You are on page 1of 14

A. DASAR TEORI 1. Definisi Larutan Farmakope Indonesia III Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut.

. Kecuali dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan air suling. Farmakope Indonesia IV Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Michael Aulton, dkk ( Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design) Campuran dua atau lebih komponen yang membentuk fase tunggal yang homogen dalam ukuran molekuler. A. Gennaro (Remington : The Science and Practice of Pharmacy) Larutan adalah campuran homogen yang dibuat dengan melarutkan padatan, cair, atau gas dalam cairan yang lain dan menghasilkan kelompok sediaan dimana molekul-molekul solud atau zat terlarut terdispersi dan solvent. Leon Lachman (Teori dan Praktek Industri Farmasi) Larutan secara sederhana adalah suatu zat dalam pelarut tertentu atau campuran dua atau lebih zat homogen membentuk larutan yang jernih. R. Voigt ( Buku Pelajaran Teknologi Farmasi) Larutan, Solutiones, adalah sediaan cair, mengandung bahan obat terlarut, pada peraturannya di dalam air atau sebagian besar air yang mengandung cairan. Jadi, larutan adalah sedian cair yang terdiri dari campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut, yang zat terlarutnya terdispersi secara molekuler.

2. Keuntungan Sediaan Larutan (Michael Aulton) Lebih mudah ditelan daripada bentuk obat padat sehingga lebih mudah diterima atau digunakan pada anak-anak dan orang tua. Obat harus berada dalam bentuk larutan agar segera bisa diabsorpsi sehingga efek terapeutik sediaan larutan lebih cepat dibanding bentuk sediaan padat. Larutan adalah sistem yang homogen sehingga obat terdistribusi merata secara pembuatan. Dapat mengurangi iritasi pada mukosa lambung pada beberapa obat yang menyebabkan iritasi mukosa lambung jika diberikan dalam bentuk sediaan padat. 3. Kerugian Sediaan Larutan (Michael Aulton) Voluminus menyebabkan kesuliatan dalam pengangkutan dan penyimpanan, Stabilitas kurang bila dibandingkan dengan tablet atau kapsul, shelf-life nya lebih singkat daripada sediaan padat. Bisa menjadi media pertumbuhan mikroorganisme sehingga membutuhkan pengawet. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien. Rasa obat yang tidak enak dalam bentuk sediaan larutan lebih terasa, namun hal ini dapat diatasi dengan penambahan pemanis dan pengharum. 4. Jenis-Jenis Sediaan Larutan Sirup Sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain kadar sakarosa tidak kurang dari 64,0 % dan tidak lebih dari 66,0%. Eliksir Sediaan berupa larutan yang memiliki rasa dan bau sedap selain obat juga mengandung bahan tambahan berupa gula atau pemanis, zat pewangi, zat warna,
2

dan pengawet yang digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan etanol. Gargarisma Sediaan berupa larutan umumnya dalam pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi tenggorokan. Collutaria Larutan pekat dalam air yang mengandung bahan deodorant, antiseptik, analgetik local atau astringen (obat cuci mulut). Tingtur Sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia nabati atau hewani dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi. Air Aromatik Larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap atau senyawa aromatic atau bahan mudah menguap lain. Douche Sediaan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh atau rongga tubuh yang berfungsi sebagai pembersih atau antiseptik. Sari (juice) Sari dibuat dari buah segar dalam bentuk cairan dalam air dan digunakan untuk membuat sirup yang digunakan sebagai bahan pembawa atau pelarut.

