You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN Analgesik pada epidural kaudal dengan bupivakain sangat popular sebagai anestesi pediatrik untuk analgesik

intra dan paska operasi. Beberapa obat adjuvant telah banyak digunakan untuk memperlama masa kerja bupivacain. Delapan puluh anak usia 1-10 tahun menjalani operasi sub-umbillical yang diikuti secara prospektif randome pada satu kelompok dari empat kelompok yaitu: penggunaan bupivacain 0,75 ml/kgBB 0,25% dalam normal saline pada analgesic kaudal (Grup B), atau bupivacain 0,75 ml/kgBB 0,25% dalam normal saline dengan penambahan 1 ml/KgBB clonidin pada analgesic kaudal (Grup BC), atau bupivacain 0,75 ml/kgBB 0,25% dalam normal saline dengan penambahan 0,5 ml/KgBB ketamin pada analgesic kaudal (grup BK), atau bupivacain 0,75 ml/kgBB 0,25% dalam normal saline dengan penambahan 1 mcg/KgBB fentanil pada analgesic kaudal (Grup BF). Rasa sakit paska operasi dinilai selama 24 jam dengan menggunakan skala FLACC. The International Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai keadaan atau peristiwa sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan jaringan nyata atau kerusakan potensial, atau dideskripsikan dengan adanya kerusakan. Dokter telah menyesuaikan sejumlah strategi untuk meminimalisasi keadaan nyeri saat dan setelah tindakan pembedahan pada kaudo epidural pada pasien pediatric di tiap Negara mereka. Tekhnik ini telah popular dan sering digunakan secara umum pada pasien anak-anak karena kesederhanaan tekhniknya. Metode ini dapat diandalkan, aman serta dapat digunakan dengan general anastesi untuk mendapatkan efek anlgesik intra dan paska pembedahan pada pasien dengan operasi sub umbilical. Kontrol rasa nyeri selama periode intra dan paska operatif
1

sangat penting pada pasein anak untuk meminimalisasi rasa nyeri yang berakibat pada tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Anastesi atau analgesik kaudo epidural merupakan tekhnik yang banyak digunakan sebagai prosedur bedah dalam distribusi dermatom T10-S5. Kerugian utama dari anastesi kaudal adalah durasi kerja yang singkat atau pendek setelah dilakukan anastesi lokal dengan injeksi tunggal. Meskipun dengan menggunakan obat anastesi lokal long acting seperti bupivacain hanya menyediakan waktu analgesik 4-8 jam. Penggunaan anastesi kaudal dengan cateter untuk mengulang dosis atau menginfus anstesi local tidak popular digunakan serta dikhawatirkan tentang adanya infeksi. Sehingga untuk memperpanjang efek dari tekhnik kaudal dengan single shot digunakan obat tambahan dengan berbagai variasi. Obat tambahan adalah suatu regimen yang saat diberikan bersamaan dengan obat anastesi local memberikan efek mempercepat onset, kualitas atau dan durasi dari obat anastesi local. Berbagai macam obat telah dinilai dan pertimbangkan sebagai anasteis neuraxial, sebagai contoh ketamin, clonidin, fentanil, midazolam, tramadol dan lain sebagainya. Untuk mengukur skala nyeri, disini digunakan skala FLACC. Skala tersebut meliputi Face, Leg, Arm, Cry, Consolability (FLACC) digunakan untuk meperkirakan nyeri pada anakanak usia 1-10 tahun. Skala ini mempunyai 5 kriteria, dimana tiap criteria diberikan nilai 0, 1 atau 2. Disini digunakan skala FLACC diantara yang lain seperti skala Oucher, Childerns Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS), Observation Scale/ Discomfort Scale (OPS), karena lebih mudah digunakan, valid dan memberikan evaluasi objektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TELAAH JURNAL The International Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai keadaan atau peristiwa sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan jaringan nyata atau kerusakan potensial, atau dideskripsikan dengan adanya kerusakan. Untuk mengukur skala nyeri, disini digunakan skala FLACC. Skala tersebut meliputi Face, Leg, Arm, Cry, Consolability (FLACC) digunakan untuk meperkirakan nyeri pada anakanak usia 1-10 tahun. Skala ini mempunyai 5 kriteria, dimana tiap kriteria diberikan nilai 0, 1 atau 2.
Tabel 1. Skala FLACC untuk Mengukur Tingkat Nyeri pada Anak-Anak.

