You are on page 1of 14

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1

Spinal Anesthesia 2.1.1 Fisiologi Anestesi Spinal Anestesi spinal menghambat fungsi persarafan sensorik, motorik dan sistem simpatik. Anestesi lokal yang dimasukkan ke ruang subaraknoid memblok konduksi saraf yang berdiameter kecil dan tidak bermielin (saraf simpatis) lebih dulu dibandingkan saraf yang berdiameter lebih besar dan bermielin (saraf sensorik dan motorik). Anestesi spinal memblok sistem saraf simpatik lebih banyak dibandingkan saraf sensorik, hal ini menjelaskan anestesi spinal yang rendah tetap dapat menyebabkan hipotensi sistemik. Anestesi spinal yang terlalu tinggi dapat memblok saraf motorik sehingga terjadi paralisis otot abdomen dan interkostal, mengakibatkan menurunkan kemampuan batuk dan membuang dahak. Pasien juga dapat mengeluhkan dispnea walaupun ventilasi sudah adekuat karena kurang adekuat sensasi bernafas karena hilangnya proprioseptif pada otot abdomen dan toraks. Anestesi spinal diatas ! menghambat persarafan sistem saraf simpatis pada saluran cerna, sehingga saraf parasimpatis tidak ada yang menghambat menyebabkan kontraksi usus meningkat dan relaksasi dari sfingter. Anestesi spinal mempengaruhi ureter sehingga berkontraksi, namun muara ureterovesika berelaksasi. "lok rangsang aferen dari bagian yang dioperasi dengan anestesi spinal, selaras dengan hilangnya respon adrenokortikal untuk rangsang nyeri. "erkurangnya pendarahan selama anestesi regional dan jenis bedah tertentu menggambarkan penurunan tekanan darah sistemik, dan juga penurunan tekanan vena perifer, dimana peningkatan aliran darah ke ekstremitas bawah setelah blok sistem saraf simpatis membuat penurunan insiden dari komplikasi thromboemboli setelah operasi panggul.

2.1.2

Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi spinal Anestesi spinal digunakan untuk operasi yang melibatkan abdomen bagian bawah, inguinal, urogenital, perineum, rektal dan ekstremitas bawah. Anestesi spinal memiliki kontraindikasi absolut dan relatif. #ontraindikasi absolut dari anestesi spinal, antara lain$ (morgan) Pasien menolak #oagulopati dan bleeding diathesis %ika pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombosit dibawah &''.''' sel(mm), prothrombin time (P ) dan activated plasma thromboplastin time (aP ) memanjang, ada produk degradasi fibrin di plasma dan rendahnya kadar fibrinogen dan antithrombin ***. +ntuk mengatasi hal ini harus dikoreksi penyebabnya terlebih dahulu dan transfusi produk darah untuk menggantikan komponen koagulan yang kurang. (spinal dan anestesi). *nfeksi pada tempat penyuntikan ,ipovolemia berat Peningkatan tekanan intrakranial "akteremia Perlu diperhatikan bakteremia dapat menyebabkan epidural abses atau meningitis jika darah yang terinfeksi masuk ke dalam ruang epidural atau subaraknoid. +ntuk mencegah hal ini, dapat diberikan antibiotic untuk menurunkan risiko infeksi. (miller) Pasien yang tidak kooperatif -efisit neurologis .tenosis katup jantung -eformitas spinal berat

#ontraindikasi relatif dari anestesi spinal,antara lain$

2.1.3

Obat ang !igunakan pada Spinal Anestesi /airan anestesi yang biasa digunakan untuk spinal adalah jenis hiperbarik, dimana berat jenisnya lebih berat dibandingkan dengan cairan serebrospinal. %enis hiperbarik dapat dibuat dengan cara menambahkan

