You are on page 1of 27

OPERASI USUS BUNTU (APENDIKTOMI) (Studi Deskriptif tentang Operasi Sedang)

MAKALAH Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti UTS matakuliah Alat Kesehatan

Oleh Kelompok III

1. Dyah Putri Ayu Dinastyar 2. Liska 3. Iin Suhesti 4. Fretty Eka Novia 5. Erna Yafniwati

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG 2013


1

Kata Pengantar
Assalamu`alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul Appendiktomi. Adapun tujuan dari penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah alat kesehatan untuk memenuhi kompetensi nilai. Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, kami akui mendapatkan beberapa hambatan. Namun berkat dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan secara moril maupun materil akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Tak lupa, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ilmiah ini sehingga selesai tepat pada waktunya. kami menyadari bahwa makalah ini, masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mengharapkan masukan dari pembaca, baik saran maupun kritikan yang bersifat membangun agar kami dapat lebih baik lagi kedepannya. kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis sendiri khususnya.

Wassalam`alaikum Wb.Wb.

Tangerang,

Oktober 2013

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Pendahuluan 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.

................................................................................................ i ............................................................................................... ii ............................................................................................... 1 1 1 1 1

Latar Belakang ............................................................................................... Rumusan Masalah .............................................................................................. Tujuan ............................................................................................... Manfaat ...............................................................................................

Bab II Tinjauan Pustaka

............................................................................................... 2

2.1 Pengertian Appendisitis ..................................................................................... 2 2.2 Anatomi dan Fisiologi........................................................................................ 3 2.2.1 Anatomi Usus Besar ............................................................. 3 2.2.2 Anatomi Appendix ................................................................ 4 2.2.3 Fisiologi Appendisitis............................................................ 5 2.3 Etiologi ............................................................................................... 5 2.4 Patofisiologi ............................................................................................... 6 2.5 Manifestasi Klinik .............................................................................................. 7 2.6 Komplikasi ............................................................................................... 8 2.7 Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................... 9 2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................... 9 2.9 Pengertian Operasi ........................................................................................... 11 2.10 Pengertian Sterilisasi ..................................................................................... 11 2.10.1. Efektivitas Sterilisasi ........................................................................ 12 2.10.2. Penatalaksanaan Sterilisasi ............................................................... 12

Bab III Pembahasan

............................................................................................. 14 14 14 18 19 19 20 20

3.1 Alat-alat dan Fungsinya ................................................................................... 3.1.1 Alat Steril ........................................................................................ 3.1.2 Alat Non Steril ................................................................................ 3.2 Penatalaksaan Sterilisasi Alat .......................................................................... 3.2.1. Pemeliharaan Alat-alat Logam ........................................................ 3.2.2. Pemeliharaan Sarung Tangan .......................................................... 3.3 Penatalaksanaan Sterilisasi Ruangan ...............................................................

Daftar Pustaka

.............................................................................................. 24

ii

BAB I Pendahaluaun

1.1

Latar Belakang Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun pada pria. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli. Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut apendisitis. Dalam hal ini salah satu penatalaksaannya ialah dengan dilakukannya operasi, dimana dilakukannya pengangkatan appendix dari dalam tubuh. Namun sebelum dilakukannya operasi tersebut dibutuhkan beberapa perlakuan khusus seperti, mensterilkan alat dan ruangan, peninjauan terhadap pasien dan menunggu hasil observasi.
1

Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk menjelaskan lebih lanjut alat-alat yang akan digunakan, fungsi dari alat-alat tersebut dan bagaimana cara mensterilkan alat-alat dan ruangan sebelum dilakukannya operasi.

1.2

Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini adalah : 1. Apa saja alat-alat yang dipakai pada saat operasi Appendiktomi?, 2. Apa fungsi dari alat-alat tersebut?, 3. Bagaimana cara mensterilkan alat-alat operasi?.

1.3

Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Alat Kesehatan.

