You are on page 1of 0

Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.

1 2007
15
DISINFEKSI UNTUK PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM

Oleh :
Nusa Idaman Said

Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT

Abstract

Water disinfection means the removal, deactivation or killing of pathogenic
microorganisms. Microorganisms are destroyed or deactivated, resulting in termination of
growth and reproduction. When microorganisms are not removed from drinking water,
drinking water usage will cause people to fall ill. Chemical inactivation of microbiological
contamination in natural or untreated water is usually one of the final steps to reduce
pathogenic microorganisms in drinking water. Combinations of water purification steps
(oxidation, coagulation, settling, disinfection, and filtration) cause (drinking) water to be
safe after production. As an extra measure many countries apply a second disinfection
step at the end of the water purification process, in order to protect the water from
microbiological contamination in the water distribution system. Usually one uses a
different kind of disinfectant from the one earlier in the process, during this disinfection
process. The secondary disinfection makes sure that bacteria will not multiply in the
water during distribution.
This paper describes several technique of disinfection process for drinking water
treatment. Disinfection can be attained by means of physical or chemical disinfectants.
The agents also remove organic contaminants from water, which serve as nutrients or
shelters for microorganisms. Disinfectants should not only kill microorganisms.
Disinfectants must also have a residual effect, which means that they remain active in the
water after disinfection. For chemical disinfection of water the following disinfectants can
be used such as Chlorine (Cl
2
), Hypo chlorite (OCl
-
), Chloramines, Chlorine dioxide
(ClO
2
), Ozone (O
3
), Hydrogen peroxide etch. For physical disinfection of water the
following disinfectants can be used is Ultraviolet light (UV). Every technique has its
specific advantages and and disadvantages its own application area sucs as
environmentally friendly, disinfection byproducts, effectivity, investment, operational costs
etc.

Kata Kunci : Disinfeksi, bakteria, virus, air minum, khlor, hip khlorit, khloramine, khlor
dioksida, ozon, UV.


1. PENDAHULUAN

Bahaya atau resiko kesehatan yang
berhubungan dengan pencemaran air secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni
bahaya langsung dan bahaya tak langsung.
Bahaya langsung terhadap kesehatan
manusia/masyarakat dapat terjadi akibat
mengkonsumsi air yang tercemar atau air
dengan kualitas yang buruk, baik secara
langsung diminum atau melalui makanan, dan
akibat penggunaan air yang tercemar untuk
berbagai kegiatan sehari-hari untuk misalnya
mencuci peralatan makan dll, atau akibat
penggunaan air untuk rekreasi. Bahaya terhadap
kesehatan masyarakat dapat juga diakibatkan
oleh berbagai dampak kegiatan industri dan
pertanian. Sedangkan bahaya tak langsung
dapat terjadi misalnya akibat mengkonsumsi
hasil perikanan dimana produk-produk tersebut
dapat mengakumulasi zat -zat pulutan
berbahaya.
Pencemaran air minum oleh virus, bakteri
patogen, dan parasit lainnya, atau oleh zat kimia,
dapat terjadi pada sumber air bakunya, ataupun
terjadi pada saat pengaliran air olahan dari pusat
pengolahan ke konsumen. Di beberapa negara
yang sedang membangun, termasuk di
Indonesia, sungai, danau, kolam (situ) dan kanal
sering digunakan untuk berbagai kegunaan,
misalnya untuk mandi, mencuci pakaian, untuk
tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga
badan air menjadi tercemar berat oleh virus,
bakteri patogen serta parasit lainnya.
Disinfeksi adalah memusnahkan mikro-
organisme yang dapat menimbulkan penyakit.
Disinfeksi merupakan benteng manusia terhadap
paparan mikro-organisme patogen penyebab
penyakit, termasuk di dalamnya virus, bakteri
dan protozoa parasit (Bitton, 1994).
Khlorinasi adalah proses untuk pengaman
terhadap mikroorganisme patogen. Pemusnahan
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
16
patogen dan parasit dengan cara disinfeksi
sangat membantu dalam penurunan wabah
penyakit akibat konsumsi air dan makanan.
Namun demikian pada tahun-tahun belakangan
ini ditemukan bahwa di dalam proses khlorinasi
terjadi hasil samping berupa senyawa halogen
organik yang dapat meracuni manusia maupun
binatang, sehingga mendorong untuk
menemukan disinfektan yang lebih aman.
Ditemukan pula bahwa beberapa patogen atau
parasit telah resistan terhadap disinfektan.
Sebagai fungsi tambahan selain
kegunaannya untuk memusnahkan patogen,
beberapa disinfektan seperti ozon, khlorine
dioxide, berfungsi juga untuk oksidasi zat
organik, besi dan mangan serta untuk
mengontrol masalah rasa dan warna dan
pertumbuhan alge.

2. FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP PROSES DISINFEKSI

2.1 Jenis Disinfektan

Efisiensi disinfektan tergantung pada jenis
bahan kimia yang digunakan, beberapa
disinfektan seperti ozon dan khlorine dioksida
merupakan oksidator yang kuat dibandingkan
dengan yang lainnya seperti khlorine.

2.2 Jenis Mikroorganisme

Di alam terdapat banyak sekali variasi
mikroba patogen yang resisten terhadap
disinfektan. Bakteri pembentuk spora umumnya
lebih resistan terhadap disinfektan dibandingkan
bakteri vegetatif. Terdapat juga variasi dari
bakteri vegetatif yang resisten terhadap
disinfektan dan juga diantara strain yang
termasuk dalam spesies yang sama. Sebagai
contoh Legionella pneumophila lebih tahan
terhadap khlorine dibandingkan E.coli. Secara
umum resistensi terhadap disinfeksi berurutan
sebagai berikut : bakteri vegetatif < virus enteric
< bakteri pembentuk spora spore-forming
bacteria) < kista protozoa.

2.3 Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu
Kontak

Inaktivasi mikroorganisme patogen oleh
senyawa disinfektan bertambah sesuai dengan
waktu kontak, dan idealnya mengikuti kinetika
reaksi orde satu. Inaktivasi terhadap waktu
mengikuti garis lurus apabila data diplot pada
kertas log-log.

N
t
/N
o
= e
-kt


N
o
= Jumlah mikro-organisme pada waktu 0.
N
t
= Jumlah mikro-organisme pada waktu t.
k = decay constant atau konstanta pemusnahan
(waktu
-1
) .
t = waktu.

Namun demikian data inaktivasi di
lapangan menunjukkan deviasi dari kinetik orde
satu seperti terlihat pada Gambar 1 (Hoff dan
Akin, 1986). Kurva C pada Gambar 1
menunjukkan deviasi dari kinetika orde satu.
Bagian ujung kurva merupakan akibat adanya
subpopulasi dari populasi heterogen mikro-
organisme yang resistan terhadap disinfektan.
Kurva A menunjukkan populasi mikroorganisme
homogen yang sensitif terhadap disinfektan,
Sedangkan kurva B menujukkan populasi
mikroorganisme homogen yang agak tahan
terhadap disinfektan.
Gambar 1 : Kurva inaktivasi mikroorganisme di
dalam proses disinfeksi.

Efektifitas disinfektan dapat digambarkan
sebagai C.t. C adalah konsentrasi disinfektan
dan t adalah waktu yang diperlukan untuk proses
inaktivasi sejumlah persentasi tertentu dari
populasi pada kondisi tertentu (pH dan suhu).
Hubungan antara konsentrasi disinfektan dengan
waktu kontak diberikan oleh hukum Watson
sebagai berikut (Clark, 1989) :

K = C
n
t
Dimana :

K = Konstanta mikro-organisme tertentu yang
terpapar disinfektan pada kondisi tertentu.
C = Konsentrasi disinfektan (mg/l).
t = Waktu yang diperlukan untuk memusnahkan
persentasi tertentu dari populasi (menit)
n = Konstanta yang disebut koefisien pelarutan.

