You are on page 1of 20

BAB 1 PENDAHULUAN

Keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim (IUGR) berdasarkan definisinya terjadi bila berat lahir dari bayi neonatus berada di bawah persentil ke sepuluh selama umur gestasi tertentu. Keadaan ini penting karena dapat mengenali satu kelompok bayi kecil yang beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal. Janin yang mempunyai keterbelakangan dalam pertumbuhan sangat rentan terhadap terhadap masalah-masalah seperti aspirasi mekoneum, asfiksia, polisitemia, hipoglikemia dan mungkin juga dapat mengalami keterbelakangan mental. Pengenalan dini pada keterbelakangan pertumbuhan ini menawarkan peluang untuk dapat meminimalkan efek buruk dari banyak komplikasi ini. Bayi baru lahir dengan keterbelakngan pertumbuhan dalam rahim sering terlihat kurus, pucat dan kulitnya kering. Tali pusat lebih sering terlihat tipis dan suram. Bayi-bayi ini kadangkadang mempunyai pandangan mata yang lebar. Beberapa bayi tidak mempunyai penampilan kelainan gizi, tetapi secara keseluruhan kecil. Pada bayi dengan keterlambatan pertumbuhan perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami perubahan misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya.

BAB II PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT II. 1 DEFINISI1,2 Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) adalah bayi yang berat badannya di bawah persentil ke 10 untuk usia gestasinya. Usher dan McLean menggunakan batasan PJT bila berat lahir dibawah 2 standar deviasi (SD) dari berat rata-rata. Sedangkan Seeds (1984) mendefinisikan PJT bila berat lahir dibawah persentil 5. Sebagian besar yang kita ketahui tentang pertumbuhan janin manusia normal dan abnormal sebenarnya didasarkan atas standar berat lahir yang merupakan titik akhir pertumbuhan janin. Standar ini tidak memperlihatkan kecepatan pertumbuhan janin. Sebenarnya, kurva berat lahir seperti itu hanya memperlihatkan pertumbuhan yang terganggu pada gangguan pertumbuhan yang ekstrem saja. Yang penting, kurva-kurva ini sekarang ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi janin yang gagal mencapai ukuran potensial atau yang diharapkan, tetapi berat lahirnya lebih dari persentil ke-10. Jadi, persentil berat lahir adalah alat ukur kegagalan pertumbuhan yang tidak sempurna. Battaglia dan Lubchenco (1967) menggolongkan bayi-bayi kecil untuk masa kehamilannya terbukti mengalami peningkatan resiko kematian neonatal. Namun tidak semua janin dengan berat lahir dibawah persentil 10 dari berat distribusi pada usia kehamilannnya memiliki komplikasi perinatal; beberapa kasus janin dengan berat dibawah persentil 10 merupakan janin kecil yang konstitusional. Sehingga terdapat dua istilah yaitu pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan kecil masa kehamilan (KMK). Janin dengan pertumbuhan terhambat merupakan janin yang kecil masa kehamilan dengan menunjukkan adanya tanda hipoksia atau malnutrisi. Janin dengan kecil masa kehamilan didefinisikan sebagai janin yang memiliki berat kurang dari persentil 10, baik disebabkan karena pertumbuhan terhambat atau hanya kecil yang konstitusional. II.2 INSIDENSI3,7 Di Jakarta dalam suatu survei ditemukan bahwa pada golongan ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tinggi (14%) jika dibandingkan dengan golongan ekonomi menengah ke atas. Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu. Smith
2

dkk, melakukan observasi pada 4.229 kasus dan menemukan bahwa pertumbuhan yang suboptimal sejak trimester pertama berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian PJT3. Kejadian dan hasil perinatal7 :

PJT Kejadian Asimetris Anomalies Morbiditas tidak serius Induksi persalinan (<36 wk) Tekanan darah tinggi dalam kehamilan (<32 wk) Intubasi dalam VK Neonatal ICU Respiratory distress syndrome Perdarahan intraventrikular 2% (grade III atau IV) Kematian Neonatal 2% 36.6 mgg 3.5 mgg 14% 14% 86% 12%

