You are on page 1of 34

1.

Terdapat beberapa persoalan dasar pendidikan di negara kita, antara

lain: (1)pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. (2) relevansi program yang diselenggaraka dengan kebutuhan masyarakat. (3)

manajemen penyelanggaraan pendidikan.(4) partisipasi masyarakat dalam penyelanggaraan pendidikan.(5) pendanaan pendidikan (6) kulaitas output dan outcome lembaga pendidikan (7) lemahnya kemampuan masyarakat dalam pendidikan (8) lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional (9) belum adanya kesiapan pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Dari sembilan permasalah di atas berilah tanggapan secara terurai dengan penjelasan yang realistis di masyarakat, dapat didukung kajian teori atau hasil penelitianyang relevan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih mengalami berbagai proses pembangunan. Salah satunya adalah pembangunan di dalam bidang pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena peranannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan antara lain pada bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini memang masih sangat memprihatinkan. Di era globalisasi yang serba modern ini, Indonesia masih kurang mengembangkan SDM yang dimiliki masyarakat. Sistem pendidikan di Indonesia selalu disesuaikan dengan kondisi politik dan birokrasi yang ada. Padahal itu bukanlah masalah utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Yang lebih penting adalah bagaimana pelaksanaan di lapangan. Memprihatinkannya kualitas pendidikan di Indonesia ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa

indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Sedangkan menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Ditambah lagi, kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Dari data hasil survei yang didapat, tentu terdapat persoalan yang mendasari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Persoalan dasar tersebut antara lain: 1. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan merupakan salah satu permasalahan dasar pendidikan di Indonesia. Pemerataan Pendidikan merupakan sebuah tujuan pokok yang harus diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbuatan meratakan. Jadi dapat disimpulkan

bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan meratakan pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan. Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara dengan ribuan pulau dan memiliki 33 provinsi, dimana di setiap provinsi tersebut terdapat ratusan bahkan ribuan sekolah. Sekolah merupakan tempat para calon-calon pembangun bangsa menimba ilmu. Data terakhir pada 9 Januari 2011 oleh

http://mustafatope.wordpress.com/2011/01/09/jumlah-sekolah-di indonesia/ menunjukan bahwa di Indonesia terdapat:


Sekolah Dasar / Elementry School SMP / Yunior High School SMA / Senior High School SMK / Vocational High School SLB /Special School

144.228 28.777 10.765 7.592 1.686

Ribuan sekolah tersebut belum mendapatkan fasilitas yang sama dari pemerintah. Pemerintah lebih mementingkan sekolah-sekolah yang terdapat di Ibu kota dibandingkan dengan yang berada di desa. Sebagai contoh, sebuah film yang menarik perhatian banyak masyarakat, yakni Laskar Pelangi, dimana anakanak dalam film tersebut bersekolah di sekolah yang 180 drajat berbalik dari sekolah yang ada di Jakarta, tidak bertembokan bata dan bahkan jarak yang ditempuh pun jauh, walaupun ini hanya film, tetapi film ini di angkat dari kisah nyata. Bahkan terkadang pemberitaan di berita-berita televisi suka "menyentil" pemerintah dengan menayangkan berita-berita tentang bagaimana seseorang harus mendaki gunung, menyusuri sungai, bangun di pagi buta yang masih gelap gulita. Ini membuktikan bahwa belum terpenuhinya perhatian pemerintah di bidang pendidikan. Walaupun sudah di katakan dana untuk pendidikan adalah 20% dari APBN tetapi masih ada anak-anak yang belum menerima hak mereka. Tidak hanya itu, setiap tahun nilai kelulusan semakin meningkat. Mungkin

sekolah-sekolah di kota bisa mengatasi kenaikan nilai tersebut, tetapi bagaimana dengan murid-murid di sekolah yang tidak memiliki fasilitas selengkap di kota? Hal ini pula menjadi PR untuk Kementrian Pendidikan Indonesia, Kemendiknas ingin selalu menaikkan level pendidikan, tetapi tidak memikirkan bagaimana caranya. Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, apalagi hingga daerah terpencil. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan

menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini. Pendidikan di Indonesia memang belum merata, tetapi kita tidak boleh sepenuhnya menyalahkan pemerintah meskipun 70% dari persoalan ini merupakan kewajiban pemerintah. Peran kita sebagai saudara setanah air juga di pertanyakan, apakah kita hanya bisa geregetan melihat kinerja pemerintah yang lelet tetapi tidak berbuat apa-apa? Banyak LSM atau organisasi swasta yang sudah lebih dulu untuk mencerdaskan putra-putri bangsa tanpa campur tangan Pemerintah. Jadi kita sebagai saudara setanah air juga harus turut peduli terhadap saudara kita yang lain, yang belum mendapatkan keadilan dan hak mereka.

2. Relevansi masyarakat

program

yang

diselenggarakan

dengan

kebutuhan

Relevansi pendidikan merupakan suatu kesesuaian antara program pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia dengan kebutuhan di masyarakat. Saat ini, relevansi atau kesesuaian tersebut masih belum maksimal. Padahal, ketidakrelevansian tersebut menyebabkan dampak yang sangat besar. Lembaga pendidikan merupakan pengantar agen perubahan sosial di masyarakat. Namun, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini lembaga pendidikan memang kurang berhasil dalam mengantarkan anak didiknya sebagai agen perubahan sosial di masyarakat, terbukti dengan belum adanya perubahan yang signfikan dan menyeluruh terhadap masalah kebudayaan dan keilmuan masyarakat kita, dan masih maraknya komersialisasi ilmu pengetahuan di lembaga-lembaga pendidikan kita, mahalnya biaya pendidikan serta orientasi yang hanya mempersiapkan peserta didik hanya untuk memenuhi bursa pasar kerja ketimbang memandangnya sebagai objek yang dapat dibentuk untuk menjadi agen perubahan sosial di masyarakat. Masalah konkrit yang terjadi di masyarakat sebagai akibat dari adanya ketidakrelevansian antara program yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan kebutuhan masyarakat dapat dilihat pada semakin banyaknya Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai. Lulusan yang tidak siap pakai ini akhirnya berbuntut pada semakin banyaknya pengangguran di Indonesia. Dengan demikian tentu beban Indonesia semakin berat karena semakin banyak rakyat miskin di negeri ini. Selain itu, tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi juga merupakan salah satu masalah konkrit yang terjadi dimasyarakat. Hal ini lah yang juga semakin memperbanyak daftar pengangguran di Indonesia. Meskipun demikian, menurut sumber yang saya dapat, sebenarnya Pemerintah telah memiliki Program Peningkatan Relevansi Pendidikan, antara lain : a. Pemerintah provinsi menetapkan kebijakan program peningkatan relevansi satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat antarkabupaten/kota. b. Pemerintah provinsi membuat petunjuk operasional program peningkatan relevansi pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat antar-kabupaten/kota dalam RPTD bidang pendidikan. c. Pemerintah provinsi menetapkan tingkat relevansi pendidikan sesuai dengan dunia usaha dan industri, budaya daerah, dan unggulan lokal pada satuanpendidikan.

d.

