You are on page 1of 23

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Dr. Istiqomah SpS.

SEJARAH

Pertama kali penyakit ini ditemukan oleh Guilain, Barre dan Strol tahun 1916. Suatu peny. paralisis dan hyporefleksi akut, kelemahan motorik lebih berat drpd sensorik menjalar secara asending, cairan LCS didapatkan kadar albumin yang . Patologi : demielinisasi dan infiltrasi mononuklear syaraf perifer demielinisasi neuropati. Gambaran klinis : - kelemahan makin berat, timbul stlh 1-3 minggu pasien sembuh dari penyakit primernya - sering menganggu otot pernapasan sehingga memerlukan ventilator dan perawatan intensive care.

Disfungsi Neuromuskuler Gangguan saraf perifer


Kerusakan saraf perifer menyebabkan beberapa hal : - kelemahan otot - perubahan sensorik - gangguan otonomik dan hilangnya reflex. Kerusakan berupa mononeuropati, polineuropati, terjadi pada pleksus saraf, badan saraf maupun cabang2nya. Saraf terpanjang paling terancam mengalami kerusakan, maka pada polineuropati otot-otot mengalami kelemahan paling berat terutama pada otot-otot bagian distal dari tangan dan kaki dan kemudian menjalar ke proksimal seiring dengan perkembangan kerusakan yang terjadi. Salah satu contoh polineuropati yang paling sering ditemukan adalah acut inflammatory polyradiculoneuropathy, atau yang lebih dikenal Guillain Barre Syndrome.

Etiologi
Penyebab penyakit ini belum diketahui dng pasti. diduga akibat mekanisme autoimun, sehubungan dengan adanya tanda-tanda demielinisasi inflamatori pada sistem saraf perifer dan disfungsi motorik yang luas dan tidak merata. Sindrom Guillain Barre terjadi stlh mengalami infeksi sal. pernapasan atas, infeksi virus, gangguan gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni sebelumnya. Faktor pencetus lain : pembedahan, kehamilan, keganasan, imunisasi.

Epidemiologi

Sindrom Guillain Barre merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia tanpa mengenal musim, terjadi 1-4 per 100.000 pertahun mengenai semua usia laki-laki > perempuan, biasanya mengenai usia muda dan paruh baya. Kematian sekitar 5% sampai 30% tergantung fasilitas perawatan, kematiannya disebabkan antara lain oleh ARDS, sepsis atau gangguan otonom.

Gambaran klinis
Keluhan paraestesi yang khas mulai dari tangan dan kaki, dan sekitar seperempat mengalami kelemahan motorik. Gambaran yang khas dari penyakit ini : - kelemahan progresif yang simetris, sering kali menyebabkan paresis fasial dan bulber serta oftalmoplegi eksternal. Kelemahan otot motorik gambarannya khas : - kelemahan menjalar dari ekstremitas bawah secara progresif ke atas dan pralisis flasid. Gangguan sensoris ringan : parestesi, kehilangan rasa getar maupun proprioseptif, Gangguan sensoris berupa nyeri atau hiperestesia dapat timbul dan dapat menjadi keluhan utama.

Gangguan otonom sering kali terjadi dan gangguan ini menjadi konstributor utama terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanik. Gangguan otonom mengenai jantung (hipertensi atau hipotensi, takikardi atau bradikardi), Gastrointestinal (ileus paralitik), Retensi urine dan berkeringat berlebihan merupakan gejala yang sering muncul. Gangguan pada nervus kranialis 45%, terutama menimpa nervus fasialis yang kemudian diikuti nervus glosofaringeus dan nervus vagus. Pada beberapa varian sindrome Guillain Barre tertentu justru didominasi oleh gangguan nervus kranialis dengan ataksia, arefleksia dan oftalmoplegia sebagai gejala utamanya.

