, memori, bicara atau tingkat kesadaran (Cruz,2013).

10

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang 1) Menurut George Dewanto dkk (2009: 26) pemeriksaan diagnosis untuk stroke meliputi: Skor stroke: skor stroke Siriraj, skor Gadjah Mada (untuk membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik).
Tabel 1.1 Skor Stroke Siriraj

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) (3 x penanda ateroma) 12 Dimana: Derajat kesadaran Muntah Nyeri kepala Ateroma 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = spoor/koma 0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes, angina,

penyakit pembuluh darah) Hasil: Skor > 1: perdarahan supratentorial Skor < -1: infark serebri

Tabel 1.2 Tabel Skor Stroke Gadjah Mada

Penurunan kesadaran + + -

Nyeri Kepala

Babinski

Jenis Stroke

+ + -

+ + -

Perdarahan Perdarahan Perdarahan Iskemik Iskemik

2)

Laboratorium : analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL, Laju endap darah (LED), faal hemostasis (APTT, PTT), panel metabolic dasar (Natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin) (Price, 2005:1123) Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Kadar glukosa

11

darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium yang dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Pada hipoglikemia dan hiponatremia gejala yang muncul dapat berupa mimik stroke. APTT dan PTT dapat menunjukkan terjadinya koagulopati sehingga bisa menjadi pedoman dalam penggunaan trombolitik atau antikoagulan terapi (Cruz, 2013). 3) Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Price, 2005:1123) 4) Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Price, 2005:1123). 5) Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Price, 2005:1123). 6) Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):

mengidentifikasi

seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan

memetabolisme glukosa serta luas cedera (Price, 2005:1123) 7) Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Price, 2005:1124). 8) CT scan : CT Scan berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan, yang berguna untuk menentukan tata laksana awal (Ginsberg, 2007:91) 9) MRI : menunjukkan daerah infak, perdarahan, malformasiarteriovena (MAR) (Baticaca, 2008:61). 10) Skrining toksikologi : skrining toksikologi mungkin berguna pada pasien tertentu dalam rangka untuk membantu mengidentifikasikan pasien yang yang intoksikasi dengan gejala atau perilaku dengan mimik stroke (Cruz, 2013).

12

11)

Analisa Gas Darah : Walaupun jarang, pada pasien dengan suspek hipksemia, gas darah arteri menetapkan keparahan dari hipoksemia dan mungkin mendeteksi gangguan asam basa. Jika pada trombolitik, punksi arteri seharusnya dihindari kecuali benar-benar dibutuhkan (Cruz, 2013).

1.1.6 Penatalaksanaan 1.1.6.1 Menurut Muttaqin, 2008 1) Untuk mengobati keadaan akut, berusaha untuk menstabilkan TTV dengan (Muttaqin, 2008:141): (1) (2) (3) 2) (1) (2) Mempertahankan saluran nafas yang paten Kontrol tekanan darah Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif. Terapi Konservatif Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. (3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisi atau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler. (4) Bila terjadi peningkatan TIK, (dengan gejala: bradikardi, ketidak teraturan pernapasan, peningkatan tekanan darah, muntah proyektil (Smeltzer,2001:2143) ), TIK normal 15 mmHg (Price, 2002:2112), hal yang dilakukan: Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg Osmoterapi antara lain : Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari. Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari Posisi kepala head up (15-30) Menghindari mengejan pada BAB Hindari batuk Meminimalkan lingkungan yang panas

13

1.1.6.2 Menurut Cruz (2013) 1) Pemberian rt-PA (Recombinent Tissue Plasminogen Activator) Menurut pedoman AHA/ASA pada Mei 2009, penggunaan dari rt-PA diberikan pada 3 - 4,5 jam setelah onset stroke untuk mendapatkan keefektifan terapi (Cruz, 2013). Kriteria yang memenuhi untuk penatalaksanaan pada 3 4,5 jam setelah stroke akut sama pada penatalaksanaan pada periode awal, dengan beberapa syarat yang tidak memenuhi, antara lain: (1) (2) Pasien berusia lebih dari 80 tahun. Semua pasien yang mengkonsumsi antikoagulant oral yang tidak termasuk pada International Normalized Ratio (INR). (3) (4) Pasien dengan basis NIHSS lebih besar dari 25. Pasien dengan riwayat stroke dan diabetes. Tabel : NIH Stroke Scale (Cruz, 2013)
Category Level of Consciousness (LOC) 1a. LOC questions (month, age) 1b. Best gaze (follow finger) 2. Best visual (visual fields) 3. Description Alert Drowsy Stuporous Coma Answer both correctly Answer 1 correctly Incorrect on both Normal Partial gaze palsy Forced deviation No visual loss Partial hemianopia Complete hemianopia Bilateral hemianopia Normal minor Partial complete Score 0 1 2 3 0 1 2 0 1 2 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 4 0 1 2 3

4.

