Professional Documents
Culture Documents
Masalah...
Global Warming Alert..!!
Pemanasan global (global warming) merupakan masalah lingkungan yang paling mengancam kehidupan manusia di bumi. Dampaknya hampir setara dengan perang nuklir. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca disingkat GRK (CO2, CH4, CFC, N2O, dan O3) di atmosfer berakibat pada naiknya panas bumi.
Gas Rumah Kaca (GRK) disebut demikian karena mereka memerangkap panas matahari di atmosfer dengan cara yang sama seperti kaca dari greenhouse.
Konsentrasi gas CO2 penyebab paling dominan terhadap adanya perubahan iklim saat ini, terutama terjadinya emisi gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasinya di atmosfer telah naik dari masa pra-industri yaitu 278 ppm (parts-permillion) menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Jika konsentrasi karbondioksida stabil pada 550 ppm atau dua kali lipat dari masa praindustri pemanasan rata-rata diperkirakan mencapai 24,5oC.
Perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.
Sektor Listrik 28% Sektor Transportasi 21% Sektor Industri 20% Sektor Rumah Tangga dan UKM 17% Sektor Pertanian 10% Sektor Lainnya 4%
Source: European Environment Agency
Pertumbuhan Ekonomi, Populasi, Perkembangan Teknologi, Penebangan hutan secara besar-besaran, Pembakaran untuk perluasan ladang produktif, dan
Solusi..
Keseriusan ancaman pemanasan global tersebut mendorong negara negara di belahan bumi ini untuk berpikir dan mengambil upaya dalam penanganan global warming, salah satu kesepakatan bersama yang dihasilkan pada tahun 1997 yaitu :
Protokol Kyoto
Dalam protokol tersebut memuat kesepakatan bersama untuk mengatasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca. Setiap negara yang telah berkomitmen untuk meratifikasi Protokol Kyoto ini harus memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca di bawah level tahun 1990 pada tahun 2008-2012. Target pengurangan tersebut sebesar 5,2% di bawah level tahun 1990.
1. 2. 3.
Tujuan CDM...
Seperti yang tertera pada Protokol Kyoto pasal 12, tujuan CDM adalah:
a. Membantu negara berkembang yang tidak termasuk sebagai negara Annex I dalam menerapkan pembangunan yang berkelanjutan serta menyumbang pencapaian tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dunia pada tingkat yang tidak akan mengganggu sistem ikllim global.
b. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju dalam memenuhi target penurunan jumlah emisi negaranya.
c. CDM membantu negara-negara Annex I untuk memenuhi target pengurangan emisi rata-rata mereka sebesar 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990, sesuai dengan ketentuan di dalam Protokol Kyoto.
keuntungan yang benar-benar terjadi, terukur dan berjangka, sehubungan dengan mitigasi perubahan iklim.
3.Memenuhi
additionality lingkungan, yaitu dimana emisi GRK antropogenik pada sumber berkurang dibandingkan emisi yang akan terjadi jika tidak ada kegiatan proyek CDM.
energi terbarukan (misal: pembangkit listrik tenaga matahari, angin, gelombang, panas bumi, air dan biomassa),
Menurunkan
Mengganti
bahan bakar fosil dengan bahan bakar lain yang lebih rendah tingkat emisi gas rumah kacanya (misal: mengganti minyak bumi dengan gas), kehutanan, dan
Pemanfaatan
emisi bisa dilakukan di sektor Kehutanan. Proyek MPB di sektor kehutanan terbatas pada kegiatan reforestasi dan aforestasi.
Bus rapid transit adalah istilah yang diterapkan untuk sebuah sistem angkutan umum yang menggunakan bus untuk menyediakan layanan tranportasi massal lebih cepat, efisien melayani lebih dari bus kota biasa.
Tarif Bus Rapid Transit sangat memudahkan masyarakat, karena dengan membayar satu tarif dapat digunakan untuk berpindah jurusan tanpa harus membayar lagi sehingga lebih hemat dan menguntungkan penumpang. Hal ini terkait dengan subsidi yang diberikan pemerintah untuk kegiatan operasional sistem BRT yang bertujuan menekan tingkat kemacetan di kota-kota besar yang menghabiskan banyak biaya terkait dengan pemborosan BBM dan pencemaran Lingkungan.
Penggunaan Bus Rapid Transit sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan merupakan solusi untuk sedikitnya mengurangi pemanasan global akibat dari polusi yang dihasilkan oleh berbagai kendaraan, karena sebagai alternatif pilihan moda transportasi massal modern, sistem Bus Rapid Transit diusahakan menggunakan sumber energi alternaif yaitu BBG (bahan bakar gas).
Tujuan dari sistem ini adalah untuk mendekati kualitas pelayanan angkutan kereta api sementara masih menikmati penghematan biaya dan fleksibilitas transit bus. BRT digunakan di Amerika Utara, di Eropa dan Australia, sistem transportasi ini sering disebut busway , sementara di tempat lain, mungkin bisa disebut bus berkualitas.
