You are on page 1of 64

Pembimbing Dr. Joni Budhi Satriyo, Sp.An Dr. Kararawi L, Sp.

An
Oleh : Milatul Hasanah Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi dan Reaminasi RSDUD Kanjuruhan- PPD Unisma 2013

ANAMNESA
IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Alamat Kelamin Pekerjaan Status Pendidikan Tanggal MRS No. Register

: Ny. M : 36 tahun : Pagelaran : Perempuan : IRT : Sudah Menikah : SD : 06- Maret-2013 : 166224

Keluhan Utama

Nyeri bekas luka operasi

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan nyeri bekas luka operasi di daerah punggung sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri berkurang ketika minum obat, awalnya nyeri dirasakan sekitar 5 bulan yang lalu dengan adanya bisul di punggung yang semakin lama semakin membesar kemudian pasien memutuskan untuk dioperasi, setelah di operasi luka tidak pernah sembuh bahkan luka semakin melebar terasa gatal dan panas.

Pasien mengaku sebelum dibawa ke rumah sakit badannya demam sejak 3 hari yang lalu kemudian pasien berobat ke pak mantri terdekat, oleh pak mantri pasien diberi obat 3 macam (pasien lupa nama obatnya) setelah 2 hari minum obat namun keluhan masih dirasakan ahirnya pasien memutuskan untuk berobat kerumah sakit. Pasien tidak mengeluh batuk, sesak (-), mual(-), muntah (-) dan nyeri perut (-).

Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami DM (+) 5 bulan yang lalu, Asma (-), Alergi (-), kejang (-), peny. Jantung (-), HT (-) Riwayat penyakit keluarga HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), kejang (-), peny. Jantung (-) Riwayat pengobatan: 2 hari yang lalu pasien berobat ke mantri terdekat, pasien diberi obat 3 macam (pasien lupa nama obatnya) namun keluhan tidak berkurang. Riwayat Operasi dan anestesi: Pasien pernah menjalani operasi debridement sekitar 5 bulan yang lalu dengan general anestesi

Status Present Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: cukup : 130/80 mmHg : 88 x/mnt : 36,5C : 20 x/mnt

Pemeriksaan umum

Kulit Kepala Mata Wajah Mulut

: cianosis (-), ikterik (-), turgor menurun (-)

Leher

Upper back

: anemis -/, ikterik -/-, edema palpebra -/: simetris : stomatitis (-), hiperemi pharing (-), pembesaran tonsil (-) : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tonsil (-/-) : terdapat vulnus apertum diameter 10 cm, hiperemi (+), Edema (+)

Thorax : Paru Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan : normal, retraksi costae -/Palpasi : teraba massa abnormal -/-, pembesaran kel. Axilla -/Perkusi : sonor +/+, hipersonor -/-, pekak -/Auskultasi : vesikuler +/+, Wh -/-, Rh -/ Jantung : Inspeksi : iktus cordis tak terlihat Palpasi : thrill -/Perkusi : batas jantung normal Auskultasi : denyut jantung regular Abdomen Distensi (-), flat (-), luka operassi (-), supel, nyeri tekan (), Auskultasi : bising usus (+) Ekstremitas : : pucat (-), hangat (+), edema (-)

Pasien dibawa ke RSU Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan nyeri bekas luka operasi di daerah punggung sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus, awalnya nyeri dirasakan sekitar 5 bulan yang lalu dengan adanya bisul di punggung kemudian dioperasi, setelah di operasi luka tidak pernah sembuh bahkan luka semakin melebar terasa gatal dan panas. Pasien mengaku badannya demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus sejak 5 bulan yang lalu. Tensi : 130/80 mmHg, nadi : 88 x/mnt, suhu : 36,5C, RR: 20 x/mnt. Upper back : terdapat vulnus appertum diameter 10 cm, hiperemi (+), odema (+)

Hasil Darah Lengkap 07- 03- 2013 Hb LED Hitung leukosit Hitung trombosit Hitung eritrosit Hematokrit GDS SGOT SGPT Ureum Kreatinin Kimia Darah 07-03-2013 GDP GD2PP 190 mg/dl 217 mg/dl 12,9 g/dl 129 mm/jam 21.070 /cmm 334.000 /cmm 4,61 juta /cmm 38,2 % 120 mg/dl 17 u/l 16 u/l 26 mg/dl 0,5 mg/dl

Nilai Normal 12 16 g/dl 0-20 mm/jam 4000 11.000 /cmm 150.000 450.000 /cmm 3 6 juta /cmm 37 47 % < 140 mg/dl < 36 u/l < 36 u/l 20-40 mg/dl 0,5 - 0,9 mg/dl 70 115 mg/dl < 140 mg/dl

