You are on page 1of 18

BRONCHIOLITIS

I.

Pendahuluan Bronchiolitis adalah peradangan pada bronchiolus biasanya terjadi pada

anak-anak kurang dari 2 tahun disebabkan karena infeksi virus (saluran pernafasan kecil dan merupakan bagian akhir yang dilalui udara sebelum memasuki alveoli) yang menyebabkan kesulitan bernafas pada pasien terutama pada saat ekspirasi. Kesulitan bernafas terjadi sebagai akibat dari penebalan dinding bronchiolus, hasil-hasil proses peradangan seperti mukus ataupun debris seluller (eksudat) yang kemudian menutupi lumen dari bronchiolus dan menghambat aliran udara masuk - keluar paru. 1,2 Walaupun dapat disebabkan oleh banyak faktor, peradangan pada penyakit ini didominasi oleh infeksi, terutama infeksi virus. Virus yang tersering menyebabkan bronchiolitis adalah Respiratory syncytial virus (RSV).3,4 Umumnya penyakit ini bersifat Self limiting disease sehingga hanya memerlukan pengobatan simptomatik, namun pada beberapa kasus resiko tinggi (seperti BBLR yang premature, sosiolekonomi rendah, anomali pada saluran pernafasan, bayi-bayi ditempat penitipan dan lingkungan ramai) gejala dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian. Kematian terutama disebabkan oleh dehidrasi dan kegagalan pernafasan.5 II. Insiden Di Amerika Serikat, kira-kira 50.000-80.000 anak usia < 1 tahun yang dirawat di rumah sakit setiap tahunnya diakibatkan bronchiolitis dan angka kematiannya mencapai 200-500 tiap tahunnya. Data lain menunjukkan bronchiolitis mengenai 11 dari setiap 100 anak dalam populasi. 6,7 III. Epidemiologi Penyakit ini relatif jarang ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering pada anak usia < 2 tahun serta bayi < 6 bulan, dengan puncak insiden terjadi pada usia 2-3 bulan. Lebih banyak pada laki-laki 1,25 kali dibandingkan perempuan, yang tidak mendapatkan ASI dan yang tinggal dilingkungan padat penduduk. Keluarga 1

yang lebih tua sering menjadi sumber penularan walaupun mereka hanya memiliki gejala gangguan respirasi ringan. Bronchiolitis lebih sering menjadi epidemik pada musim semi, akhir musim gugur dan awal musim dingin namun jarang di temukan kasusnya selama musim panas. 6,7,8,9,10,11 IV. Etiologi Bronchiolitis terutama disebabkan oleh infeksi virus Respiratory syncytial virus (RSV) bertanggung jawab > 50 % kasus dan yang paling sering menyebabkan bayi yang terinfeksi memerlukan perawatan rumah sakit, selain itu Parainfluenza virus, adenovirus & rhinovirus merupakan penyebab penyakit ini (pada 20% kasus). Kadang kala Human metapneumo virus juga dapat menginfeksi sebagai RSV. Agen infeksi lain seperti bakteri (H. Influenza, Pneumococci atau Streptococcus Hemolityc), eaton agent (Mycoplasma Pneumoni) dan Legionella Pneumophilla (terutama pada anak yang lebih tua dan orang dewasa), Chlamydia, ureplasma serta pneumocytis Cranii. Selain agen infeksi, pada beberapa kasus bronchiolitis dapat terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi, menghirup gas iritan seperti sulfur dioxide, ammonia, nitrodioxide dan asap beracun hasil industri atau pencemaran lingkungan.6,7,8,9,10,11,12 V. Anatomi Secara anatomi saluran penghantar udara mulai dari cavum nasi yang dilanjutkan ke faring melalui nasofaring, kemudian dari faring dilanjutkan ke struktur laring yang terbenruk dari rangkaian cincin tulang rawan, dihubungkan dengan otot-otot dan mengandung pita suara (Plica Vocalis). Setelah melewati laring, udara akan mengalir sepanjang struktur yang disokong oleh tulang rawan hialin (Cartilage trakhealis) berbentuk sepatu kuda /U yang membuka ke arah posterior dimana antar ujung posterior yang satu dengan yang lain dijembatani oleh serat-serat otot polos(m. trakhealis ). Struktur tersebut diatas dikenal dengan nama trakhea (Gambar 1)1,2,3

