You are on page 1of 61

RESTRUKTURISASI PROGRAM

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL


2010 - 2014

KONSEP DAN LANGKAH-LANGKAH


RESTRUKTURISASI
PROGRAM RPJMN 2010-2014

Benny M. Chalik
Danya D. Hakim

Agustus 2008
DAFTAR ISI

I. Pendahuluan 6

1.1. Latar Belakang 6

1.2. Tujuan dan Sasaran 7

1.2.1. Tujuan 7

1.2.2. Sasaran 7

1.3 Ruang Lingkup 8

II. Kerangka Restrukturisasi Program RPJMN 9

2.1. Pokok-Pokok Penyusunan RPJM Nasional 9

2.1.1. Penjabaran Arah Kebijakan Pembangunan Nasional 9

2.1.2. Proyeksi Alokasi Sumberdaya 12

a. Analisis Kelembagaan Kebijakan Pembangunan dalam RPJMN 12

b. Dasar Perhitungan Rencana Anggaran Program RPJMN 16

2.1.3. Penerapan Disiplin Fiskal Agregat dalam Kerangka Pendapatan dan


Belanja Multi-Tahunan 18

a. Penyusunan Rencana Pengeluaran Tahunan dalam Kerangka


Multi-Tahunan 18

b. Penyusunan Rencana Pendapatan Tahunan dalam Kerangka


Multi-Tahunan 19

2.1.4. Proyeksi Makro Ekonomi dan Fiskal 20

2.2. Kerangka Restrukturisasi Program RPJM Nasional 20

2.2.1. Penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke dalam


Arsitektur Program Pembangunan Nasional 22

2.2.2. Memproyeksikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke dalam


Prioritas Pembangunan Nasional Tahunan 23

2
2.2.3. Memberikan Acuan dalam Penyusunan Inisiatif Baru yang akan disusun
oleh K/L 24

2.2.4. Penjabaran Fungsi Indikator Kinerja sebagai Tolok Ukur dalam


Pelaksanaan Program dan Kegiatan 25

2.2.5. Penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


berdasarkan Results Based Budgeting 25

2.2.6. Penerapan Pendekatan Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja dalam


Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM) 27

III. Pendekatan Penyusunan Program RPJMN 29

3.1. Kerangka Fiskal Jangka Menengah 29

3.2. Arsitektur Program 30

3.3. Pengelolaan Pencapaian Sasaran Kinerja 32

3.4. Struktur Biaya Komprehensif 33

3.5. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 34

3.6. Pengusulan dan Pembahasan Program RPJMN 36

IV. Petunjuk Penyusunan Rancangan Awal RPJM Nasional 38

4.1. Penyusunan Kerangka Penetapan Kebijakan Pembangunan Jangka


Menengah 38

a. Acuan Penetapan Arah Kebijakan Pembangunan 38

b. Penjabaran Arah Kebijakan RPJM ke dalam Prioritas


Pembangunan 39

c. Review Ulang Sasaran Program dan Target Kegiatan 41

4.2. Penyusunan Kerangka Ekonomi Makro, Fiskal, Pengeluaran dan


Anggaran Jangka Menengah 42

a. Kerangka Ekonomi Makro Jangka Menengah 43

b. Kerangka Fiskal Jangka Menengah 44

c. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 45

3
d. Kerangka Anggaran Jangka Menengah 46

4.3. Penyusunan Rencana Program dan Anggaran RPJM Nasional 51

a. Review Ulang Program dan Kegiatan Pembangunan 51

b. Penggunaan Indikator Kinerja 53

c. Penetapan Teknis Pembiayaan 55

d. Perhitungan Prakiraan Maju Jangka Menengah 57

4.4. Penilaian dan Evaluasi 60

V. Rekomendasi 61

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penjabaran Arah Kebijakan Pembangunan Nasional 10

Gambar 2. Diagram Alir Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2010-2014 21

Gambar 3. Arsitektur Program RPJMN yang dibangun berdasarkan Struktur


Organisasi Pemerintah, Klasifikasi Anggaran, Prioritas Kebijakan dan
Manajemen Kinerja 23

Gambar 4. Tipologi Indikator Kinerja 33

Gambar 5. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 36

Gambar 6. Arah Kebijakan, Prioritas dan Program-Kegiatan RPJM Nasional 40

Gambar 7. Perhitungan Pengeluaran Jangka Menengah berdasarkan Prakiraan


Maju 59

5
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Ayat (2) dalam Undang-Undang No. 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa penyusunan rancangan
APBN dilaksanakan dengan berpedoman kepada rencana kerja pemerintah (RKP)
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara, maka kegiatan penyusunan
rancangan anggaran merupakan suatu proses yang tidak terpisah antara perencanaan
program dan kegiatan di satu sisi dengan perencanaan penganggaran di sisi yang lain.
Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (3) Undang-undang No. 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Nasional yang menyatakan bahwa RKP merupakan
penjabaran RPJM Nasional, maka secara langsung ketentuan ketentuan tersebut
meletakkan RPJM sebagai upaya perencanaan yang memiliki peran yang bersifat
strategis dalam pencapaian tujuan bernegara.
Masalah yang kemudian perlu mendapat perhatian segera adalah bagaimana
membentuk pendekatan dan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam beberapa
tahun ke depan dengan tetap mempertahankan efisiensi dan efektivitas dari program
dan kegiatan pembangunan tahunan secara berkelanjutan. Artinya untuk membentuk
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework -
MTEF) diperlukan suatu Kerangka Fiskal Jangka Menengah (Medium Term Fiscal
Framework – MTFF) yang dapat diterapkan secara disiplin dan disertai dengan
efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya yang tinggi. Selanjutnya upaya untuk
mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya yang tinggi akan
ditentukan oleh keputusan pemerintah dalam melaksanakan tahapan dan
pengembangan program-kegiatan, serta pencapaian target fiskal terkait dengan
ketersediaan anggaran pembangunan pada tahun berikutnya.
Beranjak dari pemikiran tersebut di atas, penyusunan perencanaan dan
penganggaran pembangunan memerlukan suatu bentuk arsitektur program dan
kegiatan yang secara struktural mampu memproyeksikan tujuan bernegara ke dalam
tujuan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Dengan terbentuknya arsitektur program akan diperoleh jaminan keberlangsungan dan
terintegrasinya pelaksanaan tahapan program yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan program dan kegiatan. Meskipun demikian, percepatan pencapaian tujuan
program pembangunan masih belum mencapai tingkat yang optimal apabila tanpa
disertai upaya penetapan prioritas pembangunan sebagai upaya penetapan alternatif
program yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang mendesak,
kelangsungan tahapan program, dan ketersediaan anggaran pembangunan.
Kecenderungan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap program dan
kegiatan yang bersifat mendesak mengharuskan setiap kegiatan penyusunan
perencanaan dan penganggaran memasukkan kriteria akuntabilitas dan tranparansi
yang memiliki konsekuensi untuk menyertakan indikator kinerja sebagai tolok ukur

6
keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan. Dengan kata lain, dalam
penyusunan program dan kegiatan telah mencakup penyusunan indikator kinerja yang
menggambarkan bahwa pelaksanaan program dan kegiatan akan dilaksanakan
berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diwujudkan melalui kegiatan koordinasi,
monitoring, dan evaluasi.
Dalam pelaksanaan teknis operasionalnya, kegiatan koordinasi, monitoring, dan
evaluasi akan mempertimbangkan karakterisitik indikator kinerja dari setiap program
dan kegiatan, yaitu pertimbangan terhadap input, output, outcome, dan dampak dari
setiap pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan baik dalam satuan program
dan kegiatan maupun interaksi dari pelaksanaan keseluruhan program dan kegiatan.
Penyertaan indikator kinerja dalam penganggaran berbasis program (Program Based
Budgeting) secara langsung akan memiliki arti yang sama dengan penganggaran
berbasis kinerja (Performance Based Budgeting), dimana keduanya akan
menghasilkan data dan informasi dasar dalam pengelolaan pembangunan yang
didasarkan pada kinerja pembangunan yang tinggi (Results Based Management).
Berdasarkan uraian di atas, restrukturisasi program RPJM 2010 – 2014 yang
dilaksanakan dengan mempertimbangkan pendekatan arsitektur program, Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah, Kerangka Fiskal Jangka Menengah, Performance
Based Budgeting, dan Results Based Management akan menimbulkan berbagai
perubahan dalam teknik penetapan besaran biaya pembangunan sesuai dengan
sektor pembangunan dan atau Kementrian dan Lembaga pada setiap tingkat struktural
yang ada. Selain itu juga akan dihasilkan penetapan fokus prioritas sebagai upaya
penetapan program kegiatan yang perlu disegerakan pelaksanaannya dengan
pertimbangan akan memberikan stimulasi yang besar bagi percepatan pencapaian
tujuan pembangunan nasional.

1.2. Tujuan dan Sasaran

1.2.1. Tujuan

Restrukturisasi Program Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)


2010 - 2014 bertujuan untuk :
a. Menetapkan acuan dan petunjuk penyusunan program dan kegiatan dalam
dokumen perencanaan pembangunan
b. Menerapkan sistem akuntabilitas kinerja multi-tahunan melalui penjabaran prioritas
pemerintah dan penyusunan indikator kinerja kedalam program dan kegiatan
pembangunan

1.2.2. Sasaran

Sasaran restrukturisasi program RPJMN 2010 – 2014 adalah membentuk sistem


perencanaan dan penganggaran yang mampu menjamin arah pembangunan secara

7
berkesinambungan melalui penerapan pengingkatan efisiensi dan efektivitas alokasi
sumberdaya serta disiplin agregat dalam penerapan kebijakan pembangunan.

1.3. Ruang Lingkup

Restrukturisasi Program RPJMN 2010 – 2014 mencakup kajian terhadap :


a. Penjabaran tujuan bernegara dalam rencana pembangunan jangka panjang,
jangka menengah, dan tahunan ke dalam arsitektur program pembangunan
nasional untuk menjamin kesinambungan peningkatan kualitas pembangunan
nasional.
b. Penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ke dalam
Rencana Strategis K/L dan Rencana Kerja K/L sebagai upaya untuk mendukung
pencapaian results based planning and budgeting.
c. Memproyeksikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke dalam prioritas
pembangunan nasional tahunan sebagai upaya pemerintah untuk mencermati
dan atau mengatasi ancaman, hambatan, tantangan, dan peluang pembangunan
setiap tahunnya.
d. Memberikan acuan dalam menyusun program dan kegiatan Renja K/L, RKP, serta
penerapan tindakan penghematan (efficiency initiative) dan penyusunan inisiatif
baru yang akan disusun oleh K/L sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penggunaan sumberdaya serta penerapan disiplin fiskal agregat pada
setiap tahun dalam kerangka perencanaan dan penganggaran multi-tahunan.
e. Menerapkan pendekatan sistem Pembangunan Berbasis Kinerja dalam Kerangka
Pembangunan Jangka Menengah (KPJM).
f. Menjabarkan fungsi indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam
pelaksanaan program dan kegiatan pada setiap tahap perencanaan dan
penganggaran, termasuk monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan
pembangunan.

8
II. KERANGKA RESTRUKTURISASI PROGRAM RPJMN

2.1. Pokok-Pokok Penyusunan RPJM Nasional

2.1.1. Penjabaran Arah Kebijakan Pembangunan Nasional

Sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa penjabaran arah dan tujuan


bernegara ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional akan
dijabarkan kembali ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Nasional, yang kemudian dijabarkan secara rinci di dalam Rencana Kerja Pemerintah,
merupakan bentuk penjabaran struktur pembangunan berkelanjutan. Melalui
penerapan penjabaran arah dan tujuan pembangunan yang terstruktur secara vertikal,
maka akan dimungkinkan pengupayaan pencapaian tujuan secara parsial dan
bertahap ke arah pencapaian tujuan secara berkesinambungan yang tergambar
sepenuhnya dalam struktur tujuan pembangunan (Gambar 1).
Struktur pembangunan berkelanjutan ini menjaminkan seluruh tujuan kegiatan
akan bermuara kepada tujuan program secara sektoral, yang selanjutnya akan
bermuara pada tujuan program multisektoral di tingkat Nasional. Sejalan dengan
upaya pencapaian tujuan dan sasaran program dan kegiatan pembangunan tahunan,
maka secara bergulir dalam lima tahun pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan akan sekaligus mampu mencapai tujuan pembangunan jangka
menengah.
Tercapainya tujuan pembangunan jangka menengah secara bergulir tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa rencana pembangunan tahunan merupakan proyeksi
dari pelaksanaan rencana program jangka menengah. Pertanyaan yang kemudian
muncul adalah apakah dengan dilaksanakannya pembangunan secara bergulir dari
tahun ke tahun selama lima tahun masih memerlukan rencana pembangunan jangka
menengah? Jawaban dari pertanyaan tersebut menyatakan dengan pasti bahwa
rencana pembangunan jangka menengah akan tetap diperlukan. Dalam hal ini,
kepastian yang diberikan oleh RPJMN, yaitu selain memberi arah dan tujuan
pembangunan dalam jangka menengah yang mampu menjamin terarahnya dampak
pembangunan secara kumulatif dalam jangka waktu yang relatif singkat, juga dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengalokasian sumberdaya secara efektif dan efisien
dalam jangka menengah.
Untuk memposisikan RPJM sebagai suatu dokumen perencanaan yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), maka
penjabaran tujuan program pembangunan perlu dikaji secara lebih teliti terhadap
masalah-masalah yang diprakirakan akan dihadapi dalam lima tahun mendatang.
Hasil analisis masalah pembangunan yang terdiri dari ancaman, hambatan, tantangan,
dan peluang terhadap pembangunan tersebut dapat digunakan sebagai dasar
pembentukan strategi pembangunan dalam jangka menengah. Selanjutnya
berdasarkan rencana strategis pembangunan jangka menengah akan dapat ditentukan

9
Gambar 1. Penjabaran Arah Kebijakan Pembangunan Nasional

10
berbagai sasaran dan prioritas pembangunan yang berisikan berbagai alternatif
himpunan program dan kegiatan pembangunan.
Setelah terbentuknya sasaran dan prioritas pembangunan, penyusunan RPJMN
masih memerlukan kajian terhadap rencana kebijakan yang secara umum dalam
jangka menengah mampu mewadahi dan membatasi berbagai rencana kebijakan baru
sebagai bentuk penyesuaian dan pemutakhiran kebijakan yang lahir dari
perkembangan masalah pembangunan dari tahun ke tahun. Penyesuaian dan
pemutakhiran kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menekan
terjadinya bias dalam perencanaan agar tetap dapat meletakkan RPJMN sebagai
acuan pembangunan jangka menengah.
Dalam RPJMN, penyesuaian dan pemutakhiran kebijakan merupakan hasil
simulasi berbagai skenario perubahan situasi pembangunan yang diprakirakan akan
terjadi dalam pelaksanaan pembangunan jangka menengah. Berdasarkan hasil
analisis simulasi tersebut, pemerintah akan dapat dengan cepat mengantisipasi
kemungkinan terjadinya hambatan pembangunan pada tahun berikutnya.
Selain hasil analisis simulasi skenario pembangunan dalam jangka menengah,
data dan informasi yang dihasilkan dalam kegiatan koordinasi, monitoring, dan
evaluasi kegiatan pembangunan pada tahun berjalan dapat digunakan sebagai dasar
bagi penetapan kebijakan pembangunan bagi penyesuaian dan pemutakhiran dalam
penetapan rencana pembangunan di tahun yang akan datang atau RPJM selanjutnya.
Untuk memperoleh data dan informasi yang memadai dalam perencanaan kebjiakan
hanya mungkin dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja (performance
indicator) yang mampu memberikan data dan informasi sesuai dengan sasaran
program dan target kegiatan pembangunan.
Penetapan indikator kinerja dalam penyusunan program dan kegiatan akan
berfungsi sebagai tolok ukur kinerja pembangunan yang menghasilkan data dan
informasi yang relevan untuk dijadikan sebagai bahan masukan dalam proses
pengambilan keputusan. Penggunaan indikator kinerja yang terdiri dari input, output,
outcome, dan proses merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja
pembangunan sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan yang sedang dan
telah berjalan.
Dalam hal untuk melihat dan menilai kinerja pembangunan, penggunaan indikator
tidak dibatasi pada satu atau dua jenis indikator sebagai tolok ukur yang digunakan
untuk menilai kinerja program dan kegiatan pembangunan. Seringkali penetapan
penggunaan lebih dari dua jenis indikator kinerja dalam penyusunan suatu program
dan kegiatan diwakili oleh indikator kinerja utama atau IKU (key performance indicator)
yang berfungsi untuk menggambarkan karakteristik kinerja utama program dan
kegiatan yang perlu diperhatikan. Penetapan IKU akan menjadi efektif jika ditetapkan
sesuai dengan karakteristik program dan kegiatan yang bersangkutan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif dalam menggambarkan sasaran program dan target
kegiatan.
2.1.2. Proyeksi Alokasi Sumberdaya