Apabila t diplot terhadap C pada kertas
logaritma ganda (log-log), n adalah slope atau
kemiringan dari garis lurus. Nilai n menunjukkan
pentingnya konsentrasi disinfektan atau waktu
kontak dalam proses inaktivasi mikro-organisme.
Apabila n < 1, porses disinfeksi lebih dipengaruhi
oleh waktu kontak dibandingkan dengan
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
17
konsentrasi disinfektan. Apabila n > 1, jumlah
disinfektan merupakan faktor dominan yang
mengontrol proses disinfeksi, namun demikian
nilai n umumnya mendekati 1.
Penentuan nilai Ct dapat melibatkan
temperatur dan pH dari medium suspensi.
Sebagai contoh persamaan dikembangkan untuk
mengetahui inaktivasi kista dari Giardia Lamblia
pada proses pengolahan dengan disinfektan
khlor (Clark,1989 ; Hibler, 1987).

C.t = 0,9847 C
0,1758
pH
2,7519
T
-0,1467


Dimana :

C = Konsentrasi khlor (C < 4,23 mg/l).
t = waktu untuk inaktivasi 99,99 % kista.
pH = pH (antara 6 dan 8).
T = temperatur (antara 0,5 dan 5,0
o
C).

Nilai Ct untuk mikro-organisme patogen dapat
dilihat pada Tabel 1. Tingkat ketahanan terhadap
khlorin sebagai berikut kista protozoa > virus >
bakteri vegetatif.

Tabel 1 : Harga Ct untuk Inaktivasi mikroba
dengan disinfektan khlor (Pada suhu 5
0
C dan
pH = 6,0).

Mikroorganisme Konsentrasi
khlor (mg/l)
Waktu
Inaktivasi
(menit)
Ct
E. coli 0,1 0,4 0,04
Polivirus 1 1,0 1,7 1,7
E. histolytica Cyst 5,0 18 90
Giardia Lamblia 1,0 50 50
cyst 2,0 40 80
2,5 100 250
Giardia Muris
cyst
2,5 100 250

Sumber : Hoof dan Akin (1986) didalam Biton (1994).

Cara lain untuk menggambarkan efektifitas
disinfektan tertentu adalah dengan mengetahui
koefisien kematian (lethality coefficient ), dan
persamaannya ditunjukkan sebagai berikut
(Moris, 1975) :

= 4,6 / Ct
99

dimana :

4,6 = natural log of 100.
C = konsentrasi sisa disinfektan (mg/l).
t
99
= waktu kontak sampai inaktivasi 99 %
mikro-organisme.
Nilai untuk menghancurkan 99 % mikro-
organisme dengan ozon dalam waktu 10 menit
pada temperatur 10 15
o
C bervariasi dari 5
untuk Entamoeba histolytica hingga 500 untuk E.
Coli (Chang, 1982).

2.4 Pengaruh pH

Dalam hal disinfeksi dengan senyawa
khlor, pH akan mengontrol jumlah HOCl (asam
hypochlorit) dan OCl
-
(hypokhlorit) dalam larutan.
HOCl 80 kali lebih efektif dari pada OCl
-
untuk
E.Coli. Di dalam proses disinfeksi dengan khlor,
harga Ct meningkat sejalan dengan kenaikan
pH, Sebaliknya inaktivasi bakteria, virus dan
kista protozoa umumnya lebih efektif pada pH
tinggi. Pengaruh pH pada inaktivasi mikroba
dengan khloramin tidak diketahui secara pasti
karena adanya hasil yang bertentangan.
Pengaruh pH pada inaktivasi patogen dengan
ozon juga belum banyak diketahui secara pasti.

2.5 Temperatur

Inaktivasi patogen dan parasit meningkat
sejalan dengan meningkatnya temperatur
(sebagai contoh Ct menurun).

2.6 Pengaruh Kimia Dan Fisika Pada
Disinfeksi

Beberapa senyawa kimia yang dapat
mempengaruhi proses disinfeksi antara lain
adalah senyawa nitrogen anorganik maupun
organik, besi, mangan dan hidrogen sulfida.
Senyawa organik terlarut juga menambah
kebutuhan khlor dan keberadaannya
menyebabkan penurunan efisiensi proses
disinfeksi.
Kekeruhan dalam air disebabkan adanya
senyawa anorganik (misal lumpur, tanah liat,
oksida besi) dan zat organik serta sel-sel
mikroba. Kekeruhan diukur dengan adanya
pantulan cahaya (light scattering) oleh partikel
dalam air. Hal ini dapat menggangu pengamatan
coliform dalam air, disamping itu kekeruhan
dapat menurunkan efisiensi khlor maupun
senyawa disinfektan yang lain.
Kekeruhan (turbidity) harus dihilangkan
karena mikroorganisme yang bergabung partikel
yang ada di dalam air akan lebi h resistan
terhadap disinfektan dibandingkan dengan
mikroorganisme yang bebas. Gabungan Total
Organic Carbon (TOC) dengan kekeruhan akan
menaikkan kebutuhan khlor. Mikroorganisme jika
bergabung dengan zat kotoran manusia, sampah
dan padatan air buangan akan tahan terhadap
disinfektan. Penemuan ini penting untuk
masyarakat yang mengolah air hanya dengan
khlorinasi.
Efek proteksi dari partikel di dalam air
terhadap ketahanan mikroorganisme di dalam
proses disinfeksi tergantung pada ukuran dan
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
18
sifat alami dari partikel tersebut. Sel yang
bergabung dengan poliovirus lebih tahan
terhadap inaktivasi khlor, sedangkan bentonite
dan aluminium phosphat bila bergabung dengan
virus tidak memberikan efek proteksi seperti
tersebut di atas. Virus dan bakteri yang
bergabung dengan bentonite tidak tahan
terhadap inaktivasi ozon. Studi di lapangan
menunjukkan virus yang bergabung dengan
padatan lebih tahan terhadap khlor dari pada
keadaan bebas. Menurunkan kekeruhan ke
tingkat lebih kecil dari 0,1 NTU dapat menjadi
ukuran untuk menghindari efek proteksi dari
partikel pada saat proses disinfeksi.

2.7 Faktor Lain

Beberapa studi menunjukkan bahwa
patogen dan indikator bateri yang ditumbuhkan
di laboratorium lebih sensitif terhadap disinfektan
dari pada yang berada di alam. Flavobacterium
yang berada di alam 200 kali lebih tahan
terhadap khlor dari pada yang dibiakkan di
laboratorium. Klebsiella pneumoniae lebih tahan
terhadap khloramin apabila tumbuh pada kondisi
nutrient rendah. Penambahan ketahanan
terhadap khloramin disebabkan oleh beberapa
faktor faal (physiological factos), misal
penambahan pengelompokan sel dan produksi
extracellular polymer, perubahan membran lipid,
dan pengurangan oksidasi kelompok sulfhydryl.
Kekebalan yang terjadi pada strain bakteri alami
karena keterbatasan makanan dan zat perusak
seperti disinfektan, mungkin pula disebabkan
oleh synthesis dari protein tertekan, namun
prosesnya tidak dapat dimengerti. Fenomenanya
masih menjadi tanda tanya karena tidak
bergunanya data disinfeksi di laboratorium untuk
mengamati inaktivasi patogen pada keadaan di
lapangan.
Paparan pertama dapat menambah
ketahanan mikroba terhadap disinfektan.
Paparan pengulangan mikro-organisme pada
khlor menghasilkan adanya bakteri dan virus
tertentu yang tahan terhadap disinfektan.
Penggumpalan/penggabungan mikroorganisme
patogen umumnya mengurangi efisiensi
disinfektan. Sel bakteria, partikel viral dan kista
protozoa di dalam gumpalan sangat terlindung
dari aksi disinfektan (Chen, 1985).


