You are on page 1of 26

RESUME BUKU STILISTIKA KARYA SOEDIRO SATOTO

www.sastra33.blogspot.com

IDENTITAS BUKU

1. Judul Buku 2. Penulis 3. Penerbit 4. Tahun Terbit 5. Kota Terbit

: Stilistika : Soediro Satoto : STSI Press : 1995 : Surakarta

www.sastra33.blogspot.com

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengantar Bahasa merupakan media utama yang membedakan seni sastra dengan cabang-cabang seni yang lainnya, bahasa merupakan alat komunikasi. Fungsi bahasa adalah untuk memberikan acuan pada pengalaman-pengalaman pemakainya. Pada prinsipnya, seni sastra dapat dipandang dari dua segi kemungkinan: a. Seni sastra dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Pendekatan yang dipakai femonologi atau ganzheit. b. Pada umumnya seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode struktural, atau struktural dinamik, yang lebih dikenal dengan istilah semiotika. Stilistika merupakan bidang linguistik yang mengemukakan teori dan metodologi pengkajian atau enganalisisan formal sebuah teks sastra, termasuk dalam pengertian extended.

B. Filsafat Keindahan (Estetika) Estetika berasal dari kata Yunani aesthesis, berarti perasaan atau sensitivitas. Sekarang, estetika diartikan segala pemikiran filosofis tentang seni sehingga estetika juga disebut filsafat seni atau filsafat pendidikan. Estetika, etika, dan logika membentuk trilogi ilmu-ilmu normatif dalam filsafat. Teks sastra dipandang sebagai alat estetika. Masalah-masalah di luar teks sastra (ekstrinsik) banyak diperhitungkan sebagai tolok ukur apakah sastra itu baik dan indah. Fungsi sastra di sini lebih ditekankan dari segi kegunaan dan kemanfaatannya (fungsi utile). Sebagai bahan baku, bahasa dalam sastra merupakan objek kajian, yang memiliki nilai terminal. Masalah-masalah yang berada dalam teks (intrinsik) itulah yang menjadi objek utama dalam pengkajiannya. Fungsi sastra di sini lebih ditekankan dari segi kenikmatannya (fungsi dulce).

www.sastra33.blogspot.com

1. Periodisasi Estetika a. Periode Platonis atau Dogmatis Periode platonis atau dogmatis merupakan tahap pembentukan pertama. Periode ini berlangsung sejak Socrates (w 399 SM) hingga Baumgarten (1714-1762). Baumgarten yang pertama-tama memberi istilah Yunani Aesthetika; dalam bahasa inggris Aesthetics; diindonesiakan menjadi Estetika. b. Periode Kritika Periode kritika ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu: 1) Sebelum Emanuel Kant, 2) Zaman Emanuel Kant, 3) Sesudah Emanuel Kant. c. Periode Positif Dewasa ini Sejarah estetika menurut pembabakan Croce terbagi ke dalam tiga periode: 1) Periode sebelum Kant. 2) Periode Kant beserta para pengikutnya. 3) Periode pisitif dewasa ini. Periode positif memiliki ciri sangat membenci metafisika. Abad estetika dewasa ini secara sistematika dibedakan ke dalam: 1) Estetika bawah (von oben), tidak akan dapat tersistematikan secara rapi tanpa mengabaikan beberapa keganjilan pikiran. Tokoh penting dalam periode estetika atas adalah Nietzsche. Karya-karyanya: Die geburt der Tragodie, Der Fall Wagner, Also Sprach Zarathustra, dan

Unzeitgemaesse Betrachtungen. 2) Estetika atas (von unten). Gustav Theodor Fechner (1807-1887) dari Jerman orang yang mengusulkan nama estetika induktif von unten sebagai alternatif lain dari estetika metafisika lama von oben untuk menentukan konsepsi yang tepat mengenai hakikat dari keindahan yang objektif. 3) Estetika dari bawah ke atas (von unten nach oben). Aliran estetika dari bawah ke atas berupaya memadukan antara tuntutan-tuntutan pemikiran

www.sastra33.blogspot.com

yang filosofis dengan keharusan metode penyelidikan secara positif dan terdapat dalam psikologis dan sosiologi muncullah nanti: psiko-estetik dan sosio-estetik. 2. Objek Estetika Yang menjadi objek utama secara langsung dari estetika adalah keindahan, baik keindahan alam maupun keindahan seni. 3. Metode dan Pendekatan Estetika Metode dan pendekatan estetika di sini lebih ditekankan pada objek estetikanya yaitu karya sastra. Berdasarkan diagram model Abrams, metode dan pendekatan karya sastra dapat dirumuskan ke dalam empat model sebagai berikut: a. Pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri secara otonom atau mandiri. Pendekatan ini disebut pendekatan objektif. b. Pendekatan yang menitikberatkan pada diri sastrawan. Pendekatan demikian disebut pendekatan ekspresif. c. Pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca atau publik. Pendekatan ini disebut pendekatan pragmatik. d. Pendekatan yang menitikberatkan pada alam semesta. Pendekatan ini disebut pendekatan mimetik.

