You are on page 1of 26

I.1. IDENTITAS PASIEN Nama Usia : Tn.

Ayi : 55 Tahun Suku : Sunda Dirawat yang ke dua kali Masuk RS tanggal : 27 Oktober 2013 Tanggal Permeriksaan : 31 Oktober 2013

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan Alamat : Buruh : Karencong

Status Nikah : Menikah Agama : Islam

I.2. ANAMNESIS Autoanamnesis dan Heteroanamnesis (Istri Pasien) KU : Lemas lengan kanan dan kaki kanan. Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengalami lemas pada lengan atas dan kaki kanan. Lemas muncul secara tiba-tiba ketika pasien sedang duduk. Menurut penuturan istri pasien, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan mual tanpa disertai dengan muntah. Mulut pasien menjadi mencong, pasien berbicara menjadi tidak jelas, sulit menelan, sering tersedak, dan sering tidak dapat menahan BAK, Keluhan kejang disangkal oleh pasien. Keluhan pasien tersebut tidak diobati. Menurut penuturan pasien, pasien masih bisa merasakan sentuhan dan masih bisa menggerakan lengan dan kaki kanannya sedikit.

Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kesulitan bernafas (sesak nafas). Menurut penuturan istri pasien, sesak nafas yang pasien alami semakin hari semakin bertambah parah. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan sesak pada pasien bertambah parah sehingga keluarga pasien memutuskan membawa pasien ke IGD. Keluhan ini adalah keluhan yang pernah dirasakan oleh pasien 9 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengalami lemas pada lengan kanan dan kaki kanan ketika sedang beraktivitas/bekerja menangkap ikan. Keluhan terjadi secara tiba tiba dan membuat pasien tidak sadarkan diri. Pasien dirawat selama 2 minggu dirumah sakit, namun keluarga pasien meminta pulang paksa sebelum pasien sembuh total karena faktor biaya. Sejak 9 tahun yang lalu hingga 3 bulan yang lalu, pasien hanya dirawat oleh keluarganya dirumah dan sempat mengalami perbaikan. Pasien dapat kembali berjalan walaupun bagian tubuh sebelah kanan yang lemas tidak sepenuhnya sembuh. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang diketahui pasien sejak pasien berusia 46 tahun. Pasien sebelumnya adalah perokok berat, setiap kali merokok 2 bungkus perhari, namun telah berhenti sejak 9 tahun yang lalu. Riwayat penyakit gula darah disangkal, riwayat trauma pada kepala disangkal. Kedua orang tua pasien memiliki hipertensi dan meninggal dunia akibat stroke.

1.3.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda Vital Nadi Respirasi Suhu Tekanan darah : 90x/menit, regular, equal, isi cukup : 22x/menit : 36,7 C : 160/90 mmHg : Sakit sedang : Compos mentis

Pemeriksaan Spesifik 1. Kulit 2. Otot 3. Tulang 4. Sendi 5. Kepala Bentuk Rambut Wajah : Simetris : Hitam, halus, tidak mudah rapuh : Simetris, flushing (-) : sianosis (-), jaundice (-), ptekiae (-). : Atrofi (-), hipertrofi (-) : Deformitas (-), gibbus (-) : Pembengkakan (-)

CN VII alis mata normal, menyeringai mencong ke kanan, mata menutup sempurna CN XII lidah menjulur agak mencong ke kanan Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

konjungtivitis flektinularis (-/-), air mata +/+ Pupil : Bulat, isokor, refleks cahaya +/+

Hidung

: Simetris, epistaksis -/-, sekret -/-, PCH(-), plica

nasolabialis kanan (-) Telinga Mulut hygine baik Tonsil : T0-T0, tenang Faring : Tidak hiperemis : Simetris, sekret -/-, membran timpani intak : mukosa mulut tidak hiperemis, perioral sianosis (-),oral

6. Leher KGB Kelenjar Tiroid JVP : Tidak ada pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran : Tidak mengalami peningkatan

Retraksi suprasternal (-) Otot sternocleidomastoid kanan lemah

7. Thorax Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi intercostal (-) : Pergerakan simetris : Sonor : VBS kanan = kiri, wheezing -/-, crackles -/-

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis teraba di ICS IV LMCS : dbn

Auskultasi

: S1-S2 murni reguler, murmur pada (-)