3. DISINFEKSI DENGAN SENYAWA
KHLOR (KHLORINE)

Gas khlor (Cl
2
) bila dimasukkan ke dalam
air akan terhidrolisa, seperti persamaan berikut :

Cl
2
+ H
2
O HOCl + H
+
+ Cl
-

Gas asam
Khlor hipokhlorit
Asam hipokhlorit berdisosiasi dalam air, seperti
persamaan berikut :

HOCl H
+
+ OCl
-

Asam ion
hipokhlorit hypokhlorit

Perbandingan HOCl dan OCl
-
tergantung
pada pH air. Khlor sebagai HOCl atau OCl
-

disebut sebagai khlorin bebas yang tersedia
(free available chlorine). Dissosiasi asam
hipokhlorit (HOCl) akan berkurang pada pH
rendah (suasana asam). Pada pH 5 atau lebih
kecil sisa khlor akan berupa HOCl, pada pH 7,5
sekitar 50 % sisa khlor berupa HOCl dan pada
pH 9 sebagian besar sisa khlor berupa OCl
-
.
HOCl bergabung dengan amonia dan
senyawa organik nitrogen membentuk khloramin,
yang dapat bergabung dengan khlorin yang
tersedia.

3.1 Inaktivasi Mikroorganisme Dengan
Khlor

Dari ketiga senyawa khlor (HOCl, OCl
-
dan
NH
2
Cl), asam hipokhlorit merupakan senyawa
yang paling efektif untuk menginaktivasi
mikroorganisme dalam air. Keberadaan zat yang
mengganggu akan mengurangi efektifitas khlor,
sehingga diperlukan konsentrasi khlor yang
tinggi (2040 ppm) untuk mengurangi virus.
Khlor terutama HOCl, umumnya sangat
efektif untuk inaktivasi patogen dan bakteri
indikator. Pengolahan air dengan pemberian
khlor 1mg/l dengan waktu kontak kurang dengan
waktu 30 menit umumnya efektif untuk
mengurangi bakteri dalam jumlah yang cukup
besar. Campylobacter jejuni menunjukkan lebih
dari 99% dapat diaktivasi dengan dosis 0,1 mg/l
khlorin bebas (waktu kontak 5 menit). Virus
enteric walaupun sangat bervariasi dalam hal
ketahanan terhadap khlor, namun umumnya
patogen ini lebih tahan dari pada bakteri
vegetatif. Hal ini menjelaskan mengapa virus
sering terdeteksi pada efluen pengolahan kedua
(secondary treatment ). Khloramin lebih tidak
efisien dibandingkan sisa khlor bebas pada
proses inaktivasi virus. Kista protozoa (misal
Giardia Lamblia, Entamoeba histolytica,
Naegleria gruberi) lebih tahan terhadap khlor dari
pada bakteria dan virus. Dengan adanya HOCl
pada pH = 6, Ct untuk E.Coli adalah 0,04
dibandingkan Ct 1,05 untuk poliovirus tipe I dan
Ct

80 untuk G.lamblia. (Bitton, 1994).
Cryptosporidium sangat tahan terhadap
disinfektan. Khlor atau monokhloramin
diperlukan konsentrasi 80 mg/l untuk meng-
inaktivasi 90 % dengan waktu kontak 90 menit.
Parasit ini tidak inaktivasi secara sempurna
dengan larutan 3 % sodium hypokhlorit dan
oocysts dapat bertahan hingga 3 sampai 4 bulan
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
19
dalam larutan 2,5 % potasium dichromat. Parasit
ini sangat tahan terhadap disinfektan pada
pengolahan air minum, maupun air limbah.
Di dalam proses pengolahan air minum
sisa khlor di dalam air olahan yang sampai ke
konsumen dipertahankan minimal 0,1 mg/l.
(JWWA,1978)

3.2 Keruasakan Sel oleh Khlor

Perlakuan fisik misalnya pemanasan,
pendinginan, sinar matahari dan zat kimia
misalnya khlor, logam berat misalnya cooper
atau tembaga dapat merusak sel bakteri.
Kerusakan yang disebabkan faktor lingkungan
dapat menyebabkan pengurangan ukuran sel,
kerusakan pada dinding sel serta dapat merubah
physilogi sel.
Khlor dan tembaga menyebabkan
kerusakan besar pada bakteri coliform dalam air
minum. Bakteri yang rusak tidak dapat
berkembang apabila terdapat zat-zat tertentu
(misal sodium lauryl sulfate, sodium
deoxycholate). Namun demikian patogen yang
rusak akibat khlor dan tembaga (misal
enterotoxigenic E.coli) tetap menghasilkan
enterotoxin dan mampu baik kembali dalam
perut halus binatang dan tetap bersifat patogen.
Hal ini menunjukkan kerusakan sel akibat
pengolahan dengan khlor tetap dapat
membahayakan kesehatan. Kerusakan akibat
khlor dapat terjadi pada beberapa jenis patogen
termasuk enterotoxicgenic E.coli, salmonella
typhimurium, Yersinia enterocolitica dan Shigella
spp. Luasnya kerusakan akibat khlor tergantung
pada jenis mikroorganismenya.

13.3 Kemampuan Pemusnahan Oleh
Khlorin Bebas

Potensi pemusnahan mikroorganisme
patogen oleh khlor bebas dapat meningkat
apabila ditambahkan garam-garam seperti KCl,
NaCl atau CaCl
2
. Mekanisme penambahan
potensi akibat garam-garam belum bisa
dijelaskan.
Kemampuan disinfeksi khlor dapat juga
meningkat dengan adanya logam berat. Laju
inaktivasi bakteri patogenik (seperti Legionella
pneumophila) meningkat jika khlor bebas
dimodifikasi dengan tembaga dan perak yang
diproduksi dengan elektrolitik. Fenomena ini
diperlihatkan pula untuk bakteri indikator dalam
air kolam renang. Proses ini tidak secara
sempurna menghilangkan virus enteric tertentu
(misal virus hepatitis A) dalam air.

3.4 Mekanisme Cara Kerja Khlor

Khorin menyebabkan dua jenis kerusakan
pada sel bakteri. Jenis perusakan tersebut
adalah :

1) Perusakan kemampuan permeabilitas
sel (disruption of cell permeability).
Khlor bebas merusak membran dari sel
bakteri, hal ini menyebabkan sel kehilangan
permeabilitasnya (kemampuan menembus) dan
merusak fungsi sel lainnya. Pemaparan pada
khlor menyebabkan kebocoran protein, RNA dan
DNA. Sel mati merupakan hasil pelepasan TOC
dan material yang menyerap sinar UV,
pengurangan pengambilan (uptake) potasium
dan pengurangan sintesis protein dan DNA.
Perusakan kemampuan permeabilitas
merupakan juga penyebab perusakan spora
bakteri oleh khlor(Bitton,1994).

2) Perusakan asam nukelat dan enzim
(Damage to nucleic acids and
enzymes).
Khlorin merusak juga asam nukleat
bakteri, demikian pula enzym. Salah satu akibat
pengurangan aktivitas katalis adalah
penghambatan oleh akumulasi hidrogen
peroxida. Cara kerja khlor terhadap virus
tergantung pada jenis virus. Perusakan asam
nukleat merupakan cara utama pada inaktivasi
bakteri phage 12 atau poliovirus tipe 1. Pelapis
protein merupakan sasaran untuk virus jenis lain
(Bitton ,1994).

