You are on page 1of 7

Percobaan kali ini adalah untuk mengisolasi DNA mitokondria dari epitel rongga mulut, mengamplifikasi terhadap fragmen

0,4 kb daerah D-Loop DNA mitokondria dengan metode PCR, menganalisis fragmen DNA hasil PCR dengan metode elektroforesis, memurnikan hasil amplifikasi dengan metode presipitasi alkohol dan menganalisis retriksi produk PCR menggunakan enzim Kpn1. Sel yang digunakan adalah sel yang memiliki banyak organel mitokondria yang ditandai dengan aktivitas sel yang sangat tinggi karena tersedianya ATP yang cukup. Aktivitas ini dapat berupa seringnya sel membelah diri untuk beregenerasi. Leukosit juga merupakan sel yang daya regenerasinya tinggi. Mitokondria hanya terdapat dalam eukariotik. Struktur mitokondria bervariasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi tergantung spesies sel. Mitokondria merupakan pabrik energi sel. Organel ini mengandung berbagai enzim yang secara bersama-sama mengkatalisis oksidasi zat makanan organik oleh molekul oksigen untuk menghasilkan CO2 dan H2O. Sejumlah energy kimia dibebaskan selama oksidasi ini yang dipergunakan untuk menghasilkan adenosine triposphat (ATP) yang merupakan suatu molekul pembawa energy utama sel . ATP yang dibentuk oleh mitokondria berdifusi ke bagian sel untuk melangsungkan kerja satu sel. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menempelkan cottonbud pada ujung rongga mulut. Digunakan rongga mulut karena disana banyak mengandung sel epitel yang selalu mengeluarkan air liur dalam jumlah banyak, maka dalam air liur tersebut terdapat banyak DNA mitokondria. Kemudian cottonbud (bagian kapasnya) dipotong kecil-kecil. Semua alat yang digunakan untuk percobaan ini harus steril agar sampel tidak terkontaminasi oleh kotoran dan DNA lain, peralatan disterilkan dengan etanol 70%. Setelah itu dilakukan lisis sel yaitu dengan cara sampel dalam tabung mikro 1,5 mL di tambah dengan 20l ddH2O, 30 L buffer lisis, dan 2 L proteinase K. Buffer lisis terdiri dari tris HCl pH 8.5, EDTA pH 8, dan 0,5 % tween-20. Tris HCl berfungsi sebagai pengkondisi pH optimum dari reaksi enzimatik oleh enzim proteinase K. Setiap enzim memiliki pH spesifik dimana dia akan bekerja maksimum. Di bawah atau di atas pH ini enzim akan terdenaturasi karena akan mendekati titik isoelektriknya. Kelarutan protein disebabkan oleh adanya muatan pada gugus sampingnya yang berinteraksi dengan atom oksigen yang bermuatan parsial negative dan atom hydrogen yang parsial bermuatan pada molekul air. Karena tidak adanya muatan maka protein tidak larut dan mengendap. EDTA berfungsi sebagai pembentuk khelat kofaktor enzim nuclease Mg2+. Enzim nuclease ini terdapat dalam sel pada bagian organel lisosom, dan pada saat sel pecah, lisosom juga pecah sehingga mengakibatkan semua enzim yang terdapat di dalam keluar termasuk nuclease. Nuklease ini siap untuk memfragmentasi DNA menjadi segmen fragmen kecil. Tetapi karena kofaktor yang menyebabkan enzim tersebut dapat melaksanakan aktivitasnya sudah membentuk khelat dengan ESTA, maka enzim nuclease ini tidak berfungsi. EDTA meruypakan enzim polidentak dengan 6 pasang elektron bebas membentuk cicin khelat dengan ion logam. Senyawa kompleks ini stabil dan sukar dilepas. Tapi penambahan EDTA tidak boleh berlebihan, jumlah EDTA yang terkandung dala buffer lisis adalah jumlah yang optimum. Jika EDTA terlalu banyak akan mengganggu aktivitas rnzim polymerase pada proses PCR Karena akan mengkhelat kofaktor ini yaitu Mg2+. Proteinase K adalah enzim yang memotong protein. Enzi mini mengenal asam am ino yang bermuatan positif, bermuatan besar, dan mempunyai gugus OH, misalnya tirosin. Proteinase memotng protein yang menyusun membrane baik membran sel dan membran