C. Stilistika, Retorika, Wacana, Logika dan Bahasa Stilistika (Stylistics) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Stilistika sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti stail atau gaya, dibedakan ke dalam: stilistika deskriptif dan stilistika genetik. Stilistika genetik atau individual (L. Spitzer) memandang stail, gaya (style) sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi. Lewat analisis terinci (motif, pilihan kata) terhadap sebuah karya dapat dilacak visi batin seseorang pengarang, yaitu cara ia mengungkapkan sesuatu. Analisis ini agak mirip dengan psichoanalisis Sigmund Freud. Stilistika deskriptif (Ch. Bally), mendekati (approach) gaya (style) sebagai keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan

www.sastra33.blogspot.com

meneliti nilai-nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam suatu bahasa, yaitu secara morfologis, sintaksis, semantis. Panuti Sudjiman, Edito (1984: 80) memberi batasan wacana (discourse) adalah ungkapan pikiran yang beruntun, secara lisan atau tulisan, tentang suatu pokok. Logika dan Bahasa Kedudukan dan fungsi bertutur adalah: 1) sebagai pembeda antara manusia dan binatang, 2) menyangkut kegiatan sosial budaya, dan 3) berfungsi informatif. Ada tiga komponen dalam proses berkegiatan tutur yaitu: 1) penutur (komunikator), 2) tutur atau topik tutur, 3) penanggap atau penerima tutur (komunikan).

www.sastra33.blogspot.com

BAB II RETORIKA

A. Kegiatan Bertutur dan Retorika 1. Kegiatan Bertutur Kegiatan bertutur itu pada dasarnya adalah kegiatan manusia membahasakan seesuatu. Sesuatu tersebut lebih lanjut disebut topik tutur. Ada dua jenis bentuk bahasa yang bisa dipakai orang untuk membahasakan topik tutur yaitu, bahasa lisan dan bahasa tulis. 2. Pemanfaatan Retorika Pada dasarnya ada tiga bentuk cara untuk orang untuk memanfaatkan retorika, yaitu: a. Secara Spontan atau Intuitif Bentuk ini biasa dipakai dalam pembicaraan sehari-hari, atau salam situasi tidak resmi, dan ragam bahasa, ulasan, dan gaya tuturnya lebih bersifat spontan. b. Secara Tradisional Konvensional Bentuk ini dipakai karena meniru orang-orang terdahulu, dan ditiru karena dianggap baik atau mungkin karena penuturnya merupakan tokoh idola. c. Secara Terencana Bentuk retorika antara lain: ekposisi atau pemaparan, argumentasi, deskripsi atau pelukisan, narasi atau penceritaan, dan yang terpenting adalah persuasi atau peyakinan.

B. Pengertian Retorika 1. Istilah Retorik Di tempat asalnya Yunani, istilah retorika ditulis retoric. Itulah sebabnya mengapa I Gusti Ngurah Oka (Bandung, 1976: 24) menulisnya ke dalam bahasa Indonesia Retorik.

www.sastra33.blogspot.com

2. Keragaman Pengertian Retorika Pengertian retorika berdasarkan sejarah perkembangannya dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Retorika Attic Retorika adalah kecakapan berpidato di muka umum. Disebut retorika attic karena retorika ini populer di Semenanjung Attic, daerah Yunani. b. Retorika Sofis Menurut kelompok sofis, retorika adalah alat untuk memenangkan suatu kasus melalui kegiatan tutur. Prinsip-prinsip retorika yang diajarkan oleh kaum sofis antara lain: 1) Seorang penutur harus pandai memanfaatkan argumentasi. 2) Penutur harus cakap, terampil, dan fasih berbahasa. 3) Penutur harus pandai memanfaatkan emosi penanggap tutur sebaikbaiknya. 4) penutur harus pandai membakar semangat penanggap tutur. 5) Keseluruhan tindak, usaha, dan sarana dalam kegiatan bertutur harus diarahkan ke satu tujuan yaitu kemenangan. c. Retorika Aristoteles atau Retorika Tradisional Menurut Aristoteles, retorika adalah ilmu yang mengajar orang, keterampilan menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus. Ada empat buah fungsi dasar retorika Aristoteles: 1) Memadu orang mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai kemungkinan pemecahan suatu kasus. 2) Membimbing orang memahami kondisi kejiwaan penanggap tutur. 3) Membimbing orang menganalisis suatu kasus secara sistematis objektif untuk menemukan sarana persuasi yang efektif, untuk meyakinkan penanggap tutur. 4) Mengajarkan orang cara-cara yang efektif untuk mempertahankan gagasan hasil penganalisisan kasus tersebut. Tujuan retorika Aristoteles, untuk meyakinkan penanggap tutur akan kebenaran kasus yang terkandung di dalam topik tutur. Sejalan dengan

www.sastra33.blogspot.com

fungsi dan tujuannya, metode yang digunakan adalah metode ilmiah, yaitu metode yang mengajarkan pendekatan masalah dari dua segi yaitu segi dalam (internal), dan segi luar (eksternal). d. Retorika Modern Jika retorika tradisional bertujuan mempersuasi pihak lain, maka retorika modern tidak bisa menerima persuasi itu sebagai tujuan akhir retorika. Tujuan retorika modern adalah membina kerja sama, saling pengertian, dan kedamaian antarmanusia. Dalam bentuk ini retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang menggarap masalah tutur secara heuristik untuk membina saling pengertian dan kerja sama. 3. Penyempitan dan Penyimpangan Pengertian Retorika Adapun yang dimaksud dengan penyempitan dan penyimpangan pengertian retorika antara lain: a. penyamaan retorika dengan pengkajian sastra, b. retorika sebagai gaya bahasa (stilistika) dan gaya bertutur, c. retorika dipandang sebagai pedoman karang mengarang, dan d. retorika sebagai kecakapan bersilat lidah. 4. Pengertian Dasar Retorika Pokok-pokok pengertian dasar retorika adalah: a. Retorika adalah salah satu cabang ilmu yang mandiri. b. Rujuan retorika modern adalah membina berkembangnya saling pengertian, kerja sama, dan kedamaian bagi manusia dalam hidup bermasyarakat. c. fungsi retorika memberikan bimbingan kepada penutur untuk

mempersiapkan, menata, dan menampilkan tuturnya, sebagai tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses kegiatan bertutur. Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerja sama serta kedamaian dalam kehidupan masyarakat.