a. Analisis Kelembagaan Kebijakan Pembangunan dalam RPJMN

Secara logis, penyusunan kerangka RPJMN merupakan hasil ekstrapolasi


terhadap data dan informasi pelaksanaan program kegiatan dari lima tahun anggaran
dalam RPJMN sebelumnya. Pola pengembangan kebijakan pembangunan dari tahun
ke tahun dalam lima tahun pelaksanaan program dan kegiatan RPMN sebelumnya
merupakan dasar bagi penetapan kebijakan penyusunan program dan kegiatan
pembangunan jangka menengah. Apabila ditinjau secara runut terhadap keterkaitan
RPJM saat ini dan RPJMN berikutnya, maka RPJMN saat ini merupakan RPJMN
existing yang berfungsi sebagai acuan dan pembanding terhadap penyusunan dan
pelaksanaan RPJMN berikutnya sebagai RPJMN harapan.
Dalam hal ini, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah RPJMN harapan
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumberdaya secara lebih
nyata dibanding RPJMN saat ini. Untuk menjawab pertanyaaan tersebut diperlukan
analisis kelembagaan terhadap kinerja organisasi dan aturan main, yang mana setiap
unsur kelembagaan tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian
sasaran dan target pembangunan secara lebih efektif dan efisien dalam pengalokasian
sumberdaya pembangunan.
Secara organisasi, analisis kelembagaan akan mengkaji tugas pokok dan fungsi
K/L yang mencakup analisis terhadap tupoksi eselon terkait dengan fungsi dan
tanggung-jawabnya terhadap penyusunan dan pelaksanaan program kegiatan. Selain
itu, analisis kelembagaan diperlukan untuk mengkaji aturan main terkait dengan
peningkatan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumberdaya pembangunan.
Dengan telah dilaksanakannya analisis kelembagaan tersebut maka kemungkinan
timbulnya bias perencanaan dalam pengekstrapolasian RPJMN saat ini ke dalam
RPJMN dapat ditekan sekecil mungkin. Selanjutnya, upaya untuk menghilangkan sisa
bias yang masih ada dalam penyusunan rencana pembangunan dapat dilakukan
dengan menerapkan penyesuaian dan pemutakhiran kebijakan pembangunan pada
setiap tahun pelaksanaan pembangunannya.
Dengan asumsi bahwa arah kebijakan pembangunan jangka menengah telah
ditetapkan secara konsisten, maka faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ukuran
program RPJMN dapat dikendalikan dan dikembangkan ke dalam sasaran program
dan target kegiatan secara bergulir selama lima tahun perencanaan. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah: (1) tingkat pelayanan dalam jangka menengah, (2)
penetapan skala prioritas, (3) penetapan indikator kinerja, dan (4) penyesuaian dan
pemutakhiran kebijakan pembangunan.

12
(1) Tingkat Pelayanan dalam Jangka Menengah

Adanya pengembangan kebijakan pembangunan dalam jangka menengah akan


diikuti oleh perluasan wilayah sasaran program dan kegiatan dari tahun ke tahun,
peningkatan kelompok sasaran, dan peningkatan jumlah kegiatan sesuai dengan
perkembangan pembangunan yang ada. Selain itu pada tahun tahun mendatang
akan terjadi peningkatan kebutuhan terhadap kualitas program dan kegiatan
pelayanan. Dengan kata lain jumlah, jenis dan kualitas pelayanan akan terus
meningkat sejalan dengan upaya peningkatan pertumbuhan pembangunan.
Dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, peningkatan jumlah,
jenis, dan kualitas pelayanan akan ditentukan oleh seberapa besar ukuran
sasaran program dan target kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun
anggaran berikutnya. Sedangkan disisi lain, ukuran sasaran dan target program
secara langsung akan dibatasi oleh ketersediaan anggaran yang diindikasikan
oleh pagu indikatif, pagu sementara, dan pagu definitif.
Adanya keterbatasan ketersediaan anggaran pembangunan mengharuskan
perencanaan RPJMN melakukan pendistribusian setiap besaran ukuran sasaran
program dan target kegiatan dalam setiap tahun rencana pembangunan secara
proporsional dengan tanpa menggeser program dan kegiatan yang bersifat
mengikat. Dalam pelaksanaannya, proses pendistribusian sumberdaya
pembangunan akan ditentukan oleh sinkronisasi penyusunan program dan
kegiatan dalam K/L yang menggambarkan secara utuh konsistensi antara
perencanaan dan penganggaran.
Sinkronisasi program kegiatan dalam pendistribusian sumberdaya pembangunan
merupakan titik kritis untuk mencapai efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya.
Sinkronisasi program kegiatan tersebut antara lain mencakup upaya penempatan
dan penyesuaian program pada fungsi dan sub fungsi K/L dengan tugas pokok
dan fungsi K/L, penempatan kegiatan-kegiatan pada program yang outputnya
dapat menunjang tercapainya hasil, sasaran, dan output dari program, serta
pembentukan nomenklatur kegiatan dan sub kegiatan secara lebih sederhana
sehingga mampu menunjukkan output yang akan dicapai.
Dengan cara berfikir yang sama dengan proses penyusunan RKP dan RKA-KL,
maka dalam penyusunan RPJM Nasional masing-masing K/L diharapkan dapat
menyusun program dan kegiatan secara komprehensif dan konsekuen sesuai
dengan tupoksi masing-masing KL. Berdasarkan komitmen kinerja tersebut,
dokumen RPJM dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan sasaran
program dan target kegiatan yang efektif dan efisien dalam penganggarannya.

(2) Penetapan Skala Prioritas

Dengan asumsi bahwa perhitungan alokasi biaya yang didasarkan pada


penggunaan indeks satuan biaya Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya
Khusus (SBK), serta Rincian Anggaran Biaya (RAB) yang menggunakan harga

13
pasar yang berlaku, jenis dan spesifikasi yang diperlukan, maka secara
kelembagaan kebijakan alokasi sumberdaya dalam penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga (RKA-K/L) lebih ditentukan oleh
penetapan skala prioritas yang penetapannya mengacu kepada RKP, tupoksi
organisasi K/L, pagu anggaran K/L, serta hasil kesepakatan DPR dengan K/L.

(a) Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

Rencana kerja pemerintah yang berisikan program dan kegiatan


pembangunan merupakan program dan kegiatan yang telah terseleksi dari
seluruh program dan kegiatan yang diusulkan dalam Rencana Kerja
(Renja) K/L pada tahun yang sama. Program dan kegiatan dalam Renja KL
merupakan hasil penjabaran program dan kegiatan Renstra K/L yang telah
dikaji langkah-langkah strategisnya dalam mengatasi masalah
pembangunan jangka menengah.
Dalam RKP, skala prioritas dalam menentukan pengalokasian pembiayaan
program dan kegiatan merupakan teknis penerapan kebijakan untuk
mengantisipasi adanya kebutuhan program dan kegiatan pembangunan
yang mendesak, adanya prakiraan terhadap program dan kegiatan yang
mampu menstimulasi percepatan pembangunan, serta peningkatan jumlah,
jenis dan kualitas pelayanan.

(b) Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi K/L

Skala prioritas yang dikembangkan berdasarkan tupoksi organisasi


merupakan upaya untuk menentukan pengalokasian pembiayaan program
dan pembangunan terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab pejabat
masing-masing eselon di lingkungan KL terhadap fungsi dan sub fungsi
kepemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya. Skala prioritas yang
terbentuk berdasarkan tupoksi organisasi K/L akan memposisikan setiap
fungsi dan sub fungsi keperintahan kedalam peran yang proporsional dalam
pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan.

(c) Pagu Anggaran K/L

Berdasarkan upaya pemerintah untuk mencegah timbulnya permintaan


pembiayaan program dan kegiatan pembangunan yang melebihi
ketersediaan anggaran pembangunan (resource envelope), maka
Depatemen Keuangan bersama Bappenas mengeluarkan SEB tentang
pagu indikatif, pagu sementara, dan pagu definitif yang membatasi jumlah
anggaran tertinggi untuk setiap K/L (line ministry ceiling). Penetapan pagu
anggaran tersebut merupakan langkah kebijakan untuk meningkatkan
efisiensi alokasi sumberdaya pembangunan di setiap K/L sejalan dengan
keterbataan ketersediaan anggaran pembangunan.

14
(d) Pembentukan Kesepakatan K/L dengan DPR

Sesuai dengan atribut hak budgeting yang dimiliki DPR, maka rencana kerja
K/L perlu disepakati terlebih dahulu bersama DPR yang berfungsi sebagai
penentu arah kebijakan pembangunan selain pemerintah. Dalam
kesepakatan dengan DPR, K/L menyampaikan rencana kerja kepada DPR
untuk dipelajari, didiskusikan dan disepakati terhadap setiap aspek
perencanaan dan penganggaran pembangunan sesuai dengan agenda dan
prioritas pembangunan nasional serta proyeksi ketersediaan anggaran
pembangunan nasional.

(3) Penetapan Indikator Kinerja

Penetapan indikator kinerja dalam setiap penyusunan program dan kegiatan


pembangunan akan menjadi tolok ukur keberhasilan pendistribusian sumberdaya.
Meskipun secara satu persatu setiap jenis indikator kinerja akan menunjukkan
kinerja penggunaan input, tingkat output dan outcome, serta kesesuaian proses
dan dampak pelaksanaan program dan kegiatan, akan tetapi apabila ditinjau dari
sudut pendistribusian dan alokasi sumberdayanya, indikator kinerja tersebut harus
dapat menggambarkan pencapaian alokasi sumberdaya secara optimal.
Alokasi sumberdaya secara optimal hanya dapat dijelaskan secara komprehensif
oleh penggunaan indikator kinerja dampak pembangunan. Indikator kinerja
dampak pembangunan ini dapat digunakan untuk menlilai dampak kumulatif
pembangunan jangka menengah secara integral terhadap agregasi
pendistribusiaan penggunaan sumberdaya dalam progam baik secara sektoral
maupun intersektoral. Dengan demikian, peningkatan efektivitas dan efisiensi
pengalokasian sumberdaya pembangunan dalam jangka menengah dan lingkup
nasional akan dapat dinilai keberhasilannya.
Selain itu, penetapan indikator kinerja untuk mengukur efisiensi dalam
pendistribusian sumberdaya dapat juga diterapkan melalui indikator keluaran
dengan kriteria efisiensi.

(4) Penyesuaian dan Pemutakhiran Kebijakan Pembangunan

Proyeksi alokasi sumberdaya tahunan dalam RPJMN sebagai upaya untuk


memproyeksikan seluruh alokasi sumberdaya keuangan jangka menengah secara
bergulir ke dalam Rencana Kerja Pemerintah akan ditentukan oleh langkah-
langkah penyesuaian dan pemutakhiran kebijakan pembangunan dari tahun ke
tahun.
Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, penyusunan RPJMN perlu
mempertimbangkan faktor fleksibilitas kebijakan yang akan mewadahi
pengembangan kebijakan pembangunan sebagai hasil penyesuaian dan
pemutakhiran. Faktor fleksibilitas kebijakan meliputi kemampuan kebijakan
RPJMN untuk melakukan penyesuaian kebijakan yang ditimbulkan oleh adanya

15
dampak interaksi pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan. Seringkali
dampak interaksi pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan sulit untuk
diprakirakan sebelumnya. Kesulitan ini timbul mengingat begitu banyak faktor
yang harus dipertimbangkan dalam memprakiran dampak pembangunan dalam
setiap tahun pelaksanaan pembangunan.

Dengan mengacu kepada sistem perencanaan dan penganggaran pada tahun


anggaran dalam RPJMN berjalan, maka penyusunan anggaran program dan
kegiatan RPJMN mendatang akan dapat diproyeksikan secara efektif dan efisien
ke dalam alokasi sumberdaya pembangunan dari tahun ke tahun. Selain itu dapat
digunakan sebagai dasar prakiraan untuk menghindarkan terjadinya bias dalam
pengalokasian sumberdaya pembangunan.

b. Dasar Perhitungan Rencana Anggaran Program RPJMN

Perhitungan rencana anggaran dalam penyusunan program RPJMN didasarkan


pada ketentuan teknis perhitungan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L yang bersifat tahunan. Hanya saja
penyusunan rencana anggaran RPJMN juga didasarkan pada perspektif perguliran
anggaran secara multi tahunan dalam 5 tahun anggaran.

Penyesuaian penyusunan rencana anggaran tahunan RKA–KL ke dalam rencana


anggaran RPJM dilakukan berdasarkan: (1) pengembangan sasaran program dan
target kegiatan, (2) prakiraan maju dalam lima tahun anggaran, dan (3) penganggaran
berdasarkan pengelolaan kinerja.

(1) Pengembangan Ukuran Sasaran Program dan Target Kegiatan

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan No. 55 tentang Petunjuk


Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/
Lembaga Tahun 2007, maka pendekatan anggaran terpadu, KPJM, dan anggaran
berbasis kinerja dilaksanakan dengan memprakirakan 2 tahun anggaran ke
depan. Implikasinya, untuk memprakirakan rencana anggaran tahun 2010 dan
2011 dilakukan dengan menggunakan tahun anggaran 2009 sebagai tahun dasar.

Dengan asumsi tidak ada perubahan kebijakan, maka perhitungan prakiraan maju
hanya didasarkan pada penggunaan tingkat standar harga dan tingkat pelayanan
(level of service) yang sama. Dengan demikian faktor yang menentukan besarnya
rencana anggaran berdasarkan prakiraan maju (2010 dan 2011) adalah ukuran
sasaran program dan target kegiatan pembangunan pada masing-masing tahun
rencana anggaran. Dalam hal ini, ukuran sasaran program dan target kegiatan
akan ditentukan oleh perubahan parameter yang mempengaruhi harga satuan
dan jumlah layanan.

16
Parameter yang seringkali berpengaruh secara langsung terhadap harga satuan
adalah inflasi, sedangkan parameter yang secara langsung berpengaruh terhadap
jumah layanan adalah karakteristik pertumbuhan penduduk, atau faktor
demografi. Sebagai contoh, untuk mempertahankan tingkat pelayanan yang
sama pada tahun-tahun rencana anggaran yang akan diprakirakan, maka tingkat
standar harga yang digunakan telah dikoreksi sesuai dengan tingkat inflasi dan
adanya peningkatan rasio objek kegiatan terhadap pertumbuhan jumlah
penduduk.

(2) Prakiraan Maju dalam Lima Tahun Anggaran

Sesuai dengan ketentuan perhitungan 2 tahun prakiraan maju yang menyertai


penyusunan rencana anggaran tahun dasar, maka perhitungan prakiraan maju
dalam lima tahun anggaran dilaksanakan dalam enam tahap perhitungan
prakiraan maju. Dalam setiap tahapnya, perhitungan prakiraan maju dilakukan
sesuai dengan perhitungan rencana kerja dan anggaran K/L yang memuat dua
tahun prakiraan berdasarkan asumsi tidak adanya perubahan kebijakan. Asumsi
tidak adanya perubahan kebijakan diartikan bahwa kebijakan yang digunakan
untuk menghitung prakiraan dua tahun rencana anggaran berikutnya adalah sama
dengan kebijakan yang digunakan dalam perhitungan rencana anggaran tahun
dasar.

Perbedaan tahap prakiran maju dengan tahap prakiraan maju lainnya dalam
perhitungan lima tahun anggaran terletak pada penggunaan tahun dasar
perencanaan. Dalam RPJMN 2010 – 2014, penggunaan tahun dasar tahun 2009
pada perhitungan prakiraan maju tahap pertama dengan penggunaan tahun dasar
2010 pada perhitungan prakiraan maju tahap ke dua akan memiliki perbedaan
penerapan kebijakan yang dijadikan dasar perhitungan pada tiap tahap. Sebagai
contoh, dalam perhitungan rencana anggaran tahun 2010 dan 2011 didasarkan
pada kebijakan pembangunan yang digunakan dalam perencanaan rencana
anggaran tahun dasar 2009. Selanjutnya, untuk menghitung prakiraan maju pada
tahap kedua, yaitu perhitungan rencana anggaran tahun 2011 dan 2012,
digunakan tahun dasar 2010, dan selanjutnya hingga prakiraan maju tahap ke 6
untuk menghitung rencana anggaran tahun 2014.

Perbedaan penerapan kebijakan pembangunan pada setiap penggunaan tahun


dasar ditentukan oleh perubahan kebijakan dan penentu biaya (cost driver) yang
digunakan pada setiap tahap perhitungan prakiraan maju. Perubahan kebijakan
tahun dasar pada tahap pertama dan tahap selanjutnya akan merubah ukuran
sasaran program dan target kegiatan yang disebabkan oleh adanya perubahan
tingkat pelayanan.

17
(3) Kebijakan Penganggaran berdasarkan Pengelolaan Kinerja

Penganggaran berdasarkan pengelolaan kinerja merupakan salah satu bentuk


kebijakan yang merujuk kepada data dan informasi hasil monitoring dan evaluasi
terhadap kinerja pelaksanaan program dan kegiatan. Data dan informasi tersebut
dapat digunakan sebagai dasar bagi penyempurnaan penyusunan program dan
kegiatan, baik dari sisi materi perencanaan maupun penganggarannya.

