You are on page 1of 64

Askep ARTRITIS REUMATOID

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Muskuloskeletal: Gout dan Rheumatoid Arthritis. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Gout dan Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal. 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai : a. Tujuan umum Diharapkan agar Mahasiswa/i tingkat II Program Studi D III Keperawatan, mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.

b. Tujuan khusus - Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal. - Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit arthritis gout. - Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan arthritis gout. - Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit rheumatoid arthritis. - Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan rheumatoid arthritis. - Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal : Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis

BAB II KONSEP DASAR

ARTRITIS REUMATOID A. Pengertian Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan,kerusakan pada sendi tulang ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859) Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536) Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). B. Etiologi Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi.Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001). Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu: 1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus. 2. Endokrin 3. Autoimmun 4. Metabolik 5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

C. Patofisiologi Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan kontraksi otot. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus. D. Gambaran Klinis Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang. c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam. d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang. e. deformitas: kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang

dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai padamiokardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati. E. Penatalaksanaan Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat obatan. Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing. Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari hari dirumah maupun ditempat karja. Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari batuan klub penderita, badan badan kemasyarakatan, dan orang orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga mereka. Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa masa dimana klien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu. Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan : NSAIDs

Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama. Kortikosteroid Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius. Obat remitif (DMARD) Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas. F. Komplikasi Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN REMATOID ARTRITIS A. Pengkajian Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya. 1. Aktivitas/ istirahat Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada sendi. 2. Kardiovaskuler Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal). 3. Integritas ego Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktorfaktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain). 4. Makanan/ cairan Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ ) Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa. 5. Hygiene Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan 6. Neurosensori Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan. Gejala : Pembengkakan sendi simetris. 7. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ). 8. Keamanan Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa. 9. Interaksi sosial Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi. B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi. 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot. 3. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas. C. Intervensi Dan Implementasi Keperawatan Diagnosa keperawatan I : nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi. Tindakan Rasional Mandiri : Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal. Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan. Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi. Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan Berikan masase yang lembut. meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping. Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien. Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat. Kolaborasi : Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam

terapi. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk Asetilsalisilat (Aspirin).

NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen. D-penisilamin (cuprimine).

Antasida

Produk kodein Obat-obatan: Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan. Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin. Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi. Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung. Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat. Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang. Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit. Berikan kompres dingin jika dibutuhkan. Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut. Pertahankan unit TENS jika digunakan. Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi nyeri. Siapkan intervensi pembedahan, missal sinovektomi. Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif. Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,

nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot. Tindakan Rasional Mandiri : Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi. Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi. Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas. Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit. Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace. Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. Mencegah fleksi leher. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, dan berjalan. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda. Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh. Kolaborasi : Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional. berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas. Berikan matras busa/ pengumbah tekanan. Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus. Berikan obat obatan sesuai indikasi : Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.

Steroid. Obat obatan : Krisoterapi ( garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis / terus menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik. Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.

Siapkan intervensi bedah : Atroplasti. Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon,ganglionektomi. Implan sendi. Intervensi bedah : Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi. Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas. Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas. Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas. Tindakan Rasional Mandiri : Dorongn klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa depan. Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung. Diskusikan arti dari kehilangan / perubahan pada klien / orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam berfungsi dalam gaya hidup sehari hari, termasuk aspek aspek seksual. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut. Diskusikan persepsi klien ,mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan klien. Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri. Akui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan. Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi. Obesrvasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh. Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi lebih lanjjut / dukungan psikologis. Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif. Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri. Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas. Meningkatkan perasaan kompetensi/ harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi. Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klien. Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri. Berikan respon/ pujian positif bila perlu.

Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri. Kaloborasi : Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog, pekerjaan

sosial. Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan. Berikan obat obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat obatan eningkatan alam perasaan Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif. D. Evaluasi Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1) Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri. 2) Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas. 3) Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu. 4) Tercapainya pemenuhan perawatan diri. 5) Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah penyakit degeneratif jangka panjang. 6) Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. B. Saran Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal, Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1.Jakarta : Salemba Medika. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC. Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1.Yogyakarta : Graha Ilmu. Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.Jakarta : EGC. Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1. Jakarta : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL : ARTHRITIS GOUT DAN RHEUMATOID ARTHRITIS
MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas mata ajaran Keperawatan Medikal Bedah III

oleh :

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN Sekolah tinggi ilmu kesehatan santo borromeus bandung

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penulisan

Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju ere profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya pereanan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna

mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal: Gout dan Rheumatoid Arthritis. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Gout dan Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem

muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal.

1.2

Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai :

a. Tujuan umum Diharapkan agar Mahasiswa/i tingkat II Program Studi D III Keperawatan, mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.

b. Tujuan khusus Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal. Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit arthritis gout. Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan arthritis gout. Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit rheumatoid arthritis. mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan rheumatoid arthritis. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal : Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.

1.3

Metode Penulisan Dalam menyusun makalah ini, penulis mengunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.

1.4

Sistematika penulisan Dalam penyusunan makalah ini, penulis membagi dalam tiga bab, yaitu BAB I Pendahuluan yang berisi: latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis yang berisi : anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal, konsep penyakit arthritis gout, konsep asuhan keperawatan pada klien dengan arthritis guot, konsep penyakit rheumatoid arthritis, dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan rheumatoid arthritis. BAB III Penutup berisi: kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN TEORETIS

2.1 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL 1. Anatomi Fisiologi Rangka Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Gambar : tulang pada tubuh manusia

(http://kerzt.files.wordpress.com/2009/02/normal.gif)

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang tulang (sekitar 206 tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.

a. Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso. 1. Kolumna vertebra 2. Tengkorak Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ panca indera. Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi. Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.

Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring. b. Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial. c. Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih. Fungsi Sistem Rangka : 1. Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga memberi bentuk pada tubuh. 2. Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak, adanya persendian. 3. Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh. 4. Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow). 5. Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow).

Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu : Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya terdiri dari tulang karang, bagian luas terdiri dari tulang padat. Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri dari 2 tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat disebelah luar. Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.