Facial palsy (show teeth, raise brows, squeeze eyes shut)

Motor arm left* (raise 90 , hold 10 seconds) 5.

Motor arm right* (raise 900, hold 10 seconds) 6.

No drift Drift Cannot resist gravity No effort against gravity No movement No drift drift Cannot resist gravity No Effort against gravity

14

Motor leg left* (raise 300, hold 5 seconds) 7.

8.

Motor leg right* (raise 300, hold 5 seconds)

Limb ataxia (finger-nose, heel shin) 9. 10. 11. Sensory (pinprick to face, arm. Leg) Extinction/neglect (double stimultaneous testing) Dysarthria (speech clarity to mama, baseball, huckleberry, tip-top, fifty-fifty) 12.

Best language** (name items, describe pictures) 13

No movement No drift Drift Cannot resist gravity No effort against gravity No movement No drift Drift Cannot resist gravity No effort against gravity No movement Absent Present in 1 limb Present in 2 limbs Normal Partial loss No neglect Partial neglect Complete neglect Normal articulation Mild to moderate dysarthria Near to unintelligible or worse No aphasia Mild to moderate aphasia Severe aphasia Mute

4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 0 1 0 1 2 0 1 2 0 1 2 3 0-42

Total -

Notes: 1. Jika lengan atau kaki tidak bisa dites dikarenakan adanya amputasi atau keterbatasan lain, maka tidak bisa dilakukan pengetesan dan poin tidak diperhitungkan. 2. NIHSS > 22 maka dipertimbangkan sangat dipertimbangkan dan mungkin diprediksi peningkatan resiko komplikasi. 3. Skor pada umumnya digunakan sebagai hasil, peningkatan atau kemunduran dari stroke.

2)

Terapi trombolitik Trombolitik mengembalikan aliran darah serebral diantara beberapa pasien

dengan iskemik stroke akut mengakibatkan gejala hemoragik dapat meningkatan atau mengatasi resolusi dari defisit neurologis. 3) Antiplatelet The International Stroke Trial and the Chinese Acute Stroke Trial (CAST) mendemonstrasikan manfaat pemberian aspirin dan heparin, hasilnya aspirin dapat mengurangi resiko stroke yang berulang. Aspirin (Bayer Aspirin, Anacin, Bufferin) memblok sintesis prostaglandin, dimana merubah penghambat

15

prostaglandin sintesis dan mencegah pembentukan agregasi platelet tromboxane A2. Ticlopidine (Ticlid) merupakan golongan kedua pada terapi untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi aspirin atau dimana penggunaan aspirin tidak efektif. Dipyridamole dan aspirin (Aggrenox); biasanya digunakan sebagai pencegahan sekunder pada stroke iskemik dan TIA. Clopidogrel (Plavix); diindikasikan untuk mengurangi atherothrombotic yang disertai oleh stroke. 4) Neuroprotective Meskipun sangat menjanjikan pada beberapa hewan, tidak satupun agen neuroprotectif didukung oleh penelitian secara acak pada manusia. Meskipun substansinya sedang dalam proses penelitian 5) Kontrol Demam Antipiretik (Paracetmol) diindikasikan pada demam stroke, karena hypertermi meningkatkan kerusakan neuron. Asetaminofen (Tylenol, Feverall, Aspirin bebas Anacin) mengurangi demam dengan bekerja secara langsung pada pengaturan suhu di hipotalamus, dimana meningkatkan penghilangan suhu tubuh lewat vasodilatasi dan berkeringat. 6) Antikoagulan Pasein dengan stroke emboli yang memiliki indikasi memperoleh antikoagulan, misalnya atrial fibrilasi dengan tujuan mencegah terjadinyaemboli lebih lanjut. 7) Carotid Endarterectomy Carotid Endarterectomy telah digunakan sebagai penanganan akut pada oklusi pada arteri karotis internal. 8) Kontrol kejang Kejang muncul pada 2-23% pasien pada sehari setelah serangan stroke. Walaupun kejang profilaksis tidak diindikasikan, pencegahan pada kejang dikarenakan terapi standar antiepipsi terapi direkomendasikan. Post stroke iskemik biasanya fokal, tetapi bisa juga disamakan. Beberapa pasien yang memiliki riwayat stroke dapat berkembang menjadi kelainan kejang kronik.

