You are on page 1of 13

BAB 1 PENDAHULUAN

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid, dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL Sinus Paranasal Ada delapan sinus paranasal, 4 buah pada masing-masing sisi hidung; sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrum highmore), dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung; berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostiumnya masing-masing. Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, pada atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka media, terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi penting dari sinus paranasal adalah sebagai sumber lender yang segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung.2

Sinus Frontal Sinus ini berhubungan dengan meatus medius melalui duktus nasofrontal, yang berjalan ke bawah dan belakang dengan bermuara pada atau dekat infundibulum bagian atas. Kadang-kadang kanalis frontonasal ini bermuara langsung di meatus medius. Dinding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama di bagian luar atau sudut infero-lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding anterior dan posterior.2

Sel-sel Etmoid Sel-sel atau labirin etmoid terletak di kiri kanan kavum nasi, kira-kira sebelah lateral di setengah atau sepertiga atas hidung dan di sebelah medial orbita. Tulang etmoid

mempunyai bidang horizontal dan bidang vertical yang saling tegak lurus. Bagian superior bidang yang vertical disebut dengan Krista Gali dan bagian inferior nya disebut dengan lamina perpendikularis os. etmoid, yang merupakan bagian dari septum. Bidang horizontalnya terdiri dari bagian medial, yang tipis dan berlubang-lubang yaitu lamina kribrosa, dan bagian lateral, yang lebih tebal dan merupakan atap sel-sel etmoid. Lamina kribrosa tidak ditutupi oleh sel-sel etmoid akan tetapi terbuka lebar pada atap hidung. Lubang-lubang ini dapat menjadi jalan untuk infeksi ke selaput otak. Dinding luar sinus etmoid adalah os planum, atau lamina papirasea os etmoid dan os lakrimalis.2

Sinus Maksila Sinus maksila atau antrum highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, berbentuk pyramid irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kea rah apeks prosesus zygomatikus os maksila. Dinsing medial atau dasar antrum dibenyuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus uncinatus os etmoid, prosesus maksilaris konka inferior dan sebagian kecil os lakrimalis. Dinding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita. Dinding posterior inferior atau dasarnya biasanya paling tebal dan dibentuk oleh bagian alveolar os maksila atas dan bagian luar palatum durum. Dinding anterior berbatasan dengan fossa kanina. Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui lubang kecil yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding medial sinus.2

Sinus Spenoid Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang letaknya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan lebih besar dari sinus yang lainnya. Masing-masing sinus sphenoid berhubungan dengan meatus superior melalui celah kecil menuju ke resesus sphenoetmoidalis.2 Fungsi sinus paranasal:2 1. Sebagai pengatur kondisi udara/ air conditioning. 2. Sebagai penahan suhu/ thermal insulator. 3. Membantu keseimbangan kepala.

4. Membantu resonansi suara. 5. Sebagai peredam perubahn tekanan udara. 6. Membantu produksi mukus.

2.2

SINUSITIS

2.2.1 Definisi

2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener.1 Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhakan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merussak silia. 1

2.2.3 Klasifikasi dan Mikrobiologi Consensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rhinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada dinusiotis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.1 Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenza (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, m. catarrhalis lebih banyak ditemukan 20%. Pada

sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong kea rah bakteri negative gram dan anaerob.1

2.2.4 Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 1 Organ-organ yang membenuk KOM letaknya berdekatan dan apabila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai sinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.1 Bila kondisi ini menetap, sekrat yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik.1 Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.1

2.2.5 Manifestasi Klinis Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri/ rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (reverred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksilla, nyeri diantara/ dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi/ seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis splenoid, nyeri dirasakan di

vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksilla kadangkadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. 1 Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/ anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya satu/ dua dari gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.1

2.2.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).1 Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius. Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, bartas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.1 Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/ superior,untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bias kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.1

1. Pemeriksaan fisik. Inspeksi

Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakkan pada muka. Pembengkakkan di pipi sampai kelopak mata bawah yang bewarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan adanya sinusitis maksilla akut. Pembengkakkan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang menunjukkan pembengkakkan diluar kecuali jika sudah terbentuk abses.1 Palpasi Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksilla. Pada sinusitis fronbtal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.1 Transiluminasi Mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk meriksa sinus maksilla dan frontal, bila pemeriksaan radiologi tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infra orbita maka mungkin antrumterisi oleh pus ataumukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksilla akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi sedangkan pada foto rontgen tampak adanyan perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksilla.1

2. Radiologi sinus paranasal. Posisi Caldwell Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15o kranio-kaudal dengan titik keluarnya pada nasion. Proyeksi ini memberikan pandangan terbaik untuk sinus frontal dan pandangan yang cukup baik untuk sel-sel etmoid, sedangkan sinus sphenoid sebagian tertumpang tindih. Perlu diketahui bahwa garis batas dinding media orbita dibentuk oleh bagian posterior lamina papirasea, yang berarti bahwa sel-sel etmoid posterior akan tampak lebih baik pada posisi ini daripada sel-sel anterior.3 Gambar di lampiran.