1.4

Manfaat Manfaat dari pembuatan makalah ini : 1. Kita dapat mengetahui alat-alat yang akan digunakan pada saat melakukan operasi sedang , yaitu operasi appendiktomi. 2. Kita dapat mengetahui kegunaan dari masing-masing alat-alat pada saat proses operasi. 3. Mengetahui cara mensterilisasi alat-alat operasi.

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1 Pengertian Apendisitis Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005). 1. Apendisitis akut. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat 2. Apendisitis kronik. Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. 2.2 Anatomi dan Fisiologi 2.2.1 Anatomi Usus Besar Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yangsama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding
3

berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubanglubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir. Usus besar terdiri dari : 1. Sekum Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum. 2. Kolon Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga bagian, yaitu : a. Kolon asenden Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika. b. Kolon transversum Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik. c. Kolon desenden Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. 3. Rektum Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

2.2.2 Anatomi Appendix Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang
4

nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

2.2.3 Fisiologi Apendisitis Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).

2.3

Etiologi Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 1. Faktor sumbatan Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture. 2. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
5

3.

Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. Faktor infeksi saluran pernapasan Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis

4.

5.

2.4

Patofisiologi Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis). Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena : 1. Hiperplasia dari folikel limfoid ini merupakan penyebab terbanyak. 2. Adanya faekolid dalam lumenappendiks. 3. Adanya benda asing seperti biki- bijian, biji lombok, jeruk DLL. 4. Steiktula lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. 5. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E-Coli dan streptococcus 6. Laki-laki lebih banyak pada wanita, yang terbanyak pada umur 15-30 tahun ( remaja dewasa). Di sebabkan karena pembanyakan jaringan limfoid pada masa tersebut. 7. Tergabtung pada bentuk appendiks. 8. Appendiks yang terlalu panjang.
6

9. Messo appendiks yang pendek . 10. Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen appendiks. 11. Kelainan katup di pangkal appendiks. 2.5 Manifestasi Klinik Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi apendiks). Namun pada beberapa keadaan tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah, punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya selalu menyertai apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali. Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang air besar atau buang angin. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 1C (37,8 38,8C). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8C. Maka kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis). Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila apendiks pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu: 1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi. 2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume cairan yang kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya mual dan muntah. 3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di dinding usus). 4. Rasa sakit hilang timbul. 5. Diare atau konstipasi. 6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan. 7. Perut kembung. 8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi. 9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan. Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut adalah : 1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengeden. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
7

2.

Bila apendiks terletak di rongga pelvis a. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). b. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas adalah : 1. Pada anak-anak Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-muntah dan anak menjadi lemah. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang tua berusia lanjut Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. Pada wanita Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

2.

3.

2.6

Komplikasi Komplikasi yang paling sering dari appendicitis adalah perforasi (pelubangan). Perforasi dari appendix dapat menjurus pada bisul nanah periappendiceal (koleksi dari nanah yang terinfeksi) atau diffuse peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan pelvis). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah penundaan dalam diagnosis dan perawatan. Pada umumnya, lebih lama penundaan antara diagnosis dan operasi, lebih mungkin perforasinya. Risiko perforasi 36 jam setelah timbulnya gejala adalah paling sedikit 15%. Oleh karenanya, sekali appendicitis didiagnosa, operasi harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu. Komplikasi yang kurang umum dari appendicitis adalah rintangan dari usus. Rintangan terjadi ketika peradangan yang mengelilingi appendix menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah dikeluarkannya isi-isi usus. Jika usus diatas rintangan
8

mulai terisi dengan cairan dan gas, perut menggelembung dan mual dan muntah mungkin terjadi. Maka kemudian mungkin diperlukan untuk mengalirkan isi-isi dari usus melalui tabung yang dimasukan melaui hidung dan esophagus dan kedalam lambung dan usus. Komplikasi yang ditakutkan dari appendicitis adalah sepsis, kondisi dimana bakteri yang menginfeksi memasuki darah dan berjalan ke bagian-bagian lain tubuh. Ini adalah komplikasi yang serius bahkan mengancam nyawa

2.7

Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.00020.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. 2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.