B. MASALAH DALAM FORMULASI Formulasi larutan menghadirkan banyak masalah tekhnis untuk ahli farmasi industri, antara lain : Beberapa obat bersifat tidak stabil. Membutuhkan teknik khusus untuk melarutkan obat-obat yang sukar larut. Sediaan akhir harus memenuhi persyaratan elegansi farmasetik dengan

memperlihatkan rasa, penampilan, dan viskositas. 1. Kelarutan Melarut tidaknya suatu zat dalam system tertentu dan besarnya kelarutan sebagian besar tergantung pada sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut, pelarut, dan resultan interaksi zat terlarut- pelarut. Pendekatan yang bisa digunakan untuk memperbaiki kelarutan obat yang sukar larut yaitu : a. pH Sejumlah besar zat kemoterapi modern adalah asam lemah atau basa lemah. Kelarutan zat-zat ini dapat dengan nyata dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Jika pH adalah faktor penting untuk menjaga kelarutan maka harus ditambahkan dapar. Menurut Lachman, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih dapar yaitu : Dapar harus mempunyai kapasitas memadai dalam kisaran pH yang diinginkan. Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud. Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek merusak terhadap stabilitas produk akhir. b. Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima pada produk.

Kosolvensi
4

Elektrolit-elektrolit lemah dan molekul-molekul non polar seringkali mempunyai kelarutan dalam air yang buruk. Kelarutannya biasanya dapat ditingkatkan dengan tambahan suatu pelarut yang dapat bercampur dengan air, dimana dalam pelarut tersebut obat mempunyai kelarutan yang baik. Proses ini dikenal sebagai kosolvensi, dan pelarut-pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan kelarutan zat terlarut dikenal sebagai kosolven. Mekanisme yang mengakibatkan penambahan kelarutan melalui kosolvensi tidak dimengerti dengan jelas. Sistem kosolven bekerja dengan mengurangi tegangan antarmuka antara larutan-larutan yang mendominasi dalam air dan zat terlarut hidrofobik. Contoh kosolven antara lain etanol, sorbitol, dan propilen glikol. Kosolven tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi kelarutan obat, tetapi juga untuk memperbaiki kelarutan dari konstituen-konstituen yang mudah menguap yang digunakan untuk memberi rasa dan bau yang diinginkan ke produk tersebut. c. Konstanta Dielektrik Konstanta dielektrik adalah sifat satu pelarut yang berhubungan dengan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan dua zat yang berbeda muatan dalam pelarut. Sifat ini erat kaitannya dengan polaritas pelarut. d. Solubilisasi Solubilisasi didefiniskan oleh McBain sebagai lewatnya molekul-molekul zat terlarut yang larut dalam air secara spontan ke dalam larutan air dari suatu sabun atau detergen, dimana terbentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamik. Obat-obat yang sukar larut dalam air kelarutannya dapat diperbaiki dengan penambahan surfaktan. Surfaktan hidrofilik dengan nilai HLB di atas 15 bisa digunakan sebagai solubilizing agents. Surfaktan harus non toksik dan tidak

mengiritasi, serta bercampur dengan system solvent, kompatibel dengan bahan lain, dan tidak memberikan rasa dan bau tidak enak serta tidak menguap. Contohnya adalah solubilisasi vitamin larut dalam lemak phytomenadione menggunakan polisorbat. e. Kompleksasi Senyawa-senyawa organik dalam larutan umumnya bergabung membentuk kompleks kebanyakan ada yang ireversibel atau yang reversible contohnya kompleksasi iodine dengan larutan 10-15% polyvinylpyrrolidone. f. Hidrotopi Batasan hidrotopi telah digunakan untuk merancang peningkatan kelarutan dalam air dari berbagai zat karena adanya bahan tambahan dalam jumlah besar. Mekanisme hidrotopi tidak jelas, tetapi beberapa peneliti menspekulasi bahwa hidrotropi hanyalah tipe lain dari solubilisasi. Pengaruh terhadap konsentrasi tinggi dari natrium benzoat terhadap kelarutan kafein merupakan contoh klasik. g. Modifikasi Kimia Obat Banyak obat yang sukar larut dapat dimodifikasi secara kimiawi menjadi turunan-turunan yang larut dalam air. Pendekatan ini sangat berhasil dalam hal kortikosteroid sebagai contoh, kelarutan betametason alcohol dalam air adalah 5,8mg/100ml pada suhu 25o . Kelarutan ester 21 dinatrium fosfatnya lebih besar dari 10g/100ml. h. Ukuran Partikel Zat Padat Ukuran dan bentuk dari partikel yang sangat kecil, jika diameternya kurang dari 1m mempengaruhi kelarutannya. Penurunan ukuran partikel

mengakibatkan kenaikan kelarutan dan disperse molecular tapi dalam

prakteknya fenomena ini hanya sedikit digunakan pada formulasi larutan dan lebih relevan pada formulasi suspensi.

