You are on page 1of 90

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan. Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi primadona adalah udang. Udang merupakan salah satru sumber daya hayati laut yang tersedia hampir di seluruh perairan Indonesia dan merupakan salah satu komoditas ekspor andalan dari sub sector perikanan. Setiap tahunnya,terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor udang ke Negara-negara tujuan ekspor seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Departemen Pertanian 1999). Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikanan terbesar Indonesia di atas komoditas ikan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume ekspor udang Indonesia ke mancanegara dari bulan Januari sampai dengan November pada tahun 2008 mencapai 158.000 ton sedangkan volume ekspor ikan tuna hanya mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini meningkat dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP 2009). Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan. Kendala yang sering muncul pada berbagai perusahaan pengolahan udang adalah kekurangan bahan baku udang, kesalahan label produk, adanya embargo oleh importir karena teridentifikasinya senyawa antibiotik, masalah sanitasi dan lain sebagainya. Maka untuk mengantisipasi masalah tersebut perusahaan pengolahan udang diwajibkan melakukan kebijakan dalam penerapan program manajemen mutu terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard Analysis Critical Control point (HACCP). HACCP merupakan merupakan manejemen khusus untuk bahan makanan termasuk hasil perikanan yang didasari pada pendekatan sistematika untuk megantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya ( Hazard) selama proses produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilaksanakan pengawasan

secara ketat. Tujuan utama menerapkan HACCP adalah memberikan jaminan mutu meningkakan mutu produk, meminimalkan kecacatan produk dan keluhan konsumen serta memberikan efisiensi jaminan mutu. Keuntungan lain dari penerapan HACCP adalah penggunaan sumberdaya secara lebih baik dan pemecahan masalah lebih tepat (Mayes 2001). Sistem HACCP dikenal secara luas oleh industri pangan sebagai suatu tindakan pengendalian terhadap risiko bahaya yang dapat memberikan efek merugikan terhadap keamanan pangan (Asian Productivity Organization 2005). Hal ini berbeda dengan cara sebelumnya bahwa sistem pengendalian mutu dilakukan hanya dengan pengawasan aspek-aspek keamanan pangan pada produk akhir, dengan demikian apabila ditemukan ketidakamanan pada produk akhir, baru dilakukan suatu tindakan koreksi. Hal ini merupakan tindakan yang kurang efektif karena prasyarat yang mendasar dalam pengendalian risiko bahaya seperti prasyarat kelayakan dasar yang terdiri atas cara penanganan dan pengolahan produk yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices GMP) serta persyaratan sanitasi dan higiene (Sanitation Standard Operating Procedures SSOP), tidak dievaluasi terkait dengan ketidakamanan produk sepanjang rantai produksi. Pada sistem HACCP ditekankan tindakan pencegahan pada setiap tahapan produksi terhadap terjadinya risiko bahaya yang akan mengakibatkan ketidakamanan produk udang beku (Mayes 2001). 1.2 Tujuan Tujuan dan manfaat dari pelaksanaan praktik lapang ini adalah untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan keterampilan mahasiswa di bidang pengolahan hasil perikanan. Sedangkan tujuan khususnya adalah: 1. Mengetahui keadaan umum perusahaan pembekuan udang di PT Misaja Mitra, Pati-Jawa Tengah. 2. Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam bidang penanganan dan pengolahan hasil perikanan khususnya pembekuan udang 3. Mempelajari sistem HACCP yang diterapkan pada perusahaan pembekuan udang khususnya produk peeled beku.

4. Mengetahui cara-cara penerapan HACCP secara keseluruhan yang diterapkan di PT Misaja Mitra, Pati-Jawa Tengah. 1.3 Metodologi 1.3.1 Waktu dan tempat pelaksanan praktik lapang Waktu pelaksanaan praktik lapang dimulai tanggal 27 Juli 2009 sampai tanggal 20 Agustus 2009, bertempat di PT Misaja Mitra Pati, yang bertempat di Jalan Raya Pati Tayu Km.18, Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati - Jawa Tengah. 1.3.2 Metode pengumpulan data Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktik lapang ini adalah pengumpulan data primer dan data sekunder. 1. Pengumpulan data primer meliputi : a. Observasi, yaitu pengamatan langsung kegiatan di pabrik. b. Mengamati dan melakukan kegiatan proses produksi mulai dari

penerimaan bahan baku sampai pada proses pengemasan. c. Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengolahan pembekuan udang. d. Mengevaluasi dan mempelajari penerapan HACCP yang diterapkan. 2. Pengumpulan data sekunder : a. Pengumpulan data dan informasi hasil produksi dan kegiatan lainnya dari pihak atau instansi setempat mengenai keadaan perusahaan. b. Melakukan studi literatur yaitu mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan praktik lapang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Udang (Penaeus sp) Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara pengawetan makanan karena dengan menurunkan suhu maka pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat, mencegah reaksi kimia dan aktivitas enzim. Tujuan pembekuan udang adalah mempertahankan sifat-sifat mutu tinggi pada udang dengan teknik penarikan panas secara efektif dari udang agar suhu udang turun sampai suhu rendah yang stabil dan mengawetkan udang (Ilyas 1993). Menurut Suwignyo (1989), udang diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Sub Phylum Class Sub class Ordo Sub ordo Famili Genus Species : Arthropoda : Mandibulata : Crustaceae : Malacostraca : Decapoda : Natantia : Penaidae : Penaeus : Penaeus sp

Gambar 1. Morfologi udang (Penaeus sp) (Sumber : http://tbn1.google.com) Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian tubuhnya tertutup kulit khitin yang tebal dan keras. Bagian kepala beratnya lebih

kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 1723% (Purwaningsih 1995). Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah (Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang (Lobster) (Permana 2007). 2.2 Komposisi Kimia Udang Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-23% (Anonim 2007). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia udang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sumber: USDA (2003)

Komposisi kimia Kadar air (%) Kadar abu (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Protein (%) Kalsium (Mg) Fosfor (Mg) Besi (Mg) Natrium (Mg)

Jumlah 78 3,1 1,3 0,4 16,72 161 292 2,2 418

Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang penting bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang

dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan asam amino esensial yang terdapat pada udang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang. Komposisi Protein : Mioplasma Miofibril Miostroma Asam amino esensial : Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistein Fenilalanin Tirosin Treonin Triptofan Valin g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g 0,985 1,612 1,768 0,572 0,228 0,858 0,676 0,822 0,283 0,956 % % % 32 59 5 Satuan Konsentrasi

Sumber : USDA (2003)

2.3 Persyaratan Mutu Udang Udang sebagai salah satu produk perikanan yang memilliki sifat mudah busuk (highly perishable), maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi. Mutu udang terutama ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari udang tersebut. Kemudian, ukuran dan keseragaman udang juga dapat menentukan tingkat mutunya. Oleh karena itu, tidak boleh ada cacat, rusak atau defect yang akan mengurangi nilai dari mutu udang (Hadiwiyoto 1993). Standar syarat mutu dan keamanan pangan udang beku dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar syarat mutu dan keamanan pangan udang beku Jenis Uji a. Organoleptik b. Cemaran mikroba: ALT Escherichia coli Salmonella Vibrio cholera Vibrio parahaemolyticus (kanagawa positif)* c. Cemaran kimia*: Kloramfenikol Nitrofuran Tetrasiklin d. Fisika: Suhu pusat, maks. e. Filth
*: Bila diperlukan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2007)

Satuan angka (1-9) koloni/g APM/g APM/25g APM/25g APM/g

Persyaratan minimal 7 maksimal 5,0 x 105 maksimal < 2 Negative Negative maksimal < 3