Pemerintah provinsi bertanggung jawab terhadap terselenggaranya programpeningkatan relevansi pendidikan sesuai dengan dunia usaha dan industri,kebutuhan objektif masyarakat dan lingkungannya pada setiap satuanpendidikan di daerahnya.

e.

Pemerintah provinsi mengatur pelaksanaan program relevansi pendidikan,sesuai dengan kondisi dan potensi daerahnya Namun, pelaksaan program peningkatan relevansi tersebut masih kurang berjalan dengan maksimal. Sehingga, masih perlu dioptimalkan dalam usaha meningkatkan relevansi pendidikan di Indonesia.

3. Manajemen penyelanggaraan pendidikan Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Praktik Manjemen yang baik untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang sangat sulit. Karena banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah suatu hal yang penting. Padahal, manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan. Karena manajemen pendidikan berpengaruh terhadap sehingga keluaran yang diinginkan. Namun pada kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi tidak bisa diwujudkan.

Menurut sumber yang saya dapat, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait manajemen pendidikan yaitu, antara lain: a. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik, apakah menjadi lebih saleh, berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan. b. Manajemen Guru Sampai saat ini, guru sebagai salah satu sumber daya terpenting pendidikan masih undermanaged atau bahkan mismanaged. Pimpinan pendidikan pada umumnya masih melihat guru sebagai faktor produksi saja. Padahal manajemen guru, adalah suatu hal yang sangat penting untuk keberhasilan suatu pendidikan. c. Peningkatan Pengawasan Dalam manajemen pendidikan, fungsi pengawasan sepertinya menempati posisi terlemah. Masih banyak aspek pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang masih luput dari pengawasan.

d. Manajer Pendidikan Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola pendidikan. Selama ini banyak peran ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan, seperti guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan, meski urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar.

e. Partisipasi Manajer Bisnis Dalam membenahi manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk memanfaatkan keterampilan menajerial para manajer bisnis. Fungsi manajemen bersifat universal dan

keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain,

f. Aliansi antar sekolah

Aliansi antar institusi pendidikan bisa menjadi jalan memajukan institusi pendidikan, sehingga dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain.

g. Kebijakan Pemerintah Faktor eksternal berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut. Singkatnya, manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Meski demikian, penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus dihadapi, Semua pihak harus bekerja sama menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita pendidikan bisa terealisasi.

4. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan Partisipasi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah ikut serta dalam suatu kegiatan. Sedangkan masyarakat adalah eksistensi yang hidup, dinamis dan selalu berkembang. {Hery Noer Aly dan Munzier Suparta, 2003 : 191 }. Kata partisipasi masyarakat dalam pembangunan menunjukkan pengertian pada keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan { United Nation : 175 }. Dalam kebijakan nasional kenegaraan ini, meelibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah merupakan konsekuensi logis dari implementasi Undang-Undang No 22 Tahun 1990 Tentang Pemerintahan Daerah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa masyarakat memiliki peranan yang sangat besar terhadap majunya pendidikan di Indonesia. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, tenu pendidikan di Indonesia tidak akan mengalami kemajuan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi kegiatan (Cohen dan Uphoff : 1980). Secara lebih rinci, partisipasi dalam

pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya (Sahidu : 1998). Selama ini, penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia dalam kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-program pembangunan saja. Kegiatan partisipasi masyarakat masih lebih dipahamiu sebagai mobilisasi untuk kepentingan pemerintah atau Negara. Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota

masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek kebijakan dari pemerintah, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan, baik secara individu atau kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara-cara tertentu yang dapat dilakukan. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan (warga atau kelompok masyarakat ), sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang memberikan peluang. Apabila ada kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari warga atu kelompok masyarakat, meskipun pemerintah juga telah memberikan peluang, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak adanya ruang atau kesempatan yang diberikan oleh pemerintah untuk wrga atau kelompok masyarakat, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi. Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan Indonesia, perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan . Sebaliknya pihak pemerintah atau Negara juga memberikan ruang atau kesempatan kepada warga atau kelompok masyarakat untuk berpartispasi seluas mungkin sehingga kita bisa mencetuskan sebuah ide yang kreatif dan imajinatif dalam pengembangan pendidikan 9

Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses tranmisi pengetahuan , sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek perilaku-perilaku lainnya kepada generasi kegenerasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya, agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi muda melalui pendidikan atau secara khusus melalui interaksi sosial. Dengan demikian fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisai (Nasution : 1999). Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktifitas pendidikan sebenarnya sudah dimulai sejak ia dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak pertama menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia (Dewantara dalam Suwarno, 1972 : 72). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah

10

pendidikan formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai schooling (Tilaar : 2003) Di era globalisasi ini, tekhnologi semakin berkembang pesat. Begitu mudah informasi didapatkan dan diakses oleh masyarakat luas. Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai tergeser. Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan informasi yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan. 5. Pendanaan pendidikan Memang tidak dapat dielakkan lagi, masalah utama pada pendidikan di Indonesia terletak pada biaya atau dana. Pendanaan pendidikan merupakan ketersediaan dana dari pemerintah untuk pendidikan. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Dimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan telah disetujui dan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Juli 2008, namun PP itu tidak secara jelas mengatur larangan pungutan di sekolah. PP tersebut, bahkan seakan melegalkan terjadinya pungutan untuk pembiayaan pendidikan di satuan pendidikan sekolah negeri maupun swasta. Dari berita yang sering kita dengar, dana APBN yang dianggarkan oleh pemerintah untuk pendidikan adalah sebesar 20%. Namun, pada kenyataannya, dana tersebut belum sepenuhnya digunakan untuk pendidikan. Dan pada kenyataannya, pendidikan bermutu itu mahal.. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Bahkan terkesan muncul anggapan bahwa orang miskin tidak boleh sekolah.