Struktur Tulang Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek, panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak beraturan. Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya.Bagian tulang tumbuh secara longitudinal,bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder. Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem harvest. Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri. Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan pertumbuhan maksimal. Tulang merupakan jaringan yang dinamis walaupun demikian pertumbuhan yang seimbang pembentukan dan penghancuran hanya berlangsung hanya sampai usia 35 tahun. Tahun tahun berikutnya rebsorbsi tulang mengalami

percepatan

sehigga

tulang

mengalami

penurunan

massanya

dan

menjadi

rentan

terhadap

injury.Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut : Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor. Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik. Apabila kadar kalsium meningkat maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar kalsium dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja untuk memelihara keseimbangan. Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal. Menghambat reabsorbsi tulang dan meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal bila di perlukan. Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus, juga memberi kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang. Proses Pembentukan Tulang Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar ultraviolet matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi denagan kalsium dan fosfor, vitamin ini penting untuk pembentukan tulang. Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin, termasuk vitamin D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah D3 (kolekalsiferol), yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada kulit ketika dikenai sinar ultraviolet matahari. D3 pada kulit atau makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa globulin sebagai transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25 dihidroksi kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan ke ginjal untuk transformasi ke dalam metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25 dihydroxycho lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya kalsitriol yang di produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan kadar fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor penambahan produksi kalsitriol terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH atau pengurangan kadar fosfat dalam cairan darah. Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus secara optimal dan bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk membantu pengaturan kalsium darah. Akibatnya, kalsitriol atau pengurangan vitamin D dihasilkan karena pengurangan penyerapan kalsium dari usus, dimana pada gilirannya mengakibatka stimulasi PHT dan pengurangan,baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah. Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum menurun sekresi hormone parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct dalam menyalurkan kalsium ke dalam darah lebih lanjutnya hormone ini menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal dan memfasilitasi absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya. Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.

Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan hormone ini dapat meningkat atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau meningkatkan matriks organic. Tulang ini juga membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor dari usus kecil.

Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan menghambat hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada masa menopause, wanita sangat rentan terjadinya massa tulang (osteoporosis).

Persendian Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada persendian).

Gambar. Sendi Klasifikasi struktural persendian : Persendian fibrosa Persendian kartilago Persendian synovial.

( http://www.e-

dukasi.net/mapok/mp_files/mp_376/images/hal14a.jpg)

Klasifikasi fungsional persendian : Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati Secara structural, persendian ii dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago. Amfiartrosis Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respon terhadap torsi dan kompresi . Diartrosis Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi sinovial.Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.

Klasifikasi persendian sinovial : Sendi sfenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,menuju ke tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi bahu. Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja. Contoh : persendian pada lutut dan siku. Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala proximal tulang radius dan ulna. Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di sudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang karpal. Sendi pelana : Contoh : ibu jari. Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang lainnya. Contoh : persendian intervertebra.

2. Anatomi Fisiologi Otot. Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap perubahan lingkungannya. Jaringan otot, yang mencapai 40% -50% berat tubuh,pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.

Fungsi sistem Muskular Pergerakan Penopang tubuh dan mempertahankan postur Produksi panas. Ciri-ciri otot Kontraktilitas Eksitabilitas Ekstensibilitas Elastisitas. Klasifikasi Jaringan Otot Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya striasi silang (lurik), dan secara fungsional berdasarkan kendali konstruksinya,volunteer (sadar) atau involunter (tidak sadar), dan juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang hanya ditemukan di jantung. Jenis-jenis Otot Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka. Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.

Otot jantung adalah otot lurik,involunter, dan hanya ditemukan pada jantung.

Gambar. Otot pada tubuh manusia 2.2 ARTHRITIS GOUT A. PENGERTIAN Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005). Gout merupakan penyakit metabolic yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang menyebabkan nyeri pada sendi. (Moreau, David. 2005;407). Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetic metabolism purin atau hiperuricemia. (Brunner & Suddarth. 2001;1810). Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. pada

(http://denfirman.blogspot.com/2009/09/neprolitiasis.html). Jadi, Gout atau sering disebut asam urat adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi. (Kesimpulan Kelompok).

Gbr. Tofi Gambar : gout (http://jogjafisio.files.wordpress.com/2009/06/gout.jpg)

B. ETIOLOGI Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Beberapa factor lain yang mendukung, seperti : Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang akan menyebabkan : - Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia. - Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol.

C. INSIDEN 95% penderita Gout ditemukan pada pria. Gout sering menyerang wanita post menopouse usia 50 60 tahun. Juga dapat menyerang laki-laki usia pubertas dan atau usia di atas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metatrsofalangeal, ibu jari kaki, sendi lutut dan pergelangan kaki.

D. PATOFISIOLOGI Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi.

Hiperurecemia merupakan hasil : Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal. Menurunnya ekskresi asam urat. Kombinasi keduanya. Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konectiv diseluruh tubuh, penumpukan ini disebut tofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga menyebabkan inflamasi.

Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala yang timbul. Serum urat maningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala. Lama kelamaan penyakit ini akan menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan asam urat pada ginjal. Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini sangat nyeri yang menyebabkan tulang sendi menjadi lunak dan terasa panas, merah. Tulang sendi metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejalanya disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang dan dengan interval yang tidak teratur. Periode intercritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan gout. Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan polyarticular yang tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir serangan gout atau gout kronik ditandai dengan polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada kartilago, membrane synovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari, tangan, lutut, kaki, ulnar, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti ginjal. Kulit luar mengalami ulcerasi dan mengeluarkan pengapuran, eksudat yang terdiri dari Kristal asam urat.

Pathoflow Diagram

Genetik asam urat >>

Sekresi asam urat berkurang

Produksi

Gangguan metabolism purin gout

Hiperurisemia & serangan sinovitis Akut berulang-ulang Penimbunan Kristal urat Monohidrat monosodium Penimbunan asam urat di korteks & synovial reaksi inflamasi pada ginjal & tulang rawan artikular Terjadi hilinisasi & fibrosis pada glomerulus synovial & Pielonefritis, sklerosis arteriola atau nefritis kronis rawan sendi Penimbunan Kristal pada membran

Erosi tulang rawan, poliferasi pembentukan panus Degenerasi tulang

Terbentuk batu & asam urat, GGK, fibrosis & Hipertensi, & sklerosis tulang Perubahan bentuk tubuh

Terbentuk tofus serta ankilosis pada

pada tulang & sendi Ggn konsep diri, citra diri Hambatan mobilitas fisik Nyeri Ggn. Pola Tidur

E. TANDA DAN GEJALA Nyeri tulang sendi Kemerahan dan bengkak pada tulang sendi Tofi pada ibu jari, mata kaki dan pinna telinga Peningkatan suhu tubuh. Gangguan akut : o Nyeri hebat o Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang o Sakit kepala o Demam.

Gangguan kronis : o Serangan akut o Hiperurisemia yang tidak diobati o Terdapat nyeri dan pegal o Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi (penumpukan monosodium urat dalam jaringan).

F. PENATALAKSANAAN Tujuan : untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan berulang, dan pencegahan komplikasi. Pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian oral), Colchicine 1,0-3,0 mg (dalam NaCl intravena), phenilbutazone, Indomethacin.