PJT Simetris 4% 95% 8%

Sesuai gestasi

usia

3% 95% 5%

7%

2%

1%

6% 18% 9%

4% 9% 4%

3% 7% 3%

<1%

<1%

1% 37.8 mgg

1% 37.1 mgg 3.3 mgg 11%

Usia gestasi saat persalinan

2.9 mgg 6%

Kelahiran preterm <32 mgg

II.3 PERTUMBUHAN JANIN NORMAL INTRAUTERIN4 Pertumbuhan janin intrauterine merupakan suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat bertambahnya ukuran janin dan peningkatan fungsi sistem organ yang berlangsung selama kehamilan. Proses pertumbuhan janin dibagi menjadi 3 fase pertumbuhan sel yang berturutan, yaitu : 1. Fase hiperplasia, terjadi pada 16 minggu pertama kehamilan. Pada fase ini ditandai dengan jumlah sel bertambah dengan cepat 2. Fase hiperplasia dan hipertrofi, terjadi pada usia kehamilan 16-32 minggu. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah dan ukuran sel. 3. Fase hipertrofi sel, terjadi mulai usia kehamilan 32 minggu sampai aterm. Pada fase inilah sebagian besar deposisi lemak dan glikogen janin terjadi. Laju Pertumbuhan janin yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel ini adalah 5 g/hari pada usia 15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke-24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34 minggu. II.4 KLASIFIKASI PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT2,3 Pada tahun 1977, Campbell dan Thomas menjelaskan penggunaan rasio lingkar kepalaterhadap-lingkar perut (LK/LP) secara ultrasonografik untuk membagi janin menjadi subtipe simteris yang berarti kecil proporsional dan asimetris, yang merujuk pada janin yang mempunyai pertumbuhan abdomen yang mengalami perlambatan tidak proporsional. II.4.1 Pertumbuhan janin terhambat simetris atau PJT tipe 1 Terjadi pada kira-kira 23% dari semua kasus PJT Pada gangguan dini, akibat pajanan kimiawi, infeksi virus atau abnormalitas perkembangan selular inheren yang disebabkan oleh aneuploidi secara teoritis dapat menyebabkan penurunan relative jumlah serta besar sel. Terjadi penurunan proporsional besar kepala dan badan yang dihasilkan Hambatan pertumbuhan simetris lebih menggambarkan perawakan kecil normal yang telah ditentukan secara genetis.

II.4.2 Pertumbuhan Janin Terhambat Asimetris

Secara keseluruhan PJT ternyata hanya 80% saja yang asimetrik pada penelitian yang telah dilakukan.

Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolik menjadi abnormal.

Janin yang pasokan oksigen dan nutrisi yang kurang pada trimester akhir akan menimbulkan PJT yang asimetrik. PJt asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada lingkar kepala.

Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria.

Gangguan pada kehamilan lanjut, seperti insufisiensi plasenta yang timbul akibat hipertensi secara teoritis terutama akan mengganggu besar sel. Insufisiensi plasenta penurunan transfer glukosa dan penyimpanan di hepar
lingkar abdomen janin mencerminkan besarnya hepar akan mengecil.

II.5 ETIOLOGI5,6 Etiologi dalam gangguan pertumbuhan janin dibagi menjadi 3 kategori : Faktor Ibu

Berat badan sebelum hamil dan status nutrisi yang kurang Berat badan yang kurang selama kehamilan Nutrisi yang kurang Pengguna obat-obatan dan alkoholik. Merokok Penyakit Paru Penyakit Jantung Penyakit Ginjal Diabetes Mellitus Anemia Hipertensi