Pada pemeriksaan EMG pada awalnya tidak akan terlihat gangguan konduksi saraf, namun pada perkembangan selanjutnya kemudian akan terlihat kelainan pada pemeriksaan EMG. Pada pemeriksaan Lumbal Pungsi cairan liquor cerebro spinal pada awalnya kadar protein masih normal dan akan meningkat kemudian secara bertahap dan tetap tinggi sampai beberapa bulan meskipun perjalanan penyakitnya secara klinis telah sembuh. Kelumpuhan otot yang diderita dapat menyerang otot-otot pernafasan dan menyebabkan gagal napas tetapi tidak semua penderita sindrom Guillain Barre mengalami gagal napas. Namun semua pasien dengan sindrom Guillain Barre harus dipantau dan dimonitor dengan ketat karena setiap saat akan terjadi gagal napas. Evaluasi kapasitas vital paru dan kekuatan otot napas dilakukan setiap saat dan dapat dilakukan tindakan bantuan ventilasi dengan ventilator di ICU apabila memerlukan. Apabila terjadi hiperkapnia yang mengancam gagal ventilasi hendaknya dilakukan tindakan intubasi secara elektif. Pemulihan biasanya terjadi pada waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, setelah perburukan penyakit, walaupun beberapa pasien dapat mengalami pemulihan dalam waktu yang lebih cepat akan tetapi adapula pasien yang memerlukan pemulihan yang lebih lama dan beberapa ada yang meninggalkan gejala sisa.

Diagnosa

1,2,3,4,5

Gambaran klinis : Kelemahan otot yang bilateral, akut, asending yang awalnya dari extemitas inferior. Dari pemeriksaan EMG : Gelombang F yang abnormal pada 2 tungkai atau blok konduksi nervus motorik. Potensial normal pada nervus sensorik. Lebih dari 90% kasus sindrom Guillain Barre : Protein pada LCS . Pleositosis dengan limfosit dan monosit di dalam LCS

Penatalaksanaan
Merawat pasien sindrom guillain barre memerlukan kesabaran apabila terjadi komplikasi, ada tiga langkah utama dalam pengelolaan SGB : 1. Mengawasi fungsi respirasi secara ketat dan menetapkan waktu yang tepat untuk melakukan tindakan intubasi apabila diperlukan. 2. Mengenali dan mengelola gangguan otonom 3. Terapi psikologis 4. Terapi fisioterapi 5. Pemberian nutrisi yang baik 6. Secepatnya melakukan rehabilitasi 7. Pencegahan trombosis vena dalam 8. Menentukan tindakan imunoterapi

Salah satu komplikasi Sindrom Guillain Barre yang paling serius adalah gagal napas. Pada pasien yang masih bernapas spontan, fisioterapi dada dan pemantauan respirasi yang ketat merupakan hal yang penting.
Tidak semua pasien sindrom Guillain Barre dirawat di ICU, kriteria yang harus dirawt di ICU : Perjalanan penyakitnya progresif ( < 7 hari ) Gangguan pada otot-otot leher sehingga tidak bisa menyangga kepala. Gangguan pada otot bulber Paralisis otot-otot wajah Gangguan otonom Bahaya Aspirasi

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Trakeostomi dipertimbangkan apabila diperkirakan memerlukan pemakaian bantuan ventilasi mekanik yang lama. Kemungkinan terganggunya sistim otonom harus diwaspadai. Fluktuasi tekanan darah dengan episode hipertensi sesaat dan sewaktu-waktu diikuti oleh agitasi. Penurunan aktifitas simpatik : adanya hipotensi, meningkatnya sensitifitas terhadap obat-obatan sedatifhipnotik. Aktifitas saraf parasimpaik yang berlebihan ditandai oleh wajah yang kemerahan disertai perasaan hangat seluruh tubuh dan bradikardi pengawasan yang ketat terhadap tekanan darah, status cairan dan irama jantung. Apabila terjadi hipertensi tidak selalu harus diterapi karena bisa berlangsung sementara dan tidak lama.

Hipotensi dan bradikardia ringan mungkin saja tidak memerlukan pengobatan, tetapi apabila terus berlangsung harus diberikan inotropik untuk mempertahankan perfusi ke jaringan. Pemberian nutrisi diberikan sesegera mungkin, tetapi harus hati-hati bahaya aspirasi.

Penderita Sindrom Guillain Barre sering mengalami ileus paralitik terutama sesudah dilakukan pemasangan ventillasi mekanik, untuk hal itu diperlukan pemasangan pipa nasogastrik dan pembatasan pemberian nutrien enteral sementara sehingga diperlukan tambahan nutrisi parenteral untuk sementara.

1.

2.

3. 4.

5.

Intubasi dan bantuan ventilasi mekanik hendaknya dilakukan bila terdapat : Kegagalan ventilasi dengan penurunan kapasitas vital ekspirasi 12-15 ml/kg atau timbul kolaps paru. Paresis orofaringeal dengan resiko aspirasi atau refleks batuk yang tidak adequat. Penurunan kapasitas vital dalam waktu 4-6 jam. Mulai ada tanda-tanda klinis kelelahan napas (dispnoe atau takipnoe) Analisa gas darah yang mengalami perburukan.