mitokondria. Tiap mitokondria mempunyai 2 sistem membran. Membran luar bersifat licin mengelilingi keseluruhan mitokondria. Membran sebelah dalam berlipat-lipat disebut sebagai krista (crystae). Bagian dalam mitokondria teris oleh suatu matriks yang menyerupai gel. Mitokondria mengandung sejumlah kecil DNA, RNA, dan ribosom. DNA mitokondria memberikan sandi bagi sintesa protein spesifik tertentu pada membrane dalam. Komponen utama membran adalah lipida polar dan protein.Bagian lipida membran tersusun atas suatu campuran berbagai jenis lipida polar atau amfipatik. Mengandung terutama fosfogliserida, dan spingolipida dalam jumlah sedikit. Triasilgliserol terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam membran. Beberapa sel mengandung kolesterol dan ester kolesterol dalam membrane dalam jumlah cukup banyak. Khususnya pada membrane sebelah luar. Protein pada membran menyusun 20-80 % massa membran. Membran sel dalam mengandung kurang lebih 20 jenis protein, sedangkan membrane sebelah dalam mitokondria mengandung jumlah protein dalam jumlah besar. Beberapa protein pada membrane adalah enzim yang lain berfungsi untuk mengikat dan mengangkut molekul polar melalui membran. Proteinase ini akan memecah protein membran baik protein ekstrinsikatau pheriperal yang tidak terikat kuat pada permukaan membran dan protein intrinsic atau protein integral yang terbenam dalam struktur membran bahkan memanjang sepenuhnya menembus membran. Sementara proteinase K memotong-motong protein, tween-20 menggangu integritas fosfolipid dan protein hidrofobik.Penyusun utama membran tween-20 merupkan detergen yang mempunyai gugus hidrofobik dan hidrofilik. Gugus hidrofilik akan menghadap ke air, sedangkan gugus hidrofobik dengan lipid pada lipoprotein sehingga lipoprotein berfragmentasi. Hasil kerja dari proteinase K yang berupa potongan-potongan protein dari membran dan hasil kerja twee-20 berupa lipid yang terikat pada gugus hidrofobiknya kemudian diemulsikan oleh tween-20 sehingga memudahkan pembentukan endapan hasil pemecahan sel. Sampel yang telah divortex kemudian diinkubasi pada suhu 560C selama 1 jam, pada saat inkubasi inilah proses lisis berlangsung. Suhu 560C merupakan suhu optimum bagi enzim proteinase K, dimana pada suhu 500-600C enzim proteinase K memiliki aktivitas maksimum dalam memecah ikatan peptida protein. Suhu yang tertera pada inkubator mngkin bukan suhu yang sebenarnya yang terjadi pada saat reaksi. Suhu ini hanya mengidentifikasikan suhu lingkungan sekitar sistem reaksi. Setelah diinkubasi sampel dimasukkan dalam penangas air mendidih bersuhu sekitar 950C selama 5 menit untuk mendeaktivasi enzim proteinase K. Pada suhu tinggi apoenzim mengalami Unfoling dan kehilangan aktivitas biologisnya. Enzim proteinase K harus dideaktivasi karena bila tidak dideaktivasi dan masuk dalam reaksi PCR maka enzim proteinase K dapat menginhibisi aktivitas enzim DNA polimerase lebih lanjut, karena DNA polimerase pun mengandung apoenzim, maka enzim proteinase K yang belum terdeaktivasi tadi akan memotong-motong ikatan peptida asam-asam amino apoenzim DNA polimerase. Adanya pemanasan ini hanya mendenaturasi protein, namun dipisahkan sebab rangka ikatan fosfodiester secara fopologis terjalin, meski mengganggu pasangan basa DNA. Prosedur ini berjalan baik pada DNA dengan ukuran kecil (5 kb). Larutan yang telah didenaturasi kemudian disentifugasi pada kecepatan 14.000 rpm, 200C selama 3 menit untuk memisahkan supernatan yang mengandung DNA mitokrondria dengan komponen lainnya. Sentrifugasi merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan sedimentasi dalam suatu medan sentrifugal.