Ppb Ppb Ppb

maksimal 0 maksimal 0 maksimal 100

C maksimal -18 Jenis/jumlah maksimal 0

Udang yang digunakan dalam industri pengolahan hanyalah udang yang memiliki mutu segar. Penilaian mutu udang dapat dilihat secara organoleptik (visual). Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir. Udang yang memiliki kesegaran yang baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula atau sebaliknya. Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan menjadi empat kelas mutu, yaitu (Hadiwiyoto 1993): a. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udangudang yang benar-benar masih segar, belum ada perubahan warna, transparan dan tidak ada kotoran atau noda-nodanya. b. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah prima, ditandai dengan adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak terdapat kotoran atau noda-nodanya. c. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak

utuh lagi, kakinya patah, ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak banyak noda berwarna hitam atau merah gelap. d. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang pecah atau mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah tidak utuh lagi. 2.4 Kemunduran Mutu Udang Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif. Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat. Susunan tubuh udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian kepala mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih 1995). Kerusakan biokimia disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam tubuh udang. Enzim tersebut menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa makromolekul dan mudah menguap sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap (Hadiwiyoto 1993). Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang. Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi penyebab utama kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak (Hadiwiyoto 1993). Sebagai salah satu jenis bahan makanan yang terhitung mudah sekali mengalami kemunduran mutu, maka penanganan udang memerlukan perhatian yang menyeluruh dan perlakuan yang cermat. Dari segi kemunduran mutu ada atau tidaknya kepala mempengaruhi daya simpan udang segar karena bagian

kepala terdapat insang dan isi perut yang merupakan salah satu sumber bakteri pembusuk dan enzim-enzim pencernaan (Moeljanto 1992). Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk penyimpanan jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udang beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto 1992). 2.4.1 Aktivitas enzimatis Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terkadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada jaringan tubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih 1995). Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain menguraikan protein, karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpan sebagai cadangan makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus menguraikan jaringan tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti, akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek. Selain itu, terjadi pula penguraian protein menjadi asam amino dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor, warna (diskolorasi) dari warna asli mejadi warna coklat atau hitam ( black spot) yang disebabkan oleh reaksi enzimatis. 2.4.2 Oksidasi Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan suhu. Melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan pembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-logam berat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002). 2.4.3 Aktivitas mikroorganisme Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lender, insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih 1995). Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati namun demikian kegiatannya masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang (pH dan suhu) yang belum sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baru berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat kerja enzim (proses

10

autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju pada beberapa tempat yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lender dan kulit, isi perut yang terletak di kepala, insang, dan kaki yang terdapat pada bagian kepala. 2.4.4 Dehidrasi Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan) karena adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk kearah evaporator, sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara mengatasinya adalah dengan proses glazing dan pengemasan yang benar. Dengan diketahuinya penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan penanganan terhadap produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga tujuan dari pembekuan itu sendiri akan tercapai. 2.5 Proses Pembekuan dan Produksi Udang Beku Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara

memperlambat terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis, bakteriologis dan oksidasi dengan suhu rendah. Walaupun dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu, setelah udang dibekukan dan disimpan dalam ruang beku ( cold storage), tidak akan lepas begitu saja dari proses penurunan mutu (Ilyas 1993). Menurut Hadiwiyoto (1993), proses pembekuan berdasarkan sistem pindah panas dari alat yang digunakan atau cara yang dikerjakan, proses pembekuan terdiri atas: Pembekuan konvensional, jika cara pembekuannya menggunakan alat pendinginan sederhana yang tradisional atau konvensional sifatnya. Blast freezing, pada metode ini bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara bersuhu rendah dihembuskan. Beberapa cara metode ini adalah pembekuan dalam alat berbentuk terowongan ( tunnel freezing), air blast freezing dan flow freezing. Contact plate freezing, pada metode ini bahan dibekukan dengan alat pelatpelat pembekuan yang ditempatkan pada bahan.

11

Pembekuan celup (immersion freezing), pada metode ini bahan yang akan dibekukan dicelupkan dalam cairan yang sangat dingin, misalnya larutan garam (NaCl) dingin, campuran gliserol dan alkohol atau larutan gula dingin. Pembekuan dengan cara penyemprotan bahan pendingin berbentuk cairan (spray freezing) Kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing (the blend process) Cryogenic freezing, merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas nitrogen yang dicairkan atau karbondioksida cair. Proses produksi udang beku dimulai dari tempat penerimaan sampai dengan tempat penyimpanan udang beku (cold storage). Urutan-urutannya secara umum adalah sebagai berikut (Purwaningsih 1995). 2.5.1 Penerimaan bahan baku di pabrik Udang segar yang tiba di pabrik dalam bak fiberglass atau blong plastik yang diberi es, kemudian dibongkar di ruang penerimaan. Udang tersebut dipisahkan dari sisa-sisa es, dan disemprot dengan air bersih (Pencucian 1). Setelah bersih, udang dipindahkan ke dalam keranjang-keranjang plastik besar. Selanjutnya udang dibawa ke ruang proses untuk diolah lebih lanjut. Apabila bahan baku masih banyak, maka udang ditampung dalam bak penampung ( fiber glass). Penampungan udang tidak boleh dari satu hari. Dalam bak penampung tersebut diberi es dengan perbandingan udang dan es adalah 1:2. 2.5.2 Pemotongan kepala dan pembersihan genjer Bentuk olahan udang beku yang paling umum adalah headless (HL). Bentuk udang headless adalah udang yang dibekukan tanpa kepala dan genjer. Bagian kepala merupakan tempat berkumpulnya kotoran udang sehingga menjadi sumber bakteri. Genjer adalah kulit ari tebal yang terdapat pada sambungan antara kepala dengan badan. Pemotongan kepala dan pembersihan dilakukan dengan tangan. Menurut Hariadi (1994), cara-cara pemotongan kepala adalah: udang dipegang

punggungnya oleh tangan kiri, dengan posisi tengkurap, jempol tangan kanan memakai alat pemotong, kelopak kepala dan kaki jalan dibuang dengan alat tersebut, arah cabikan ke atas, harus bersih dan tidak meninggalkan organ-organ

12

kepala (mandibula, maksila, dan lain-lain), rendemen harus sebesar mungkin yaitu sekitar 68%. 2.5.3 Pencucian 1 Udang yang sudah dipotong kepalanya tanpa genjer, dicuci dengan air dingin yang berklorin dengan konsentrasi sebesar 10 ppm. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan lendir, menghilangkan kotoran yang terbawa udang pada saat di tambak dan mengurangi jumlah bakteri. 2.5.4 Pensortasian Sortasi merupakan proses pemisahan udang berdasarkan kualitasnya. Sortasi ini pun menentukan bahan baku udang akan dimasukkan ke dalam proses produk tertentu. Ada tiga macam sortasi yang dilakukan yaitu: 1. Sortasi jenis Pertama kali dilakukan sortasi adalah sortasi jenis udang. Untuk jenis udang tambak biasanya dilakukan di tempat panen. Menurut Hariadi (1994), sortir jenis ini dilakukan untuk memisahkan pesanan jenis udang tertentu oleh konsumen. 2. Sortasi warna Pada sortasi ini dilakukan proses pemisahan warna. Sortasi ini dilakukan secara visual, yaitu dengan cara dilihat kemudian udang dipisahkan menurut warnanya. Menurut Hariadi (1994), dalam sortasi warna pada dasarnya ada tiga warna yang harus digunakan, dengan tujuan mempertinggi nilai artistik jika disusun dalam bentuk beku nantinya. Meskipun kualitas udang lebih penting, akan tetapi segi keindahan susunan dan kesegaran warna juga sangat berperan dalam menarik minat konsumen. Adapun tiga warna tersebut adalah black (hitam), blue (biru) dan white (putih). 3. Sortasi ukuran Sortasi ukuran adalah suatu cara penyortiran udang berdasarkan ukuran. Dalam sortasi ini dilakukan sesuai dengan jumlah tertentu untuk setiap pound. Pada tahap ini udang selalu dipertahankan pada kondisi dingin yaitu dengan cara memberi es curai pada udang yang sedang disortir. Jumlah standar ukuran udang dapat dilihat pada Tabel 4.