Penerapan kebijakan penganggaran berdasarkan pengelolaan kinerja akan


menghasilkan satuan biaya output (output cost) dalam pelaksanaan suatu
kegiatan. Kebijakan tersebut dapat digunakan sebagai pembanding terhadap
rencana anggaran kegiatan dan atau langsung ditetapkan sebagai satuan harga
standar bagi penyusunan rencana anggaran kegiatan yang serupa.

Keuntungan dari penerapan kebijakan berdasarkan pengelolaan kinerja adalah


mempermudah proses perhitungan biaya kegiatan yang sulit untuk menentukan
satuan harga standarnya. Sedangkan kelemahan dari penerapan kebijakan ini
adalah tidak mencerminkan perencanaan anggaran secara efisien, meskipun
akan memberikan output yang bersifat efisien.

2.1.3. Penerapan Disiplin Fiskal Agregat dalam Kerangka Pendapatan dan


Belanja Multi-tahunan

Selain pengalokasian sumberdaya pembangunan secara diskret dari tahun ke


tahun, RPJMN memuat kerangka pendapatan dan belanja multi-tahunan yang
menghubungkan secara kontinyu setiap kebijakan pembangunan tahunan ke dalam
kebijakan pembangunan jangka menengah. Untuk mempertahankan dan sekaligus
meningkatkan tingkat keberhasilan pembangunan secara kontinyu diperlukan
kebijakan yang mampu secara terus menerus mempertahankan dan meningkatkan
pendapatan dan sekaligus melakukan penyesuaian kebijakan terhadap pengeluaran
yang berpotensi mengakibatkan terjadinya defisit anggaran. Kebijakan untuk
mempertahakankan dan meningkatkan pendapatan dan melakukan penyesuaian
terhadap pengeluaran secara multi-tahunan sering disebut sebagai kebijakan
penerapan disiplin fiskal agregat.

a. Penyusunan Rencana Pengeluaran Tahunan dalam Kerangka Multi-tahunan

Hasil perhitungan rencana tahun anggaran pertama (T+1) berdasarkan prakiraan


maju dalam kerangka lima tahunan merupakan perhitungan belanja negara yang
didasarkan pada hasil penerapan kebijakan pembangunan tahun anggaran
sebelumnya (T0). Dengan asumsi bahwa hasil prakiraan maju merupakan hasil
perhitungan terhadap pengeluaran sebagai hasil penerapan kebijakan berdasarkan
tingkat pelayanan tertentu (baseline), maka salah satu upaya pemerintah untuk
mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan adalah dengan menerapkan
kebijakan baru pada rencana tahun anggaran tersebut.

18
Kebijakan yang mungkin akan diterapkan oleh pemerintah terdiri dari kebijakan
yang sepenuhnya baru atau merupakan pengembangan terhadap kebijakan
sebelumnya. Dalam hal ini untuk menghilangkan kesenjangan antara pendapatan dan
belanja, maka rencana penerapan kebijakan baru perlu mempertimbangkan ruang
gerak fiskal sebagaimana yang ditetapkan dalam proyeksi target fiskal.
Kerumitan yang mungkin timbul dari penerapan kebijakan yang merupakan
pengembangan terhadap kebijakan sebelumnya adalah adanya keterkaitan antara satu
atau beberapa variabel biaya dari suatu program dan kegiatan dengan program dan
kegiatan lainnya, sehingga terjadi peningkatan pengeluaran pembangunan yang
melebihi ruang gerak fiskal itu sendiri.
Penerapan disiplin fiskal agregat terkait dengan upaya memasukkan kebijakan
baru dalam setiap rencana tahun anggaran merupakan suatu proses penyesuaian
pengeluaran secara keseluruhan setelah memasukkan kebijakan baru yang dibatasi
oleh proyeksi ketersediaan anggaran (resource envelope) yang mungkin akan dicapai.
Dalam pendekatan KPJM, pengeluaran bagi penerapan kebijakan baru yang mungkin
dapat dibiayai akan digolongkan sebagai kegiatan inisiatif baru (new initiative).
Sebaliknya apabila diprakirakan bahwa suatu kegiatan inisiatif baru akan sulit dibiayai,
kebijakan untuk melakukan penghematan dari suatu sisi dan memasukkan kegiatan
baru di sisi lainnya digolongkan sebagai suatu kebijakan penghematan anggaran
(efficiency initiative).

b. Penyusunan Rencana Pendapatan Tahunan dalam Kerangka Multi-tahunan

Penyusunan rencana pendapatan tahunan yang didasarkan pada hasil prakiraan


maju tahunan dalam lima tahun perencanaan memposisikan besaran prakiraan maju
sebagai target pendapatan fiskal pada skenario pesimistis (baseline). Dengan asumsi
bahwa skenario proyeksi fiskal terbagi dalam tiga skenario, yaitu pesimistis, optimal,
dan optimistis, maka skenario pesimistis merupakan skenario proyeksi target fiskal
minimal yang harus diperoleh bagi pembiayaan rencana tahun anggaran berikutnya
tanpa ada perubahan kebijakan yang berarti. Dengan kata lain, hasil prakiraan maju
terhadap pengeluaran merupakan target pendapatan fiskal terendah yang mungkin
dicapai dalam memproyeksikan fiskal pada rencana tahun anggaran berikutnya.
Skenario proyeksi fiskal yang bersifat optimistis disusun berdasarkan
kemungkinan pencapaian target fiskal secara maskimal sehingga memberikan ruang
gerak fiskal yang besar bagi penerapan kebijakan baru. Sedangkan skenario proyeksi
fiskal yang bersifat optimal merupakan skenario yang didasarkan pada penyesuaian-
penyesuaian kebijakan pembangunan yang akan diterapkan terhadap prakiraan
pengeluaran yang ditimbulkan oleh penerapan kebijakan tersebut.
Dalam penerapan disiplin fiskal agregat, ketiga skenario proyeksi fiskal
merupakan gambaran terhadap batas pengeluaran terendah dan tertinggi yang harus
diperhatikan dalam penyusunan program dan kegiatan terkait dengan penerapan
kebijakan peningkatan tingkat pelayanan.

19
2.1.4. Proyeksi Makro Ekonomi dan Fiskal

Penyusunan kerangka ekonomi makro dan fiskal dalam RPJMN merupakan


pengkajian ulang terhadap proyeksi makro ekonomi dan fiskal tahun-tahun
sebelumnya, yang hasilnya ditetapkan sebagai kerangka ekonomi makro dan fiskal
jangka menengah.
Pengkajian terhadap proyeksi ekonomi makro selain dilakukan prakiraan
terhadap berbagai variabel ekonomi makro yang mempengaruhi besaran penerimaan,
pengeluaran, defisit, dan pembiayaan juga dilakukan pengkajian terhadap berbagai
peluang dalam meningkatkan penerimaan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengeluaran dan pembiayaan. Hasil pengkajian tersebut lebih merupakan rencana
strategis untuk meningkatkan pendapatan di satu sisi dan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas belanja di sisi lain dalam jangka menengah.
Selain pengkajian terhadap proyeksi ekonomi makro, kerangka ekonomi makro
jangka menengah juga dilengkapi oleh pengkajian terhadap respon kebijakan terhadap
seluruh aspek pembangunan.
Untuk meletakkan landasan perencanaan dan penganggaran pembangunan
jangka menengah, dalam RPJMN memuat kerangka fiskal jangka menengah (KFJM)
yang memuat arah dan target kebijakan fiskal dalam jangka menengah, antara lain tax
ratio yaitu rasio peneriman pajak terhadap produk domestik bruto (PDB), rasio total
pengeluaran terhadap PDB, rasio defisit anggaran terhadap PDB, dan rasio stok utang
terhadap PDB (debt to GDP ratio) yang sesuai dan konsisten dengan kerangka
ekonomi makro.

2.2. Kerangka Restrukturisasi Program RPJM Nasional

Berdasarkan pokok-pokok penyusunan RPJM Nasional, maka RPJM Nasional


merupakan dokumen perencanaan yang memuat penjabaran arah kebijakan
pembangunan nasional, proyeksi pengalokasian sumberdaya, dan menjaminkan
penerapan disiplin fiskal agregat, serta didasarkan pada proyeksi ekonomi makro dan
fiskal dalam jangka menengah.
Dalam penyusunannya, RPJM Nasional dibangun berdasarkan hasil prakiraan
maju yang menggunakan besaran pengeluaran pada Tahun Anggaran ke 5 dari RPJM
sebelumnya sebagai tahun dasar. Penyusunan prakiraan maju dilakukan dalam enam
tahap prakiraan maju, yaitu tahap pertama yang menggunakan Tahun Anggaran ke 5
RPJM sebelumnya sebagai tahun dasar untuk memprakirakan pengeluaran pada
Tahun Anggaran ke 1 dari RPJMN yang sedang di susun. Demikian dengan cara
iterasi yang sama akan dapat diprakirakan pengeluaran pada TA ke 2 sd Ta ke 5.
Dalam diagram alir penyusunan RPJMN 2010 – 2014 (Gambar 2), hasil prakiraan
maju tersebut masih akan disesuaikan dengan kebijakan untuk meningkatkan tingkat
pelayanan, dan diuji oleh kerangka arsitektur program untuk memastikan konsistensi
dengan perencanaan kebijakan dan manajemen kinerja dan organisasi.

20
Gambar 2. Diagram Alir Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2010 - 2014

21
2.2.1. Penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke dalam
Arsitektur Program Pembangunan Nasional

Arsitektur program merupakan konstruksi program dan kegiatan yang terstruktur


dan disusun secara hirarkis agar dapat menjelaskan hubungan logis antara prioritas
perencanaan, organisasi, program, kegiatan, indikator kinerja serta pendanaan.
Dengan kata lain, arsitektur program merupakan kerangka untuk menilai keterkaitan
antara seluruh pendanaan program dan kegiatan dengan kinerja program dan kegiatan
serta pencapaian kinerja dengan akuntabilitas organisasi.
Penjabaran arah dan tujuan bernegara ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Nasional yang kemudian dijabarkan kembali ke dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional hingga dijabarkan secara
rinci di dalam Rencana Kerja Pemerintah seringkali disebut sebagai penjabaran
struktur program pembangunan yang berkelanjutan. Arsitektur program merupakan
prosesor untuk menguji program dan kegiatan dari sisi keterkaitan dengan struktur
organisasi, struktur anggaran, struktur prioritas kebijakan dan struktur manajemen
kinerja.
Struktur organisasi pemerintah yang terdiri dari kementrian dan lembaga (K/L)
dibedakan berdasarkan karakteristik masing-masing K/L, yaitu: (a) departemen/
kementerian, (b) kementerian negara, (c) badan, (d) komisi, dan (e) badan legislatif,
yang di dalam masing-masing struktur organisasi tersebut dipimpin oleh pejabat
dengan jabatan eselon 1, 2, 3, dan 4. Sesuai dengan tanggung jawab jabatan dari
direktorat yang dipimpinnya, maka pejabat eselon 1 bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program pembangunan di wilayah organisasi direktorat jenderal yang
dipimpinnya. Pejabat eselon 2 bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan
pembangunan di dalam organisasi direktorat, sedangkan eselon 3 bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayah organisasi sub direktorat
yang dipimpinnya. Dengan kata lain pejabat eselon 1 bertanggung jawab terhadap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kinerja program yang diusulkan dan
dilaksanakan oleh direktorat jenderal dalam K/L. Selanjutnya, pertanggung jawaban
terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dan sub kegiatan masing-masing
akan dipertanggung jawabkan oleh eselon 2 dan eselon 3.
Apabila ditinjau dari fungsi dan sub fungsi dalam klasifikasi anggaran (UU No. 17
tahun 2003 dan PP No. 21 tahun 2004) yang terdiri dari 11 fungsi dan 79 sub fungsi,
program dan kegiatan yang tercantum dalam peraraturan perundangan tersebut telah
menggambarkan penjabaran tujuan RPJM ke dalam tujuan rencana kerja K/L dan
RKP.
Program dan kegiatan mencakup biaya yang ditentukan didasarkan pada jenis
belanja dengan pendekatan input dan ouput unit costing. Pendekatan input unit
costing digunakan dalam proses penilaian kinerja tahun anggaran berjalan, sedangkan
output unit costing digunakan sebagai input bagi program dan kegiatan pada tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dalam hal ini,

22
penetapan target didasarkan pada penjabaran struktur rencana kebijakan (policy
planning) dan manajemen kinerja (organizational performance accountablity). Struktur
rencana kebijakan (Policy Planning) terdiri dari: (a) prioritas, (b) fokus prioritas, (c)
tujuan program, dan (e) kegiatan prioritas, sedangkan struktur manajemen kinerja
terdiri dari: (a) sasaran pokok, (b) sasaran strategis, (c) tujuan/misi K/L, dan (d)
indikator kinerja utama bagi program dan kegiatan (Gambar 3).
Dalam Gambar 3 terlihat adanya hubungan antara prioritas dengan sasaran
pokok dan fokus prioritas dengan sasaran strategis yang menunjukkan bahwa program
dan fokus prioritas dibentuk dengan mempertimbangkan sasaran pokok dan strategis
dalam pencapaian tujuan pembangunan. Hubungan yang erat antara rencana
kebijakan dengan manajemen kinerja tersebut sekaligus merupakan upaya
peningkatan akuntabilitas dan transparansi program dan kegiatan yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip kesejajaran (alignment principle) dan prinsip kesesuaian dengan
struktur organisasi (congruence principle).

Gambar 3. Arsitektur Program RPJMN yang dibangun berdasarkan Struktur


Organisasi Pemerintah, Klasifikasi Anggaran, Prioritas Kebijakan
dan Manajemen Kinerja

2.2.2. Memproyeksikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke dalam


Prioritas Pembangunan Nasional Tahunan

Melihat tujuan pemerintah yang masih bersifat umum dan sangat luas akan
diterjemahkan oleh K/L ke dalam visi, misi dan sasaran K/L untuk kemudian dijadikan
arahan dalam penyusunan RPJMN. Dalam RPJMN, tujuan pemerintah tersebut
diproyeksikan ke dalam program dan kegiatan yang diprakirakan mampu
menghasilkan outcome dan output yang secara kumulatif akan meningkatkan
percepatan pencapaian tujuan pemerintah.

23
Hasil proyeksi terhadap program dan kegiatan pembangunan jangka menengah
akan menghasilkan berbagai himpunan alternatif program dan kegiatan yang mungkin
dapat dijadikan rencana pembangunan tahunan selama lima tahun kegiatan.
Masalahnya, dengan ketersediaan anggaran yang terbatas dan mendesaknya
kebutuhan masyarakat akan program dan kegiatan tertentu, akan mengharuskan
pemerintah melakukan analisis kebijakan untuk menetapkan program strategis mana
yang mampu menjawab berbagai masalah pembangunan yang dihadapi dalam jangka
pendek atau jangka menengah. Meskipun secara relatif tidak terjadi perubahan
prioritas program pembangunan dalam jangka pendek, akan tetapi jika memang
dianggap perlu dilakukan perubahan prioritas, maka pemerintah perlu melakukan
analisis kinerja tahunan terhadap hasil monitoring dan evaluasi program dan kegiatan
pembangunan tahunan sebelum dilakukan perubahan prioritas.
Penetapan rencana kebijakan tersebut seringkali disebut sebagai penetapan
kebijakan yang didasarkan kepada hasil pencapaian program dan kegiatan tahunan
(results based management). Faktor penentu yang secara langsung dapat
mengakibatkan perubahan prioritas program pembangunan hanya terbatas pada
ketersediaan anggaran pembangunan yang dicirikan oleh adanya ruang gerak fiskal
(fiscal headroom) dan diikuti oleh perlunya penghematan belanja negara (spending
target).
Dengan asumsi bahwa target fiskal terpenuhi, maka ketersediaan anggaran
(resource envelope) akan memberikan ketersediaan dana pembangunan (baseline
spending) dan ruang gerak fiskal yang memadai untuk melakukan penganggaran bagi
kegiatan yang merupakan insiatif baru. Selain itu dengan pertimbangan bahwa apabila
suatu program yang bersifat strategis diprakirakan dapat memberikan stimulasi
percepatan pembangunan, maka K/L secara internal dapat mengusulkan program dan
atau kegiatan sebagai program fokus prioritas.

2.2.3. Memberikan Acuan dalam Penyusunan Inisiatif Baru yang Akan Disusun
oleh K/L

Sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa adanya ketersediaan ruang


gerak fiskal yang memadai dapat digunakan untuk mengusulkan kegiatan yang bersifat
insiatif baru, maka K/L dapat mengembangkan kelengkapan jenis kegiatan dalam
suatu program untuk diusulkan pada tahun anggaran berikutnya. Jenis kegiatan yang
dapat dikatakan sebagai inisiatif baru adalah kegiatan yang merupakan bagian dari
suatu program yang belum pernah dilaksanakan oleh K/L dan diprakirakan akan
menghasilkan dampak pembangunan yang cukup besar.
Persyaratan bahwa kegiatan yang akan diusulkan oleh K/L sebagai inisiatif baru
adalah kegiatan yang merupakan bagian dari suatu program pembangunan dan dapat
diartikan sebagai kegiatan baru yang memiliki tujuan dari proyeksi program yang ada.
Selain itu kegiatan insiatif baru dapat berupa kegiatan baru yang diprakirakan akan
memberikan dampak gabungan (joint impact) kepada pelaksanaan program dan
kegiatan pembangunan yang telah dianggarkan.