3.1 Metode
4

Metode pada jurnal ini menggunakan studi prospective randomize control trial, yang dilakukan di Departemen Anastesi mulai Mei 2012 sampai September 2012. Sampel yang diambil berjumlah 80 anak dengan disertakan surat persetujuan inform concent dari orang tua. Pasien dibagi menjadi empat kelompok secara acak dimana tiap kelompok berjumlah 20 anak. Kriteria inklusi termasuk anak dengan criteria ASA 1 atau 2 dengan operasi dibawah umbilical yang berusia 1-10 tahun dengan berat badan antara 5 sampai 20 kilogram. Sedangkan kriteria ekslusi termasuk pasien dengan infeksi ditempat suntikan, gangguan perdarahan, pasien yang menjalani terapi antikoagulan, anomali congenital dari spinal cord, kelainan congenital, pasien dengan alergi obat anastesi, perpanjangan operasi lebih dari 90 menit, operasi dengan anastesi di atas T10, gangguan CNS, dan pasien kejang. Semua pasien mendapatkan premedikasi injeksi atropine 0,02 mg/kgBB setengah jam sebelum operasi dimulai. Saat operasi semua pasien diinduksi dengan halotan dan oksigen dengan menggunakan modifikasi Jackson Ress pada Ayres T. Standar pemantauan dilakukan dengan oksimeter, denyut jantung, tekanan darah non-invasif, EKG dan saturasi oksigen yang dilakukan secara terus menerus tiap 5 menit pada 30 menit pertama dan selanjutnya tiap 10 menit. Setelah dirasa aman, diberikan midazolam 0,15 mg/kgBB dan propofol 2 mg/kgBB dengan IV canule kemudian pada saluran pernafasan diberikan LMA. Pasien diberikan maintenance oksigen 3 L/menit dan isoflurane 1-2% untuk menjaga ventilasi spontan pada pasien. Pasien diposisikan ke lateral kiri secara hati-hati, dimana kedua kaki tertekuk dipinggul pada 90 derajad dan pada sendi lutut. Dalam melakukan tindakan aseptic maka hiatus sakral diidentifikasi dengan meraba kornu sacral. Menggunakan jarum ukuran 23 dengan sudut 90 derajad dirasakan dan kemudian miringkan kebawahh untuk membuka skral hiatus dalam arah cephalik. Dilakukan aspirasi, apabila hasilnya negative dari darah dan CSF masukkan obat ke
5

dalam ruang kaudal. Grup B menerima 0.75 ml/kgBB dari bupivacain dalam normal saline, grup BC menerima 0.75 ml/kg dari 0,25% bupivacain dengan 1 mg/kg clonidin dalam normal saline, grup BK menerima 0.75 ml/kg dari 0.25% bupivacain dengan ketamin 0.5 ml/kg ketamin, dan kelompok BF menerima 0.75 ml/kg dari 0.25% bupivacain dengan 1mcg/kg fentanil. Anastesi kaudal dilakukan oleh dokter anastesi dengan blind randome untuk obat yang digunakan. Pasien diposisikan lagi dalam supinasi dan setelah dikonfirmasi ventilasi pasien siap untuk pembedahan. Tidak diberikan analgesic lain pada pembedahan ini. Pada akhir opersi isoflurane dihentikan, LMA di cabut untuk anastesi dalam, dan dilakukan suction dalam rongga mulut. Durasi operasi dan parameter yang dilihat dicatat dalam lembar penilaian. Pasien kemudian di pindah ke ruang observasi dan kemudian setelah sadar diantar ke kamar masing-masing. Periode paska operasi dilakukan pengukuran tanda vital seperti, nadi, laju pernafasan, tekanan darah sistolik, diastolik, rata-rata tekanan arteri, saturasi oksigen dipantau selama dua jam, yaitu 30 menit, 60 menit dan 120 menit. Sedasi dinilai dengan skor sedasi setiap jam selama 8 jam pertama. Skor nyeri dievaluasi menggunakan skala nyeri objektif oleh perawat terlatih selama 24 jam. Penurunan tekanan sistoli atau denyut jantung intra tau paska operasi lebih dari 30% menandakan hipotensi berat dan bradikardi, sehingga diberikan cairan intravena diikuti oleh injeksi atropine IV jika diperlukan. Depresi pernafasan dipertimbangkan jika saturasi oksigen kurang dari 93% untuk menghirup udara ruangan, maka diberikan oksigen masker sebanyak 4 liter/menit. Durasi analgesia didefinisikan sebagai waktu antara anastesi kaudal dengan keluhan nyeri pertama pada pasien. Jika skor lebih dari 4 atau jika pasien mengeluh nyeri maka diberikan parasetamol oral 10 mg/kg sebagai analgesic tambahan dalam bentuk tetes atau sirup. Skor sedasi pasien didefinisikan sebagai: 1) Asleep/ kebas, tidak bangun dengan kontak verbal, 2)