www.sastra33.blogspot.com

C. Renungan 1. Strategi Retorika dan Gambaran tentang Manusia Carl Rogers, seorang psikoterapis mengemukakan pandangannya tentang manusia bahwa tiap-tiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ia memandang manusia atas dasar dugaan bahwa manusia harus memegang teguh keyakinannya, dan tentang dunia macam apakah yang disukainya. 2. Kebutuhan Retorika Modern Menguasai retorika itu sangat penting, bukan hanya menguasai teori tentang retorika dan bagaimana seorang itu berkomunikasi, tetapi menguasai proses komunikasi itu sendiri. Sebagai suatu proses, retorika bermula dengan dorongan niat manusia untuk berkomunikasi berbagai pengalaman dengan orang lain.

www.sastra33.blogspot.com

10

BAB III LOGIKA DAN BAHASA

A. Hubungan Logika dan Bahasa 1. Tugas dan Objek Logika Tugas logika adalah memberikan penerangan bagaimana seharusnya orang berpikir (Poedjawiyatna, 1978:2). Sedang objek penyelidikan logika adalah manusia itu sendiri. Dengan kata lain bahwa tujuan mempelajari logika adalah memecahkan masalah atau mencari jawab permasalahannya yang dapat dirumuskan: bagaimana seharusnya manusia dapat berpikir dengan baik dan benar. 2. Logika dan Bahasa Pengetahuan sebagai hasil proses tahu manusia baru tampak nyata apabila dikatakan. Artinya diungkapkan dalam bentuk kata atau bahasa. Dalam ilmu pengetahuan, bahasa harus mampu mengungkapkan maksud si penutur dengan setepat-tepatnya. Bahasa ilmu pengetahuan harus logis. Ilmu berarti pengetahuan-tahu, sebagai hasil proses berpikir harus mengikuti aturan-aturan, yaitu logika.

B. Argumentasi Argumentasi adalah suatu keahlian untuk mempengaruhi pendapat atau sikap orang lain, agar mereka itu percaya atau bertindak sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh pengarang atau pembicara. Gorys Keraf mengemukakan bahwa sasaran-sasaran dasar ditetapkan oleh setiap pengarang argumentasi adalah: a. Argumentasi itu harus mengandung kebenaran bagi perubahan sikap atau keyakinan yang diargumentasikan. b. Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka. c. Pada saat pertama pengarang menggunakan sesuatu istilah, ia harus membatasi pengertian-pengertian dari istilah yang dipergunakan itu. d. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan diargumentasikan.

www.sastra33.blogspot.com

11

1. Dua Macam Argumentasi Ada dua macam argumentasi yaitu argumentasi deduktif (deductive argument), dan argumentasi induktif (inductive argumentasi) Logika artinya bernalar. Penalaran (reasoning) ialah proses mengambil kesimpulan (conclition, inference) dari bahan bukti (argument) atau petunjuk, evidensi (evidence), atau apa yang dianggap bahan bukti atau evidence. Ada dua jalan untuk mengambil kesimpulan yaitu lewat proses induksi dan lewat proses deduksi. Penalaran lewat induksi ialah penalaran yang berawal pada hal-hal yang khusus atau spesifik dan berakhir pada yang umum. Sedangkan penalaran deduktif ialah penalaran dari hal-hal yang umum ke hal-hal khusus. Penalaran deduksi adalah silogisme yang terjadi dari bagian: a. Premis mayor: suatu generalisasi yang meliputi semua unsur kategori, banyak diantaranya atau hanya beberapa unsurnya. b. Premis minor: penyamaan suatu objek atau ide dengan unsure yang dicakup oleh premis mayor. Kesimpulan: gagasan yang dihasilkan oleh penerapan generalisasi dalam premis mayor pada peristiwa yang khusus dalam premis minor.

2. Fakta, Evidensi, Pernyataan atau Penegasan, dan Opini Fakta (fact) atau kenyataan adalah peristiwa yang sebenarnya sebagai lawan dari sesuatu yang khayal atau dongengan. Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Pengertian fakta dalam kedudukannya sebagai sebuah evidensi tidak boleh dikacaukan dengan pernyataan atau penegasan. Pernyataan tidak berpengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi. Ia hanya menegaskan apakah fakta itu benar atau salah. Sebuah evidensi baru dapat diandalkan kebenarannya setelah melalui pengujian sebagai berikut: a. Fakta adalah sesuatu yang terjadi atau sesuatu yang ada variasinya, faktafakta yang digunakan mungkin sama, tetapi evidensinya bisa lain.

www.sastra33.blogspot.com

12

b. Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi, perlu diadakan peninjauan atau observasi singkat terhadap fakta-fakta tersebut. c. Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi. d. Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas).