Faktor Uterus dan Plasenta

Preeclampsia
5

Kehamilan Multiple Malformasi Uterus

Faktor Janin

Abnormal kromosom Infeksi Intaruteri

Penyebab retardasi pertumbuhan berdasarkan tipe retardasi; 1. tipe simetris a. Pertambahan berat badan maternal yang jelek. Wanita dengan berat badan rendah atau peningkatan berat badan salam kehamilan kuran/peningkatan berat badan terhenti setelah kehamilan 28 minggu akan mempunyai resiko mengalami retardasi pertumbuhan janin. Akan tetapi pada wanita yang mempunyai tubuh besar dan penambahan berat badan kurang / dibawah rata-rata tanpa penyakit maternal mungkin tidak disertai retardasi pertumbuhan janin yang nyata. b. Infeksi janin (virus, bakteri, protozoa) Infeksi tersebut; virus rubella, sitomegalovirus, hepatitis A dan B, (berkaitan dengan persalinan preterm), toksoplasmosis,malaria. c. Malformasi kongenital Semakin berat malformasi semakin besar pula bayi kemungkinan mengalami retardasi pertumbuhan. d. Kelainan kromosom Trisomi, (13,21), sindrom turner. e. Sindrom dwarf 2. Kombinasi tipe simetris dan asimetris a. Obat-obat teratogenik Temakau, narkotik alkohol, preparat anti konvulsan; fenitoin(dilantin),

trimetadion(tridion). b. Malnutrisi berat 3. Tipe asimetris a. Penyakit vaskuler


6

Penyakit vaskuler kronis dan disertai preeklamsia dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin. b. Penyakit ginjal kronis c. Hipoksia kronis Ibu yang tinggal didataran tinggi bayi yang dilahirkan mempunyai berat badan rendah dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tinggal didataran yang lebih rendah. Dan ibu dengan penyakit jantung sianotik akan mengalami pertumbuhan janin yang terhambat. d. Anemia maternal e. Abnormalitas plasenta dan tali pusat f. Solutio plasenta lokal yang kronis, infark yang luas, korioangioma dapat menyebabkan retarasi pertumbuhan. g. Janin multipel h. Kehamilan preterm i. Kehamilan ekstra uterine

Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut : a. Penurunan level oksigenasi

b. Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi segera setelah lahir) c. Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas d. Hipoglikemi (kadar gula rendah) e. f. Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin Polisitemia (kebanyakan sel darah merah

II.6 MORTALITAS DAN MORBIDITAS2

Angka kesakitan dan kematian perinatal cukup besar pada pertumbuhan janin terhambat. Kematian janin akibat asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium dan hipoglikemia serta hipotermia neonatal meningkat, demikian pula prevalensi timbulnya kelainan neurologis. Hal ini terjadi pada bayi aterm ataupun preterm. Usia kehamilan kurang dari 32 minggu memiliki resiko kematian yang tinggi akibat pertumbuhan janin terhambat. Bayi dengan hambatan pertumbuhan akibat faktor virus kongenital, kromosom, atau konstitusional dari ibu akan tetap berperawakan kecil sepanjang hidupnya. Bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan in utero akibat insufisiensi plasenta sering akan mengejar pertumbuhannya kembali setelah lahir dan mendekati potensial pertumbuhan herediternya jika hidup di lingkungan yang optimal. II.7 DIAGNOSIS 2,3 II.7.1 Faktor Ibu Penetapan usia gestasi secara dini, perhatian pada penambahan berat badan ibu serta pengukuran pertumbuhan fundus uteri dengan cermat selama kehamilan akan menolong identifikasi kasus pertumbuhan janin terhambat. Kemudian identifikasi tentang riwayat pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan sebelumnya.

II.7.2 Tinggi fundus Uteri Cukup akurat untuk mendeteksi banyak janin yang kecil untuk masa kehamilan. Kekurangannya adalah ketidak tepatannya. Jensen dan Larsen (1991) serta Walferen (1995) menemukan bahwa pengukuran simfisis-fundus membantu mengidentifikasi hanya 40%. Meskipun demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus uteri. Antara usia gestasi 18 dan 30 minggu, tinggi fundus uteri dalam sentimeter bertepatan dengan minggu gestasi. Bila ukurannya lebih 2 sampai 3 cm dari tinggi seharusnya, pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai.

