You are on page 1of 36

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1 Definisi
Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf.1 Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu : Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah. Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah. Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satuekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama. Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai.3 Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu. Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder (hereditary spastic paraplegia),autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder) tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis.4 Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot,gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain Barre sydrome

1.1 Anatomi
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7 tulangcervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas duabagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.5

Gambar 1.1 Tulang belakang Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadiKauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiriatas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawainformasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh). Ketika tulangbelakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak

medula spinalis turun ke bawah kira-kiraditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari danke ekstremitas, badan, organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinali smerupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ketubuh adalah sistem saraf perifer.5,6 Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arterispinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebra medularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arterispinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasaldari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen danmembawa informasi dari medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh keotak.5 Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu :5 a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dananggota tubuh bagian atas b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.

Gambar 1.2 Peta dermatomal system sensorik saraf Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 danL2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentukcauda equina.5 Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornuanterior medula spinalis.6

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dariotak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebutmempunyai peranan penting di dalam system neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur.6 1. Upper Motor Neuron Traktus kortiko spinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel motorik batang otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala danleher. Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis, mempersarafi sel-selmotorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik gangguan traktus piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa parese/paralisis spastisdisertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus, refleks patologis positif, takada atrofi.6 Kelainan traktus piramidalis setinggi : Hemisfer : memberikan gejala-gejala hemiparesi tipika Setinggi batang otak : hemiparese alternans. Setinggi medulla spinalis : tetra/paraparese.

Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi berbagai inti di sub korteks.dan kemudian kembali ke tingkat kortikal. Terdiri dari : korteks serebri area 4s, 6, 8 ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, nukleusRuber, formasio retikularis, serebellum. Susunan ekstrapiramidal dengan formasio retukularis :

Pusat eksitasi / fasilitasi : mempermudah pengantar impuls ke korteks maupun kemotor neuron. Pusat inhibisi : menghambat aliran impuls ke korteks/motor neuron. Pusat kesadaran

Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot tonik,pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas pyramidal. Gangguan pada susunan ekstrapiramidal : Kekakuan / rigiditas Pergerakan-pergerakan involunter: Tremor, Atetose, Khorea, Balismus

.2. Lower Motor Neuron Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN memberikan kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi, tak ada refleks patologis, atrofi cepat terjadi.2 3. Susunan Somestesia Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulangmaupun otot dikenal sebagai somestesia.2 Terdiri : Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba. Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan,rasa gerak dan rasa sikap. Perasaan luhur : Diskriminatif & dimensional

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan : Gangguan Motorik Biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese / tetraparese - Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis lumbosakral (L2-S2).
6

- Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infranuklear. - Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medulaspinalis servikal IV. - Tetraparese : ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN Gangguan Sensibilitas o Gangguan rasa eksteroseptif o Gangguan rasa proprioseptif Gangguan sensibilitas segmental : o Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1 o Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10 o Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4 o Saddle Anestesia : lesi pada konus Gangguan sensibilitas radikuler : o Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post. Gangguan sensibilitas perifer : o Glove/stocking anesthesia Gangguan Susunan Saraf Otonom o Produksi keringat o Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder. Autonomic bladder/ spastic bladder lesi medula spinalis supranuklearterhadap segmen sakral. Flaccid bladder/ overflow incontinence lesi pada sakral medulaspinalis.

2. MIELITIS TRANSVERSA
7

2.1 Definisi Mielitis transversa adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis. Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh.7 Mieliti transversa merupakan suatu gangguan neurologi yang disebabkan oleh kehilangan selubung mielin pada medulla spinalis, disebut juga sebagai demielinisasi. Demielinisai ini muncul secara idiopatik menyertai infeksi atau vaksinisasi, atau disebabkan multipel sclerosis. Salah satu teori mayor tentang penyebabnya adalah bahwa inflamasi immune-mediated adalah sebagai suatu hasil paparan terhadap antigen virus. Kelainannya berupa inflamasi melibatkan medulla spinalis pada kedua sisinya. Pada mielitis transversa akut, onset terjadi tiba tiba dan progresif dalam beberapa jam dan atau beberapa hari. Lesi dapat terjadi di setiap bagian dari medulla spinalis meskipun biasanya terbatas pada bagian kecil saja. 8 2.2 Epidemiologi Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak anak baik pada semua jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa terjadi antara umur 10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang meneliti rata-rata insidensi tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap tahun di diagnosa sebagai mielitis transversa di amerika serikat. 8 2.3 Etiologi Para peniliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab mielitis transvera. Infalamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf dari medulla spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi autoimun yang