8. Abdomen Inspeksi: Datar, Massa abdomen (-), retraksi epigastrium (-) Palpasi: Lembut, NT (-) pada daerah epigastrik, ketok CVA (-), massa (-), Hepar dan lien tidak teraba pembesaran, Ballotement ginjal tidak teraba pembesaran, bladder tidak membesar. Perkusi: Tympani, Pekak samping (-), pekak pindah (-) Auskultasi: BU (+), normal 9. Ekstremitas: Atas Edema -/Sianosis (-) Deformitas (-) Akral hangat Ptekhie (-) Capillary refill < 2 detik Bantalan tangan tidak pucat terpasang IV cateter pada tangan kiri Pemeriksaan Muscle strength : 3 2 Pemeriksaan ROM : Penuh Penuh Penuh Penuh 5 5 Bawah Edema -/Sianosis (-) Deformitas (-) Akral Hangat Ptekhie (-) Capillary refill < 2 detik Bantalan kaki tidak pucat

Pemeriksaan Sensori : + + + +

Pemeriksaan Reflex Fisiologis : Bisep -/+ Trisep -/+ Brachioradialis -/+ Patella -/+ Achiles -/+

Refleks Patologis Babinski :-/Chaddock : -/10. Anogenital Terpasang urine catheter

1.4.DIAGNOSIS BANDING Stroke Non Hemorraghik + decom cordis + HT grade II + Susp. AKI Stroke Non Hemorraghik + HT grade II

1.5.USULAN PEMERIKSAAN Laboratorium darah Foto thoraks CT scan

1.6. RESUME KASUS Identitas Tn. Ayi, 55 tahun Keluhan Utama Lemah pada ekstrimitas kanan atas dan bawah Anamnesa (heteroanamnesa) Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengalami lemas pada lengan atas dan kaki kanan. Lemas muncul secara tiba-tiba ketika pasien sedang duduk. Menurut penuturan istri pasien, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan mual tanpa disertai dengan muntah. Mulut pasien menjadi mencong, pasien berbicara menjadi tidak jelas, sulit menelan, sering tersedak, dan sering tidak dapat menahan BAK. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kesulitan bernafas (sesak nafas). Menurut penuturan istri pasien, sesak nafas yang pasien alami semakin hari semakin bertambah parah Keluarga pasien tidak ada yang memilik keluhan serupa, hanya saja kedua orangtua pasien memiliki penyakit darah tinggi. Keluhan ini adalah keluhan yang pernah dirasakan oleh pasien 9 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengalami lemas pada lengan kanan dan kaki menangkap ikan

kanan ketika

sedang beraktivitas/bekerja

Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang diketahui pasien sejak pasien berusia 46 tahun. Pasien sebelumnya

adalah perokok berat, setiap kali merokok 2 bungkus perhari, namun telah berhenti sejak 9 tahun yang lalu. Kedua orang tua pasien memiliki hipertensi dan meninggal dunia akibat stroke. Pemeriksaan Keadaan Umum Tanda-tanda Vital Tekanan darah : 160/90 : Sakit sedang

Wajah : CN VII menyeringai mencong ke kanan, plica nasolabialis kanan( -)

Otot sternocleidomastoid kanan lemah Thorax dan abdomen dalam batas normal Pemeriksaan Muscle strength : 3 2 Pemeriksaan Reflex Fisiologis : Bisep -/+ Trisep -/+ Brachioradialis -/+ Patella -/+ Achiles -/+ 5 5

1.7.Pemeriksaan Penunjang Hasi lab : Darah Rutin : dalam batas normal

Kimia Klinik (27 okt) : SGOT dan SGPT meningkat ( SGOT : 127, SGPT : 142), Ureum dan Kreatinin meningkat ( Ureum : 62, kreeatinin: 1.83)

Hasil CT scan : susp. Lesi infark lama didaerah thalamus kanan dan nucleus lentiformis kiri

Hasil Foto Thorax : susp. Cardiomegali dengan bendungan paru. Tak tampak Kp aktif

1.8. DIAGNOSIS KERJA Stroke Infark(Non Hemorraghic) + decom cordis + HT grade II + Susp. AKI

1.9. USULAN PENATALAKSANAAN Terapi Umum : Tirah baring Diet rendah garam Eksplorasi faktor resiko Pantau vital sign Rujuk ke Spesialis Rehabilitasi medis Rujuk ke spesialis penyakit dalam Rujuk ke spesialis saraf

Terapi Khusus : obat-obatan ; Anti hipertensif ( ACE inhibitor) dan obat lainnya seperti Piracetam injeksi 3 x 3gr, Citicoline injeksi 3x250mg Rehabilitasi : o Pencegahan komplikasi tirah baring lama