Sendi diistirahatkan (imobilisasi pasien) Kompres dingin Diet rendah purin Terapi farmakologi (Analgesic dan antipiretik) Colchicines (oral/IV) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang. Nonsteroid, obat-obatan anti inflamasi (NSAID) untuk nyeri dan inflamasi. Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah serangan. Uricosuric (Probenecid dan Sulfinpyrazone) untuk meningkatkan ekskresi asam urat dan menghambat akumulasi asam urat (jumlahnya dibatasi pada pasien dengan gagal ginjal). Terapi pencegahan dengan meningkatkan ekskresi asam urat menggunakan probenezid 0,5 g/hari atau sulfinpyrazone (Anturane) pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg 2 kali/hari. G. KOMPLIKASI o Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis dan tofi yang menyebabkan degenerasi sendi. o Hipertensi dan albuminuria. o Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik. H. PENCEGAHAN o Pembatasan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu : Jeroan (jantung, hati, lidah ginjal, usus), Sarden, Kerang, Ikan herring, Kacang-kacangan, Bayam, Udang, Daun melinjo. o Kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urine. o Tinggi karbohidrat : Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine. o Rendah protein : Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. o Rendah lemak : Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori. o Tinggi cairan : Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis,

dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi karena buahbuahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi. o Tanpa alkohol : Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARTHRITIS GOUT I. Pengkajian Pengumpulan data klien, baik subjektif ataupun objektif melalui anamnesis riwayat penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik. 1. Anamnesis Identitas Meliputi nama, jenis jenis kelamin ( lebih sering pada pria daripada wanita ), usia ( terutama pada usia 30- 40), alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis. Pada umumnya keluhan utama pada kasus gout adalah nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu jari kaki kemudian serangan bersifat poli artikular. Gout biasanya mengenai satu atau beberapa sendi. Untuk memeperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST. o Provoking Incident : hal yang menjadi factor presipitasi nyeri adalah gangguan metabolism puroin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang. o Quality of pain: nyeri yang dirasakan bersifat menusuk. o Region, Radiation, Relief: Nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu jari kaki. o Severity (Scale) of pain: Nyeri yangdirasakan antara 1-3 pada rentang pengukuran 0-4. Tidak ada hubungan antara beratnya nyeri dan luas kerusakan yang terlihat pada pemeriksaan radiologi. o Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. Penting ditanyakan berapa lama pemakaian obat analgesic, alopurinol. Riwayat Penyakit dahulu

Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya gout (mis: penyakit gagal ginjal kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah pernahkah klien dirawat dengan masalah yang sama. Kaji adanya pemakaian alcohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretik. Riwayat penyakit keluarga Kaji adanya keluarga dari generasi terdahulu yang mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout dipengaruhi oleh factor genetic. Ada produksi/ sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.

Riwayat psikososial Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Respons didapat meliputi adanya kecemasan individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon trhadap konsep diri yang maladaptif.

2. Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan setempat. B1 (Breathing) Inspeksi: bila tidak melibatkan system pernafasan, biasanya ditemukan kesimetrisan rongga dada, klien tidak sesak nafas, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan. Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi : Suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi : Suara nafashilang/ melemah pada sisi yang sakit, biasanya didapatkan suara ronki atau mengi. B2 (Blood) Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering ditemukan keringat dingin dan pusing karena nyeri. Suara S1 dan S2 tunggal. B3(Brain) Kepala dan wajah Mata : : Ada sianosis. Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva anemis pada kasus efusi pleura hemoragi kronis. Leher : Biasanya JVP dalam batas normal.

B4 (Bladder) Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system perkemihan, kecuali penyakit gout sudah mengalami komplikasi ke ginjal berupa pielonefritis, batu asam urat, dan gagal ginjal kronik yang akan menimbulkan perubahan fungsi pada system ini.

B5 (Bowel) Kebutuhan elimknasi pada kasus gout tidak ada gangguan, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses. Selain itu, perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah urine. Klien biasanya mual, mengalami nyeri lambung. Dan tidak nafsu makan, terutama klien yang memakan obat alnagesik dan antihiperurisemia.

B6 ( Bone ). Pada pengkajian ini di temukan:

o Look. Keluhan nyeri sendi yang merypoakan keluhan utama yang mendorong klien mencari pertolongan (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang

menimbulkan nyeri yang lebih dibandingkan dengan gerakan yang lain. Deformitas sendi (pembentukan tofus) terjadi dengan temuan salah satu sendi pergelangan kaki secara perlahan membesar. o Feel. Ada nyeri tekan pda sendi kaki yang membengkak. o Move. Hambatan gerak sendi biasanya seamkin bertambah berat. 3. Pemeriksaan diasnostik. Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan yang berarti dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanju, terlhat erosi tulang seperti lubanglubang kecil (punch out).

II. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus. 2. Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus. 3. Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk kaki dan terbenuknya tofus. 4. Perubahan pola tidur b.d nyeri.

III. Rencana Dan Implementasi Keperawatan

Dk. I : Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan arikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus. Tujuan keperawatan Kriteria hasil : Nyeri berkurang, hilang, teratasi. :

o Klien melaporkan penelusuran nyeri. o menunjukan perilaku yang lebiih rileks. o memperagakan keterampilan reduksi nyeri. o Skala nyeri 0 1 atau teratasi. INTERVENSI MANDIRI Kaji lokasi, intensitas,an tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri ke daerah yang baru. Kaji nyeri dengan skala0 4. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfamakologi dan non invasif. Ajarkan relaksasi: teknik terkait ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Tingkatkan pengetahuaan tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung. Nyeri merupakan respon subjektif yangbdapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedera. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan peradangan pada sendi. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan farmakologilain menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri. Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen pada jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri. Mengalikan perhatian klien terhadap nyeri ke hal yang menyenangkan. pegetahuan tersebut membatu mengurangi nyeri dan dapat menbatumeningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik pemakaian alkohol, kafein, dan obat-obatan diuretik akan menambah peningkatan kadar asam urat dalam serum. Alopurinol menghambat biosentesis asam urat sehingga menurunkan kadar asam urat serum. RASIONAL

Hindarkan klien meminum kafein, dan obat diuretik.

alcohol,

KOLABORASI Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian alopurinol

Dk. II : Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus. Tujuan keperawatan Kreteria hasil : : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

o klien ikut dalam program latihan o tidak mengalami kontraktur sendi o kekuatan otot bertambah o klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan mempertahankan koordinasi optimal. INTERVENSI MANDIRI Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit. Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi. Pantau kemajuan dan perkembangan kemamapuan klien dalam melakukan aktifitas KOLABORASI Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. RASIONAL Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas. Gerakan aktif memberi masa tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampauan. Untuk mendeteksi perkembangan klien.

Kemampuan mobilisasi ekstermitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.