abnormal atau menurunnya aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis . Mielitis tranversa dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk chichenpox dan rabies. Beberapa kasus yang penyebabnya tidak dapat diketahui disebut idiopatik. Mielitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus. Agent infeksi perkirakan penyebab mielitis tranversa termasuk varicella zooster (virus yang menyebabkan chickenpox dan shingella), herpes simplek, sitomegalovirus, Epstein-Barr, influensa, echovirus, human immunodeficiency virus (HIV), hepatiti A dan rubella. Mielitis transversa juga dihubungkan dengan beberapa infeksi bakteri pada kulit, infeksi telinga tengah (otitis media), dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia bakterial). Pada kasus mielitis transversa post infeksi, mekanisme sistem immun baik pada viral atau infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan saraf spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan bahwa suatu reaksi autoimmune yang bertanggung jawab. Pada penyakit autoimun, sistem imun yang secara normal melindungi tubuh terhadap organisme,melakukan kesalahan dengan menyerang jaringan tubuh sendiri yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak mielin medulla spinalis. Mielitis transversa juga terdapat pada beberapa penyakit autoimun seperti systemic lupus erythematosus, Sindrom Sjogren's, dan sarcoidosis. Kadang kadang pada mielitis transversa akut yang berkembang dengan cepat sebagai tanda awal serangan dari multipel sklerosis Beberapa kasus mielitis transversa disebabkan oleh malformai arteri-vena spinalis (kelainan yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti atherosklerosis yang menyebabkan iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen pada jaringan medulla spinalis. Iskemik dapat disebabkan perdarahan (hemorragik) dalam medulla spinalis, pembuluh darah yang menyumbat atau sempit, atau faktor lainnya. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan medulla spinalis dan membuang hasil metabolisme. Saat pembuluh

darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke jaringan medulla spinalis. Saat area medulla spinalis menjadi kekurangan oksigen atau iskemik. sel dan serabut saraf mulai mengalami perburukan secara cepat. Kerusakan ini menyebabkan inflamasi yang luas kadang kadang menyebabkan mielitis transversa. 9 2.4 Patologi Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema, hiperemi dan pada kasusberat terjadi perlunakan (mielomalasia).10 Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla spinalis tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler (limfosit/leukosit) di substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif pada sel - sel ganglia, pada akson akson dan pada selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang sakit dapat memperlihatkan kelainan kelainan degeneratif.11 2.5 Gambaran Klinis Mielitis tranversa dapat terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala awal umumnya meliputi sakit pinggang didaerah yang terlokalisasi, parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik dan paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia (kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah). Gangguan fungsi kandung kemih dan buang air besar sering terjadi. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita mengalami masalah

10

dengan sistem respiratori. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik mielitis tranversa :

kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki. Nyeri kehilangan rasa pada kaki dan jari jari kaki Disfungsi kandung kemih dan buang air besar

Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan mielitis tranversa terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka terasa lebih berat dari normal. Pergerakan tangan dan kaki misalnya kekuatan dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua pendrita mielitis transvera. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan . Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas ,perasaan geli, kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita mielitis transversa mengalami kepakaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri (disebut allodinia). Beberapa penderita juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin7 2.6 Diagnosa dan diagnosa banding Mielitis transversa harus dibedakan dari mielopati akibat kompresi medulla spinalis (baik karena neoplasme medulla spinalis instrinsik maupun ekstrinsik, ruptur diskus intervertebralis akut), infeksi epidural dan polineuritis pasca infeki akut (sindroma guillain barre).10

