You are on page 1of 49

Laporan Keluarga Binaan

HIPERTENSI

Oleh : Meiustia Rahayu 07120141

Preseptor : dr. Amel Yanis, Sp.KJ(K)

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PUSKESMAS PADANG PASIR PADANG 2013
1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah di mana tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan / atau tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih1 yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke, penyakit jantung koroner, penyempitan ruang jantung, gagal ginjal, diabetes mellitus, dan lain-lain.2 B. Epidemiologi Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, di mana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Pengendalian tekanan darah dalam dekade terakhir ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.2 Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negaranegara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988-1991.dari seluruh kasus hipertensi, 95% merupakan kasus hipertensi primer atau hipertensi esensial (tidak diketahui sebabnya).2 C. Etiologi Hipertensi Berdasarkan etiologinya, hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer atau hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Sebanyak 90% merupakan hipertensi esensial dan hanya 10% yang penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh darah, dan kelainan hormonal.3

1. Hipertensi Primer 2

Hipertensi primer atau hipertensi esensial didefinisikan jika penyebab hipertensi tidak dapat diidentifikasi. Ketika tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi, sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetik dan interaksi lingkungan. Biasanya hipertensi primer terjadi pada usia antara 25-55 tahun dan jarang pada usia di bawah 20 tahun.4 Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi urin, pelepasan nitrit oksida, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.2 2. Hipertensi Sekunder Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah.5

Tabel 1. Penyebab Hipertensi yang Dapat Diidentifikasi.5 Penyakit 1. Penyakit ginjal kronis 2. Hiperaldosteronisme primer 3. Penyakit renovaskular 4. Sindroma Cushing 5. Pheochromocytoma 6. Koarktasio aorta 7. Penyakit tiroid atau paratiroid Obat 1. Kortikosteroid, ACTH 2. Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar estrogen tinggi) 3. NSAID, cox-2 inhibitor 4. Fenilpropanolamine dan analog 5. Cyclosporin dan Tacrolimus 6. Eritropoetin 7. Sibutramin 8. Antidepresan (terutama Venlafaxine) Penyakit ginjal adalah penyebab terbanyak pada hipertensi sekunder. Hipertensi dapat timbul dari penyakit diabetes nefropati, glomerulonefritis, penyakit tubulus intertisial, dan polikistik ginjal. Kebanyakan kasus berhubungan dengan 3

peningkatan volume intravaskular atau peningkatan sistem renin-angiotensinalodesteron.6 a. Hipertensi Renovaskular Stenosis arteri ginjal dapat muncul pada 1-2 % pasien hipertensi. Penyebabnya pada orang muda adalah hiperplasia fibromukular. Penyakit pembuluh darah ginjal yang lain adalah karena aterosklerosis dari arteri renal proksimal. Mekanisme hipertensinya berhubungan dengan peningkatan renin berlebih karena pengurangan aliran darah ke ginjal. Hipertensi renovaskular ginjal harus dicurigai jika terdapat keadaan seperti berikut:6 1) Pada usia sebelum 20 tahun atau sesudah usia 50 tahun. 2) Bruit pada epigastrik atau arteri renal. 3) Jika terdapat penyakit atrerosklerosis dari arteri perifer. 15-25% pasien dengan aterosklerosis tungkai bawah yang simtomatik menderita stenosis arteri ginjal. 4) Terjadi penurunan fungsi ginjal setelah pemberian penghambat ACE. b. Hiperaldosteronia Primer Penyakit ini timbul karena sekresi yang berlebihan dari aldosteron oleh korteks adrenal. Pada pasien hipertensi dengan hipokalemia, karena pengeluaran kalium yang berlebih melalui urin (biasanya > 40 mEq/l).7 c. Sindrom Cushing Pada penderita sindroma Cushing, hipertensi timbul sekitar 75-85%. Patogenesis tentang terjadinya hipertensi pada sindroma Cushing masih tidak jelas. Mungkin dihubungkan dengan retensi garam dan air dari efek mineralokortikoid karena glukokortikoid berlebih.7 d. Pheochromocytoma Tumor yang mensekresikan katekolamin yang berada di medula adrenal dan menyebabkan hipertensi sekitar 0,05%.6 e. Koarktasio Aorta Koarktasio aorta merupakan penyakit jantung kongenital tersering yang menyebabkan hipertensi. Insiden sekitar 1-8 per 1000 kelahiran.6 D. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, di antaranya menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) sebagai berikut:5 Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 75 Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prehipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2 TDS (mmHg) < 120 120 139 140 159 160 TDD (mmHg) dan < 80 atau 80 89 atau 90 99 atau 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik Menurut JNC 7, klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa di atas 18 tahun terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2. Selain itu, juga ada pembagian hipertensi menurut World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) sebagai berikut:5 Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)5 Kategori Optimal Normal Normal tinggi / prehipertensi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Hipertensi derajat III E. Faktor Risiko Hipertensi Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko reversibel (dapat diubah) dan ireversibel (tidak dapat diubah). Faktor risiko ireversibel adalah usia, jenis kelamin, ras, genetik, dan riwayat keluarga yang memiliki hipertensi, sedangkan faktor risiko reversibel adalah prehipertensi, berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi, merokok, dan sindroma metabolik.1 5 Sistolik (mmHg) < 120 < 130 130 139 140 159 160 179 180 Diastolik (mmHg) dan < 80 dan < 85 atau 85 89 atau 90 99 atau 100 109 atau 110

1. Faktor Risiko Ireversibel a. Usia Semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi karena arteri semakin kehilangan elastisitasnya. Hipertensi paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Tekanan sistolik meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik terisolasi merupakan jenis hipertensi yang paling ditemukan pada orang tua.1 b. Jenis Kelamin Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, terdapat angka yang cukup bervariasi. Di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.8 c. Ras Hipertensi lebih sering terdapat pada ras Afrika-Amerika dibandingkan dengan orang kulit putih, dan pada kedua ras tersebut biasanya lebih banyak pada golongan sosioekonomi rendah.1 d. Genetik Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot daripada heterozigot.2 e. Riwayat Keluarga Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua mempunyai hipertensi, kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut 60%.8 2. Faktor Risiko Reversibel a. Kebiasaan Merokok 6

Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskular telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap per hari. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida, yang diisap melalui rokok dan masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.1 b. Konsumsi Garam Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.1,4 c. Konsumsi Lemak Jenuh Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan, dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.2 d. Penggunaan Jelantah Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kandungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak 7

tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya. Minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. Minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ. Minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.8 e. Kebiasaan Minum Minuman Beralkohol Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Peningkatan kadar kortisol serta peningkatan volume sel darah merah dan kekentalan darah merah diduga berperan dalam menaikkan tekanan darah. Orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit alkohol.1 f. Obesitas Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.1,6 g. Olahraga Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.7 h. Stres 8

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang, tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stres berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal2 i. Tipe Kepribadian Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya aterosklerosis.2 j. Penggunaan Estrogen Estrogen meningkatkan risiko hipertensi, tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.8 k. Sindroma Metabolik Sindroma metabolik didefinisikan bila terpenuhi tiga kriteria berikut:1 1) Lingkar perut membesar (pria > 100 cm, wanita > 90 cm) 2) Gula puasa darah terganggu (normal < 126 md/dl). 3) Peningkatan tekanan darah 130/85 mmHg, trigliserida plasma 150 mg/dl, atau kolesterol HDL (pria <40 mg/dl , wanita <50 mg/dl). Di hipotesiskan bahwa resistensi insulin mungkin merupakan patofisiologi terjadinya sindroma metabolik.1 9