Gambar 2 Trakhea & Bronchus, Proyeksinya pada dinding dada depan (dikutip dari kepustakaan 4) Pada gambar 2 tampak bahwa Trachea bercabang menjadi bronchus principalis dextra dan bronkus principalis sinistra. bronchus principalis dextra bercabang lagi menjadi 3 bagian yaitu lobaris superior dextra, bronchus lobaris medius dextra, dan bronchus lobaris inferior dextra. Sedangkan bronchus principalis sinistra hanya akan bercabang menjadi dua yaitu bronchus lobaris superior sinistra dan bronchus lobaris inferior sinistra. Setiap bronchus lobaris akan bercabang menjadi bronchus Segmentalis yang pada bagian kanan berjumlah 10 cabang dan kiri 10 cabang. Selanjutnya bronchus Segmentalis akan bercabang 3

lagi menjadi cabang-cabang yang disebut bronchiolus. bagian dari bronchiolus yang lebih mikroskopik disebut bronchiolus terminalis, dan merupakan saluran pernafasan bagian akhir yang dilalui udara sebelum memasuki alveoli yang merupakan tempat pertukaran gas nantinya.4,5

Gambar 3. Bronchi; foto Rontgen-AP; Bronchografi paru kiri, pembesaran menggambarkan Bronchus, Bronchiolus dan alveoli. (di kutip dari kepustakaan 4,5)

VI.

Patofisiologi Paru-paru merupakan struktur elastis yang dapat mengembang seperti balon

saat inspirasi dan mengeluarkan semua udaranya saat ekspirasi bila tidak terdapat kekuatan untuk mempertahankan paru-paru tersebut untuk tetap mengembang.10 Tekanan yang memungkinkan pergerakan seperti tersebut diatas dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Tekanan pleura Tekanan ini ada oleh karena tekanan cairan dalam ruangan sempit antara pleura paru (pleura viselaris) dan pleura dinding dada (pleura parietalis) Normal tekanan pleura adalah sekitar -5 cm H2O yang merupakan nilai isap untuk dapat mempertahankan paru tetap mengembang hingga pergerakan rangka dada akan menarik paru hingga tekanan meningkat lebih negative(-7 cm H2O).tekanan yang lebih negatif ini kemudian mampu meningkatkan volume paru sebanyak 0,5 liter. Tekanan alveolar Merupakan tekanan udara yang berada didalam alveoli. Normalnya untuk melakukan inspirasi yang tenang dibutuhkan tekanan alveolar -1 cm H^O yang memungkinkan 0,5 udara yang memasuki paru 2 detik. Saat ekspirasi normal tekanan alveolar akan menjadi + 1 cm t^O yang memungkinkan 0,5 udara keluar dari paru dalam 2-3 detik. Tekanan transpulmonal Merupakan nilai perbedaan antara alveoli dengan tekanan di permukaan paru yang disebut juga nilai daya elastis yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan. Dengan adanya pengaturan tekanan negatif (-) dan positif (+) ini, pada pernafasan normal udara akan sangat mudah mengalir melalui saluran pernafasan, walau demikian bukan berarti tidak terjadi tahanan udara pada jalan nafas. nilai tahanan udara terbesar normalnya berada pada bronchus bukan pada bronchiolus terminalis. hal ini terjadi karena jumlah bronchiolus terminalis yang banyak (65.000 cabang) sedangkan jumlah bronchus yang relatif sedikit. 10,11