11

Mendiagnosa mielitis tranversa dengan pemeriksaan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik dan neurologi. Karena sering sulit untuk membedakan antara penderita idiopatik dengan penderita yang mempunyai suatu penyakit, pemeriksa pertama sekali harus menyingkirkan penyebab tersebut. Bila dicurigai trauma medulla spinalis, harus dicari untuk menyingkirkan lesi (daerah yang mengalami kerusakan atau kelainan fungsional) yang menyebabkan penekanan medulla spinalis . Lesi lesi yang berpotensi menekan medulla spinalis misalnya tumor, herniasi,bergesernya diskus, stenosis (penyempitan saluran yang menahan medulla spinalis) atau abses. Untuk menyingkirkan lesi dan memeriksa inflamasi medulla spnalis. Penderita sering di MRI, suatu prosedur untuk melihat gambaran otak dan medulla spinalis. Pemeriksa juga melakukan myelografi dimana menyuntikkan bahan kedalam saluran dalam medulla spinalis. 9 Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati blokade aliran likuor, pleoitosis moderat (antara 20 200 sel/mm3) terutama jenis limposit, protein sedikit meninggi (50 120 mg / 100ml) dan kadar glukosa norma. Berbeda dengan sindroma gullain barre dimana djumpai peningkatan kadar protein tanpa disertai pleositosis. Pada sindroma gullain barre, jenis kelumpuhan flakid serta pola gangguan sensibilitasnya di sampaing mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan (glove and stocking). Lesi kompresi medulla spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan penyakitnya tidak akutsering didahului dengan nyeri segmental sebelum timbulnya lesi parenkim medulla spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal djumpai blokase aliran likuor dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel. Pemerikaan foto polos vertebra antero posterior dan lateral,mielografi dan sken tomografi akan lebih memastikan ada tidaknya lesi kompresi medulla spinalis tersebut.10 Test darah dilakukan untuk menyingkirkan bebebagai penyakit lainnya seperti lupus erithematosus sistemik, HIV, dan defisiensi vitamin B12. Pada penderita mielitis transversa, cairan cerebrospinal dalam medulla spinalis dan otak mengandung protein lebih tinggi dan peningkatan leukosit yang

12

mengindikasikan adanya infeksi. Bila tidak ada penyebab yang jelas dari test tersebut, penderita dianggap menderita mielitis transversa idiopatik.9

2.7 Pengobatan Tujuan pengobatan pertama ditujukan untuk meredakan respon immun yang disebabkan oleh trauma medulla spinalis. Pengobatan awal pada penderita mielitis tranversa dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau oral. Pada beberapa kasus,obat immunosuppresent yang sangat kuat seperti cyclophosphamide boleh diberikan. Pada beberapa penderita dengan mielitis transversa sedang dan berat diberikan steroid selama 5 sampai 7 hari. suatu prosedur yang disebut plasma exchange dapat digunakan. Prosedur ini melibatkan memindahkan darah dari pasien, dan pemisahan ke dalam sel darah dan plasma (cairan). Sel darah kemudian bercampur menjadi suatu pengganti cairan plasma buatan dan kembali ke pasien itu. Karena sel sel immun di dalam plasma, ini secara efektif dapat merusakkan sel imun pada tubuh, yang dapat membantu mengatasi kerusakan mielin.12 Pemberian glukokortikoid atau ACTH , biasanya diberikan pada penderita yang datang dengan gejala awitannya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila terjadi progresivitas defisit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral dapat pula diberikan metilprednisolon secara intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40 unit dua kali perhari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali sehari (selama 4 hari) dan 20 unit dua kali perhari (selama 3 hari) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali / hari atau ranitidin 150 mg 2 kali / hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasida peroral.10 Pengobatan mielitis tranversa diusahakan selama 6 bulan mulai dari serangan. Setelah itu, sebaiknya upaya pengobatan lebih efektif diarahkan ke