11

Maka dari itu butuh kesadaran dari pemerintah dan orang-orang berwenang untuk meluruskan dan mentransparansikan dana yang seharusnya diperuntukkan kepada masyarakat. Selain itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk mengawasi jalannya kebijakkan pemerintah dan orang-orang yang berwenang di dalamnya. 6. Kualitas output dan outcome lembaga pendidikan Di era globalisasi yang serba modern ini, tingkat pengangguran di Indonesia memang semakin mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan Berita Resmi Statistik No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012. Dai berita resmi statistik tersebut, diketahui bahwa : Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang, bertambah sekitar 3,0 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2011 sebesar 117,4 juta orang atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding Februari 2011. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 112,8 juta orang, bertambah sekitar 3,1 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2011 sebesar 109,7 juta orang atau bertambah 1,5 juta orang dibanding keadaan Februari 2011. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 6,32 persen, mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2011 sebesar 6,56 persen dan TPT Februari 2011 sebesar 6,80 persen. Selama setahun terakhir (Februari 2011Februari 2012), jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan, terutama di Sektor Perdagangan sekitar 780 ribu orang (3,36 persen) serta Sektor Keuangan sebesar 720 ribu orang (34,95 persen). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Pertanian 1,3 juta orang (3,01 persen) dan Sektor Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 380 ribu orang (6,81 persen). Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2012, sebesar 77,2 juta orang (68,48 persen) bekerja di atas 35 jam per minggu, sedangkan pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 15 per minggu mencapai 6,9 juta orang (6,08 persen).

12

Pada Februari 2012, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebesar 55,5 juta orang (49,21 persen), sedangkan pekerja dengan pendidikan diploma sekitar 3,1 juta orang (2,77 persen) dan pekerja dengan pendidikan universitas hanya sebesar 7,2 juta orang (6,43 persen). Dari literatur yang didapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa semakin hari tingkat pengangguran di Indonesia semakin meningkat. Meningkatnya pengangguran di Indonesia dikarenakan oleh kurang berkualitasnya output dan outcome lembaga pendidikan di Indonesia. Banyak sekali lulusan lembaga pendidikan yang tidak berkompeten dan mampu bersaing di jaman yang serba modern ini. Oleh karena itu, lulusan lembaga pendidikan seperti itu hanya mampu menambah jumlah sampah masyarakat di Indonesia.

7. Lemahnya kemampuan masyarakat dalam pendidikan Kemampuan masyarakat dalam pendidikan memang masih rendah. Hal ini salah satunya ditunjukkan oleh lemahnya kemampuan masyarakat untuk membayar biaya pendidikan. Banyak sekali jumlah penduduk miskin di desa tertinggal dan daerah kumuh perkotaan yang tidak mampu membiayai pendidikan bagi anak-anaknya. Sehingga banyak sekali rakyat Indonesia yang hanya mampu sekolah sampai tingkat SMA, SMP, bahkan tak sedikit yang hanya sampai SD. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pendidikan rakyat. Di samping itu, terbatasnya sarana transportasi terutama di pulaupulau terpencil merupakan kendala bagi penduduk untuk menjangkau layanan pendidikan. Hal ini tidak dapat diabaikan karena menyangkut hak setiap anak Indonesia untuk mendapatkan layanan pendidikan. Masalah lain yaitu masih banyaknya siswa yang mengulang kelas. Analisis Kohort menunjukkan bahwa hanya 60,1% siswa SD/MI yang berhasil menyelesaikan pendidikannya selama 6 tahun, sebanyak 24,1% dalam 7 tahun, 5,2% dalam 8 tahun, dan selebihnya dalam 9 tahun atau

13

putus sekolah (Jalal dan Dedi Supriadi, 2001). Masalah besarnya proporsi siswa yang mengulang kelas atau putus sekolah ini merupakan realitas sosial yang perlu segera mendapatkan respon cepat dan tepat dari berbagai pihak untuk mengatasinya (Anonim, 2002). Ini menunjukkan betapa lemahnya kemampuan masyarakat dalam pendidikan yang tidak hanya ditunjukkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat namun juga kemiskinan rakyat yang menyebabkan semakin lemahnya kemampuan mereka.

8. Lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional Selain kemampuan masyarakat, kemampuan sistem pendidikan nasional di Indonesia juga memiliki kelemahan. Dunia pendidikan saat ini sering dikritik oleh masyarakat yang disebabkan karena adanya sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan tersebut yang menunjukkan sikap kurang terpuji. Banyak pelajar yang terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal, pencurian, penodongan, penyimpangan seksual, menyalah-gunakan obatobatan terlarang dan sebagainya. Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan para pelajar tersebut benar-benar telah meresahkan masyarakat dan merepotkan pihak aparat keamanan. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan adanya peningkatan jumlah pengangguran yang pada umumnya adalah tamatan pendidikan. Keadaan ini semakin menambah potret pendidikan kita makin tak menarik dan tak sedap dipandang. Hal ini juga semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap wibawa dunia pendidikan kita. Jika keadaan yang demikian tidak segera dicari solusinya, maka akan sulit mencari alternatif yang lain yang paling efektif untuk membina moralitas masyarakat.Berbagai solusi untuk memperbaiki dunia pendidikan dan mencari sebab-sebabnya merupakan hal yang tidak dapat ditunda lagi.

9. Belum ada kesiapan pelaksanaan desentralisasi pendidikan

14

Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok

penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995. Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom. Terdapat beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi, antara lain: Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat meningkatkan efisiensi. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal. Mengakomodasi kepentingan politik. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif. Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain : Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan. Perubahan berkenaan dengan ini desentralisasi pengelolaan

pendidikan. Dalam hal

pelempahan wewenang dalam

pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi.

Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi,

15

melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat.

Dari beberapa pengalaman di negara lain, kegagalan desentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :

1) Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah. 2) Kemampuan keuangan daerah yang terbatas. 3) Sumber daya manusia yang belum memadai. 4) Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai. 5) Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang. 6) Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.

Selain dampak negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilannya antara lain,

1) Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan. 2) Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat. 3) Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan memfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan

meningkatkan kualitas belajar siswa. Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat

keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan

16

atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu

organisasi.Tidak hanya sektor politik praktis yang tersapu gelombang otonomi. Dunia pendidikan pun tidak mau ketinggalan mengadopsi desentralisasi dalam kehidupannya. Akhirnya munculah istilah KTSP atau kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pemberlakuan KTSP di nilai berbagi pihak cukup membawa angin pada sistem pendidikan di Indonesia. Secara prinsip, KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi, kerakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat. KTSP dianggap sebagai kurikulum otonom yang berbasis kerakyatan. Karena didalamnya dijamin adanya muatan kearifan lokal. Dan yang terpenting, guru diberikan kesempatan untuk memaksimalkan segala potensi yang ada dimasing-masing daerah. Itulah yang membuat KTSP dianggap paling cocok untuk Indonesia. Menggingat keberagaman budaya yang membentang dari ujung Sumatera sampai Papua. Dengan KTSP segala kekayaan itu dapat diadopsi sebagai material teaching (bahan pengajaran). Ini tentunya akan membawa nilai tambah dalam khazanah pendidikan Indonesia. Desentralisasi pendidikan bukanlah berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau interfensi pejabat atau unit pusat, melainkan lebih berwawasan keungguan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.

2.

Hakekat

manusia

dari

pandangan

aliran

humanistik

(Adler)

menyatakan : Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dirinya dalam berbagai hal, mampu menentukan nasibnya sendiri, sehingga terbebas dan kegelisahan. Pada hakekatnya gambaran pribadi manusia adalah selalu dalam proses menjadi, yang merupakan satu kesatuan potensi yang terus menerus berubah dan berkembang, tidak pernah selesai dan tidak pernah sempurna. Setelah anda mencermati konsep aliran humanistik (Adler) tersebut di atas maka berilah ulasan atau tanggapan kaitan pentingnya pendidikan untuk

17

manusia. Ulasan atau tanggapan perlu didukung oleh literatur atau hasil penelitian yang relevan. Menurut saya, berdasarkan pernyataannya di atas Adler berpendapat bahwa orang dapat mengubah, membuat masa depan, membuat makna dalam hidup, menjadi tujuan yang diarahkan, dan tidak harus terbelenggu oleh peristiwaperistiwa masa lalu. Bahkan, konsepnya tentang "dorongan" telah dilihat sebagai suatu keterampilan yang mencakup filsafat humanistik dan dapat digunakan dalam perawatan modalitas yang singkat. Keterampilan ini meliputi: menunjukkan empati, mengkomunikasikan rasa hormat dan kepercayaan, dengan fokus pada kekuatan, membantu klien menghilangkan asumsi yang salah, dan berfokus pada tujuan (Watts & Pietrzak, 2000). Dia juga merasa bahwa kesuksesan dalam hidup dapat diukur oleh tingkat individu kepentingan sosial, atau rasa keterhubungan kepada orang lain dan untuk masyarakat di seluruh dunia (Adler, 1959). Manusia adalah individu yang sadar akan dirinya sendiri dan mampu sendiri dan mampu merencanakan serta membimbing perbuatan-perbuatan itu bagi aktualisasai dirinya sendiri. Ini merupakan antitesis teori Freud, yang benarbenar mereduksikan kesadaran ke status nonentitas sekedar buih di tengah samudra ketidaksadaran. Adler meyakini bahwa minat seseorang adalah bersifat bawaan. Ia juga meyakini bahwa menurut kodratnya manusia merupakan makhluk sosial.bukan karena bawaan belaka. Akan tetapi sama seperti setiap bakat kodrati lainnya., kecendrungan yang dibawa sejak lahir ini tidak bisa muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan dan latihan. Oleh karena itu ia yakin akan pentingnya pendidikan. Sehingga Adler menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik bimbingan kanak-kanak, menyempurnakan sekolah-sekolah dan mendidik masyarakat tentang cara-cara yang tepat untuk mengasuh anak-anak. Minat kemasyarakat menggantikan menggantikan minat yang bersifat

mementingkan diri. Adler memberikan tekanan kepada pentingnya sifat khas dari suatu kepribadian, yaitu individualita, kebulatan serta sifat-sifat khas pribadi manusia. Menurut adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat serta

18

nilai-nilai yang khas; tiap tindakan yang dilakukan seseorang membawakan corak khas gaya hidupnya yang bersifat individual. Seperti hasil penelitian yang dilakukan saat Adler masih menjadi dokter yaitu pada tahun 1912. Adler telah menaruh perhatian tehadap fungsi-fungsi jasmani yang kurang sempurna, hal ini dirumuskannya dalam organ und ihre psychische kompensationen. Mula-mula dia

minderwertigheit

menyelidiki tentang penyebab orang sakit itu menderita di daerah-daerah tertentu pada tubuhnya; misalnya ada orang menderita sakit jantung, Hasil penelitian Adler itu menyimpulkan bahwa pada daerah-daerah tersebut terdapat kekurangan kesempurnaan atau winderewertigheit, baik karena dasar maupun karena kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya dia menemukan bahwa orang yang mempunyai organ yang kurang baik itu berusaha mengkompesasikannya dengan jalan memperkuat organ tersebut dengan latihanlatihan yang intensif. Seperti halnya pendidikan untuk manusia, agar manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dirinya dalam berbagai hal, mampu menentukan nasibnya sendiri, sehingga terbebas dan kegelisahan, manusia sangat membutuhkan pendidikan untuk memperkuat kemampuan dan terus mengembangkan kemampuannya itu. Karena apabila tidak dikembangkan, maka akan terjadi ketidaksepurnaan perkembangan. Seperti yang telah kita ketahui bersama, saat ini pendidikan memang telah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi rakyat Indonesia. Untuk memperoleh pekerjaan yang layak pun, sesorang harus memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sahingga memang benar untuk memenuhi hakekat manusia seperti yang dikemukakan oleh Adler bahwa pendidikan memang sangat penting dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terpenuhinya hakikat manusia yang seutuhnya. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa tingkat pendidikan seseorang juga mempengaruhi tingkat pemikiran seseorang. Orang yang berpendidikan tinggi tentu berbeda pemikirannya dengan orang yang berpendidikan rendah. Oleh sebab