C. Sesat Nalar (Fallacy) Penggunaan kata sesat dalam sesat nalar agak berbeda dengan kata salah, karena hasil yang diperoleh bukan akibat kesalahan penalarannya sebagai suatu konsep, melainkan karena kesesatan akibat tidak lurusnya proses penarikan kesimpulan berdasarkan aturan logika. Sesat nalar adalah gagasan perkiraan kepercayaan atau kesimpulan yang sesat atau salah. Ada beberapa jenis sesat nalar yang dapat kita saksikan dalam karangan, yaitu : 1. Deduksi yang Salah Sesat nalar yang sangat umum terjadi, ialah kesimpulan yang salah dalam silogisme (silogisme semu) yang berpremis salah atau tidak mematuhi aturan logika. Contoh : Tiko bukan dosen yang baik, karena mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah yang diampunya lebih dari 20%. 2. Generalisasi yang Salah Sesat nalar jenis ini disebut juga induksi yang salah, karena secara jumlah (kuantitatif), jumlah percontohnya (sample) tidak memadai (ingat: kadangkadang per contoh yang terbatas memungkinkan generalisasi yang tidak sahih). Contoh : Bangsa Indonesia itu bangsa tempe. Orang China penjajah ekonomi.

Dalam kedua contoh diatas perlu diberikan perwatasan misalnya: beberapa, banyak, sebagian kecil, sebagian besar, dan sebagainya.

www.sastra33.blogspot.com

13

3. Pemikiran atau ini, atau itu Sesat nalar jenis ini berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang rumit dari sudut pandangan (yang bertantangan) saja. Isi peryataan ini jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak benar tentu salahh; jika tidak ini tentu itu. Contoh: Jika senang, masuklah; tetapi jika tidak senang keluarlah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta. 4. Salah Nilai atau Penyebab Generalisasi induksi sering disusun berdasarkan pengantar terhadap hukum kausal (sebab akibat). Salah nilai atas penyebaran yang sangat biasa terjadi ialah sesat nalar yang disebut post hoc, ergo propter hoc, sesudah itu, maka karena itu. Contoh: Tersangka meninggal dalam tahanan; maka ia mati karena ditahan.

Salah tafsir sering juga mendasari salah nilai atas penyebaban. Misalnya dalan tahayul. Contoh: Pedagang muda itu selalu sakses usahanya sebab sebelum bekerja ia selalu mencium telapak kaki ibunya. 5. Analogi yang Salah Analogi ialah usaha pembanding dan merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan perenggang. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyelesaikan, karena logikanya yang salah. Contoh: Rektor harus bertindak seperti seorang jendral, menguasai anak buahnya agar disiplin dan dipatuhi. 6. Penyampaian Masalah Sesat nalar jenis ini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok masalahnya; atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok lain; atau jika kita menyeleweng dari garis yang telah ditentukan dalam kerangka pokok masalahnya. Contoh : KB tidak perlu, karena masih banyah daerah di Indonesia yang masih sangat sedikit penduduknya. 7. Pembenaraan Masalah Lewat Pokok Sampingan Sesat nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan okok yang tidak langsung berkaitan atau yang remeh untuk membenarkan pendiriannya. Contoh :

www.sastra33.blogspot.com

14

Orang boleh melanggar lalu lintas, sesab polisi lalu lintas juga sering melanggarnya.

8. Argumentasi ad homonim Sesat nalar jenis ini terjadii jika dalam berargumentasi kita melawan orangnya, bukan masalahnya. Khusus di bidangg politik argumentasi ini banyak dipakai. Contoh : Pelarangan beredar terhadap buku tertentu (meskipun isinya baik) karena pengarangnya bekas pencuri atau narapidana. 9. Himbauan pada Wibawa dan Keahlian yang Patut Disaksikan Dalam pembahasan masalah, oarang sering berlindung pada wibawa orang lain, pejabat, atau kalangan ahli saat menyampaikan dan menggungkapkan argumentasinya. Contoh : Saya telah mendapat petunjuk dari seseorang insinyur, yang kini menjadi Menteri Kebudayaan, bahwa ekonomi dunia kini berada di persimpangan jalan. 10. Non-Requisite Sesat nalar jenis ini, dalam argumenttasi mengambil kesimpulan bedasarkan premis yang tidak ada relevansinya. Contoh : Kampus merupakan tempat berkumpulnya para cendekiawan; karena itu, di dalamnya tidak mungkin ada kebodohan.

D. Renungan Bahasa sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dengan budaya manusia. Di sini bahasa mempunyai fungsi sosial, sekaligus fungsi kultural. Sebagai alat penyampaian hasil kebudayaan dari generasi ke generasi, bahasa harus komunikatis, lancar, tepatguna, berdayaguna, berhasilguna, dan logis. Pikir berpengaruh pada bahasan, dan beegitu pula bahasa berpengaruh pada pikir. Pendek kata, bahasa dan logika saling berpengaruh, saling melengkapi. Selama manusia masih menggunakan otaknya untuk berfikir, maka selama itu pula logika bahasa memegang peranan penting.