10

o Terapi Wicara o Terapi Okupasi o Fisioterapi

1.10. PEMBAHASAN KASUS a) Apakah diagnosa pada Kasus sudah Tepat? Stroke Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vascular. Beberapa gejala stroke berikut: Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. Kesulitan menelan. Kesulitan menulis atau membaca. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan koordinasi. Kehilangan keseimbangan. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

11

Mual atau muntah. Kejang. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

12

Berdasarkan hasil CT scan menyatakan bahwa terdapat lesi infark lama pada thalamus dan nucleus lentiformis

Decomp Cordis Gagal jantung dalam bahasa yunani dikenal sebagai Decompensatio Cordis, adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, dan kemampuan tersebut hanya ada kalau disertai dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Faktor predeposisis dari gagal jantung adalah : penyakit yang menimbulkan penurunan fimgsi ventrikel ( seperti : penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopita, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung congenital), dan keadaan yang membatasi pengisisan ventrikel ( seperti : stenosis mitral, kardiomiopita, atau penyakit perikardial ). Faktor pencetus dari gagal jantung seperti : a. Meningkatnya asupan garam. b. Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung. c. Infark miokard akut. d. Serangan hipertensi. e. Aritrnia akut. f. Infeksi atau demam. g. Emboli paru. h. Anemia. i. Tirotoksikosis.

13

j. Kehamilan. k. Endokarditis infektif Gejala yang paling sering dialami adalah berupa sesak nafas, yang semula pada waktu mengduarkan tenaga, tetapi juga pada saat istirahat (berbaring) dalam kasus yang lebih berat. Begitu pula udema di pergelangan kaki dengan vena memuai, karena darah-balik terhambat kembalinya ke jantung. Sering kali perasaan sangat letih dan kurang tenaga. Menurut New York Heart Association (NYHA), membagi klasifikasi fungsional gagal jantung dalam 4 kelas : Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa kelahan. Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas seharihari tanpa keluhan. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring. Berdasarkan hasil foto thorax didapatkan terdapat pembesaran jantung dan juga terdapat bendungan pada paru

Akut Kidney Injuri Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

14

Kriteria AKI berdasarkan Acute Kidney Injury Network (AKIN)

Pada pasien nilai ureum serta kreatinin meningkat sesuai dengan tahap 2.

b) Bagaimana Penatalaksanaan Rehabilitasi medik pada pasien ini? Pelaksanaan Rehabilitasi Pada Pasien Stroke dengan Decomp Cordis Decomp Cordis Program latihan fisik rehabilitatatif bagi penderita gangguan jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung. a. Manfaat Latihan Fisik Pada Penderita Gangguan Jantung. Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit. Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita

15

Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali apda level aktivitas sebelum serangan jantung. b. Kontraindikasi Latihan Fisik Selain memiliki manfaat yang vital, latihan fisik pada penderita gangguan jantung dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi resiko tersebut, latihan fisik di kontraindikasikan pada keadaaan:

c. Struktur Program Rehabilitasi Secara tradisional program rehabilitasi dibagi menjadi : Fase I : Inpatient (di dalam rumah sakit) Fase II : Out-Patient (pulang dari rumah sakit sampai dengan 12 minggu merupakan program dengan pengawasan) Fase III : Pemeliharaan Program Inpatient Program latihan inpatient dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak terdapat ada kontraindikasi. Latihan fisik yang dilakukan

16

terbatas pada aktivitas sehari-hari misalnya gerakan tangan dan kaki dan pengubahan postur. Contoh aktivitas pada program inpatient adalah:

Program out-patient Dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Seperti yang telah dikemukakan program rehabiliatasi sebaiknya diawali beberapa hari sebelum fase I berakhir. Biasanya fase II dimulai pada minggu kedua atau ketiga setelah serangan myocardial infark. Pada prinsipnya, tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan rehabilitasi fisik seseorang penderita gangguan jantung agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala. Contoh latihan terapi outpatient 1. Latihan I (Latihan Siku) Cara : Berdiri dengan siku menekuk dan dikatupkan pada dada Luruskan siku ke arah depan. Tekuk kembali siku. Ulangi sampai dengan 10 kali.

17

Gambar 1. Latihan Siku 2. Latihan Elevasi Lengan Cara : Berdiri dengan siku menekuk di dada. Luruskan siku dan lengan ke arah atas Tekuk kembali ke posisi semula. Ulangi sampai dengan 10 kali

Gambar 2. Latihan lengan 3. Latihan Ekstensi lengan Cara : Berdiri dengan siku menekuk ke arah dada. Lengan direntangkan ke arah disamping pinggang. Katupkan kembali lengan pada dada Ulangi sampai dengan 10 kali.