2.8

Penatalaksanaan Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 : 1. Sebelum operasi a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi. b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin. c. Rehidrasi d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena. e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai. f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi. 2. Operasi a. Apendiktomi. b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan. 3. Pasca operasi a. Observasi TTV. b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan. e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 230 menit. h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan : a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi. b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis. c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi . Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan: a. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi. b. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan. c. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
10

banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. 2.9 Pengertian Operasi Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luk. Digestif atau saluran pencernaan adalah saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus. Tahap-tahap Pembedahan : 1) Tahap pra bedah (pre opersi) 2) Tahap pembedahan (intra operasi) 3) Tahap pasca bedah (post operasi) Kondisi pembedahan tubuh sengaja dibuat luka sehingga terjadi stres yang menyebabkan perubahan metabolik akibat reaksi endokrin yang kompleks. Akibat dari luka terjadi proses penyembuhan luka yang merupakan proses kompleks dan banyak yang terkait. Kebutuhan kalori, protein, lemak dan elektrolit sangat diperlukan untuk kebugaran fisik dan penyembuhan luka pasca bedah. Puasa merupakan hal yang rutin pada pembedahan berencana. Puasa lebih dari 24 jam akan terjadi proses katabolik yang menghabiskan cadangan glycogen hati dan otot. Badan manusia tanpa asupan nutrisi membutuhkan 25 kkal/kg/hari (kilokalori). Cadangan kalori habis memicu terjadi gluconeogenesis yang diambil dari proteolisis otot juga dari protein viseral yang mengakibatkan menurunnya integritas sel, sistem imunitas dan enzim. Puasa panjang dengan mengistirahatkan saluran pencernaan diperlukan asupan nutrisi yang memadai. Operasi sedang ( Operasi yang tidak terlalu sulit dan tidak butuh waktu lama dalam mengerjakanya). Operasi sedang, seperti operasi Appendiktomi ( memotong usus buntu). Jenis operasi tersebut, merupakan operasi yang dianggap mudah dan tidak butuh waktu lama dalam mengerjakan, biasanya 30 - 60 menit bisa selesai. 2.10 Pengertian Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat atau bahan dari segala macam bentuk kehidupan terutama mikroba. Steril artinya bebas dari segala mikroba baik pathogen maupun tidak. Sterilisasi menurut James G. Cappucino, Sterility is the hallmark for succesfull work in the microbiology laboratory. To achieve this, it is mandatory that sterile equipments and sterile techniques areused. Sterilization is the process of rendering a medium or material free of all forms of life. Sterilisasi merupakan tanda untuk
11

keberhasilan bekerja didalam laboratorium mikrobiologi. Untuk mencapai ini, peralatan dan teknik yang digunakan haruslah steril. Sterilisasi menjadi proses dalam menyumbangkan suatu material atau medium bebas dari semua format hidup (Cappucino, James G.52-53). Sterilisasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan dan membinasakan semua alat dan media dari gangguan organisme mikroba, termasuk virus, bakteria dan spora dan fungi beserta sporanya. Sterilisasi merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mengeliminasi semua mikroorganisme.

2.10.1.