3.5 Toksikologi (Sifat Racun) Senyawa
Khlor dan Hasil Samping Senyawa
Khlor

Secara umum resiko adanya bahan kimia
dalam air tidak sejelas adanya mikroorganime
patogen. Hal ini disebabkan kurangnya data
hasil samping proses disinfeksi. Sifat racun
senyawa khlor dan hasil sampingnya (by
products) merupakan hal yang penting untuk
diketahui. Sekitar 79 % dari populasi di USA
terpapar oleh khlor yang berasal dari air minum
(US EPA 1989). Ada keterkaitan antara
khlorinasi air minum dengan dengan
meningkatnya risiko kanker usus. Keterkaitan ini
sangat kuat untuk konsumen yang terpapar air
yang dikhlorinasi selama lebih dari 15 tahun
(Craun, 1988).
Trihalomethan (THM) seperti khloroform,
dikhlorometan, bromodikhlorometan, dibromo-
khlorometan, bromoform, 1,2 dikhloroetan, dan
karbon tetrakhlorida merupakan senyawa khlor
yang dihasilkan akibat proses khlorinasi air.
Senyawa senyawa tersebut bersifat karsinogen.
Kemungkinan pula ada hubungan antara
khlorinasi air dengan meningkatnya risiko
cardiovascular namun masih perlu diteliti lagi
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
20
(Craun, 1988). Pengetahuan ini mendorong U.S
EPA untuk menentukan batas kandungan
maximum (MCL) THM sebesar 100 g/l.
Pengolahan air dengan khloramin tidak
menghasilkan trihalometan, oleh sebab itu
konsumen yang meminum air yang diolah
dengan khloramin menunujukkan penurunan
penyakit kanker dibandingkan mengkonsumsi air
yang diolah dengan proses khlorinasi (Zierler,
1987).
Ada beberapa pendekatan untuk
mengontrol dan mengurangi trihalometan (THM)
dalam air minum adalah sebagai berikut (Wolfe,
1984) :
Menghilangkan senyawa senyawa penyebab
terbentuknya THM sebelum dilakukan
khlorinasi. Terdapat hubungan yang kuat
antara total senyawa yang berpotensi
membentuk senyawaTHM dengan total
karbon organik(TOC) di dalam air.
Menghilangakan senyawa THM yang telah
terjadi dengann cara adsorbsi dengan
menggunakan filter karbon aktif.
Menggunakan alternatif disinfektan yang lain
untuk proses disinfeksi yang tidak
menimbulkan THM (misal khloramin, ozon
atau ultra violet).

3.6 Khloraminasi

Khloraminasi adalah disinfeksi air dengan
khloramin. The Denver Water Departemen telah
berhasil menerapkan khloraminasi pada
pengolahan air selama 70 tahun. Khloramin tidak
bereaksi dengan senyawa organik untuk
membentuk THM. Walaupun kurang efektif
dibandingkan dengan khlor bebas, namun lebih
efektif dalam hal pengontrolan biofilm
mikroorganisme karena zat ini kurang
berinteraksi dengan polisacharida. Disarankan
untuk memakai khlor bebas sebagai disinfektan
utama kemudian untuk menjaga sisa disinfektan
pada sistem distribusi ditambah monokhloramin
untuk mengontrol biofilm.

3.6.1 Kimia Khloramin

Dalam larutan, HOCl beraksi dengan
amonia dan membentuk khloramin anorganik,
seperti persamaan berikut :

NH
3
+ HOCl NH
2
Cl + H
2
O
Monokhloramin

NH
2
Cl + HOCl NHCl
2
+ H
2
O
Dikhloramin

NHCl
2
+ HOCl NCl
3
+ H
2
O
Trikhloramin

Perbandingan ketiga bentuk khloramin itu
sangat tergantung pada pH air. Monokhloramin
lebih dominan pada pH > 8,5. Monokhloramin
dan Dikhloramin keduanya ada pada pH antara
4,5 dan 8,5 dan Trikhloramin terbentuk pada
pada pH < 4,5. Monokhloramin merupakan zat
yang dominan yang terbentuk pada suasana pH
yang ada dalam proses pengolahan air dan air
buangan (pH = 6 9). Di dalam proses
pengolahan air minum diharapkan hanya
terbentuk monokhloramin, karena dikhloramin
dan trikhloramin menimbulkan rasa yang kurang
enak pada air .
Percampuran khlor dan amonia
menghasilkan kurva antara dosis khlor dengan
residual khlor seperti terlihat pada Gambar 2.


Gambar 2 : Kurva kebutuhan dosis untuk reaksi
khlorin dengan amonia.

Dosis khlorin 1 mg/l menghasilkan residu khlorin
1 mg/l. Namun apabila terdapat amonia di dalam
air, residu khlorin mencapai puncak
(pembentukan terutama monokhloramin, pada
perbandingan khlorin dengan amonia-N antara
4:1 dan 6:1) kemudian menurun hingga minimum
yang disebut breakpoint . Breakpoint saat
khloramin dioksidasi menjadi gas nitrogen,
terjadi apabila perbandingan khlorin dengan
amonia-N antara 7,5 : 1 dan 11 : 1.

2NH
3
+ 3HOCl N
2
+ 3H
2
O + 3HCl

Penambahan khlorin diluar breakpoint menjamin
adanya residual khlor bebas.

3.6.2 Efek Biocidal dari Khloramin Anorganik

Pada tahun 1940an Butterfield dan rekan-
rekan menemukan bahwa khlorin bebas
menginaktivasi bakteri enteric lebih cepat dari
pada khloramin anorganik. Selanjutnya aktivitas
khloramin terhadap bakteri meningkat dengan
meningkatnya temperatur dan konsentrasi ion
hidrogen. Penelitian yang sama dilakukan
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
21
terhadap virus dan kista protozoa. Mycobacteria,
virus enteric (seperti virus hepatitis A, rotavirus)
dan kista protozoa tahan terhadap khloramin.
Oleh karena itu disarankan air minum jangan
didisinfektan hanya dengan khloramin, kecuali
jika kualitas sumber airnya baik. Inaktivasi
patogen dan parasit dengan khloramin
disimpulkan pada Tabel 2.

3.6.3 Aspek Racun Dari Khloramin

Dikhloramin dan trikhloramin menimbulkan
bau dan mempunyai angka batas bau (threshold
odor) pada masing-masing konsentrasi 0,8 dan
0,02 mg/l. Khloramin menyebabkan hemolytic
anemia pada pasien hemodialisis ginjal, namun
tidak terjadi pada binatang maupun manusia
yang mengkonsumsi khloramin dari mulut.
Walaupun khloramin menyebabkan perubahan
pada bakteri dan meyebabkan kerusakan kulit
pada tikus, namun penelitian menunjukkan
belum ditemukan potensi sifat karcinogen.
Pada lingkungan air, khloramin meracuni
ikan dan invertebrata. Pada suhu 20
o
C 96-hr
LC
50
(50% konsentrasi lethal) dari
monokhloramin antara 0,5 dan 1,8 mg/l. Salah
satu mekanisme peracunan terhadap ikan
adalah oksidasi yang ireversible dari hemoglobin
menjadi methemoglobin, yang kapasitas
membawa oksigennya sedikit.



Tabel 2 : Inaktivasi mikroorganisme di dalam air dengan khloramin.

Jenis Mikroba Air Suhu
(
o
C)
pH Perkiraan
Harga Ct
Bakteia :
E. coli BDF 5 9,0 113
Coliforms, Salmonella.typhimurium,
Salmonella. sonnei
tap water + 1 % air
limbah domestik
20 6,0 8,5
M. fortuitum BDF 20 7,0 2.667
M. avium BDF 17 7,0 -
M. Intracellulare BDF 17 7,0 -
Virus :
Polio I BDF 5 9,0 1.420
Polio I Efluen primair 25 7,5 345
Hepatitis A BDF 5 8,0 592
Coliphage MS2 BDF 5 8,0 2.100
Rotavirus SA11 :
Dispersed BDF 5 8,0 4.034
Cell -associated BDF 5 8,0 6.124
Protozoan cysts :
G. muris BDF 3 6,5 7,5 430 - 580
G. muris BDF 5 7,0 1.400
BDF : bufferd demand free water
Sumber : Bitton, 1994.


4. DISINFEKSI DENGAN KHLOR
DIOKSIDA

4.1 Proses Kimia Khlor Dioksida

Khlor dioksida tidak membentuk
trihalomethan (THM), juga tidak beraksi dengan
amonia untuk menjadi Khloramin. Oleh karena
itu zat ini banyak digunakan sebagai disinfektan
pada pengolahan air minum. Oleh karena tidak
dapat disimpan dalam keadaan tertekan dalam
tanki, maka khlorin dioksida harus diproduksi di
tempat. Khlor dioksida (ClO
2
) dihasilkan dari
reaksi gas khlor dengan sodium khlorit sesuai
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

2 NaClO
2
+ Cl
2
2 ClO
2
+ 2 NaCl


atau dapat juga dihasilkan dari reaksi
antaraasam khlorida (HCl) dengas sodium atau
natrium khlorit dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :

4 HCl + 5 NaClO
2
5 ClO
2
+ 5 NaClO
2
+ 2 H
2
O

ClO
2
tidak terhidrolisa dalam air namun berada
sebagai gas terlarut. Dalam larutan alkali, zat ini
membentuk khlorit dan khlorat :

2 ClO
2
+ OH
-
ClO
2
-
+ ClO
3
-
+ H
2
O

Pada pengolahan air, khlorit paling banyak
terbentuk. Untuk mengurangi pembentukan
THM, ClO
2
digunakan sebagai preoksidan dan
disinfektan utama kemudian diikuti dengan
penambahan khlor untuk menjaga residual khlor.


Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
22
4.2 Pengaruh Khlor Dioksida Pada
Mikroorganisme

Khlor dioksida cepat bereaksi dan efektif
sebagai disinfektan mikroba, sama bahkan lebih
dari kemampuan khlorin dalam inaktivasi bakteri
dan virus pada proses pengolahan air dan air
buangan. Efektif pula dalam perusakan kista
patogen protozoa seperti Naegleria gruberi.
Efisiensi virucidal khlor dioksida meningkat
sejalan dengan meningkatnya pH dari 4,5
sampai 9. Inaktivasi bacteriophage f2 juga tinggi
pada pH 9,0 dari pada pada pH 5,0. (Noss and
Olivieri, 1985).

4.3 Cara Kerja Khlor Dioksida

Cara kerja utama khlorin dioksida
melibatkan perusakan sintesis protein dalam sel
bakteri. Diketahui juga perusakan bagian luar
membran dari bakteri gram-negatif. Penelitian
mekanisme inaktivasi virus oleh khlorin dioksida
memperlihatkan hasil yang kontradiksi.
Perlakuan dengan bacterial phage f2
menunjukkan bahwa pelapis protein adalah
sasaran utama. Kehilangan pelekatan phage ini
pada sel host paralel dengan inaktivasi virus.
Khususnya pengurangan residu tyrosine dalam
pelapis protein merupakan kerja yang utama
khlor dioksida dalam f2 phage. Perusakan
pelapis protein viral terjadi pada virus lain seperti
poliovirus. Beberapa peneliti menyimpulkan
bahwa kerja utama khlorin dioksida adalah viral
genome.

4.4 Sifat Racun Khlor Dioksida

Khlorin dioksida bereaksi dengan fungsi
thyroid menghasilkan serum kolesterol tinggi
pada binatang yang makan kalsium rendah dan
lipid tinggi. Khlorin dioksida mempunyai hasil
samping dua senyawa anorganik, khlorit (ClO
2
-
)
dan khlorat (ClO
3
-). Khlorit lebih menjadi
perhatian dalam pengaruhnya terhadap
kesehatan dibandingkan khlorat dan keduanya
dapat bergabung dengan hemoglobin
menyebabkan methemoglobinemia.

5. DISINFEKSI DENGAN OZON

5.1 Senyawa Ozon

Ozon merupakan senyawa yang mampu
membunuh bakteri dan mempunyai daya
oksidasi yang kuat. Sejak beberapa dekade
terakhir beberapa negara di Eropa telah
memanfaatkan ozon untuk mengolah air minum,
demikian pula Amerika dan bahkan Jepang.
Ozon pertama kali diperkenalkan sebagai zat
pengoksidasi kuat untuk menghilangkan rasa,
bau dan warna. Pengolahan air pertama
menggunakan ozon pada tahun 1906 di Bon
Voyage Water Treatment Palnt, Nice, Perancis.
(Bitton,1994). Oksidator ini sekarang digunakan
sebagai disinfektan utama untuk membunuh
atau menginaktivasi mikroorganisme patogen
dan untuk mengoksidasi zat besi dan mangan,
senyawa penyebab rasa dan bau, warna, zat
organik, deterjen, fenol serta zat organik lain.
Sebagai disinfektan, ozon dapat dengan cepat
membunuh virus, bakteri dan jamur serta
mikroorganisme lainnya. Perbandingan potential
oksidasi relatif (relative oxidation potentials)
ozon dengan beberapa senyawa disinfektan
lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 : Potential oksidasi relatif (Relative
Oxidation Potentials) beberapa senyawa
disinfektan

Senyawa Disinfektan Potensial
Oksidasi (
Volt)
Potensial
Oksidasi
Relatif *

Fluorine 3,06 2,25
Radikal Hidroksil 2,80 2,05
Atom Oksigen 2,42 1,78
Ozon 2,07 1,52
Hidrogen Peroksida 1,77 1,30
Radikal Perhidroksil 1,70 1,25
Asam Hipokhlorida 1,49 1,10
Khlorine 1,36 1.00

* Di dasarkan pada khlorine = 1,00
(Rice, 1989)

Dibandingkan dengan disinfektan
konvesional seperti senyawa khlor (khlorin) atau
kaporit yang umun digunakan untuk pengolahan
air minum, ozon mempunyai beberapa
kelebihan. Khlorin misalnya, dapat menimbulkan
bau yang tajam (bau kaporit). Selain itu disinfeksi
dengan khlor (khlorin) dapat menimbulkan
dampak sampingan dengan terbentuknya
senywa trihalomethan (THMs) yang bersifat
karsinogen. Sedangkan ozon selain tidak
menimbulkan bau juga dapat membuat air
menjadi lebih segar. Umumnya pengolahan air
dengan ozon digabungkan dengan proses
koagulasi-flokulasi, pengendapan dan
penyaringan seperti pada pengolahan air
konvensional atau digabungkan dengan
pengolahan khusus.
Pre-ozonisasi pada proses pengolahan air
minum dapat menurunkan potensi pembentukan
THMs dan pencetus partikel koagulasi pada saat
pengolahan air. Pengolahan dengan ozon dapat
juga digabungkan bersama-sama dengan proses
adsorpsi dengan karbon aktif. Di Amerika lebih
dari 40 pengolahan air pada saat ini
menggunakan ozon sebagai oksidator, dan
sebagian kecil digunakan sebagai disinfektan.
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
23
Ozon dapat diterapkan pada beberapa titik pada
pengolahan air konvensional. Efektifitasnya
sebagai disinfektan tidak bisa dikontrol oleh pH,
dan tidak bereaksi dengan amonia.
Ditinjau dari biaya konstruksinya maupun
biaya operasi dan pemeliharaan, disinfeksi
dengan Ozon lebih mahal dari pada khlorinasi
dan disinfeksi dengan UV. Penggunaan energi
merupakan bagian biaya operasi yang paling
mahal. Oleh karena ozon tidak meninggalkan
residu pada air, pengolahan dengan ozon
kadangkala dikombinasikan dengan post-
khlorinasi. Ozon merubah senyawa komplek
menjadi sederhana, beberapa senyawa
kemungkinan sebagai makanan mikroba pada
sistem distribusi air. Ozone merupakan oksidator
yang lebih kuat dibandingkan dengan khlor.

5.2 Pembuatan Ozon

Ozon mempunyai rumus kimia O
3
dalam
bentuk gas yang btidak stabil dengan kelarutan
di dalam air sekitar 20 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan kelarutan oksigen. Ozon
dapat dihasilkan dengan beberapa cara yaitu
secara elektrolisis, kimiawi, termal atau
fotokimia, serta melalui peluahan muatan listrik
(electric dischrage). Untuk skala besar, cara
dengan peluahan listrik inilah yang saat ini
banyak digunakan secara komersial.
Prinsip peluahan muatan listrik adalah
dengan melewatkan udara kering atau oksigen
ke sebuah ruang di antara elektoda-elektroda
yang dialiri listrik bolak-balik tegangan tinggi,
yaitu sekitar 8.000 sampai 20.000 volt. Peluahan
terputus-putus (intermittent discharge) yang
berlangsung di antara dua elektroda akan
menyebabkan elektron-elektron bertabrakan
dengan molekul oksigen sehingga terbentuklah
senyawa ozon (O
3
). Secara sederhana prinsip
pembangkit ozon dengan cara peluahan listrik
serta mekanisme pembentukan ozon dapat
dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3 : Prinsip alat pembangkit ozon dengan
cara peluahan listrik.
Sumber : Design Criteria For Waterworks Facilities,
JWWA ,1978.