13

rehabilitasi dan rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah tromboemboli. Nyeri atau dysesthesias (perasaan gelisah, seperti terbakar, tertuk peniti atau jarum, atau perasaan tersengat listrik) diobati dengan obat obatan seperti gabapentin, carbamazepine, nortriptyline, atau tramadol. Pengobatan yang lain nyeri dan dysesthesias adalah transcutaneous elecrical nerve stimulation disebut TENS terapi,Ini melibatkan penggunaan dari suatu alat yang merangsang area nyeri dengan suatu loncatan listrik yang kecil sehingga mengganggu sensasi rasa nyeri. Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin dan untuk mencegah terjadinya infeki raktus urinarius dilakukan irigasi dengan antieptik dan pemberian antibiotik profilaksis (trimetropin sulfametoksasol) 1 gram tiap malam. Konstipasi dan dan retensi urin sering merupakan masalah pada penderita dengan mielitis transversa. Oxybutinin, hyoscyamine, tolterodine, dan propantheline sering dapat mengobati beberapa masalah kandung kemih pada penderita mielitis transversa. Pada saat terdapat retensi urin, rangsangan nervus sakralis dapat membantu penderita mencegah pemakaiaan kateter berulang.Dulcolax, senekot, dan bisacodyl dapat membantu memperbaiki konstipasi.10,12 Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi medikamentosa maka diet / nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gra protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter perhari dibutuhkan. Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering timbul spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian baclofen 15-80 mg / hari, atau diazepam 3 4 kali 5 mg / hari. 2.8 Prognosis Perbaikan dari mielitis tansversa biasanya dimulai antara 2 sampai 12 minggu dari onset gejala dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun. Bagaimanapun bila tidak ada perbaikan dalam 3 6 bulan pertama, maka tidak

14

dijumpai penyembuhan yang signifikan. Sekitar sepertiga dari orang orang yang terinfeksi mielitis transversa akan mengalami penyembuhan yang sempurna dari gejala klinisnya, mereka kembali dapat berjalan normal dan gejala yang minimal pada kandung kemih,buang air besar dan parastesia. Sertiga lainnya mengalami perbaikan dan meninggalkan defisit neurologis seperti gaya berjalan yang spastik, disfungsi sensorik dan sering kencing atau inkontinensia urin. Sepertiga lainnya tetap tidak mengalami perbaikan sama sekali, mereka tetap dikursi roda atau berbaring ditempat tidur dengan tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sulit membuat prediksi pada setiap kasus, para peneliti menyatakan bahwa onset gejala yang cepat secara umum menghasilkan perbaikan yang jelek . Kebanyakan penderita hanya mengalami sekali episode gangguan meskipun jarang, kasus rekuren atau relaps mileitis transvera dapat terjadi . beberapa pasien sembuh secara sempurna kemudian mengalami relaps kembali. Pada kasus relaps . dokter akan menyelidi kemungkinan penyebab seperti MS atau lupus erythematosus sistemik sejak penderita mengalami releaps tersebut.7

3.TUMOR MIELUM
3.1 Definisi Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas; A.Tumor primer: 1) jinak yang berasal dari a) tulang; osteoma dan kondroma, b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma), c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma; d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma. 2) ganas yang berasal dari a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma, b) sel muda seperti Kordoma. B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.13

3.2 Epidemiologi

15

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.14,15 Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.18 Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.16,17 Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering

16

pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kirakira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.16,17

3.3 Klasifikasi Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paruparu, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.13 Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macammacam tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

17

Gambar 3.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural
Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg

Tabel 3.2. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya


Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular

Chondroblastoma Chondroma Hemangioma Lipoma Lymphoma Meningioma Metastasis Neuroblastoma Neurofibroma Osteoblastoma Osteochondroma Osteosarcoma Sarcoma Vertebral hemangioma

Ependymoma, tipe myxopapillary Epidermoid Lipoma Meningioma Neurofibroma Paraganglioma Schwanoma

Astrocytoma Ependymoma Ganglioglioma Hemangioblastoma Hemangioma Lipoma Medulloblastoma Neuroblastoma Neurofibroma Oligodendroglioma Teratoma

3.4 Etiologi dan Patogenesis Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh selsel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.19

18

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.18

3.5 Manifestasi Klinis Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga tahapan15, yaitu: Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama Sindroma Brown Sequard Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas15. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila: Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus piramidalis Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1

19

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.15 Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.17 Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.19 Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 3.3 Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis Lokasi Foramen Magnum Tanda dan Gejala Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang

20

meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga Servikal N.XI, dan kelemahan ekstremitas. Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah. Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang. Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal bagian

21

atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmensegmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai Kauda Ekuina daerah sakral bagian bawah. Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadangkadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

i. Tumor Ekstradural Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae. a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural11 Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.

22

Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral.

Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm).

Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi.

ii. Tumor Intradural-Ekstramedular9 Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif. Kejadiannya 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita. a. Neurinoma (Schwannoma) Memiliki karakteristik sebagai berikut: Berasal dari radiks dorsalis Kejadiannya 30% dari tumor ekstramedular 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis 39% lokasinya disegmen thorakal

b. Meningioma Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 80% terletak di regio thorakalis dan 60% pada wanita usia pertengahan Pertumbuhan lambat

23

Pada 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek iii. Tumor Intradural-Intramedular15,18 Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like pain (Lhermitte sign). a. Ependimoma Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun Wanita lebih dominan Nyeri terlokalisir di tulang belakang Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun Nyeri disestetik (nyeri terbakar) Menunjukkan gejala kronis Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih

dominan

b. Astrositoma Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


Prevalensi pria sama dengan wanita Nyeri terlokalisir pada tulang belakang Nyeri bertambah saat malam hari Parestesia (sensasi abnormal)

c.

Hemangioblastoma
24

Memiliki karakter sebagai berikut:


Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan. Penurunan sensasi kolumna posterior Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

3.6 Diagnosis19 Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini. a. Laboratorium Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit. b. Foto Polos Vertebrae Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai mata burung hantu pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara. c. CT-scan CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,

25

perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor. d. MRI Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan.

3.7 Diagnosis Banding18 Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders Mechanical Back Pain Brown-Sequard Syndrome Infeksi Medula Spinalis Cauda Equina Syndrome

3.8 Penatalaksanaan20 Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post operasi.13 Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :

26

a. b.

Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis). Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri. Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 30004000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit.

c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan deteriorasi bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu. bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi. d. Radiasi Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy. e. Pembedahan Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis. Indikasi pembedahan:
27

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase. Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal). Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma. Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal. 3.9 Komplikasi18,20 Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain: Paraplegia Quadriplegia Infeksi saluran kemih Kerusakan jaringan lunak Komplikasi pernapasan Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah: Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus. 3.10 Prognosis

28

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).20 BAB II LAPORAN KASUS

Nama Umur

: Ny. Wiwik Hidayati : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Status Alamat Suku Pendidikan Pekerjaan : Menikah : Jln. Sekarjalak Mojotengah, Sukorejo - Pasuruan : Jawa : SMA : Ibu rumah tangga

Tanggal MRS : 12 September 2013 Tanggal KRS : 20 September 2013

Anamnesa

29

Keluhan Utama: Kakinya tidak bisa digerakan Pasien datang dengan keluhan kaki kanan dan kirinya tidak bisa digerakan sejak tanggal 13 September 2013 jam 04.00 WIB, awalnya hanya kaki kiri yang terasa lemas jam 18.00 WIB sebelum MRS, tapi sekarang kedua kakinya tidak bisa digerakan. Pasien juga mengeluh kedua kakinya terasa panas dan tebal. Sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut dibagian ulu hati seperti ditusuk-tusuk menjalar sampai ke pinggang sejak tanggal 7 September 2013. Pasien juga mengeluh tidak bisa kencing selama 1 hari SMRS dan tidak bisa BAB 3 hari sebelum SMRS, tapi bisa kentut. Riwayat Penyakit Dahulu : HT + sudah 5 tahun, tidak minum obat teratur, jika tekanan darahnya tinggi baru minum obat; DM -; R/ Minum jamu-jamuan +, R/ pijet. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang seperti ini. Riwayat Sosial: Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Pemeriksaan fisik (28/05/2013) T=170/100 mmHg Kepala Anemic (-) Icteric (-) Nadi = 90 x/menit RR = 24 Tax :36,60C

x/menit Cyanosis (-) Dypnue (-)

Leher

edema periorbita (-) JVP (-) PKGB (-)

Thorax

Invisible, Palpable at ICS IV MCL S, S1 S2 single, murmur (-) gallop (-)

Abdomen

Flat, Soefl, liver span 8 cm, traube space tymphani, BU (+)

30

Extremities

N, nyeri tekan epigastrium (+) AH, Edema (-), CRT <2

Status Neurologi

Kesadaran Kualitatif: Compos Mentis Kuantitatif: GCS 456 Mata Reflek cahaya : + / + Pupil : isokor, bentuk bulat diameter 3 mm Reflek kornea : + / + Ptosis : - / Meningeal Sign Kaku kuduk : - , Laseque : Kernig : - , Brudzinski : Reflek Fisiologi Refleks patella (KPR) : - / Refleks Achilles (APR) : - / Klonus kaki : - / Reflek Patologis Babinski : - / -, Chaddock : - / Oppenheim : - / -, Schaffer : - / motorik 5 5 0 0