F. Patofisiologi Hipertensi Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (cardiac output) dan tonus dari arteri (peripheral resisten). Faktor-faktor ini menentukan besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi cardiac output dan resistensi perifer. Hipertensi terjadi karena kelainan dari salah faktor tersebut.9

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.9 Cardiac output berhubungan dengan hipertensi. Peningkatan cardiac output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan ( preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaiutu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. Konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output. 9

10

Gambar 2. Patofisiologi natrium dan kalium pada hipertensi10 Dalam tubuh terdapat empat sistem yang mengendalikan tekanan darah yaitu baroreseptor, pengaruh volume cairan tubuh, sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan 11

autoregulasi pembuluh darah. Meskipun penyebab hipertensi secara tepat belum diketahui, telah dipahami bersama bahwa hipertensi merupakan kondisi yang multifaktorial. Hipertensi akan terjadi apabila ada perubahan pada persamaan tekanan darah karena adanya perubahan salah satu faktor yaitu resistensi pembuluh darah perifer maupun curah jantung.2 Ada beberapa hipotesis tentang patofisiologi peningkatan darah berkaitan dengan konsep bahwa hipertensi sebagai sesuatu yang bersifat kondisi multifaktorial. Beberapa hipotesis tersebut antara lain menyebut bahwa hipertensi merupakan akibat dari:2 1. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik berhubungan dengan kerusakan dari sistem saraf otonom. 2. Peningkatan reabsorbsi natrium, klorida, dan air oleh ginjal, berhubungan dengan variasi genetika bagaimana ginjal mengatur sodium. 3. Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron yang menyebabkan ekspansi cairan ekstravaskular dan meningkatkan resistensi sistemik. 4. Penurunan vasodilatasi dari arteriola berkaitan dengan kerusakan endotel pembuluh darah.
Renin

5. Resistensi terhadap aksi insulin mungkin merupakan faktor yang berkait dengan hipertensi pada diabetes tipe 2, hipertrigliseridemia, obesitas, dan intoleransi glukosa. Angiotensin I Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
I Converting Enzyme (ACE) peran angiotensin I oleh Angiotensin I ConvertingAngiotensin Enzyme (ACE). ACE memegang

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah dua aksi utama.2 sekresi hormon ADH rasamelalui haus
Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal Angiotensin II

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja padadengan ginjal untuk ekskresi NaCl (garam)
urin sedikit pekat & osmolaritas mengatur osmolalitas dan volume

urin. Dengan meningkatnya ADH, sedikit urin mereabsorpsinya disangat tubulus ginjal
konsentrasi NaCl di

yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan mengentalkan
pembuluh darah dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat

yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.2 Diencerkan dengan volume menarik cairan intraseluler
ekstraseluler ekstraseluler

12
volume darah volume darah

tekanan darah

tekanan darah

Gambar 3. Patofisiologi hipertensi3 Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volum cairan ekstraselular, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraselular yang pada gilirannya akan meningkatkan volum dan tekanan darah.2 Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut mengubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber 13

vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural, serta dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stres dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.2
Lingkungan Hereditas

Pre-Hipertensi

Hipertensi Dini

Hipertensi Menetap

Tanpa Komplikasi

Dengan Komplikasi

Hipertensi maligna

Jantung: hipertropi gagal jantung infark

Pembuluh darah: aneurisma

Otak: iskemia thrombosis perdarahan

Ginjal: nefrosklreosis gagal ginjal

Gambar 4. Perjalanan alamiah hipertensi primer yang tidak terobati2 Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang muncul menjadi hipertensi persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, di mana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina, dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung), kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (di mana tahanan perifer meningkat), kemudian menjadi hipertensi pada umur 3050 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun. G. Manifestasi Klinis Hipertensi Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar hipertensi tanpa disertai gejala yang mencolok. Onset hipertensi yang bertahap sering disebut silent killer. Hipertensi dapat 14

muncul setelah setahun atau ditemukan saat sudah terjadi komplikasi. Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan akan merusak pembuluh darah yang ada di sebagian besar tubuh. Pada beberapa organ seperti jantung, ginjal, otak dan mata, akan mengalami kerusakan. Gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, stroke dan gangguan penglihatan adalah konsekuensi yang umum dari hipertensi.9 Ketika gejala spesifik muncul hal ini berhubungan dengan kerusakan vaskuler pada organ yang mendapatkan aliran darah dari pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, adanya angina adalah dampak dari hipertensi terhadap jantung. Perubahan patologi pada ginjal akan ditandai dengan nokturia. Gejala serebrovaskuler dapat timbul berupa:9 1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium. 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. 3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf. 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus. Akibatnya pasien sering terjaga pada malam hari. 5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. 6. Kelemahan anggota gerak, bicara pelo, atau penurunan kesadaran akibat kerusakan pembuluh darah otak. Dikenal juga krisis hipertensi yaitu suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistolik 180 mmHg dan atau diastolik 120 mmHg), pada penderita hipertensi yang membutuh kan penanganan segera. Krisis hipertensi dibagi menjadi:5 1. Hipertensi Darurat (Emergency Hypertension) Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) yang disertai kerusakan organ target yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. 2. Hipertensi Mendadak (Urgency Hypertension) Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) yang tidak disertai kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam. Manifestasi klinis krisis hipertensi yaitu gejala organ target yang terganggu, di antaranya gejala neurologis (sakit kepala, hilang atau kabur penglihatan, kejang, gangguan kesadaran), gejala mata (funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, dan edema papil), gejala kardiovaskular (nyeri dada, sesak nafas akibat edema paru), serta 15

gejala ginjal (azotemia, proteinuria, oliguria), di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya. Tabel 4. Manifestasi Klinik Klinis Hipertensi Darurat 5 Tekanan Darah > 220/140 mmHg Funduskopi Perdarahan, eksudat, edema papilla Status Neurologi Sakit kepala, kacau, gangguan kesadaran, kejang. Hipertensi emergensi biasanya dialami oleh penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat antihipertensi tidak teratur, kehamilan, penggunaan NAPZA, penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka berat, phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, dan trauma kepala, serta penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.5 Jantung Denyut jelas, membesar, dekompensas i, oliguria Ginjal Uremia, proteinuria Gastrointestinal Mual, muntah

Gambar 5. Jenis hipertensi emergensi5

H. Diagnosis Hipertensi Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat 16

mendiagnosis suatu krisis hipertensi. Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan yaitu sebagai berikut:8 a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi. b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan. c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.