Asleep bangun dengan kontak verbal, 3) mengantuk, tapi tidak tidur, 4) terjaga/ bangun. Di catat dalam waktu semua keadaan pasien seperti mual, muntah, gatal atau gejala lain. Perubahan dalam variabel hemodinamik, denyut jantung (HR), tekanan darah sistolik (SBP), tekanan darah diastolic (DBP), dan rata-rata tekanan arteri (MAP), antara empat kelompok dianalisis dengan ANOVA (analisis varians) dengan menggunakan model linier umum untuk tindakan berulang (SPSS-17, Multi language) dan Student uji-t dengan Koreksi Bonferroni. Perubahan hemodinamik variabel dalam kelompok dianalisis dengan beberapa paired t-tes dengan koreksi Bonferroni. Demografis Data dan nilai-nilai dasar dari hemodinamik dianalisis baik menggunakan Student t-test atau uji chi-square. Sebuah nilai p 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Nilai disajikan sebagai rata-rata standar deviasi.

Gambar 1. Diagram randomisasi.

3.2 Hasil Hasil dianalisis dalam hubungannya dengan usia, berat badan pasien, durasi anastesi dalam menit, pemulihan antinyeri yang pertama, sistolik, diastolik, rata-rata tekanan arteri,
7

denyut nadi, laju pernafasan, dan skala nyeri dalam 24 jam pada periode paska operasi serta komplikasi paska operasi seperti mual, muntah, gatal-gatal, hipotensi, hipertensi, sembelit dan bradikardi, serta retensi urine.
Tabel 2. Perbandingan tiap karakteristik pada empat kelompok percobaan.

Tabel 3. Perbandingan durasi analgesic dan anastesi nyeri pada empat keompok.

Empat kelompok sebanding dalam kaitannya dengan usia dan berat badan tanpa adanya perbedaan yang signifikan. Lama durasi anastesi juga sama tanpa adanya durasi yang signifikan. Durasi rata-rata analgesic secara signifikan lebih lama pada grup BC yaitu (629,06 286,32 menit), grup BF (507,75 222,64 menit), dan grup B (529,07 166.00 menit) dengan P<0,05. Durasi analgesia diantara 4,3 jam menjadi 15,4 jam untuk 0,75 ml/kg 0,25% bupivakain dalam normal saline, 7.8 dan 22.4 jam untuk 0,75 ml / kg 0,25% bupivakain dengan 1 ml/kg clonidine dalam normal saline (Grup BC), 6,4 jam sampai 21.25 untuk 0,75 ml/kg 0,25%

bupivacaine dengan ketamin 0.5 mg/kg (Group BK) dan 8,4 jam untuk 20,25 untuk 0,75 ml/kg dari 0,25% bupivacaine dengan fentanil 1 mcg/kg (Group BF). Skor nyeri dinilai dengan menggunakan skala FLACC dimana dibandingkan antara empat kelompok dan anak-anak di grup BC memiliki skor nyeri lebih rendah yang signifikan secara statistic p<0.05. Kebutuhan obat analgesic tambahan lebih rendah pada grup ini, dimana clonidin dalam dosis 1ml/kg ditambahkan dalam 25% bupivacain untuk analgesic kaudal, selama operasi bawah umbilical, memperpanjang durasi analgesic bupivacaine tanpa efek samping. Enampuluh persen dari pasien dalam grup BC, tigapuluh persen dalam grup BK, dan duapuluh persen dalam grup BF dan B tidak memerlukan analgesic apapun. Tidak terdapat data yang signifikan secara statistic pada tekanan darah sistolik, diastolic, rata-rata tekanan darah, denyut jantung, dan observasi tingkat nyeri pada 24 jam setelah operasi.