II.7.3 Pengukuran Ultrasonik Semua kehamilan harus mendapatkan pemeriksaan ultrasonik secara rutin dengan tujuan dapat membantu mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat. Pemeriksaan
8

Ultrasonografi yang rutin pada usia gestasi 16 sampai 20 minggu untuk menetapkan usia kehamilan dan menyingkirkan anomali yang tampak, diikuti oleh pemeriksaan pada minggu ke 32 sampai 34 untuk mengevaluasi pertumbuhan janin. Metode Ultrasonografi optimal untuk memperkirakan ukuran janin dan adanya pertumbuhan janin terhambat. Menggabungkan ukuran kepala, abdomen dan femur secara teoritis akan meningkatkan akurasi peramalan ukuran janin. Lingkar abdomen yang diukur secara langsung pada bayi baru lahir juga ternyata merupakan penanda anatomis penting untuk hambatan pertumbuhan. Pada janin yang didiagnosis mengalami hambatan pertumbuhan karena lingkar abdomen ultrasonik kurang dari persentil 5 untuk usianya. Observasi-observasi yang sudah dilakukan menekankan bahwa pengukuran sonografik lingkar abdomen dapat secara bermakna emnunjukkan pertumbuhan janin terhambat patologis. Penggunaan Ultrasonografi untuk mendeteksi pertumbuhan janin terhambat tidak mencegah luputnya diagnosis. Larsen dkk (1992) melakukan pemeriksaan ultrasonografi mulai minggu ke 28 dan setiap 3 minggu sesudahnya pada 1000 kehamilan dengan resiko pertumbuhan janin terhambat. Menyatakan hasil perkiraan pertumbuhan janin secara ultrasonografik pada trimester ketiga amat meningkatkan diagnosis janin-janin yang kecil untuk masa kehamilan. Pada kelompok ini, pelahiran efektif juga meningkat, tetapi tanpa perbaikan angka kematian atau kesakitan neonatal secara keseluruhan.

Berikut batasan pengukuran Ultrasonografi yang ditemukan pada PJT : Diameter Biparietale. Memiliki variasi fisiologi yang sangat tinggi dengan semakin bertambahnya usia kehamilan,sehingga bukan merupakan penentu yang ideal. Hal ini disebabkan oleh lambatnya penurunan pertumbuhan tulang tengkorak karena malnutrisi dan adanya berubah bentuk tengkorak oleh kekuatan luar (oligohidramnion, presentasi bokong). Campbell (1972) 4, mengenali dua pola teknik pemeriksaan. Pada pola low-profile, pertumbuhan kepala terus rendah di sepanjang kehamilan dan keadaan ini berkaitan dengan anomali kongenital,infeksi serta abnormalitas kromosom, sedangkan pada pola late-flattening ditandai dengan pertumbuhan kepala janin yang sebelumnya normal diikuti dengan perlambatan
9

pada trimester ketiga. Pola ini berkaitan dengan faktor maternal dan plasental seperti hipertensi. Rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen. Normalnya lingkar kepala lebih besar dari lingkar abdomen sampai kehamilan mencapai usia kurang dari 32 minggu. Pada usia kehamilan antara 32 dan 36 minggu, kedua sirkumferensia tersebut sama besarnya. Setelah usia 36 minggu, sirkumferensia abdomen biasanya melampaui sirkuferensia kepala. Lingkar perut (AC),diukur melewati hati. Merupakan parameter yang paling baik dengan sensitivitas mencapai 82 % dan berguna secara klinik untuk menggambarkan status nutrisi janin. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi retardasi pertumbuhan janin, disamping itu dapat pula di bedakan pola pertumbuhan yang simetris ataupun yang tidak simetris. Perkiraan kualitatif terhadap volume cairan amnion. Dapat digunakan untuk mengenali retardasi pertumbuhan janin. Manning dkk mengemukakan bahwa kantong cairan yang ukurannya kurang dari 1 cm, memiliki korelasi yang erat dengan retardasi pertumbuhan janin. Basticle (1986) menegaskan bahwa oligohidroamnion merupakan tanda yang mengkhawatirkan dan kalau keadaannya berat, sering menjadi indikasi persalinan bayi. Berat janin. Berbagai rumus yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran diameter janin, sikumferensia dan daerah dari semua bagian tubuh dapat digunakan untuk mengukur taksiran berat janin yang dapat pula digunakan untuk mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan. Derajat plasenta. Plasenta derajat III berhubungan dengan hampir 60% janin dengan PJT. Derajat plasenta ditentukan berdasarkan lempeng korion. Derajat I

memiliki lempeng korion yang halus, biasanya terdapat pada kehamilan 30-32 minggu dan dapat bertahan hingga aterm. Derajat II memiliki densitas berbentuk koma dan derajat III memiliki indentasi lempeng korion.

