You are on page 1of 23

Beningn Prostat Hyperplasia(BPH) Nurfaaza Binti Senin NIM: 102009295 Fakultas KedokteranUniversitas Kristen KridaWacana, Jl.Arjuna Utara No.

6, Jakarta 11510 Email: nrfz_snn2004@yahoo.com

Pendahuluan
LATAR BELAKANG MASALAH

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kondisi urologi yang sering mengenai pria seiring dengan bertambahnya usia. Kelenjar prostat yang mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi besar akan menggangu aliran urethra. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Simptom yang berasosiasi dengan BPH juga dikenali dengan gejala saluran kemih bawah / lower urinary tract symptoms (LUTS).

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 1

Pembahasan
ANAMNESIS1

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Anamnesis sangatlah penting. Identitas pasien tidak dilupakan dan seterusnya menanyakan langsung tentang keluhan utama yang membawa pasien ke rumah sakit dan riwayat penyakit sekarang. Antara pertanyaan yang bisa ditanyakan adalah seperti: 1) Berapa lamakah sudah merasakan kesulitan untuk berkemih? 2) Adakah kesulitan berkemih ini mengganggu aktivitas seharian pasien? 3) Apakah sering merasakan seperti mahu berkemih? 4) Bagaimanakah dengan pancaran air kencing pasien? 5) Adakah sering merasakan mahu kencing pada malam hari? Tambahan anamnesis: Adakah mempunyai riwayat: o Hematuria, UTI, diabetes, trauma urethra, pernah mendapat medikasi atau tidak Setelah ditanyakan keluhan pasien ditanyakan juga riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit sekarang. Untuk kasus ini didapatkan: Pasien pernah dirawat di RS dan selama perawatannya itu dia pernah dipasang kateter.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 2

PEMERIKSAAN FISIK2
Pada kasus didapatkan: TD: 120/8 mmHg, FN: 84x/ menit, Frekuensi nafas: 20x/ menit

Dilakukan palpasi pada ginjal, palpasi dan perkusi pada kantung kemih, palpasi urethra dan dilakukan pemeriksaan colok dubur.

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan:

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) b. Simetris/ asimetris c. Adakah nodul pada prostate d. Apakah batas atas dapat diraba e. Sulcus medianus prostate f. Adakah krepitasi

Gambar 1: Pemeriksaan rectal toucher3


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Page 3

Pada hiperplasia prostat menunjukkan: Konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Pada carcinoma prostat: Konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Pada batu prostat: Teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadangkadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG4
1) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urin dapat memberi keterangan adanya kelainan lain yang penting yang harus diperhatikan dalam penanganan penderita selanjutnya seperti apakah penderita ada penyakit seperti diabetes mellitus atau proteinuria yang dapat memberi petunjuk adanya gangguan pada ginjal. Sekiranya terdapat leukistoria harus difikirkan adanya infeksi dan jika terdapat hematuria mikroskopik harus difikirkan adanya adanya batu atau keganasan.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 4

Pemeriksaan fungsi ginjal: didapatkan dari pemeriksaan kadar ureum, kreatinindan elektrolit pada darah.

Biakan kuman dan test sensitivitas dapat memberi keterangan adanya infeksi dan sekaligus identifikasi kuman dan pemilihan antibiotika yang tepat.

2) Pemeriksaan radiologik

Pada masa sekarang, pemeriksaan radiologik dapat dilakukan dengan pelbagai cara misalnya dengan pengambilan foto polos perut dan pielografi intra vena yang sangat terkenal dengan istilah BNO dan IVP. Selain itu juga bisa dilakukan pemeriksaan sistogram

retrograde, transrektal ultrasonografi, MRI dan juga CT scan.

a. Foto polos abdomen Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk mengetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat

b. Pielografi Intravena (IVP) Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

c. Sistogram retrograde Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena retensi urin.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 5

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS) optional testSesuai dengan rekomendasi dari International Consensus Committee WHO (1993) di Paris. TRUS ini hanya termasuk optional test untuk mengukur besarnya prostat yang dapat dipakai menentukan teknik operasi yang akan dilakukan apakah open prostatektomi atau TUR-P disamping itu juga digunakan sebagai penuntun untuk melakukan biopsi pada daerah yang dicurigai adanya malignancy/keganasan yang memberikan gambaran hypoechoic.