19

itu, pendidikan memang sangat penting bagi manusia. Karena pendidikan juga lah yang mampu mengarahakan seseorang ke arah yang positif, dan pendidikan merupakan suatu pengembangan potensi yang terus menerus berkembang. 3. Jelaskan disertai dengan contoh dalam kehidupan di masyaraka ;ada

aliran pengajaran berpusat pada perhatian ; dirintis oleh Ovideminat Decroly dengan semboyan sekolah untuk hidup dan oleh hidup. Anak harus memiliki pengetahuan terhadap dirinya sendiri dan tentang dunianya yaitu lingkungan tempat hidup dan di hari depannya. Pada sisi lain, apa yang dimaksud dengan konsep pengajaran proyek yang dikemukakan oleh John Dewey dan dilaksanakan W.H kilpatrick dalam pengajaran proyek. Aliran berpusat pada perhatian pertama kali dirintis oleh Ovideminat Declory (1871-1932) dari Belgia. Menurutnya, pendidikan seperti semboyan : Ecule pour la vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan oleh hidup. Ia menyumbangkan dua pendapat yaitu: 1. Metode global (keseluruhan), metode ini bersifat ideo visual sebab arti suatu kata yang diajarkan itu selalu disosiasikan 2. Centre dinterst (pusat-pusat minat),anak mempunyai minat spontan terhadap diri sendiri. Jadi minat satu orang anak dengan anak yang lainnya bisa berbeda-beda. Minat spontan terhadap diri sendiri dibedakan menjadi: a. Dorongan mempertahankan diri b. dorongan mencari makan minum, c. Dorongan memelihara diri. Sedangkan minat terhadap masyarakat antara lain: a. b. Dorongan sibuk bermain Dorongan meniru orang.

Menurut Ovideminat Declory, Asas-Asas Pengajaran Pusat Perhatian: 20

a. Pengajaran ini didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup. b. Setiap bahan pengajaran harus merupakan sesuatu keseluruhan. c. Hubungan keseluruhan antara bagian itu adalah hubungan simbiosis, artinya hubungan saling membutuhkan, saling ketergantungan. d. Anak didorong untuk selalu aktif. e. Harus ada hubungan antara sekolah dan Rumah. Berikut ini saya akan mengulas satu persatu asas pendidikan yang berpusat pada perhatian: 1. Pengajaran ini didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup Menurut pendapat saya, maksud dari pengajaran didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup adalah pengajaran yang diberikan kepada anak harus sesuai apa yang ia butuhkan. Apabila seorang anak berminat dan berbakat di dunia musik, maka pendidikan atau pengajaran yang tepat untuk diberikan kepada anak ersebut adalah mengenai pendidikan musik. Karena hal ini mampu mengembangkan minat dan bakat anak tersebut. Minat dan bakat seseorang memang perlu dikembangkan agar tidak menjadi sia-sia, karena bakat merupakan pemberian dari Allah SWT. 2. Setiap bahan pengajaran harus merupakan sesuatu keseluruhan. Menurut saya, maksud dari kalimat tersebut adalah bahwa bahan pengajaran harus merupakan suatu keseluruhan dari apa yang diajarkan. Tidak hanya bersifat sebgaian. Karena dengan memberikan pengajaran yang menyeluruh, seorang anak akan mampu lebih berkembang. Suatu keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang bersifat menyeluruh, tidak hanya berupa bagian-bagian kecil yang bisa menjadkan pemahaman anak akan berbeda. 3. Hubungan keseluruhan antara bagian itu adalah hubungan simbiosis. Artinya hubungan saling membutuhkan, saling ketergantungan. Menurut saya, maksud dari pendapat ini adalah keseluruhan merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang bersatu menjadi suatu keutuhan. Antara bagian yang satu dengan bagian yang

21

lainnya memiliki hubungan yang saling ketergantungan satu sama lain. Artinya, satu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain. Akan ada keterkaitan antara bagian-bagian yang bersatu menjadi sebuah kesatuan. Sebagai contoh, dalam pengajaran pada bidang seni musik. Tentu saja materi yang diajarkan saling berkaitan. Dan kemampuan seorang anak dalam suatu materi akan mempengaruhi pemahaman anak pada materi selanjutnya yang memiliki kaitan dengan materi sebelumnya. 4. Anak didorong untuk selalu aktif. Menurut saya,maksud dari asaa ini adalah seorang anak harus mampu aktif dalam pengajaran yang diberikan. Anak tidak hanya menunggu disuapi materi atau bahan ajar oleh guru atau pembimbingnya. Anak dituntut untuk ikut berfikir dalam mencari suatu pemecahan masalah. Tidak hanya itu, anak juga didorong untuk aktif bertanya. Keaktifan seseorang dalam bertanya bisa diartikan sebagai rasa ingin tahu yang besar dari anak tersebut. Pada kenyataannya, anak akan aktif dan konsentrasi

memusatkan perhatian terhadapa materi atau bahan ajar yang diberikan oleh guru karena minatnya pada materi tersebut. Seorang anak akan cenderung sering bertanya saat guru menjelaskan apabila ia ingin mengetahui yang pengetahuan yang lebih banyak dari apa yang disampaikan oleh guru. Dalam proses pengajaran, dorongan pada anak untuk aktif dapat dilihat ketika seorang guru mengajak anak didiknya untuk diskusi mengenai suatu permasalahan. Dalam diskusi tentu terdapat tanya jawab, dan bahkan tak jarang terjadi debat karena perbedaan pendapat. Dengan demikian tidak hanya aktif dalam berfikir, namun juga aktif bertanya dan berkomunikasi dengan teman lainnya. 5. Harus ada hubungan antara sekolah dan Rumah. Maksud dari asa ini adalah harus ada keterkaitan antara pengajaran yang diberikan di rumah dengan yang di sekolah. Misalnya