II.7.4 Velosimetri Doppler Velosimetri Doppler arteri umbilikalis abnormal ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukkan tahanan yang meninggi, secara unik telah dikaitkan dengan hambatan pertumbuhan janin. Penggunaan
10

velosimetri doppler dalam penatalaksanaan pertumbuhan janin terhambat telah direkomendasikan sebagai kemungkinan pendukung untuk teknik pemeriksaan janin lainnya seperti uji non-stres atau profil biofisik.

Profil biofisik menurut Manning :


Variebel biofisik* Gerakan nafas Skor normal (skor =2) Paling sedikit 1 gerakan nafas dalam 30 detik Gerakan badan janin Paling tidak 3 gerakan badan janin yang jelas Tonus Paling tidak 1 episode ekstensi aktif yang diikuti fleksi pada badan atau tungkai janin, termasuk membuka tutup tangan Denyut jantung janin < 26 minggu, paling tidak 2 akselerasi pada 10 denyut selama 10 detik 26-36 minggu, paling tidak 2 akselerasi pada 10 denyut selama 15 detik > 36 minggu, paling tidak 2 akselerasi pada 20 denyut selama 20 detik Volume cairan amnion Paling tidak 1 kantung cairan amnion dengan ukuran 2x2 cm
* semua parameter dinilai dalam 30 menit

Skor abnormal (skor=0) Tidak terdapat gerakan nafas lebih dari 30 detik 2 atau ebih sedikit geraka

Ekstensi perlahan diikuti fleksi sebagian atau gerakan tungkai tanpa fleksi atau tidak terdapat gerakan janin Kurang dari 2 episode akselerasi dan selama waktu yang telah ditentukan

Tidak terdapat kantung cairan amnion berukuran 2x2 cm

Fungsi Dinamik Janin Plasenta Skor Reaktivitas DJJ 2 2


11

0 <2

Akselerasi-stimulasi Rasio SD A.Umbilikal Gerak Napas-stimulasi Indeks Cairan Amnion

2 <3 2 10

<2 3 <2 < 10

Kurangi 2 nilai pada PJT dan Deselerasi Apabila hasil Fungsi Dinamik Janin-Plasenta sebagai berikut : < 5 Seksio Sesaria 5 Usia gestasi < 35 minggu ulangi FDJP dalam 2 minggu dan bila usia gestasi 35 terminasi kehamilan.

II.8 Komplikasi Pertumbuhan Janin Terhambat II.8.1 Dampak jangka pendek pada pertumbuhan janin terhambat Bayi dengan PJT memiliki mortalitas lebih besar dibandingkan bayi dengan berat lahir sesuai usia kehamilan. Risiko kematian neonatal dengan berat lahir 20002499 g empat kali lebih besar dibandingkan dengan neonatal yang berat lahirnya 2500-2999g, dan risiko kematian sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan neonatal yang berat lahirnya 3000-3499g. Di Brazil 67% dari seluruh kematian neonatus disebabkan karena pertumbuhan janin terhambat, di Indonesia sebesar 40% dan di Sudan sekitar 35 %. Morbiditas neonatal pada PJT adalah asfiksia, aspirasi mekonium, hipoglikemia, hipotermia, polisitemia, hipertensi pulmonal, infark serebral, necrotizing enterocolitis,dan sepsis. Bayi dengan PJT memiliki gangguan fungsi imunitas, sehingga risiko untuk sakit diare 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang berat lahirnya sesuai usia kehamilan. Selain itu risiko untuk sakit pneumonia atau infeksi saluran pernapasan akut pada bayi dengan PJT hampir 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang berat lahir normal, dan memiliki risiko 3 kali lebih besar bila berat lahirnya kurang dari 2000g. Gangguan neurologik berupa penurunan konsentrasi, hiperaktif, penurunan intelegensia, cerebral palsy bahkan skizofrenia ditemukan sebagai komplikasi dari
12

pertumbuhan janin terhambat. Penelitian oleh Martikainen (1992) ditemukan bahwa bayi dengan pertumbuhan janin terhambat memiliki gangguan neurologik 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir sesuai dengan usia kehamilannya. Gangguan neurologik tersebut lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita. Selain itu pada pertumbuhan janin terhambat tipe simetrik lebih menyebabkan gangguan neurologik dibandingkan PJT tipe asimetrik.