16

Kejang sekunder akibat stroke iskemik seharusnya penatalaksanaanya sama pada kelainan kejang yang muncul sebagai hasil dari cedera neurologis. Pada umumnya, agen yang digunakan untuk menangani kejang yang berulang biasanya digunakan pada pasien setelah stroke. Benzodiasepines, biasanya diazepam (Valium) dan lorazepam (Ativan) adalah garis pertama obat pada kejang yang terus-menerus. 9) Antihipertensi Agen Manajemen tekanan darah optimal pada stroke akut menjadi beberapa perdebatan. Parameter terapi sebagian besar bergantung pada pasien merupakan kandidat pada terapi trombolisis. 1.1.7 Komplikasi

Menurut Kowalak (2011) komplikasi bervariasi menurut intensitas dan tipe stroke, tetapi dapat meliputi: 1) 2) Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor) Edema serebral : iskemia pada SSP dapat disertai dengan pembengkakan karena edema sititoksik (akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak) dan edema vasogenik (akumulasi cairan glia akibat peombakan sawar darah otak) (Ginsberg, 2007:90) 3) Ketidak seimbangan cairan : pada kekurangan cairan dapat disebabkan oleh karena gangguan menelan, imobilitas dan gangguan komunikasi

(http://www.strokebethesda.com) 4) 5) Kerusakan sensori Infeksi seperti pneumoni : akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih (Ginsberg,2007:91). Karena keadaan yang imobilisasi, hipersekresi dan penurunan kemampuan untuk batuk (http://www.strokebethesda.com) 6) 7) Perubahan tingkat kesadaran Aspirasi : Karena keadaan yang imobilisasi, hipersekresi dan penurunan kemampuan untuk batuk (http://www.strokebethesda.com) 8) 9) 10) Kontraktur Emboli paru Kematian : bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan dan kardiovaskular (Batticaca,2008 :62)

17

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan CVA 1.2.1 Pengkajian 1.2.1.1 Identitas Usia: Insiden stroke banyak terjadi pada usia lebih dari 65 tahun dan kasus terbanyak terjadi pada ras keturunan amerika dan afrika. Stroke banyak menyerang laki-laki berkaitan dengan faktor resiko stroke yaitu kebisaan merokok dan konsumsi alcohol (Price, 2005: 1106) 1.2.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang Lemas mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti ganda atau kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata, bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price, 2005:1117). Nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar (Muttaqin, 2008:133). 1.2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu Hiperkolesterolemia, arterosklerosis, arteritis, Transient Ischemic Attacks, stenosis karotis, Sickle Cell Disease, Polisitemia, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit jantung antara lain Atrial Fibrilasi, penyakit katup jantung, stenosis mitral, gangguan aliran, oklusi arteri besar, perdarahan intrakranial (Cruz, 2013). 1.2.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau ada riwayat stroke dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008:133). 1.2.1.5 Riwayat psikososial: Adanya ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan ansietas. Ada perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Faktor biaya juga mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarganya (Muttaqin, 2008).