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (12/09/2013) Lab Leukocyte Value 14.600 Lab BUN Value 7,6 6-20 mg/dL

3500-10000/L

31

Eritrosit

4,52x10
6

4-5,5 x 106 / L 11.0-16.5g/dl 40-47% 80-97H um3 26.5-33.5H pg 150000-390000/L 136-144 m.mol/L 3,8-5,6 m.mol/L 97-103 m.mol/L 1,11-1,35 % <150 mg/dL <200 mg/dL 46-65 mg/dL <150 mg/dL

SK GDA GDP2JJ SGOT SGPT As Urat Albumin Reduksi Bilirubin Urobilin Eritrosit Leukosit Epitel Kristal Silinder

0,41 147,4 151,3 19,7 33,9 3,4 + 3-5 2+ 4-6 -

<1,3 mg/dL <200 mg/dL <140 mg/dL <31 U/L <31 U/L 2,3-6,1 mg/dL

Hemoglobin 14,2 Hematokrit MCV MCH Trombocyte Na K Cl Ca TG Chol Tot HDL LDL 44,3 98,1 31,4 387.000 143,9 3,39 100,1 1,152 73 183 49 119

ECG (12 September 2013)

32

X-RAY 13/9/2013 16/9/2013 16/9/2013

Foto thorak Tidak ada infiltrate dan cardiomegali

Foto Thorako-Lumbal L Kesan normal

Foto lumbo-sakral Kesan normal

Daftar Abnormalitas 1. Kaki kanan dan kirinya tidak bisa digerakan 2. Kakinya terasa panas dan tebal 3. Nyeri perut dibagian ulu hati menjalar sampai ke pinggang 4. Tidak bisa kencing dan tidak bisa BAB

33

5. Riwayat HT, minum jamu-jamuan dan suka pijat 6. Tensi 170/100 7. Nyeri tekan epigastrium 8. Motorik 5 5 0 0 Assesment Diagnosa klinis : Acute Paraplegy Acute Parastesia setinggi T6-T7 Acute Abdomen Reffered pain Acute Retensi urine Acute Constipation , RF N N , RP - - -

Diagnosa topical : Medula Spinalis setinggi T6-T7 Diagnosa etiologi : Paraplegi ec Mielitis transversa dd Tumor mielum

Planing 1. Infus RL 20 tpm 2. Pasang DC 3. Inj Alinamin F 3x1 amp 4. Inj Neurosanbe 1x1 amp 5. Inj Ranitidin 2x1 amp

34

6. Gabapentin 2x300 mg 7. Amitriptilin 2x1 8. Ducolac Susp 9. Captopril 2x12,5 mg

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminorf, J.M., Greenberg, A.D., and Simon, P.R., 2005. Clinical Neurology. Edisi 7. USA:Lange Medical Books/McGraw-Hill.p 155-157 2. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC. 3. Diana Kohnle. 2011. Paraplegia. Keck Medical Center of University Of Sourthern California. Diakses dari http://www.keckmedicalcenterofusc.org/condition/document/230663 diakses Srptember 2013. 4. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. Edisi 8. NewYork : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092 5. R. Putz, R. Pabst. 2006.Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21.Jilid 2. Jakarta: EGC. 6. Sherwood L. 2007. Human physiology from cells to system. Edisi ke-6. Canada: ThomsonBrooks/ Cole;.p. 77-211. 7. National Institut of neurological disorder and stroke, myelitis trasversa dalam www.ninds.nih.gov/disorder/trasversemyeilitis. 8. Anonymous. transversa myelitis Dalam www.wikipedia.org/wiki/trasverse myelitis 9. Anonymous, mielitis tranversa Dalam www.healthnewsflash.com/conditions/transverse_myelitis.htm

35

10. Harsono, dr. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi, Gajah mada University press, Yogyakarta 11. Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar Dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga University Press, Surabaya 12. anonymous. Mielitis tranversa dalam www.answer.com/topic/transverse mielitis 13. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara 14. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011]. 15. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online]. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar %20japardi43.pdf. [1 April 2011]. 16. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults . [serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003088-pdf. [4 April 2011]. 17. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York: Thieme. Page 146-147. 18. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online]. http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011]. 19. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online]. http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainand spinaltumors.htm. [1 April 2011]. 20. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

36

You might also like