You are on page 1of 3

Jelaskan factor resiko keputihan!

Keputihan bisa bersifat fisiologis (dalam keadaan normal) namun bisa juga bersifat patologis (karena penyakit). Dan keputihan tidak mengenal batasan usia. Berapa pun usia seorang wanita, bisa terkena keputihan. Keputihan paling banyak dialami wanita usia produktif. Tapi, tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada anak-anak dan usia tua. 1. Penggunaann beberapa jenis alat kontrasepsi, seperti alat kontrasepsi jenis oral, pil KB, penggunaan kondom, diafraghma dengan spermatisida, dan IUD (Intrauterine Device). Keputihan pun dapat disebabkan rangsangan mekanis pada alat kontrasepsi yang menyebabkan keluarnya cairan berlebihan. Selain itu, beberapa alat kontrasepsi bisa melukai epitel vagina. Pemakaian pil KB menyebabkan keseimbangan hormon terpengaruh dan terjadi ketidakseimbangan pH. 2. Para wanita ibu-ibu maupun remaja dalam keadaan stress, pikiran berat, kelelahan dan lain-lain. Semua organ tubuh kinerjanya di pengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka ketika reseptor otak mengalami kondisi stress hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan keseimbangan hormon -hormon dalam tubuh dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya keputihan. 3. Seseorang yang sedang dalam masa hamil. Pada masa ini terjadi akibat perubahan hormone penyesuaian pH organ kewanitaan ibu hamil. Biasanya akan mengalami panen besar pada masa trimester atau 6 bulan keatas masa hamil. 4. Para wanita yang sedang mengalami Diabetes Mellitus dan mengkonsumsi terlau banyak gula. Diabetes tidak terkontrol sehingga kadar gula yang tinggi menyebabkan adanya gula dalam urin dan darah dan mengakibatkan bakteri tumbuh subur. Dua faktor lain yang mempengaruhi jenis organisme yang terdapat dalam flora vagina adalah pH dan terdapatnya glukosa. Kandungan glikogen epitel vagina pasti meningkat pada wanita yang menstruasi (dalam masa reproduksi) dibandingkan wanita yang tidak dalam masa reproduksi. Kandungan asam laktat dalam vagina menimbulkan pH yang sangat asam (kurang dari 4,5). Asam laktat diproduksi tidak hanya oleh metabolisme laktobasilus yang menggunakan glukosa sebagai substrat tetapi juga oleh metabolisme bakteri lain yang menggunakan glikogen sebagai substrat dan oleh metabolisme sel-sel epitel vagina yang juga menggunakan glikogen sebagai substrat. Kemudian pH rendah ini menyokong pertumbuhan organisme asidofilik seperti laktobasilus. Terdapatnya laktobasilus mungkin menjadi pusat pembatasan pertumbuhan bakteri lainnya. Kolonisasi laktobasilus vagina yang berat menghambat pertumbuhan organisme lain melalui metabolisme sendiri dengan mempertahankan pH yang rendah dengan menggunakan glukosa untuk menghasilkan asam laktat, dengan memproduksi hidrogen peroksida yang menghambat pertumbuhan bakteri anaerob, dan dengan menggunakan glukosa tersebut memusnahkan organisme lain karena substrat untuk metabolismenya telah dipergunakan. Di antara wanita pasca menopause, kandungan glikogen sel yang rendah karena pengurangan kadar estrogen diperkirakan bertanggung jawab terhadap peningkatan pH vagina. Pada lingkungan pH yang tinggi ini efek penghambatan dan persaingan laktobasilus dihilangkan dengan demikian organisme-organisme lain terutama yang anaerob akan berproliferasi. 5. Para wanita dalam masa post menopause atau pada masa premenarke

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Cairan vagina dan flora mikroba dipengaruhi oleh hormon-hormon seks. Peningkatan volume dan penurunan viskositas cairan vagina terjadi setelah ovulasi, dalam hal ini hormon progesteron memegang peranan. Estrogen meningkatkan kadar glukosa dalam cairan vagina. Tidak jelas apakah estrogen meningkatkan pergantian glikogen atau kandungan glikogen sel-sel epitel, yang kemudian dapat mempengaruhi jenis organisme yang mengkolonisasi epitel. Sehingga wanita premenarche dan pasca menopause lebih banyak mempunyai bakteri anaerob daripada wanita menstruasi. Wanita dalam masa reproduksi mempunyai lebih banyak bakteri fakultatif yang sebanding termasuk laktobasilus daripada wanita dengan kadar estrogen rendah. Wanita yang suka mengkonsumsi steroid atau dopping. Karena dapat menurunkan system kekebalan tubuh sehingga menyebabkan infeksi jamur. Wanita dalam keadaan kekurangan zat besi dalam tubuh. Dalam tubuh seseorang yang kekurangan zat besi atau seng juga bisa terjadi candidiasis Wanita yang dalam kondisi kesehatan menurun atau buruk Wanita yang alergi terhadap dermatologis Wanita yang selalu memakai celana dalam yang terlalu ketat atau kencang yang tidak mampu menyerap keringat dan menahan panas sehingga daerah kewanitaan menjadi lembab Wanita yang suka berganti pasangan. Wanita yang menggunakan sabun pembersih vagina.