Dk. III : Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk kaki dan terbenuknya tofus. Tujuan perawatan Kriteria hasil : Citra diri klien meningkat : orang terdekat tentang situasi dan

o Klien mampu mengatakan atau mengkomunikasikan dengan perubahan yang terjadi

o mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi o mengakui dan menggabungkan perubhan dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa merasakan harga dirinya negatif. INTERVENSI RASIONAL

MANDIRI Kaji perubhan perspsi dan hubungannya dengan Menetukan bantuan individual dalm menyusun derajat kletidak mampuan. rencana perawatan atau pemilihan intervensi Membantu klien melihat bahwa peraat Ingantkan kembali realitas bahwa masih dapat menerima kedua bagian dari seluruh tubuh menggunakan sisi yang sakit dan belajar dan mulai menerima situasi baru. mengontrol sisi yang sehat. Membantu meningkatkan perasaan harga diri Bantu dan ajurkan perawatan yang baik dan dan mengontrol lebih dari satu area memperbaiki kebiasaan. kehidupan. Menghidupkan kembali perasaan mandiri dn Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien membatu perkemabangan harga diri serta melakukan sebanyak mungkin hal untuk dirinya. memengaruhi proses rehabilitasi. Dukungan perawat kepada klien dapat Bersama klien mencari alternatif koping yang meningkat kan rasa percaya diri klien. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan positif. dan memahami peran individu dimasa mendatang. Dukung prilaku atau usaha peningkata minat atau partisipasi dalam aktifitas rehabilitasi. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang KOLABORASI penting untuk perkembangan perasaan. Kolaborasi denagn ahli neuropsikologi dan konseling bila da indikasi .

DK IV : Perubahan Pola Tidur b/d Nyeri. Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur. INTERVENSI RASIONAL Tentukan kebiasaan tidurnya dan perubahan Mengkaji pola tidurnya dan mengidentifikasi saat tidur. intervensi yang tepat. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan Bila rutinitas baru mengandung aspek dalam pola lama dan lingkungan baru. sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang Membantu menginduksi tidur Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, memberikan kenyamanan pagar tempat untuk misalnya mandi hangat dan massage. membantu mengubah posisi. Tidur tanpa gangguan lebih menim- bulkan Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi ; rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu rendahkan tempat tidur jika memungkinkan. untuk kembali ke tempat tidur bila terbangun. Di berikan untuk membantu pasien tidur atau Kolaborasi dalam pemberian obat sedative, istirahat.

hipnotik sesuai dengan indikasi.

IV. Intervensi Keperawatan Hasil akhir yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien gout adalah sebagai berikut : 1) Nyeri berkurang atau terjadi perbaikan tingkat kenyamanan. 2) Meningkatkan atau mempertahankan tingkat mobilitas. 3) Mengalami perbaikan citra diri. 4) Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi.

2.3 RHEUMATOID ARTHRITIS A. PENGERTIAN Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. (Arif Muttaqin, 2008;322) Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000). Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2000). Artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang menyerang perifer dan mencakup muskulus, tendon, ligament dan pembuluh darah. (Lippinccott Williams & Wilkins. 2006;478). Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006). Jadi, Rheumatoid Artritis adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik kronis, yang melibatkan seluruh organ tubuh tetapi umumnya mengenai membran sinovial dari persendian yang ditandai dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas dan keletihan yang ditandai dengan nyeri persendian dan dengan manifestasi utama poliartritis progresif. (Kesimpulan kelompok).

Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos, yang berarti mukus; suatu cairan yang dianggap jahat, mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri. Reumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan proliferesi pada membran synovial, yang

menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitus. Mekanisme imunologis tampak

berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung disfus yang diperantai oleh imunitas.

Gambar : Artritis rheumatoid pada jari tangan (http://www.sonicmend.com/_img/rheumatoid_arthritis.jpg)

B. INSIDEN Artritis reumatoid terjadi kira kira 2,5 kali lebih sering menyerang wanita daripada pria (price,1995). Menurut Noer S (1996) perbandingan antara wanita dan pria sebesar 3 : 1, dan pada wanita usia subur perbandingan mencapai 5 : 1. Jadi perbandingan antara wanita dan pria kira kira 1 : 2,5 3. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Kacenderungan insiden yang terjadi pada wanita dan wanita subur diperkirakan karena adanya ganguan dalam keseimbangan hormonal (estrogen) tubuh, namun hingga kini belum dapat dipastikan apakah factor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Penyakit ini biasanya pertama kali muncul pada usia 25 50 tahun, puncaknya adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. Penyakit ini menyerang orang orang diseluruh dunia, dari berbagai suku bangsa. Sekitar satu persen orang dewasa menderita Artritis reumatoid yang jelas, dan dilaporkan bahwa di amerika serikat setiap tahun kira kira 750 kasus baru per satu juta penduduk. C. ETIOLOGI Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi,

keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. Dari penelitian muntakhir, diketahui pathogenesis Artritis reumatoid dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan dengan pertanda genetik seperti HLADw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Namun pada orang amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-Dw4. D. PATOFISIOLOGI Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan kontraksi otot. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.

Pathoflow Diagram

Inflamasi non-bakterial disebabkan oleh infeksi, endokrin, autoimun, emtabolik, dan factor genetic, serta factor lingkungan Artritis reumatoid

Kelainan pada tulang tenosinovitis Kelainan pada jaringan Ekstra-artikular sinovitis gambaran khas nadul subkutan Nyeri Nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi Hyperemia dan pembengkakan Invasi kolagen Ruptur tendo Secara parsial Atau lokal Anemia Osteoporosis generalisata splenomegali gangguan mekanisme dan fungsional pada sendi Instabilitas dan Deformitas sendi Erosi tulang & Kerusakan pada Tulang rawan hambatan mobilitas fisik Atrofi otot Inflamasi keluar Ekstra-artikular saraf Kelenjar limfe sistemik Miopati Neuropati perifer gangguan sensori

Kelemahan fisik defisit perawatan diri resiko truma gambaran khas

nadul subkutan Perubahan bentuk tubuh pada tulang dan sendi ansietas kebutuhan informasi gangguan konsep diri, citra diri Perikarditis, miokarditis, Dan radang katup jantung Kegagalan fungsi jantung

E. MANIFESTASI KLINIS Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien Artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi. Gejala gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat. Poliartritis simetris, terutama pada sendi periper, termasuk sendi sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berulang dari satu jam. Artritis erosive, merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.