TRUS memberikan gambaran volume prostat yang lebih akurat dibandingkan dengan DRE. Pada sebagian kasus, ketepatan pengukuran volume prostat dengan TRUS berhubungan dengan gejala- gejala LUTS. Untuk mendapatkan volume prostat secara akurat, harus dibuat pengukuran secara akurat dalam 3 dimensi; anterior-posterior; coronal; dan sagital. Berat prostat dalam gram, kurang lebih sama dengan volumenya karena berat berat jenis prostat adalah antara 1 1,05

e. MRI atau CT scan Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 6

DIAGNOSA BANDING5
1. Batu saluran kemih Batu ini bisa terbentuk pada ginjal, ureter, vesika urinaria dan juga urethra. Gejala klinik: Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih: Menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter , pelvis renalis maupun tubulus renalis : Menyebabkan nyeri punggung ataukolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya: Mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih, menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 7

2. Stiktur urethra Berkurangnya diameter dan atau elastisitas yang disebabkan oleh jaringan urethra diganti jaringan ikat yang kemudian mengkerut menyebabkan lumen urethra mengecil. Gejala dan tanda: Gejala yang khas: pancaran buang air seni kecil dan bercabang. Gejala lain: iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang- kadang dengan infiltrat, abses dan fistel. Gejala lanjut: retensio urin

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 8

DIAGNOSA KERJA5, 6, 7
Beningn Prostat Hyperplasia(BPH) Merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di Indonesia. Di Jakarta, penyakit ini merupakan kelainan kedua tersering setelah batu saluran kemih. BPH merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.

Kelenjar Prostat terbagi atas lima lobus yaitu lobus medius, Lobus lateralis (2 lobus), Lobus anterior, Lobus posterior. Lobus yang sering terkena BPH adalah Lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat prostat pada penderita BPH bisa mencapai 60-100 gram (normal 20-25 gram). Ukuran normal prostat: Tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20-25 gram.

Cara untuk mendiagnosa BPH: Sering mengeluh dari 3 gejala utama: Pancaran yang lemah Sering Kencing pada malam hari

Diagnosis BPH dapat ditegakkan melalui: 1. Anamnesis : adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif 2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba. 3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 9

Faktor risiko: Meningkatnya usia ( > 60 tahun) Fungsi testikular yang normal

Sistem skoring International Prostate Skoring System (IPSS) Untuk kasus yang dicurigai BPH, diagnosis bisa ditarik dengan beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skorAmerican Urological Association (AUA). Ianya bertujuan Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai 5, sedangkan keluhan yang menyangkut dengan kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor itu, dikelompokkan dalam 3 derajat, ringan, sedang dan berat.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 10

Gambar 2: Skor International Prostate Skoring System (IPSS)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 11

Efek patologik pembesaran prostat: Oleh karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan- lahan maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga menjadi perlahan- lahan. Perubahan ini disebabkan oleh kombinasi: Resistensi urethra daerah prostat Tonus trigonum dan leher vesika Kekuatan kontraksi detrusor

Setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi dan apabila lebih besar disebut divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin total.

GEJALA KLINIK
Terbagi kepada 2 gejala yaitu: 1) Gejala obstruktif Merupakan gejala yang disebabkan oleh detrusor yang gagal berkontraksi dengan kuat atau cukup lama sehingga kontraksi terputus- putus. Menunggu pada permulaan miksi (hesitency) Miksi terputus (intermittency) Menetes pada akhir miksi (terminal dribling) Pancaran menjadi lemah Berasa belum puas sehabis miksi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 12

2) Gejala iritatif Merupakan gejala yang disebabkan oleh pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan perangsangan pada vesika urinaria sehingaa vesika sering berkontraksi walaupon belom penuh. Bertambah frekuensi miksi Nokturia Miksi sulit ditahan Nyeri pada waktu miksi

ETIOLOGI6
Belum diketahui secara pasti, terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen. Pada umur diatas 50 tahun, pada orang laki-laki akan timbul mikronodule dari kelenjar prostatnya. Saat ini terdapat beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain: 1) Teori Hormonal Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 13

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2) Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan) Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor, transforming growth 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

3) Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat Karena Berkurangnya Sel yang Mati

4) Teori Dihidro Testosteron (DHT) Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yan g masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 14

5) Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

EPIDEMIOLOGI7
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dekad ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia1.

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

PATOFISIOLOGI5,6,7
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 15

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

TATALAKSANA8
Berdasarkan derajat berat klinik yang dibagi menjadi 4 gradasi yaitu: 1) Derajat 1: apabila ditemukan keluhan prostatimus, pada DRE ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari 50 ml. 2) Derajat 2: ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, tetapi pada derajat ini, prostatnya teraba lebig menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml i tetapi kurang dari 100 ml. 3) Derajat 3: sama seperti derajat kedua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. 4) Derajat 4: retensi total

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 16

Terapi Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi.

1) Penghambat adrenergik a-1 Mekanisme: Bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Kemudian akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat. Efek samping: Penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

2) Penghambat enzim 5a reduktase Mekanisme: Bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi. Efek samping obat: Menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

3) Fitoterapi Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan: Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 17

Terapi non- medikamentosa

Sudah bisa diindikasikan untuk penderita dengan derajat dua dan cara yang terpilih adalah Trans Urethral Resecton (TRU P). Cara ini merupakan tindakan yang invasif dan memerlukan tindakan pembiusan. Namun begitu ia masih dianggap aman. Operasi lain yang bisa dilakukan adalah:

i.