13

Tabel 4. Jumlah standar ukuran udang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 4. Sortasi final Sortasi final dilakukan untuk mengoreksi hasil sortasi yang belum seragam, baik mengenai mutu, ukuran, dan warna. Dalam sortasi ini diperlukan ketelitian dan ketrampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya. Untuk pengecekan dilakukan per 1 pound dengan timbangan. Bila jumlah udang sudah sesuai dengan jumlah standar pada daftar, maka proses penanganan dapat dilanjutkan. 2.5.5 Penimbangan Pada tahap ini ada dua aktivitas utama yaitu perhitungan jumlah dilakukan untuk menentukan jumlah yang tepat dan ukuran yang seragam. Penimbangan dilakukan setelah perhitungan jumlah standar. Berat produk disesuaikan dengan ketentuan inner carton yaitu sebesar 4 pound atau 1,8 kg, untuk menjaga penyusutan setelah thawing, maka timbangan dilebihkan 2-4% dari berat bersih. Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan ukuran, mutu, dan jumlah bobotnya. Kemudian setiap udang dalam keranjang penimbangan diberi label serta ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin Size U-5 6-8 8-12 13-15 16-20 21-25 26-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-90 91-120 Banyaknya udang per pound Dibawah 5 Antara 6- 8 Antara 8- 12 Antara 13- 15 Antara 16- 20 Antara 21- 25 Antara 26- 30 Antara 31- 40 Antara 41- 50 Antara 51- 60 Antara 61- 70 Antara 71-90 Antara 91-120

Sumber: Purwaningsih 1995

14

dan segar. Label udang menunjukkan kualitas dan jenis udang, sedangkan angka menunjukkan ukuran udang dalam pound. 2.5.6 Pencucian 2 Udang dicuci dalam air bersih tanpa kaporit yang dicampur dengan es sehingga udang tetap dalam keadaan dingin. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan lendir, bakteri, serta kotoran sebelum dilakukan pembekuan. Pencucian dilakukan dengan menggunakan keranjang plastik kecil dengan cara menggoyang-goyangkan keranjang pada tiga deret bak pencuci. 2.5.7 Penyusunan dalam pan pembeku Penyusunan dalam pan pembeku adalah penyusunan dengan cara ekor bertemu dengan ekor dan potongan kepala mengahadap ke samping. Jumlah udang pada setiap lapis tergantung pada ukuran yang disusun. Menurut Hariadi (1994), sebelum disusun inner pan dilapisi plastik tipis terlebih dahulu dengan tujuan untuk mempermudah dalam pelepasan udang dari pan jika telah masuk beku, selain itu juga agar blok beku memiliki permukaan yang rata. 2.5.8 Pembekuan dan glazing Pembekuan udang sering dilakukan dengan menggunakan alat Contact Plate Freezing (CPF), yaitu dengan cara bahan dibekukan dengan alat pelat-pelat pembekuan yang ditempatkan pada bahan, sedangkan Air Blast Freezing (ABF), yaitu dengan cara bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara suhu rendah dihembuskan, pembekuan ini dilakukan untuk udang yang dibekukan dalam bentuk blok. Apabila udang dibekukan secara individu bias menggunakan Individual Quick Freezer (IQF) (Hadiwiyoto 1993) Setelah dibekukan udang harus dilakukan glazing atau diberi lapisan es tipis sehingga permukaan udang beku atau blok udang tampak mengkilat. Tujuan utama dari glazing adalah mencegah pelekatan antar bahan baku, melindungi produk dari kekeringan selama penyimpanan, mencegah ketengikan akibat oksidasi dan memperbaiki penampakan permukaan. Adapun glazing dilakukan dengan cara menyiram atau mencelupkan udang beku dalam air bersuhu antara 0-5C. Setelah dilakukan glazing, udang dikemas dan disimpan dalam gudang beku (cold storage).

15

2.5.9 Penyimpanan udang beku Udang yang telah beku harus disimpan di dalam cold storage, yaitu sebuah ruangan penyimpanan yang dingin. Suhu dalam cold strorage umumnya -30C hingga -60C, tergantung pada kebutuhan. Suhu cold storage diukur dengan alat pengukur suhu yang disebut dengan termostat. Selisih perubahan suhu cold strorage tersebut biasanya tidak kurang dari 2C. Misalnya, jika suhu cold storage secara nominal harus dipertahankan pada suhu -35C, maka pendinginan dihentikan jika suhu ruang mencapai -36C, dan dijalankan jika suhu ruang naik menjadi -34C (Purwaningsih 1995). Udang di dalam cold storage mengalami banyak perubahan yang cenderung menurunkan mutu ikan . Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan fisik dan biokimia, misalnya pengeringan (dehidrasi, dessication), oksidasi lemak, denaturasi protein, dan penggumpalan senyawa-senyawa hasil perombakan yang dilakukan oleh enzim serta bakteri (Purwaningsih 1995). 2.6 HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) HACCP merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan setiap kemungkinan terjadinya resiko bahaya pada seluruh tahapan proses (CAC 2003). Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan, karena itu sebagai suatu sistem jaminan mutu keamanan panga, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Muhandri dan Kadarisman 2006). HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk mengakses bahaya-bahaya dan resiko-resiko yang berkaitan dengan pembuatan, distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar identifikaasi titik pengendalian kritis ( Critical control point) dalam tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan resiko bahaya. (Thaheer 2005). Menurut (Wiryanti dan Witjaksono 2001) alasan utama pembuatan dan penerapan sistem HACCP dalam industri pangan adalah: 1. Meningkatnya tuntutan konsumen atas keamanan pangan ( food safety)

16

2. Pengujian pada produk akhir (end product inspection) sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen 3. Adanya pendekatan baru yang berdasarkan atas tindakan pencegahan (preventive measure), pengawasan selama proses (in process inspection) dan semakin dominannya peranan perusahaan dalam pengawasan mutu secara mandiri (self regulatory quality control). Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang dikembangkan oleh NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods). Ketujuh prinsip itu adalah (Muhandri dan Kadarisman 2006) : 1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi dan mengiventarisasi resiko bahaya-bahaya terhadap keamanan produk pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan utnuk mengendalikan bahaya atau resiko potensial yang membahayakan. 2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis ( critical control points-CCP) pada tahapan proses dimana resiko bahaya yang mempengaruhi mutu dan atau keamanan pangan dapat dicegah, dikurangi atau dieliminasi. 3. Menetapkan batas-batas (critical limit) untuk dapat dilkukan tindakantindakan pengendalian terhadap resiko bahaya pada setiap CCP. Suatu batas kritis adalah nilai yang tidak boleh dilewati. 4. Melakukan pemantauan (monitoring) yang meliputi aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian untuk menilai apakah resiko bahaya berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan ketentuan. 5. Melakukan tindakan korektif dan atau pencegahan yang diperlukan. Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan atau preventif untuk menghindari ketidaksesuaian terhadap ketentuan serta melakukan tindakan korektif dengan menelusuri penyebab akar masalah. 6. Mendokumentasikan dan mengendalikan hasil pemantauan terhadap

penerapan program HACCP dan harus selalu tersedia untuk dilakukan analsis. 7. Melakukan verifikasi terhadap efektifitas penerapan program HACCP secara berkala untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan jika memungkinkan dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan.

17

Analisa program HACCP dalam pengawasan mutu produk menurut Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut: 1. Keamanan Pangan (Food Safety) Merupakan aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah itu umumnya

dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika. 2. Kesehatan dan Kebersihan (Wholesomeness) Merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene. 3. Kecurangan ekonomi (Economic Fraud) Merupakan tindakan-tindakan yang ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini meliputi pemalsuan spesies (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebih, berat yang tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti tertera dalam kemasan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (2000), dasar pengembangan dalam penerapan program sistem manajemen HACCP berdasarkan sistem HACCP meliputi beberapa aspek sebagai berikut: a. Upaya pencegahan (preventive measure) Yaitu upaya yang dilakukan untuk memperoleh produk akhir yang benarbenar terjamin, aman, mutu konsisten serta jaminan yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada konsumen. b. Pengawasan terhadap proses produksi (in-process inspections) Untuk melakukan pencegahan maka sistem pengawasan yang dikembangkan adalah pengawasan terhadap proses produksi mulai dari tahap awal sampai distribusi produk akhir. c. Pengujian laboratorium Merupakan bagian dan penunjang dari keseluruhan sistem yang dilakukan pada tempat dan waktu yang sesuai keperluan. d. Peranan swasta Mempunyai peranan yang sangat besar yaitu melakukan pengawasan secara mandiri terhadap proses produksi mereka sendiri. Peranan pemeintah