Medan sentrifugal menyebabkan partikel-partikel yang leibh besar akan terendapkan sedangkan partikel kecil akan berada dalam supernatan. Hasil lisis yang berupa potonganpotongan komponen membran, enzim protease K yang telah terdenaturasi, DNA inti, dan komponen sel lainnya yang memiliki gaya difusi lebih kecil dari gaya sentrifugasi Fd (F3) akan mengendap ke dasar tabung sedangkan DNA mitokondria yang merupakan molekul lebih kecil dan DNA inti (16569 pb untuk DNA ml dan 3 milyar pb untuk m DNA) akan berada disupernatan. Sentrifugasi ini dilakukan pada sentifugasi yang dilengkapi dengan pendingin guna merendam timbulnya efek panas karena pengerakan putar yang sangat cepat sehingga menghinari protein terdentarusi. Setelah disentrifugasi, supernatan yang mengandung DNA mitokondria disimpan dalam freezer guna mencegah terjadinya denaturasi mt-DNA ini digunakan untuk sebagai templat DNA. Selanjutnya, dilakukan rekasi PCR. Templat DNA mitokondria 10 L dimasukan ke dalam tabung mikro berisi mastermix yang terdiri dari : DNA polimerase yang termostabil untuk mengkatalis sintesis templat DNA. DNA polimerase yang digunakan dalam percobaan ini adalah Taq DNA polimerase. Enzim ini berasal dai Thermus aquatirus sehingga enzim ini stabil pada suhu tinggi. Kestabilan thermal ini berasal dari peningkatan hidrofobisitas inti enzim, mengikatkan stabilisasi gaya elektrostatik untuk sintesis primer. Sepasang argonukleotida untuk sintesis primer Primer merupakan oligonukleotida untai tunggal yang telah diketahui urutannya. Syarat primer diantaranya adalah presentase GC minimal 50 pb, supaya ikatan dengan DNA templat kuat karena 3 ikatan hidrogen antara basa E dan C. Selain itu perlu juga diperhatikan panjang primer. Panjang primer yang baik sekitar 20 nukleotida. Bila primer terlalu kecil (ukurannya) dikawatirkan dapat menempel pada sisi selain DNA target sehingga dihasilkan lebih dari satu fragmen. Namun bila primer terlalu panjang maka akan menyulitkan penempelan. Dearynukleoside triphosphate (dNTP). dNTP terdiri dari jumlah ekuimolar dATP, dTTP, dCTP dan dGTP. Koneskuensi tiap dNTP yang dilanjutkan untuk Taq polymerase adalah 200-250 M. Kation divalent Setiap DNA polymerase termostabil membutuhkan kation divalen biasanya Mg2+ untuk aktivitas karena dNTP dan oliganukleotida mengikat Mg2+ molar konsentrasi kation harus berlebih dari konsentrasi gugus fosfat pada NTP dan primer. Buffer untuk menjaga pH Kation monokalen Buffer PCR mengandung KCL untuk menciptakan kondisi larutan dengan konsentrasi garam tertentu sehingga penempelan primer akan maksimal. Templat DNA mengandung urutan target yang dimakudkan dalam alat PCR dalam rantai tunggal atau ganda. Templat DNA percobaan ini hasilkan dari lisis sel epitel. Kemudian master mix 40 L dimasukan ke dalam templat DNA 10 L. Selanjutnya tabung mikro dimasukkan dalam alat PCR. Proses PCR terdiri dari tiga tahap utama diulang sebanyak 30 kali, tahap-tahap reaksi PCR adalah sebagai berikut: 1. Denaturasi Denaturasi dilakukan pada suhu 940C. Pada tahap ini terjadi denaturasi rantai ganda DNA mitokondria yang menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen antara pasangan-pasangan basa sehingga rantai ganda DNA mitokondria terputus menjadi