Gambar 2. Skor Nyeri dan Skor Sedasi

Kondisi mual dan muntah terjadi pada 15%, 10%, dan 5% pada grup bupivacain, bupivacain-fentanil, bupivacaine-ketamin, dan tidak ditemukan komplikasi pada grup bupivacaine-clonidin. Retensi urin terjadi pada satu pasien dalam grup bupivacain, dan dua pasien dalam grup bupivacain dengan fentanil. Terjadi satu episode gatal pada grup BF dan grup B serta satu episode hipertensi pada grup B dan grup BK. Akan tetapi komplikasi lain seperti depresi pernafasan, hipotensi, bradikardi, dan konstipasi tidak ditemukan di semua grup. 3.3 Diskusi Temuan penting pada penelitian ini adalah bahwa penambahan clonidin 1 mcg/kg pada bupivacain kaudal 0,25% secara statistic signifikan mengurangi kebutuhan untuk analgesic tambahan pada periode langsung paska operasi. Ketika diberikan 1 mcg/kg clonidin yang ditambahkan dalam 0,25% bupivacain kaudal, kualitas analgesic paska operasi setara dengan ketamin kaudal 0,5 mg/kg dan fentanil kaudal 1 mcg/kg. Meskipun hasilnya berbeda luas, durasi analgesia berkisar antara 6.3 jam sampai 16.4 jam untuk 1g clonidin sebagai adjuvant 0.75 ml/kg bupivacain. Sebuah studi menunjukkan durasi analgesic 20.97.4 jam pada anak-anak dengan bupivacain kaudal, namun menggunakan dosis 5g pada studi ini. 8 Variasi luas durasi pada bupivacain dan clonidin dalam setiap penelitian bisa disebabkan karena, dosis clonidin yang digunakan, perbedaan pre-medikasi yang digunakan, penggunaan volatile anastesi, jenis operasi, indikasi untuk terapi analgesi tambahan, analisis statistic dan penilaian nyeri. Durasi penggunaan clonidin dalam penelitian ini adalah 10 jam, sedangkan pada grup bupivacain saja 4.5 jam, dimana sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh J.J. Lee, dkk., dimana mereka membandingkan 46 anak-anak dengan menggunakan bupivacain 0,25% 1ml/kg yang dikombinasi dengan normal salin serta bupivacain 0,25% yang dikombinasikan dengan clonidin 2 mcg/kg dalam normal saline untuk intra dan paska operatif dengan kesimpulan bahwa dengan
10

penambahan clonidin akan meningkatkan efikasi analgesic kauda pada anak-anak. Beberapa analgesic telah digunakan untuk memperpanjang durasi kerja bupivacain kaudal, seperti opiod, ketamin, dan midazolam. Penggunaan opiod dikaitkan dengan peningkatan kejadian pruritus, dan mual serta muntah paska operasi. Keuntungan penggunaan clonidin dapat memperpanjang durasi analgesia tanpa menyebabkan kejadian depresi pernafasan, pruritus, dan retensi urine yang sering terlihat dengan opiod neuraxial. Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk menginduksi clonidin dalam memperpanjang durasi bupivacain kaudal. Aktifasi anti-nociceptiv digunakan untuk memblok/menekan secara langsung nosieptif neuron di sum-sum tulang belakang oleh clonidin epidural. Mekanisme lain adalah bahwa clonidin adalah bahwa agen ini dapat melewati barier otak dan berikatan dengan alpha 2 adrenoreseptor di spinal dan supra-spinal untuk memproduksi analgesia. Clonidin juga mensupresi neurotransmitter sensorik diperifer yaitu serabut saraf A dan C. Mekanisme terakhir disugestikan dalam pharmakokinetik yaitu clonidin menginduksi melalui vasokontriksi adrenoseptor -2b yang terletak di otot polos pembuluh darah perifer. Dalam penelitian ini digunakan skala FLACC untuk mengevaluasi nyeri paska bedah karena mudah digunakan, telah tervalidasi, dan memberikan evaluasi secara objektif. Pada penelitian ini dilakukan pemantauan selama 24 jam paska bedah. Hal ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian lain dimana hanya dilakukan selama 6 jam dan evaluasi selanjutnya dilakukan terhadap orang tua pasien. Penilaian terhadap orangtua memberikan kondisi yang tidak konsisten terhadap tiap orangtua dalam mempersepsikan nyeri pada anaknya serta dalam pemberian tambahan pengobatan analgesik yang digunakan. Berbeda dengan penelitain lain, sebuah studi yang dilakukan oleh Cook, D.J., dkk., yang membandingkan efek durasi analgesic dari adrenalin, clonidin, dan ketamin sebagai terapi
11