24
Penyusunan kegiatan inisiatif baru dapat dikategorikan sebagai upaya
pengembangan program dan kegiatan pembangunan yang merupakan hasil prakiraan
dampak yang mungkin timbul dari interaksi pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan yang ada.

2.2.4. Penjabaran Fungsi Indikator Kinerja sebagai Tolok Ukur dalam


Pelaksanaan Program dan Kegiatan

Indikator kinerja (performance indicator) berfungsi sebagai tolok ukur


pencapaian tujuan program dan kegiatan pembangunan. Indikator kinerja digunakan
sebagai alat dalam kegiatan monitoring dan evaluasi untuk mengukur efisiensi,
efektivitas, dan parameter keberhasilan lainnya yang dilaksanakan secara periodik.
Pada dasarnya, kegiatan monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana hasil kinerja dan prakiraan terhadap tingkat penggunaan input, tingkat
output dan outcome yang dihasilkan, serta dampak yang ditimbulkan dari program dan
kegiatan pembangunan dan berapa biayanya.
Melalui penggunaan indikator kinerja dalam kegiatan monitoring dan evaluasi
akan dihasilkan data dan informasi yang dapat digunakan sebagai: (a) dasar
penetapan upaya peningkatan kinerja organisasi dan pembangunan, (b) dasar
pengambilan keputusan, serta (c) penilaian terhadap penerapan akuntabilitas dan
transparansi dalam pengelolaan program dan kegiatan.
Secara teknis operasional, penetapan indikator kinerja merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari penyusunan program dan kegiatan. Pada saat K/L melakukan
penyusunan program dan kegiatan sebagai tindak lanjut penjabaran prioritas program
pembangunan nasional, indikator kinerja berperan sebagai pembobot terhadap
sasaran program dan kegiatan yang diusulkan dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP). Dalam hal ini, indikator kinerja merupakan pagu teknis perencanaan yang
memberikan standard kualitas perencanaan terhadap kriteria kesesuaian (suitability),
kemampuan (capability), dan adaptabilitas (adaptibility) dari setiap program dan
kegiatan untuk diterapkan pada setiap karakteristik ruang dan waktu tertentu.

2.2.5. Penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


Berdasarkan Results Based Budgeting

Ditinjau dari penjabaran program prioritas RPJMN ke dalam program dan


kegiatan K/L, teknis penetapan pembiayaan program dan kegiatan (costing)
dilaksanakan sesuai dengan harga input yang diperlukan. Faktor yang menentukan
teknis penetapan pembiayaan program dan kegiatan antara lain adalah pengunaan
satuan biaya berdasarkan karakterisitk geografis dan perkembangan ekonomi spasial
dari suatu wilayah pembangunan.
Faktor karakteristik geografis seringkali membedakan besaran satuan biaya
yang diperlukan dalam pengadaan input program dan kegiatan, yaitu seperti pada
kasus jarak antara lokasi pembangunan dengan sumber input program yang

25
menimbulkan biaya tranportasi atau rendahnya ketersediaan sumberdaya manusia
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program. Sedangkan faktor perkembangan
ekonomi spasial dalam suatu wilayah pembangunan sering berpengaruh terhadap
penetapan satuan biaya program dan kegiatan terkait dengan Upah Minimum Regional
(UMR) dan tingkat keunggulan komparatif suatu wilayah terhadap wilayah lainnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan penetapan indeks tertentu dalam penetapan
biaya program kegiatan sebagai suatu pendekatan penetapan biaya.
Faktor lain yang menentukan teknis penetapan pembiayaan program dan
kegiatan antara lain adalah:
(1) Faktor Demografis/Penduduk – Perubahan jumlah populasi kelompok sasaran.
(2) Faktor Teknis Internal – Indeks gaji pegawai negri dan indeks lainnya yang
berkaitan dengan pembiayaan program dan kegiatan.
(3) Faktor Teknis Eksternal – Perubahan nilai tukar valuta asing, inflasi, kenaikan upah
regional.
(4) Faktor Politis – Perubahan kebijakan yang membawa implikasi pada biaya program
dan kegiatan, misalnya penurunan rasio murid dan guru di sekolah dari 40:1 ke
30:1 mengharuskan adanya tambahan guru dan ruang kelas.
(5) Faktor Permintaan – Perubahan kebijakan yang ditetapkan berdasarkan
permintaan pelayanan kelompok sasaran.
Apabila ditinjau dari sisi target fiskal yang diperlukan untuk menetapkan
ketersediaan anggaran pada tahun anggaran berikutnya, maka teknis penetapan biaya
program ditentukan berdasarkan ketersediaan anggaran (resource envelope) yang
dihasilkan dari proyeksi fiskal terhadap penerimaan dan pendapatan pada tahun
anggaran berikutnya. Proyeksi fiskal tersebut akan terkoreksi oleh target fiskal bagi
pembiayaan belanja negara, yaitu ditentukan oleh baseline spending.
Pada awal tahapan penganggaran, penetapan ketersediaan anggaran bagi
pelaksanaan program prioritas akan dibatasi oleh pagu indikatif (indicative ceiling).
Pagu indikatif ini dibentuk untuk memberikan rambu-rambu kepada kegiatan
perencanaan program dan kegiatan untuk tidak mengalokasikan sumberdaya
keuangan melebihi batas teratas proyeksi fiskal yan masih bersifat sementara. Baru
kemudian setelah pagu anggaran ditetapkan, maka Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
dan Rencana Kerja Anggaran (RKA) merupakan dokumen yang bersifat definitif untuk
dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan APBN.
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa dalam proses penetapan
pendapatan dan belanja program kegiatan dilakukan berdasarkan results based
budgeting, dimana dalam penentuannya didasarkan kepada data dan informasi yang
diperoleh dari pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun-tahun sebelumnya.

26
2.2.6. Penerapan Pendekatan Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja dalam
Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM).

Penerapan pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based


Budgeting - PBB) merupakan metode pendekatan yang dilaksanakan menggunakan
data dan informasi setiap program yang telah dijalankan pemerintah untuk
memperoleh cara pelaksanaan dan penganggaran pembangunan yang efektif dan
efisien. Sistem penganggaran berbasis kinerja didasarkan pada penerapan disiplin
fiskal agregat, alokasi sumberdaya terhadap prioritas strategis dan teknis operasional
pelaksanaan program.
Selama ini, pemerintah Indonesia melakukan penerapan disiplin fiskal agregat
melalui penetapan peraturan yang bermuara terhadap terbentuknya penerapan disiplin
fiskal agregat. Sedangkan dalam pengalokasian sumberdaya bagi program prioritas
yang bersifat strategis dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap kebutuhan
masyarakat yang mendesak terhadap suatu program dan kegiatan yang secara
bersamaan akan dapat menghasilkan dampak percepatan pembangunan. Dalam
pengalokasian sumberdaya ke dalam program yang bersifat strategis seringkali
ditemukan pengabaian terhadap efisiensi dan efektivitas pengalokasi sumberdaya
tersebut yang mengarah kepada rendahnya akuntabilitas dan transparansi dari
program dan kegiatan yang dilaksanakan.
Pengabaian terhadap efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumberdaya
cenderung disebabkan oleh tingginya pertimbangan terhadap volume pekerjaan yang
tidak disertai dengan sistim penetapan pembiayaan program dan kegiatan (costing)
yang seharusnya. Dalam penetapan pembiayaan program dan kegiatan perlu
dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap penggunaan input untuk menghasilkan
suatu output dan outcome sesuai dengan sasaran program dan kegiatan yang akan
dibiayai. Selanjutnya penetapan penggunaan input untuk menghasilkan output dan
outcome harus disertai penerapan sistem teknis operasional yang dapat memberi
jaminan terlaksananya program dan kegiatan secara efektif dan efisien. Tanpa adanya
penerapan sistem teknis operasional, penerapan disiplin fiskal agregat tidak banyak
memberikan manfaat terhadap laju percepatan pembangunan.
Ketiga komponen sistem Penganggaran Berbasis Kinerja tersebut diadopsi oleh
pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) yang disertai dengan
penetapan ancar-ancar besaran pendapatan dan belanja program dan kegiatan
melalui hasil perhitungan berdasarkan prakiraan maju (forward estimate) yang telah
memperhitungkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan dan belanja.
Implikasinya, hasil prakiraan anggaran yang dihasilkan dalam prakiraan maju
merupakan pagu indikatif yang bersifat awal untuk membantu K/L dalam menetapkan
komposisi program dan kegiatan prioritas pada tahun anggaran berikutnya. Meskipun
pagu indikatif tersebut belum dilaksanakan dengan baik dalam penyusunan anggaran,
akan tetapi secara teknis operasional akan mampu mengarahkan terbentuknya
efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumberdaya keuangan dalam penganggaran
program dan kegiatan untuk tahun anggaran berikutnya.

27
Secara teoritis, hasil prakiraan maju merupakan gambaran umum yang masih
bersifat kasar terhadap kinerja proses penetapan target fiskal yang didasarkan pada
Kerangka Fiskal Jangka Menengah (Medium Term Fiscal Framework – MTFF). Dalam
pendekatan KPJM (MTEF), MTFF merupakan proses penetapan ketersediaan dana
(resource envelope) dan ruang gerak fiskal (fiscal headroom) bagi perencanaan
program dan kegiatan tahun anggaran berikutnya. Dengan tujuan agar tidak
menghambat proses perencanaan program dan kegiatan tahun anggaran berikutnya,
hasil prakiraan maju ditetapkan sebagai besaran hipotetis terhadap ketersediaan dana
yang tidak memiliki bias yang terlalu besar.
Meskipun mungkin akan terjadi bias terhadap ketersediaan dana yang cukup
signifikan, perubahan-perubahan terhadap usulan rencana program dan kegiatan tidak
memerlukan waktu yang lama dan tidak mengganggu proses kebijakan lainnya yang
menyertai kegiatan penganggaran. Selain itu, penerapan MTEF akan memberikan
peluang bagi penyiapan kegiatan inisiatif baru yang mungkin diusulkan sesuai dengan
besaran ruang gerak fiskal yang merupakan selisih dari hasil prakiraan maju dikurangi
belanja hipotetis dari program dan kegiatan.

28
III. PENDEKATAN PENYUSUNAN PROGRAM RPJMN

3.1. Kerangka Fiskal Jangka Menengah

Kerangka Fiskal Jangka Menengah (MTFF – Medium Term Fiscal Framework)


merupakan alur pemikiran yang dibangun secara konsisten dari setiap faktor makro
ekonomi, proyeksi pendapatan, komitmen kebijakan sebagai upaya pencapaian tujuan
strategis dari kebijakan fiskal. Dengan demikian MTFF merupakan langkah awal bagi
pendekatan KPJM yang memberikan konstruksi proses penganggaran terhadap
penentuan besaran kebutuhan anggaran secara hipotetis sampai kepada penetapan
ketersediaan anggaran bagi pembangunan tahun berikutnya. Artinya, pendekatan
MTFF merupakan pendekatan yang bersifat Top Down Budgeting yang dilaksanakan
pemerintah dalam menetapkan besaran ketersediaan dana yang akan dibagi ke dalam
setiap klasifikasi anggaran program prioritas pembangunan. Selanjutnya anggaran
program prioritas pembangunan digunakan oleh K/L sebagai acuan penetapan
pembiayaan (line ministry ceilings) bagi usulan program dan kegiatan K/L.
Sebagai konsekuensi dari penerapan pendekatan KPJM yang memprakirakan
besarnya pengeluaran (forward estimate) untuk setiap tahun anggaran berikutnya
dalam tiga sampai lima tahun anggaran, maka untuk mengimbangi hal tersebut
diperlukan prakiraan ketersediaan anggaran untuk setiap tahun anggaran dalam tiga
tahun anggaran berikutnya (multi-years plan). Hasil prakiraan marjin anggaran
tersebut diperoleh dari perhitungan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pencapaian target fiskal, dengan asumsi tidak ada perubahan kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan peningkatan belanja negara pada tahun anggaran berikutnya.
Penggunaan asumsi tersebut merupakan asumsi skenario pencapaian target
fiskal minimum dalam Kerangka Fiskal Jangka Menengah (MTFF) yang bersifat
pesimistis. Sebaliknya prakiraan pencapaian target fiskal dilakukan dengan
memasukkan skenario yang bersifat optimis, yaitu dengan memasukkan faktor
perubahan kebijakan pemerintah pada tahun anggaran berikutnya, maka akan dapat
diperoleh pencapaian target fiskal maksimum. Hanya saja dalam perhitungannya
seringkali menjadi rumit dan memiliki peluang bias yang besar.
Berdasarkan hasil prakiraan pencapaian target fiskal tahunan selama tiga tahun
anggaran berikutnya, kebijakan pemerintah untuk dapat menerapkan disiplin fiskal
agregat dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Meskipun pada setiap akhir
tahun anggaran berikutnya perlu dilakukan penyesuaian (updating), akan tetapi hasil
prakiraan sementara terhadap ketersediaan anggaran (resource envelope) dapat
digunakan sebagai acuan indikatif dalam menetapkan pagu indikatif bagi kegiatan
perencanaan program di lingkungan K/L. Dengan demikian hasil prakiraan fiskal
dalam jangka waktu multitahunan selain berfungsi sebagai bahan yang dapat
digunakan untuk mengkoreksi hasil prakiraan maju, juga berfungsi sebagai batas atas
pengeluaran dan belanja negara (total ceiling) dan K/L.

29
3.2. Arsitektur Program

Dalam pelaksanaannya, penyusunan rencana pembangunan dengan


menggunakan pendekatan pembentukan arsitektur program akan melalui beberapa
tahap pembentukan struktur program yang kemudian secara terintegrasi membentuk
arsitektur program tertentu. Penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang ke
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang dilanjutkan kepada penjabaran
Rencana Strategis K/L, Renja K/L dan RKP merupakan penjabaran tujuan
pembangunan jangka panjang yang bersifat sangat luas ke dalam rencana
pembangunan dengan tujuan yang lebih sederhana dan terpusat. Dari hasil
penjabaran tersebut terbentuk hirarki struktur program pembangunan dimana program
rencana pembangunan jangka panjang berada pada titik puncak dan diikuti program-
program rencana pembangunan jangka menengah, program rencana strategis K/L,
dan Rencana Kerja Pemerintah.
Terbentuknya hirarki struktur rencana program pembangunan akan berfungsi
sebagai acuan bagi penetapan arah dan tujuan program dalam rencana penyusunan
program di bawahnya. Dengan demikian, pelaksanaan program dan kegiatan dalam
jangka pendek secara konsisten akan memberikan dampak pembangunan secara
kumulatif terhadap pencapaian tujuan pembangunan dalam jangka menengah dan
panjang. Selain itu, hirarki arah dan tujuan pembangunan pada masing-masing
rencana pembangunan tersebut akan dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting – PBB) melalui
penerapan indikator kinerja untuk setiap program dan kegiatan pada masing-masing
orde rencana pembangunannya.
Dengan terbentuknya struktur program pembangunan dan sekaligus berarti
terbentuknya bank program dan kegiatan, maka pemilihan himpunan alternatif program
dan kegiatan pembangunan yang akan diusulkan oleh K/L akan lebih mudah.
Meskipun demikian, pengintegrasian penyusunan perencanaan dan penganggaran
yang sepenuhnya didasarkan kepada struktur program pembangunan akan sulit
dilaksanakan jika struktur dalam arsitektur program tidak dilengkapi dengan struktur
organisasi K/L sebagai organisasi pelaksana sektoral, struktur fungsi kepemerintahan,
dan struktur pengelolaan kinerja pembangunan.
Struktur organisasi K/L yang berfungsi sebagai penanggung jawab terhadap
terbentuknya akuntabilitas pelaksanaan program perlu ditetapkan ke dalam dua tingkat
penanggung jawab program, yaitu pada tingkat Eselon I dan Eselon II. Terkait dengan
struktur tugas dan fungsi kepemerintahan, Eselon I bertanggung jawab terhadap
penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan direktorat jenderal
atau setara, dimana dalam pelaksanaan kegiatan pembangunannya didelegasikan
kepada Eselon II. Selanjutnya Eselon II mendistribusikan pelaksanaan program sesuai
dengan tugas dan fungsi dari sub fungsi kepemerintahan yang berada di dalam
lingkungan direktorat yang dipimpinnya.
Dalam penyusunan program dan kegiatan, Eselon I berfungsi menjabarkan
program prioritas nasional ke dalam program K/L sesuai dengan fungsi sektoral dan