18

1.2.1.6 Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari: Nutrisi Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorok, disfagia (Doengoes, 1999). Eliminasi Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria (Doengoes, 1999). Aktivitas & istirahat Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa muda lelah, susah untuk beristirahat (Doengoes, 1999), gangguan tingkat kesadaran, gangguan tonus otot. Hygine perseorangan: tidak dapat memenuhi secara mandiri karena adanya hemiplegi dan hemiparese biasanya dibantu orang lain. 1.2.1.7 Pemeriksaan fisik 1) Sistem Pernapasan: ditemukan suara nafas tambahan (Ronchi), peningkatan produksi sputum, pasien sering sesak napas, RR meningkat, pernapasan

Cheyne Stokes, terdapat batuk, penggunaan otot bantu napas, pada palpasi didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri, gargling (Muttaqin, 2008:135). 2) Sistem Kardiovaskuler: peningkatan tekanan darah atau hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg), bradikardi, (Muttaqin, 2008:135) disritmia, seperti atrial fibrilasi (Cruz, 2013) peningkatan tekanan vena jugularis (Doengoes, 1999) adanya mur-mur dan gallop, saat auskultasi jantung, carotid bruits saat auskultasi pada arteri karotis (Cruz, 2013). 3) Sistem persarafan : (1) Sakit kepala, rasa pening, dizziness, peningkatan suhu tubuh (Kowalak, 2011) (2) Pemeriksaan tengkorak dan tulang belakang, tanda-tanda meningitis (3) Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor, semikomatosa (Muttaqin, 2008:135).

19

(4) Pengkajian fungsi serebral (Muttaqin, 2008:135-136).: Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. pada klien stroke tahap lanjut terjadi perubahan dalam status mental klien. Fungsi intelektual : penurunan ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang, penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan berbahasa tergantung dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Bila lesi pada girus temporalis (area wernikce) superior akan didapatkan disfasia repressif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Bila lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) akan didapatkan disfasia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar Lobus Frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi. (5) Pengkajian saraf kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII (Muttaqin, 2008:136-137) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada penciuman. kelainan pada fungsi

20

Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Pasien tidak mampu mengangkat alis, mengerutkan dahi atau menutup mata pada daerah yang terkena (Cruz, 2013) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli perseptif. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal. (6) Pengkajian sistem motorik (Muttaqin, 2008:137) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas. Tonus otot didapatkan meningkat. Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.

21

(7) Pengkajian refleks. Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan pemeriksaan refleks patologis. Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. (8) Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka (Muttaqin, 2008:138). (9) Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi, tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap propriosepsi (kemampuan merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual taktil, dan auditorius (Muttaqin, 2008138). 4) Sistem perkemihan: inkontinensia urine karena hilang atau berkurangnya sistem kontrol sfingter, inkontenesia yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang meluas (Muttaqin, 2008:138). 5) Sistem pencernaan: didapatkan adanya kesulitan menelan, napsu makan menurun, mual, muntah pada fase akut, bising usus negatif (Muttaqin, 2008:138). 6) Sistem Muskulaskeletal: hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik (Muttaqin,2008:139). 7) Sistem intergumen: jika pasien kekurangan O kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgar kulit akan buruk. Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik (Muttaqin,2008:139).

22

1.2.2

Masalah Keperawatan

1) Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan oklusi serebral (Carpenito, Lynda Juall. 2006). 2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan energi, keletihan, penurunan batuk dan reflek muntah, paralisis otot (Wilkinson, 2002:606). 3) PK : Peningkatan TIK (Wilkinson, 2002:605) 4) PK : Infeksi Pernapasan (Wilkinson, 2002:605) 5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular (kelemahan, parastesia, paralisis lemah, paralisis spastik) akibat kerusakan saraf motorik atas, gangguan persepsi, gangguan kognitif (Wilkinson, 2002:607). 6) Konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, pengobatan, kelemahan otot abdomen(Wilkinson, 2002:606). 7) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke (Wilkinson, 2002:608). 8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi kebutuhan pengobatan. 9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah, gangguan menelan, ketidak mampuan untuk menyiapkan makanan akibat defisit pergerakan (Wilkinson, 2002:607). 10) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan persepsi/sensori (Wilkinson, 2002:607). 11) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, intoleransi aktivitas, penurunan rentang pergerakan, kelemahan akibat penyakit dan imobilitas (Wilkinson, 2002:607). 12) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia, disartia, ketidak mampuan untuk bicara, dan ketidak mampuan untuk bicara secara jelas. 13) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan/integrasi akibat hipoksia dan kompresi atau pemindahan jaringan otak (Wilkinson, 2002:607).