Contoh Ilustrasi:
Emission factor gasoline: 3.07 tCO2/tfuel=2.210 kg CO2/liter fuel Emission factor diesel: 3.185 tCO2/tfuel= 2.643 kg CO2/liter fuel
Apabila diasumsikan bahwa 1 liter premium sama dengan 1 liter setara premium (LSP), apabila bahan bakar kendaraan digantikan dari bensin ke BBG, maka akan terjadi pengurangan emisi sebesar 2.21 kg CO2/l 1.93 kg CO2/lsp = 0.28 kg CO2/l.
Apabila satu angkutan umum kecil menempuh rata-rata 200 km per hari, operasi 300 hari per tahun, konsumsi bahan bakar 8 km/l, maka kebutuhan bahan bakar per tahun adalah sebesar 200 x 300/8 = 7500 l. Apabila bahan bakarnya digantikan dari bensin ke BBG, maka akan terjadi penurunan emisi GRK sebesar 7500 x 0.28 kg CO2/l = 2101.45 kg CO2/tahun atau sebesar 2.1 ton CO2/tahun. Apabila semua angkutan umum kecil dan taksi yang ada di DKI Jakarta dikonversi untuk dapat menggunakan BBG, maka penurunan emisi yang dapat diharapkan adalah sebesar 14,164 unit bus kecil + 23,396 unit taksi x 2.1 ton CO2/tahun = 78,876 ton CO2/tahun.
Implementasi BRT...
Di sebagian wilayah Indonesia sudah tersedia sarana kendaraan umum modern sebagai alternatif moda tranportasi massal yang cukup nyaman, yaitu BRT atau lebih dikenal dengan busway, dan beberapa kota di wilayah Nusantara sudah menerapkannya antara lain TransJakarta, TransSemarang, Trans Pakuan Bogor, Trans Jogja, trans metro Bandung, Batik TransSolo, Trans Musi Palembang, Trans Metro Pekanbau, Trans Batam, Trans Kawanua Manado, Trans Hulonthalangi Gorontalo, dll.
Koridor I : Rute Mangkang - Penggaron (sudah beroperasi) Koridor ini melewati Terminal Mangkang-Krapyak-Kalibanteng-Kr Ayu-Tugumuda-PemudaPandanaran-Simpang Lima-Jl. Ahmad Yani-Terminal Penggaron
Koridor II : Rute Terboyo - Pudakpayung/Sisemut (sudah beroperasi) Koridor ini melewati Terminal Terboyo-Pasar Johar-Pemuda-Tugu Muda-SoetomoS.Parman-Sultan Agung-Jatingaleh-Setiabudi-BanyumanikPudakpayung/Sisemut
Koridor III : Rute Pelabuhan Tanjung Emas - Perumnas Banyumanik Koridor ini melewati Tanjung Emas-Jl Ronggowarsito-Bubakan-Dr Cipto-MT. HaryonoJavamall-Wahidin-Jatingaleh-Setiabudi-Perumnas Banyumanik Koridor IV : Rute Terboyo - UNDIP Tembalang Koridor ini melewati Terminal Terboyo-Imam Bonjol-Pemuda-Gajahmada-Simpang Lima-PahlawanSiranda/Diponegoro-Sultan Agung-Jatingaleh-Setiabudi-Ngesrep-UNDIP Koridor V : Rute Penggaron Terboyo Rute ini melewati Terminal Penggaron-Soekarno Hatta-Pattimura-Bubakan-Kota Lama-Stasiun TawangTerminal Terboyo Koridor VI : Rute Bandara Ahmad Yani Terboyo Koridor ini melewati Bandarara Ahmad Yani-Pamularsih-Kaligarang-RS Kariadi-VeteranPahlawan-Sriwijaya-MT Haryono- Tentara Pelajar-Kedungmundu-FatmawatiWolter Monginsidi-Kaligawe-Terminal Terboyo
Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai potensi untuk penurunan emisi GRK, khususnya di sektor transportasi darat. Penurunan emisi ini dapat dilakukan dengan melakukan substitusi bahan bakar maupun dengan mengubah moda transportasi. Dengan semakin meningkatnya penggunaan BBM untuk sektor transportasi darat maka pengurangan emisi yang dapat dilakuan cukup besar potensinya sehingga berpeluang untuk dijadikan proyek MPB. Dengan mekanisme ini diharapkan dapat memanfaatkan dana internasional guna mengembangkan pembangunan berkelanjutan serta secara lebih luas dapat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengalihan moda transportasi dengan menggunakan angkutan masal bus sudah disahkan metodologi MPB-nya dan sudah diterapkan menjadi proyek MPB di Bogota. Dengan pengalaman Bogota ini dapat dijadikan contoh untuk diterapkan di Indonesia dengan berbagai modifikasi menggunakan teknologi kendaraan atau bahan bakar yang rendah emisi GRK-nya.
Banyak teknologi rendah emisi di sektor transportasi darat yang telah tersedia di pasar saat ini. Diantara teknologi tersebut masih cukup mahal biaya investasinya dan kadangkadang khas untuk wilayah tertentu. Dengan adanya CDM maka kendala tersebut sedikit dapat dikurangi meskipun demikian kebijakan pemerintah masih sangat diperlukan untuk mendorong proyek-proyek CDM. Kebijakan untuk mengurangi pemberian subsidi harga BBM misalnya, dapat mendorong penggunaan BBNabati yang berpotensi untuk dijadikan sebagai proyek CDM.
Terima Kasih...