glukosa pada cairan anestesi, sedangkan untuk hipobarik dapat dibuat dengan menambahkan air steril. Pada posisi supinasi, cairan hiperbarik dapat dibawah atau mencapai setinggi 0 karena mengikuti kelengkungan dari torakolumbal. Posisi lateral dekubitus berguna pada operasi ektremitas bawah salah satu sisi, sehingga pasien miring kearah yang akan dioperasi selama )-! menit untuk mendapatkan blok pada sisi tersebut. Posisi duduk dapat terjadi saddle block, yaitu blok bagian lumbar dan sacral. Pada orang dengan skoliosis atau kifosis dapat mempengaruhi pergerakan dari cairan hiperbarik ini, serta metode penusukkan, yaitu dengan cara paramedian. Peningkatan tekanan intraabdomen atau kondisi yang dapat menambah volume vena epidural dapat menurunkan volume cairan serebrospinal, berhubungan dengan blok yang lebih tinggi. Pada ibu hamil, dosis untuk anestesi spinal dikurangi sampai &() dari dosis biasa. -engan bertambahnya usia, adanya kelainan vertebra seperti kifosis atau skoliosis, dapat menurunkan volume serebrospinal. Peningkatan tekanan serebrospinal dapat terjadi saat batuk, tegang atau turbulensi saat injeksi. 1bat Anestesi .pinal Prokain "upivacain &'3 solution ',4!3 dalam 7,5!3 etrakain dekstrose &3 solution dalam &'3 9idokain glukosa !3 dalam 5!-!' 4,!3 glukosa !'-4! 4!-&'' 6'-4! 6'-8' 0-7 &'-&5 &'-&6 8'-&5' &5'-50' Preparasi -osis (mg) Perineum, 2kstremitas bawah 4! 0-&' -urasi (menit) Plain 2pinefrin

Abdomen bagian bawah &5! &5-&0

Abdomen bagian atas 5'' &5-&7

0! 8'-&5'

6' &''-&!'

9idokain

!3

sudah

tidak

direkomendasi

lagi

karena

meningkatkan insiden gejala neurologis sementara. Penambahan adjuvant seperti vasokonstriktor dan opioid dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang durasi anestesi spinal. :asokontriktor, berupa epinefrin (',&-',5 mg) dan fenilefrin (&-5 mg), menurunkan ambilan dan klirens lokal anestesi dari cairan serebrospinal, sehingga memperlama analgesik spinal. .aat ini yang paling sering digunakan adalah hiperbarik bupivakain dan tetrakain. #eduanya memiliki onset yang lambat sekitar !-&' menit dan memiliki durasi yang panjang 8'-&5' menit. ;alaupun keduanya memiliki blok sensoris yang sama, namun tetrakain memiliki blok motorik lebih baik daripada bupivakain dengan dosis yang sama. 2.1." Ko#plikasi Anestesi Spinal "erikut adalah beberapa komplikasi dan efek samping yang sering dialami pasien yang dilakukan anestesi spinal $ Ko#plikasi neurologi #omplikasi neurologi dapat disebabkan karena trauma, secara langsung dapat disebabkan karena penusukkan jarum atau secara tidak langsung karena kompresi akibat hematoma atau abses. Parestesia dapat sering terjadi setelah operasi, dan dapat diatasi. $ipotensi ,ipotensi (tekanan sistolik dibawah 8' mm,g) terjadi pada &() pasien yang mendapat anestesi spinal. ,ipotensi ini terjadi karena blok dari saraf simpatis sehingga menurunkan venous return ke jantung dan menurunkan cardiac output dan atau menurunkan resisten vascular sistemik. ,al ini dapat diatasi dengan cara restorasi venous return untuk meningkatkan cardiac output, yaitu dengan cara menurunkan kepala !-&' derajat (autotransfusi) tanpa mempengaruhi efek obat spinal. .elain itu, dapat diberikan hidrasi yang cukup sebelum dilakukan anestesi spinal untuk meminimalisir efek venodilatasi dari blok saraf simpatis. <amun perlu diperhatikan pada pasien dengan fungsi jantung yang terbatas atau iskemia jantung. -apat juga diberikan