18

bertindak sebagai pengawas dalam sisten sistem manajemen HACCP yang dikembangkan dengan baik. Beberapa alasan mengapa HACCP diperlukan dalam bisnis perikanan menurut Winarno dan Surono (2002) adalah sebagai berikut: a. Tujuan manajemen industri pangan dalam menjamin keamanan pangan b. Keamanan pangan adalah syarat wajib konsumen c. Banyaknya kasus keracunan pangan d. Terbatasnya jaminan sistem inspeksi produk akhir melalui pengujian untuk menjamin keamanan pangan e. HACCP berkembang menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah f. HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan g. Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif Keuntungan penerapan HACCP adalah menjamin keaman pangan dan mengendalikan mutu. Menurut Herschdoerfer (1984), pengendalian mutu penting untuk memperoleh produk yang bermutu, mengoptimalkan penjualan

hubungannya dengan keuntungan, mengurangi sampah (membuang produk) dengan mencegah kesalahan sebelum terjadi, meningkatkan efisiensi proses dengan menggunakan informasi dari tes QC, mengurangi komplain dari konsumen dan menjaga citra produk serta kredibilitas perusahaan, membantu untuk mengendalikan biaya bahan baku dan proses operasi, melindungi konsumen dari keracunan makanan dan resiko lain yang berhubungan serta melengkapi manajemen agar memenuhi hukum dalam semua aspek yang berkaitan dengan kualitas produk. 2.7 Kelayakan Dasar Sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian keamanan pangan mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didasari oleh faktor-faktor pengendali yang mendasar terhadap resiko bahaya ketidakamanan pangan dan atau mutu (Wiryanti dan Witjaksono 2001). Faktor pengendali yang menjadi prasyarat ( pre-requisite program-PRP) efektifitas penerapan program HACCP sebagai suatu sistem

19

pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan (CAC 2003), yang meliputi : Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufactoring Practise-GMP). Good Manufactoring Practise (GMP) merupakan suatu metode atau cara berproduksi yang baik dan benar dalam rangkamenghasilkan produk dengan mutu yang baik sesuai dengan harapan. GMP meliputi delapan persyaratan yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Persyaratan bahan baku Persyaratan bahan pembantu dan tambahan ( food additives) Persyaratan produk akhir Peryaratan penanganan Persyaratan pengolahan Peryaratan pengemasan Persyaratan penyimpanan Persyaratan pengangkuatan dan distribusi.

Persyaratan sanitasi dan hygiene, meliputi : 1) Kondisi fisik sanitasi dan hygiene yang terdiri atas : a) Lokasi dan lingkungan b) Kondisi konstruksi bangunan (konstruksi ruang dan gedung, rancang bangun, lantai, langit-langit, dinding, penerangan, ventilasi, saluran pembuangan limbah cair, sumber dan distribusi pasokan air dan atau es, instalasi pembuangan limbah, toilet, ruang istirahat, gudang beku dan dingin, gudang kering, sarana pengawetan, dan fasilitas pengujian) c) Peralatan dan perlengkapan pengolahan (konstrusi dan pemeliharaan peralatan serta perlengkapan pengolahan, bahan untuk perlatan dan perlengkapan pengolahan, operasional pembersihan dan sanitasi peralatan serta perlengakapan pengolahan) 2) Sanitasi dan kesehatan karyawan. Manajemen harus mempunyai tindakan yang efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mencemari produk. Selain itu, kebersihan karyawan yang menangani produk harus

20

dijaga. Perilaku karyawan di dalam ruang pengolahan harus mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi produk. 3) Prosedur pengendalian sanitasi. Produsen perlu mempunyai dan melaksanakan rancangan tertulis mengenai prosedur operasional standar sanitasi ( Sanitasion Standard Opering Procedures-SSOP), yang terdiri atas 8 kunci SSOP : a) Keamanan air proses dan es b) Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan pangan. c) Pencegahan kontaminasi silang d) Fasilitas pencuci tangan/sanitasi dan fasilitas toilet e) Perlindungan dari bahan kontaminan f) Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik g) Kesehatan karyawan h) Pengendalian hama Penerapan program kelayakan dasar di perusahaan atau unit pengolahan sering mengalami kendala-kendala teknis, sehingga mengakibatkan

ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Bentuk-bentuk penyimpangan dalam kelayakan dasar meliputi (Ditjen PPHP 2007) : a. Penyimpangan minor (minor deficiency) Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan dan atau mutu yang kecil atau tidak secara langsung apabila tidak dilakukan pengendalian. b. Penyimpangan mayor (mayor deficiency) Penyimpangan yang memberikan dampak keamanan pangan dan atau mutu yang signifikan dapat mengganggu kesehatan apabila tidak dilakuakn pengendalian. c. Penyimpangan serius (serious deficiency) Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan yang serius pada tingkat gawat terhadap gangguan keehatan konsumen apabila tidak dilakuakn pengendalian. d. Penyimpanagan kritis (critical deficiency)

21

Penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan tingkat fatal dapat mengganggu kesehatan. Untuk menentukan tingkat kelayakan unit pengolahan berdasarakan penyimpangan yang ada digunakan daftar seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Penentuan nilai unit (rating) pengolahan berdasarkan jumlah penyimpangan Tingkat (rating) Jumlah Penyimpangan MN (minor) A (baik sekali) B (baik) C (kurang) D (jelek)
Sumber: Winarno (2002)

MY (mayor) 05 6 10 11 -

SR (serius) 0 12 34 5

KT (kritis) 0 0 0 1

06 7 -

Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1998) elemen-elemen minimal dalam penyusunan sistem HACCP, adalah : 1. Kebijakan mutu 2. Organisasi 3. Deskripsi produk 4. Persyaratan dasar 5. Diagram alur proses 6. Analisis bahaya 7. Lembar kerja pengendalian mutu 8. Sistem penyimpanan catatan 9. Prosedur verifikasi 10. Prosedur pengaduan konsumen 11. Prosedur penelusuran dan penarik produk 12. Perubahan dokumen atau revisi

22

3. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Misaja Mitra Pati merupakan salah satu cabang perusahaan PT. Misaja Mitra yang berkantor pusat di Jakarta yang merupakan perusahaan patungan (Joint Venture) antara PT. Pelindo Jaya (Indonesia) dengan Toho Bussan Kaisha Co, Ltd (Jepang) dengan status penanaman Modal Asing (PMA). Kesepakatan antra kedua perusahaan tercantum dalam Agreement for Join Enterprise tanggal 9 Juli 1968 sedangkan PT. Misaja Mitra Pati sendiri didirikan pada tanggal pada tanggal 19 April 1984 dan kegitan produksinya dimulai setelah dilakukan pemasangan mesin, peralatan dan pendekatan kepada petani tambak udang di Kabupaten Pati. Nama Misaja Mitra tercetus saat PT Pelindo Jaya sedang dalam usaha mencari mitra dagang di Jepang Misaja berasal dari bahasa sansekerta yang berarti mencari, sedangkan Mitra berasal dari bahasa Indonesia yang berarti rekan. Sampai saat ini perusahaan mempunyai tiga cabang yaitu Kota Baru (Kalimantan Selatan), Tarakan (Kalimantan Timur), dan Pati (Jawa Tengah). PT. Misaja Mitra Pati merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha pembekuan udang. Perusahaan didirikan pada tanggal 19 April 1984 dengan akte notaries Sugianto, SH No 14/1994/A.N/K dan mulai beroperasi pada tanggal 19 April 1994. Perusahaan ini telah memperoleh izin dari berbagai pihak, antara lain : a) Izin tempat usaha, yang diberikan oleh kepala Daerah Tingkat II kabupaten Pati No. 503/5547/1994 pada tanggal 20 Juli 1994. b) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) No. 5235/24/PH/II/2002 yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 19 Februari 2002. c) Izin usaha industri yang diberikan oleh Menteri Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, No.

593/T/industry/1995 pada tanggal 1 Desember 1995. d) Izin Kawasan Berikat yang diberikan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 23/HMK/04/2002 pada tanggal 7 Februari 2002.

23

e) Surat

Keterangan

Nomor

Pokok

Wajib

Pajak

(NPWP)

No.