23

24

25

1.2.3 Diagnostic Dan Intervensi Keperawatan (Doenges, Marrylin E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000) 1) Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan oklusi serebral. Tujuan: perfusi jaringan otak dapat terjadi secara efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil: tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan Muntah, GCS 4-5-6, pupil isokar, reaksi cahaya +/+, TTV dalam batas normal (nadi: 60-100x/menit, suhu: 36,5 37,5 c, RR: 12 - 20x/menit, TD 120/80). Intervensi: (1) Jelaskan kepada klien (jika sadar) dan keluarganya penyebab dan akibat peningkatan TIK. R/ TIK terjadi karena adanya pembengkakan sel dalam serebral yang dapat mendesak isi kranium dan menyebabkan herniasi batang otak, diabetes insipidus dan SIADH. (2) Berikan posisi head up 15-300 R/ perubahan pada TIK akan dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya herniasi otak. (3) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan yang berlebihan. R/ batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi pendarahan ulang. (4) Kolaborasi dalam pemberian: Cairan perinfus dengan perhatian ketat. R/ meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial. (5) Observasi tanda-tanda status neurologis dengan GCS, keluhan nyeri kepala, mual muntah, serta TTV. R/ untuk mengetahui keberhasilan tindakan keperawatan serta dapat

mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.

26

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan energi, keletihan, penurunan batuk dan reflek muntah, paralisis otot. Tujuan: pasien menunjukkan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil:ronkhi tidak terdengar Px menunjukkan batuk yang efektif, frekuensi nafas 16- 20 x/menit. Intervensi: (1) Jelaskan kepada klien mengapa terdapat penumpukan secret di saluran pernapasan dan kegunaan batuk efekif . R/ penumpukan sekret terjadi karena imobilisasi, menurunnya kesadaran dan menurunnya reflek batuk. (2) Beri minum hangat jika keadaan memungkinkan R/ membantu pengenceran secret sehingga mempermudah pemngeluaran (3) Anjurkan klien mengenai batuk efektif selama pengisapan. R/ batuk yang efektif dapat mengeluarkan secret dari saluran pernapasan. (4) Lakukan pengisapan lendir, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. R/ pengisapan lendir dilakukan untuk mengurangi adanya penumpukkan secret dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. (5) Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator R/ mengatur ventilasi dan melepaskan secret karena relaksasi notot brokosposme. (6) Observasi keadaan umum dan TTV R/ mengetahui keberhasilan tindakan.

3) PK : peningkatan TIK Tujuan: tekanan intrakranial pasien terkontrol setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: Kesadaran composmetis

- TD 100/70-140/90 mmHg (MAP= (2xSP)+DP) 3 - Tidak kejang

27

- Tidak muntah proyektil - RR teratur, frekwensi 12-20x/menit - Pasien mengungkapkan tidak nyeri kepala - Nadi teratur, kuat dan jelas (60-100x/menit) Intervensi (1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tanda-tanda peningkatan intracranial R/ tanda-tanda peningkatan TIK antara lain nyeri kepala hebat, peningkatan tekanan darah, bradikardi, kejang, muntah proyektil. (2) Berikan posisi head up 15-300 R/ posisi tersebut dapat meningkatkan suplai O2 ke otak sehingga mencegah terjadinya hipoksemia (3) Anjurkan pasien untuk bedtrest R/ pengeluran energy yang berlebihan dapat meningkatan tekanan intrakranial (4) Ajurkan pasien untuk mengurangi batuk dan mengejan R/ pengeluran energy yang berlebihan dapat meningkatan tekanan intracranial (5) Kolaborasi dalam pemberian obat neuroprotektor, manitol dan furosemid R/ neuroprotektor berfungsi memberikan nutrisi pada saraf, manitol berfungsi untuk menanggulangi udema cerebri, furosemid berfungsi untuk menurunkan tekanan darah (6) Observasi keluhan, kesadaran, TTV (nadi dan TD), MAP, kejang, tandatanda PTIK R./ sebagai indicator keberhasilan tindakan.