Open simple prostatectomy

Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100 gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-23. Teknik transvesikal

Membuka vesika dan prostat dinukleasi dari dalam vesika Keuntungan: dapat sekaligus mengangkat batu vesika atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugian: harus membuka vesika sehingga memerlukan memakai kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh.

Teknik retropubik

Membuka kapsel prostat tanpa membuka vesika dan kemudian prostat dienukleasi dari retropubik. Sesuai untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Keuntungan: Darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.

Kerugian: Infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 18

ii.

Terapi Invasif Minimal Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi3. Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.

Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih yang tinggi)3. Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi retrograd

iii.

Terapi laser

Teknik yang populer adalah TULIP ( Trans- urethral Ultrasound Guided Laser Induced Prostectomy) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy. Keuntungan: Pendarahan minimal. Kerugiannya: Tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang mahal. Efek samping: Pendarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%)3.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 19

iv. -

Pemasangan stent Dipasang pada urethra pars prostatik. Merupakan cara mengurangkan obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif. Merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapat terapi yang lebih invasif.

KOMPLIKASI
BPH dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut: a. Inkontinensia Paradoks b. Batu Kandung Kemih c. Hematuria d. Sistitis e. Pielonefritis f. Retensi Urin Akut Atau Kronik g. Refluks Vesiko-Ureter h. Hidroureter i. Hidronefrosis j. Gagal Ginjal

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 20

PENCEGAHAN9
Walaupon tidak ada caranya untuk mencegah dari terjadinya pembesaran prostat, terdapat beberapa cara yang dapat diguna pakai untuk mereduksi gejala- gejala BPH. Antaranya adalah:

Mengurangi pengambilan cairan pada waktu petang terutama minuman yang mengandung alkohol dan kafein. Mengurangi pengambilan cairan ini akan dapat mengurangkan kekerapan untuk berkemih pada malam hari.

Bertanya kepada dokter jika dapat mengubah atau meminimalisasikan pengambilan obat yang dapat memperburuk gejala BPH. Antara pengobatan ini adalah antihistamin, obat diuretik, atau obat antidepresan.

Coba untuk mengosongkan kantung kemih dengan sempurna.

PROGNOSIS9
Pengobatan dan operasi keduanya adalah bertujuan untuk melegakan dan mengurangi simtom pada BPH. Operasi merupakan tindakan utama dalam mengurangi simptom tetapi juga mempunyai komplikasi yang lebih besar dari pengobatan.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 21

Penutup
KESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksi dan gejala iritatif. Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif.

SARAN

BPH merupakan penyakit yang bermakna untuk pria yang semakin meningkat usianya. Pencegahan dari terjadinya pembesaran prostat adalah satu perkara yang mustahil karena dengan meningkatnya usia, faktor- faktor terjadinya BPH semakin meningkat. Oleh itu amat diharapkan dapat mengurangi gejala- gejal BPH seperti mengurangi pengambilan cairan pada siang hari (terutama alkohol dan kafein), meminimalisasi pengambilan obatan yang bisa memperberat gejala BPH seperti diueretik. Ini karena obatan ini dapat memperlemah otot kandung kemih. Dan juga mencoba untuk menggunakan masa yang ada untuk mengosongkan kantung kemih dengan sempurna.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 22

Daftar Pustaka

1) Supartondo. Setiyohadi B. Anamnesis. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th Ed, Jilid 1. Jakarta: Interna publishing; 2009.p.25-8. 2) Cleopas Martin Rumende. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editors. 2009.p. 935- 945 3) Gambar pemeriksaan rectal toucer http://www.google.co.id/imgres?q=rectal+toucher. 20 oktober 201. 4) Drew provans and Andrew Krentz. Renal medicinie. In: Oxford International Press, editors. Oxford handbook of clinical and laboratory investigation. 2002.p. 423- 458 5) Kumpulan ilmu bedah, Universitas Indonesia. Batu saluran kemih dan striktur urethra. 2002.p.152- 161. 6) Alex Acornly, Anil K. Agarwal and Bagar Ali. Urology, BPH. In: Greg McLatchie, Neil Borley and Jo Chikwe, editors. Oxford handbook of clinical surgery. 2007. 342343. 7) Tony Kendrick, Chantal Simon and Hazel Everitt. Renak medicine n urology, BPH. In: Simon, Chantal; Everitt, Hazel; Kendrick, Tony, editors. Oxford handbook of general practice, 2nd edition. 2005. P. 686- 687 8) AUAFoundation. Management of BPH. January 2011. (cited 20 october 2011) available from URL: http://www.urologyhealth.org/urology. 9) Faculty of the Harvard medical school. BPH. 2007. (cited 21 october 2011) Available from URL: http://www.sparkpeople.com/resource/health_a-z_detail.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Page 23

You might also like