01.001.691.3507.001. PT Misaja Mitra Pati yang merupakan salah satu perusahaan yang berinduk di perusahaan Toho Bussan Co. Ltd dalam hal pencarian market, produksinya tergantung order sesuai permintaan buyer. Sehingga dari awal berdiri sampai sekarang PT Misaja Mitra Pati ini telah memproduksi beberapa jenis produk udang beku. Pada awal produksi yaitu bulan April 1994 jenis produksinya yaitu block frozen TSK brand, pada bulan Agustus 1995 mulai memproduksi PDTO Nobashi Ebi NISSUI brand. Bulan Juli 1996 memproduksi breaded

shrimp NISSUI brand dan pada bulan Oktober 2003 memproduksi HO PDTO bread shrimp NISSUI brand. Sistem penerapan mutu yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati disesuaikan dengan tujuan pasar. Perkembangan penerapan mutu dan beberapa penghargaan yang diperoleh antara lain : a) Memperoleh sertifikat HACCP pada Desember 1999 b) 10 besar terbaik kategori penerapan HACCP di perusahaan perikanan seluruh Indonesia pada bulan Desember 2000. c) Penghargaan A Excellent untuk penerapan HACCP dan GMP pada Desember 2001. d) Start HPLC pada bulan Februari 2005. e) Meraih Higer Level Certificate of Comformity dari EFSIS Eropa sebagai perusahaan penyedia produk makanan sesuai standar EFSIS Eropa pada Juli 2005. f) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001:2000 (License No. QEC22876) pada bulan Oktober 2005. g) Meraih sertifikat Quality Management System ISO 9001 : 2008 (License No. QEC22876) pada bulan April 2009. 3.2 Keadaan Perusahaan PT Misaja Mitra didirikan di atas tanah + 17.200 m2 dengan luas bangunan + 1.127,79 m2. Lokasi perusahaan bertempat di Jalan Raya Pati - Tayu Km.18, Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso Pati Jawa Tengah. Adapun batas-batas wilayahnya yaitu sebelah utara Kecamatan Tayu, sebelah selatan Kecamatan

24

Trangkil, sebelah timur perkampungan penduduk Desa Waturoyo, dan sebelah barat Jalan raya Pati-Tayu. Lokasi perusahaan sangat menguntungkan karena terletak di kawasan perikanan yang dekat dengan sumber bahan baku, lokasi perusahaan dekat dengan Jalan Raya Pati-Tayu yang memberikan kemudahan dan kelancaran transportasi, dan ketersediaan air yang melimpah. Selain itu di lokasi perusahaan upah tenaga kerja relatif murah sehingga dapat menekan biaya produksi. Bangunan pabrik terdiri dari satu unit kantor, beberapa ruangan lainnya yaitu ruang pembongkaran udang dari pemasok, ruang purchise, ruang potong kepala, ruang grading, 3 ruang proses, ruang laboratorium, 3 ruang packing, gudang penyimpanan bahan pengemas, 5 ruang air blast, 3 ruang ice flaker, 3 ruang cold storage, ruang perebusan alat, dan ruang penggiling roti. Selain itu terdapat bangunan penunjang lainnya seperti gudang, mushola, mess, ruang makan, dapur, kamar mandi dan WC, ruang ganti pakaian, ruang mesin dan control panel. Di halaman perusahaan terdapat tempat parkir, tempat tunggu supplier, dan pos kemanan yang terdapat di samping pintu masuk. Bangunan perusahaan terdapat dua lantai. Semua ruangan terdapat pada lantai satu, kecuali ruangan kamar ganti wanita dan gudang penyimpanan bahan pengemas. Setiap akan memasuki ruang proses terdapat bak pencuci kaki, tempat cuci tangan dan tirai plastik. Serta pada waktu akan masuk ruang proses terdapat penjaga, yang dikenal dengan koro-koro dan ruang air shower untuk menghilangkan adanya resiko rambut, debu-debu, dan benda-benda halus lainnya yang kemungkinana masih menempel pada pakaian atupun penutup kepala karyawan. 3.3 Struktur Organisasi Perusahaan PT Misaja Mitra Pati dipimpin oleh seorang General Manajer yang tugas pokoknya adalah mengambil keputusan operasional perusahaan, menetapkan kebijakan umum perusahaan, menentukan dan mengendalikan perusahaan, membina koordinasi yang baik dengan berbagai bidang kerja yang ada di bawahnya, meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Manajer Pelaksana (Kepala Bagian) serta bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan. General Manajer ini membawahi beberapa bagian yaitu bagian Quality Control,

25

bagian Mekanik, bagian Pembelian, bagian Proses, bagian Acounting, dan bagian umum dan administrasi. Setiap Kepala Bagian ini bekerja sesuai dengan bidang atau bagiannya dengan penuh tanggung jawab dan saling berkoordinasi. Meskipun demekian, masih dijumpai seorang kepala bagian membawahi dua bagian yaitu sebagai kepala bagian pembelian dan proses (produksi). a. Bagian Quality Control Bagian ini bertanggung jawab dalam mengendalikan, mengawasi dan menjamin kualitas/ mutu produk yang dihasilkan, serta bertanggung jawab atas sanitasi selama proses produksi yang berlangsung. Bagian Quality Control ini bertugas dari bahan baku datang untuk menguji kualitas bahan baku diskala laboratorium, dengan melakukan uji seperti pengujian kandungan antibiotik, histamin, dan lain-lain. Selain itu melakukan control setiap kali produksi sesuai dengan pedoman dan melakukan koreksi apbila terjadi kesalahan, serta memastikan produk yang dihasilkan masih bermutu tinggi. Dalam pelaksanaan proses produksi dilapangan, bagian QC ini juga dibantu bagian check line untuk membantu dalam pemantauan secara langsung proses produksi disetiap bagian. b. Bagian Mekanik Bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran dalam penggunaan mesinmesin pabrik, listrik, kendaraan, dan alat-alat penunjang lain seperti lori (kereta dorong), sensor suhu ruang, dan lain sebagainya. Bagian ini juga bertanggung jawab melakukan perbaikan apabila ada permasalahan, serta juga melakukan pemeliharaan gedung/bangunan dan jalan. Kepala bagian ini berhak untuk melakukan usulan penggantian mesin apabila mesin mengalami masalah dan terjadi penurunan efisiensi kerja dan tidak memungkinkan untuk dilakukan perbaikan. c. Bagian Pembelian Bagian ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Bagian ini menentukan pembelian bahan baku disesuaikan dengan order yang diminta pasar. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk membeli bahan baku yang nantinya akan dibekukan untuk produksi selanjutnya. Bagian ini dibagi 4 bagian antara lain purchase, survey, traceability, dan control; hal ini untuk memudahkan dalam keefektifan kerja.

26

d. Bagian Proses Bagain ini bertanggung jawab atas semua proses produksi dan membawahi bagian produksi, planning, control, dan warehouse (logistik). Bagian produksi bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan produksi. Dalam pelaksanaannya Bagian Produksi ini dibantu oleh beberapa supervisor dimana pada perusahaan ini disebut hanchou. Seorang hanchou ada disetiap tahapan proses produksi yang meliputi ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, grading mesin, koreksi, dan sampai ruang packing. Bagian planning bertanggung jawab atas perencanaan produksi yang akan dilaksanakan perusahaan sesuai dengan keadaan pasar dan sekaligus mengontrol jalannya proses produksi sehingga didapatkan produk yang bermutu tinggi. Sedangkan bagian control bertugas untuk mengontrol setiap tahapan proses untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dibagian proses. Dan bagian terakhir yaitu warehouse yang bertugas untuk mencukupi kebutuhan alatalat yang digunakan selama proses pembuatan produk. e. Bagian Accounting Bagian-bagian ini bertangguang jawab atas fungsi-fungsi keuangan meliputi pelaksanaan sistem pembukuan, anggaran, pemberian gaji pada karyawan dan pembiayaan dalam rangka mendukung kelancaran operasional perusahaan. Bagian Acounting dibagi menjadi bagian cost control (kasir) dan general ledger (pembukuan). Bagian kasir bertugas melakukan kegiatan penerimaan terhadap kegiatan tersebut. Seksi pembukuan bertugas membuat laporan kas dan bank harian setiap hari akhir kerja dan melaporkannya pada kepala bagian Acounting. f. Bagian Urusan Umum (General Affair) Kepala bagian dari bagian ini dikepalai langsung oleh manajer perusahaan. Bagian urusan umum ini dibagi menjadi bagian personalia, ekspor impor, dan warehouse. Bagian Personalia bertanggung jawab atas urusan kepegawaian dan kesejahteraan pegawai, seperti menyediakan tenaga kerja yang diperlukan perusahaan dan melakukan pegawasan terhadap kerja dan absensi karyawan. Disamping itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas keamanaan perusahaan, rumah tangga, pengawasan, dan pengelolaan stok/ persediaan barang digudang. Bagian ekspor impor bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor impor yang