Efektivitas sterilisasi

Agar efektif, sterilisasi butuh waktu, kontak, suhu dan dangan sterilisasi uap, bertekanan tinggi. Efektivitas setiap metode sterilisasi bergantung pada 4 faktor lainnya sebagai berikut: Jenis mikroorganisme yang ada. Sebagian mikroorganisme sangat sulit dibunuh. Sebagian lainnya dapat dengan mudah dibunuh. Jumlah mikroorganisme yang ada. Lebih mudah membunuh satu organisme dari pada yang banyak. Jumlah dan jenis materi organik yang melindungi mikroorganisme tersebut. Darah atau jaringan yang menempel pada alat alat yang kurang bersih berfungsi sebagai pelindung mikroorganisme selama proses sterilisasi. Jumlah retakan dan celah pada peralatan tempat menempel mikroorganisme. Mikroorganisme berkumpul didalam dan dilindungi oleh goresan, retakan dan celah, seperti jepitan yang bergerigi tajam dari cunam jaringan. Akhirnya, tanpa pembersihan yang teliti untuk membuang sisa bahan organik yang melindungi mikroorganisme selama proses sterilisasi pada alat alat, tidak akan dapat menjamin tercapainya sterilisasi, walaupun waktu sterilisasi diperpanjang. Umumnya semua bakteria vegetatif akan mati pada uap panas 60-75 C dalam 10 menit. Suhu tertinggi yang dapat dicapai oleh air mendidih atau uap tekanan rendah adalah 100 C pada permukaan laut. karena titik didih air 1,1 C lebih rendah pada setiap 1000 kaki dari permukaan laut. Sebaiknya merebus / mengukus alat untuk DTT (Disinfeksi Tingkat Tinggi) sekurang-kurangnya 20 menit. Dengan ini dapat di capai batas keamanan untuk ketinggian yang bervariasi sampai 5.500 m dan pada waktu bersamaan dapat mengeliminasi infeksi dari beberapa endospora setelah dilakukan sterilisasi.

2.10.2.

Penatalaksanaan Sterilisasi 1. Teknik sterilisasi alat kesehatan dengan cara rebus Mensterikan Peralatan kesehatan dengan cara merebus didalam air sampai mendidih ( 100C ) dan ditunggu antara 15 sampai 20 menit. Misalnya Peralatan kesehatan dari logam, kaca dan karet.
12

2. Teknik sterilisasi alat kesehatan dengan cara stoom Mensterikan Peralatan kesehatan dengan uap panas didalam autoclave dengan waktu, suhu dan tekanan tertentu. Misalnya alat tenun, obat-obatan dan lain-lain. 3. Teknik sterilisasi alat kesehatan dengan cara panas kering Mensterikan Peralatan kesehatan dengan oven dengan uap panas tinggi. Misalnya Peralatan kesehatan logam yang tajam, Peralatan kesehatan dari kaca dan obat tertentu. 4. Teknik sterilisasi alat kesehatan dengan cara menggunakan bahan kimia Mensterikan Peralatan kesehatan dengan menggunakan bahan kimia seperti alkohol, sublimat, uap formalin, khususnya untuk Peralatan kesehatan yang cepat rusak bila kene panas. Misalnya sarung tangan, kateter, dan lain-lain.

13

BAB III Pembahasan


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat-alat yang akan digunakan dalam operasi appendiktomi dan fungsi dari alat-alat tersebut serta cara mensterilakan alat-alat tersebut, sebelum dan sesudah digunakan. 3.1 Alat-alat dan Fungsinya Sebelum dilakukan proses operasi terlebih dahulu menyiapkan alat-alat yang akan digunakan. Berikut alat-alat yang akan digunakan: 3.1.1 Alat Steril No Nama Alat (Jumlah yg Dipakai) 1 Wondhaak Jumlah Alat 1 Untuk menarik tepi luka agar lapangan operasi menjadi lebih luas dan memadai tetapi kerusakan jaringan sangat minim. 2 Doek Klem (Towel Forceps) 5 Untuk menjepit kain operasi. Fungsi Keterangan

Pincet Chirurgie

Untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

14

Pincet Ariatomie

Untuk menjepit kasa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang tipis dan lunak.

Hand vat mes(Knifehandle)

Sebagai pegangan pisau .

Arteri Klem Van Pean Lurus

Untuk hemostatis untuk jaringan tipis dan lunak.

Arteri Klem Van Pean Bengkok (Chorn Kiern)

Untuk hemostatis untuk jaringan tipis dan lunak.