22

seorang anak memiliki minat di bidang musik. Di sekolah ia mampu mengembangkan bakatanya dengan mengikuti kegiatan

ekstrakurikuler yang diadakan oleh sekolah. Namun, orang tua anak ini tidak setuju kalua anak ini bergelut di bidang musik. Orang tuanya menginginkan si anak menjadi pelukis. Sehinga ketika di rumah, si anak dipaksa mengikuti bimbingan belajar melukis. Hal ini berarti tidak ada kesesuaian antara pengjaran yang dilakukan di sekolah dengan di rumah. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan psikologissi anak.biasanya anak akan merasa tertekan dan terpaksa menjalani apa yang dia hadapi. Gerakan Pengajaran Pusat Perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi ( cara mengajar, dan lain-lain ) agar perhatian siswa tetap berpusat pada bahan ajaran. Dengan kemajuan teknologi pengajaran, peluang mengadakan variasi tersebut menjadi terbuka lebar, dengan demikian upaya menarik minat menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian dalam pengajaran biasanya dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran, tetapi juga pada setiap kali akan membahas sub topik yang baru. Jadi, selain harus memperhatikan minat dan bakat kita juga harus membuat materi yang diajarkan menjadi semenarik mungkin agar anak didik tetap memuasatkan perhatiaannya terhadap apa yang kita sampaikan. Konsep pengajaran proyek yang dikemukakan oleh John Dewey dan dilaksanakan oleh W. H Kilpatrick dalam pengajaran proyek: Konsep Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) ini berakar pada pendidikan medis (kedokteran). Pendidikan medis menaruh perhatian besar terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual cukup tetapi gagal menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan (Maxwell, Bellisimo, & Mergendoller, 1999). Setelah melakukan pengkajian bagaimana tenaga medis dididik, pendidikan medis mengembangkan program pembelajaran yang memasukkan siswa ke dalam 23

skenario penanganan pasien baik simulatif ataupun sungguhan. Proses ini kemudian dikenal sebagai pendekatan problem-based learning. Kini, problembased learning diterapkan secara luas pada pendidikan medis di negara-negara maju. Konsep ini menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi otentik (authentic assessment). Obyek dalam project-based learning adalah pada kegiatan desain: merumuskan job, merancang (designing), mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil. Seperti didefinisikan oleh Buck Institute fo Education (1999), bahwa belajar berbasis proyek memiliki karakteristik: a. subyek belajar membuat keputusan, dan membuat kerangka kerja, b. terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya, c. subyek belajar merancang proses untuk mencapai hasil, d. subyek belajar bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan, e. melakukan evaluasi secara kontinu, f. subyek belajar secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan, g. hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya, dan h. kelas memiliki atmosfer yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan. Project-based learning merupakan strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk melibatkan subyek belajar di dalam tugas-tugas otentik dan dunia nyata agar dapat memperluas belajar mereka. Subyek belajar diberi tugas proyek atau problem yang open-ended dengan lebih dari satu pendekatan atau jawaban, yang mensimulasikan situasi profesional. Kedua pendekatan ini juga didefinisikan sebagai student-centered, dan menempatkan peranan guru sebagai fasilitator. Subyek belajar dilibatkan dalam project- atau problem- based learning yang secara umum bekerja di dalam kelompok secara kolaboratif, dan didorong

24

mencari berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan proyek atau problem yang dikerjakan. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, proyek merupakan strategi pembelajaran. Subyek belajar mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Ada kerja proyek yang mengikuti pembelajaran tradisional dengan cara proyek tersebut memberi ilustrasi, contoh, praktik tambahan, atau aplikasi praktik yang diajarkan sebelumnya dengan maksud lain. Akan tetapi, menurut kriteria di atas, aplikasi proyek tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek. Kegiatan proyek yang dimaksudkan untuk pengayaan di luar kurikulum juga tidak termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong subyek belajar menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Sedangkan difinisi proyek (bagi subyek belajar) harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang menjadi lebih luas dan mendalam (Baron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, & The Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998). Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau ill-defined problem (Thomas, 2000). Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek mungkin dibangun di sekitar unit tematik, atau gabungan (intersection) topik-topik dari dua atau lebih disiplin, tetapi itu belum sepenuhnya dapat dikatakan sebuah proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang mengejar subyek belajar, sepadan dengan aktivitas, produk, dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus digubah (orchestrated) dalam tugas yang bertujuan intelektual (Blumenfeld, et al., 1991). Proyek melibatkan subyek belajar dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, 25

pemecahan masalah, diskoveri, atau proses pembangunan model. Akan tetapi, agar dapat disebut proyek memenuhi kriteria Pembelajaran Berbasis Proyek, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru) pada pihak subyek belajar (Bereiter & Scardamalia, 1999). Jika pusat atau inti kegiatan proyek tidak menyajikan tingkat kesulitan bagi anak, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek Pembelajaran Berbasis Proyek yang dimaksud. Membersihkan peralatan laboratorium mungkin sebuah proyek, akan tetapi mungkin bukan proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek. Proyek mendorong subyek belajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek bukanlah ciptaan guru, tertuliskan dalam naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukanlah contoh Pembelajaran Berbasis Proyek, kecuali jika berfokus pada masalah dan merupakan inti pada kurikulum. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek tidak berakhir pada hasil yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengambil jalur (prosedur) yang telah ditetapkan sebelumnya. Proyek Pembelajaran Berbasis Proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rigid, dan tanggung jawab subyek belajar daripada proyek trandisional dan pembelajaran tradisoonal. Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada subyek belajar. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan subyek belajar, konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan subyek belajar dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Proyek dapat mengubah hakikat hubungan antara guru dan subyek belajar. Proyek dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan subyek belajar lebih kolaboratif daripada kerja sendiri-sendiri. Proyek juga dapat menggeser fokus pembelajaran dari mengingat fakta ke eksplorasi ide.