30
visi-misi dan sasaran K/L. Penjabaran program K/L terdiri dari program K/L yang
berupa penjabaran langsung dari program prioritas dan program fokus prioritas yang
terboboti oleh kebijakan tertentu terkait dengan kebutuhan program yang mendesak
dan atau adanya pertimbangan bahwa program tersebut merupakan program yang
mampu menstimulasi percepatan pencapaian tujuan pembangunan dalam jangka
menengah.
Selanjutnya program yang bersifat reguler dan fokus prioritas dijabarkan ke
dalam kegiatan dan sub kegiatan yang memiliki tujuan kegiatan sebagai akar tujuan
dari program K/L. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang
penjabaran kegiatan ke dalam sub kegiatan terkait dengan indikator kinerja yang
digunakan dalam struktur manajemen kinerja. Pada prinsipnya, penjabaran kegiatan
ke dalam sub kegiatan tidak akan menimbulkan kekacauan dalam pembentukan
arsitektur program pembangunan selama keduanya menghasilkan keluaran yang
berbeda dan memiliki keterkaitan di dalam struktur tujuan dan akar tujuannya.
Penerapan struktur organisasi dan fungsi kepemerintahan tersebut merupakan
penjabaran struktur bagian dalam klasifikasi anggaran. Hanya saja dalam hal ini,
klasifikasi ekonomi yang mencakup jenis belanja yang merupakan bagian dari
klasifikasi anggaran tidak dimasukkan sebagai pembentuk struktur arsitektur program
mengingat 8 jenis belanja tersebut merupakan karakteristik dari belanja program, baik
dalam struktur organisasi maupun fungsi kepemerintahan.
Dengan terbentuknya arsitektur program yang berpilarkan struktur organisasi,
struktur klasifikasi anggaran, struktur policy planning dan struktur manajemen kinerja,
maka secara garis besar sudah dapat dilakukan penyusunan anggaran program dan
kegiatan K/L.
Penetapan struktur manajemen berbasis kinerja sangat diperlukan dalam
pembentukan arsitektur program dimana dalam penerapannya akan diperoleh data
dan informasi pelaksanaan program dan kegiatan yang digunakan sebagai masukan
bagi penetapan rencana kebijakan (policy planning) yang telah menggambarkan
pemenuhan kriteria akuntabilitas dan transparansi dalam penyusunan program dan
kegiatan. Perolehan data dan informasi tersebut dari pelaksanaan monitoring dan
evaluasi program dan kegiatan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan
penganggaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas program dan kegiatan
pada tahun berikutnya.
Di dalam struktur manajemen berbasis kinerja, pencapaian sasaran pokok
program prioritas pembangunan di ukur dengan menggunakan indikator kinerja dalam
katagori dampak (impact). Dampak pelaksanaan program prioritas dan fokus prioritas
merupakan dampak kumulatif dan atau dampak gabungan dari indikator outcome (joint
impact) yang dihasilkan melalui pelaksanaan program K/L secara sektoral atau
intersektoral. Sedangkan indikator kinerja yang digunakan untuk menilai kinerja
pembangunan pada tataran pelaksanaan program reguler adalah indikator outcome
(intangible outcome) yang menjelaskan bobot kualitatif dari hasil pelaksanaan program
dan kegiatan. Selain itu dalam keberhasilan pelaksanaan program dapat diukur

31
menggunakan output program terutama pencapaian peningkatan luas wilayah cakupan
program dan peningkatan jumlah kelompok sasaran secara kumulatif dari pelaksanaan
seluruh kegiatan di dalamnya.
Pengelolaan Pembangunan Berbasis Kinerja pada tataran pelaksanaan kegiatan
dan atau sub kegiatan adalah penetapan indikator kinerja terkait dengan input dan
output program kegiatan. Kegiatan dan sub kegiatan dapat dinilai dengan
menggunakan indikator kinerja dalam penggunaan input yang efektif untuk mencapai
output tertentu yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan. Hanya saja dalam
pelaksanaannya, setiap kegiatan atau sub kegiatan akan menghasilkan output yang
berbeda dari masing-masing pelaksanaan kegiatan dan sub kegiatannya.
Dari uraian tersebut, pendekatan pembentukan arsitektur program yang
didasarkan pada struktur organisasi K/L, struktur klasifikasi anggaran, struktur policy
planning, dan struktur pengelolaan berbasis kinerja akan menghasilkan arsitektur
program yang mampu menjaminkan keberlanjutan program pembangunan baik dari
sisi pelaksanaan pentahapan program dan kegiatan maupun penerapan disiplin fiskal
agregat, serta pencapaian efektivitas dan efisiensi pengalokasian sumberdaya
pembangunan dalam jangka menengah.

3.3. Pengelolaan Pencapaian Sasaran Kinerja

Pengelolaan pencapaian sasaran kinerja merupakan pendekatan penilaian


kinerja yang didasarkan pada penggunaan indikator kinerja dalam proses
pengumpulan data dan informasi, serta untuk menilai perkembangan pencapaian
sasaran/target terkait dengan pencapaian tingkat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
program dan kegiatan. Indikator kinerja yang digunakan sebagai dasar penilaian dan
evaluasi adalah input, output, outcome dan proses (Gambar 4).
Pengelolaan pencapaian sasaran kinerja terbagi dalam dua tahap proses, yaitu
proses pengelolaan pencapaian sasaran kinerja berdasarkan penggunaan indikator
kinerja terpilih dan proses pencapaian kinerja berdasarkan penggunaan indikator
kinerja dampak. Pengelolaan pencapaian sasaran kinerja berdasarkan penggunaan
indikator kinerja terpilih dilakukan dengan menentukan penggunaan satu atau lebih
faktor indikator input, output, outcome, atau proses sebagai dasar penilaian
pencapaian sasaran kinerja.
Pencapaian sasaran kinerja pada tingkat kegiatan dapat dinilai menggunakan
indikator input dan atau output. Khusus bagi kegiatan jasa internal (internal services)
dapat dinilai menggunakan indikator proses. Sedangkan pencapaian sasaran kinerja
pada tingkat program dapat dinilai menggunakan indikator output dan outcome.

32
Gambar 4. Tipologi Indikator Kinerja

Pengelolaan pencapaian sasaran kinerja berdasarkan penggunaan indikator


dampak hanya dilakukan untuk menilai sasaran program dengan skala tujuan yang
sangat luas. Hal ini yang membedakan proses penilaian pencapaian sasaran kinerja
dengan program yang hanya memiliki skala tujuan yang tidak begitu luas. Contohnya,
penilaian pencapaian sasaran kinerja program peningkatan ketahanan pangan hanya
dapat dinilai dengan menggunakan indikator dampak. Sedangkan program
pengembangan sumberdaya air masih dapat dinilai dengan indikator outcome.
Secara sederhana, perbedaan penggunaan indikator tersebut terletak pada
jumlah program yang berada di dalam program yang memiliki skala tujuan yang luas
atau program intersektoral (program fokus prioritas). Penilaian pencapaian sasaran
kinerja berdasarkan dampak merupakan kumulatif dampak dari keseluruhan program
dan kegiatan di dalamnya.

3.4. Struktur Biaya Komprehensif

Struktur Biaya Komprehensif (Comprehensive Cost Structure) merupakan


pendekatan penetapan biaya program dan kegiatan secara terstruktur dalam kerangka
multitahunan yang bersifat fleksibel dalam menggunakan model dan teknik
penyusunannya. Penggunaan pendekatan penetapan biaya tersebut diperlukan untuk
memenuhi persyaratan penerapan pendekatan penganggaran terpadu, KPJM, dan
PBB.

33
Sejalan dengan pendekatan penganggaran terpadu, pendekatan penetapan
biaya program ini mampu mengakomodasi seluruh persyaratan penganggaran terpadu
terkait dengan fleksibilitas dan penggunaan model dan teknik penyusunan biaya
program dan kegiatan untuk meningkatkan efisiensi alokasi dana. Dengan
terpenuhinya persyaratan penetapan anggaran tahunan dalam sistem penganggaran
terpadu dan adanya kebijakan penggunaan anggaran dengan tujuan tertentu (PBB),
maka kebijakan untuk melakukan roling terhadap anggaran tahunan selama tiga tahun
anggaran ke depan (multi-tahunan) akan sekaligus merupakan pemenuhan
persyaratan bagi penerapan pendekatan KPJM.
Penggunaan teknik perhitungan biaya (costing) disesuaikan dengan
karakteristik program dan kegiatan, serta penggunaan model dan teknis tertentu untuk
mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam pembiayan program dan kegiatan.
Kesalahan yang mungkin terjadi dalam perhitungan biaya program dan kegiatan yang
mengakibatkan penurunan tingkat efisiensi pembiayaan dalam tahun berjalan, dapat
dikoreksi untuk kemudian perbaikan dapat diterapkan pada tahun anggaran berikutnya.
Ternik ini menurunkan kemungkinan terjadinya bias perhitungan biaya dalam kerangka
multi-tahunan.

3.5. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Dalam arti luas, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM – MTEF)


merupakan aliran siklus belanja tahunan yang dibangun berdasarkan: (a) metode
prakiraan terhadap ketersediaan anggaran belanja pemerintah agar sesuai dengan
stabilitas ekonomi makro yang didasarkan pada pendekatan atas-bawah (top down
budgeting), (b) metode prakiraan terhadap biaya yang dihasilkan dari suatu kebijakan,
baik sekarang atau yang baru, dan permintaan belanja untuk usulan kegiatan baru
atau peningkatan belanja untuk kegiatan-kegiatan yang ada saat ini (bottom up
planning), dan (c) proses iteratif dalam penetapan kebijakan yang mempertemukan
biaya dan kebijakan baru terhadap putaran ketersediaan anggaran tahunan dalam
periode 3 sampai 5 tahun anggaran. Dari penggunaan ke tiga metode tersebut terlihat
bahwa pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah tersusun dari dua sub
proses, yaitu penetapan target fiskal dan pengalokasian sumberdaya sesuai dengan
prioritas strategis.
Untuk melaksanakan pendekatan KPJM diperlukan beberapa persiapan terkait
dengan:
a. Kebijakan Makro ekonomi
Pelaksanaan KPJM memerlukan dukungan hasil analisis dan peramalan terhadap
kondisi makro ekonomi secara keseluruhan yang selanjutnya akan dijadikan
sebagai anjakan awal dalam penggunaan pendekatan KPJM.
b. Penetapan Instrumen Kebijakan Fiskal
Pendekatan KPJM didasarkan pada keterkaitan antara kebijakan makro ekonomi
dan kebijakan fiskal. Dengan demikian rencana pengeluaran pada tahun

34
anggaran berikutnya harus didasarkan pada kerangka logis dalam memprakirakan
sumberdaya makro ekonomi dan fiskal yang bersifat prospektif.
c. Realokasi dan Prioritisasi
Pendekatan KPJM memiliki mekanisme yang mampu meningkatkan prioritisasi
pengggunaan dan alokasi sumberdaya yang perlu didukung oleh kebijakan yang
memadai.
d. Disiplin Anggaran
Pengalokasian anggaran internal masing-masing K/L harus didasarkan pada
batas atas dari besaran distribusi anggaran yang diterima dan tetap berusaha
untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan program dan kegiatan
yang ada.
e. Dukungan Kelembagaan
Keputusan terhadap besaran anggaran pembangunan yang disusun berdasarkan
pendekatan KPJM memerlukan dukungan secara politis terkait dengan kebutuhan
alokasi anggaran yang ditetapkan berdasarkan KPJM.
f. Kesesuaian Parameter yang Digunakan dalam Pendekatan KPJM
Pendekatan KPJM dibangun oleh pemahaman yang sama terhadap terminologi
pengeluaran agregat, penjabaran jabatan dan fungsi organisasi dan
kepemerintahan, pengalokasian potensial terhadap ketersediaan anggaran,
satuan biaya yang digunakan dalam perhitungan pengeluaran, pelaksanaan
koordinasi secara sektoral dan intersektoral terkait dengan proses penyusunan
anggaran tahunan, serta penggunaan skenario yang telah ditetapkan pemerintah.
g. Akuntabilitas dan Transparansi
Penerapan kebijakan dan situasi fiskal secara tranparan akan meningkatkan
akuntabilitas dari pihak-pihak yang terkait dengan proses penyusunan anggaran
berdasarkan KPJM.
Untuk memprakirakan besaran alokasi anggaran indikatif pada tahun 2010
dilakukan menggunakan besaran alokasi anggaran yang telah memperhitungkan
prioritas kebijakan baru dari pemerintah dan situasi makro ekonomi pada tahun
berjalan. Demiian juga halnya dengan prakiraan terhadap besaran alokasi anggaran
indikatif untuk tahun 2011 dilakukan penyesuaian ulang dengan memasukkan prioritas
kebijakan baru yang ditetapkan dan situasi makro ekonomi pada tahun 2010.
Sedangkan untuk menetapkan besaran alokasi anggaran indikatif 2012 dilakukan
prakiraan besar alokasi berdasarkan metode prakiraan maju (sd 2013) dengan
menggunakan data makro ekonomi dan kebijakan tahun 2011. Ilustrasi penetapan
alokasi anggaran indikatif dengan menggunakan pendekatan KPJM disajikan pada
Gambar 5.

35
Forward Estimate

2009 2010 2011

Penyesuaian kebijakan
dan situasi makro ekonmi

Persetujuan
2010 2011 2012
DPR

Penyesuaian kebijakan
dan situasi makro ekonomi

Persetujuan
2011 2012 2013
DPR

Penyesuaian kebijakan
dan situasi makro ekonomi
Proses
Iteratif Persetujuan
2012 2013 2014
DPR

Penyesuaian kebijakan
dan situasi makro ekonomi

Persetujuan 2013 2014 2015


DPR

Penyesuaian kebijakan
dan situasi makro ekonomi

Persetujuan 2014 2015 2016


DPR

Gambar 5. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

3.6. Pengusulan dan Pembahasan Program RPJMN

Setelah penyusunan materi program RPJMN per K/L selesai di bahas secara
internal di tingkat K/L, maka seluruh usulan materi program RPJMN per K/L dibahas
dan dikompilasi oleh Bappenas. Hasil pembahasan di Bappenas merupakan materi
bagi pembahasan di dalam rapat Kabinet untuk kemudian mendapat pengesahan
presiden.
Pada tahap pertama, pembahasan di dalam internal K/L meliputi pembahasan
untuk mengkaji ulang penjabaran program ke dalam kegiatan dan distribusinya di
tingkat direktorat, penggunaan indikator kinerja, pelaksanaan monitoring dan evaluasi
program. Selanjutnya pembahasan dilakukan secara rinci terhadap teknis penetapan
satuan biaya program dan kegiatan dalam kerangka multi-tahunan, dan kebutuhan
anggaran keseluruhan di tingkat K/L (ministry budget request) terkait dengan biaya
prioritas program dan fokus prioritas yang harus didistribusikan.

36
Pembahasan usulan PRJMN per K/L di Bappenas yang dihadiri oleh
Departemen Keuangan mencakup pemilihan program dan kegiatan K/L yang juga
diusulkan oleh K/L lainnya, pendistribusian seluruh program dan kegiatan K/L yang
termasuk dalam kategori program fokus prioritas, penyusunan Draft RPJMN untuk
disampaikan dalam rapat kabinet. Pembahasan di dalam rapat kabinet meliputi
pembahasan terhadap pembobotan dan pendistribusian ulang program usulan RPJMN
yang disesuaikan dengan program prioritas nasional.

37
IV. PETUNJUK PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL
RPJM NASIONAL

Penyusunan rancangan awal RPJM Nasional dilaksanakan dalam beberapa


tahap penyusunan, yaitu tahap: (a) penyusunan kerangka penetapan kebijakan
pembangunan, (b) penyusunan kerangka ekonomi makro, fiskal, pengeluaran, dan
anggaran jangka menengah, (c) penyusunan Rencana Program dan Anggaran RPJM,
dan (d) penilaian dan evaluasi.

4.1. Penyusunan Kerangka Penetapan Kebijakan Pembangunan Jangka


Menengah

Penyusunan kerangka penetapan kebijakan pembangunan jangka menengah


dilaksanakan dengan mempertimbangkan peran fungsi masing-masing komponen
pembentuk kebijakan yang bersangkutan. Dalam hal penetapan kebijakan
pembangunan jangka menengah komponen pembentuk kebijakan tersebut antara lain
adalah: (a) dasar penetapan arah kebijakan pembangunan, (b) penjabaran kebijakan
pembangunan ke dalam prioritas pembangunan, (c) review ulang sasaran program dan
target kegiatan.

a. Acuan Penetapan Arah Kebijakan Pembangunan

Arah kebijakan pembangunan RPJM Nasional dikembangkan dan disusun


mengacu kepada arah rencanana pembangunan jangka panjang, RPJM Nasional yang
sedang berjalan, visi-misi presiden, dan rancangan awal Renstra K/L.