Arteri klem Van Kocher

Untuk menjepit jaringan

Gunting Benang (Ligature Scissors)

Untuk memotong benang operasi, merapikan luka.

10

Gunting Metzembaun

Untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan sekitarnya, untuk eksplorasi, merapikan luka

11

Nald Voerder

Untuk memegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.

15

12

Klem Babcock

Untuk menjepit tumor yang besar dan rapuh.

13

Langenbeck

Untuk mengait lokasi sayatan agar terbuka lebar sehingga operator/ahli bedah mudah mengangkat suatu jaringan yang akan dibuang.

15

Baju Operasi

Untuk melindungi bagian tubuh luar agar terhindar dari kontaminasi darah atau bakteri.

14

Handschoen

Untuk menutupi permukaan tangan agar tetap bersih dari kontaminasi bakteri sewaktu operasi

15

Gunting Verban ( Scissors Bandage)

Untuk menggunting plester atau pembalut.

16

Masker

Untuk menutupi muka agar tidak terkontaminasi.

16

17

Topi Operasi

Untuk menutupi daerah kepala agar tidak terkontaminasi .

18

Bisturi no. 10 atau 23

Untuk menyayat berbagai organ atau bagian tubuh manusia. Mata pisau disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.

19

Korentang

Untuk mengambil instrumen steril, mengambil kasa, handscoen (sarung tangan) , jas operasi, doek, dan laken steril.

20

Benang Silk (non-absorbable)

Untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri besar), sebagai teugel (kendali).

21

Benang Polyglycolic (absorbable)

Untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama untuk daerah longgar (perut,wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil.

22

Pus Basin

Untuk menampung nanah, bekas kapas, atau luka.

17

3.1.2

Alat Non Steril

No 1

Nama Alat Plester

Fungsi Untuk menutupi luka, merekatkan .

Keterangan

Mesin Suction

Untuk mengeluarkan cairan kotor yang berada pada tubuh.

Lampu Operasi

Untuk menerangi pada proses operasi.

Meja Operasi

Tempat dimana pasien sedang dioperasi.

Meja Mayo

Untuk menaruh alat-alat yang akan digunakan pada saat operasi sedang berjalan.

Standar Infus

Untuk menyangga kantong infus agar dapat tetap mengalir.

18

Kassa Steril

Untuk menutupi luka agar terhindar dari kontaminasi.

3.2

Penatalaksanaan Sterilisasi Alat 3.2.1. Pemeliharaan Alat-Alat Logam Persiapan : Peralatan yang akan dibersihkan. Tempat pencucuian dengan air yang mengilir atau baskom berisi air bersih. Sabun cuci. Sikat halus. Bengkok (nierbekken). Lap kering. Larutan desinfektan. Kain kasa. Stalisator dalam keadaan siap pakai. Pelaksanaan : Peralatan yang sudah dipergunakan, dibilas air (sebaiknya dibawah air mengalir) untuk menghilangkan kotoran yang melekat, kemudian direndam didalam larutan desinfektan sekurang-kurangnya 2 jam. Khusus peralatan yang telah dipergunakan pada pasien berpenyakit menular, harus direndam sekurang-kurangnya 24 jam. Peralatan disabuni satu per satu, kemudian dibilas. Selanjutnya disterilkan dengan cara merebus didalam sterilisator yang telah diisi air secukupnya, dimasak sampai mendidih. Setelah air mendidih sekurang-kurangnya 15 menit baru diangkat. Peralatan yang telah disterilkan, diangkat atau dipindahkan dengan korentang steril ketempat penyimpanan yang steril. Setelah selesai, peralatan dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ketempat semula. Perhatian : Khusus peralatan logam yang tajam (misalnya pisau, gunting, jarum dll) harus dibungkus dulu dengan kain kasa, kemudian barulah dimasukkan kedalam sterilisator, setelah air mendidih dan ditunggu antara 3-5 menit baru diangkat.