Kesimpulan : Leokositosis dan Hiperglikemi

Pemeriksaan Penunjang Foto Rongent Thorax : EKG : Dbn DIAGNOSIS Abses + Hiperglikemi RENCANA TINDAKAN Debridement

DISKUSI PENATALAKSANAAN Abses + hiperglikemi dengan teknik total intravena anastesi (TIVA)

PENILAIAN PRA ANASTESI 1. Anamnesa 2. Pemerikaan Fisik 3. Pemeriksaan Laboratorium 4. Klasifikasi Status Fisik ( 5 Kelas ) Menurut klasifikasi the American society of Anesthesiologis (ASA) yaitu: Kelas 1 : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia. Kelas 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. Kelas 3 : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas. Kelas 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Kelas 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.5

PERSIAPAN PRA ANASTESI Persiapan Hari Operasi 1. Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung 2. Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata pasangan dilepas. 3. Rectum dan kandung kemih dikosongkan 4. Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus 5. Pemberian obat-obatan premedikasi dapat diberikan 1-2 jam sebelum induksi anesthesia.

PREOPERATIF

Pasien dijadwalkan untuk menjalani operasi debridement, maka dari itu pada pasien dilakukan perbaikan keadaan umum terlebih dahulu, makan minum distop dimulai sejak jam 24.00 satu hari sebelum operasi Menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin dalam menghadapi operasi mempersiapkan fisik dan mental pasien secara optimal merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta obatobatan yang akan dipakai dan menentukan klasifikasi berdasarkan ASA. Persiapan praanesthesia yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat anesthesi yang diperlukan.

Pada pasien ini didapatkan keadaan umum cukup, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,5C. Pada hasil pemeriksaan laboratorium kesimpulan ditemukan leokositosis dan hiperglikemi. Pasien memiliki riwayat penyakit sistemik (DM), sehingga kondisi fisik pasien termasuk dalam ASA 2. Pada kasus ini diputuskan untuk menggunakan anestesi umum dengan teknik TIVA. Karena secara umum keadaan pasien baik, dan area operasi berada di atas umbilicus/bagian punggung.

Premedikasi Sebelum obat anestesi diberikan pasien diberi obat premedikasi yaitu metoklopramid 10 mg/ml (1 amp) secara intravena, midazolam 2 mg iv. Induksi Obat yang diberikan yaitu Ketamin 50 mg iv dan Propofol 100 mg iv. Maintenance Selama operasi berlangsung pasien diobservasi tekanan darah, nadi dan pernapasannya. Untuk maintenance pasien diberi O2 ; 3 lt/menit.

No. Register : 166224


Nama : Ny.M Umur : 36 th Nama : Ahli bedah : dr. H, Sp. B Asisten: Alamat : Pagelaran IRNA : F Perawat : Jaringan yang di : .... Excisi Incisi Dikirim untuk : Pemeriksaan PA Ya Tidak

Tanggal operasi : 07-Maret-2013 Pukul operasi : 13.30 Dimulai : 13.30 Selesai : 14.10 Lama operasi : Jenis anastesi : TIVA Diagnosa : Abses + Hiperglikemi Prabedah Diagnose Pasca bedah Tindahan Pembedahan : 1. Debridement 2 : Post Abses dengan Debridement :

Klasifikasi : Darurat Terencana (+) Rawat jalan Mayor Medium Minor

Laporan pembedahan Debridement :

Instruksi Pasca bedah

STATUS ANASTESI
KETERANGAN UMUM Nama penderita : Ny. M Umur : 36 thn, JK : P, Tgl : 07 Maret 2013 Ahli bedah : dr. Haiman, Sp.B Ahli anastesi : dr.Johny., Sp.An Ass. Bedah :Prwt. Anastesi : Diagnose Pra bedah : Abses + Hiperglikemi : Diagnose pasca bedah : Post Abses dengan Debridement Jenis pembedahan : Debridement Jenis anastesi : General Anastesi dengan Teknik TIVA

KEADAAN PRA-BEDAH Keadaan umum : gizi kurang/cukup/gemuk/anemis/sianosis/sesak Tekanan darah :130/80 nadi: 88x/mnt Pernapasan : 20x/mnt, Suhu : 36,5C, Berat badan : 50 kg, Golongan darah :. Hb : 12,9 gr%, Lekosit : 21.070 /uL PVC :% Lain-lain : GDA 120 Penyakit-penyakit lain: STATUS FISIK ASA: 1234 Elektif darurat PREMEDIKASI : S. Atropinmg Valiummg Petidinmg DBP.mg, Lain-lainJam :IMIV Lain-lain Efek: POSISI : Supine/prone/lateral/lithotomic/lain-lain AIRWAY : masker muka/endotraheal/traheostomi/ lain-lain (KANUL) TEKNIK ANASTESI : Semi closed/closed/spinal/Epidural/Blok Saraf/Lokal/lainlain (TIVA) PERNAPASAN : SPONTAN/ASSISTED/KONTROL

OBAT ANASTESI
1.
2. 3. 4. 5.