1. Anamnesis Hal yang penting ditanyakan dalam menganamnesis pasien adalah sebagai berikut:6 a. Riwayat hipertensi, lama, dan beratnya. b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. c. Usia, sering pada usia 30 70 tahun. d. Gejala sistem saraf (sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ). e. Gejala sistem ginjal (gross hematuria, jumlah urin berkurang ) f. Gejala sistem kardiovaskular (adanya gagal jantung kongestif dan oedem paru). g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pielonefritis. h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsia. i. Riwayat hipertensi dalam keluarga. j. Perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain).8

2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan lebih baik dikukur pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri untuk mengevaluasi hipotensi postural. Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Dilakukan palpasi leher untuk 17

mempalpasi dari pembesaran tiroid dan penilaian terhadap tanda hipotiroid atau hipertiroid. Pemeriksaan pada pembuluh darah dapat dilakukan dengan funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis. Retina merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa dengan seksama. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi dan penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung ke-2 karena penutuan dari katup aorta dan S4 gallop. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis yang bergeser ke arah lateral. 6 Pengukuran Tekanan Darah Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan ke dalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.9 Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, di mana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa di dalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan 18

menyebabkan bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi tersebut.3 Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:3 a. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan santai. b. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya relatif kecil. c. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit naik. d. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang terendah. e. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan atas.

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut:5 a. Pemeriksaan laboratorium awal, yaitu urinalisis, hemoglobin, hematokrit, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, serta profil lipid (termasuk HDL kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida). b. Pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi dan foto thorak. c. Pemeriksaan tambahan termasuk pengukuran ekskresi albumin atau albumin / kreatinin rasio. d. Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala, ekokardiogram, ultrasonogram. 19

Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang untuk Skrining Etiologi Hipertensi5

Konfirmasi dari hipertensi berdasarkan pada pemeriksaan awal, dan pemeriksaan pada dua kali follow-up dengan setidaknya dua kali pengukuran pada setiap kali follow-up. 5

20

Gambar 6. Algoritma Diagnosis Hipertensi11 21

I. Penatalaksanaan Hipertensi 1. Penatalaksanaan Nonfarmakologis Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, di samping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.11 Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal berikut:11 a. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis Menurut Corwin, berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis. Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan. 11 b. Olahraga dan aktivitas fisik Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktivitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga pilihan yaitu jogging, dan berenang. Dianjurkan untuk olahraga teratur, selama 30 menit, minimal 3 kali seminggu, sehingga dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah sistolik 11 mmHg dan diastolik 9 mmHg. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi. 11 Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain: 11

22

Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.

Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban (treadmill / ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.

Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tidak menambah peningkatan darah. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.

Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan).

c. Perubahan pola makan11 1) Mengurangi asupan garam Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, 23

menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis. 2) Diet rendah lemak jenuh Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah. 3) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacangkacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium. DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yaitu diet menu makan dengan gizi seimbang yang kaya pangan sumber kalium, kalsium, magnesium, serat makanan dari sayuran, buah, dan susu, serta membatasi lemak jenuh, kolesterol, garam, gula, kopi, dan minuman keras. Menurut studi tahun 1997, efek dari diet DASH yang dilakukan selama 8 minggu menunjukkan penurunan tekanan darah sebesar 11,4mmHg untuk sistolik dan 5,5 mmHg untuk diastolik. Piramida DASH menunjukkan bahwa makanan yang diperbolehkan dengan jumlah yang lebih banyak berada pada gambar yang paling bawah dan yang diperbolehkan dalam jumlah yang sedikit adalah yang berada di gambar paling atas. Untuk memudahkan pengukuran porsi yang akan disajikan dapat dilihat pada daftar bahan makanan penukar. Menu makanan dalam sehari yang disarankan dalam diet DASH adalah sebagai berikut.13

24

Gambar 7. Diet DASH13 d. Menghilangkan stres Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk mencegah stres yaitu perubahan pola hidup sebagai berikut:11 1) Primary prevention, dengan cara merubah cara kita melakukan sesuatu melalui kemampuan pengaturan, penyaluran, pengorganisasikan, dan penataan. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktivitas. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus. 2) Secondary prevention, dengan menyiapkan diri menghadapi stresor melalui diet (makan teratur), olahraga, rekreasi (sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin), istirahat (tidur yang cukup, bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan), mengubah pola pikir, menyederhanakan jadwal (bekerja dengan lebih santai), membina hubungan sosial yang baik, menyiapkan cadangan keuangan, serta beribadah. 25

3) Tertiary prevention, untuk menangani dampak stress yang terlanjur ada. Jika perlu meminta bantuan profesional. Gaya hidup yang sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan darah dan termasuk dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan atau menunda insiden dari hipertensi, dan meningkatkan efek dari obat antihipertensi, dan penurunan risiko kardiovaskular.5 Tabel 7. Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi5

Tabel 8. Penurunan Tekanan Darah Melalui The Big Four Plus DASH5 Modifikasi Pengurangan berat badan Kurangi intake garam Aktivitas fisik Konsumsi alkohol dikurangi Diet Rekomendasi Mengekalkan BMI normal 5 mg - 1 sendok teh sehari Setiap hari, 30-45 menit / kali < 24 oz. Pengurangan TDS 5-20mmHg/10 kg 2-8mmHg 4-9mmHg 2-4mmHg 8-14mmHg

Makan buah dan sayur, kurangi lemak jenuh 2. Penatalaksanaan Farmakologis

26

Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan dengan menurunkan tekanan diastolik. Walaupun kontrol tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang tidak sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat. Tujuan dari terapi menggunakan obat antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal.5 Target tekanan darah adalah < 140/90 mmHg disertai dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg. Bila tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung pada derajat hipertensi. Obat antihipertensi ini berhubungan dengan penurunan dari insiden stroke sekitar 35-40 %, MCI sekitar 20-25%, dan gagal jantung, sekitar lebih dari 50 %. Estimasi ini dilakukan pada hipertensi derajat I dengan tekanan sistolik 140-159 mmHg dan atau tekanan diastolik 90-99 mmHg.5 Pemilihan jenis obat ditentukan oleh tingginya tekanan darah, adanya risiko kardiovaskuler dan kerusakan organ target. antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7: 1) Diuretik, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant) 2) Beta Blocker (BB) 3) Calcium channel blocker atau Calcium Antagonist (CCB) 4) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) 5) Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB). Masing-masing golongan mempunyai karakteristik dan efek samping yang berbeda.5 Golongan diuretik dan beta blocker merupakan obat hipertensi pilihan pertama. Hal ini terutama jika tidak dijumpai komplikasi maupun indikasi pengobatan khusus. Pada tahap awal pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis yang rendah. Jika tekanan darah tidak kunjung turun. Dosis dinaikkan secara bertahap. Ketika tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg selama satu tahun maka penurunan dosis dan tipe obat antihipertensi dianjurkan. Adapun untuk meningkatkan kepatuhan pasien dianjuran para klinisi merencanakan program pengobatan yang sederhana, jadwal yang sesuai dan idealnya satu hari hanya satu pil saja.11

Modifikasi gaya hidup, tidak mencapai target penurunan tekanan darah

27

Obat hipertensi inisial

Tanpa indikasi Dengan indikasi khusus Obat-obatan untuk indikasi khusus tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretik, ACEI, BB, CCB)

Hipertensi derajat I (sistolik 140-159 mmHg atau diastolick90-99 mHg) Diuretik golongan tiazid. Dapat dipertimbangkan pemebrian ACEI, BB, CCB atau kombinasi

Hipertensi derajat II (sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mHg) Kombinasi dua obat. Biasanya diuretic dengan ACEI atau BB atau CCB

Target tekanan darah Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain. Perimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis Gambar 8. Algoritma Penanggulangan Hipertensi5 Prinsip pengobatan hipertensi adalah sebagai berikut:14 a. Sekiranya tekanan darah tidak mencapai yang diinginkan,dosis obat ditingkatkan sampai dosis maksimum. Bisa juga digantikan dengan obat dalam kelas yang lain atau ditambah obat kedua dari kelas yang lain. b. Sekiranya respon inisial adekuat, pengobatan diteruskan. c. Untuk penambahan obat, pertimbangkan untuk menambah diuretik. d. Apabila ada kelainan ginjal, pertimbangkan loop diuretic berbanding diuretik tiazid. e. Jangan kombinasi obat dari kelas yang sama.