19

3.2.2. Pemeliharaan Sarung Tangan Persiapan : Sarung tangan kotor (bekas dipergunakan). Tempat pencucian dengan air mengalir atau baskom berisi air bersih. Sabun cuci. Lap kering atau handuk. Bedak biasa. Tablet formalin secukupnya. Tromol atau stoples yang tertutup rapat. Pelaksanaan : Sarung tangan dibersihkan dan disabinu bagian luar dan dalamnya, lalu dibilas. Sarung tangan diperiksa apakah bocor atau tidak, dengan cara memasukkan udara kedalamnya, lalu dicelupkan ke dalam air. Bila bocor dipisahkan. Setelah bersih, sarung tangan dikeringkan dengan cara menggantungkannya terbalik atau langsungdikeringkan luar dan dalamnya dengan handuk atau lap kering. Beri bedak tipis secara merata bagian luar dan dalamnya. Sarung tangan diatur atau digulung sepasang-sepasang atau dipisahkan misalnya satu kelompok bagian kiri atau kanan saja. Bila dipisahkan kiri atau kanan saja, harus diberi label pengenal yang jelas pada tromol atau stoples masing-masing yang menunjukkan sebelah kanan atau kiri, serta tanggal dan jam dimulainya sterilisasi. Sarung tangan kemudian dimasukkan kedalam tromol atau stoples yang telah berisi tablet formalin untuk disterilkan selama 24 jam sejak saat dimasukkan. Untuk tromol atau stoples ukuran satu liter digunakan empat tablet formalin 50 gram. Setelah selesai, peralatan dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ketempat semula.

3.3

Penatalaksanaan Sterilisasi Ruangan Pemeliharaan kamar operasi merupakan proses pembersihan ruang beserta alat-alat standar yang ada dikamar operasi. Dilakukan teratur sesuai jadwal, tujuannya untuk mencegah infeksi silang dari atau kepada pasien serta mempertahankan sterilitas. Cara pembersihan kamar operasi ada 3 macam : 1. Cara pembersihan rutin/harian 2. Cara pembersihan mingguan 3. Cara pembersihan sewaktu.
20

1.

Cara Pembersihan Harian

Pembersihan rutin yaitu pembersihan sebelum dan sesudah penggunaan kamar operasi agar siap pakai dengan ketentuan sebagai berikut : Semua permukaaan peralatan yang terdapat didalam kamar operasi harus dibersihkan dengan menggunakan desinfektan atau dapat juga menggunakan air sabun. Permukaan meja operasi dan matras harus diperiksa dan dibersihkan. Ember tempat sampah harus dibersihkan setiap selesai dipakai, kemudian pasang plastic yang baru. Semua peralatan yang digunakan untuk pembedahan dibersihkan, antara lain : 1. Slang suction dibilas. 2. Cairan yang ada dalam botol suction dibuang bak penampung tidak boleh dibuang di ember agar sampah yang ada tidak tercampur dengan cairan yang berasal dari pasien. 3. Alat anestesi dibersihkan, alat yang terbuat dari karet setelah dibersihkan direndam dalam cairan desinfektan. Noda-noda yang ada pada dinding harus dibersihkan. Lantai dibersihkan kemudian dipel dengan menggunakan cairan desinfektan. Air pembilas dalam ember setiap kotor harus diganti dan tidak boleh untuk kamar operasi yang lain. Lubang angin, kaca jendela dan kusen, harus dibersihkan. Alat tenun bekas pasien dikeluarkan dari kamar operasi. Jika alat tenun tersebut bekas pasien infeksi, maka penanganannya sesuai prosedur yang berlaku. Lampu operasi harus dibersihkan setiap hari. Pada waktu membersihkan, lampu harus dalam keadaan dingin. Alas kaki (sandal) khusus kamar operasi harus dibersihkan setiap hari.

2.