www.sastra33.blogspot.com

15

BAB IV HUBUNGAN KAJIAN BAHASA DAN SASTRA APLIKASINYA TERHADAP PROSA, PUISI DAN DRAMA

A. Hubungan Pengkajian Sastra dan Bahasa: Sebuah Kajian Linguistik terhadap Alur 1. Latar Belakang dan Masalah Ahli gramatika jarang sekali melihat ke luar batasan kalimat, dan ahli sastra jarang sekali melihat ke dalam kalimat untuk mengatakan bahwa di sana ada struktur-struktur dan sistem-sistem keseluruhan karya sastra (Backer, 1978: 3). 2. Kerangka Teori Stilistika adalah pemerian (deskripsi) pilihan khusus linguistik seorang pengarang, mulai dari pilihan linguistik yang paling luas tentang alur (plot), yaitu kesatuan keseluruhan (overall coherence) sampai pada pilihan yang paling sempit, yang meliputi pembentukan kalimat dan alinea, termasuk pilihan tentang hubungan linear (hubungan sintagmatis) maupun hubungan non-linear, yaitu rangka metaforis (hubungan paradigmatis). Jadi, stilistika memperhatikan gaya integrasi seluruh tingkat-tingkat dalam, hirarki linguistik suatu teks atau wacana (discourse) (Becker, 1978: 3). Di luar strukturalisme terdapat jenis-jenis hubungan yang lebih luas, yaitu hubungan antara pengarang dengan peminat, antara pengarang dengan penerbit. Makna sebuah teks adalah hubungannya dengan konteksnya. Konneth Burke dalam AB Becker (1978: 295) mengatakan bahwa pengarang sastra baik puisi maupun prosa adalah pembentuk bahasa yang sangat pandai memakai sumber-sumber bahasa sehari-hari untuk menciptakan suatu karya sastra dan yang menjadi peralatan hidup. Yang ada di belakang alur dan seript adalah konsep waktu. Dalam narasi Barat harus ada sesuatu yang penting yaitu waktu (tenses) yang menghubungkan adanya hukun kausal (hubungan sebab akibat), itulah alur (plot). Faktor terpenting adalah kalimat. Sebuah narasi minimal terdiri dari satu kalimat. Karena kalimatlah sebenarnya pendukung makna paling kecil. yang mencerminkan arsitektur

www.sastra33.blogspot.com

16

3. Kajian Linguistik terhadap Alur Apa sebenarnya faktor di belakang variasi itu. Ternyata terdapat faktor psikologis yang masuk ke dalam struktur bahasa di dalam ilmu Tata Bahasa ke-6 tahapan tersebut dapat dikenali lewat indikator-indikator tertentu. Misalnya: a. Abstraksi, biasanya dimulai barang-barang yang abstraksi. Fungsinya sebagai ringkasan intisari, iktisar. b. Orientasi, biasanya menunjuk tahap sebelumnya. Dalam keadaan apa ceritera ini bisa terjadi, waktunya, tempatnya (biasanya pengarang memberi gambaran tertentu). c. Komplikasi, ciri-ciri dalam narasi banyak menggunakan prefik me-. ., menunjuk ke keaktifan. Jadi bentuknya, me-. . . , me-. . . , me-. . . ,me-. . .. dalam bahasa Inggris termasuk bentuk simple past tense. Tahap ini menunjuk ke suatu hal yang tidak biasa, kejadian-kejadian yang luar biasa, ke luar dari script timbullah konflik. d. Evaluasi. Evaluasi adalah penting kedua di dalam narasi. Tense adalah penting pertama. Evaluasi penting karena memberi petunjuk mengapa kriteria ini diceritakan apa tujuannya, dan apa maksdnya. Hal-hal yang bertele-tele, remeh-remeh sangat tidak perlu didalam narasi, tetapi apa yang terjadi itu adalah evaluasi. e. Resolusi. Masih di dalam ceritanya. Masih didalam kejadian menurut sesuatu. Dalam tahap ini keadaan mulai menurun. Ciri-ciri dalam ttata bahasa ditandai denagn prefik di. . .dan ter. . .Dalam tahap ini kalimatkkalimat yang ada dii dalamnya menunjukkan gerak dari keaktifan ke kepasifan. f. Coda (ekor). Dari berakhirnya ceritera, ia kembali ke dalam suasana atau keadaan sekarang ini. 4. Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik Ada dua konsep waktu yang paling penting yaitu, konsep waktu sintagmatik (linear); dan konsep waktu paradigmatik (non linear). Dalam suatu wacana (discourse), kata-kata muncul secara berurutan. Linearitas bahasa meniadakan kemungkinan adanya dua unsur bahasa diucapkan sekaligus. Kombinasi unsur-unsur berdasarkan urutan ini dinamakan syntagme. Jadi

www.sastra33.blogspot.com

17

hubungan sintagmatik adalah hubungan unsur-unsur kebahasan yang muncul dalam satu urutan, sesuai denagn linearitas bahasa (Saussure, 1963: 170-173). Contoh : Saya masuk warung, makan dan minum, kopi. Di luar wacana, kata-kata yang mempunyai salah satu segi persamaan dapat berasosiasi dalam pikiran, dan terbentuklah kelompok kata-kata yang mempunyai hubungan yang berbeda-beda. Hubungan ini disebut paradigmatik berada dalam pikiran, merupakan kemampuan pribadi seseorang, dalam bahasa (Saussure, 1969: 170-175). Dapat dikatakan bahwa tahap komplikasi dan resolusi ada hubungan sintagmatik; sedang tahaptahap abstraksi; orientasi, evaluasi, dan coda ada hubungan paradigmatik. 5. Renungan Ada hubungan fundamental pengkajian sastra dan bahasa. Sebaiknya ahli sastra dan ahli gramatika mempelajari hubungan keduannya untuk memperoleh hasil pengkajian yang utuh. Stilistika bisa dipakai sebagai sarana pengkajian tersebut. Stilistika adalah biidang sastra yang paling dekat denagn retorika. Retorika bicara tentang komposisi, argumentasi, dan pidato. Makna sebuah teks adalah hubungannya denagn konteksnya.