4) PK : Infeksi Pernapasan Tujuan : pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : suhu tubuh 36,5-37,5C produksi sputum berkurang atau hilang batuk berkurang atau hilang

28

Intervensi : (1) Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab infeksi R/ Infeksi disebabkan oleh kurangnya aktivitas mobilitas fisik, menyebabkan turunnya reflek batuk yang mengakibatkan terjadi stasis mukus sehingga terjadi perkembangan mikroorganisme pada parenkim paru yang mengakibatkan infeksi. (2) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik

R/ pemberian antibiotik dapat memutuskan penyebab dari infeksi. (3) Observasi tanda-tanda infeksi R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular (kelemahan, parastesia, paralisis lemah, paralisis spastik) akibat kerusakan saraf motorik atas, ganguan persepsi, gangguan kognitif. Tujuan: klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan kriteria hasil: - Klien mampu mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan tidak adanya kontraktur, footdrop - Klien mampu mempertahankan posisi optimal dari fungsi dari bagian tubuh yang terkena - Klien dapat mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas Intervensi: (1) Jelaskan pada pasien akibat dari imobilitas fisik R/ imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak (2) Ubah posisi pasien tiap 2 jam R/ menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan

29

(3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit R/ gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan (4) Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit R/ mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan (5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat

ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi (6) Berikan satu bantal di bawah aksila R/untuk mempertahankan lengan menjauh dari dada, untuk mencegah adduksi bahu yang sakit. (7) Tempatkan pasien pada posisi telungkup selama 15-30 menit beberapa kali sehari, dengan satu bantal di tempatkan di bawah pelvis (bila memungkinkan) R/membantu meningkatkan hiperekstensi sendi panggul yang esensial untuk berjalan normal dan membantu untuk mencegah kontraktur pada panggul fleksi lutut dan panggul. (8) Observasi kemampuan mobilitas pasien R/ untuk mengetahui tingkat mobilitas dari pasien

6) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen

penurunan aktivitas, pengobatan,

Tujuan: pasien mampu memenuhai eliminasi alvi dengan kriteria hasil: - pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan obat - konsistensi feses lembek - tidak teraba distensi abdomen Intervensi: (1) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi. R/ konstipasi disebabkan oleh karena penurunan peristaltic usus.

30

(2) Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat. R/ diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler (3) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi. R/ masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular (4) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien. R/ aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic (5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria, enema) R/ pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

7) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke. Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil: - pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka. Intervensi: (1) Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi R/ menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah (2) Ubah posisi tiap 2 jam R/ menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol (3) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi R/ menghindari kerusakan-kerusakan kapiler

31

(4) Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi R/ hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan (5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada kulit. R/ mempertahankan keutuhan kulit

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi kebutuhan pengobatan. Tujuan: pasien dapat mengetahui dan mendapatkan informasi tentang kebutuhan pengobatan setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil: Pasien dapat memahami stroke, rencana pengobatan, tujuan pengobatan, dan efek samping/reaksi yang merugikan, Pasien dapat menyebutkan gejala yang memerlukan perhatian cepat, Pasien dapat mengidentifikasi dan merencanakan perubahan pola hidup yang perlu. Intervensi: (1) Observasi tingkat pengetahuan pasien/orang terdekat dan

kemampuan/keinginan untuk belajar. R/perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu. Menguatkan harapan belajar, serta mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan

memberikan penjelasan. (2) Waspada terhadap tanda penghindaran, contoh mengubah subject dari informasi yang ada atau perilaku ekstrem (menolak/euforia). R/mekanisme pertahanan alamiah seperti marah, menolak pentingnya situasi dapat menghambat belajar, mempengaruhi respon pasien dan kemampuan mengasimilasi informasi. Perubahan untuk mengurangi pola/struktur formal mungkin menjadi lebih efektif sampai pasien/orang terdekat siap untuk menerima/memahami situasi tersebut. (3) Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi. Contoh buku program tip audio/visual, pertanyaan/jawaban, aktivitas kelompok. R/penggunaan metode belajar yang bermacam-macam meningkatkan penyerapan materi.