27

dilakukan perusahaan. Sedangkan bagian warehouse bertanggung jawab atas pengadaan logistik, seperti bahan pengemas, dan lain sebagainya. 3.4 Tenaga kerja Tenaga kerja yang menjadi karyawan di perusahaan berasal dari daerah di sekitar Kecamatan Margoyoso Pati dan sekitarnya. Penerimaan pekerja di perusahaan dilakukan secara selektif. Tenaga kerja di perusahaan pada umumnya terdiri atas tiga golongan, diantaranya : 1. Karyawan bulanan, merupakan karyawan yang sistem pembayaran besar gajinya sama setiap bulannya. 2. Karyawan harian, merupakan karyawan yang sistem pembayaran gajinya berdasarkan jumlah hari kerjanya dalam satu bulan. 3. Karyawan borongan, merupakan pekerja yang bekerja pada saat perusahaan sedang berproduksi dengan kapasitas bahan baku yang cukup banyak. Sistem pembayaran gaji pekerja borongan disesuaikan dengan banyaknya hasil produksi yang mereka peroleh dalam sehari. Jumlah data tenaga kerja di perusahaan berdasarkan status kerja pada bulan Agustus 2009 disajikan pada Tabel 5. Tabel 6. Jenis dan jumlah karyawan Jenis Karyawan 1. Bulanan 2. Harian 3. Borongan Jumlah
Sumber : Bagian Personalia PT Misaja Mitra Pati (2009)

Jumlah karyawan 37 orang 110 orang 149 orang 296 orang

Jam kerja di PT Misaja Mitra Pati, dimulai pada hari Senin sampai dengan Kamis dari pukul 08.00 16.00 WIB dengan jam istirahat pukul 12.00 13.00 WIB. Sedangkan hari Jumat sampai dengan hari Sabtu dimulai dari pukul 08.00 15.00 WIB, dengan waktu istirahat yang sama kecuali pada hari Jumat, waktu istirahat lebih lama yaitu pukul 11.30 13.00 WIB. Apabila jumlah produksi meningkat, maka akan diberlakukan kerja lembur dengan pemberian kompensasi berdasarkan tambahan jam kerja.

28

Berbeda dengan pekerja yang lain, bagian mekanik dan petugas keamanan dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pertama jam 06.00 - 14.00 WIB, shift kedua jam 14.00 - 22.00 WIB, dan shift tiga jam 22.00 - 06.00 WIB. Hal ini bertujuan untuk mengawasi kerja mesin terutama pada cold storage agar bekerja sesuai dengan semestinya untuk bagian mekanik. Sedangkan untuk bagian keamanan untuk menjamin lingkungan pabrik tetap aman. Untuk kesejahteraan karyawan di perusahaan mendapat jaminan melalui program JAMSOSTEK. Jaminan perusahaan melalui program JAMSOSTEK ini meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminaan kematian, dan jaminan hari tua. Jaminan ini berlaku untuk semua jenis atau kelompok karyawan diperusahaan.. 3.5 Fasilitas Perusahaan Secara keseluruhan ruangan-ruangan pada bangunan proses produksi berdinding porselen dan keramik serta berlantai keramik putih agar mudah dibersihkan. Lantainya dibuat dengan kemiringan 5o ke arah saluran pembuangan air agar air mudah mengalir dan lantai tidak becek. Setiap pintu dilengkapi dengan tirai plastic dan insect killer agar udara luar tidak terlalu banyak mempengaruhi suhu ruang proses dan mencegah masuknya serangga ke dalam ruang proses. Selain dilengkapi dengan tirai plastic, pada pintu masuk disediakan tempat cuci kaki dan tangan. Pada pintu masuk dilengkapi juga dengan ruang gelap agar serangga tidak dapat masuk ke ruang produksi. Bangunan di sekeliling pabrik terdiri dari ruang istirahat, ruang ganti pakaian, kamar mandi, WC, pos penjagaan, gudang pendingin, bengkel, gardu listrik, musholla, dan ruang penampungan air bersih. Bangunan-bangunan lain yang terdapat di PT Misaja Mitra Pati adalah tempat parker, ruang pertemuan, mess, pos satpam, dan gudang bahan penolong. Adapun denah bangunan dari PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Lampiran. 3.5.1 Fasilitas Produksi Fasilitas produksi yang digunakan oleh PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai berikut : 1. Meja kerja

29

a) Meja sortasi, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat dilakukan sortasi mutu, size, dan warna. Ukuran dari meja sortasi ini adalah 200 x 100 x 90 cm3 yang terdapat pada ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, dan TSK. b) Meja potong kepala, yaitu meja yang digunakan untuk tempat udang pada saat dilakukan pemotongan kepala. Ukuran dari meja potong kepala ini adalah 200 x 100 x 90 cm3 dan bagian pinggir dari meja tersebut dilengkapi dengan saluran pembuangan kepala dan mengarah pada keranjang yang berada di bawah meja. Pada meja ini dibuat miring sehingga tidak ada genangan air di tengah meja. c) Meja kupas dan pencabutan usus, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat dilakukan pengupasan kulit udang dan pencabutan usus. Ukuran dari meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan terdapat 8 buah pada ruang proses. d) Meja susun, yaitu meja yang digunakan pada saat penyusunan udang dalam inner pan. Ukuran meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan terdapat di ruang TSK. e) Meja tiris, yaitu meja yang digunakan untuk meniriskan air pada udang sebelum udang ditimbang dan terbuat dari bahan stainless steel. Meja tiris terdapat pada ruang penerimaaan bahan baku. 2. Keranjang a) Keranjang plastik berlubang-lubang berbentuk persegi panjang dengan tiga macam ukuran, yaitu: 1) Ukuran besar (80 x 40 x 30) cm3. Keranjang ini berfungsi sebagai wadah udang pada saat pembongkaran dan pencucian udang dalam bak fiberglass setelah udang dipotong kepala. 2) Ukuran sedang (50 x 40 x 30) cm3, yang berfungsi dalam proses sampling dan untuk menampung hasil sortasi. 3) Ukuran kecil (30 x 20 x 10) cm3, digunakan dalam proses sampling, sebagai wadah sementara bagi udang hasil potong kepala dan cabut usus serta sebagai wadah untuk penimbangan udang (1,8 kg) sebelum disusun dalam pan.

30

b) Blong plastik yang berupa kantong berbentuk bulat dengan ukuran sebagai berikut : 1) Diameter tutup 40 cm dengan kapasitas 50 liter yang berfungsi sebagai tempat penampungan udang pada saat pembelian, sebagai wadah tepung panko (tepung roti untuk produk panko ebi) dan sebagai tempat penampungan air untuk membersihkan pakaian karyawan dan lantai yang kotor. 2) Diameter tutup 20 cm dengan kapasitas 20 liter yang berfungsi sebagai wadah kepala dan kulit udang yang akan dijual ke peternak bebek. c) Bak fiberglass Bak fiberglass yang digunakan terdiri dari berbagai macam ukuran, yaitu : 1) Ukuran (200 x 175 x 75) cm3 dengan kapasitas 500 kg yang digunakan untuk menampung udang yang belum dapat diproses jika suplai bahan baku melebihi kapasitas produksi per hari (5 ton per hari). 2) Ukuran (125 x 70 x 60) cm3 dengan ka[asitas 250 kg, digunakan untuk penampungan udang yang akan diproses dan untuk pencucian udang setelah pemotongan kepala dan setelah proses koreksi. 3) Ukuran (100 x 60 x 50) cm3 dengan kapasitas 100 kg yang digunakan intik pencucian udang setelah proses sampling. 3. Timbangan PT Misaja Mitra Pati menggunakan empat macam timbangan, yaitu : a. Timbangan duduk merk Yamato (model D903), dengan kapasitas 10 100 kg, berfungsi untuk penimbangan udang setelah proses pembongkaran dan proses pemotongan kepala. b. Timbangan gantung dengan merk Hakutou dengan kapasitas 200 gr -4 kg yang digunakan untuk menimbang sampel udang pada saat penerimaan bahan baku dan penimbangan udang 1,8 kg sebelum disusun dalam pan. c. Timbangan digital dengan merk And (model EW-3006), dengan kapasitas 2 kg yang digunakan untuk menetukan size udang yang akan