18

Gambar 3. Latihan Ektensi Lengan 4. Latihan Elevasi Lengan II Cara : Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan. Dengan tetap meluruskan siku angkat lengan keatas kepala. Turunkan lengan kembali ke samping badan. Ulangi sampai dengan 10 kali.

Gambar 4. Latihan Elevasi Lengan II 5. Latihan Lengan Gerak Melingkar Cara : Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan. Rentangkan tangan setinggi bahu. Gerakakan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan dengan tetap meluruskan siku. Ulangi sampai dengan 10 kali.

19

Lakukan gerakan memutar kebelakang sampai dengan 10 kali

Gambar 5. Latihan Lengan Gerak Melingkar 6. Latihan Jalan Di Tempat (Mulai hari ke-5) Cara: Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dengan lengan ditekuk ke depan Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaris. Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan Ulangi sampai dengan 10 kali.

Gambar 6. Latihan jalan di tempat 7. Latihan Menekuk Pinggang Cara : Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus. Ulangi sampai dengan 10 kali. Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kiri. Ulangi sampai 10 kali

20

Gambar 7. Latihan Menekuk Pinggang 8. Latihan Memutar Pinggang Cara: Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan tangan di pinggang Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali. Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali Ulangi sampai dengan 10 kali.

Gambar 8. Latihan Memutar Pinggang 9. Latihan Menyentuh Lutut (Mulai hari ke 7) Cara: Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat diatas kepala. Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut. Angkat kembali lengan keatas kepala Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali

21

Ulangi sampai dengan 10 kali.

Gambar 9. Latihan Menyentuh Lutut 10. Latihan Menekuk Lutut (Mulai Minggu ke-3) Cara: Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tangan menyentuh pinggang. Tekuk punggung ke depan dengan lutut juga menekuk. Kembali luruskan punggung Ulangi sampai dengan 10 kali.

Gambar 10. Latihan Menekuk Lutut Fase Pemeliharaan Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase pemeliharaan adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya.

22

Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan individu normal dengan penekanan pada latihan jenis aerobik. Stroke Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu: 1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke 2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke 3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke Rehabilitasi Stroke Fase Akut Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Rehabilitasi Stroke Fase Subakut Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang

23

bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal. Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk: 1. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring 2. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan fungsional yang paling optimal 3. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari 4. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental Mencegah Komplikasi Akibat Tirah Baring Pasien yang pulang ke rumah sebelum mencapai kemampuan duduk stabil serta mulai belajar berdiri dan jalan, cenderung akan lebih lama masa tirah baringnya di rumah. Pemulihan fungsional mempunyai periode emas yang terbatas waktunya; stimulasi yang diberikan pada 3 bulan pertama akan lebih memberikan hasil dibandingkan fase kronis, dan tentu tidak boleh disia-siakan. Pasien harus diberikan motivasi untuk selalu aktif melakukan aktivitas sesuai

24

dengan kemampuan yang ada. Terapi latihan diprogramkan dengan durasi dan frekuensi latihan secara bertahap ditingkatkan. Program-program rehabilitasi pada pasien pasca akut: 1. Fisioterapi a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah)

b. Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot. c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari kekuatan otot. d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot. e. f. Latihan fasilitasi / redukasi otot Latihan mobilisasi. 2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS) Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan. 3. Terapi Bicara Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara: Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-kata. Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi

mengucapkan kata-kata. Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga. 4. Ortotik Prostetik Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara

25

lain : arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO). 5. Psikologi Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi. 6. Sosial Medik dan Vokasional Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita. Rehabilitasi Stroke Fase Kronis Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan fase sebelumnya Penanganan Rehabilitasi Pada Pasien Pada pasien terlebih dahulu menstabilkan kondisi dahulu. Untuk penanganan awal pasien dilakukan pencegahan komplikasi karena tirah baring yang lama. setelah keaadaan pasien stabil dilakukan latihan motorik dan juga terapi wicara. Latihan dilakukan bertahap dan dikurangi dari biasanya karena pasien mengalami gagal jantung.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007. 2. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc GrawHill. 2005. 3. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke 2007. Jakarta. 4. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New York : Thieme. 2005. 5. Novita IA. Program Latihan Fisik Rehabilitatif Pada Penderita Penyakit Jantung. Yogyakarta. 2007. 6. Rosiana PW. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009

You might also like