26

Bagaimana pun, belajar tidak dapat terlempas dari apa yang sudah diketahui subyek belajar dan konteks di mana hal itu dipelajari (Bednar, Cunningham, Duffy, & Perry, dalam Dunn, 1994). Para konstruktivis itu tidak menyangkal eksistensi (objektivitas) dunia nyata, akan tetapi dikatakannya bahwa makna apa yang kita bangun dari dunia nyata adalah indiosyncratic. Tidak ada dua orang yang membangun makna yang sama, karena kombinasi pengalaman dan pengetahuan sebelumnya akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Atas dasar keyakinan tersebut direkomendasikan bahwa pembelajaran perlu diletakkan dalam konteks yang kaya yang merefleksikan dunia nyata, dan berhubungan erat dengan konteks di mana pengetahuan akan digunakan. Singkatnya, pembelajaran perlu otentik. Seperti telah diuraikan di bagian depan, Implikasinya di dalam pembelajaran adalah penciptaan lingkungan belajar yang riil, otentik dan relevan sebagai konteks belajar tertentu. Guru dan model pembelajaran yang diciptakannya berfokus pada pendekatan realistik yang memudahkan siswa belajar memecahkan masalah dunia nyata (Jonassen, 1991). Lingkungan belajar konstruktivistik yang dimaksud adalah: a place where learners may work together and support each other as they use a variety of tools and information resources in their pursuit of learning goals and problem-solving activities (Wilson, 1995:27). Pembelajaran Berbasis Proyek juga merupakan pendekatan menciptakan lingkungan belajar yang realistik, dan berfokus pada belajar memecahkan masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek juga didukung oleh teori belajar eksperiensial. Seperti dikatakan William James bahwa belajar yang paling baik adalah melalui aktivitas diri sendiri, pengalaman sensoris adalah dasar untuk belajar, dan belajar yang efektif adalah holistik, dan interdisipliner (dalam Moore, 1999). Prinsipprinsip ini juga diterapkan dalam Pembelajaran Berbasis Proyek. Subyek belajar mengendalikan belajarnya sendiri, mulai dari pengidentifikasian masalah yang akan dijadikan proyek sampai dengan mengevaluasi hasil proyek. Guru/dosen berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan partner belajar. Tema proyek yang dipilih juga bersifat interdisipliner, karena mengandung unsur berbagai disiplin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dalam proyek yang dikerjakan itu.

27

Apa yang dilakukan subyek belajar dalam proses pembelajaran adalah pengalaman-pengalaman sensoris sebagai basis belajar. Ditegaskan oleh John Dewey bahwa pengalaman adalah elemen kunci dalam proses pembelajaran (Moore, 1999; Knoll, 2002). Dewey memandang belajar sebagai process of making determinate the indeterminate experience. Makna dari berbagai pengalaman adalah sebuah hubungan yang saling tergantung antara apa yang dibawa oleh subyek belajar dalam situasi belajar dan apa yang terjadi di dalam situasi itu. Berdasarkan pengetahuan yang diturunkan dari pengalaman sebelumnya, pada pengalaman baru orang membangun pengetahuan baru (Billet, 1996). Kerja proyek dapat dipandang sebagai proses belajar memantapkan pengalaman yang belum mantap, memperluas pengetahuan yang belum luas, dan memperhalus pengetahuan yang belum halus, sebagaimana juga dikatakan oleh Marzano (1992) bahwa belajar melalui pengalaman nyata (misalnya, investigasi dan pemecahan masalah-masalah nyata) dapat memperluas pengetahuan. Berdasarkan teori-teori belajar konstruktivistik yang dirujuk di atas, maka Pembelajaran Berbasis Proyek dapat disimpulkan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai lingkungan belajar: (1) otentik-kontekstual (goal-directed activities) yang akan memperkuat hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya; (2) mengedepankan otonomi subyek belajar (self-regulation) dan guru/dosen sebagai pembimbing dan partner belajar, yang akan mengembangkan kemampuan berpikir produktif; (3) belajar kolaboratif yang memberi peluang subyek belajar saling membelajarkan yang akan meningkatkan pemahaman konseptual maupun kecakapan teknikal; (4) holistik dan interdisipliner; (5) realistik, berorientasi pada belajar aktif memecahkan masalah riil, yang memberi kontribusi pada pengembangan kecakapan pemecahan masalah; dan (6) memberikan reinforcement intrinsik (umpan balik internal) yang dapat menajamkan kecakapan berpikir produktif. Moursund, Bielefeldt, & Underwood (1997) meneliti sejumlah artikel tentang proyek di kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan testimonial

28

terhadap guru, terutama bagaimana guru menggunakan proyek dan persepsi mereka tentang bagaimana keberhasilannya. Atribut keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:
1.

Meningkatkan motivasi. Dengan adanya metode proyek, anak akanlebih termotivasi dan semangat dalam mengerjakan proyrk tersebut.

2.

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.

3.

Meningkatkan kecakapan kolaboratif. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa

mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi (Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teoriteori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davydov, 1995).

4.

Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa

29

pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. 4. Uraikan lebih detail Fungsi sekolah berikut ini dalam pertumbuhan dan

perkembangan kehidupan anak : (a)menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk individu dengan berbagai pengetahuan (b)mengembangkan sikap sosial toleran dan gotongroyong (c)pembinaan watak anak (d)

pengemabngan sikap religius (f) menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas (g)pewarisan dan pengembangan kebudayaan Uraian detai fungsi sekolah adalah sebagai berikut: 1. Menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu dengan berbagai pengetahuan. Sebagai makhluk individu, seorang anak harus memiliki banyak ilmu pengetahuan agar ia mampu bertahan dan bersaing di era yang serba modern ini. Tidak dapat dipungkiri, meskipun ilmu pengetahuan memang tidak hanya mampu didapatkan di sekolah, namun sekolah memang memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh anak. Seperti yang kita ketahui, di Indonesia terdapat ratusan ribu sekolah-sekolah dalam berbagai tingkatannya. Untuk sekolah menengah atas saja banyak terdapat bermacam-macam jurusan, seperti IPA, IPS, Bahasa, Akuntansi, Teknik Informatika, Otomotif, farmasi, pertanian, dsb. Itulah salah satu contoh bahwa sekolah merupakan lembaga yang mencetak makhluk dengan berbagai pengetahuan. Banyak sekali pengetahuan yang kita dapatkan di sekolah. Pengetahuan kita tersebut seharusnya mamapu kita manfaatkan untuk mencerahkan mas depan kita. Seharusnya dengan pengetahuan kita tersebut, kita mampu membangun Indonesia untuk menjadi negara yang lebih baik dan lebih maju. 2. Mengembangkan sikap sosial, toleran, dan gotong royong. Menurut saya, fungsi sekolah sebagai tempat untuk