2. Pengawetan Salah satu masalah yang cukup krusial dalam pembuatan sediaan larutan adalah masalah kontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan ketidakstabilan produk. Terdapat banyak sumber kontaminan, termasuk di antaranya adalah bahan baku (termasuk air yang digunakan sebagai pelarut), wadah dan peralatan produksi, lingkungan pembuatannya, operator, bahan pengemas dan pemakaian produk itu sendiri. Untuk itu, pada setiap proses produksi bentuk sediaan larutan ditambahkan bahan pengawet. Suatu bahan pengawet yang ideal, harus memiliki paling tidak satu kriteria berikut: Harus efektif pada mikroorganisme berspektrum luas Harus stabil secara fisik, kimia, dan mikrobiologis selama masa edar produk tersebut Pengawet harus tidak toksik, larut dengan memadai dalam sistem pelarut, dapat bercampur dengan komponen-komponen formulasi yang lain, dan dapat diterima dari segi rasa, warna dan bau pada konsentrasi pengawet yang digunakan. Tidak ada satu pun pengawet tunggal yang memenuhi kriteria tersebut di atas, sehingga sering kali dilakukan kombinasi antara dua atau tiga pengawet untuk dapat mencapai efek antimikroba yang dikehendaki. Secara garis besar, zat-zat antimikroba yang dapat digunakan sebagai pengawet digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu: o Senyawa asam, contohnya : fenol, asam benzoat dan garamnya, asam borat dan garamnya, asam sorbat dan garamnya.

o Alkohol, contohnya etanol, propilen glikol, klorobutanol dan fenil etil alcohol o Senyawa netral, contohnya benzil alcohol dan -fenil etil alcohol o Ester, contohnya paraben (metil,etil, propil dan turunannya) o Senyawa ammonium kuartener, contohnya benzalkonium klorida dan

setilpuridium klorida.

3. Stabilitas Terdapat dua macam stabilitas yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan sediaan larutan, yaitu stabilitas kimia dan stabilitas fisika. Stabilitas Kimia Ketidakstabilan kimia suatu obat dalam bentuk sediaan larutan selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan sediaan bentuk padat (tablet atau kapsul) ataupun suspensi. Salah satu contoh ketidakstabilan kimia adalah kerusakan obat yang disebabkan kerusakan oksidatif, yang dipicu adanya pembukaan tutup botol/wadah untuk pemakaian berulang, panas atau cahaya. Stabilitas Fisika Bentuk sediaan larutan yang baik adalah apabila secara fisik mampu mempertahankan kekentalannya, warna, kejernihan, rasa dan bau pada seluruh waktu edarnya. Rasa dan bau sering berubah dengan semakin lamanya penyimpanan obat. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena adsorpsi oleh wadah plastik dan penutupnya, atau penguapan dari pelarut. Pada umumnya sediaan bentuk larutan oral dikemas dalam gelas amber ( coklat atau berwarna gelap), karena wadah gelas relatif inert terhadap larutan-larutan air dalam kisaran pH yang sesuai untuk larutan oral.

4. Karakteristik Subjektif Produk Banyak segi kualitas produk seperti rasa dan bau yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, disebut elegansi farmasetika. Nilai keberhasilan dari produk farmasi berasal dari keberhasilan komersialnya dan signifikansi medisnya.