Deformitas Kerusakan dari struktur struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi sendi yang sangat besar juga dapat terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan begerak terutama dalam melkukan gerakan ekstensi. Nodul nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari doformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul nodul ini dapat juga timbul pada tempat tempat lainnya. Adanya nodul nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat. Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru -paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Manifestasi Ekstraartikuler dari Arthritis Rheumatoid Organ Kulit Nodula subkutan Manifestasi

Vaskulitis, menyebabkan bercak bercak coklat. Lesi lesi skimotik. Jantung Perikarditis Temponade pericardium (jarang) Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung Paru paru Pleuritis dengan atau tanpa efusi Peradangan pada paru paru Mata System saraf Skleritis Neuropati perifer Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom carpal tunner, neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan abnormalitas vertebra servikal. Sistemik Anemia (sering) Osteoporosis generalisata Sindrom felty Sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) Amiloidosis (jarang).

F. KRITERIA DIAGNOSTIK Kriteria diagnostik AR disusun untuk pertama kalinya oleh suatu komite khusus dari American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1956. Karena kriteria tersebut dianggap tidak spesifik dan terlalu rumit untuk digunakan dalam klinik, komite tersebut melakukan peninjauan kembali terhadap kriteria klasifikasi AR tersebut pada tahun 1958. Dengan kriteria tahun 1958 ini ini seseorang dikatakan menderita AR klasik jika memenuhi 7 dari 11 kriteria yang ditetapkan, definit jika memenuhi 5 kriteria, probable jika memenuhi 3 kriteria dan possible jika hanya memenuhi 2 kriteria saja. Walaupun kriteria tahun 1958 ini telah digunakan selama hampir 30 tahun, akan tetapi dengan terjadinya perkembangan pengetahuan yang pesat mengenai AR, ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria tersebut banyak dijumpai kesalahan diagnosis atau dapat me-masukkan jenis artritis lain seperti spondyloarthro-pathy seronegatif, penyakit pseudorheumatoid akibat deposit calcium pyrophosphate dihydrate, lupus erite-matosus sistemik, polymyalgia rheumatica, penyakit Lyme dan berbagai jenis artritis lainnya sebagai AR. Pembagian AR sebagai classic, definite, probable dan possible, secara klinis juga dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek sehari hari, tidak perlu dibedakan penatalaksanaan AR yang classic dari AR definite. Selain itu seringkali penderita yang terdiagnosis sebagai menderita AR probable ternyata menderita jenis artritis yang lain.

Walaupun peranan faktor reumatoid dalam pato-genesis AR belum dapat diketahui dengan jelas, dahulu dianggap penting untuk memisahkan kelompok penderita seropositif dari seronegatif. Akan tetapi pada faktanya, faktor reumatoid seringkali tidak dapat dijumpai pada stadium dini penyakit atau pembentukannya dapat ditekan olehdisease modifying anti-rheumatic drugs (DMARD). Selain itu spesifisitas faktor reumatoid ternyata tidak dapat diandalkan karena dapat pula dijumpai pada beberapa penyakit lain. Dua kriteria tahun 1958 yang lain seperti analisis bekuan musin dan biopsi membran sinovial memerlukan prosedur invasif sehingga tidak praktis untuk digunakan dalam diagnosis rutin.

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987. Kriteria 1. Kaku pagi hari Definisi Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal 2. Artritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan. 3.Artritis tangan 4. Artritis simetris pada persendian Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas. Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris. 5. Nodul rheumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter. 6. Faktor rheumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa. 7. Perubahan gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid atau pada periksaan sinar X yang tangan harus

posteroanterior

pergelangan

tangan

menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia sekurangkurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.

* PIP : Proximal Interphalangeal, MCP : Metacarpophalangeal, MTP: Metatarsophalangeal.

G. PENATALAKSANAAN Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan jutuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat obatan. Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing. Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari hari dirumah maupun ditempat karja. Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari batuan klub penderita, badan badan kemasyarakatan, dan orang orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga mereka. Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa masa dimana klien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.

Disamping itu latihan latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu. Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan : NSAIDs Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama. Kortikosteroid Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius. Obat remitif (DMARD) Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS I. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat memberi arah terhadap 1. Anamnesis. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui : Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia,alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawainan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.

Pada umunya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri pada daerah sendi yang mengalami masalah.Untuk mempperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST. o Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah peradangan. o Quality Of Painn: Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk. o Region,Radition,Relief : Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi di sendi yang mengalami masalah. o Severity(scale) Of Pain: Nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala pengukuran 0-4. o Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. Riwayat penyakit sekarang.Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul.Pada klien artritis reumatoid , stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa

malaise,penurunan berat badan,rasa capek,sedikit panas,dan anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan,nyeri,dan gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik muncul.Gejala awal terjadi pada sendi.Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,pergelangan tangan,sendi lutut,sendi siku,pergelangan kaki,sendi bahu,serta sendi panggul, dan biasanya bersifat bilateral/simetris.Akan tetapi,kadang artritis reumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi. Riwayat penyakit dahulu.Pada pengkajian ini,ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya artritis reumatoid.Penyakit tertentu seperti penyakit diabetes menghambat proses

penyembuhan artritis reumatoid.Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama.Sering klien ini menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang digunakan(NSAID,antibiotik,dan analgesik). Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien. Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam keluarga dan masyarakat.Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena perubahan bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang salah(gangguan citra diri).Klien ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan kelemahan fisik serta nyeri.Klien artritis reumatoid akan merasa cemas tentang fungsi tubuhnya

sehingga perawat perlu mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus dikaji,selain lingkungan,lama tidur,kebiasaan,kesulitan,dan pengguanaan obat tidur. 2. Pemeriksaan fisik.Setelah melakukan anamnesis,pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data anamnesis .Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B6( Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien. B1 (Breathing).Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada saat inspeksi.Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi,tidak ada suara napas tambahan.

B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi.Nadi mungkin meningkat,iktus tidak teraba.Pada auskultasi,ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur. B3(Brain).Kesadaran biasanya kompos mentis.Pada kasus yang lebih parah,klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Kepala dan wajah Mata Leher Telinga Lesi atau nyeri tekan. Hidung : Tidak ada deformitas,tidak ada pernapasan cuping hidung. : Tidak ada pembesaran tonsil,gusi tidak terjadi perdarahan,mukosa mulut tidak : Ada sianosis. : Skelera biasanya tidak ada ikterik. : Biasanya JVP dalam batas normal :Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.Tidak ada

Mulut dan faring pucat.

Status mental : penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami perubahan. B4 (Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan. B5 (Bowel). Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan eliminasi.Meskipun demikian,perlu dikaji frekuensi,konsitensi,warna serta bau feses.Frekuensi berkemih,kepekatan

urin,warna,bau,dan jumlah urin juga harus dikaji.Gangguan gastointestinal yang sering adalah mual,nyeri lambung,yang menyebabkan klien tidak nafsu makan,terutama klien yanmg menggunakan obat reumatik dan NSAID.Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang defekasi. B6 (Bone ) Look : Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal ),deformitas

pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki,dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan.Adanya degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan,atrofi otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi.Sering ditemukan nodul subkutan multipel. Feel Move : Nyeri tekan pada sendi yang sakit. : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi nyeri bila

menggerakan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari. Pemeriksaan diagnostik : Pemeriksaan radiologi Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan degeneratif berupa densitas, iregullaritas permukaan sendi, serta spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat.

II. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis (doengoes, 2000) adalah sebagai berikut : 1. Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi. 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot. 3. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas. 4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak, atau depresi. 5. Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degenerative jangka panjang, system pendukung tidak adekuat. 6. Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Sementara (Carpenito, 1995) merumuskan diagnosis keperawatan pada klien rheumatoid arthritis adalah sebagai berikut : 1. Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas. 2. Resiko tinggi kerusakan membrane mukosa oral berhubungan dengan pengaruh obat dan sindrom sjogren. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrosistis. 4. Resiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan dan kesulitan ambulasi.

5. Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat lubrikasi. 6. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan/ ketidakmampuan klien. 7. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.

III. Intervensi dan Implementasi Keperawatan Rencana asuhan keperawatan pada klien arthritis rheumatoid dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalisis (doenges, 2000).

Diagnosa keperawatan I : nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi. Tindakan 1. Rasional

Mandiri : Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat 1. Membantu dalam menentukan kebutuhan lokasi dan intensitas, factor-faktor yang manajemen nyeri dan efektifitas program. mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal. 2. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. 2. Matras yang lembut/ empuk, bantal yang Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan. besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri 3. Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman 3. Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan baring mungkin diperlukan untuk membatasi istirahat di tempat tidur sesuai indikasi nyeri cedera. 4. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung 4. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi. 5. Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. 5. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,

sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. 6. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. 6. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. 7. 8.

mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.

9.

10.

11.

meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan Berikan masase yang lembut. 7. meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, 8. Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa misalnya relaksasi progresif,sentuhan kontrol nyeri dan dapat meningkatkan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman kemampuan koping. imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai 9. Memfokuskan kembali perhatian, memberikan dengan jadwal aktivitas klien. stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat. Kolaborasi : Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan 10. Meningkatkan relaksasi, mengurangi yang direncanakan sesuai petunjuk. tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk 11. Obat-obatan: Asetilsalisilat (Aspirin). Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan. Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin. Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping naproksen, sulindak, proksikam (feldene), yang lebih berat misalnya trombositopenia, fenoprofen. leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan D-penisilamin (cuprimine). diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi. Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung. Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.

Antasida

Produk kodein 12. Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung 12. Memberikan dukungan hangat/ panas untuk tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang. 13. Berikan kompres dingin jika dibutuhkan. 13. Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut. 14. Pertahankan unit TENS jika digunakan. 14. Rangsang elektrik tingkat rendah yang sendi yang sakit.

konstan dapat menghambat transmisi nyeri. 15. Siapkan intervensi pembedahan, missal 15. Pengangkatan sinovium dapat mengurangi nyeri yang meradang dan membatasi

sinovektomi.

progresi dan perubahan degeneratif. Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot. Tindakan Mandiri : Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat 1. inflamasi/ rasa sakit pada sendi. 2. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika 2. diperlukan. Buat jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu. 3. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, 3. demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan 1. Rasional Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi. Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit. Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur. Mencegah fleksi leher. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas. Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.

4.

Ubah posisi klien setiap dua jam dengan 4. bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas. Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, 5. kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace.

5.

6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. 6. 7. Dorong klien mempertahankan postur tegak 7. dan duduk, berdiri, dan berjalan. 8. Berikan lingkungan yang aman, misalnya 8. menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda.

Kolaborasi : 9. Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.

9. berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.

10. Berikan matras busa/ pengumbah tekanan.

10. Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus. 11. Obat obatan : Krisoterapi ( garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis / terus menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik. Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut. 12. Intervensi bedah : Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi. Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas. Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.

11. Berikan obat obatan sesuai indikasi : Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.

Steroid. 12. Siapkan intervensi bedah : Atroplasti.

Prosedur pelepasan tendon,ganglionektomi. Implan sendi.

tunnel,

perbaikan

Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas. Tindakan 1. Rasional

Mandiri : Dorongn klien mengungkapakan perasaannya 1. Memberikan kesempatan untuk melalui proses penyakit dan harapan masa mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep depan. dan mampu menghadapi masalah secara langsung. 2. Diskusikan arti dari kehilangan / perubahan 2. Mengidentifikasi bagaimana penyakit pada klien / orang terdekat. Pastikan mempengaruhi persepsi diri dan interaksi bagaimana pandangan pribadi klien dalam dengan orang lain akan menentukan berfungsi dalam gaya hidup sehari hari, kebutuhan terhadap intervensi / konseling termasuk aspek aspek seksual. lebih lanjut. 3. Diskusikan persepsi klien ,mengenai 3. Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat bagaimana orang terdekat menerima memengaruhi bagaimana klien memandang keterbatasan klien. dirinya sendiri.

4.

Akui dan menerima perasaan berduka, 4. bermusuhan, serta ketergantungan. 5. Obesrvasi perilaku klien terhadap 5. kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh. 6. Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu 6. klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.

Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi. Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi lebih lanjjut / dukungan psikologis. Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.

7.

Ikut sertakan klien dalam merencanakan 7. Meningkatkan perasaan kompetensi/ harga perawatan dan membuat jadwal akitvitas. diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi. 8. Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klie. 8. Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri. 9. Berikan respon/ pujian positif bila perlu. 9. Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri. Kaloborasi : 10. 10. Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog,pekerjaan sosial. 11. Berikan obat obatan sesuai petunjuk, mis 11. antiasietas dan obat obatan eningkatan alam perasaan Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan. Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.

Diagnosa Keperawatan IV : kurang keperawatan diri b.d krusakan muskloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi. Tindakan Mandiri : 1. Diskusikan dengan klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/ eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yang diantisipasi. 2. Pertahan kan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan program latihan. 3. Kaji hambatan kliendalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/ buat rencana untuk modifikasi lingkungan. Kalaborasi : 4. Konsultasi dengan ahli terapi okupasi. Rasional 1. Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.

2. Mendukung kemandirian fisik/ emosional klien. 3. Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.

4. Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individu, misal memasang kancing, menggunakan alat bantu,

memakai sepatu , atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran. 5. Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulang. 5. Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lai yang ikut serta dalam perawatan, misaltim terapi okupasi. 6. Klien mungkin membutuhkan berbagi bantuan tambahan untuk partisipasi situasi di rumah.

6. Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misal pelayanan perawatan di rumah, ahli nutrisi.