Gambar4 : Ilustrasi pembentukan ozon dengan
peluahan listrik secara parsial.
Sumber : Design Criteria For Waterworks Facilities,
JWWA,1978.

Reaksi pembentukan ozon secara sederhana
dapat diuraikan sebagai berikut :

O
2
+ e ------> 2 O + e (1)
O + O
2
+ M ------> O
3
+ (M) (2)
O
3
+ O ------> 2 O
2
(3)
O
3
+ e -------> O + O
2
+ e (4)

Persamaan reaksi (1) dan (2) adalah reaksi
pembentukan ozon, tetapi agar reaksi (2)
berlanjut diperlukan material ketiga M. Material
M tersebut dapat berupa oksigen, nitrogen atau
dinding tabung. Di lain pihak jika reaksi terlus
berlanjut maka ozon yang telah terbentuk akan
terurai kembali melalui reaksi (3) dan (4).
Dengan kata lain reaksi pembentukan dan
peruraian ozon terjadi bersamaan di antara
kedua kutup elektroda. Pada saat reaksi terjadi
pada kesetimbangan terbentuk ozon pada
konsentrasi dengan tertentu. Jika peluahan
listriknya diperbesar atau voltase dinaikan, dan
ruang peluahan yang dilaliri udara atau oksigen
diperbesar sehingga waktu tinggal udara atau
oksigen di dalam ruang peluahan menjadi lebih
lama maka ozon yang terbentuk menjadi lebih
besar. Tetapi pada saat mencapai konsentrasi
yang tertinggi maka ozon yang terbentuk akan
terurai kembali. Pada prakteknya konsentrasi
ozon yang terbentuk berkisar antara 3 -4 %
apabila menggunakan udara sebagai bahan
baku. Jika menggunakan bahan baku oksigen
murni konsentrasi ozon yang terbentuk berkisar
6 8 %.
Di dalam prakteknya peralatan pembuat
atau pembangkit ozon dapat dibagi menjadi dua
macam berdasarkan bentuknya yaitu tipe plat
dan tipe tabung seperti terlihat pada Gambar --.
Dari kedua tipe tersebut, tipe tabung yang paling
banyak digunakan secara luas. Alat ini
mempunyai ruang-ruang peluahan berupa
tabung-tabung dengan dua lapis dinding. Dinding
bagian luar dibuat dari baja tahan karat,
sedangkan dinding dalam dibuat dari gelas
(kaca) yang berfungsi sebagai konduktor. Seperti
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
24
diterangkan di atas, di dalam pembuatan ozon
diperlukan ruang-ruang peluahan listrik. Ruang-
Ruang tersebut berfungsi menerima aliran udara
kering atau oksigen murni untuk diubah menjadi
ozon.
Untuk keperluan tersebut dibutuhkan
tenaga listrik sebesar 17 20 kWh untuk setiap
kg ozon yang terbentuk. Selama berlangsungnya
proses pembentukan ozon, akan dihsilkan panas
sehingga diperlukan air pendingin untuk menjaga
agar suhunya tetap atau konstan. Jumlah air
pendingin yang diperlukan sekitar 2 5 m
3
untuk
1 kg ozon dan suhu air pendingin harus lebih
kecil 30
o
C.
Ada beberapa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pembuatan ozon yaitu : tekanan
parsial oksigen, temperatur operasi, tegangan
listrik yang digunakan, konsentrasi uap air (jika
menggunakan bahan baku udara). Untuk skala
besar, Jika udara digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ozon, udara tersebut harus
diolah lebih dahulu sehingga menjadi benar-
benar kering sebelum dialirkan ke unit
pembangkit ozon. Sistem disinfeksi untuk
pengolahan air minum dengan menggunakan
ozon menggunakan bahan baku udara dapat
dilihat pada Gambar 5, sedangkan salah satu
contoh unit generator ozon yang terpasang
dapat dilihat pada Gambar 6.


Gambar 5 : Sistem disinfeksi dengan ozon untuk
pengolahan air minum.
Sumber : Design Criteria For Waterworks Facilities,
JWWA ,1978.



Gambar 6 : Salah satu contoh generator ozon
untuk pengolahan air minum.
Untuk skala kecil dan untuk keperluan
rumah tangga saat ini telah banyak dijual
dipasaran generator ozon skala kecil misalnya
generator ozon yang banyak digunakan untuk
peoses pengolahan air siap minum (airminum isi
ulang). Sistem injeksi ozon skala kecil yang
banyak digunakan dapat lihat seperti pada
Gambar 7, sedangkan salah satu contoh aplikasi
penggunaan disinfeksi ozon untuk pengolahan
air skala kecil dapat dilihat seperti pada Gambar
8.


Gambar 7 : Sistem injeksi ozon untuk
pengaolahan air minum skala kecil.



Gambar 8 : Salah satu contoh aplikasi
penggunaan disinfeksi ozon untuk pengolahan
air skala kecil.


5.3 Pengaruh Ozon Pada Mikroorganisme
Indikator Dan Patogen

Sebagai oksidan ozon sangat kuat
dibandingkan khlorin. Inaktivasi bakteri sangat
cepat pada konsentrasi yang hanya sebesar 0,1
mg/l. Nilai Ct untuk inaktivasi 99 % E.coli sangat
rendah antara 0,01 sampai 0,2, dan untuk virus
enteric 0,04 sampai 0,42.
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
25
Ozon lebih efektif dari pada khlorin,
monokhloramin atau khlorin dioksida terhadap
rotavirus manusia dan simian. Konsentrasi ozon
yang diperlukan untuk mengaktivasi 99,9 %
enterovirus dalam air (25
o
C, Ph = 7) dalam
waktu 10 menit, bervariasi antara 0,05 dan 0,6
mg/l. Namun demikian beberapa bakteri patogen
(misalnya Mycobacterium fortuitum) lebih tahan
dari pada virus terhadap ozon. Ketahanan
terhadap ozon pada beberapa mikroorganime
ditemukan berurutan sebagai berikut :
Mycobacterium fortuitum > poliovirus tipe 1 >
Candida parapsilosis > E.coli > Salmonella
typhimurium. Padatan tersuspensi (misal tanah
liat, padatan lumpur) sangat mengurangi
kemampuan inaktivasi ozon.
Oocysts Cryptosporidium sangat tahan
terhadap khlorinasi. Ozon pada konsentrasi 1
mg/l mengaktivasi oocysts Cryptosporidium
parvum dalam waktu 6 menit pada level 10
4

oocysts per 1 ml. Kista dari Giardia lamblia dan
G.muris juga efektif diinaktivasi oleh ozon.
Efektifitas ozon sangat bervariasi sesuai dengan
temperatur. Ketahanan kista G.lamblia terhadap
ozon meningkat apabila temperatur diturunkan
dari 25
o
C menjadi 5
o
C. Fenomena yang sama
terjadi pada Cryptosporidium oocysts.
Proses peroxone yang menggunakan
campuran ozon dan hidrogen peroxida, telah
dicoba untuk mengontrol rasa dan bau, hasil
samping disinfeksi dan mikroba patogen.
Diperoleh bahwa efisiensi inaktivasi dari
Peroxone (H
2
O
2
O
3
= 0,3 atau kurang) sama
dengan menggunakan ozon saja. Namun
demikian Peroxone lebih baik dari ozon dalam
hal mengoksidasi senyawa penyebab rasa dan
bau.