Pada keadaan sakit peran bronchiolus terminalis dalam menyebabkan resistensi udara menjadi lebih besar dari bronchus oleh karena lumen bronchiolus terminalis lebih kecil dan mudah tersumbat. patofisiologi dari sumbatan ini terjadi tergantung dari penyebabnya. Pada kasus bronchiolitis yang disebabkan agen infeksi masalah utama penyebab sumbatan adalah hasil dari reaksi peradangan seperti eksudasi yang kental sehingga memicu munculnya fibrosis dan penyempitan aliran udara. Mekanisme penyumbatan berbeda pada bronchiolitis yang disebabkan alergi. Reaksi alergi terutama menyebabkan pelepasan histamin dan substansi anafilaktik tipe lambat sehingga menyebabkan konstriksi bronchiolus. Sumbatan juga dapat terjadi sebagai akibat refleks konstriksi yang di pacu oleh inhalan iritan seperti debu, asap rokok serta gas-gas beracun. 10,12,13 Walaupun penebalan dinding bronchus tidak signifikan, akan tetap berpengaruh terhadap aliran udara pada saluran nafas, oleh karena nilai resistensi aliran udara berkebalikan dengan radius pangkat empat dari saluran bronchiolus.
10,12,13

Resistensi aliran udara pada saluran nafas kecil meningkat pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Tetapi, oleh karena radius pada saluran nafas lebih kecil yang memungkinkan udara yang masuk terperangkap dan menimbulkan hiperinflasi.10,12,13 VII. Diagnosis 1. Manifestasi Klinik Pada anak manifestasi klinik dimulai dengan gejala-gejala flu seperti hidung beringus, bersin-bersin, demam ringan dan sedikit batuk Setelah beberapa hari anak akan tampak kesulitan bernafas disertai batuk yang semakin bertambah parah serta terdengar bunyi mengik saat ekspirasi, walaupun mungkin juga tampak dinding dada yang retraksi dan sianotik namun gagal nafas jarang ditemukan. Pada kebanyakan bayi gejala tampak ringan, walau demikian pernafasan akan sedikit cepat namun bayi tetap sadar, senang dan makan dengan baik. Pada beberapa kasus berat, bayi tampak bernafas dengan lebih cepat, dangkal dan kesulitan bernafas tampak lebih jelas, oleh karena pernafasan yang

cepat mungkin akan mengganggu asupan cairan akibat kesulitan minum sehingga tanda-tanda dehidrasi harus diperhatikan.6,7 Pada kasus-kasus bronchiolitis oleh karena gas beracun ataupun inhalan yang iritatif akan memperlihatkan gejala akut seperti batuk, dyspneu, cyanosis, hempotitis, hypoxemia dan penurunan kesadaran. Gejala-gejala tersebut akan hilang dalam hitungan jam atau menetap selama beberapa minggu sebelum akhirnya sembuh. Bagi penderita yang terpapar pada konsentrasi tinggi, edema pulmonal dan syndrome distress pernafasan akut yang berat dapat segera tampak atau pada periode yang lambat tampak 3-30 jam kemudian. Walaupun pada kebanyakan pasien dapat sembuh , kematian tetap bisa terjadi. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami obstruksi saluran pernafasan yang ireversibel (bronchiolitis obliterans) dalam 2-8 minggu setelah paparan awal.7,8 No Syptoms Mild TOXIC FUME EXPOSURE Moderate Severe Brohiolitis Hours = days Pulmonary edema ARDS 3 30 hours Recovery Days = weeks Bronchiolitis obliterans 2 8 weeks Bronchiolitis obliterans

Recovery Days = weeks

Bronchiolitis obliterans 2 8 weeks

Gambar 5. Diagram Perjalanan Penyakit Bronchiolitis kasus gas beracun. (di kutip dari kepustakaan 11)

2. Gambaran Radiologi a. Foto Thoras. Gambaran paru menunjukkan

Gambar 6. Foto Thorax, tampak Hiperaerasi dari paru dengan diafragma yang datar dan atelektasis bilateral pada apex paru kanan serta basal paru kiri pada pasien bayi 16 hari dengan bronchiolitis berat.(di kutip dari kepustakaan.14)

Gambar 7 Bronkhiolitis Bayi usia 7 hari, tampak kedua paru emfisematous dengan infirat kecil-kecil di perihiler dan parakardial (Di kutip dari kepustakaan 14)

Gambar 8. Pola radiologi dari Viral Pneumonia. (di kutip dari kepustakaan 11) b. CT Scan.