II.8.2 Dampak Jangka Panjang Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan janin terhambat dengan penyakit pada saat dewasa nantinya seperti hipertensi (Barker et al.1990), resistensi insulin (Phillips et al.1994), disfungsi vaskuler (Martyn et al.1995), obesitas (Yajnik,2000), stroke (Sheffield, 1997), dan dislipidemia (Barker et al.1993). Selain itu didapatkan penelitian yang menyatakan bahwa pada pertumbuhan janin terhambat akan menyebabkan risiko terjadinya kanker yang berhubungan dengan hormonal seperti kanker payudara (Le Marchand et al.1988; Ekbom et al.1992; Sanderson et al.1996; Michels et al.1996), kanker testis (Depue et al.1983; Brown et al.1986; Akre et al.1996), kanker ovarium (Walker et al.1998), dan kanker prostate (Ekbom et al.1996; Tibbin et al.1995). The Foetal Origins of Disease Hypothesis menyatakan bahwa keadaan kurang gizi fetus pada periode perkembangan yang kritis in utero dapat menyebabkan perubahan permanen pada struktur tubuh, fisiologi dan metabolisme. Perubahan ini menyebabkan peningkatan kemungkinan penyakit jantung koroner (PJK) dan non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) pada saat dewasa nantinya. II.9 PENATALAKSANAAN8 Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.

13

Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung janin PJT. Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah : II.9.1 Pertumbuhan Janin Terhambat pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan II.9.2 Pertumbuhan Janin Terhambat jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah 300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 34minggu b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil

14

tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan c. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan II.10 PENCEGAHAN9,10 Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah PJT pada janin untuk setiap ibu hamil sebagai berikut : 1. Usahakan hidup sehat. Konsumsilah makanan bergizi seimbang. Untuk kuantitas, makanlah seperti biasa ditambah ekstra 300 kalori/hari. 2. Hindari stress selama kehamilan. Stress merupakan salah satu faktor pencetus hipertensi. 3. Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan. Setiap akan mengkonsumsi obat, pastikan sepengetahuan/resep dokter kandungan. 4. Olah raga teratur. Olah raga (senam hamil) dapat membuat tubuh bugar, dan mampu memberi keseimbangan oksigenasi, maupun berat badan.
15

5. Hindari alkohol, rokok, dan narkoba. 6. Periksakan kehamilan secara rutin. Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar kondisi ibu dan janin dapat selalu terpantau. Termasuk, jika ada kondisi PJT, dapat diketahui sedini mungkin. Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan setiap 4 minggu sampai dengan usia kehamilan 28 minggu. Kemudian, dari minggu ke 28-36, pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap 2 minggu sekali. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan setiap 1 minggu sampai dengan usia kelahiran atau 40 minggu. Semakin besar usia kehamilan, semakin mungkin pula terjadi hambatan atau gangguan. Jadi, pemeriksaan harus dilakukan lebih sering seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. II.10 PROGNOSIS10 Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi sering pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT tipe I (terutama dengan kelainan multipel) buruk.

16

BAB III PERAWATAN DAN PENATALAKSANAAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT PADA KEHAMILAN TRIMESTER KETIGA4,11

Penatalaksanaan pada Pertumbuhan janin terhambata pada trimester akhir, harus ditentukan apakah ada anomali pada janin atau janin memiliki kondisi fisiologi yang buruk. Penentuan waktu persalinan sangat penting, sering kali harus dipertimbangkan antara risiko kematian janin atau terjadinya persalinan prematur. Beberapa terapi yang dapat dilakukan sebelum persalinan: 1. Istirahat Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering direkomendasikan. Secara teori istirahat akan menurunkan aliran darah ke perifer dan meningkatkan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta, yang diduga dapat memperbaiki pertumbuhan janin. Pada penelitian yang
17