Posisi Waters Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud posisi ini adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksilla. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus media mata dan tragus membentuk sudut kurang lebih 35o dengan film. Untuk pandangan lebih baik terhadap lengkung dan kedua korpus zigoma, kepala pasien dapat lebih diekstensikan. Proyeksi Waters dengan mulut terbuka memberikan pandangan terhadap semua sinus paranasal, termasuk sinus sphenoid. Proyeksi ini memberikan pandangan terbaik untuk antrum maksilala, bahkan dapat memberikan evaluasi yang tepat meskipun pada kelainan ringan kavum sinus.3

Posisi Lateral Kaset dan film diletakkan pararel terhadap bidang sagital utama tengkorak. Posisi lateral kurang berarti karena sinus paranasal kanan dan kiri saling tumpang tindih, baik yang terpisah agak jauh seperti sinus maksilla maupun yang hanya dipisahkan oleh septum tulang seperti sinus frontal, etmoid, dan sphenoid. Perkembangan yang asimetris kedua sisi, proses patologik pada satu sisi, atau perubahamn pada kedua sisi yang terjadi bersamaan, dapat memberikan kesan yang salah.3

Posisi Submentovertikal Kepala menengadah secara maksimal, dengan pusat sinar-X tegak lurus pada dasar tengkorak. Posisi ini memberikan gambaran yang baik untuk dasar tengkorak, juga sinus paranasal. Dinding tulang sinus maksilla dan sphenoid tampak dengan baik. Dinding tulang etmoid, termasuk tulang papirasea, juga tampak, tetapi sel-sel etmoid bertumpang tindih dengan struktur hidung, yaitu konka, palatum durum. Garis batas tulang orbita, fossa kranialis anterior, dan prosessus pterigoideus tampak jelas, shingga dapat membverikan evaluasi diagnostic yang baik di daerah ini. Sinus frontal selalu ditutupi oleh bayangan mandibula.3

Posisi Submentovertikal (super-ekstensi) Proyeksi ini terbaik untuk memperlihatkan sinus frontal. Posisi ini didapatkan dengan menengadahkan kepala lebih jauh dari posisi submentovertikal yang baku atau dengan member sudut sinar-X terhadap dagu pasien daripada tegak lurus terhadap dasar tengkorak.posisi ini merupakan satu-satunya posisiyang kadangkdang dapat memperlihatkan kanalis tulang duktus naso lakrimalis.3

Posisi Kanalis optikus (proyeksi Rhese) Kepala diputar 45o kearah sisi yang berlawanan untuk melihat kanalis optikum dan region sphenoetmoid. Posisi ini tidak hanya terbaik untuk melihat kanalis optikus tetapi juga terbaik untuk melihat sphenoid dansel-sel etmoid posterior, karena bebas dari tumpang tindih dengan sisi satunya.3

2.2.7 Diagnosis Banding

2.2.8 Penatalaksanaan Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di Kompleks Ostium Meatal sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Adapun terapi yang diberikan adalah sebagai berikut:1 1. Antibiotic Antibiotic yang digunakan adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta laktamase maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Antibiotic diberikan selama 10 14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram negative dan anaerob.1 2. Dekongestan Dekongestan diberikan untuk membuka sumbatan ostium sinus dan menghilangkan pembengkakan mukosa. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).1 3. Antihistamin

Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. 1 4. Imunoterapi Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1 5. Irigasi sinus maksila (proetz displacement therapy)1 6. Tindakan operasi Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik ytang memerlukan operasi. Tindakan ini telah mengantikan hamper semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa :1 Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat. Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible Polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

2.2.9 Komplikasi Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.1 1. Kelainan orbita Disebabkan oleh kelainan sinus paranasal yang berdekatan dengan mata atau orbita. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periosteal, abses subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.1 2. Kelainan intrakranial Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan thrombosis sinus kavernosus.1 Komplikasi juga dapat terjadipada sinusitis kronis, berupa: 1. Osteomielitis dan abses subperiostal.

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinusmaksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1 2. Kelainan paru. Bronchitis kronik dan bronkiektasis yaitu adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru. Ini disebut dengan sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1

2.2.10 Prognosis 2.2.11 Sinusitis Dentogen Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksilla adalah proseccus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksilla hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi/ inflammasai jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe.1 Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan nafas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut/ dirawat dan pemberian antibiotic yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga diperlukan irigrasi sinus maksilla.1

2.2.12 Sinusitis Jamur Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotic, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi yang merupakan predisposisinya antara lain diabetes mellitus, neutropenia, penyakit AIDS, dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies aspergilus dan kandida. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut:1 1. Sinusistis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapiantibiotik. 2. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus atau bila ada membrane berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum.

Sinusitis jamur dibagi menjadi invasive akut fulminan dan invasive kronik indolen. Sinusitis jamur invasive akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vascular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering berakhir dengan kematian.1 Sinusitis jamur invasive kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan imunologik atau metabolic seperti diabetes. Bersifat kronis progresif dan bias juga menginvasi sampai ke orbita atau intracranial, tetapi gambaran klinisnya tidak sehebat bentuk fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis bacterial, tetapi secret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, dan bila dilihat dengan mikroskop akan terlihat koloni jamur.1 Sinusitis jamur noninvasive atau misetoma, merupakan kumpulan jamur dalam rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinis menyerupai sinusitis kronis berupa rinorea purulen, post nasal drip, dan nafas berbau tidak sedap. Kadang-kadang ada masa jamur juga di kavum nasi. Pada operasi bias ditemukan materi jamur berwarna coklat, kehitaman, dan kotor dengan atau tanpa pus dalam sinus.1 Terapi untuk sinusitis jamur invasive ialah pembedahan, debridement, anti jamur sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfotericinB, bias ditambahkan Rifampicin, atau Flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga drainase dan ventilasi sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik.1

BAB 3 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA 1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal dan Sinusitis. Dalam: Soepardi EA. dkk. Buku ajar ilmu kesehataan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta: FK-UI; 2007. Hal. 145-153.

You might also like