Gambar 9. CT. Scan, Diffuse Ground glass opacities non spesifik pada infeksi virus. (di kutip dari kepustakaan 16)

Gambar 10 : CT thorax segmen superior dari lobus bawah paru dextra, scan gambar A diambil pada hari ke S. gambaran A menunjukkan adanya perselubungan yang menggambarkan ground glass app yaitu BOOP. Gambaran B diambil pada hari ke 54. (di kutip dari pustakaan 14) 3. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan rutin tidak bisa membantu menegakkan diagnosis. Pemantauan analisis gas darah untuk melihat adanya tanda tanda saturasi oksigen darah yang menurun. Hipercapnia sebagai tanda asidosis metabolic atau asidosis respiratorik. Pemeriksaan urin untuk melihat keseimbangan cairan maupun tanda-tanda dehidrasi. Apusan nasofaring yang menggunakan rapid immunosorbent assay & kultur dapat mengkonfimasi penyebab infeksi.

10

VIII. Diagnosis Banding 1. Pneumonia Gambar pada Pneumonia pada foto thorax konvensional yang

membedakanya dengan bronkiolotis adalah adanya konsolidasi sedangkan pada bronchiolitis yang paling umum tampak adalah overaerasi (lusen).16

Gambar 11 Lobar pneumonia Anak usia 2 tahun, perselubungan di lobus paru kiri atas (di kutip dari kepustakaan 16)

Gambar 12 Aspirasi pneumonia Perselubungan dan infirat terutama di apeks paru kanan (di kutip dari kepustakaan 16)

2. Brochitis 11

Menifestasi klinis yang nampak pada awal terjadinya infeksi pada bronchus sama dengan yang tampak pada bronchiolotis yaitu gejala flu. Namun pada Bronchitis batuk yang disertai mucus menjadi penanda utama. Gambaran foto thorax menunjukkan corakan broncho vascular yang kasar, berbeda dengan bronchiolitis yang gambaran utamanya hanya operaerasi.15,16

Gambar 13 Corakan Bronchovaskular kasar, lebih dari 2/3 medial pada kedua lapangan paru. bronchovaskuler non spesifik (di kutip dari kepustakaan 14) IX. Penatalaksanaan Umumnya bronchiolitis dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari (3-5) atau minggu, namun pada beberapa kasus untuk memperbaiki gejala perlu diberikan terapi oksigen dengan kadar 30-40% (1-2 L/Menit) menggunakan masker. Untuk kasus yang disertai dehidrasi perlu terapi dengan pemberian cairan secara I.V untuk Neonatotus, dextrose 10% : Nacl 0,9% = 3:1, ditambahkan dengan KCI 1-2 mEq/KgBB/hari. Sedangkan untuk bayi > 1 bulan pemberian komposisi cairannya adalah dextrose 10% : Nacl 0,9% = 3:1 ditambahkan dengan KCL 10 mEq/500 ml cairan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan pasien, kenaikan suhu dan derajat dehidrasi. Pengobatan dengan bronchodilator dan kortikosteroid inhaler hams dibatasi penggunaannya pada rencana terapi, tapi juga dipertimbangkan penggunaannya pada gejala yang 12

menetap. Penelitian pada bayi-bayi yang terinfeksi RSV menunjukkan adanya keuntungan pada penggunaan ribavirin inhalan. Pemberian antibiotik harus merujuk pada hasil kultur apusan nasofharing. Untuk pasien-pasien depresi nafas penggunaan ventilator sebagai alat bantu pernafasan dapat dipertimbangkan.15,16,17 X. Prognosis Bronchiolitis merupakan Self limiting disease yang biasanya akan membaik dalam waktu 3-5 hari atau seminggu sedangkan kesulitan bernafas akan membaik setelah 3 hari. Case fatality rate untuk penyakit ini adalah < 1 % dengan kematian yang disebabkan apneu, asidosis respiratory yang tidak dikoreksi serta dehidrasi berat.17