5.4 Mekanisme Cara Kerja Ozon

Dalam media cair ozon menghasilkan
radikal bebas yang menginaktivasi
mikroorganisme. Ozon mempengaruhi
permeabilitas, aktivitas enzim dan DNA dari sel
bakteri. Residu guanine dan/atau thymine
merupakan sasaran dari ozon. Pengolahan ozon
menyebabkan konversi circular plasmid DNA
tertutup (ccDNA) E.coli menjadi circular DNA
terbuka (ocDNA).
Ozon inaktivasi virus dengan cara
merusak inti asam nukleat. Pelapis protein
terpengaruh juga, namun perusakan pelapis
protein kecil dan mungkin tidak ada pengaruhnya
pada adsorpsi poliovirus ke dalam sel host (VP4,
capsid polypeptide penyebab penempelan pada
sel host, tidak terpengaruh oleh ozon). Terhadap
rotavirus, ozon merubah capsid dan inti RNA.


5.5 Hasil Samping Ozonisasi

Telah diketahui terbentuknya senyawa
mutagenik atau karsinogen akibat proses
khlorinasi air dan air buangan. Namun sedikit
diketahui mengenai hasil samping ozonisasi.
Aldehid merupakan hasil samping, namun
pengaruhnya terhadap kesehatan belum
diketahui. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa air yang diolah dengan ozon dengan
dosis 1 mg/l memperlihatkan kenaikan
mutagenesitas. Namun Mutagenesitias
berkurang pada level ozon tinggi (> 3 mg/l).
Senyawa mutagenik dapat dihilangkan dengan
butiran karbon aktif (GAC).
Jika air mengandung zat besi atau
mangan, maka dinsinfeksi dengan menggunakan
ozon dapat mengakibatkan terjadinya reaksi
oksidasi sehingga zat besi anatau mangan yang
terlarut di dalam air akan bereaksi dengan ozon
membentuk oksida besi atau oksida mangan
yang tidak larut di dalam air, sehingga warna air
berubah menjadi kecoklatan atau kadang-
kadang terbentuk endapan yang berwarna coklat
kehitaman.

6. DISINFEKSI DENGAN SINAR
ULTRAVIOLET

Disinfeksi dengan ultraviolet pertama
dilakukan pada permulaan abad ini, namun
terabaikan karena khlorinasi lebih disukai.
Namun akhir-akhir ini populer kembali karena
ditemukan teknologi yang lebih baik.
Sistem UV menggunakan lampu merkuri
tekanan rendah yang tertutup dalam tabung
quartz. Tabung dicelupkan dalam air yang
mengalir dalam tanki sehingga tersinari oleh
radiasi UV dengan panjang gel ombang sebesar
2.537 A yang bersifat germmicidal. Namun
transmisi UV dengan quartz berkurang sejalan
dengan penggunaan yang terus menerus. Oleh
karena itu lampu quartz harus dibersihkan
secara teratur dengan cara pembersihan
mekanik, kimiawi dan ultrasonic. Diusulkan
bahan tefl on sebagai pengganti quartz, namun
transmisi radiasi UV nya rendah dibandingkan
quartz.

6.1 Mekanisme Perusakan Oleh UV

Penelitian terhadap virus menunjukkan
bahwa pada awalnya UV merusak viral genome,
selanjutnya merusak struktural pelindung virus.
Radiasi UV merusak DNA mikroba pada
panjang gelombang hampir 260 nm.
Menyebabkan dimerisasi thymine, yang
menghalangi replikasi DNA dan efektif
menginaktivasi mikroorganisme.

Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
26
6.2 Inaktivasi Patogen Oleh Radiasi UV

Inaktivasi mikroba sebanding dengan
dosis UV, yang memakai satuan microwat per
detik per centimeter kuadrat. Inaktivasi
mikroorganisme oleh radiasi UV dapat
ditampilkan dengan persamaan berikut :

N/N
o
= e
-KPdt


N
o
= jumlah awal mikroorganisme (#/ml)
N = Jumlah mikroorganisme yang selamat (#/ml)
K = konstanta laju inaktivasi (W.s/cm
2
)
Pd = intensitas sinar UV mencapai organisme
t = waktu paparan dalam detik

Persamaan diatas menggunakan
beberapa asumsi, salah satunya adalah
logaritma dari fraksi selamat terhadap waktu
adalah linear. Namun sampel natural
menunjukkan kinetik inaktivasi tidak linear
terhadap waktu, yang kemungkinan disebabkan
ketahanan.organisme diantara populasi alam
lainnya.
Efisiensi disinfeksi dengan UV tergantung
pada jenis mikroorganisme. Secara umum
ketahanan mikroorganisme terhadap UV
mengikuti pola yang sama dengan disinfektan
kimia, seperti berikut (gambar 6.16): kista
protozoa > spora bakteri > virus > bakteri
vegetatif, kecenderungan ini didukung oleh Tabel
6.4 yang memperlihatkan dosis UV (W-s/cm
2
)
untuk inakti vasi mikroorganisme 90 %. Virus
seperti hepatitis A, membutuhkan dosis UV
sebesar 2.700 W-s/cm
2
untuk memperoleh tiga-
log pengurangan.

6.3 Variabel Yang Mempengaruhi Kerja UV

Beberapa variable (seperti partikel
tersuspensi, COD, warna) dalam efluent air
limbah dapat mempengaruhi transmisi UV dalam
air dang akhirnya mempengaruhi kebutuhan
untuk disinfeksi. Beberapa senyawa organik
(seperti zat humus, senyawa phenol, lignin
sulfonat dari industri pulp dan kertas, besi feri)
dapat juga mempengaruhi transmisi UV dalam
air.
Bakteri indikator sebagian terlindungi dari
radiasi UV apabila bersatu dengan partikel.
padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi hanya
melindungi sebagian mikroorganisme dari efek
bahaya radiasi UV. Hal ini disebabkan partikel
suspensi dalam air dan air buangan hanya
mengabsorbsi sebagian dari sinar UV. Padatan
mengabsorbsi 75% cahaya, dan sisa 25%
dipantulkan. Umumnya mineral tanah liat tidak
terlalu banyak melindungi mikroorganisme
karena zat ini banyak memantulkan cahaya UV.
Efek perlindungan tergantung pada nilai spesifik
absorbsi dan pantulan radiasi UV, dan nilai ini
menurun dengan meningkatnya pemantulan
cahaya. Oleh sebab itu flokulasi yang diikuti
dengan penyaringan efluent melalui pasir atau
unggun antrasit untuk menghilangkan zat-zat
yang mengganggu akan memperbaiki efisiensi
disinfeksi UV.
Fotoreaktivasi dapat terjadi pada mikroba
yang telah terpapar UV oleh gelombang cahaya
tampak (visible) antara 300 nm dan 500 nm.
Potensi perbaikan oleh irradiasi UV pada bakteri
yang rusak akibat paparan UV telah dibuktikan.
DNA yang rusak dapat juga diperbaiki dalam
ruang gelap oleh sistem perbaikan sel. Segmen
DNA yang rusak oleh UV hilang dan diganti
dengan hasil sintesa segmen yang baru.
Fotoreaktivasi telah dikaji pada skala penuh
pengolahan air buangan yang menggunakan
disinfeksi UV. Walaupun total dan fecal coliform
mengalami fotoreaktivasi, namun fecal
streptococci tidak mengalami. Gambar 6.18
menunjukkan meningkatnya E.coli yang selamat
akibat fotoreaktivasi setelah iradiasi UV.
Legionella pneumophila yang diperlakukan
dengan iradiasi UV mengalami fotoreaktivasi
setelah terpapar cahaya visible (cahaya matahari
tidak langsung). Oleh karena itu air yang telah
diolah dengan UV tidak boleh terpapar oleh
cahaya visible selama penyimpanan.

6.4 Disinfeksi UV Untuk Air Minum Dan Air
Limbah

1) Air Minum

Disinfektan ini efisient untuk
menghilangkan virus yang merupakan substnsi
utama penyebar penyakit air dari sumber air
tanah. Di rumah sakit khlorin ditambahkan untuk
menjaga residu setel ah dilakukan iradiasi UV.
Dengan dosis 30.000 W-s/cm
2
, UV
mengurangi Legionella pneumophila sampai 4-5
log dalam 20 menit pada sistem distribusi air di
rumah sakit. Walaupun dosis ini tidak efektif
untuk mengaktivasi kista Giardia lamblia, yang
membutuhkan dosis 63.000 W-s/cm
2
untuk
pengurangan 1-log, nilai ini jauh lebih besar dari
minimum dosis yang dikeluarkan oleh U.S Public
Health Service yaitu 16.000 W-s/cm
2
.