rantai tunggal DNA mitokondria. Tahap denaturasi ini dilakukan selama satu menit pada tiap siklus. 2. Annealing (penempelan) Suhu annealing biasanya digunakan dibawah suhu melting (Tm), suhu melting adalah suhu dimana DNA terdenaturasi sebanyak 50% suhu melting sangat ditentukan oleh ikatan hidrogen yang dibentuk. Pada 6C terjadi 3 ikatan hidrogen dan pada AT terjadi 2 tekanan hidrogen, Tm dikalkulasikan sebagai berikut: Tm : 4 (6C) + 2 (AT) Suhu annealing berada dibawah suhu melting agar primer menempel pada templat pada posisi yang tepat. Bila suhu annealing berbeda jauh dari Tm maka primer akan menempel pada posisi yang templat. Bila suhu annealing terlalu jauh dibawah Tm maka dikawatirkan primer menempel pada templat yang tidak spesifik sehingga diperoleh lebih dari satu fragmen. Pada suhu annealing sekitar + 50 C dibawah Tm maka primer bergerak acak berkeliling disebabkan gerak Brown. Ikatan hidrogen terbentuk secara konstan antara rantai tunggal primer dengan rantai tunggal templat diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk ikatan yang lebih keras, namun setelah beberapa dNTP terikat pada rantai primer yang merupakan komponen templat, maka ikatan menjadi lebih kuat dan tak mudah putus. Primer M1 akan menempel pada rantai 31 51 sedangkan primer M2 akan menempel pada rantai 31 31 . Primer akan menempel dari arah 31 51. 3. Polimerisasi Tahap polimerisasi yaitu tahap perpanjangan primer membentuk dua untai DNA. Pada tahap ini suhu dinaikkan menjadi 720C yang merupakan suhu optimum agar DNA polimerase dapat bekerja maksimum. DNA polimerase akan membaca ujung 51 primer dan membawa templat DNA setelah primer kemudian mencari dNTP yang komplemen dengan DNA templat tersebut. DNA polimerase membutuhkan Mg2+ diperoleh dari buffer PCR yang mengandung MgCl2. Pada reaksi ini ujung 31 dari primer akan menyerang (serangan nukleofilik) pada x-fosfat dan substract deoksirbo nukleotida sehingga terbentuk ikatan kovalen karena hidroksi (OH) merupakan pada subtract dNTP menyediakan gugus pergi yang baik. Primer yang ditambahkan beberapa basa (dNTP) memiliki gaya tarik lebih kuat dengan tempat karena adanya ikatan hidrogen dari pada gaya yang memutuskan ikatan tersebut. Sebelum masuk ke siklus selanjutnya ada tahap pengkodisian terlebih dahulu yaitu pada suhu 940 C selama 1 menit, siklus ini berlanjut hingga 30 siklus dan dihasilkan amplikon yang diinginkan yaitu bagian D-100p dengan ukuran 0,4 kb. Sebelum dihentikan terjadi tahap kemampuan yaitu pada suhu 720C selama 4 menit. Untuk satu siklus PCR menghasilkan replikasi DNA mitokondria dengan jumlah yang sama dengan templat, sehingga jumlah templat DNA mitokondria dua kali lipat. Begitu juga untuk siklus selanjutnya sampai 30 siklus. Untuk menghitung jumlah replikasi DNA mitokondria yang dihasilkan dapat digunakan rumus : (2n-2) dengan n adalah jumlah siklus. Setelah PCR selesai maka fragmen DNA ini dianalisis dengan cara elektroforesis. Elektroforesis merupakan metode pemisahan atau molekul berdasarkan perbedaan berat molekul dan muatan dalam medan listrik DNA memiliki muatan negatif karena mengandung gugus fosfat pada C5, oleh karena itu sel akan bergerak ke anoda bila dialiri arus listrik searah. Dapat dilakukan analisis dengan cara elektroforesis karena DNA memiliki muatan negatif akibat gugus fosfat yang dikandungnya sehingga dapat berpindah dalam medan listrik