Strukturalisme memberi kedisiplinan untuk mengkaji mulai denagn konteks dalam teks. Berdasarkan tingkatannya, ada hubungan parataktik (koordinasi) dan hipotaktik.

B. Bahasa Puisi Ciri-ciri bahasa sehari-hari dan bahasa sastra atau bahasa puisi tidak selamanya ajeg (consisitent). Artinya, ada bahasa sehari-hari yang bercirikan bahasa puisi, dan sebaliknya ada bahasa puisi yang bercirikan bahasa sehari-hari. Bahkan ciri-ciri bahsa puisi, prosa, dan drama saling tumpang tindih. Bahasa puisi tidak selalu berupa ekspresi hiasan; bukan juga keindahan yang menjadikannya ciri khasnya; tidak pula identik dengan bahsa emosional; dan tidak sepenuhnya bercirikan secra khusus oleh kekongkritannya atau keplaktisan, ini berarti kemenduaan.

www.sastra33.blogspot.com

18

Dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa ciri bahasa puisi mengggunakan bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Sedang bahasa sehari-hari lebih mengacu pada fungsi kegunaannya (pragmatik). Jan Mukarovsky (1976: 6) mengemukakan bahwa bahasa puisi itu menempatkan fungsi sebagai ciri khusus yang tetap. Fungsinya merupakan modus pemanfaatan ssifat-sitfat dari gejala-gejala yang dikemukakan secara fungsional bahsa puisi adalah suati adaptasi; linguistik ke arah suatu tujuan ekspresi lingustik. Berdasarkan uraian di atas, puisi berbeda dengan retorika. Puisi berfungsi untuk membangkitkan keeharuan dan emosional sedang retorika berfungsi untuk menyampaikan ide atau gagasan. Pembedaan antara puisi dan retorika tidak bersifat linguistik, walaupun metafora yang bersifat linguistik bukan sebagai sarana puitik. Jadi jelas bahwa puisi atau bukan puisi adalah konvensi atau kebiasaan masyarakat. Demikian juga bahasa puisi yang menentukan adalah konvensi masyarakat.

C. Bahasa Drama Kedudukan, Fungsi, Peranan dan Gaya 1. Hubungan pengkajian Bahasa, Sastra, Budaya, dan Seni Tradisional Yang dimaksuud Teater Tradisional adalah jenis teatter daerah atau etnis yang telah mentradisi sifatnya. Seni teater tradisional bersifat kedaerahan di dalam masyarakat sudah ada, dan berjalan berabad-abad lamanya. Ia telah merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Teater Tradisional tersebut karena sifat kedaerahannya, umumnya menggunakan bahasa daerah sebagaiu medianya. Bahasa daerah berfungsi sebagai: a. lambang kebanggaan daerah, b. lambang identitas daerah, dan c. alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Pembinaan bahasa daerah dilakukan dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia dan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan khasanah kebudayaan nasional sebaggai salah satu sarana identitas nasional.

www.sastra33.blogspot.com

19

2. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Seni Pembinaan kesenian daerah (dalam konteks ini, baca: Seni Teater Tradisional) ditingkatkan dalam rangka mengembangkan kesenian nasional agar dapat lebih memperkaya kesenian Indonesia yang beraneka ragam. Tradisi dan peninggalan sejarah (termasuk dari Seni Teater Tradisional) yang mempunyai nilai perjuangan bangsa, kebanggan serta kemanfaatan nasional tetap terepelihara dan dibina untuk memupuk, memperkaya dan memberi corak pada kebudayaan nasional. Seni Teater Tradisional dalam program Sosiodrama yang dimaksud ialah suatu bentuk kesenian yang menyatu denagn kehidupan masyarakatnya, dan mempunyai sifat spontan, sederhana, improvisasi, akrab, serta dapat langsung menyampaikan pesan yang mudah diresapi oleh masyarakat lingkungannya. 3. Teater Tradisional sebagai Media Komunikasi Komunikasi merupakan dasar dari pada hubungan antar manusia yang ada di dalam masyarakat. Komuniukasi merupakan mekanisme atau sarana dalam pengoperan rangsangan yang berupa pesan pembangunan di dalam masyarakat yang sedang giat-giatnya membangun. Teater tradisional pada umumnya disajikan dengan menggunakan bahasa lisan (maksudnya tanpa naskah lakon) dalam cakapannya. Bahasa tulis baku sudah banyak kriteria yang bisa dipedomani: a. Jika menyangkut masalah kosa kata, berpedoman pada KUBI; b. Jika menyangkut masalah peristilahan, berpedomanlah pada PUPI; c. Jika menyangkut masalah ejaan, berpedomanlah pada PU EYD; d. Jika menyangkut masalah gramatika atau ketatabahasaan, berpedomanlah pada buku-buku tatabahasa yang sekarang kita gunakan. Teater tradisional pada umunya tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah-daerah. Bahasa yang digunakan pada umumnya adalah bahasa lisan daerah. Disajikan dalam situasi tak resmi. Itu bukan berarti bahwa penggunaan bahasanya bisa dilaksanakan denagn semena-mena. Kerja sama antar orang Indonesia, ini berarti bahwa proses