adjuvant untuk analgesic bupivacain kaudal dan penelitian ini menyimpulkan bahwa ketamin memberikan durasi lebih lama dibandingkan dengan analgesia clonidin dan adrenalin. 10 sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Martindale,S.J. et al., menunjukkan ketamin memberikan efek durasi lebih panjang pada post operasi. Naguib, dkk., membandingkan bupivacain 0,25% 1 ml/kg dengan atau tanpa ketamin 0.5 ml/kg dan ketamin 0.5 mg/kg dengan normal saline 1 mg/kg. tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam kualitas nyeri antara ketamin dan dua grup lainnya. Grup bupivacain dengan ketamin menyebabkan analgesia yang lebih baik dengan efek samping lebih ringan daripada hanya menggunakan bupivacain saja. Sebuah metanalisis dari 18 percobaan oleh Curatalo, et al., 2008, dimana membandingkan fentanil epidural, adrenalin dan clonidin sebagai terapi adjuvant pada anastesi local, didapatkan hasil bahwa penambahan fentanil menurunkan insidensi nyeri kuantitatif selama operasi dan terbukti aman. Cambell F.A., et al., membandingkan efektivitas dan keamanan analgesic dalam kaudal injeksi bupivacain fentanil dalam studi prospective terkontrol, triple blinded study pada 34 anakanak usia 1-11 tahun dengan skor ASA kelas I dan II yang menjalani operasi urologis. Penelitian tersebut tidak menemukan adanya komplikais seperti mual, muntah, retensi urine dan kosntipasi yang tidak sesuai dengan penelitian yang kami lakukan dimana terdapat 10% retensi urin pada grup BF, dan 5% dalam grup B yang mendapatkan keluhan mual dan muntah.

12

BAB IV KESIMPULAN Pada penelitian ini disimpulkann bahwa pemberian clonidin dalam dosis 1g/kg pada 0,25% bupivacain untuk analgesic kaudal dan di campurkan dengan 0,75 ml/kg pada anak-anak dengan operasi sub-umbilical, secara signifikan memperpanjang durasi analgesic paska operasi bila dibandingkan dengan 0,75 ml/kg bupivacain 0,25% dengan normal saline atau dengan 0,75 ml/kg bupivacain 0,25% dengan ketamin, atau dengan 0,75 ml/kg bupivacain 0,25% dengan fentanil 1 mcg/kg dimana tanpa adanya efek samping.

DAFTAR PUSTAKA
13

1. International Association for study of Pain IASP. Classification of chronic pain. In: Mersky NB(ed). Task Force on Taxonomy; 1994. 2nd ed.p.209-14. 2. Dainens B.J. regional Anaesthesia in Childern. In: Miller R.D., Eriksson LI., Fleisher LA, Wiener-Kronish JP.. Young WL (eds). Millers Anesthesia. 7 th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2010.p.2519-57. 3. Hurley W.R. Acute Postoperative Pain. In: Miller R.D., Eriksson LI, Fleisher LA., Wiener-Kronish JP, Young WL. Millers Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone;2010.p.2757-81 4. Sethna NF. Berde CB. Pediatric Regional Anesthesia. In: Greogy GA., Pediatric Anesthesia. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2002.p.267-316. 5. Malviya S, Voepel-Lewis T., Merkel S., Tait AR. The Resived FLACC Observational Pain Tool, Improved Reliability and Validity for Pain Assessment in Childern with Cognitif Impairment. Paediatric Anaesth. 2006; 16(3):258-65. 6. Luz, G. Innerhofer P, Oswald E, Salner E., Hager J, Sparr H. Comparison of clonidin 1mcg/kg with morphine 30 mcg/kg for post-operative caudal analgesia in children. Eur J anaesthesial. 1999;16:42-6. 7. Jamali, S., Monin S., Begon C., Dobusset AM., Ecoffy C. Clonidin in Pediatric caudal anaesthesia. Anesth analog 1994; 78:663-6. 8. Yildiz, TS., Korkmaz F, Solak M., Toker K. Clonidin Additional Prolongs the Duration of Caudal Analgesia. Acta Anasthesiol Scand, 2006; 50:501-4. 9. Lee, JJ. Rubin AP. Comparison of a bupivacaine-clonidine mixture with plain bupivacain for caudal analgesia in children. Br J. Anaesth.1994;72:258-62. 10. Cook B, Grubb DJ, Aldrige LA, Doyle E, comparison of the effect of adrenaline, clonidine, and ketamin on the duration of caudal analgesia produce by bupivacain in children. Br. J Anaesth.1995;75:698-701.

14

You might also like