Pembersihan Mingguan

Dilakukan secara teratur setiap minggu sekali. Semua peralatan yang ada di dalam kamar bedah dikeluarkan dan diletakkan di koridor/didepan kamar bedah. Peralatan kamar bedah harus dibersihkan /dicuci dengan memakai cairan desinfektan atau cairan sabun. Perhatian harus ditujukan pada bagian peralatan
21

yang dapat menjadi tempat berakumulasinya sisa organis, seperti bagian dari meja operasi, dibawah matras. Permukaan dinding dicuci dengan menggunakan air mengalir. Lantai disemprot dengan menggunakan deterjen, kemudian permukaan lantai disikat. Setelah bersih dikeringkan. Setelah lantai bersih dan kering, peralatan yang sudah dibersihkan dapat dipindahkan kembali dan diatur kedalam kamar operasi.

3.

Pembersihan Sewaktu.

Pembersihan sewaktu dilakukan bila kamar operasi digunakan untuk tindakan pembedahan pada kasus infeksi, dengan ketentuan sebagai berikut : Pembersihan kamar operasi secara menyeluruh, meliputi dinding, meja operasi, meja instrument dan semua peralatan yang ada di kamar operasi. Instruemen dan alat bekas pakai harus dipindahkan/tidak boleh campur dengan alat yang lain sebelum didesinfektan. Pemakaian kamar operasi untuk pasien berikutnya diijinkan setelah pembersihan secara menyeluruh dan sterilisasi ruangan selesai. Sterilisasi kamar operasi dapat dengan cara : 1. Pemakaian sinar ultra violet, yang dinyalakan selama 24 jam. 2. Memakai desinfektan yang disemprotkan dengan memakai alat (foging). Waktu yang dibutuhkan lebih pendek dibandingkan dengan pemakaian ultra violet, yaitu kurang lebih 1 jam untuk menyemprotkan cairan, dan 1 jam kemudian baru dapat dipakai. Hal-hal yang harus diperhatikan pada penanganan pada kasus infeksi dan penyakit menular adalah : 1. Keluarga pasien diberi tahu tentang penyakit pasien dan perawatan yang harus dilaksanakan terhadap pasien tersebut. 2. Petugas yang menolong pasien harus : o memakai sarung tangan o Tidak luka atau goresan dikulit atau tergores alat bekas pasien (seperti jarum suntik dsb.)
22

o Memahamai cara penularan penyakit tersebut. o Memperhatikan teknik isolasi dan tekhnik aseptic. o Jumlah tenaga yang kontak dengan pasien dibatasi/tertentu dan selama menangani pasien tidak boleh menolong pasien lain dalam waktu bersamaan. 3. Pasang pengumuman didepan kamar operasi yang sedang dipakai yang menyatakan bahwa dilarang masuk karena ada kasus infeksi. 4. Bagian anggota tubuh yang akan dan sudah diamputasi dibungkus rapat dengan kantong plastic tebal yang cukup besar agar bau tidak menyebar dan menimbulkan infeksi silang. 5. Ruang tindakan secara periodic dan teratur dilakukan uji mikrobiologi terhadap debu, maupun terhadap kesehatan yang ada.

23

Daftar Pustaka

Amazine.

Apakah

Usus

Buntu

Memiliki

Fungsi:

Online

Populer

Knowledge

http://www.amazine.co/23065/apakah-usus-buntu-memiliki-fungsi-inilah-guna-usus-buntu/

Ardi,

Dian.

2013.

Obat

Radang

Usus

Buntu

Herbal:

Warung

Herbal

(online)

http://warungherbal15.blogspot.com/2013/08/obat-radang-usus-buntu-herbal.html

Fitriyah,

Lailatul.

2009.

Penatalaksanaan

Operasi.

WordPress(online)http://lailatulfitriyah.wordpress.com/2009/10/27/hello-world/

Gejala Usus Buntu. 2013. Blogspot (online) http://gejalapenyakitmu.blogspot.com/2013/04/gejalausus-buntu-definisi-penyebab-dan.html

24

You might also like