simpatomimetik

dengan

inotropik

positif

dan

efek

vasokonstriktor, seperti efedrin (!-&' mg *:). Bradikardi dan asistol <adi tidak berubah secara signifikan selama anestesi spinal. <amun &'-&!3 pasien dapat terjadi bradikardi. =isiko terjadinya bradikardi meningkat karena tingginya level sensorik dari anestesi, yaitu setinggi &- 0. ,al ini dapat diatasi dengan pemberian efedrin !-!' mg *:, atropine ',0-& mg *:, epinefrin ','!-',5! mg *:. %ika terjadi asistol diberikan epinefrin & mg *:. Post-dural puncture headache Post-dural puncture headache terjadi karena efek langsung dari penusukkan jarum yang membuat lubang di duramater, menghasilkan hilangnya cairan serebrospinal lebih banyak dari yang diproduksi sehingga dapat terjadi herniasi atau distensi dari pembuluh darah sebagai kompensasi karena volume otak yang tetap. Post-dural puncture headache dapat terjadi mulai &5-07 jam setelah penusukkan, muncul ketika sedang duduk atau berdiri dan membaik saat berbaring. <yeri kepala yang berdenyut dan tumpul dapat berada di oksipital atau frontal. -apat berkaitan dengan gejala mual, muntah, anoreksia dan malaise. >angguan penglihatan, berupa diplopia, penglihatan buram, fotofobia dapat terjadi karena regangan dari saraf ke 6 karena hilangnya cairan serebrospinal. Post-dural puncture headache dapat diatasi dengan cara bed rest, cairan dan analgetik dan kafein (!'' mg *:). Post-dural puncture headache dicegah dengan menggunakan jarum ;hitacre atau .protte, jarum ukuran kecil dan posisi penusukan yang paralel dengan serabut kauda ekuina. High Spinal Anesthesia ,ipotensi sistemik seringkali berkaitan dengan anestesi spinal yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan pasien mual dan agitasi. Anestesi spinal total adalah istilah yang digunakan jika blok sensorik dan motorik berlebihan diikuti dengan penurunan kesadaran. Apnea dan hilangnya kesadaran terjadi

karena paralisis iskemi dari pusat pernapasan karena hipotensi dan penurunan aliran darah ke daerah tersebut. ,ilangnya kesadaran dapat juga terjadi karena efek langsung dari obat lokal anestesi diatas foramen magnum sehingga pasien gagal mempertahankan tekanan darah sistemik. %ika pasien mendapat anestesi spinal terlalu tinggi maka dapat diubah menjadi anestesi umum karena dapat mengakibatkan kegagalan ventilasi. reatment dari anestesi spinal yang tinggi adalah dengan cara menjaga jalan nafas dan ventilasi serta menjaga sirkulasi dengan simpatomimetik dan infuse cairan. %ual dan #untah erjadi karena peningkatan aktivitas dari saraf parasimpatis pada saluran cerna (karena sistem saraf simpatisnya di-blok), sehingga terjadi peningkatan peristaltik saluran cerna. &etensi urin =etensi urin terjadi karena adanya inervasi ke kantung kemih yang akan berkontraksi dari muara , sehingga perlu pemakaian kateter. Ba'ka'he -apat terjadi karena ligament tertarik ketika blok sensorik dan relaksasi dari otot skeletal sehingga posisi yang tidak nyaman dapat mengakibatkan sakit punggung. $ipo(entilasi Penurunan kapasitas vital paru terjadi jika blok motorik melebihi ke dermatom thoraks bagian atas dan servikal. ,ilangnya proprioseptif dari otot interkostal dapat menghasilkan perasaan dispnea. ,ipoventilasi dapat diperberat dengan penggunaan obat yang menghasilkan rasa mengantuk selama anestesi spinal, sehingga perlu dipasang pulse oximetry dan juga capnography