31

dipanjangkan tubuhnya pada pengolahan produk jenis nobashi ebi dan sumisho. 4. Pengatur waktu Alat ini berfungsi untuk memberi tanda kepada karyawan untuk melakukan sanitasi, baik karyawan itu sendiri maupun ruang kerja. Merk pengatur waktu yang digunakan adalah Omron (model H3CR-A8) yang dapat dinyalakan sesuai kebutuhan setiap ruang kerja. 5. Pan pembeku Terdapat tiga macam pan pembeku yang digunakan, yaitu : a. Inner pan yang berukuran (30 x 20 x 70) cm3, digunakan untuk pembekeuan produk jenis block frozen. Inner pan dilengkapi dengan dua lapis lempengan logam sebagai contact plate. b. Long pan yang berukuran (60 x 20 x 6) cm3, berfungsi sebagai wadah inner pan dalam pembekuan produk jenis block frozen (pembekuan dengan menggunakan air) dan digunakan sebagi wadah dalam pembekuan produk jenis sumisho (pembekuan tanpa menggunakan air). Sebuah long pan dapat memuat dua buah inner pan. c. Pan pembeku berukuran (60 x 30 x 5) cm3, digunakan sebagai wadah pembekuan produk jenis panko ebi. 6. Kereta dorong (lori) Lori digunakan sebagai alat pengangkut di sekitar unit pengolahan, yaitu untuk mengangkut pan-pan dari contact plate freezer ke bagian pengemasan, untuk mengangkut barang-barang persediaan untuk disimpan di gudang, dan untuk mengangkut es curah ke seluruh unit pengolahan. 7. Rak dorong Rak dorong digunakan sebagai tempat untuk meletakan pan-pan pembeku yang berisi tray (wadah plastic untuk meletakkan produk jenis panko ebi) yang akan dibekukan di dalam kamar pembeku air blast freezer. Rak ini berukuran (50 x 50 x 180) cm3 dan terdiri dari 20 rak yang dapat menampung 40 buah pan pembeku. 8) Shrimp size grading machine (mesin pemisah ukuran udang)

32

PT Misaja Mitra Pati memiliki mesin pemisah ukuran udang dengan merk Yokozaki sebanyak dua unit, berfungsi untuk memisahkan udang hasil potongan kepala ke dalam delapan ukuran, yaitu (mulai dari ukuran terbesar sampai terkecil) 5L, 4L, 3L, 2LB, 2LK, L, M, dan MS. Mesin ini dilengkapi dengan 81 buah piringan berjalan yang berfungsi sebagai timbangan dan digerakkan dengan tenaga listrik. Setiap piringan hanya dapat memuat satu ekor udang dan akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukurannya ke dalam keranjang-keranjang yang telah diletakkan dibawah mesin. Selama satu jam mesin ini mampu memproses udang yang di grading sebanyak 300 kg. 9) Metal detector Metal detector atau alat produksi logam digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan logam yang dapat mengkontaminasi produk, baik produk udang beku, tray pack maupun jenis panko ebi. Alat pendeteksi logam yang dimiliki PT Misaja Mitra Pati bermerk Anritsu yang berjumlah dua unit. Alat ini akan mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring jika mendeteksi adanya logam pada produk. 10) Pendingin udara (AC) Fungsi utama alat ini alat ini adalah untuk menjaga supaya suhu ruang kerja tetap bersuhu rendah,yaitu sekitar 15-20oC. Selain itu juga untuk menjamin kenyamanan kerja bagi karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas yang akan mempengaruhi produk udang beku maupun panko ebi dimana produk tersebut tidak boleh mempunyai suhu permukaan lebih dari 5 oC. Mesin pendingin udara yang digunakan adalah AC dengan merk Toshiba. 11) Water chiller Kebutuhan PT Misaja Mitra akan air dingin cukup besar. Water chiller yang digunakan untuk mendinginkan air mempunyai kapasitas 0,5-30 ton/tanki. Mesin yang digunakan adalah Bitzer (tipe 46-2) dan Box (tipe F5). 12) Ice flaker Jenis es yang digunakan dalam proses produksi adalah es curai yang tidak merusak jaringan udang apabila tertimbun dalam es tersebut. Ice flaker di PT Misaja Mitra Pati ada beberapa unit, yaitu IF no. 1 dengan kapasitas 5 ton/hari merk Mycom (tipe TWF N4WA); IF no.2 dengan kapasitas 5 ton/hari merk

33

Mycom (model F8C2); dan IF no.3 kapasitas 10 ton/hari merk Mitsubishi (model ERW 450A). 13) Sarana pembekuan Dalam melaksanakan proses pembekuan, PT Misaja Mitra Pati menggunakan dua macam pembekuan, yaitu : 1) Contact plate freezer (CPF) PT Misaja Mitra Pati mempunyai dua unit contact plate freezer horizontal. CPF dengan merk Nissin dan Sabroe dengan kapasitas masing-masing 650 kg dan 350 kg, suhu pembekuan -40oC dan lama pembekuannya untuk Nissin selama 4,5 jam sedangkan untuk Sabroe selama 2,5 jam. CPF tersebut menggunakan bahan pembeku (refrigerant) Freon 22. Sebelum dinyalakan terlebih dahulu pompa hidrolik dihidupkan sehingga masing-masing rak merapat satu dengan yang lainnya. Jika CPF dinyalakan maka refrigerant akan mengalir ke dalam rak dan proses pembekuan akan berjalan. 2) Air blast freezer (ABF) ABF merupakan kamar pembeku berukuran (3 x 3 x 4) m3 dengan suhu -35oC dan menggunakan sistem hembusan udara dingin dengan refrigerant freon 12. Kamar pembeku ini digunakan untuk membekukan produk jenis panko ebi yang membutuhkan waktu selama dua jam. Agar pembekuan optimal jumlah rak dorong berisi panko ebi yang masuk setiap kali pembekuan dibatasi 6 buah rak dorong. ABF yang ada di PT Misaja Mitra Pati berjumlah 5 unit. 14) Sarana penyimpanan dengan suhu rendah Penyimpanan dengan suhu rendah atau pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah daripada suhu diluar ruangan. Sebagian penahan penurunan suhu PT Misaja Mitra Pati menggunakan beberapa ruang penyimpanan dingin, diantaranya adalah cold storage. PT Misaja Mitra Pati memiliki beberapa cold storage yang mengunakan sistem air blast freezer dengan refrigerant freon 12. Cold storage pertama digunakan untuk menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah

34

dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama digunakan untuk menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama ini menggunakan merk Bitzer (tipe 46-2, Jerman) bersuhu -25oC. Cold storage yang kedua digunakan untuk menyimpan panko (roti) yang tersebut dari container yang dimodifikasi menjadi tempat penyimpanan dengan mesin pendingin Bitzer (tipe SGF-2,Jerman) bersuhu - 20oC. 15) Streamer alat-alat prosessing Untuk memastikan higienitas alat-alat produksi terutama yang

bersinggungan langsung dengan produk akhir, maka alat produksi tersebut harus di streamer supaya kontaminasi bakteri dapat diminimalkan. Proses steamer dilakukan dengan memompakan udara panas dari boiler ke dalam bak melalui pipa galfanis yang berdiameter 1 inch. Boiler tersebut menggunakan thermostat yang bersuhu 85oC. Proses steamer itu sendiri berlangsung kurang lebih selama 10-15 menit. 16) Mesin pengemas Mesin pengemas yang digunakan PT Misaja Mitra Pati untuk mengemas produk (terutama jenis panko ebi) adalah mesin Omori (tipe M5000/I, Jepang) sebanyak dua unit. Mesin ini digunakan untuk bahan pengemas jenis pillow bag yang dapat mengemas produk dengan kecepatan tinggi. 17) Strapping band Strapping band adalah alat yang digunakan untuk mengikat master karton dengan tali polypropylene. Alat strapping band yang dimiliki PT Misaja Mitra Pati berupa strapping band semi otomatis dengan spesifikasi merk Meiwa (tipe TP-201 dan TP-202) yang mempunyai kecepatan ikatan 2,5 detik/strap. 18) Aerator limbah Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi diolah secara primer di dalam bak pengolahan limbah menggunakan aerator dengan menggunakan merk Aerojet (tipe MTQ 2, daya 1-2HP). Aerojet ini berfungsi untuk mengaerasi llimbah sehingga klorin yang terbawa dalam limbah diharapkan dapat menguap dan tidak mengganggu lingkungan.

35

3.5.2 Fasilitas penunjang Fasilitas lain yang digunkan untuk menunjang kegiatan produksi meliputi : 1. Telepon 2. Faximile 3. Mobil 4. Sepeda motor 5. Komputer 6. Laptop 7. Internet 8. Lapangan olahraga 9. Tong sampah 10. Lampu neon 11. Dispenser 12. Sapu, alat pel, dan lain-lain 3.5.3 Dampak keberadaan perusahaan terhadap masyarakat terkait. Keberadaan perusahan PT Misaja Mitra Pati bagi masyarakat di sekitarnya cukup memberikan dampak positif. Adanya PT Misaja Mitra Pati, mampu menyerap tenaga kerja yang ada di sekitar area perusahaan sehingga dapat memberikan masukan pendapatan kepada masyarakat. Selain itu, sistem pengolahan limbah cair yang baik juga telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertanian di sekitar perusahaan, karena air limbah yang mengandung berbagai macam komponen yang berasal dari ruang produksi ternyata bersifat menyuburkan tanah dan membuat tanaman lebih baik pertumbuhannya.