ke arah kutub positif. Arah perpindahan tergantung pada tanda muatan, tapi kecepatan perpindahan tergantung pada magnitude muatan dan sedimentasinya atau ukuran molekul. Agarosa dibuat dengan melarutkan 0,4 gr agarosa padat dilarutkan dalam 40 ml buffer TAE (tris asetat 0,04 M, EDTA 0,001 M pH 9). Buffer elektorforesis yang digunakan dalam percobaan ini adalah TAE yang mengandung tms asetat dan EDTA pH 8,0. Sebenarnya ada dua jenis buffer elektorforesis lagi yakni TBE (Tris Borat) dan TPE (Ttris Pospen). Dipilihnya TAE karena elektroferisis pada TAE menghasilkan resolusi fragmen DNA yang lebih baik pada campuran kompleks seperti pada DNA mamalia. Meskipun demikian, TAE memiliki kapasitas buffer yang rendah ini diantara buffer lainnya dan akan habis jika elektroforesis dijalankan dalam jangka waktu yang lama. Buffer elektroforesis dibuat dalam konsentrasi tinggi dan disimpan pada suhu ruang. Larutan dipanaskan sampai semua agarosa larut, lalu didinginkan hingga suhu larutan turun kira-kira 50 60o C, karena kalau terlalu panas pada saat penuangan, viskositas cairan akan menurun pada suhu tinggi akibatnya akan terjadi gelembung pada gel yang mengganggu proses elektroforesis atau jika cetakan dibuat sendiri lem pada cetakan akan meleleh akibat suhu tinggi. Suhu tidak boleh terlalu rendah karena gel ini akan membeku sebelum dicetak. Agarosa ini sesuai untuk medium elektroforesis karena memiliki tingkat elastisitas tertentu dan warnanya yang transparan sehingga memudahkan pengamatan. Tidak digunakan poliakril amid walaupun memberikan tingkat pemisahan yang lebih baik karena poliakril amid ini dapat merusak urutan nukleotida sehingga DNA tidak dapat dianalisis jika prosedur diteruskan ke sequencing. Sebelum dituangkan ke dalam cetakan, ke dalam gel agarosa ditambahkan etidium bromida 2 L yang akan berfluoresensi di bawah sinar UV dan dapat mengikat DNA. Nama kimia EtB, adalah 3,8 diamino, 5 etil, 6 fenil bromida. Cairan ini dibuat dari EtBr yang dilarutkan. Kelarutannya larut dalam etilen glikol dan sedikit larut dalam kloroform dan etanol. Senyawa ini stabil pada T dan P normal. Pada saat terdekomposisi termal senyawa ini akan melepaskan oksida beracun dari karbon dan nitrogen dan senyawa HBr yang beracun. Cara etidium bromida ini mengkhelat DNA adalah dengan cara masuk di antasa basabasa DNA. Ikatan ini mirip dengan lapisan pada grafit, misalnya timbunan dan cincin aromatik. EtBr dapat berikatan dengan hidrogen melalui gugus amino bebasnya dengan oksigen dan gugus fosfat pada DNA. Alasan mengapa molekul akan terfluoresens karena EtBr dapat diasumsikan sebagai pasangan basa dan masuk ke dalam rantai ganda DNA di antara pasangan basa M DNA. EtBr ini mutagen yang sangat kuat menghasilkan titik-titik mutasi. EtBr pada keadaan sendiri merupakan zat yang menghasilkan fluoresensi yang lemah. Fluoresensi terjadi karena elektron tereksitasi ke tingkatan yang lebih tinggi energinya (dalam hal ini karena disinari oleh sinar UV 3,2 nm). Ketika elektron kembali ke tingkat energi yang lebih rendah (ground state) yang merupakan kecenderungan semua molekul untuk memilih tingkat energi yang lebih rendah, dan karena ada perbedaan energi sejumlah energi dipanaskan berupa sinar tampak berpanjang gelombang tertentu yang memancarkan warna orange. Sifat fluoresens dari EtBr sendiri dalam larutan lemah karena elektron dapat mengalir antara dua tingkatan energi menggunakan energi vibrasi. Jalur alternatif ini mengurangi banyaknya elektron yang mengikuti alur fluoresensi sehingga daya fluoresnsinya rendah kalau hanya berupa EtBr tunggal. Tapi ketika EtBr terikat oleh DNA, elektron lebih mengikat kuat sehingga menghasilkan kemungkinan yang kecil untuk melalui alur vibrasi dan elektron lebih memilih melalui alur fluoresensi. Setelah ditambahkan etidium bromida, gel dicetak dalam cetakan berbentuk sisir yang memiliki sumur-sumur, setelah mengeras, cetakan diangkat dan sampel siap dimasukkan.