2.2

Trans)*rethral &ese'tion o+ the Prostate

+=P dilakukan pada pasien yang mengalami pembesaran prostat jinak. -i mana +=P merupakan tindakan bedah yang tidak terlalu invasif untuk mengurangi volume prostat sehingga retensi urine yang terjadi dapat berkurang. +=P dilakukan dengan memasukkan kamera endoskopi untuk memvisualisasi prostat dan resectoscope yang menyerupai kauter untuk membakar dan membuang sebagian dari prostat. =esectoscope menggunakan aliran listrik untuk membuang bagian ? bagian dari prostat, di mana darah dan jaringan yang menghalangi visualisasi akan dikeluarkan dengan menggunakan cairan irigasi. Alat yang digunakan untuk melakukan +=P juga memiliki irrigation solution pole, yang merupakan alat untuk menyemprotkan cairan irigasi yang dapat diatur tekanannya. 2.2.1 Peran ,airan Irigasi pada T*&P /airan irigasi digunakan untuk mengalirkan keluar sisa ? sisa jaringan prostat yang telah direseksi dan juga darah agar lapangan pandang operator dapat terjaga. /airan irigasi ini akan disemburkan ke dalam vesica urinaria, di mana cairan irigasi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan $ /airan yang digunakan harus isotonik atau mendekati isotonik (bila hipotonik dapat menyebabkan hemolisis) Electrically inert untuk mencegah terjadinya luka bakar karena reaksi antara resectoscope dengan elektrolit yang ada. /airan yang non-toksik ransparant agar lapangan pandang dapt divisualisasi dengan baik. A@uadestilata merupakan cairan yang inert dan non toksik serta transparan, namun sangat hipotonik sehingga bila diserap ke dalam sirkulasi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hemodilusi dengan cepat yang berakhir dengan cerebral edema dan komplikasi lainnya. "eberapa dari cairan irigasi yang dapat digunakan antara lain $ >lycine Aannitol )3

>lukosa 5.! ? 03

Pemilihan cairan irigasi merupakan hal yang penting karena cairan irigasi akan diserap sebagian oleh sinus ? sinus vena yang ada di dalam vesica urinaria. ,al ini dapat menyebabkan dilusi dari volume intravaskular sehingga menimbulkan kondisi hipo-osmolar yang akhirnya bisa fatal. Ada juga kondisi ? kondisi tertentu yang dapat disebabkan oleh cairan ? cairan irigasi tertentu (misalnya hiperammonemia pada pasien yang diberika >lycine untuk irigasi). 2.2.2 Posisi Pasien pada Operasi T*&P Pada operasi +=P, pasien akan diposisikan dalam posisi lithotomy, di mana pasien dalam posisi berbaring telentang dengan kedua kaki diangkat dan ditopang dengan penyangga. Pinggang pasien difleksikan pada sudut 7' ? &''', dengan kedua kaki diabduksi sekitar )' ? 0!', kedua kaki juga berada dalam keadaan sedikit terotasi ke arah luar (external rotation). Posisi ini memiliki beberapa risiko yang harus diperhatikan $ &. Perubahan preload ,al ini disebabkan karena lebih tingginya posisi kaki dibandingkan kepala sehingga venous return akan meningkat sejalan dengan aliran balik darah yang mengikuti gravitasi. ,al ini menyebabkan peningkatan dari cardiac output, tekanan intra-kranial, dan tekanan vena sentral. 5. Pergeseran organ viscera ke arah cephalad Pergeseran organ viscera ini akan menyebabkan terdorongnya diafragma ke atas sehingga diafragma lebih sulit untuk mengembang, akibatnya didapati functional residual capacity dan tidal volume yang menurun. ). =isiko trauma pada tulang belakang rauma yang terjadi biasanya adalah torsi dari tulang belakang bagian lumbal, yang terjadi saat pengangkatan dari kedua kaki ke atas penyangga yang tidak dilakukan secara bersamaan.

0.

rauma pada saraf rauma pada saraf terjadi akibat penekanan pada saraf tersebut sehingga vaskularisasinya terganggu. Penekanan ini biasanya terjadi pada kedua kaki yang ditopang oleh penyangga, yang tidak diberi bantalan (padding), biasanya saraf yang terkena adalah <ervus peroneus komunis (peroneal common nerve), yang memberi gejala berupa lower extremity motor neuropathy.