Antihipertensi seperti vasodilator langsung, adrenolitik sentral (2 agonis), dan penghambat saraf adrenergik tidak digunakan untuk monoterapi tahap pertama, tetapi hanya antihipertensi tambahan. Jika respon kurang atau parsial, akan dilakukan 28

penambahan obat ke-2 dari golongan lain sedangkan jika respon kecil, dilakukan penggantian jenis obat.Pilihan obat bagi masing-masing penderita bergantung pada:12 1) Efek samping metabolik dan subyektif yang ditimbulkan; 2) Adanya penyakit lain yang mungkin diperbaiki atau diperburuk oleh AH yang dipilih 3) Adanya pemberian obat lain yang mungkin berinteraksi dengan AH yang diberikan dan biaya pengobatan. a. Diuretik Efek yang ditimbulkan adalah peningkatan ekskresi natrium, klorida, dan air sehingga mengurangi volum plasma dan cairan ekstrasel. Vasodilatasi perifer yang terjadi disebabkan adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan volum plasma terus menerus. Selain itu, dapat pula terjadi pengurangan kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur vaskular.14,15 1) Diuretik tiazid dan sejenisnya Berbagai Tiazid (misal hidrokiorotiazid, bendroflumetiazid) dan anti diuretik (klortalidon dan indapamid) sejenis memiliki mekanisme kerja yang sama. Tiazid merupakan obat utama dalam terapi antihipertensi pada penderita dengan fungsi ginjal yang normal. Obat ini dapat digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan-sedang atau dikombinasikan dengan AH lain pada penderita yang tekanan darahnya tidak dapat dikendalikan diuretik saja. Tiazid dapat dikombinasikan karena dapat meningkatkan efek hipotensif obat lain yang mekanisme berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi. Selain itu, tiazid mencegah terjadinya retensi cairan oleh AH lainya sehingga efek hipotensif dapat dipertahankan.14 Penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek samping metabolik, yakni hipokalemia, hipomagnesimia, hiponatremia, hiperisemia, hiperkalsemia, Kecuali hiperglikemia, indapamid, hiperkolestrolemia tiazid akan dan hipertrigliseridemia. kehilangan

keefektifannya sebagai diuretik maupun antihipertensi pada gagal ginjal (kreatinin serum 2.5 mg/dl). Ditambah lagi, gangguan fungsi seksual dan rasa lemah juga dapat terjadi.15 2) Diuretik kuat dan diuretik hemat kalium 29

Diuretik kuat, misalnya furosemid lebih efektif dibanding tiazid untuk hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat. Namun untuk jenis hipertensi lain, tiazid lebih unggul. Diuretik kuat dicadangkan untuk penderita dengan kreatinin serum 2.5 mg/dl atau gagal jantung. Efek samping mirip seperti tiazid, hanya saja tidak menimbulkan hiperkalsemia. Diuretik kuat harus diberikan dalam dosis rendah disertai pengaturan diet.14,15 Diuretik hemat kalium merupakan diuretik lemah. Penggunaannya dengan diuretik lain berfungsi untuk mencegah hipokalemia. Namun jenis ini dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada penderita gangguan fungsi ginjal atau bila dikombinasikan dengan penghambat ACE, suplemen kalium atau AINS. Penderita dengan kreatinin serum 2.5 mg/dl tidak dianjurkan mengkonsumsi jenis ini. 14,15 b. Penghambat Adrenergik 1) Penghambat adrenoreseptor (-bloker) Mekanisme -adrenergik sebagai anti hipertensi masih belum jelas. Diperkirakan ada beberapa cara, yakni (1) pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas miokard menyebabkan curah jantung berkurang. Reflek baroreseptor serta hambatan 2 vaskular menyebabkan resistensi perifer pada awalnya meningkat; (2) hambatan pelepasan NE melalui hambatan reseptor 2 prasinaps; (3) hambatan sekresi renin melalui hambatan rereptor 1 di ginjal; dan (4) efek sentral. Penurunan TD oleh -bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek tampak dalam 24 jam sampai 1 minggu. Pemberian pada orang normal tidak akan menyebabkan hipotensi.14 -bloker merupakan obat untuk hipertensi ringan-sedang dengan PJK atau dengan aritmia supraventrikuler maupun ventrikuler dengan kelainan induksi, pada penderita muda dengan sirkulasi hiperdinamik dan pada penderita yang memerlukan anti depresi trisiklik atau antipsikotik (efek bloker tidak dihambat oleh obat-obatan tersebut). Efek samping yang mungkin muncul di antaranya adalah bronkospasme, memperburuk gangguan pembuluh darah perifer, rasa lelah, insomnia, eksaserebrasi gagal jantung, dan menutupi gejala hipoglikemia; hipertrigliseridemia dan menurunkan kadar kolestrol 30

HDL (kecuali -bloker dengan ISA dan labetalol); serta mengurangi kemampuan berolahraga. Efek samping dapat dikurangi dengan pengaturan diet. Selain itu, pengurangan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dapat memperburuk fungsi ginjal. Hipertensi rebound jarang terjadi pada penghentian -bloker secara mendadak.15 2) Penghambat adrenoreseptor (-bloker) Alfa-bloker yang selektif memblok adrenoreseptor 1 dapat untuk pengobatan antihipertensi. Alfa-bloker yang nonselektif juga menghambat adrenoseptor 2 diujung saraf adrenergik sehingga meningkatkan pelepasan NE. Akibatnya, perangsangan jantung akan berlebihan. Alfa-bloker menghambat reseptor 1 di pembuluh darah terhadap efek vasokonstriksi NE dan E sehingga terjadi dilatasi vena dan arteriol. Alfa-bloker merupakan satu-satunya golongan AH yang memberikan efek positif pada lipid darah (mengurangi LDL dan trigliserida serta meningkatkan HDL). Alfa-bloker juga dapat menurunkan resistansi insulin, mengurangi gangguan vaskular perifer, memberikan sedikit efek bronkodilatasi dan mengurangi serangan asma akibat kegiatan fisik, merelaksasi otot polo prostat dan leher kandung kemih sehingga mengurangi gejala hipertrofi prostat, tidak menggangu aktivitas fisik dan tidak berinteraksi dengan AINS. Oleh karena itu, obat ini dianjurkan untuk penderita hipertensi disertai diabetes, dislipidemia, obesitas, gangguan resistensi perifer, asma, hipertrofi prostat, perokok, serta penderita muda yang aktif secara fisik dan mereka yang menggunakan AINS.15 Efek samping yang mungkin muncul di antaranya adalah hipotensi ortostatik yang dapat terjadi sejak pemberian beberapa dosis pertama atau saat dilakukan penambahan dosis. Efek lebih besar ialah kehilangan kesadaran sesaat atau yang ringan ialah pusing kepala ringan. Fenomen ini dapat terjadi saat pemberian dosis pertama terlalu besar, penderita dengan deplesi cairan, penderita usia lanjut, atau yang sedang makan AH lain. Toleransi terhadap fenomen terjadi secara cepat dengan mekanisme yang belum diketahui. Namun ada juga contoh obat yang jarang menimbulkan fenomen dosis pertama karena mula kerjanya yang lambat, seperti doxazosin.14 c. ACE Inhibitor 31