Pada pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik pemberian sedasi hendaknya dihindari karena akan memperburuk fungsi respirasi. Untuk pasien yang memakai ventilasi mekanik sedasi juga tidak diperlukan karena pasien biasanya sudah terbiasa dengan alat tersebut. Mobilisasi pasien penting untuk menghidari timbulnya luka atau kesakitan akibat tekanan. Fisioterapi rutin dan gerakan-gerakan pasif hendaknya selalu dikerjakan pada anggota gerak yang mengalami kelumpuhan. Hindari timbulnya compression neurophaties utamanya pada nervus ulnaris dan peroneus, pada daerah tersebut perlu diberikan topangan/alas yang empuk untuk menghindari trauma tekanan. Timbulnya rasa nyeri dapat diterapi dengan pemberian analgetik.

Pencegahan trombosis vena dalam dan emboli juga menjadi perhatian : - fisioterapi berkala dan mobilisasi sampai pemberian heparin 5000 ui sc dua kali/hari - pemberian dosis rendah wafarin oral bisa dipertimbangkan.

Hati-hati terjadi infeksi sekunder, pemeriksaan kultur sputum, darah dan urine bisa dilakukan secara berkala.
Perhatikan tempat-tempat pemasangan infus, untuk menghindari terjadinya plebitis.

Perawatan kornea dan defekasi juga dimonitor secara teratur.


Antidepresan juga perlukan apabila penderita mengalami depresi. Imunoterapi pada SGB termasuk pengeluaran antibodi dengan plasma exchange atau pemberian imunomodulasi dosis tingggi IV. Plasmaferesis memiliki peranan yang penting pada SGB dan merupakan terapi yang spesifik. Tindakan ini dikatakann efektif untuk pasienpasien yang prognosenya buruk.

1. 2. 3.

Tindakan ini dikatakan terbukti dapat : Menurunkan kebutuhan penggunaan ventilasi mekanik. Mempersingkat pemakaian ventilasi mekanik. Mempercepat waktu pemulihan motorik Mempersingkat perawatan dirumah sakit.

4.

Pasien yang mendapatkan terapi plasmaferesis ternyata mampu berjalan hingga satu bulan lebih dini daripada yang tidak mendapatkannya dan pasien yang mengalami ketergantungan alat respirasi mampu berjalan 3 bulan lebih awal daripada yang tidak mendapatkannya. Keuntungan ini apabila plasmaferesis dilakukan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan atau mengalami perburukan dalam satu minggu.

Jadi plasmaferesis efektif dilakukan pada waktu 7 hari dari mulai munculnya gejala.

Plasmaferesis dianjurkan untuk pasien-pasien : Diduga tidak mampu berjalan tanpa bantuan Pasien yg memerlukan batuan ventilasi mekanik Pasien yang mengalami kelemahan otot bulber, yang menyebabkan disfagia dan aspirasi.

Dalam jumlah kecil penderita akan alami kekambuhan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah perbaikan pasca plasmafaresis dan pada keadaan seperti ini plasmafaresis ulang akan memberikan keuntungan pada pasien seperti ini.

Pedoman terapi plasmaferesis dianjurkan : - Penggantian plasma dilakukan sebanyak 200 ml250ml/kgBB dalam rentang 7 hingga 24 hari. - Sarat cairan subtitusi harus memenuhi sarat isovolemik, isotonik, isoonkontik, steril, bisa dipakai FFP, palsmaexpander, albumin 5%. - Pada umumnya plasmaferesis tidak dianjurakan pada pasien Sindrom Guillain Barre ringan atau pasien rawat jalan atau pasien-pasien yang tidak mengalami perburukan selama 21 hari atau lebih.
Evidace base terapi palsmaferesis yang dikeluarkan oleh Amirican Academy of Neurology terlihat pada tabel dibawah.

Terapi imunoglobulin dinyatakan memiliki efektivitas setara dengan plasmaferesis tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memiliki kekerapan perburukan dan kekambuhan yang lebih tinggi. Secara spesifik kortikosteroid terbukti tidak memiliki nilai terapi untuk Sindrom Guillain Barre, baik dosis tinggi atau dosis rendah.
Pada akhirnya jangan dilupakan memperhatikan aspek emosionil pasien-pasien yang sering kali merasa cemas, takut dan tertekan, dukungan emosionil akan sangat berarti bagi pasien ini.

You might also like