Metoklopramid 10 mg Ketamin 50 mg Midazolam 2 mg Propofol 50 mg + 50 mg Ketorolac 30 mg

RR 40 36 32 28 24 20

TD 220 180 160

Waktu 13.15

160 140 120

140 120 100

16
12 8

100
80 60 40 0

80
60 40 20 0

Anest Operasi O2 2 L/mnt N2O .. Lmnt Halotan.vol% Etran..vol% Isofluran 2% Infus Transfusi Keterangan : RL V sistolik O nadi A->anastesi mulai O-> operasi mulai diastolic X napas <-A anastesi berakhir <-O operasi berakhir

Jumlah cairan didapat.. PO 500 ml DO 1000 ml

Jumlah perdarahan 150 cc

Recovery Setelah operasi selesai, pasien dalam keadaan sadar, pasien dipindahkan ke ruang recovery dan diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal. Pada pasien ini didapatkan Aldrete Score 9, maka pasien bisa dipeindahkan ke ruang recovery.

INSTRUKSI PASKA BEDAH Awasi: Vital sign , kesadaran dan perdarahan tiap 5 menit selama 1 jam Posisi: Tidur posisi lateral Makan/minum: Bising usus (+), mual (-), muntah (-), makan minum bertahap. Infus/transfusi: Cairan RL 1000 ml : D5 1000 ml dalam 24 jam : 20 tpm Obat-obatan: Ketorolac 3x30 mg Lain-lain: Awasi Kesadaran dan airway

Pasca Bedah di Ruang Pemulihan Keadaan Umum : Sadar Tensi : 120/80 mmHg Nadi : 82x/menit Pernapasan : Baik Aldrete Skore :9

ALDRETE SCORE
NO 1. WARNA PENILAIAN Merah muda Pucat Sianotik Dapat bernafas dalam dan batuk Dangkal namun pertukaran udara adekuat Apnea atau obstruksi NILAI 2 1 0 2 1 0

2.

PERNAFASAN

3.

SIRKULASI

Tensi menyimpang <20% dari normal Tensi menyimpang 20-50% dari normal Tensi menyimpang >50% dari normal

2 1 0

4.

KESADARAN

Sadar, siaga dan orientasi Bangun namun cepat kembali tertidur Tidak berespon

2 1 0

5.

AKTIVITAS

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan Dua ekstremitas dapat digerakkan Tidak bergerak

2 1 0

TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya tujuan debridement adalah untuk melepaskan jaringan nekrotik, meminimalkan koloni bakteri, dan sel-sel debris lainnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tekhnik debridement : - ada atau tidaknya infeksi, - jumlah jaringan nekrotik, -vascularisasi luka, toleransi terhadap nyeri, setting, dan ketersediaan dukungan terhadap metode debridement itu sendiri (WOCN, 2005).

Tujuan debridemen bedah adalah untuk: Mengevakuasi bakteri kontaminasi, Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, Menghilangkan jaringan kalus, Mengurangi risiko infeksi lokal.

Adalah tindakan menghilangkan nyeri atau rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.

TIVA : Teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan untuk mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik.

Kelebihan TIVA :

Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus. Teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi : tiopenton digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

Indikasi Anestesi Intravena


Obat induksi anesthesia umum Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat Obat tambahan anestesi regional Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi untuk memperlancar induksi. Rumatan dan bangun dari anestesi, seperti: 1. meredakan kecemasan dan ketakutan. 2. memperlancar induksi. 3. mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus. 4. meminimalkan dosis obat-obat anestesi. 5. mengurangi efek mual muntah pasca bedah. 6. menciptakan amnesia. 7. mengurangi isi cairan lambung. 8. mencegah refleks yang membahayakan.

4 Stadium Stadium I (analgesia) Stadium II (Delirium) Stadium III (Pembedahan) Stadium IV (Paralisis)

Kerja dari metoklopramida pada saluran cerna bagian atas mirip dengan obat kolinergik, metoklopramida tidak dapat menstimulasi sekresi dari lambung, empedu atau pankreas, dan tidak dapat mempengaruhi konsentrasi gastrin serum. Mekanisme yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida tidak jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) medulla yaitu dengan menghambat reseptor dopamin pada CTZ. Metoklopramida meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal ke pusat muntah pada formatio reticularis lateralis.