32

(4) Beri penguatan penjelasan factor resiko, pembatasan diet/aktivitas, obat, dan gejala yang memerlukan perhatian medis cepat. R/ memberikan kesempatan kepada pasien untuk mencakup informasi dan mengasumsi control/partisipasi dalam program rehabilitasi. (5) Dorong dalam mengidentifikasi penurunan factor resiko individu, contoh merokok/mengkonsumsi alcohol, kegemukan. R/perilaku ini/kimia mempunyai efek merugikan langsung pada fungsi kardiovaskuler dan dapat mengganggu penyembuhan, meningkatkan resiko terhadap komplikasi. (6) Observasi ulang program meningkatkan aktivitas, didik pasien sehubungan dengan lanjutan aktivitas secara bertahap, contoh jalan, kerja, rekreasi, aktivitas seksual. Berikan pedoman untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap dan instruksi sehubungan dengan frekwensi nadi target, dan pengambilan nadi yang tepat. R/bertahap meningkatakan aktivitas meningkatkan kekuatan dan

mencegah terlalu keras latihan dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal. (7) Observasi ulang tanda/gejala yang memerlukan penurunan aktivitas dan pelaporan pada pemberi perawatan kesehatan. R/peningkatan nadi di atas batas yang dibuat, terjadinya nyeri dada atau dispnue memerlukan latihan dan program obat.

9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah, gangguan menelan, ketidak mampuan untuk menyiapkan makanan akibat defisit pergerakan Tujuan : Pasien tetap menunjukan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan keperawatan kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan, HB dan albumin dalam batas normal Intervensi : (1) Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien R/ nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot

33

(2) Observasi kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan R/ untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien (3) Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama & sesudah makan R/ memudahkan klien untuk menelan (4) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan R/membnatu dalam melatih kembali sensoro dan meningkatkan kontrol muskuler (5) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui NGT R/membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu memasukan secara peroral (6) Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi R/ mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya

10) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan persepsi/sensori Tujuan: Pasien terhindar dari cedera setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil pasien tidak terjatuh, tidak ada jejas Intervensi: (1) Orientasikan pasien dan keluarganya terhadap sekeliling dan system alarm. R/ Pasien dan keluarganya dapat mengetahui tempat beresiko untuk jatuh dan tempat untuk memanggil bantuan. (2) Anjurkan kepada pasien dan keluarganya untuk menyiapkan satu penjaga bergantian. R/ Pasien yang disorientasikan memerlukan penjagaan lebih ketat. (3) Atur lingkungan yang beresiko seperti lantai yang licin, alas kaki, pegangan pintu, pegangan tempat tidur. R/ Mengurangi tempat beresiko untuk terjadinya cedera.

34

(4) Pertahankan tempat tidur pada ketinggian agak rendah dan pagar bed terpasang pada bagian tidak dijaga. R/ Pasien disorientasi juga mengalami gangguan istirahat dan beresiko terjatuh dari tempat tidur. (5) Letakkan pispot di dekat pasien. R/ Pasien yang beraktivitas di kamar mandi beresiko lebih tinggi cedera. (6) Observasi adanya jejas dan laporan beresiko terjadi cedera. R/ Memantau kondisi pasien agar terhindar dari cedera.

11) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, intoleransi aktivitas, penurunan rentang pergerakan, kelemahan akibat penyakit dan imobilitas. Tujuan: Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai tingkat kemampuan dan keadaannya. Intervensi: (1) Jelaskan keterbatasan pasien dalam melakukan perawatan diri. R/ Pasien dan keluarganya memahami bahwa pasien mengalami gangguan dalam menggerakkan organ tubuh dan ada pembatasan aktivitas akibat adanya perdarahan otak. (2) Atur dan letakkan barang-barang di dekat pasien seperti pispot, pasta gigi, dan sikat gigi. R/ Memudahkan pasien untuk mencoba aktivitas ringan. (3) Bantu pemenuhan perawatan diri pasien antara lain mandi, gosok gigi, BAK, dan BAB. R/ Pasien membutuhkan bantuan ekstra dalam kegiatan hygiene setiap hari. (4) Observasi kebersihan diri pasien dan kemampuan beraktivitas ringan. R/ Menilai dan memantau tingkat adaptasi dalam pemenuhan hygiene pasien.

35

12) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan/integrasi akibat hipoksia dan kompresi atau pemindahan jaringan otak Tujuan : klien setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meningkatkan persepsi sensorik perabaan secara optimal dengan Kriteria hasil : - Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi - Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa - Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori Intervensi: (1) Tentukan kondisi patologis klien R/ Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan. (2) Observasi kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,

tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian R/ Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma (3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya. R/ Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh. (4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal. R/ Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma (5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua

36

bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit. R/ Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit. (6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan R/ menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan (7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien R/ Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak konsistenan dari persepsi dan integritas kulit.

You might also like