komunikasinya harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk

www.sastra33.blogspot.com

20

masyarakat pedesaan yang sebagian besar (80 %) mereka menggunakan bahasa daerah sebagai media komunikasi mereka. 4. Filsafat komunikasi Negara Sedang Berkembang Proses komunikasi tidak bisa terlepas dari proses politik dan slosiokultural pada suatu masyarakat. Peranan komunikasi di dalam negara sedang berkembang menjadi: a. penyebab dan pembawa perubahan b. pengubah tradisi (dalam arti positif maupun negatif), c. penimbul tuntutan dan harapan baru yang belum dikenal, d. penyebab urbanisasi di mana urbanisasi merupakan penyebab dari pengakhiran buta huruf, dan e. pengakhir buta huruf serta pengaruh dari media elektronika mempertinggi pengaruh media, serta kecenderungan mempercepat proses pembangunan ke modernisasi. Fungsi komunikasi di dalam negara sedang berkembang adalah pendidikan dan penerangan dalam usaha mengatasi segala macam problema yang bisa timbul akibat logis dari proses pembauran (penekanannya pada integritas) dan pembaruan dengan jalan membangun di segala bidang. Pekerjan pengoperan atau estafet atas pesan dari keyakinan yang dimaksud dalam suatu issue tidaklah mudah. Diperlukan retorika dan seni berkomunikasi. Di sini diperlukan adanya keserasian antara komunikator si pembawa pesan denagn sarana komunikasi (dalam hal ini seni Teater Tradisional) 5. Seniman sebagai Humas dan Komunikator Sebagai pemain dalam seni teater tradisional, di samping fungsinya sebagai poemeran watak tokoh, seniman juga berperan sebagai komunikator. Dalam fungsinya sebagai komunikator pada masyarkat Indonesia yang sedang melaksanakan tugas pembangunan termasuk di dalamnya usaha membangun bahasanya, seniman bisa saja menyisipkan pesan yang sedang menjadi issue pembinaan dan pengembangan bahasa. Yaitu gunakanlah bahasa dengan baik dan benar menuju bahsa Indonesia modern yang mampu mengungkapkan konsepsi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bahsa Indonesia yang tidak

www.sastra33.blogspot.com

21

memberi kesan rancu dan kacau sampai batas-batas perkembangan dan kewajaran. 6. Pengindonesiaan Teater Tradisional Perlu dikemukakan terlebih dahulu beberapa istilah seni sastra dan teater yang menggunakan kata Indonesia sebagai atributnya dan sering menimbulkan kekacauan. Yang dimaksud di sisni antara lain: a. Apa yang dimaksud dengan sastra Indonesia 1) Sastra yang menggunakan bahasa Indonesia 2) Sastra yang ditulis orang Indonesia 3) Sastra tentang Indonesia 4) Sastra yang beredar di Indonesia 5) Sastra yang terbit di Indonesia dan sebagainya. Dilihat dari segi kedudukan dan fungsinya, bahasa Indonesia adalah sebagai identitas suatu bangsa, yaitu bahasa Indonesia. Maka dalam konteks ini, sastra Indonesia adalah sastra yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai medianya. b. Analog dengan rumus no. 1 di atas, sastra daerah adalah sastra (termasuk seni teater) yang menggunakan bahasa daerah sebagai medianya. Karena bahasa daerah mempunyai fungsi sebagai identitas kedaerahan. Pengindonesiaan teater tradisional, bentuk wayang misalnya, tidak sekedar pengalihbatasan dari bahsa Daerah ke dalam bahasa Indonesia, tetapi juga proses alih kode dan alih budayanya itu tidak mudah. Pendekatan semiotika dan stilistika dalam karya sastra, dengan melibatkan telaah estetika terhadap kode sastra, kode bahasa, dan kode budaya dalam satu hihirarki tersistem, dimungkinkann bisa memberi kemudahan dalam pemahaman, sekaligus memberi makna yang bulat utuh. 7. Gaya Bahasa Drama Bahasa dalam drama, lazimnya menggunakan bahasa dalam bentuk cakapan (dialog atau monolog: monolog, aside atau sampingan, solilokul). Bahasa cakapan mengacu pada citraan dengaran (auditory imagery). Hal ini menyiratkan kepada kita bahwa bahasa drama hendaknya memperhitungkan

www.sastra33.blogspot.com

22

kemungkinan pementasannya untuk didengar penonton artinya tidak sekedar untuk dibaca seperti halnya dalam drama baca atau drama literer. Salah satu perbedaan antara jenis drama dengan jenis puisi terletak pada cara dan teknik penggunaan aspek bahasanya. Genre drama kata lebih bergantung pada cara dan teknik pemanfaatan cakapan. Cakapan dalanm drama harus dapat melukiskan tikaian (konflik). Pada dasarnya, cakapan (di samping penokohan atau perwatakan, dan gerak ) adalah perwujudan dari tikaian atau konflik yang menjadi hakikat sebuah drama. Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam bahasa drama: 1) Bahasa drma hendaknya mampu melahirkan mpermasalahan yang harus dipikirkan, dirasakan, dipecahkan oleh tokoh-tokoh watak, 2) Bahasa drama hendaknya bisa menggambarkan kekhasan masing-masing tokoh wataknya 3) Bahasa drama hendaknya mampu membina alur dramatis (dramatic plot). Pengkajian aspek bahasa, gaya, stail (style) bertujuan untuk melukiskan sejauh mana keberhasilan seorang teaterawan menggarap cakapan, sesuai dengan aplikasi bahasa kreatif yang imaginatif, figuratif, simbolik, metaforik, dan memiliki unsur-unsur estetika bahasa. a. Gaya Bahasa Drama Sejarah Sifat umum dalam Drama Sejarah adalah banyak menggunakan gaya bahasa arkaik (archaic: kuno sudah tidak lagi dipakai) dengan menggunakan unsur-unsur gramatika yang membina kata-kata yang indah, penuh kiasan perbandingan, dan kadang-kadang terasa bombastis, yaitu penggunaaan katakata yang muluk-muluk. Hal ini dipengaruhu oleh gaya bahasa drama-drama Shakespcare. Gaya bahasa drama sejarah ini sering menggunakan bahasa berirama (sajak), yaitu gaya bahasa drama liris atau drama puitis. b. Gaya Bahasa Drama Realisme Jenis drama merupakan jenis bahasa yang paling efektif daripada jenis prosa dan puisi. Sebenarnya, dialog atau cakapan dalam drama memang cenderung mengabaikan berbagai corak keindahan bahasa disamping