2) Efluen Air Limbah

Disinfeksi dengan UV saat ini secara
ekonomis bersaing dengan khlorinasi dan tidak
menimbulkan hasil samping racun seperti pada
khlorinasi. Masalah yang terjadi adalah kesulitan
mengukur dosis UV yang diperlukan untuk
disinfeksi efluent air limbah. Model seperti
pengujian dengan spora Bacillus subtilis atau
RNA phage MS2 diajukan untuk menentukan
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
27
dosis UV yang efektif untuk disinfeksi. MS2
menunjukkan ketahanan yang lebih tinggi
terhadap iradiasi UV dibandingkan virus enteric
(seperti virus hepatitis A, rotavirus).
Dosis minimum 16.000 W-s/cm
2

menunjukkan penurunan lebih dari 3-log coliform
dalam efluent air limbah. Penelitian pada
pengolahan air skala penuh, menunjukkan
efisiensi yang sama dengan proses khlorinasi
untuk inaktivasi total coliform, fecal coliform dan
fecal streptococci. Sistem ini lebih baik dari
khlorinasi untuk inaktivasi Clostridiun perfringens
dan coliphages.
Penambahan bersama-sama ozon dan UV
tidak memberikan inaktivasi lebih terhadap fecal
coliform pada efluent air limbah. Namun
inaktivasi bakteri indikator bertambah apabila
iradiasi UV diikuti dengan dengan proses
ozonisasi.

6.5 Keuntungan Dan Kerugian Disineksi
Dengan UV

Berikut keuntungan disinfeksi air atau air limbah
dengan iradiasi UV antara lain :
Efisien untuk menginaktivasi bakteri dan
virus pada air minum (diperlukan dosis yang
lebih tinggi untuk kista protozoa).
Tidak menimbulkan hasil samping senyawa
karcinogen atau hasil samping yang bersifat
racun.
Tidak menimbulkan masalah rasa atau bau.
Tidak diperlukan penyimpanan dan
penanganan bahan kimia beracun.
Unit UV hanya memerlukan ruang yang
kecil.
Beberapa kerugian disinfeksi dengan UV antara
lain adalah :
Tidak ada residu disinfektan pada air yang
telah diolah (oleh karena itu diperlukan
penambahan khlorin atau ozon setelah
proses UV)
Relatif sulit menentukan dosis UV.
Pembentukan biofilm pada permukaan
lampu.
Masalah dalam hal pemeliharaan dan
pembersihan lampu UV.
Masih ada potensi terjadi fotoreaktivasi pada
mikroba patogen yang telah diproses dengan
UV.

7. TEKNOLOGI LAIN BERDASARKAN
FOTOINAKTIVASI

7.1 Penggunaan Radiasi Matahari Untuk
Disinfeksi Air Minum

Di daerah pedalaman yang tidak
mempunyai akses untuk memperoleh air minum,
radiasi matahari dapat digunakan untuk
disinfeksi air. Intensitas radiasi matahari pada
600 W/m
2
selama 5 jam diperlukan untuk
pengurangan bakteri indikator dan patogen.
Tidak ada data untuk inaktivasi virus dan parasit.

7.2 Fotodinamik Inaktivasi

Fotodinamik inaktivasi (disinfeksi
fotokimia) terdiri dari penggunaan sinar tampak
atau sinar matahari sebagai sumber energi, O
2
,
dan pewarna seperti metilen biru. Diteliti pada
kondisi laboratorium dan pilot plant. Fotokimia
disinfeksi efluent air limbah pada kondisi
lapangan menunjukkan pengurangan mikroba
1,8 log untuk poliovirus1, 3,0 log untuk coliform,
3,1 log untuk fecal coliform dan 3,7 log untuk
enterococci selama hampir 1 jam pada kondisi
alkali. Pengurangan ini membutuhkan intensitas
cahaya 700-2.100 Em
-2
s
-1
, konsentrasi metilen
biru 8 9 ppm, pH = 8,7 8,9 dan konsentrasil
oksigen terlarut 4,5 5,5 mg/l. (Acher, 1990).


7.3 Disi nfeksi Dengan Irradiasi Gama

Proses disinfeksi dengan irradiasi sinar
gama (cobalt 60) khususnya untuk air limbah
dengan disis 463 krad menghasilkan 3 log
inaktivasi untuk coliphage dan 4-5 log inaktivasi
untuk coliforms dan heterotrophic plate
count.(Farooq, 1992).


8. PENUTUP

Dari uraian tersebut di atas dapat
dimengerti bahwa ada banyak cara yang dapat
dilakukan untuk proses disinfeksi baik untuk
pengolahan air minum untuk pengolahan air
limbah. Proses disinfeksi dapat dilakukan secara
kimia ataupun secara fisika dimana tiap jenis
disinfektan mempunyai kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Oleh karena itu
pemilihan tiap jenis proses disinfeksi harus
disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai
dengan mempertimbangkan beberapa hal
misalnya tingkat keramahan terhadap
lingkungan, hasil samping proses disinfeksi,
efektifitas, investasi, kemudahan proses, biaya
operasiona dan perawatan, serta pertimbangaan
lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. "Design Criteria For Waterworks Facilities",
JWWA ,1978.
2. Bitton Gabriel. 1994. Wastewater Microbio-
logy, A John Wiley & Sons, INC., New York.
Nusa Idaman said : Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum JAI Vol.3, No.1 2007
28
3. Chang, S.L., 1982. The safety of water
disinfection. Annual Review Public Health 3 :
393 -418.
4. Chen, Y.S.R., O.J. Sproul, and A. Rubin.
1985. Inactivation of Naegleria gruberi cyst
by chlorine dioxide. Water Reseach 19 : 783-
789.
5. Clark,R.M., E.J. Read, and J.C. Hoff. 1989.
Analysis of inactivation of giardia lamblia by
chlorine. Journal Environ. Eng. Div. Am.
Soc.Civ.Eng.115:80-90.
6. Craun,G.F. 1988. Surface water supplies
and health. Journal American Water Works
Association. 80:40-52.
7. Farooq, S., C.S. Kurucz, T.D. Waite, W.J.
Cooper, S.R. Mane, and J.H. Greenfield.
1992. Treatment of wastewater with high
energy electron beam irradiation. Water
Science Technology 26:1265-1274.
8. Hibler, C.P., C.M. Hancock. 1987.
Waterborne giardiasis, In : Drinking Water
Microbiology, G.A. McFeters, Ed. Springer-
verlag. New York.
9. Hoff, J.C., E.W. Akin. 1986. Microbial
resistance to disinfectant : Mechanisms and
significance. Environ.Health Perspect.
10. Moris, J.C. 1975. Aspect of the quantitative
assessment of germicidal efficiency. In :
Disinfection of water and Wastewater, J.D.
Johnson, Ed. Ann Arbor Science, Ann Arbor,
MI.
11. Noss, C.I., and V.P. Olivieri, 1985.
Disinfecting capabilities of oxychlorine
compounds. Appl. Environ. Microbiology.
50:1162-1164.
12. Rice, R.G.1989. Ozone oxidation products
Implications for drinking water treatment, pp.
153-170, in : Biohazards of Drinking Water
Treatment, R.A. Larson, Ed. Lewis
Publishing. Chelsea, MI.
13. U.S. EPA .1989. Drinking Water Health
Effects Task Fosce. Health Effects Of Water
Treatment Technologies. Lewis Pubs.
Chelsea, MI.
14. Wolfe, R.L., N.R. Ward, and B.H.
Olson.1984. Inorganic chloramines as
drinking water disinfectants.
15. Zierler,S., R.A. Danley, and L. Feingold.
1987. Type of disinfectant in drinking water
patterns of mortality in Massachussetts.
Environmental Health Perspect. 68: 275-287.

You might also like