mengembangkan sikap sosial, toleran, dan gotong royong adalah fungsi sosial. Sejak masuk sekolah seorang anak sudah diajarkan untuk bermain 30

secara sportif, kemudian hal tersebut akan berkembang menjadi pengajaran yang lain seperti sikap toleransi terhadap sesama manusia, toleransi terhadap umat beragama lain, dan juga dikenalkan adanya tenggang rasa. Entah secara langsung atau tidak, seorang anak akan mendapatkan pengetahuan dan contoh mengenai hal-hal tersebut dalam bergaulnya atau berinteraksinya si anak dengan guru maupun temannya. Sebagai contoh ketika seorang teman mengalami kesusahan, si anak akan merasa kasihan danmengajak teman-temannya untuk

bergotongroyong membantu kesulitan temannya tadi. Dengan begitu, lambat laun seiring dengan pertumbuhan dirinya, si anak akan menyadari sendiri bahwa dalam pergaulan dibutuhkan sikap sosial, toleransi dan juga gotongroyong. 3. Pembinaan watak anak. Keberadaan sekolah dalam pembinaan watak anak terlihat pada pemberian wawasan mengenai hal yang baik dan hal yang buruk terhadap anak. Di sekolah anak diberikan pengetahuan mengenai moral, tata krama, dan etika dalam bergaul. Anak dituntut untuk mampu berlaku sopan dan memiliki tatakrama baik di rumah, sekolah, maupun maayarakat. Meskipun sejak kecil anak sudah diajari tatakrama dan sopan santun di rumah, namun dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, sekolah juga memiliki pengaruh yang besar dan peranan penting dalam pembentukkan watak anak. Karena di sekolahjuga merupakan tempat sosial, tempat anak berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-temannya. 4. Pengembangan sikap religius anak. Sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang selain menambah wawasan dan ilmu pengetahuan juga memberikan penanaman moral dan agama bagi seorang anak. Di sekolah, anak diberikan pengetahuan mengenai agama dan keimanan. Sehingga anak akan semakin percaya adanya Tuhan, malaikat, nabi, surga, neraka, dosa, pahala, dsb. Sehingga akan tertanam nilai religius pada kepribadian diri sang anak. 5. Menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas.

31

Fungsi sekolah yang selanjutnya adalah menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Di dalam sekolah, seorang anak akan diberikan ilmu pengetahuan dan bekal untuk masa depannya. Tingkat pengetahuan yang diajarkan di sekolah sesuai dengan tingkat pendidikan atau tingkat sekolah. Tingkat kesulitan materi yang diajarkan atau diberikan saat TK tentu berbeda dengan materi yang diberikan di SD, SMP, bahkan SMA. Tingkatan-tingkatan materi yang diberikan secara berjenjang ini dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak juga. Karena tingkat kesulitan materi yang mampu diterima oleh anak juga dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan perkembangan otaknya. Dengan diberikan ilmu pengetahuan yang lengkap dan berkualitas, diimbangi dengan wawasan yang luas, seorang anak disiapkan untuk mampu menjadi tenaga kerja yang berkualitas, mampu bersaing di era globalisasi yang serba modern ini, dan mampu menjadi tenaga kerja yang profesional. 6. Pewarisan dan pengembangan kebudayaan. Di sekolah, anak juga diberikan pendidikan mengenai kebudayaan. Kebudayaan yang telah ada sejak jaman dahulu kala akan diwariskan turun menurun salah satunya melalui pendidikan di sekolah. Contohnya adalah yang terdapat di SMA 1 Wonosari, Gunungkidul. Di SMA ini anak didiknya diberikan pendidikan seni tari. Pemberian seni tari pada anak didik ini merupakan proses pengenalan dan pewarisan budaya seni tari kepada generasi muda. Hal ini merupakan salah satu contoh bahwa pewarisan dan pengembangan budaya merupakan salah satu fungsi sekolah.

Daftar Pustaka Anderson, L., Windham, D.G. (eds) .1982. Education and Development: Issues in the Analysis and Planning of Postcolonial Societies. Toronto: Lexington Books - D.C. Heath and Company Agus Sujanto. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara. 32

Becker, G.S. (1993). Human Capital: A Theoritical and Empirical Analysis, with Special Reference to Education (third ed.). Chicago: The University of Chicago Press. Chapman, D. (2002). Management and Efficiency in Education: Goals and Strategies. Manila-Hongkong: Asian Development Bank and Comparative Education Research Center, The University of Hongkong. Cohn, E. (1979). The Economics of Education. Cambridge, Massachusetts: Ballinger Publishing Company. Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pengkajian 13 Indikator Pendidikan. Jakarta: PDIP Balitbang Depdiknas. Fitz-enz, J. (2000). The ROI of Human Capital: Measuring the Economic Value of Employee Performance. New York: American Management Association (AMACOM).Darywanto, 2001. Evaluasi Pendidikan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Depdiknas RI, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hery Noer Aly dan Munzier Suparta, 2003. Pendidikan Islam Kini Dan Mendatang. Jakarta: CV. Triasco. ____________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: Balai Pustaka. Notonagoro. 1973. Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila. Yogyakarta : F18 IKIP Yogyakarta. Prawirosentono, Suryadi, 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Sumadi Suryabrata, psikologi kepribadian,(Jakarta: CV Raja Wali, 1990). Suwarno, 1992 . Pengantar Umum Pendidikan. Surabaya.: IKIP. ____________, Undang-Undang Sisdiknas Republik Indonesia. 2003. No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : CV Triasco

33

Chalvin S. Hall & Gardner Lindzey, (kanisius, 1993) T. Sulistyono, Drs. M.Pd.,MM. 2003. Wawasan Pendidikan. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Usman, Moh. Uzer., Drs. & Setiawati, Lilis. 2000. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. P.T. Bandung : Remaja Rosdakarya. Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012

34

You might also like