Penghambat ACE bekerja langsung,yaitu kaptropil dan lisinopril dan ada pula yang tidak langsung (pro drug). Renin disekresi oleh sel jukstglomerular di dinding arteriol aferen dan glomerulus ke dalam darah bila perfusi ginjal menurun (karena TD turun atau stenosis pada arteri ginjal), bila terdapat deplesi natrium dan atau terjadi stimulasi adrenergik (melalui reseptor 1). Renin akan memecah angiotensinogen menjadi angiotensin I (AI). AI akan dikonversi oleh ACE yang terikat pada endotel yang menghadap ke lumen di seluruh sistem vaskuler, menjadi Angiotensin II (AII) yang sangat aktif. AII bekerja pada reseptor otot polos vaskuler, korteks adrenal, jantung dan SSP untuk menimbulkan konstriksi arteriol dan venula (efek pada arteriol lebih kuat), stimulasi sintesis dan sekresi aldosteron, stimulasi jantung, dan sistem simpatis dan efek SSP berupa stimulasi konsumsi air dan peningkatan sekresi ADH. Akibatnya terjadi resistensi perifer, reabsorpsi natrium dan air serta peningkatan denyut jantung dan curah jantung. ACE juga kininase II yang mengaktifkan bradikinin yang merupakan vasodilator arteriol sistemik yang poten, kerjanya melaui EDRF dan prostlagandin. Sistem RAA berperan dalam mempertahankan TD dan volume intravaskular saat terdapat deplesi natrium dan cairan.14-15 Penghambatan ACE akan mengurangi pembentukan AII sehingga TD turun. Karena efek vasokonstriksi paling kuat antara lain ada di pembuluh darah ginjal, pengurangan AII akan menimbulkan vasodilatasi renal yang kuat. Penurunan TD oleh penghambat ACE disertai pengurangan resistensi perifer, tanpa refleks takikardia. Kerja golongan obat ini sepertinya ada yang melalui sistem kinin. Hambatan inaktivasi bradikinin akan menyebabkan vasodilatasi. Penghambat ACE efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Pada hipertensi berat, penghambat ACE ditambahkan vasodilator obat ke-3 pada diuretik dan -bloker. Penghambat ACE akan lebih efektif pada penderita muda. Pemberian bersama dengan penghambat adrenergik akan menimbulkan hipotensi berat berkepanjangan. Efek samping yang mungkin muncul ialah batuk kering, ganguan pengecapan, rash eritromatosis maupun edema angioneurotik. Dosis pertama ACE dapat menimbulkan hipotensi simptomatik, gagal ginjal akut, proteinuria, dan hiperkalemia.15 d. Penghambat Reseptor Angiotensin II 32

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1. Akibat penghambatan ini, maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada reseptor AT1, yang secara langsung memberikan efek vasodilatasi, penurunan vasopressin, dan penurunan aldosteron, selain itu, penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan retensi air dan Na dan penurunan aktivitas seluler yang merugikan (misalnya hipertrofi). Sedangkan Angiotensin II yang terakumulasi akan bekerja di reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi, antiproliferasi. Sehingga pada akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergistik dengan efek hambatan pada reseptor AT1. Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.14,15 e. Antagonis Kalsium Golongan dihidropiridin (DHP, nifedipin, nikardipin, isradipin, felodipin, amilodipin) bersifat vaskuloselektif dan generasi yang baru mempunyai selektivitas yang lebih tinggi. Sifat ini menguntungkan manusia, karena tidak ada efek langsung pada nodus SA dan AV, menurunkan resistensi perifer tanpa disfungsi jantung berarti, dan relatif aman dalam kombinasi dengan -bloker Bioavailabilitas oral yang rendah dari kebanyakan antagonis kalsium disebabkan oleh eliminasi presistemik di hati yang tinggi. Kadar puncak yang cepat dicapai kebanyakan antagonis kalsium menyebabkan TD turun secara cepat, mencetuskan iskemia miokard atau serebral. Metabolisme yang hampir sempurna oleh hati dari semua antagonis kalsium menunjukan bahwa penggunaannya penderita pada sirosis hati dan usia lanjut harus hati-hati. Kombinasi antagonis kalsium dengan bloker, penghambat ACE atau -bloker meberikan efek baik, tetapi hanya memberikan penambahan efek yang kecil saat kombinasi dengan diuretik. Kombinasi verapamil atau diltiazem dengan -bloker memberikan efek antihipertensi yang adiktif. Seperti penggunaan diuretik, pengurangan garam tidak 33

berguna. Efek samping yang mungkin dijumpai ialah penurunan TD yang terlalu besar dan cepat, angina pektoris pada PJK, efek vasodilatasi, edema perifer, bradiaritmia maupun konstipasi. Kalsium antagonis tidak memiliki efek samping metabolik, baik lipid, karbohidrat maupun asam urat.14,15 f. Adrenolitik Sentral 1) Klonidin Efek hipotensifnya disertai penurunan resistensi perifer. Curah jantung mulamula menurun, tetapi kembali lagi ke nilai awal pada pemberian jangka panjang. Klonidin juga dapat menyebabkan penurunan denyut jantung, antara lain akibat peningkatan tonus vagal. Klonidin oral biasanya digunakan sebagai obat ke-2 atau ke-3 jika TD sasaran belum tercapai pada pemberian diuretik. Obat ini dapat juga untuk menggantikan penghambat adrenergik lain dalam kombinasi 3 obat dengan diuretik dan vasodilator pada hipertensi resisten. Klonidin berguna pula untuk hipertensi mendesak. Efek samping yang sering muncul ialah mulut kering dan sedasi (pada 50% penderita), tetapi efek bisa hilang dalam 12 jam meski obat diteruskan. Efek lain ialah pusing, mual, konstipasi, atau impotensi. Gejala ortostatik kadang-kadang terjadi. Efek samping sentral misalnya, mimpi buruk, insomnia, cemas dan depresi. Penggunaan secara tunggal dapat menyebabkan retensi cairan sehingga mengurangi efek hipotensinya. Oleh karena itu, obat ini paling baik jika digunakan bersama diuretik.15 2) Guanabenz dan Guanfasin Sifat farmakologik termasuk efek sampingnya mirip klonidin. Guanfasin memiliki waktu paruh lebih panjang (14-18 jam), bandingkan dengan guanabenz yang maksimal dalam 2-4 jam pada pemberian oral.15