(1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional


Pemeriksaan dan penyesuaian ulang terhadap arah pembangunan dalam RPJM
yang mengacu kepada rencana pembangunan jangka panjang dimaksudkan
untuk meningkatkan percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional dan
sekaligus menjamin terbentuknya arah kebijakan pembangunan jangka
menengah secara konsisten dan berkelanjutan.
(2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang Sedang Berjalan
Penyusunan RPJM Nasional yang merujuk kepada RPJMN yang sedang berjalan
bertujuan untuk mereview penerapan kerangka fiskal dan anggaran jangka
menengah, kerangka pengengeluaran jangka menengah, anggaran berbasis
kinerja, serta penerapan anggaran terpadu terkait dengan penetapan prioritas,
fokus prioritas, sasaran program dan target kegiatannya.
(3) Visi Misi Presiden
Visi misi presiden yang disusun oleh Menteri K/L dengan mengacu kepada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan RPJM Nasional yang
sedang berjalan merupakan salah satu bentuk alternatif kebijakan yang mampu

38
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian sasaran program dan target
kegiatan dalam jangka menengah.
Penyusunan RPJM Nasional yang mengacu kepada visi misi presiden bertujuan
untuk mengakomodasi berbagai alternatif kebijakan dengan melakukan
penyesuaian perbaikan dan penyesuaian terhadap dasar kebijakan yang
digunakan dalam program dan kegiatan pembangunan sebelumnya.
(4) Rancangan Awal Renstra K/L
Penyusunan RPJMN yang didasarkan kepada rancangan awal Renstra K/L
bertujuan untuk memperoleh masukan hasil pengkajian dan evaluasi masing-
masing K/L terhadap kinerja kebijakan dalam pencapaian sasaran dan target
kegiatan pembangunan. Masukan dari Renstra K/L merupakan proses
pemutakhiran kebijakan pembangunan yang diperlukan dalam penyusunan RPJM
Nasional sesuai dengan perkembangan pembangunan terkini.

b. Penjabaran Arah Kebijakan RPJM ke dalam Prioritas Pembangunan

Dari penjabaran arah kebijakan pembangunan jangka panjang dan visi misi
presiden diperoleh hasil analisis berupa Tantangan Pokok dan Agenda Pembangunan
jangka menengah yang selanjutnya merupakan dasar penetapan prioritas
pembangunan nasional. Beranjak dari prioritas pembangunan nasional tersebut,
pengembangan dan penetapan program dan kegiatan pembangunan akan ditentukan
oleh fungsi dan sub fungsi kepemerintahan, fokus prioritas, sasaran pokok, dan alokasi
angaran pada masing-masing K/L (Gambar 6).
(1) Fungsi dan Sub Fungsi Kepemerintahan
Program dan kegiatan pembangunan akan disusun sesuai dengan fungsi dan sub
fungsi kepemerintahan pada masing-masing unit organisasi K/L. Program dan
kegiatan tersebut akan menggambarkan secara jelas masing-masing tupoksi dan
kewenangan pada setiap unit organisasi.
(2) Fokus Prioritas
Program dan kegiatan sebagai kegiatan atau kumpulan kegiatan yang disusun
dan dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan target pembangunan merupakan
bagian dari strategi pembangunan secara keseluruhan. Pengkajian terhadap
program dan atau kegiatan yang dipertimbangkan dapat menstimulasi percepatan
pembangunan atau menjawab permasalahan pembangunan yang mendesak
merupakan program dan kegiatan strategis.

39
Gambar 6. Arah Kebijakan, Prioritas dan Program-Kegiatan RPJM Nasional

(3) Sasaran Pokok


Dalam proses penjabaran prioritas pembangunan ke dalam program
pembangunan dilakukan prakiraan terbentuknya dampak kumulatif dari
pelaksanaan program pembangunan secara keseluruhan dalam pencapaian
sasaran utama pembangunan nasional. Sasaran utama pembangunan tersebut
sering disebut sebagai sasaran pokok, yang merupakan acuan pencapaian tingkat
pembangunan serta dirumuskan ke dalam struktur pengelolaan kinerja.
Selanjutnya dalam struktur pengelolaan kinerja, setiap pencapaian sasaran
program dan target kegiatan pembangunan dapat diukur menggunakan indikator
kinerja.
(4) Alokasi Anggaran
Dengan adanya kendala anggaran pembangunan, pertimbangan pengalokasian
dana pembangunan ke dalam perencanaan program dan kegiatan akan dibatasi
melalui pagu anggaran. Dalam hal ini, penetapan pagu anggaran merupakan
salah satu bentuk penetapan kebijakan pembangunan untuk mengalokasikan
secara optimal seluruh sumberdaya anggaran dalam mencapai sasaran
pembangunan sesuai dengan prioritas pembangunan yang telah ditetapkan.

40
Dalam penyusunan program dan kegiatan, penjabaran prioritas pembangunan
nasional terhadap alokasi anggaran jangka menengah perlu memperhatikan: (a)
program dan kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran Prioritas
Pembangunan Nasional dan/atau Prioritas K/L, (b) kebutuhan anggaran yang
bersifat mengikat, (c) kebutuhan dana pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang
anggarannya bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri, (d) kebutuhan
anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat multitahunan, serta (e)
penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan inpres-inpres yang berkaitan
dengan percepatan pemulihan pasca konflik dan pasca bencana di berbagai
daerah.
Untuk memperoleh prakiraan yang akurat dalam pengalokasian anggaran
diperlukan pertimbangan secara menyeluruh terhadap prakiraan ketersediaan
anggaran sesuai dengan kerangka anggaran, kerangka pengeluaran, kerangka
fiskal, dan kerangka ekonomi makro jangka menengah yang telah ditetapkan
dalam penyusunan rancangan awal RPJM Nasional.

c. Review Ulang Sasaran Program dan Target Kegiatan

Rencana kebijakan pembangunan RPJM Nasional 2010 – 2014 merupakan


penyempurnaan dan pengembangan dari RPJM Nasional 2005 – 2009. Dalam
penyusunan RPJM Nasional terdapat kemungkinan terjadinya perubahan kebijakan
atau tidak ada perubahan kebijakan pembangunan, dimana penentuan perlunya
perubahan kebijakan atau tidak ada perubahan kebijakan sepenuhnya merupakan
hasil penjabaran prioritas pembangunan nasional oleh K/L dengan memperhatikan
laporan penilaian dan evaluasi kinerja RPJM Nasional sebelumnya.
Berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi RPJMN sebelumnya, suatu kebijakan
pembangunan dapat dipertahankan untuk tetap dilaksanakan jika dalam pelaksanaan
program dan kegiatannya telah mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas sesuai
dengan sasaran program dan target kegiatan, serta belum ada permintaan terhadap
program dan kegiatan lainnya, sehingga dalam penyusunan RPJMN belum
memerlukan perubahan kebijakan. Sebaliknya jika dalam pelaksanaan program dan
kegiatan tersebut tidak mampu mencapai sasaran program dan kegiatan yang telah
ditetapkan atau terjadi permintaan program dan kegiatan baru, maka dalam
penyusunan RPJMN diperlukan perubahan kebijakan.
Dalam hal ini, perubahan kebijakan diartikan sebagai perubahan tingkat
pelayanan pemerintah kepada masyarakat melalui pelaksanaan program dan kegiatan
dengan sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan di dalamnya.
(1) Tidak Terjadi Perubahan Kebijakan Pembangunan
• Dengan tidak adanya perubahan kebijakan pembangunan dalam RPJM
Nasional terhadap RPJM Nasional sebelumnya, maka tingkat pelayanan yang
dihasilkan melalui pelaksanaan program dan kegiatan memiliki tingkat
pelayanan yang sama dengan tingkat pelayanan dalam RPJMN sebelumnya.

41
• Untuk mempertahankan tingkat pelayanan yang sama terhadap kelompok
sasaran, perubahan ukuran kelompok sasaran sebagai akibat perubahan
karakteristik kependudukan akan mengakibatkan perubahan ukuran sasaran
program atau target kegiatan.
• Sampai pada ukuran kelompok sasaran tertentu, dimana unit pelayanan
masih mampu memberikan tingkat pelayanan yang sama secara efektif dan
efisien, maka tidak diperlukan perubahan kebijakan untuk meningkatkan unit
pelayanan.
• Peningkatan jumlah unit pelayanan akan diperlukan apabila peningkatan
ukuran kelompok sasaran sudah akan menurunkan tingkat pelayanan. Dalam
hal ini, peningkatan unit pelayanan untuk mempertahankan tingkat pelayanan
tidak tergolong kepada perubahan kebijakan.

(2) Perubahan Kebijakan Pembangunan

• Terjadinya perubahan kebijakan pembangunan dari RPJMN sebelumnya


kepada kebijakan RPJMN selanjutnya atau dari satu Tahun Anggaran kepada
Tahun Anggaran lainnya adalah apabila ditetapkan kebijakan untuk
peningkatan pelayanan baik melalui pengembangan program yang sudah ada
maupun melalui penerapan program dan kegiatan baru.
• Penerapan kebijakan baru memiliki sasaran program dan target kegiatan yang
berbeda dengan kebijakan lama. Meskipun mungkin kelompok sasaran yang
memperoleh manfaat dari program dan kegiatan tidak berbeda, akan tetapi
dalam kebijakan baru memiliki pendekatan dan metodologi yang berbeda.
• Pendekatan dan metodologi yang mendasari penerapan kebijakan baru telah
melalui pertimbangan bahwa program dan kegiatan kebijakan baru akan
menghasilkan kinerja pembangunan yang lebih baik dari kebijakan lama.

Meskipun demikian, keputusan untuk melakukan perubahan kebijakan dalam


penyusunan RPJM nasional selalu didasarkan kepada kinerja pencapaian sasaran
program dan target kegiatan. Dengan demikian kebijakan pembangunan yang telah
menunjukkan kinerja yang efektif dan efisien akan dipertahankan dan disertai
perubahan kebijakan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang tidak dapat
mencapai efektivitas dan efisiensi sebagaimana yang ditetapkan dalam sasaran
program dan target kegiatan.

4.2. Penyusunan Kerangka Ekonomi Makro, Fiskal, Pengeluaran dan


Anggaran Jangka Menengah

Sesuai dengan fungsi RPJM Nasional sebagai acuan dalam penyusunan


perencanaan dan penganggaran secara terpadu, maka penyusunan program dan
kegiatan RPJM Nasional perlu disertai dengan proyeksi ekonomi makro, fiskal,

42
pengeluaran dan anggaran yang dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan
program dan kegiatan jangka menengah.

a. Kerangka Ekonomi Makro Jangka Menengah


Kerangka ekonomi makro jangka menengah merupakan kerangka dari suatu
sistem yang dibentuk oleh faktor-faktor dan karakteristik ekonomi makro nasional, serta
berfungsi sebagai acuan dalam memproyeksikan hasil peramalan berbagai variabel
ekonomi makro yang mempengaruhi besaran penerimaan, pengeluaran, defisit, dan
pembiayaan dalam jangka menengah.
(1) Faktor dan Karakteristik Ekonomi Makro Nasional
• Faktor-faktor ekonomi makro nasional yang selanjutnya berfungsi sebagai
variabel ekonomi dalam peramalan, antara lain meliputi faktor produk
domestik bruto, pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap
US$, suku bunga SBI, harga minyak ICP, dan lifting minyak Indonesia.
• Dalam peramalan terhadap berbagai faktor makro ekonomi perlu disusun
skenario kebijakan pembangunan yang akan disimulasikan ke dalam faktor
ekonomi makro dalam jangka menengah. Skenario kebijakan pembangunan
meliputi skenario tanpa perubahan kebijakan (baseline), dengan perubahan
kebijakan dan campuran keduanya.
• Untuk membentuk skenario kebijakan pembangunan perlu dilakukan
pendeskripsian sasaran program dan target kegiatan secara tepat, baik dalam
skenario tanpa perubahan kebijakan, dengan perubahan kebijakan, dan
campuran keduanya.
• Penyusunan setiap skenario kebijakan pembangunan perlu disertai dengan
analisis terhadap perubahan nilai terendah dan tertinggi dari masing-masing
variable ekonomi makro.
• Penyusunan skenario kebijakan pembangunan merupakan upaya penjabaran
karakteristik dan pola perubahan situasi ekonomi makro nasional terhadap
faktor endogen dan eksogen.
(2) Penyesuaian dan Pemutakhiran Kerangka Ekonomi Makro Jangka Menengah

• Kerangka ekonomi makro jangka menengah merupakan model yang dibangun


dengan menggunakan variable ekonomi makro dan skenario terhadap
kemungkinan-kemungkinan perubahan kebijakan pembangunan dan
perekonomian dunia.
• Penyesuaian proyeksi ekonomi makro jangka menengah di dalam
penyusunan rencana kerja tahunan dapat dilakukan dengan menyesuaikan
kebijakan pembangunan ke dalam skenario kebijakan pembangunan jangka
menengah.

43
• Pemutakhiran data dan informasi pembangunan terkait dengan variabel
ekonomi makro dapat dilakukan sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan
dalam penganggaran pembangunan tahunan.
(3) Acuan dalam peramalan fiskal dan anggaran
• Kerangka Ekonomi Makro Jangka Menengah merupakan pendekatan yang
dibangun secara spesifik dalam penyusunan RPJM Nasional terhadap sistem
dan model peramalan faktor dan karaktristik ekonomi makro nasional yang
dapat dijadikan acuan dalam peramalan fiskal dan anggaran jangka
menengah.

b. Kerangka Fiskal Jangka Menengah

Kerangka fiskal jangka menengah merupakan sistem yang dibangun secara


konsisten dari setiap faktor ekonomi makro, proyeksi pendapatan, komitmen kebijakan
sebagai upaya pencapaian tujuan strategis dari kebijakan fiskal.
(1) Proyeksi pendapatan negara dan hibah

• Pendapatan negara dan hibah berperan dalam meningkatkan kapasitas fiskal,


pembiayaan anggaran belanja negara, mengendalikan defisit anggaran, dan
menjaga dan memantapkan ketahanan fiskal.
• Untuk meningkatkan kapasitas dan ketahanan fiskal, kerangka fiskal jangka
menengah memuat arah dan target kebijakan fiskal dalam jangka menengah,
antara lain tax ratio yaitu rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik
bruto (PDB), rasio total pengeluaran terhadap PDB, rasio defisit anggaran
terhadap PDB, dan rasio stok utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) yang
sesuai dan konsisten dengan kerangka ekonomi makro.
• Proyeksi fiskal meliputi proyeksi rencana penerimaan dan pengeluaran negara
dalam beberapa skenario situasi perekonomian jangka menengah sehingga
diperoleh gambaran terhadap kapasitas dan ketahanan fiskal jangka
menengah.
• Gambaran kapasitas dan ketahanan fiskal jangka menengah merupakan
gambaran kapasitas dan ketahanan fiskal terhadap berbagai alternatif
pembiayaan anggaran belanja yang dapat meminimalkan resiko keuangan
(financial risk) dalam jangka menengah dan menjamin terbentuknya
keberlanjutan pembiayaan anggaran secara konsisten dan berkelanjutan.
(2) Komitmen kebijakan fiskal

• Komitmen kebijakan fiskal merupakan strategi untuk mencapai terbentuknya


konsolidasi dan menciptakan berbagai stimulus fiskal dalam batas-batas
kemampuan keuangan negara.
• Konsolidasi fiskal merupakan upaya optimalisasi pengumpulan sumber-
sumber penerimaan negara, peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja

44
negara, serta pemilihan alternatif pembiayaan untuk meminimalkan resiko
keuangan dalam jangka menengah.
• Stimulus fiskal merupakan komitmen kebijakan fiskal untuk meningkatkan
perekonomian yang bermuara kepada peningkatan sumber-sumber
penerimaan negara. Pemberian stimulus fiskal antara lain dapat berupa: (a)
pemberian insentif perpajakan, (b) peningkatan belanja negara untuk
meningkatkan sarana dan prasarana pembangunan, (c) peningkatan daya beli
masyarakat, dan (d) peningkatan dukungan tehadap pengembangan sektor
swasta.
(3) Proyeksi fiskal jangka menengah

• Target fiskal jangka menengah merupakan target penerimaan fiskal tahunan


dalam lima tahun rencana anggaran yang diprakirakan berdasarkan hasil
simulasi kebijakan dan penggunaan asumsi ekonomi makro untuk kemudian
dibandingkan dengan proyeksi pengeluaran jangka menengah.
• Apabila proyeksi target fiskal tahunan lebih kecil dari proyeksi pengeluaran
tahunan dalam lima tahun rencana anggaran, maka perlu dilakukan
pengkajian ulang terhadap kemungkinan untuk meningkatkan penerimaan
fiskal pada tahun anggaran tersebut melalui simulasi perubahan kebijakan.
• Apabila hasil simulasi perubahan kebijakan tetap tidak mampu meningkatkan
penerimaan, maka perlu dilakukan perubahan susunan program dan kegiatan
dan atau melakukan pengurangan besaran program dan kegiatan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, sampai kepada nilai proyeksi penerimaan
fiskal sama dengan atau lebih besar dari rencana pengeluarannya.
• Target penerimaan fiskal sering disebut sebagai proyeksi ketersediaan dana
(resource envelope) yang berfungsi sebagai batas atas (pagu anggaran)
belanja negara (total ceiling). Selanjutnya berdasarkan pagu anggaran
tersebut dilakukan pendistribusian anggaran ke pada pagu anggaran masing-
masing K/L (line ministries ceiling).
• Sebelum tercapai hasil perhitungan proyeksi ketersediaan dana dengan nilai
yang sama dengan atau lebih besar dari nilai proyeksi pengeluarannya, maka
hasil proyeksi tersebut masih bersifat sementara. Dengan demikian maka
pagu anggaran yang ditetapkan berdasarkan hasil proyeksi tersebut masih
bersifat sementara.

c. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan pengeluaran


berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan yang
dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, yaitu dengan
mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun
berikutnya dan dituangkan dalam prakiraan maju.