2.2.3

T*&P S ndro#e 2.2.3.1 %ekanis#e T*&P S ndro#e +=P syndrome merupakan komplikasi dari +=P yang disebabkan karena absorbsi dari cairan irigasi dalam jumlah besar (dapat mencapai 7 liter) yang menyebabkan terjadinya hemodilusi dari volume intravaskular. ,emodilusi yang terjadi menyebabkan kondisi hipoosmolar yang akan menyebabkan masuknya cairan ke dalam sel, akhirnya terjadi edema jaringan, salah satunya adalah di otak, menyebabkan terjadinya cerebral edema. .elain itu dapat juga terjadi hiponatremia dan overload cairan intravaskular yang menyebabkan terjadinya gagal jantung kongestif, biasanya pasien akan mengalami penurunan kesadaran terlebih dahulu yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah, setelah beberapa saat makan tekanan darah akan turun dan pasien mengalami syok kardiogenik 2.2.3.2 -ejala T*&P S ndro#e =isiko +=P syndrome cukup tinggi pada pasien ? pasien tertentu, terutama pasien dengan hal ? hal berikut $ 9ama operasi lebih dari &!' menit +kuran prostat lebih dari 0! gram Acute urinary retention =isiko +=P syndrome lebih tinggi pada pasien +=P dengan gejala obstruksi yang dilakukan

yang akut, atau baru ? baru ini, bila dibandingkan

dengan yang sudah lama (kronik) mengalami retensi urine. Kardiopul#onari ,ipertensi "radicardia Arrhytmia =espiratory -istress /yanosis ,ipotensi dan .yok +sia pasien lebih dari 7' tahun Siste# Sara+ Pusat Aual dan muntah >elisah #ebutaan #ejang 9etargi dan koma Aidriasis pupil

-injal dan $e#atologi ,yperammonemia ,yponatremia ,ypoosmolality ,emolysis Acute #idney *njury ,yperglycinemia

2.2.3.3 %anaje#en T*&P S ndro#e Pada saat operasi berlangsung, pasien harus terus dimonitor untuk gejala ? gejala awal yang mungkin muncul, di mana biasanya berupa gejala neurologis (perubahan kualitas kesadaran) dan peningkatan tekanan darah, selama preoperatif juga sebaiknya telah dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk mengetahui kadar <atrium darah sehingga sewaktu ? waktu sapat diketahui apakah sudah terjadi hiponatremia atau belum. "ila pasien dicurigai mengalami +=P syndrome, maka $ &. ,entikan operasi sesegera mungkin. 5. "erikan diuretik berupa Burosemide sebanyak 5' mg *: untuk mengeluarkan kelebihan cairan. ). Pastikan oksigenasi pasien tetap baik karena pasien memiliki risiko hipoksia akibat edema paru. >unakan face mask atau nasal cannule dan pertimbangkan intubasi endotrakeal bila diperlukan. 0. Ambil darah pasien untuk mengetahui keadaan asam ? basa dan elektrolitnya. !. #oreksi dengan hypertonic saline (<a/9 )3) bila pasien dalam kondisi hiponatremia berat yang simptomatik. 6. "ila pasien mengalami kejang berika antikonvulsan berupa AidaColam 5 ? &' mg atau -iaCepam ! ? 5' mg. 2.3 $ipertensi pada Anestesi 2.3.1 !e+inisi dan Kategori $ipertensi

Aenurut %oint <ational /ommittee on 2valuation, -etection , and Prevention of ,igh "lood Pressure (%</), tekanan darah optimal untuk dewasa adalah kurang dari &5' mm,g untuk sistolik dan kurang dari 7' mm,g untuk diastolic. #ategori untuk tekanan darah tercantum dalam table berikut. Kategori Sistolik !iastolik 1ptimal D &5' D7' <ormal D&)' D 7! <ormal tinggi &)'-&)8 7!-78 ,ipertensi stage & &0'-&!8 8'-88 ,ipertensi stage 5 &6'-&48 &''-&'8 ,ipertensi stage ) E&7' E&&' *., E&0' D8' PP, Pulse pressure E 6! mm,g *., $ *solated .ystolic ,ypertensionF PP, $ Pulse Pressure ,ypertension .umber $ 2.3.2 .tiologi $ipertensi "eberapa etiologi dari hipertensi$ ,ipertensi esensial 2tiologi tidak diketahui =enal >lomerulonefritis akut atau kronis, pielonefritis kronik, polikistik, diabetic nefropati, retensi natrium, hidronefrosis. 2ndokrin .indrom /ushing, aldostronisme, hipotiroidisme, hipertiroidisme, kortikosteroid <eurogenik Psikogenik, peningkatan tekanan intrakranial, >uillain-"arre syndrome, sleep apnea 9ain-lain #oartasio aorta, hipertensi karena kehamilan, hiperkalsemia, penggunaan alcohol dan obat-obatan, stress akut akibat operasi 2.3.3 Ko#plikasi $ipertensi "erikut adalah komplikasi dari hipertensi yang sering ditemui