Diagnosa keperawtan V : Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat. Tindakan Mandiri : 1. Kaji tingkat fungsional fisik klien. 2. Evaluasi lingkungan sekitar untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri sendiri. 3. Tentukan sumber sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pedukung yang tersedia untuk klien, misalnya membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga atau pelayanan. 4. Identifikasi peralatan yang diperlukan untuk mendukung aktivitas klien, misalnya peninggian dudukan toilet, kursi roda. Kolaborasi : 5. Koordinasi evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. Rasional

b . d

1.Mengidentifikasi tingkat bantuan/ dukungan yang diperlukan klien. 2. menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan klien. 3. Menjamin bahwa kebutuhan klien akan dipenuhi secara terus menerus.

4. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang untuk menunjang aktivitas klien di rumah. 5. Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara- cara untuk mengubah berbagai tugas dalam mempertahankan kemandirian. 6. Memberkan kemudahan berpindah pada/ mendukung kontinuitas dalam situasi rumah.

6. Identifikasi sumber sumber komunitas, misal pelayanan pembatu rumah tangga, pelayan sosial ( bila ada).

Diagnosa keperawatan VI : kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai panyakit, prognosis, dan penobatan b . d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Tindakan Rasional

Mandiri : 1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

1. Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan. 2. Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/ jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas. 3. Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada wakru menangani proses penyakit kronis yang kompleks. 4. Keuntungan dari terapi obat obatan tergantung ketepatan dosis, misal aspirin harus diberikan secara reguleruntuk mendukung kadar terapeutik darah 18- 25 mg. 5. Preparat bersalut/ dibuper dicerna dengan makanan, meminmimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. Produk nonastil sedikit dibutuhkan untuk mengurangi iritasi lambung. 6. Membatasi iritasi gaster. Penggurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur san meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekuatan di pagi hari. 7. Memperpanjang dan memaksimalakan dosis aspirrin dapat mengakibatkan takar lajak ( overdosis). Tinitus umumnya mengidentifikan kadar terapeutik darah yang tinggi. Jika terjadi tinitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet setiap tiga hari sampai berhenti. 8. Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi.(misal obat diare, pilek)yang dapat meningkatkan risiko overdosis obat / efek samping yang bebahaya. 9. Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan regenerasi sel.

2. Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat. 3. Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasiyang realitis, periodeistirahat,perawatan diri, pemberian obat -obatan,terapi fisik,dan manajemen stres. 4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.

5. Rekomendasikan pengunaan aspirin bersalut/ dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misal kolin magnesium trisalisilat

6. Anjurkan kliean untuk mencerna obatobatan dengan makanan,susu atau antasida.

7. Identifikasi efek samping oabt-obatan yang merugkan, misal tinitus, intoleransi lambung, perdaraha gastrointestinal, dan ruam purpurik.

8. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa prsetujuan dokter.

9. Tinjuan pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi. 10. Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunaan berat badan sesuai kebutuhan. 11. Berikan informaasi mengenai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak,

10. Penurunan berat badan akan mengurangi tekananan sendi, terutama pinggul, lutut,pergelanagan kaki,dan telapak kaki.

11. Mengurangin paksaan untuk menggunakan sendi dan meungkinkan individu

tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang keamanan. 12. Diskusikan teknik menghemat energy, missal duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi. 13. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat aktivitas, misal menjaga sendi tetap meregang tidak fleksi. 14. Tinjau perlunya infeksi sering pada kulit lainnya dibawah bebet, gips, alat penyokong. Tunjukan pemberian bantalan yang tepat.

untuk serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.

12. Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.

13. mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup lklien untuk mengurang tekanan sendi dan nyeri.

14.Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit.

15. Diskusikan pentingnya obat- obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misal LED, kadar salisilat, PT.

15.Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus- menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang berbahay, misal aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan. Krisoterapi akan menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia. 16. Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan / pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri. 17. bantuan / dukungan dari orang lain dapat meningkatkan pemulihan maksimal.

16. Berikan kebutuhan.

konseling

seksual

sesuai

17. Identifikasi sumber-sumber komunikasi, misal yayasan artritis (bila ada).

IV. Evaluasi Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1) Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri. 2) Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas. 3) Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu. 4) Tercapainya pemenuhan perawatan diri. 5) Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah penyakit degeneratif jangka panjang.

6) Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi.

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. 1.2 Saran Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal : Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC. Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu. Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1. EGC. Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1. Jakarta : EGC. Jakarta :

http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_back.jpg http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_front.jpg

BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Gout Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkn karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal. Gout mungkin primer atau sekunder. Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005). Pirai atau gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia). - Gout primer Merupkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau akibat penurunan ekresi asam urat - Gout sekunder Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekresi asam urat yang bekurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu. B. Etiologi Gout Gout disebabkan oleh adanya kelainan metabolik dalam pembentukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal yang menyebakan hyperuricemia. Hyperuricemia pada penyakit ini disebabakan oleh : - Pembentukan asam urat yang berlebih. Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah. Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana penyakit lain, seperti leukemia. - Kurang asam urat melalui ginjal. Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distal ginjal yang sehat. ---Penyabab tidak diketahui Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik. C. Patofisiologi Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan. 1. Presipitasi kristal monosodium urat. Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein.

Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal. 2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN) Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit. 3. Fagositosis Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom. 4. Kerusakan lisosom Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma. 5. Kerusakan sel Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan. D. Gambaran klinis Tanda dan Gejala Gout : Nyeri tulang sendi Kemerahan dan bengkak pada tulang sendi Tofi pada ibu jari, mata kaki dan pinna telinga Peningkatan suhu tubuh. Gangguan akut : Nyeri hebat Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang Sakit kepala Demam. Gangguan kronis : Serangan akut Hiperurisemia yang tidak diobati Terdapat nyeri dan pegal Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi (penumpukan monosodiumurat dalam jaringan). Fase akut Biasanya timbul tiba-tiba, tanda-tanda awitan serangan gout adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Kulit diatasnya mengkilat dengan reaksi sistemik berupa demam, menggigil, malaise dan sakit kepala. Yang paling sering terserang mula-mula adalah ibu jari kaki (sendi metatarsofalangeal) tapi sendi lainnya juga dapat terserang. Serangan ini cenderung sembuh spontan dalam waktu 10-14 hari meskipun tanpa terapi. Fase kronis Timbul dalam jangka waktu beberapa tahun dan ditandai dengan rasa nyeri, kaku, dan pegal. Akidat adanya kristal-kristal urat maka terjadi peradangan kronik. Sendi yang bengkak akibai gout kronik sering

besar dan berbentuk noduler. Tanda yang mungkin muncul : - Tampak deformitas dan tofus subkutan. - Terjadi pemimbunan kristal urat pada sendi-sendi dan juga pada ginjal. - Terjadi uremi akibat penimbunan urat pada ginjal - Mikroskofik tanpak kristal-kristal urat disekitar daerah nekrosisi. E. Faktor yang berperan Diet tinggi purin, karen asam urat dibentuk dari purin. Kelaparan dan intake etil alkohol yang berlebih. Penggunaan obat diuritik, anti hipertensi , salisilat dosis rendah.