Midazolam (dormicum) : obat sedatif golangan benzodiazepine kerjanya bersifat ultra short-acting. Obat ini berguna unutk premidikasi karena dapat dengan cepat merangsang tidur dan mempunyai efek amnesia anterograd. Midozolam juga memiliki efek muscle relaxant dan anti konvulsi. Pada pemberian intravena unutk premediksi operatif dosis yang digunakan adalah 2,5 mg dan akan bekerja 5-20 menit kemudian. Dosis 1 mg dapat diberikan kembali jika diperlukan.

Midazolam diikat pada protein plasma sebanyak 95%. Perombaknnya berjalan dengan cepat dan sempurna (6080%) menjadi metabolatif aktif 1 hidroximetyl-midazoam, yang dikeluarkan lewat urin. Masa paruhnya 1,5-2,5 jam sedangakan metabolit hidroksinya 60-80 menit. Efek samping : pada dosis diatas 0,1-0,15 mg/KgBB dapat berupa hambatan pernafasan yang dapat fatal. Nyeri pada tempat injeksi dan tromboflebitis dapat timbul pada tempat injeksi. Sedian : ampul 3 ml (5 mg per ml) dan 5ml (1 mg per ml) Dosis : 0,07 - 0,10 mg/KgBB Pemberian : iv, im

Ketamin merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Mekanisme kerja Bekerja dengan blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

Efek farmakologis Efek pada susunan saraf pusat : perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Efek pada mata : Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan Efek pada sistem kardiovaskular : Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Efek pada sistem respirasi : menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma.

Dosis dan pemberian Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau IM dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara IV atau 5 10 mg/KgBB IM , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.

Farmakokinetik Absorbsi Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular. Distribusi Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara IV dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara IM maka efek baru akan muncul setelah 15 menit. Metabolisme Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif. Ekskresi Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

Efek samping Dapat menyebabkan takikardi, agitasi dan perasaan lelah, halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasi Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkattrauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Selain itu juga bagi pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, diabetes militus , dan penyakit jantung koroner.

Propofol mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg). Mekanisme kerja Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).

Farmakokinetik Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata- rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot

Farmakodinamik - Pada sistem saraf pusat Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. - Pada sistem kardiovaskular Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim. - Sistem pernafasan Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.

Dosis dan penggunaan a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV. b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse. c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect). d) Turunkan dosis pada orang tua atau pada pasien dengan gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain. e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%. f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% pasien. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg). Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

Farmakodinamik Ketorolac tromethamine : analgesik nonnarkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat. Indikasi : untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi.

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat atau infeksi bakteri.

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara antara lain: 1. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril 2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain 3.Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika : 1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi 2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang 3. Terdapat gangguan sisitem kekebalan

Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi kerena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya.

No 1 2 3

DM Tipe 1 imunologi,idiopatik DM Tipe 2 Predominan resisten insulin+defisiensi insulin relatif s/d gangguan sekresi insulin+resistensi insulin DM Tipe Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik Lain kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati, karena obat, infeksi, imunologi, sindrom genetik lainnya

Tipe DM

Etiologi

Asal Bahan Darah

Jenis pemeriksaan

Bukan DM < 110


< 110 < 90 < 90

Belum Pasti DM

DM 200
126 200 110

GDS (mg/dL) Plasma vena


GDP mg/dL) Darah kapiler GDS (mg/dL) GDP (mg/dL)

110-199
110-125 90-199 90-109

Keluhan klinis diabetes Keluhan khas Poliuria, polidipsi, polifagi, BB tanpa sebab jelas GDP/GDS: 126/ 200 GDP/GDS: < 126 /< 200 Ulang GDS atau GDP GDP/GDS: 126 / 200 m GDP/GDS: < 126 /< 200 Keluhan tidak khas Lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritis vulva GDP/GDS: 126/ 200 GDP:110 125 GDS:110-199 TTGO GD 2 jam GDP/GDS: < 110

200

140-199 TGT

<140 GDPT Normal

Diabetes Melitus

Berlebihnya insulin terhadap intake karbohidrat

1.
2.

DM tipe I atau IDDM terjadi akibat kekurangan insulin karena kerusakan sel beta pankreas (Moore, 1997). DM tipe II disebabkan oleh berbagai hal seperti bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya faktor resiko akibat cara hidup yang salah seperti kegemukan, kurang gerak, dan pola makan yang tidak sehat (Suyono, 2002).

Insulin berperan memasukan glukosa ke dalam sel dan digunakan sebagai bahan bakar di dalam sel glukosa akan dimetabolisme menjadi tenaga bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel, yang mengakibatkan glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah kadar glukosa di dalam darah meningkat (Suyono, 2002). Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya banyak, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel berkurang glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2002).

1.
2.

Akut : Reaksi Hipoglikemi dan Koma Diabetic Kronik : Mikrovaskuler dan Makrovaskuler

You might also like