45
(1) Pengeluaran berdasarkan kebijakan
• Proyeksi pengeluaran dapat digunakan sebagai alat bantu bagi proses
pengambilan keputusan dalam pengelolaan keuangan negara, karena KPJM
dapat memberikan indikasi tentang apakah diperlukan langkah-langkah
penyesuaian pengeluaran sejak dini dalam rangka memelihara
kesinambungan fiskal, dan proyeksi ini sekaligus juga dapat memberikan
gambaran tentang derajat keleluasaan pemerintah dalam menyesuaikan
besaran dan komposisi pengeluarannya pada tahun-tahun mendatang.
• Dalam penyusunan Rencana Program dan Anggaran tahunan dalam lima
tahun anggaran dapat dilakukan penyesuaian kebijakan pada setiap tahun
anggaran yang merupakan perbaikan dan penyempurnaan penerapan
kebijakan tahun sebelumnya.
(2) Penerapan perhitungan penerimaan dan pengeluaran multitahunan

• Perhitungan penerimaan dan pengeluaran multitahunan merupakan gambaran


perencanaan program dan anggaran dalam jangka menengah yang sejak dini
perlu dipersiapkan dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan secara
berkelanjutan.
• Dalam penerapan perhitungan penerimaan dan pengeluaran multitahunan,
kemungkinan dilakukannya penerapan kebijakan baru yang bersifat strategis
dengan tujuan untuk mempercepat laju pembangunan sangat tinggi.
• Penerapan kebijakan baru dapat dilakukan ke dalam pembentukan program
dan kegiatan baru dengan tanpa mengabaikan pagu anggaran dan penerapan
disiplin fiskal agregat.
(3) Penerapan disiplin fiskal agregat

• Melalui perhitungan prakiraan maju dari semua program dan kegiatan yang
tetap akan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya ditambah dengan
pelaksanaan program dan kegiatan baru, maka penerapan disiplin fiskal
agregat merupakan langkah pendisiplinan dalam penyusunan program dan
anggaran yang mengacu kepada proyeksi target fiskal dan kebijakan
pembangunan yang akan diterapkan dalam jangka menengah.
• Penerapan disiplin fiskal agregat merupakan interaksi antara implikasi dari
proyeksi target fiskal dan proyeksi pengeluaran yang mempertemukan
besaran proyeksi target fiskal yang mungkin dicapai dan sekaligus merupakan
batas anggaran sebagai dasar perencanaan program dan anggaran pada
tahun tahun berikutnya.

d. Kerangka Anggaran Jangka Menengah

Kerangka anggaran jangka menengah merupakan pendekatan penyusunan


anggaran jangka menengah dengan tetap memperhatikan neraca keuangan dan

46
realisasi anggaran. Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam neraca
keuangan adalah aset, hutang, dan ekuitas dana. Sedangkan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam realisasi anggaran meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Dengan asumsi bahwa rencana jangka menengah disusun berdasarkan urutan
pelaksanaan tahun anggaran secara berkesinambungan selama lima tahun anggaran,
maka penyusunan kerangka anggaran jangka menengah dibentuk berdasarkan
mekanisme tahunan dalam lima tahun anggaran. Dengan demikian dalam penerapan
RPJM Nasional dapat secara langsung dijabarkan ke dalam rencana pembangunan
tahunan.
Sampai saat ini, struktur Kerangka Anggaran Jangka Menengah tidak banyak
mengalami perubahan terkait dengan usulan restrukturisasi program. Secara umum
struktur Kerangka Anggaran Jangka Menengah dibentuk berdasarkan: (a) klasifikasi
anggaran, (b) pendekatan penyusunan anggaran, dan (c) pengalokasian anggaran.
(1) Klasifikasi anggaran
Klasifikasi anggaran merupakan teknis rincian penganggaran berdasarkan
organisasi, fungsi, dan ekonomi.
(a) Organisasi
• Klasifikasi penganggaran berdasarkan organisasi menunjukkan
pengelompokan rincian anggaran dalam organisasi K/L, yang terdiri dari
pengguna barang/anggaran dan kuasa pengguna barang/anggaran.
• Pengertian organisasi adalah kementerian negara/lembaga yang
melaksanakan tugas tertentu berdasarkan UUD 1945 dan peraturan
perundangan yang berlaku. Unit organisasi adalah bagian dari suatu
kementerian negara/lembaga yang bertanggungjawab terhadap
pengkoordinasian dan/atau pelaksanaan suatu program. Satuan kerja
adalah bagian dari suatu unit organisasi pada kementerian
negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari
suatu program.
(b) Fungsi
• Klasifikasi penganggaran berdasarkan fungsi menunjukkan
pengelompokan rincian anggaran ke dalam 11 fungsi utama dan 79
subfungsi (Lampiran IA PP Nomor 21 Tahun 2004).
• Fungsi merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu
yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional. Sub fungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi.
• Penggunaan fungsi/subfungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga.

• Program dan kegiatan merupakan penjabaran kebijakan K/L dalam


bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan

47
menggunakan sumberdaya yang disediakan untuk mencapai hasil yang
terukur sesuai dengan misinya yang dilaksanakan instansi atau
masyarakat dalam koordinasi kementerian negara/lembaga yang
bersangkutan.
(c) Ekonomi
• Klasifikasi penganggaran berdasarkan ekonomi menunjukkan
pengelompokan rincian anggaran ke dalam 8 kategori jenis belanja, yaitu
belanja pegawai, barang, modal, bantuan sosial, bunga, subsidi, hibah,
dan belanja lain lain.
• Belanja Pegawai yaitu kompensasi dalam bentuk uang maupun barang
yang diberikan kepada pegawai pemerintah yang bertugas di dalam
maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan
modal.
• Belanja Barang yaitu pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk
memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak
dipasarkan. Belanja ini antara lain digunakan untuk pengadaan barang
dan jasa, pemeliharaan yang sudah ditetapkan indeksnya dalam Standar
Biaya Umum (SBU) dan belanja perjalanan.
• Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset/inventaris
kementerian negara/lembaga dengan kewajiban untuk menyediakan
biaya pemeliharaan.
• Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan
pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun
utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP)
• Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/
lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor
barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian
rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja
ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada perusahaan
negara dan perusahaan swasta. Jenis belanja ini khusus digunakan
dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan
(BAPP).
• Bantuan sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat

48
dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk
lembaga non-pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
• Hibah yaitu transfer rutin/modal yang sifatnya tidak wajib kepada negara
lain atau kepada organisasi internasional. Belanja ini antara lain
digunakan untuk hibah kepada pemerintah luar negeri dan organisasi
internasional.
• Belanja lain-lain yaitu pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang tidak
dapat diklasifikasikan ke dalam jenis belanja tersebut di atas. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP).
(2) Pendekatan penyusunan Anggaran
Pendekatan penyusunan anggaran meliputi penggunaan pendekatan
penganggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan
penganggaran berdasaran kinerja.
(a) Penganggaran Terpadu
• Pelaksanaan penganggaran terpadu terbagi dalam lima komponen
anggaran, yaitu penganggaran berdasarkan satuan kerja, kegiatan, jenis
belanja, keluaran dan dokumen penganggaran.
• Satuan kerja yang dibentuk berdasarkan tupoksi tertentu sedikitnya
memiliki satu kegiatan yang pelaksanaannya harus menghasilkan output
yang diharapkan.
• Kegiatan menggambarkan wilayah kerja berdasarkan tupoksi satuan
kerja, sehingga tidak ada kegiatan yang sama pada satuan kerja yang
berbeda. Kegiatan yang sama hanya mungkin terjadi pada lokasi yang
berbeda.
• Penganggaran berdasarkan jenis belanja merupakan rincian pengeluaran
untuk suatu kegiatan dan tidak terduplikasi dalam kegiatan lainnya.
• Output merupakan hasil pelaksanaan kegiatan oleh satuan kerja yang
memilki karakteristik khusus sehingga tidak ada keluaran yang sama
untuk kegiatan yang berbeda.
• Dokumen anggaran merupakan dokumen perencanaan dan laporan
pelaksanaan kegiatan yang memuat rincian penganggaran berdasarkan
satuan kerja, kegiatan, jenis belanja, dan keluaran yang dihasilkan.
(b) Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah
dimaksudkan untuk memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan
keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran atau dengan kata
lain menyusun anggaran atas dasar kebijakan, mengembangkan disiplin

49
fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis
melalui penyusunan prioritas yang lebih ketat, disiplin, dan konsisten, yang
pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal serta lebih efisien.
(c) Penganggaran Berbasis Kinerja
• Penganggaran berbasis kinerja mengharuskan dilakukannya penyusunan
anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya, dan
evaluasi kinerja.
• Pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja dilaksanakan berdasarkan
sinkronisasi kerja sebagai upaya untuk menata alur keterkaitan antara
subkegiatan, kegiatan, dan program terhadap kebijakan yang
melandasinya.
• Sinkronisasi kinerja yang dituangkan dalam arsitektur program bertujuan
untuk memastikan bahwa kegiatan dan subkegiatan yang diusulkan akan
menghasilkan keluaran (output) yang mendukung pencapaian sasaran
kinerja program, yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan
kebijakan.
(3) Pengalokasian anggaran
Pengalokasian anggaran dilaksanakan dengan memperhatikan dasar, instrumen,
jenis pengalokasian anggaran.
(a) Dasar pengalokasian anggaran
• Pengalokasian anggaran oleh kementerian negara/Lembaga dilaksanan
dengan memperhatikan visi misi K/L, skala prioritas, kegiatan, dan
penggunaan indeks biaya.
• Pengalokasian anggaran dengan memperhatikan visi misi K/L
dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian dan ketepatan
pengalokasian anggaran sesuai dengan kebijakan K/L yang
diterjemahkan ke dalam program, kegiatan serta hasil dan keluaran yang
akan dicapai.
• Pengalokasian anggaran dengan memperhatikan skala prioritas
dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian dan ketepatan
pengalokasian anggaran sesuai dengan tupoksi unit organisasi, RKP,
pagu anggaran, dan hasil kesepakatan dengan DPR.
• Pengalokasian anggaran dengan memperhatikan kegiatan dimaksudkan
untuk memperoleh kesesuaian dan ketepatan pengalokasian anggaran
sesuai dengan ketentuan dimana penganggaran program tidak
menggeser anggaran antar program, belanja mengikat, serta
mengakibatkan perubahan pagu sumber anggaran (RM, PLN, HLN, dan
PNBP).

50
• Pengalokasian anggaran dengan memperhatikan kegiatan dimaksudkan
untuk memperoleh kesesuaian dan ketepatan pengalokasian anggaran
sesuai dengan penggunaan indeks biaya yang ditetapkan dalam Satuan
Biaya Khusus (SBK) dan Satuan Biaya Umum (SBU). Sedangkan jenis
biaya yang tidak dapat dinilai berdasarkan SBK dan SBU dinilai
berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB), dengan memperhatikan
harga pasar yang berlaku dan jenis serta spesifikasi yang diperlukan.
(b) Instrumen Penganggaran
Pengalokasian anggaran dilaksanakan dengan memperhatikan peraturan
yang terkait dengan penyusunan anggaran K/L dan data pendukungnya.
(c) Jenis pengalokasian anggaran
Pengalokasian anggaran meliputi pengalokasian anggaran berdasarkan
program dan kegiatan, satuan kerja, jenis belanja, pelaksanaan kegiatan
swakelola dan kontraktual, dan pelaksanaan kegiatan dan sub kegiatan yang
dibatasi.

4.3. Penyusunan Rencana Program dan Anggaran RPJM Nasional

Penyusunan program RPJM Nasional 2010-2014 dilakukan melalui pengkajian


terhadap hasil: (a) review ulang Rencana Program dan Kegiatan Pembangunan, (b)
penggunaan indikator kinerja, (c) penetapan teknis pembiayaan, dan (d) perhitungan
prakiraan maju jangka menengah.

a. Review Ulang Program dan Kegiatan Pembangunan

Review ulang terhadap program dan kegiatan meliputi kegiatan pengkajian


terhadap setiap komponen program dan kegiatan, yaitu penetapan sasaran program
dan target kegiatan, dasar pengusulan program dan kegiatan, dan telah dilakukan
sinkronisasi.
(1) Penetapan Sasaran program dan Target kegiatan
• Sasaran program merupakan hasil penjabaran sasaran strategis K/L yang
merupakan penjabaran sasaran pokok pembangunan nasional. Dengan
adanya keterkaitan antara sasaran pokok hingga target kegiatan dalam
struktur sasaran, maka kinerja pencapaian sasaran pokok, dan strategis dapat
diprakirakan melalui pengkajian dampak secara kumulatif dari seluruh output
dan outcome program yang berada di dalamnya.
• Adanya keterkaitan yang erat antara sasaran pokok, sasaran strategis
nasional, sasaran strategis K/L, sasaran program hingga target kegiatan
menunjukkan bahwa rencana program dan kegiatan telah terstruktur ke dalam
fungsi dan sub fungsi kepemerintahan, prioritas, sasaran, indikator kinerja,
serta penetapan alokasi anggarannya.

51
• Adanya perubahan kebijakan baik di tingkat nasional dan K/L akan
mengakibatkan perubahan sasaran program dan target kegiatan, yang diikuti
oleh perubahan indikator kinerja dan pengalokasian anggaran.
• Penetapan sasaran program dan target kegiatan secara akurat diperlukan
dalam pembentukan skenario yang digunakan dalam membentuk kerangka
ekonomi makro, fiskal, pengeluaran dan anggaran jangka menengah.
• Pengkajian terhadap sasaran program dan target kegiatan juga dilakukan
dengan mempertimbangkan hasil laporan penilaian dan evaluasi kinerja RPJM
Nasional sebelumnya, laporan keuangan nasional, serta rancangan awal
renstra K/L.
• Rancangan awal Renstra K/L yang mencakup sasaran program dan target
kegiatan K/L, merupakan usulan perbaikan, penyempurnaan, dan
pengembangan usulan program dan kegiatan K/L sebagai hasil pengkajian
terhadap sasaran program dan target kegiatan K/L jangka menengah
berikutnya.
(2) Pengusulan program dan kegiatan
• Program dan kegiatan yang diusulkan oleh masing-masing unit organisasi K/L
dapat merupakan program dan kegiatan yang sama dengan tahun
sebelumnya, atau merupakan program dan kegiatan baru sebagai bentuk
penerapan kebijakan baru.
• Pengusulan program dan kegiatan yang sama dengan tahun anggaran
sebelumnya dilakukan setelah penilaian dan evaluasi terhadap kinerja
pembangunan tahun sebelumnya.
• Program dan kegiatan yang sama dengan tahun sebelumnya dapat diusulkan
kembali jika hasil penilaian dan evaluasi kinerjanya menunjukkan bahwa
program dan kegiatan tersebut memiliki kinerja yang efisien dan efektif.
• Untuk meningkatkan kinerja program dan kegiatan tersebut dapat dilakukan
perbaikan-perbaikan terhadap berbagai komponen dan mekanisme kerja dari
setiap program dan kegiatan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kinerjanya.
• Pengusulan kegiatan baru sebagai hasil perubahan kebijakan yang dijabarkan
dalam kegiatan yang memiliki target strategis harus memiliki tujuan kegiatan
yang merupakan akar tujuan program pembangunan yang ada.
• Pengusulan program dan kegiatan jangka menengah merupakan proses
pendistribusian program dan kegiatan pada tahun anggaran sebelumnya
sebagai program dan kegiatan dasar, penunjang dan prioritas ke dalam lima
tahun anggaran jangka menengah.
(3) Sinkronisasi program dan kegiatan

52
• Sinkronisasi program dan kegiatan merupakan upaya pengkajian terhadap
keterkaitan antara fungsi-subfungsi dan tupoksi dengan program kegiatan
secara terstruktur sehingga mampu mengarahkan hasil pembangunan sesuai
dengan arah kebijakan pembangunan dalam jangka pendek dan menengah.
• Sinkronisasi merupakan upaya:
(a) Penempatan program-program pada fungsi/subfungsi yang sesuai.
(b) Penyesuaikan/penambahan program-program kementerian/lembaga agar
lebih konsisten dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga.
(c) Penempatan kegiatan-kegiatan pada program yang benar-benar sesuai,
sehingga keluaran/output kegiatan akan menunjang tercapainya
hasil/sasaran/output dari program.
(d) Nomenklatur kegiatan dan subkegiatan lebih sederhana.
(e) Dikelompokkannya kegiatan-kegiatan ke dalam: (i) kegiatan yang terkait
dengan program tertentu, dan (ii) kegiatan yang dapat terkait dengan
semua program.
• Penerapan sinkronisasi program dan kegiatan kedalam penetapan kebijakan
pembangunan dan penetapan anggaran merupakan suatu mekanisme
pembentukan arsitektur program yang mencakup perimbangan terhadap
program dan kegiatan berdasarkan struktur unit organisasi, fungsi dan sub-
fungsi, rencana kebijakan, dan pengelolaan kinerja.
• Pengusulan program dan kegiatan setelah melalui proses sinkronisasi akan
menghasilkan penerapan kebijakan pembangunan dan penganggaran yang
dapat dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan Renja K/L, Rencana Kerja
Pemerintah, dan sekaligus menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran K/L.

b. Penggunaan Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan tolok ukur kinerja yang digunakan untuk menilai
kinerja pelaksanaan program. Penilaian kinerja pembangunan diarahkan kepada
ukuran pencapaian efisiensi dan efektivitas dari program dan kegiatan, serta penilaian
pencapaian sasaran strategis dan sasaran melalui analisis prakiraan dampak
pelaksanaan program strategis dan program nasional.
Penggunaan indikator kinerja didasarkan pada asumsi bahwa penyusunan
anggaran program dan kegiatan telah memenuhi kriteria kinerja yang bersifat
ekonomis serta direncanakan dan dilaksanakan dalam proses pencapaian sasaran
program dan target kegiatan.
(1) Asumsi penggunaan Indikator Kinerja

53
(a) Penyusunan program dan kegiatan jangka menengah berdasarkan kriteria
kinerja yang bersifat ekonomis.
• Penyusunan program dan kegiatan yang didasarkan pada kriteria kinerja
yang bersifat ekonomis merupakan ketentuan dimana dalam proses
perhitungan biaya program dan kegiatan telah menggunakan standar
harga satuan terendah untuk menghasilkan output tertentu.
• Proses perhitungan biaya program dan kegiatan dengan menggunakan
standar harga satuan terendah dapat dianggap bahwa rencana program
dan kegiatan disusun berdasarkan penggunaan input yang ekonomis.
• Kriteria indikator kinerja berdasarkan penggunaan input secara ekonomis
adalah merupakan hasil pengkajian terhadap faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap standar harga satuan, antara lain adalah inflasi,
dan nilai tukar rupiah terhadap US$.
• Penetapan harga yang didasari pada pengkajian faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap standar harga satuan akan membuktikan bahwa
standar harga satuan untuk objek belanja yang sama pada tahun
sebelumnya relatif sama dengan standar harga satuan yang digunakan
dalam penyusunan program dan kegiatan pada tahun anggaran
berikutnya.
(b) Penyusunan program dan kegiatan jangka menengah berdasarkan kriteria
proses pencapaian sasaran program dan target kegiatan.