3) Metildopa Metildolpa dapat mengurangi resistensi perifer tanpa banyak mengubah denyut jantung dan curah jantung. Pada penderita usia lanjut, curah jantung dapat menurun akibat berkurangnya denyut jantung dan isi sekuncup. Penurunan TD maksimal 6-8 jam setelah dosis oral. TD lebih turun jika pasien berdiri dari pada berbaring. Hipotensi ortostatik dapat terjadi meski tidak 34

seberat yang ditimbulkan penghambat saraf adrenergik. Penggunaan tunggal dapat menyebabkan retensi cairan sehingga kehilangan efek hipotensifnya (toleransi semu). Metildopa ditambahkan sebagai obat ke-2 bila TD sasaran belum tercapai dengan diuretik saja. Obat ini juga efektif jika dikombinasikan dengan tiazid. Selain itu, obat ini juga merupakan pilihan untuk hipertensi pada kehamilan.14 Dosis pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal harus dikurangi karena absorpsi metidolpa pada pencernaan kurang lengkap. Sekitar 63% diekskresikan tubuh. Pada insufisiensi ginjal terjadi akumulasi obat dan metabolitnya. Waktu paruh obat 2 jam dan meningkat pada penderita uremia. Efek samping yang dapat muncul di antaranya adalah sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering, gangguan tidur, depresi mental, impotensi, kecemasan, penglihatan kabur, hidung tersumbat dan sakit kepala. Efek samping yang lebih serius di antaranya adalah anemia hemolitik, trombositopenia, leukopenia, hepatitis, dan sindrom seperti lupus. Efek hipotensif metildopa ditingkatkan oleh diuretik dan dikurangi antidepresi trisiklik dan amin simpatomimetik. Penghentian mendadak dapat menyebabkan fenomen rebound (peningkatan TD meningkat.15 g. Penghambat Saraf Adrenergik15 1) Reserpin Reserpin mengurangi resistensi perifer denyut jantung dan denyut jantung. Retensi cairan dapat terjadi jika tidak diberikan bersama diuretik. Reserpin lebih sering digunakan sebagai obat ke-2 dan merupakan antihipertensi yang baik, terutama saat dikombinasikan dengan tiazid. Efek samping yang dapat terjadi di antaranya adalah letargi dan kongesti nasal. Selain itu, ada pula gejala-gejala seperti bradikardia, mulut kering, diare, mual, muntah, anoreksia, bertambahnya nafsu makan, hiperasiditas lambung, mimpi buruk, depresi mental, disfungsi sexual, dan ginekomastia. Penderita dengan riwayat depresi dihindarkan dari penggunaan obat ini. Untuk mengurangi efek samping, penggunaan dosis yang rendah pada kombinasi dengan tiazid dirasakan cukup efektif. Karena reserpin dapat meningkatkan asam lambung, maka harus diberikan dengan hati-hati pada penderita dengan riwayat ulkus peptikum. 35

Penderita dengan riwayat kolitis ulseratif juga tidak diperbolehkan karena reserpin dapat meningkatkan tonus dan motilitas ulseratif. Penderita epilepsi juga tidak dianjurkan karena reserpin dapat menurunkan ambang kejang. 2) Guanetidin Efek hipotensif obat ini disebabkan karena berkurangnya curah jantung (akibat berkurangnya alir balik vena serta kontraktilitas dan denyut jantung) dan turunnya resistensi perifer. Guanetidin merupakan venodilator yang kuat sehingga hipotensi ortostatik yang hebat dan juga hipotensi akibat kegiatan fisik dapat terjadi. Obat ini juga sering menimbulkan diare dan kegagalan ejakulasi.Guanetidin sekarang jarang digunakan karena (1) sukar mengatur dosisnya, (2) adanya AH yang lain, misalnya kaptropil dan minoksidil yang efektif untuk hipertensi resisten dan kurang menimbulkan efek samping dibanding guanetidin. 3) Guanadrel Mekanisme dan efek samping mirip dengan Guanetidin, hanya saja intensitas diare lebih rendah. h. Penghambat Ganglion15 Contohnya penghambat ganglion adalah Trimetafan. Kerjanya singkat dan digunakan untuk (1) menurunkan TD dengan segera pada hipertensi darurat, terutama aneurisma aorta dissecting yang akut dan (2) menghasilkan hipotensi terkendali selama bedah saraf atau bedah kardiovaskular untuk mengurangi pendarahan. Efek samping yang dapat muncul ialah paresis usus dan kandung kemih, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, dan mulut kering.

i. Vasodilator15 1) Hidralazin Hidralazin merelaksasi otot polos arteriol dengan mekanisme yang belum dapat dipastikan. Salah satu kemungkinan kerjanya adalah sama dengan kerja nitrat organik dan natrium nitropusid, dengan melepaskan nitrogen oksida (NO) yang mengaktifkan guanilat siklase dengan hasil akhir defosforilasi berbagai protein, termasuk protein kontraktil dalam sel otot polos. 36

Vasodilatasi dapat menyebabkan peningkatan denyut dan kontaktilitas jantung, peningkatan renin plasma, dan retensi cairan yang justru melawan efek hipotensif obat. Hidralazin menurunkan TD diastolik lebih banyak daripada TD sistolik dengan menurunkan resistensi perifer. Oleh karena itu, hidralazin lebih selektif mendilatasi arteriol dari pada vena. Hidralazin oral biasanya digunakan sebagai obat ke-3 kepada diuretik dan -bloker. Retensi cairan akan dihambat oleh diuretik sedangkan refleks takikardia terhadap vasodilatasi akan dihambat oleh -bloker. Karena tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi, hidralazin dapat ditambahkan sebagai obat ke2 kepada diuretik untuk penderita usia lanjut yang tidak dapat mentoleransi efek samping penghambat adrenergik. Pada mereka, refleks baroreseptor kurang sehingga tidak terjadi takikardia dengan hidralazin tanpa -bloker. Hidralazin sekarang jarang digunakan karena masih ada yang lebih aman. Hidralazin IV digunakan untuk hipertensi darurat, terutama glomerulonefritis akut atau eklamasia. Hipotensi berlebihan dan toksisitas lainnya juga tinggi sehingga perlu pengecilan dosis. Efek samping yang dapat muncul ialah retensi natrium dan air bila tidak ada diuretik. Takikardia diatasi dengan bloker. Tanpa -bloker dan diuretik dapat terjadi iskemia miokard pada penderita PJK. Hidralazin juga dapat menyebabkan sindrom Lupus. 2) Minoksidil Minoksidil bekerja pada sel otot polos vaskular dengan meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap K+ sehingga terjadi hiperpolarisasi. Dilatasi akan menurunkan resistensi perifer dan menurunkan TD sistolik dan diastolik. Efek hipotensif disertai denyut jantung dan curah jantung. Minoksidil efektif untuk semua penderita , maka berguna untuk terapi jangka panjang hipertensi berat yang refrakter terhadap kombinasi 3 obat yang terdiri dari diuretik, penghambat adrenergik dan vasodilator lain. Minoksidil efektif untuk hipertensi akselerasi atau maligna dengan penyakit ginjal. Untuk mengatasi retensi cairan dan takikardia, pemberian minoksidil perlu dilengkapi diuretik dan penghambat adrenergik. Efek samping yang sering muncul ialah retensi cairan, takikardia, sakit kepala, angina pectoris (pada penderita PJK). Selain itu, efusi pleural dan perikardial terjadi pada 3% penderita. Komplikasi terjadi pada penderita gangguan ginjal berat dan 37