dalam perjalanan penyakitnya $ #ardiovaskular Aata Perubahan vascular yang menyebabkan retinopati hipertensi dan retinopati arteriosklerotik >injal /erebral .troke atau transient ischemic attack ( *A) 2.3." %anage#en Anestesi pada Pasien dengan $ipertensi Preoperati+ .elain anamnesis dan pemeriksaan fisik rutin, perhatian lebih harus dilakukan untuk mengetahui etiologi, tingkat keparahan hipertensi, tipe hipertensi, pengobatan saat ini, dan kerusakan organ target. 1bat antihipertensi memiliki implikasi yang berbeda pada anestesi. 1bat diuretik menyebabkan hipokalemi kronis dan hipomagnesemia, yang dapat menyebabkan aritmia. .erum elektrolit harus di cek saat preoperatif. +ntuk evaluasi kardiovaskular, 2#> dan foto rontgen thoraG merupakan tes minimal. ,ipertrofi ventrikel kiri meningkatkan risiko miokardiak iskemik perioperatif. +ntuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kratinin, dan blood urea nitrogen. %ika terdapat gagal ginjal kronis maka pemeriksaan hiperkalemia dan peningkatan plasma volume harus diperhatikan. +ntuk evaluasi cerebrovascular, riwayat kecelakaan cerebrovaskular dan *A ataupun adanya retinopati hipertensi harus di cari dengan seksama. 1perasi elektif harus ditunda sampai tekanan darah mencapai ,ipertrofi ventrikel kiri Angina atau infark miokard Aritmia >agal jantung

dibawah &7'(&&' mm,g. "ila dimungkinkan penurunan dilakukan dalam 6-7 minggu untuk mencapai dibawah &0'(8' mm,g. Penggunaan obat antihipertensi harus dilanjutkan sampai hari operasi. #arena penghentian obat dapat menimbulkan efek withdrawal dan meningkatkan risiko iskemik miokard. Intraoperati+ Aonitoring yang harus dilakukan pada pasien dengan hipertensi antara lain $ o 2#> Ainimal lead :! dan ** untuk melakukan analisis . segment o ekanan darah Aonitoring secara kontinu diperlukasn karena instabilitas tekanan darah pada pasien seperti ini o #ateter arteri pulmonal +ntuk menangani penggantian cairan dan monitorin fungsi ventrikel o Pulse oGymeter +ntuk memonitor aliran darah perifer dan oksigenasi o End-tidal C ! analy"er +ntuk menjaga normokarbia o emperature dengan menggunakan obat-obat intravena dapat *nduksi

dilakukan dengan perhatian khusus pada tekanan darah, dimana dapat terjadi penurunan tekanan darah. .eluruh obat-obatan dapat diberikan kecuali ketamine karena dapat menyebabkan hipertensi dan takikardia. .ementara untuk maintenance dapat menggunakan obat-obat inhalasi ataupun intravena. idak ada kontraindikasi untuk pasien dengan hipertensi selama tekanan darah diperhatikan agar tidak turun akibat anestesi yang terlalu dalam. Postoperati+ Aanagemen postoperative bergantung pada etiologi hipertensi, dantingkat hipertensi. Penyebab dari hipertensi tersebut harus di terapi. 1bat-obatan antihipertensi harus diberikan bila terdapat hipertensi postoperative. ,ipertensi postoperative dapat disebabkan

oleh nyeri, hipoksemia, hiperkarbia, reaksi akibat endotrakeal intubasi, bladder yang penuh, hipotermia, hipervolemia akibat terapi cairan, dan efek withdrawal dari pengobatan sebelumnya.

You might also like