F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan non medik. a. Diet rendah purin. Hindarkan alkohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan sarden, daging kambing) serta banyak minum. b. Tirah baring. Merupakan suatu keharusan dan di teruskan sampai 24 jam setelah serangan menghilang. Gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak. Penatalaksanaan medik. a. Fase akut. Obat yang digunakan : 1. Colchicine (0,6 mg) 2. Indometasin ( 50 mg 3 X sehari selama 4-7 hari) 3. Fenilbutazon. b. Pengobatan jangka panjang terhadap hyperuricemia untuk mencegah komplikasi. 1. Golongan urikosurik - Probenasid, adalah jenis obat yang berfungsi menurunkan asam urat dalam serum. - Sulfinpirazon, merupakan dirivat pirazolon dosis 200-400 mg perhari. - Azapropazon, dosisi sehari 4 X 300 mg. - Benzbromaron. 2. Inhibitor xantin (alopurinol). Adalah suatu inhibitor oksidase poten, bekerja mencegah konversi hipoxantin menjadi xantin, dan konversi xantin menjadi asam urat. G. Komplikasi o Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis dan tofi yang menyebabkan degenerasi sendi. o Hipertensi dan albuminuria. o Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik. H. Pencegahan

o Pembatasan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu : Jeroan (jantung, hati, lidah ginjal, usus), Sarden, Kerang, Ikan herring, Kacang-kacangan, Bayam, Udang, Daun melinjo. o Kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urine. o Tinggi karbohidrat : Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine. o Rendah protein : Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. o Rendah lemak : Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori. o Tinggi cairan : Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi. o Tanpa alkohol : Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GOUT I . Pengkajian a. Identitas pasien. b. Keluhan utama. Nyeri pada daerah persendian. c. Riwayat kesehatan. Riwayat adanya faktor resiko : - Peningkatan kadar asam urat serum. - Riwayat keluarga positif. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajin fungsi muskuluskletal dapat menunjukan : - Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.

- Tofu dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna. - Laporan episode serangan gout. Pemeriksaan diagnostik. - Kadar asam urat serum meningkat. - Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat. - Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat. - Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis. - Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi. II. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus. 2. Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus. 3. Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk kakidan terbenuknya tofus. 4. Perubahan pola tidur b.d nyeri.

III. Rencana Dan Implementasi Keperawatan Dx. I : Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan arikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus. Tujuan keperawatan :Nyeri berkurang, hilang, teratasi. Kriteria hasil : o Klien melaporkan penelusuran nyeri. o menunjukan perilaku yang lebiih rileks. o memperagakan keterampilan reduksi nyeri. o Skala nyeri 0 1 atau teratasi. INTERVENSI RASIONAL MANDIRI Kaji lokasi, intensitas,an tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri ke daerah yang baru. Kaji nyeri dengan skala0 4. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfamakologi dan non invasif. Ajarkan relaksasi: teknik terkait ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Tingkatkan pengetahuaan tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung. Hindarkan klien meminum alcohol, kafein, dan obat diuretik. KOLABORASI Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian alopurinol Nyeri merupakan respon subjektif

yangbdapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedera. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan peradangan pada sendi. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan farmakologilain menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri. Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen pada jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri. Mengalikan perhatian klien terhadap nyeri ke hal yang menyenangkan. pegetahuan tersebut membatu mengurangi nyeri dan dapat menbatumeningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik pemakaian alkohol, kafein, dan obat-obatan diuretik akan menambah peningkatan kadar asam urat dalam serum. Alopurinol menghambat biosentesis asam urat sehingga menurunkan kadar asam urat serum.

Dx. II : Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus. Tujuan keperawatan : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kreteria hasil : o klien ikut dalam program latihan o tidak mengalami kontraktur sendi o kekuatan otot bertambah o klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan mempertahankan koordinasi optimal. INTERVENSI RASIONAL MANDIRI Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit. Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi. Pantau kemajuan dan perkembangan kemamapuan klien dalam melakukan aktifitas KOLABORASI Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas. Gerakan aktif memberi masa tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampauan. Untuk mendeteksi perkembangan klien. Kemampuan mobilisasi ekstermitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.

Dk. III : Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk kakidan terbenuknya tofus. Tujuan perawatan : Citra diri klien meningkat Kriteria hasil : - Klien mampu mengatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi. - mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi - mengakui dan menggabungkan perubhan dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa merasakan harga dirinya negatif. INTERVENSI RASIONAL MANDIRI Kaji perubhan perspsi dan hubungannya dengan derajat kletidak mampuan. Ingantkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat. Bantu dan ajurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan. Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak mungkin hal untuk dirinya. Bersama klien mencari alternatif koping yang positif. Dukung prilaku atau usaha peningkata minat atau partisipasi dalam aktifitas rehabilitasi. KOLABORASI Kolaborasi denagn ahli neuropsikologi dan konseling bila da indikasi Menetukan bantuan individual dalm menyusun rencana perawatan. atau pemilihan intervensi Membantu klien melihat bahwa peraat menerima kedua bagian dari seluruh tubuh dan mulai menerima situasi baru. Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan. Menghidupkan kembali perasaan mandiri dn membatu perkemabangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi. Dukungan perawat kepada klien dapat meningkat kan rasa percaya diri klien. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan memahami peran individu dimasa mendatang. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.

DK IV :Perubahan Pola Tidur b/d Nyeri. Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur. INTERVENSI RASIONAL Tentukan kebiasaan tidurnya dan perubahan saat tidur. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi ; rendahkan tempat tidur jika memungkinkan. Kolaborasi dalam pemberian obat sedative, hipnotik sesuai dengan indikasi. Mengkaji pola tidurnya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat. Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang

Membantu menginduksi tidur Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, memberikan kenyamanan pagar tempat untuk membantu mengubah posisi. Tidur tanpa gangguan lebih menim- bulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu untuk kembali ke tempat tidur bila terbangun. Di berikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat. IV. Evaluasi Hasil akhir yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien gout adalah sebagai berikut : 1) Nyeri berkurang atau terjadi perbaikan tingkat kenyamanan. 2) Meningkatkan atau mempertahankan tingkat mobilitas. 3) Mengalami perbaikan citra diri. 4) Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. B. Saran Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal, Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1.Jakarta : Salemba Medika. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC. Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1.Yogyakarta : Graha Ilmu. Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.Jakarta : EGC. Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1. Jakarta : EGC.

You might also like