mungkin akibat retensi cairan. Biasanya efusi hilang saat minoksidil dihentikan. Penghentian minoksidil mendadak dapat menyebabkan hipertensi rebound. Minoksidil biasanya tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, kecuali jika diberikan pada guanetidin. Selain itu adalah hipertrikosis. Metabolismenya ekstensif terutama menjadi metabolit yang tidak aktif. Kadar plasma tidak berkorelasi dengan respon terapi. 3) Diazoksid Bekerja pada sel otot polos arteriol, mengaktifkan kanal K+ yang sensitif ATP sehingga terjadi hiperpolarisasi menyebabkan dilatasi arteriol. Vena tidak dipengaruhi. TD turun dengan cepat dan denyut jantung beserta curah jantung meningkat. Obat ini digunakan pada hipertensi darurat. Diazoksid efektif untuk hipertrofi ensefalopati, maligna dan berat dengan glomerunefritis akut dan kronik. Penurunan TD yang cepat dapat beresiko iskemia koroner. Efek samping yang ada misalnya hipotensi, takikardia, iskemia jantung dan otak akibat hipotensi, azotemia, hipersensitivitas. 4) Natrium Nitroprusid Gugus nitroso pada molekul natrium nitrosupid akan dilepaskan sewaktu kontak dengan eritrosit. NO mengaktifkan enzim guanilat siklase pada otot polos pembuluh darah dan menyebabkan dilatasi arteriol dan venula. Nitroprusid merupakan obat paling cepat dan selalu efektif untuk pengobatan hipertensi darurat. Namun, perlu infus kontinyu untuk mempertahankan efek hipotensifnya. Efek samping yang ada berupa vasodilatasi yang berlebihan, kemudian muntah, mual, dan muscle twitching. Obat ini juga dapat memperburuk hipoksemia arteri pada penderita dengan PPOM karena mengganggu vasokonstriksi pembuluh darah paru sehingga ventilasi dan perfusi tidak seimbang. Tabel 9. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH. Kontraindikasi Kelas obat Diuretika (Thiazide) Indikasi Mutlak Gagal jantung kongestif, Gout usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras 38 Tidak mutlak Kehamilan

Diuretika (loop)

afrika Insufisiensi ginjal, gagal Gagal jantung kongestif Gagal jantung kongestif, pascainfark miokardium hiperkalemia.

ginjal,

Diuretika (antialdosteron) penyekat Angina pektoris,

Asma, penyakit paru Penyakit

pembuluh

perifer, pasca obstruktif menahun, darah intoleransi glukosa, infark miocardium gagal A-V block atlit atau pasien yang jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia Usia lanjut, isolated systolic hypertension, angina pectoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis kehamilan karotis, aktif secara fisik Takiaritmia, gagal jantung kongestif

Calcium Antagonist (dihydropiridine)

Calcium Antagonist (verapamil,

Angina aterosklerosis takikardia

pectoris, A-V

block,

gagal

karotis, jantung kongestif

diltiazem) supraventrikuler Penghambat ACE Gagal jantung kongestif, Kehamilan, disfungsi ventrikel kiri, hiperkalimea, pasca infark myocardium, stenosis arteri renalis non-diabetik nefropati proteinuria Angiotensi reseptor blocker) -Blocker II Nefropati DM tipe 2, Kehamilan, DM nefropati, bilateral tipe 1,

mikroalbumiuria diabetic, hiperkalemia, hipertrofi stenosis arteri renalis kiri, batuk bilateral prostat Hipotensi ortostatis Gagal jantung 39 ventrikel

antagonist (AT1- proteinuria, karena ACEI Hyperplasia

(BPH), hyperlipidemia Tabel 10. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC75 Klasifikasi Normal Prehipertensi TDS (mmHg) < 120 120-139 TDD (mmHg) dan <80 atau 80-89 Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99 Ya Perbaikan Pola Hidup Dianjurkan Ya

kongestif

Tanpa Indikasi yang Memaksa Tidak obat Diuretic

Dengan Indikasi yang Memaksa

indikasi Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa jenis Obat-obatan untuk yang

Thiazide untuk indikasi sebagian besar memaksa kasus, dapat dipertimbangka n ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi

Obat antihipertensi lain CCB) kebutuhan (diuretika, sesuai ACEI, ARB, BB,

Hipertensi derajat 2

160

atau 100

Ya

Kombinasi obat

untuk

sebagian besar kasus umumnya diuretika Thiazide jenis dan

ACEI atau ARB atau BB atau CCB Monoterapi dan Terapi Kombinasi Menurut ESH-2007, monoterapi dapat diberikan sebagai terapi inisial untuk hipertensi ringan (derajat 1) dengan faktor risiko total kardiovaskuler rendah atau moderat/sedang, dengan dosis rendah sesuai obat yang dipilih, kemudian untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai dosis penuh atau diganti dengan obat yang mempunyai titik tangkap berbeda juga dimulai dengan dosis rendah kemudian dosis dinaikkan sampai dosis penuh. Bila masih belum tercapai target yang diinginkan dapat ditambah 2 sampai 3 macam obat. Terapi 40

ARB

kombinasi 2 obat dosis kecil diberikan untuk terapi inisial pada hipertensi derajat 2 dan 3 dengan faktor risiko tinggi atau sangat tinggi, bila dengan 2 macam obat target tekanan tidak tercapai dapat diberikan 3 macam obat anti hipertensi.12,13

Gambar 9. Strategi Monoterapi dan Terapi Kombinasi12 Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:13 a. Diuretik dan ACEI atau ARB b. CCB dan BB c. CCB dan ACEI atau ARB d. CCB dan diuretika e. AB dan BB

Diuretika Bloker

Bloker

CCB

ACEI

41

Gambar 10. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.6 Pengobatan pada Indikasi Khusus Tabel 8. Pilihan obat pada Indikasi Khusus7 Indikasi Khusus Gagal Jantung Pasca MCI Risiko tinggi PJK Diabetes Mellitus Penyakit ginjal kronik Cegah stoke berulang Diuretik + + + + -Blocker + + + + ACEI + + + + + + ARB + + + CCB + + Antialdosteron + + -

a. Penyakit Jantung Iskemik Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada hipertensi dengan angina pectoris stabil obat pilihan pertama b-blocker dan sebagai alternative calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pectoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan ACEI dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark miokard, ACEI, BB, dan antagonis aldosteron terbukti sangat mengutungkan tanpa melupakan penatalaksaan profil lipid yang intensif dan penggunaan aspirin.5 b. Gagal Jantung Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik, sehingga penatalaksaan hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya terjadinya gagal jantung. Pada pasien asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB. Pada pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung end stage direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik loop.5 c. Penyakit Arteri Perifer5 Kelas I 42