C. Komponen Sediaan Larutan 1. Zat Aktif Zat aktif bisa berbentuk padatan, cairan atau gas. 2. Pelarut : Pelarut air : Aquadest, Aqua pro injeksi, potable water Pelarut non-air : Etanol, polihidroksi alkohol, parafin cair, minyak nabati

3. Zat Tambahan Zat tambahan terdiri dari : Dapar Contoh : dapar sitrat, dapar fosfat, dapat asetat Density modifiers Biasanya digunakan untuk formulasi anestesi spinal. Larutan dengan densitas lebih rendah dari cairan serberospinal akan lebih mudah masuk. Dektrosa adalah bahan yang banyak digunakan untuk mengubah densitas larutan. Isotonicity modifiers Larutan untuk injeksi, penggunaan pada membrane mukosa, dan larutan optalmik volume besar harus dibuat iso-osmotik dengan cairan jaringan untuk menghindari rasa sakit dan iritasi. Zat yang banyak digunakan untuk mengubah isotonisitas adalah dekstrosa dan NaCl. Pengatur viskositas
9

Larutan topikal dengan basis atau pelarut air sulit untuk tetap tinggal pada area kulit atau mata pada waktu yang signifikan untuk memberi efek karena viskositasnya rendah. Untuk mengatasi hal ini dapat ditambahkan gelling agent seperti karbomer, polividone, dan hidroksiselulosa pada konsentrasi rendah. Pengawet Agen pereduksi dan antioksidan Dekomposisi produk farmasetika karena oksidasi dapat dikendalikan dengan penambahan zat agen pereduksi seperti Natrium metabisulfit, dan antioksidan, seperti BHA dan BHT. Pemanis - Karbohidrat BM rendah, seperti sukrosa - Polihidris alcohol, seperti manitol, sorbitol - Pemanis buatan, seperti aspartam, kalium asesulfam, L-fenilalanin Pewarna Pemilihan warna produk biasanya disesuaikan dengan flavoring agent yang dipilih, untk menambah daya tarik produk. Alami : Karamel, karotenoid, klorofil, antosianin Sintetik : Tartrazin

Flavoring agent Alami : Sari buah, minyak aromatik, fraksi distilasi dari herba dan rempah-rempah Sintetik

10

D. Evaluasi Sediaan 1. Evaluasi Organoleptik : Bau, rasa, warna 2. Evaluasi Sediaan : Etiket, brosur, label 3. Evaluasi Kejernihan : Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera di bawah sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga Suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari Suspensi padanan II. Baku opalesen. Larutkan 1,0 g hydrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,00 ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam. Pada 25,0 ml larutan ini tambahkan larutan 2,5 g heksamina P dalam 25,0 ml air, campur dan biarkan selama 24 jam. Untuk membuat baku opalesen, encerkan 15,0 ml suspense dengan air hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan. Suspensi padanan. Buatlah Suspensi padanan I sampai dengan Suspensi padanan IV dengan cara seperti yang tertera pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan. Suspensi Padanan I
Baku opalesen (ml) Air (ml)

II 10,0 90,0

III 30,0 70,0

IV 50,0 50,0

5,0 95,0

11

4. pH Sediaan : Pembuatan larutan dapar untuk pembakuan pH meter Pengukuran pH menggunakan pH meter.

5. Bobot Jenis ecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot at di udara pada suhu suhu yang sama. Prosedur unakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan . tur terhadap bobot air dengan volume dan

menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan, pada suhu hingga suhu at uji lebih kurang , masukkan ke dalam piknometer.

tur suhu

piknometer yang telah diisi hingga suhu

, buang kelebihan at uji dan timbang.

Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 6. Volume Terpindahkan Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 ml, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket. Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. .

12

Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu. Prosedur : Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur (tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan, suspensi atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Volume rata-rata larutan larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. 7. Evaluasi Kimia : Penetapan kadar : Sesuai monografi zat aktif Keseragaman kandungan

13

SUMBER : 1. Farmakope Indonesia III 2. Farmakope Indonesia IV 3. Teori dan Praktek Industri Farmasi 4. Remington : The Science and Practice of Pharmacy 5. Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, (2nd Edition) 6. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.

14

You might also like