www.sastra33.blogspot.com

23

sifatnya yang idiomatik dan untuk menyesuaikan gaya dramawan pada zamannya. Gaya yang digunakan diciptakan untuk menghidupkan suasana realitas. Gaya bahasa dengan memperhilangkan fonem: baik di muka (eferesis), di tengah (syncope), maupun di belakang (apocope), merupakan gaya bahasa realis yang menimbulkan suasana realis atau seharian. Kelebihan gaya bahasa drama realis ini, dengan menggunakan bahasa seharihari dalam dialognya, diharapkan lakon akan lebih akrab dan intim dengan publiknya. c. Gaya Bahasa Drama Absurdisme Di Indonesia, gaya absurdisme dalam drama dimulai dengan munculnya drama-drama Iwan Simatupang. Salah satu ciri drama yang absurdisme ialah, bahasanya agak sukar dipahami jika dibanding dengan gaya drama realisme. Hal ini disebabkan absurdisme diniatkan untuk menyampaikan gejolak-gejolak batin manusia, dan masalah-masalah yang ada di dalam jiwanya. Dalam gaya absurdisme sering kita jumpai pula perulangan-perulangan yang salah satu fungsinya untuk membina struktur alur dramatik, yang bisa pula menimbulkan tegangan-tegangan. Gejala gaya bahasa absurdisme dalam drama ini terjadi di Barat, yaitu munculnya aliran baru yaitu anti realisme.

www.sastra33.blogspot.com

24

BAB V GAYA BAHASA

A. Hakikat dan Syarat Gaya Bahasa 1. Hakikat dan Pengertian Gaya Bahasa Hakikat gaya (style) adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui bahasa, tingkah laku, dan sebagainya. Dengan mempelajari gaya dari seseorang, kita akan mengetahui dan menilai pribadi, watak dan kemampuan sseorang yang bersangkutan. Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata atau diksi yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hannya meliputi unsur-unsur kalimat yang memperhatikan corak-corak tertentu, seperti yang umum terdapat dalam retorika-retorika klasik. 2. Syarat-syarat Gaya Bahasa Gorys Keraf (1981: 99) menyatakan bahwa gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur dasar yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.

B. Jenis-jenis dan Ragam Gaya Bahasa 1. Berdasarkan Titik Tolak yang Dipergunakan Gorys Keraf (1981: 127) mengklasifikasikan gaya bahasa berdasarkan titik tolak yang dipergunakan ke dalam empat jenis, antara lain: a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar dapat dibedakan, yaitu: 1) Gaya bahasa resmi 2) Gaya bahasa tak resmi 3) Gaya bahasa percakapan b. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat Ada beberapa gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, antara lain: 1) Struktur kalimat Dilihat dari segi kegayabahasaannya, kalimat-kalimat dapat bersifat periodik, kendur dan berimbang (Gorys Keraf, 1981: 106-108).

www.sastra33.blogspot.com

25

2) Gaya bahasa Berdasarkan corak struktur kalimat, gaya bahasa dibagi menjadi lima yaitu klimaks, antiklimaks, repetisi, pararelisme, dan antitesis. (Gorys Keraf, 1981: 108-111). c. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada Berdasarkan nada yang terkandung dalam sebuah wacana, gaya bahasa dibedakan ke dalam: gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah. (Gorys Keraf, 1981: 111-114). d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa dibedakan, antara lain: 1) Gaya bahasa retoris Gaya bahasa retoris dibedakan menjadi beberapa yaitu: aliterasi, inverse, apofasis, apostrof, asidenton, kiasmus, ellipsis, eufemismus, hysteron porteron, ironi, litotes, muendo, perfrasis, pleonasme, prolepsis, pernyataan retoris, silepsis dan zeugma (Gorys Keraf, 1981: 114-121). 2) Gaya bahasa kiasan Gaya bahasa kiasan adalah gaya yang dilihat darii segi makna tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna-kata-kata yan

membentuknya. Gaya bahasa ini, pertama dibentuk berdasarkan perbandingan dan persamaan. Perbandingan berbentuk bahasa kiasan pada mulanya dari analogi. 2. Berdasarkan Maksud dan Tujuan yang Hendak Dicapai Gaya bahasa merupakan sarana penunjang bagi pengembangan kosakata, keterampilan berbahasa, pemahamn serta penghayatan karya sastra. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Berdasarkan masud dan tujuan yang hendak dicapai, maka gaya bahasa dapat dibedakan atas: a. Gaya bahasa perbandingan b. Gaya bahasa pertentangan c. Gaya bahasa pertautan

www.sastra33.blogspot.com

26

You might also like