• Penyusunan program dan kegiatan yang telah memenuhi kriteria proses


pencapaian sasaran program dan target kegiatan merupakan asumsi
bahwa penyusunan program dan kegiatan dipastikan telah melalui
langkah-langkah proses penyusunan dan penggunaan pendekatan dan
metode sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya.
• Kriteria proses pencapaian sasaran program dan kegiatan merupakan
proses pembuktian secara langsung atau tidak langsung bahwa program
dan kegiatan yang direncanakan merupakan permintaan masyarakat.
(2) Penilaian Efisiensi Kinerja Jangka Menengah

• Penilaian efisiensi kinerja program dan kegiatan baru dapat dilaksanakan jika
penyusunan rencana program dan kegiatan telah didasarkan pada asumsi
kinerja indikator yang bersifat ekonomis dan disusun melalui langkah-langkah
proses yang diperlukan.
• Kinerja program dan kegiatan dapat dikatakan efisien jika dalam pelaksanaan
program dan kegiatannya dilakukan dengan menggunakan biaya terendah
untuk mengghasilkan output yang ditetapkan.

54
• Penilaian efisiensi kinerja program dan kegiatan jangka menengah dilakukan
dengan membandingkan besaran biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
output program dan kegiatan yang sama pada tahun anggaran sebelumnya.
• Dengan memenuhi prinsip kesejajaran dan kesesuaian dalam proses kalibrasi
dalam proses perhitungan biaya per satuan output, maka efisiensi kinerja
program dan kegiatan yang sama dapat dinilai dan dibandingkan dari tahun ke
tahun dalam jangka menengah.
• Penilaian dan perbandingan tingkat efisiensi kinerja program dan kegiatan
dapat dilakukan dengan menggunakan kurva hubungan antara output dan unit
cost per output atau dengan menetapkan indeks yang merupakan fungsi dari
output, inflasi, nilai tukar, dan lain-lain.
(3) Penilaian Efektivitas Kinerja Jangka Menengah

• Penilaian efektivitas kinerja program dilakukan dengan melakukan evaluasi


terhadap karakteristik dampak, antara lain adalah luas wilayah, intensitas, dan
keberlanjutan dampak program.
• Dengan asumsi bahwa tujuan kegiatan dibangun sebagai penjabaran akar
tujuan program, maka pencapaian tujuan kegiatan secara simultan dengan
pelaksanaan kegiatan lainnya di dalam suatu program pada suatu unit
organisasi akan menghasilkan dampak gabungan (joint impact) sebagai
interaksi berbagai kegiatan pembangunan.
• Kriteria indikator kinerja outcome merupakan dampak langsung dari
pelaksanaan program dan interaksi pelaksanaan berbagai kegiatan
pembangunan. Sedangkan kriteria indikator dampak merupakan dampak
lanjutan dari dampak langsung dan tidak langsung sebagai dampak yang
ditimbulkan oleh pelaksanaan program dan interaksi berbagai pelaksanaan
berbagai kegiatan pembangunan.
• Penilaian kinerja pembangunan dalam jangka menengah perlu didasarkan
kepada hasil penilaian kriteria indikator dampak yang menggambarkan
dampak pembangunan tahunan secara kontinyu dalam lima tahun anggaran.
• Penilaian efektivitas kinerja jangka menengah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode matriks tabulatif atau metode kualitatif lainnya.
• Untuk mempermudah penilaian terhadap efektivitas kinerja pembangunan,
diperlukan penetapan metode penilaian kinerja yang kemudian dapat
disosialisasikan kepada K/L.

c. Penetapan Teknis Pembiayaan

Penetapan teknis pembiayaan meliputi tindakan penyesuaian dan pemutakhiran


standar harga satuan yang dilakukan dengan pemutakhiran data dan penggunaan
faktor penentu biaya (cost driver) yang digunakan dalam perhitungan rencana

55
pengeluaran program dan kegiatan. Tindakan penyesuaian dan pemutakhiran
dilakukan berdasarkan karakteristik program dan kegiatan, pengelompokan objek dan
jenis belanja, dan beberap hal khusus lainnya.
(1) Karakteristik program dan kegiatan
• Karakteristik program dan kegiatan yang perlu diperhatikan dalam
penyesuaian dan pemutakhiran antara lain adalah apakah program dan
kegiatan akan dilaksanakan secara terus menerus dalam jangka menengah,
atau program cenderung bersifat sebagai proyek yang selesai dalam periode
waktu tertentu, atau terjadi pengurangan dan penambahan kegiatan terkait
dengan telah selesainya pelaksanaan kegiatan dalam suatu periode tertentu
dan akan digantikan oleh kegiatan pengembangan lainnya secara bertahap.
• Pada jenis program yang terus menerus dimana kegiatan tidak berubah, maka
penyesuaian dan pemutakhiran dilakukan berdasarkan perubahan ukuran
kelompok sasaran sesuai dengan perubahan demografi dan faktor-faktor
ekonomi makro yang berpengaruh.
• Pada jenis program proyek, faktor penentu standar harga per jenis belanja
perlu diperiksa secara hati-hati terkait dengan perubahan faktor ekonomi
makro dan ukuran kelompok sasaran yang akan bermuara kepada
pendistribusian anggaran dalam setiap tahun anggaran dalam jangka
menengah.
(2) Pengelompokan objek dan jenis belanja
• Pengelompokan objek dan jenis belanja sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dimaksudkan untuk memudahkan proses pelaksanaan penganggaran
berbasis kinerja oleh K/L.
• Perhitungan subsidi dalam penganggaran yang diperuntukkan untuk K/L perlu
didasarkan pada model subsidi yang secara berkala dapat diperiksa korelasi
faktor pembentuk model terhadap tujuan subsidi.
(3) Lain-lain
• Perhitungan biaya transfer (DAK) ke daerah perlu didasarkan pada rencana
program atau kegiatan secara rinci yang dilengkapi dengan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) yang menggunakan data terkini.
• Perhitungan dana kontingensi perlu didasarkan pada model dengan faktor-
faktor yang dapat diubah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan dalam
setiap tahun anggaran.

56
d. Perhitungan Prakiraan Maju Jangka Menengah

Perhitungan prakiraan maju dilakukan dengan menggunakan asumsi: (a) tanpa


perubahan kebijakan dan, (b) dengan perubahan kebijakan. Perhihitungan prakiraan
maju dengan tanpa perubahan diartikan:
(1) Perhitungan prakiraan maju dengan asumsi tanpa perubahan kebijakan.
(a) Iterasi pertama dalam perhitungan prakiraan maju dengan menggunakan
tahun dasar 2009 (TA-0).
• Perhitungan prakiraan maju terhadap pengeluaran tahun 2010 (TA+11)
dan 2011 (TA+12) dilakukan dengan menggunakan tahun dasar 2009.
Artinya kebijakan pembangunan yang digunakan sebagai acuan
perhitungan prakiraan maju adalah kebijakan pembangunan tahun 2009
(TA-0). Dengan kata lain, perhitungan prakiran maju untuk tahun
anggaran 2010 dan 2011 dilakukan dengan menggunakan asumsi tidak
ada perubahan kebijakan pembangunan terhadap tahun dasar 2009.
• Berdasarkan asumsi tidak ada perubahan kebijakan pembangunan,
maka penyesuaian anggaran pembangunan tahun 2010 (TA+11) hanya
meliputi perubahan ukuran sasaran program dan target kegiatan karena
pertumbuhan ukuran kelompok sasaran yang membutuhkan pelayanan
pada tingkat pelayanan yang sama dengan tahun anggaran sebelumnya.
Pertumbuhan kelompok sasaran tersebut antara lain adalah
pertumbuhanan jumah penduduk yang terkait jumlah objek belanja pada
tingkat pelayanan yang sama. Sebagai contoh adalah prakiraan akan
terjadi peningkatan jumlah calon siswa Sekolah Dasar pada tahun 2010
dan 2011 yang membutuhkan tingkat pelayanan yang sama sesuai
dengan penerapan program wajib belajar.
• Selain itu, adanya perubahan faktor yang berpengaruh terhadap standar
harga, seperti inflasi dan nilai tukar rupiah akan meningkatkan secara
langsung besaran anggaran yang harus dikeluarkan pada tahun
anggaran berikutnya yang didasarkan pada penerapan kebijakan yang
sama dengan tahun dasarnya.
• Ilustrasi grafis terhadap perhitungan prakiraan maju yang didasarkan
asumsi tidak terjadi perubahan kebijakan disajikan pada Gambar 7a.
(b) Iterasi ke dua sampai Iterasi ke enam dalam perhitungan prakiraan maju
yang didasarkan pada penggunaan tahun dasar 2010 (TA+11), 2011
(TA+22), 2012 (TA+33), 2013 (TA+44), dan 2014 (TA+55)
• Perhitungan prakiraan maju pada iterasi ke dua dilakukan dengan
menggunakan tahun dasar 2010 (TA+11) terhadap rencana pengeluaran
tahun anggaran 2011 (TA+12) dan 2012 (TA+13). Artinya, hasil
prakiraan maju pada tahun anggaran 2011 (TA+12) dan 2012 (TA+13)

57
didasarkan pada penerapan kebijakan yang digunakan untuk menghitung
pengeluaran pada tahun dasar 2010 (TA+11).
• Dengan cara yang sama dengan perhitungan iterasi pertama dan ke dua,
maka pada iterasi ke tiga sampai iterasi ke enam akan diperoleh hasil
perhitungan prakiraan maju bagi setiap tahun anggaran selama 5 tahun
anggaran berikutnya (Gambar 7b). Dengan kata lain, pada setiap iterasi
perhitungan prakiraan maju didasarkan pada penggunaan asumsi
penerapan kebijakan yang sama dengan tahun dasarnya.
(2) Perhitungan prakiraan maju dengan perubahan kebijakan.
Secara teknis, perhitungan prakiraan maju dengan perubahan kebijakan
ditunjukkan oleh adanya penggunaan tahun dasar perhitungan yang berbeda.
Dalam Gambar 7b perbedaan penerapan kebijakan dapat dilihat dari perbedaan
tingkat pelayanan pada setiap tahun anggaran.
Dengan adanya peningkatan pelayanan pada setiap tahun anggaran, maka
besarnya pengeluaran hasil perhitungan maju pada tahun 2010 (TA+01) dan
tahun 2010 (TA+11) akan berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan
adanya perubahan kebijakan pembangunan terhadap tingkat pelayanan dari
tahun ke tahun, baik perubahan parsial atau keseluruhan dalam program dan
kegiatan dalam tingkatan fungsi atau sub fungsi dalam unit organisasi K/L.
(3) Perhitungan prakiraan maju dengan dan tanpa perubahan
Dalam kenyataannya, penyusunan perencananan dan penganggaran
pembangunan merupakan kombinasi penerapan dari ada dan tidak adanya
perubahan kebijakan pembangunan. Bagi program dan kegiatan tertentu yang
dianggap telah mampu mencapai sasaran program dan target kegiatan secara
efektif dan efisien tidak akan mengalami perubahan kebijakan pada tahun
anggaran berikutnya. Adanya perubahan kebijakan yang mungkin dilakukan
sering terbatas pada upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi pencapaian
sasaran program dan efektivitas progran dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan.

58
Gambar 7. Perhitungan Pengeluaran Jangka Menengah berdasarkan Prakiraan
Maju

59
4.4. Penilaian dan Evaluasi

Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk


menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang ditetapkan. Sedangkan evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan
realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan
standar.
(1) Penilaian Kinerja

• Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk


menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam
rencana dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan pengawasan.
• Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan
rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan
yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini
mungkin.
• Pemantauan pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan terhadap
perkembangan realisasi penyerapan dana, realisasi pencapaian target
keluaran (output), dan kendala yang dihadapi.
(2) Evaluasi Kinerja
• Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan RPJM Nasional untuk menilai
efisiensi, efektivitas, manfaat, dampak, dan keberlanjutan dari suatu program.

• Evaluasi dilakukan berdasarkan sumberdaya, indikator dan sasaran kinerja


keluaran untuk kegiatan; dan/atau indikator dan sasaran kinerja hasil untuk
program yang digunakan.
• Evaluasi dilaksanakan setiap tahun sekali, secara sistematis, obyektif, dan
transparan

60
V. REKOMENDASI

Konsep dan Petunjuk Restrukturisasi Program RPJM Nasional 2010 – 2014


diarahkan untuk membentuk sistem perencanaan dan penganggaran jangka
menengah yang mampu menjamin arah pembangunan secara berkesinambungan
melalui penerapan peningkatan efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya serta
disiplin agregat dalam penerapan kebijakan pembangunan.
Berdasarkan uraian Konsep dan Petunjuk Restrukturisasi Program dapat
direkomendasikan :
a. Penjabaran pokok-pokok penyusunan RPJM Nasional dengan menggunakan
pendekatan dan metodologi yang sesuai dengan situasi pembangunan nasional.
b. Dalam penyusunan program RPJM Nasional, pendekatan perencanaan dan
penganggaran terpadu (unified budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (medium term expenditure framework), serta Penganggaran Berbasis
Kinerja (performance based budgeting) perlu didukung oleh pembentukan
Kerangka Ekonomi Makro Jangka Menengah (medium term macroecomic
framework) , Kerangka Fiskal jangka Menengah (medium term fiscal framework),
dan Kerangka Anggaran Jangka Menengah (Menengah (medium term budget
framework) yang mampu memberikan proyeksi dan prakiraan secara akurat,
sehingga dapat menghindarkan terjadinya bias ketika akan digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan rencana pembangunan tahunan.
c. Untuk meningkatkan akurasi prakiraan dan proyeksi sasaran pembangunan
jangka menengah, diperlukan pendekatan pengelolaan pencapaian sasaran
kinerja yang dapat memberikan masukan-masukan bagi pengembangan
kebijakan pembangunan berdasarkan kinerja yang diarahkan kepada percepatan
pembangunan nasional.
d. Pengelolaan pencapaian sasaran kinerja didasarkan pada penggunaan hasil
penilaian dan evaluasi indikator kinerja tahunan yang digunakan sebagai
masukan bagi penyempurnaan dan pengembangan program dan kegiatan
sebagai upaya untuk mempertahankan dan atau meningkatkan tingkat pelayanan.
e. Dalam hal untuk mensinkronkan antara kegiatan penganggaran dan penetapan
kebijakan diperlukan arsitektur program yang berfungsi sebagai alat untuk
mensinkronkan penganggaran sesuai dengan kebijakan pembangunan
berdasarkan struktur organisasi, fungsi/subfungsi, prioritas pembangunan, serta
pengelolaan kinerja pembangunan.

61

You might also like