13

DAFTAR PUSTAKA 1. Borland, W.A Newman Eds in : Kamus Kedokteran Borland Ed 29 Jakarta EGC,2002. Hal 301 2. Price, Sylvia. A. Lorraine M. Wilson Eds In : Patofisologi : Konsep Klinis proses-proses penyakit Jilid 2 Ed 2 Ed Djakarta : EGC; 2006. Hal 737-8 3. Craigmyle.MB.L Eds In : Atlas berwarna Histoogi Ed 2 Jakarta : EGC; 1993. Hal 351 4. Putz, R, R Pabts Eds In : Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2 Ed 22 Jakarta : EGC : 2007 Hal. 90-1,93 5. Netter, Frank H. Netter's Atlas of Human Anatomy. USA : Elseveir saunders; 2006 Hal:92 6. Beers, Mark H. et.al Merkis Manual of Medical Information 2 Home Edition. Usa. Pocket Boook: 2003 Hal. 1433 7. Copstead, Lee-ellen C, Jacquelin L. Pathopysyology 3rd Ed. China Elseveir saunders;2005 Hal 602-4 8. Kasper dennis L. et al. harrison's Principles of internal medicine 16 th Ed USA : McGraw-Hill;2005. Hal 1062-3 9. Grosfeld, jay L. et al . Pediatric surgery volume 1 6th Ed, USA: Mosby; 2006. Hal 1004-5 10. Kliengman, Robert M. et al : Nelson;s text Box ofpediatric 17th Ed USA Elseveir: 2007. Hal 1773-7 11. Weissieder, Raiph et al. Primer diagnostic imaging 4 Ed. USA : Mosby Elseveir : 2007 . Hal 833-4 12. Mason, Robert J,et al. Murry and Nadels Text book of respiratory Medicine4th Ed. USA : Elseveir Saunders, 2005, Hal 1296-7 13. Guyton Arthur C. John E, Hall Eds In : Buku ajar Fisiologi Kedokteran Grypton & Hall Ed 11 Jakarta: EGC;2007. Hal 503-4 14. Denicola, Lucian k [2013]. [cited 2013 ]. Pediatrics, Bronchiolitis. Available from : URL http://emedicine, medscape.com/article/961963-overview. 15. Gurney, Jud W.Helen T Winer-Muran. Pocker Radiologist1"1 chest top 100 diagnoses.china: Amirsys; 2002. Hal 33-4 16. Ekayuda, Iwan. Radiologi Diagnostic Ed 2. Jakarta : FK - UI; 2008. Hal 402-3 IT.Mansjoer, Arif, Suprohaita, et al. kapita selekta jilid 2 ed 3. Jakarta: Media Aesculapius FK-UI;2007 Hal 468-9

14

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR

REFERAT NOVEMBER 2013

BRONHIOLITIS

OLEH : ACHMAD FAUZY ABDULLAH, S. Ked.

PEMBIMBING : dr.ZAKARIA MUSTARI, Sp.PD.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013 15

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama NIM Judul Referat

: Achmad Fauzy Abdullah : 10542 0149 09 : Abses Hepar

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2013 Pembimbing Mahasiswa

dr. Zakaria Mustari, Sp. PD.

Achmad Fauzy Abdullah

16 ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan referat ini dengan judul Abses Hepar. Syukur Alhamdulillah ya Allah. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas referat dan laporan kasus ini. Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Zakaria Mustari, Sp. PD. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari yang diharapan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga refarat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus. Makassar, September 2013

Penulis

17 iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ BAB II ABSES HEPAR .................................................................................. A. Defenisi ................................................................................................ B. Etiologi ................................................................................................. C. Pathogenesis .......................................................................................... D. Manifestasi Klinis ................................................................................ E. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ F. Diagnosis .............................................................................................. G. Komplikasi ........................................................................................... H. Penatalaksanaan ................................................................................... I. Prognosis .............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

i ii iii iv 1 3 3 3 4 6 7 8 9 10 12 13

18 iv

You might also like