Faktor resiko keputihan pada anak-anak Di RSUP Cipto Mangunkusumo, jumlah kasus keputihan pada anak usia 5-12 tahun tercatat ratarata 10 penderita per tahun. Ada dua han yang dapat menjadi factor resiko keputihan pada anak, yaitu factor endogen dari dalam tubuh dan factor eksogen dari luar tubuh yang keduanya saling mempengaruhi. A. Faktor endogen 1. Permukaan kulit yang menjadi pintu masuk mikroorganisme karena masih sangat tipis dan rentan, serta mudah mengalami peradangan 2. Bibir luar kemaluan belum berkembang, lemaknya masih tipis, dan menyebabkan lubang kencing maupun lubang kemaluan (vestibulum) belum terlindungi maksimal. Ini juga memudahkan terjadinya peradangan 3. Kemaluan belum ditumbuhi rambut, yang pada orang dewasa berfungsi sebagai pelindung 4. Letak lubang kemaluan pada bayi dan anak masih sangat dekat dengan anus, sehingga mudah terkontaminasi oleh bakteri dari anus maupun iritasi akibat feses. 5. pH atau keasaman vagina cenderung netral dan basa (alkalis). Ini memudahkan bakteri berkembang biak walau sulit bagi jamur yang lebih suka keadaan asam (seperti yang sering dijumpai pada wanita dewasa) 6. Hingga usia 2 bulan, kadar hormone estrogen yang terbawa dari ibu masih tinggi. Keadaan ini mempengaruhi jumlah cairan vagina. Pada anak prapubertas, peningkatan kadar

hormone estrogen terjadi lagi sehingga mempengaruhi peningkatan produksi cairan yang melapisi dinding vagina. B. Faktor eksogen - Infeksi 1. Bakteri (Haemophilus influenza, Shigella eischeria coli, Chlamydia trachomatis, dan sebagainya), 2. Jamur (candida) 3. Parasit (Trichomonas vaginalis, Ocyuris enterobius vermicularis) 4. Cacing kremi - Noninfeksi 1. Masuknya benda asing ke vagina baik sengaja maupun tidak. Pada bayi, hal ini biasanya terjadi bila kapas atau tisu yang dipakai untuk membersihkan kotoran ada yang tertinggal. Menaburkan bedak terlalu banyak pada daerah kelamin bayi dan anak usai mandi atau berganti popok dapat menyebabkan keputihan. Sementara pada anak, benda asing tersebut biasanya pasir, manik-manik, dll. Akibatnya terjadi peradangan pada vulva (lubang luar vagina) atau pada liang vagina yang kemudian menimbulkan keputihan 2. Cebok tidak bersih. Anak bayi dan batita biasanya masih diceboki, sehingga sisa kotoran yang tertinggal bisa dibersihkan secara seksama. Namun setelah agak besar, biasanya anak sudah malu dan orang tua pun menganggapnya bisa cebok sendiri. Padahal, mungkin cevoknya tidak bersih benar. Akibatnya terjadi infeksi yang menyebabkan keputihan. 3. Daerah sekitar kemaluan lembap. Misalnya setelah buang air kecil, daerah kemaluan anak tidak dikeringkan secara seksama sehingga celana dalamnya basah dan menimbulkan kelembapan di sekitarnya. Ditambah sisa air seni dapat menyebabkan iritasi dan gatal, sehingga nantinya muncul reaksi keputihan. 4. Menahan buang air kecil. Akibatnya, air kencing menetes sedikit-sedikit yang membuat daerah tersebut rawan iritasi, lembap, dan gatal 5. Duduk dan jongkok sembarangan di tanah atau lantai. Karena vaginanya belum tertutup sempurna, maka mudah untuk jmur, bakteri, dan benda asing masuk ke daerah itu 6. Menggaruh daerah vagina dengan tangan kotor. Ini terjadi kalau anak merasa gatal di daerah tersebut. Akibatnya bibit penyakit di tangan pindah ke vagina dan menyebabkan keputihan.

Buku Ilmu Kebidanan Sarwono http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=224765 http://crystalx.net/keputihan-pada-anak-anak/ http://mengobatikeputihan.net/crystal-x/mereka-yang-beresiko-terhadap-keputihan/#more-126

You might also like