Pemberian antihipertensi pada PAP ekstrimitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg atau target tekanan darah < 130/80 mmHg (untuk diabetes). BB merupakan agen hipertensi yang efektif dan tidak merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP. Kelas IIa Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP ekstrimitas bawah beralasan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular. Kelas IIb Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP ekstrimitas bawah dapat dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular. Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi mengeksaserbasi klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi, namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi hipertensi tanpa memperburuk symptom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurnkan risiko kejadian kardiovaskular. d. Gangguan Fungsi Ginjal5 Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT, kreatinin) dan derajat proteinuri. Pada CCT < 25 ml/menit diuretik golongan thiazid (kecuali metolazon) tidak efektif. Pemakaian golongan ACEI atau ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi ginjal dan kadar kalium. Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman. Hipertensi akibat gangguan ginjal atau adrenal Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan garam/diuretic golongan furosemid/diaslisis. Penyakit ginjal renovaskuler baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi (stening / opererasi) ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat). Aldosteronisme primer (baik adenoma maupun hyperplasia kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medical (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi. DIsamping hipertensi, derajat proteinuria ikut menentukan progresi 43

gangguan fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin. Pedoman pengobatan hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal sebagai berikut:5 1) Tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah progresi gangguan fungsi ginjal). 2) Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi). 3) Bila proteinuria > 1gram / 24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah ( 125/75 mmHg). 4) Perlu diperhatikan untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI / ARB (kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia). e. Usia Lanjut Pengobatan dimulai jika (1) tekanan sistolik 160 mmHg bila kondisi harapan hidup baik, dan (2) tekanan sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainya. Obat-obat yang biasanya dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntunganya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Target tekanan sistolik < 140 mmHg dan target tekanan diastolic sekitar 85-90 mmHg.5 f. Stroke Iskemik Akut Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain.5 g. Stroke Hemoragik Akut Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan darah sistolik > 140 mmHg: berikan nicardipin/ diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg.5 h. Diabetes Mellitus Indikasi pengobatan jika tekanan darah sistolik 130 mmHg dan atau tekanan diastolik 80 mmHg. Sasaran target penurunan tekanan darah adalah:7 (1) tekanan darah < 130/80 mmHg. (2) bila disertai proteinuria 1 g/24 jam, target 125/75 mmHg. 44

i. Krisis Hipertensi Tatalaksana krisis hipertensi sebagai berikut:5 Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah sebagai berikut: 5 menit s.d. 120 menit pertama tekanan darah rata-rata diturunkan 20-25% 2 -6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160/100 mmHg 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg bila tidak ada gejala iskemia organ. Obat-obatan yang Digunakan pada Hipertensi Emergensi7 a. Clonidin (Catapres) iv (150 mcg/ampul) Clonidin 900 mcg dimasukkan ke dalam cairan infus glukosa 5% 500 cc dan diberikan dengan mikrodrip 12 tetes / menit, setiap 15 menit dapat dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai. Bila tekanan target darah tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dengan tablet clonidin oral sesuai kebutuhan. Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahanlahan oleh karena bahaya rebound phenomenone, di mana tekanan darah naik secara cepat bila obat dihentikan. b. Diltiazem (Herbesser) iv (10 mg dan 50 mg/ampul) Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan dengan infuse 50 mg/jam selama 20 menit. Bila tekanan darah telah turun > 20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam sampai target tercapai Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam kemudian diganti dengan tablet oral. c. Nicardipin (Perdipin) iv (2 mg dan 10 mg/ampul) Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai. 45

d. Labetolol (Normodyne) iv Labetolol diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/menit. e. Nitroprusside (Nitropress, Nipride) iv Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0,25-10.00 mcg/kg/menit. Tabel 10. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi7
Parameter Tekanan darah (mmHg) Gejala Hipertensi Biasa > 180/110 Sakit kepala, kecemasan; sering kali tanpa gejala Tidak ada kerusakan organ target, tidak ada penyakit kardiovaskular Awasi 1-3 jam; memulai/teruskan obat oral, naikkan dosis Periksa ulang dalam 3 hari Hipertensi Urgensi > 180/110 Sakit kepala hebat, sesak napas Kerusakan organ target; muncul klinis penyakit kardiovaskuler, stabil Awasi 3-6 jam; obat oral berjangka kerja pendek Periksa ulang dalam 24 jam Hipertensi Emergensi > 220/140 Sesak napas, nyeri dada, nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun Ensefalopati, edema paru, insufisiensi ginjal, iskemia jantung Pasang jalur IV, periksa laboratorium standar, terapi obat IV Rawat ruangan/ICU

Pemeriksaan

Terapi

Rencana

Tabel 11. Obat Antihipertensi Oral untuk Hipertensi Urgensi7


Obat Captopril Dosis Efek / Lama Kerja 15-30 min/6-8 jam ; SL 10-20 min/2-6 jam 30-60 min/8-16 jam 15-30 min/3-6 jam 5 -15 min/4-6 jam Perhatian khusus Hipotensi, gagal ginjal, stenosis arteri renalis Hipotensi, mengantuk, mulut kering Bronkokonstriksi, blok jantung, hipotensi ortostatik Takikardi, hipotensi, gangguan koroner

12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg Clonidine PO 75 - 150 ug, ulangi per jam Propanolol 10 - 40 mg PO; ulangi setiap 30 min Nifedipine 5 - 10 mg PO; ulangi setiap 15 menit

SL, Sublingual. PO, Peroral Tabel 12. Obat Antihipertensi Parenteral untuk Hipertensi Emergensi7
Obat Sodium Dosis 0,25-10 mg / kg / Efek / Lama Kerja langsung/2-3 Perhatian khusus Mual, muntah, penggunaan jangka panjang

46

nitroprusside

menit sebagai infus IV

menit setelah infus

Nitrogliserin

500-100 mg sebagai infus IV

2-5 min /5-10 min

Nicardipine Klonidin

Diltiazem

5-15 mg / jam sebagai infus IV 150 ug, 6 amp per 250 cc Glukosa 5% mikrodrip 5-15 ug/kg/menit sebagi infus IV

1-5 min/15-30 min 30-60 min/ 24 jam 1-5 min/ 15- 30 min

dapat menyebabkan keracunan tiosianat, methemoglobinemia, asidosis, keracunan sianida. Selang infus lapis perak Sakit kepala, takikardia, muntah, , methemoglobinemia; membutuhkan sistem pengiriman khusus karena obat mengikat pipa PVC Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi Ensepalopati dengan gangguan koroner

Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi

Tabel 12. Obat Antihipertensi untuk Hipertensi Emergensi dengan Komplikasi7


Komplikasi Diseksi aorta AMI, iskemia Edema paru Gangguan Ginjal Kelebihan katekolamin Hipertensi ensefalopati Subarachnoid Obat Pilihan Nitroprusside + esmolol Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol Fenoldopam, nitroprusside, labetalol Phentolamine, labetalol Nitroprusside Nitroprusside, nimodipine, nicardipine Target Tekanan Darah SBP 110-120 sesegera mungkin Sekunder untuk bantuan iskemia 10% -15% dalam 1-2 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 10% -15% dalam 1-2 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 0% -20% dalam 6-12 jam

hemorrhage Stroke Iskemik nicardipine AMI, infark miokard akut, SBP, tekanan sistolik bood

J. Komplikasi Hipertensi Komplikasi hipertensi yaitu keterlibatan target organ tubuh sebagai berikut:6 a. Jantung Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung. b. Otak Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari 47

stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik. c. Ginjal Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.

K. Prognosis Hipertensi Tabel 13. Faktor yang Mempengaruhi Prognosis 12

WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan yaitu (1) risiko rendah, kurang dari 15%, (2) risiko menengah , sekitar 15-20%, dan (3) risiko tinggi, lebih dari 20%.12 Tabel 14. Prognosis Hipertensi12

48

49

You might also like