dilakukan oleh Laurin Dkk, menunjukkan bahwa rawat inap di rumah sakit tidak bermanfaat, tidak terdapat perbedaan berat badan lahir antara pasien yang dirawat inap dengan rawat jalan. 2. Suplementasi Nutrisi Ibu Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu memilki sedikit efek pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat hingga lebih kecil 1500 kalori per hari dihubungkan dengan penurunan berat bayi lahir rata-rata hampir 300 gram. Terdapat data yang menunjukkan bahwa suplementasi nutrisi dalam bentuk asupan kalori oral dan atau suplemen protein memilki sedikit efek dalam meningkatkan berat badan lahir. Defisiensi beberapa logam pada asupan makanan ibu juga dihubungkan dengan PJT. Walles Dkk. membuktikan bahwa kadar seng pada leukosit perifer, yang merupakan indikator sensitif keadaan seng jaringan, menurun pada ibu dengan janin dengan PJT. Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat meningkatkan berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan dan terapi PJT. Asam ini bekerja secara kompetisi dengan asam arakhidonat yang merupakan substrat dari enzim siklooksigenase. Zat vasoaktif, tromboksan A2 (TxA2) dan prostasiklin I2 (PGI2) telah diteliti sebagai mediator yang dapat menurunkan aliran uteroplasenta pada PJT idiopatik. Prostasiklin merupakan vasodilator, dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang kuat.

Keseimbangan antara dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada uteroplasenta. Konsumsi minyak ikan diduga menghasilkan penurunan sintesis tromboksan dan meningkatkan konsentrasi prostasiklin. Perubahan rasio ini akan menghasilkan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah utreroplasenta dan meningkatkan berat lahir, sehingga berguna dalam pencegahan dan terapi PJT. 3. Terapi Farmakologi Aspirin dan Dipiridamol Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah 1-2 mg/kg/hari menghambat aktifitas siklooksigenase dan menghasilkan penurunan sintesis tromboksan. Pemberian aspirin dosis rendah berkaitan dengan peningkatan berat lahir rata-rata sebesar 516 gram. Juga ditemukan peningkatan yang bermakna pada berat plasenta. Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat menghambat

penghancuran cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Ini akan meningkatkan konsentrasi


18

cAMP yang dapat menyebabkan trombosit lebih sensitif terhadap efek prostasiklin dan juga merangsang sintesis prostasiklin yang menghasilkan vasodilatasi. Beta mimetik Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta. Salah satunya adalah merangsang adenilat siklase miometrium yang menyebabkan relaksasi uterus. Relaksasi ini akan menurunkan resistensi aliran darah uterus dan meningkatkan perfusi. Efek vasodilatasi langsung pada arteri uterina juga meningkatkan perfusi uterus. Secara teori hal ini bermanfaat pada pengobatan PJT11.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Lin C C, Evans Mark I. Intrauterine Growth Retardation : Pathophysiology and Clinical Management. United States of America : McGraw-Hill Book Company. 1984 : 4. 2. Cunningham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap L.C, Hauth J.C, Wenstrom K.D. Obstetri Williams. Edisi 21 . Jakarta : EGC. 2006 : 828 41. 3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008 : 696 701. 4. Cunningham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap L.C, Hauth J.C, Wenstrom K.D. Obstetri Williams. Edisi 21 . Jakarta : EGC. 2006 : 826 5. Wikipedia. Etiology of Intra Uterine Growth Restriction. Available at

http://en.wikipedia.org/wiki/Intrauterine_growth_restriction. 6. Midewiferoom. Pertumbuhan Janin Terhambat. Available at

http://midwiferoom.blog.com/2008/11/22/pertumbuhan-janin-terhambat/ 7. Harper T. Fetal Growth Restriction. Dalam http://www.emedicine.com. Diakses tanggal 25 September 2011 8. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). Dalam http://www.klikdokter.com. Diakses tanggal 25 September 2011 9. Waspadai Pertumbuhan Janin Terlambat (PJT). Dalam http://www.kafebalita.com. Diakses tanggal 24 September 2011. 10. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). Dalam http://www.klikdokter.com. Diakses tanggal 25 September 2011 11. Bianchi D.W, Crombleholme T.M, DAlton M.E. Intrauterine Growth Restriction. In: Fetology, Diagnosis and Management of the Fetal Patient. United States of America: McGrow-Hill Co, Inc, 2000: 929-34

20

You might also like