Sampel dimasukkan bersama loading buffer guna mencegah sample mengapung dan bercampur dengan buffer. Loading buffer berfungsi sebagai pemberat. Loading buffer terdiri dari 50% sukrosa, EDTA 0,1 M pH 8,0 dan bromfenol biru 0,11 % pH 8,0. Sukrosa digunakan sebagai pemberat sehingga sample tidak terapung. Sukrosa merupakan polimer dengan berat molekul tinggi sehingga sampel tertarik ke bawah karena adanya gaya gravitas. EDTA berfungsi untuk mengkhelat ion Mg2+, yang terdapat sebagai kofaktor pada enzim DNA polimerase reaksi PCR, sehingga ion Mg2+ tidak bergerak ke kutub negatif (katoda) yang dapat membiasakan pengamatan. Ion Mg2+ yang telah dikhelat menjadi tidak bermuatan dan akan bergerak bersama DNA ke kutub positif (anoda), sedangkan bromerol biru digunakan sebagai pewarna karena tidak bergantung pada konsentrasi gel agarosa. Bromfenol ini berwarna memiliki gugus aromatik (gugus knomotor) yang menyerap cahaya dan memancarkan cahaya tersebut pada panjang gelombang sinar tampak biru. Elektroforesis dijalankan selama 45 menit dengan tegangan 100 volt. Seperti yang telah diprediksikan, molekul sample DNA bergerak ke kutub positif (anoda) karena adanya gugus fosfat yang bermuatan negatif. Pergerakan DNA melalui gel agarosa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. Ukuran molekul DNA Molekul DNA untai ganda akan bergerak melalui matriks gel dengan kecepatan invers log 10 dari jumlah pasangan basa. Molekul DNA yang berukuran kecil dapat dengan mudah melalui pori-pori gel sehingga pergerkannya menjadi relative cepat. Sebaliknya, molekul besar berimigrasi lebih lambat karena hambatan yang makin besar dan karena prose menyelinap melalui gel kurang efisien dibandin molekul yang lebi kecil. b. Konsentrasi Agarosa Potongan DNA lurus dengan ukuran tertentu akan bergerak berbeda melalui gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda. Terdapat hubungan linier antara logarima mobilitas, elektroforetik DNA ( ) dengan konsentrasi gel (+) Log = log 0 kr.t Dengan kr = koefisien retradasi konstanta yang tergantung pada sifat gel, ukuran dan bentuk molekul yang berimigrasi c. Konfirmasi DNA DNA yang mempunyai ukuran sama tetapi mempunyai transformasi yang berbeda akan bergerak dengan kecepatan berbeda. Mobilitias relatif bergantung pada konsentrasi dan tipe organisasi yang digunakan. Kuat arus, kekuatan tonik buffer, dan densitas putaran super heliks. DNA dengan konformasi siklik akan lebih mudah melewati pori-pori gel dibandingkan dengan DNA konformasi linier. Bila voltase rendah, maka kecepatan pergerakan fragmen DNA yang linier sebanding dengan ketinggian voltase. Pada voltase yang tinggi, kecepatan fragmen DNA bertambah secara diferensial. d. Adanya etidium bromida dalam gel dan buffer elektroforesis Interaksi etidium bromida menyebabkan penurunan muatan negatif untuk untai ganda DNA dan meningkatkan kekakuan dan panjangnya kecepatan migrasi DNA linier melalui gel menurun sekitar 15 pb. e. Voltase yang digunakan Pada volume rendah, kecepatan migrasi potongan DNA sebanding dengan volume yang digunakan. Namun kekuatan medan listrik dinaikkan, mobilitas yang berberat molekul tinggi meningkat secara diferensial. Jadi, daerah efektifitas pemisahan gel agarosa berkurang dengan kenaikan voltase.

f. Tipe agarosa g. Buffer elektroforesis Pergerakan elektroforesis DNA bergantung pada komposisi dan kekuatan ion buffer elektroforesis. Proses elektroforesis yang menggunakan buffer dengan kekuatan ion yang rendah akan menyebabkan DNA relatif lambat. Dan sebaliknya bergerak lebih cepat pada buffer dengan kekuatan ion yang lebih tinggi. Namun bila kekuatan ion terlalu tinggi maka akan terbentuk panas, sehingga gel dapat meleleh dan DNA terdenaturasi. Pengamatan hasil elektroforesis dilakukan dibawah sinar uv. Dalam pengamatan, tidak diada pita yang terbentuk dari hasil elektrolisis. GAK TAU KNP GK ADA PITA (TOLONG BANTU INI). Yang presipitasi etanol juga gk tau aku, bantu aku

You might also like