36

4. PENGEMBANGAN HACCP PADA PROUK PEELED BEKU 4.1 Penilaian Status Kelayakan Dasar Syarat utama dan mutlak yang harus dipenuhi oleh sebuah industri atau perusahaan untuk menerapkan system manajemen keamanan pangan (dalam hal ini HACCP) adalah terpenuhinya syarat kelayakan dasar. Tanpa terpenuhinya kelayakan dasar sebuah industri atau perusahaana tidak diperbolehkan menerapkan HACCP. Sesuai dengan namanya, kelayakan dasar merupakan pondasi dasar untuk menerapkan sistem keamanan pangan atau HACCP. Secara garis besar kelayakan dasr mencakup dua aspek penting, yaitu halhal yang terkait dengan cara berproduksi yang baik dan benar ( Good Manufacturing Practises) dan standar operasi yang berkaitan dengan sanitasi dan hygiene proses produksi (Sanitation Standard Operating Procedure). 4.1.1 Good manufacturing practices Sebagaimana yang telah disebut dalam SNI 01-2705.2-1992, terdapat 9 persyaratan yang harus dipenuhi untuk menerapkan Good Manufacturing Practices, yaitu - Persyaratan bahan baku, - Persyaratan bahan pembantu dan bahan tambahan pangan, - persyaratan produk akhir, - Persyaratan penanganan, - Persyaratan pengolahan, - Persyaratan pewadahan dan atau pengemasan, - Persyaratan penyimpanan, - Persyaratan pengangkutan dan distribusi, dan - Persyaratan sanitasi dan hygiene perusahaan/unit pengolahan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 3 aspek saja yang terdiri dari aspek bahan baku, aspek bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi, dan aspek tahapan proses produksi. 4.1.1.1 Bahan baku Bahan baku udang yang digunakan PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis Black Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu ( Penaeus monodon), White shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour).

37

Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu, Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu udang dan air maksimal 5 oC. Bahan baku udang yang diperoleh merupakan bahan baku yang sesuai dengan persyaratan dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan (mengacu standar pembeli/buyer, dan SNI). Bahan baku diuji secara fisik, kimiawi maupun mikrobiologis. Bahkan perusahaan mengharuskan pemasok bahan baku

menyertakan keterangan dan dokumen bahan baku secara detail dan lengkap. Perusahaan akan melakukan cross check keterangan yang ada dalam dokumen dengan hasil pengujian laboratorium perusahaan, apabila ditemukan

penyimpangan atau ketidaksaman data maka bahan baku akan dikembalikan ataupun ditolak. 4.1.1.2 Bahan pembantu dan bahan tambahan Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan selama proses pembuatan produk udang kupas (peeled) beku adalah es curia dan air berklorin. PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm. Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor ( buyer). Air yang digunakan di ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada

38

kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan teknik sanitasi. Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Konsentrasi klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Konsentrasi penggunaan klorin Penggunaan klorin Pencucian tangan Pencucian kaki Pencucian peralatan Pencucian udang Bahan baku (HO) Potong kepala Koreksi PDTO Kupas (PD)
Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)

Konsentrasi Klorin 5 ppm 100 ppm 100 ppm

200 ppm 150 ppm 50 ppm 50 ppm 5-10 ppm

4.1.1.3 Tahapan proses produksi udang kupas (peeled) beku Tahapan proses pembuatan produk udang kupas (Peeled) beku adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan bahan baku Bahan baku yang diproses di PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis Black Tiger atau yang lebih dikenal dengan udang windu ( Penaeus monodon), White shrimp (Penaeaus indicus), dan Pink shrimp (Metapenaeus endevour). Penerimaan bahan udang tersebut berasal dari supplier yang mendatangkannya langsung dari tambak di daerah Pati, Demak, Jepara, Kendal, Indramayu, Pekalongan, Brebes, dan Cirebon. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau pick up yang ditempatkan pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu udang dan air maksimal 5 oC.

39

Proses pembongkaran udang dilakukan di dalam ruang pembongkaran yang tertutup agar tidak terkena sinar matahari sehingga suhunya tetap terjaga dingin. Ruang pembongkaran berada di sebelah ruang purchase (penerimaan). Antar ruangan tersebut dihubungkan dengan lubang kecil yang dilengkapi plastic curey atau tirai plastik untuk menjaga kualitas suhu ruang. Proses penerimaan udang dari ruang pembongkaran udang dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses penerimaan bahan baku Bahan baku yang akan diproses menjadi produk harus mempunyai tingkat kesegaran tinggi, dimana udang tersebut harus memenuhi kriteria udang segar. Kegiatan yang berlangsung di ruang penerimaan yaitu sortasi mutu dan ukuran udang, penentuan size, pencucian I, dan pengambilan sampel untuk dilakuakan pengujian laboratorium. Pembayaran kepada supplier dilakukan setelah bahan baku ditimbang. Size udang menentukan harga beli udang. Bahan baku yang telah diterima dipertahankan suhunya tetap pada kisaran yang rendah (tidak lebih dari 5oC). Bahan baku yang diterima dilakukan pengujian organoleptik, antibiotik dan K-point (Keuvler-Point). Pengujian organoleptik dilakukan udang sebelum dan sesudah dilakukan perebusan. Perebusan bertujuan untuk mengetahui apakah udang mengandung minyak atau zat lain yang aromanya berbeda dengan aroma udang segar, selain itu untuk mengetahui kekenyalan dan kesegaran udang. Sedangkan pengujian antibiotik disesuaikan dengan permintaan yang diinginkan dari buyer. Pengujian K-point merupakan pengujian untuk megetahui tingkat kesegaran udang yaitu pengujian kandungan zat hypoxantin.

40

2. Koreksi I Proses koreksi dilakukan untuk memisahkan udang sesuai dengan standar perusahaan dan yang tidak sesuai. Pada proses koreksi ini udang yang tidak masuk standar dipisahkan dalam lima buah basket yang berbeda yaitu udang ukuran besar, kecil, udang mutu 2, udang kulit muda, dan udang broken. Udang ukuran besar dan kecil dari standar akan dilakukan pembelian dengan harga yang berbeda sesuai dengan ukuran sizenya. Udang mutu 2 yaitu dengan ciri ada bagian yang patah dibeli dengan pemotongan harga Rp 2.500,00/kg. Udang kulit muda akan dibeli dengan harga 50% dari harga standar dan untuk udang broken dengan ciri bau, merah dan udang biru akan ditolak. Koreksi dilakukan dengan cepat dan pada suhu ruangan tidak lebih dari 20oC untuk menjaga agar bahan baku tetap segar. Koreksi dilakukan di atas meja stainless dengan kemiringan kurang lebih 5o sehingga air mudah mengalir saat dilakukan pembersihan. Proses koreksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses sortasi bahan baku Pada proses koreksi I dilakukan juga proses penentuan size dan penimbangan. Penentuan size ini bertujuan untuk penentuan harga dari udang, dengan size udang yang semakin besar maka harganya semakin mahal. Selain itu penentuan size bertujuan untuk mengetahui jenis produk yang akan diproduksi oleh perusahaan sesuai dengan bahan baku yang masuk. Penentuan size pada PT Misaja Mitra Pati ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu apabila udang > 50 kg, maka penentuan size dilakukan dengan penimbangan per kg. Banyaknya udang 1 kg merupakan size dari udang tersebut. Sedangkan apabila bahan baku > 50 kg penentuan size dikenal dengan sistem kretek, yaitu udang yang berada dalam keranjang berukuran 25 kg dibagi dalam 5 keranjang kecil. Kemudian

41

salahsatu keranjang kecil diambil sebagai sampling yang menentukan size udang. Size udang yaitu jumlah udang (ekor) dibagi dengan berat timbangan dari sampling yang dipakai. Proses kretek lebih sering dipakai dikarenakan bahan baku yang dating setiap dating biasanya > 50 kg. Proses kretek dapat dilihat pada Gambar 4.

G a

Gambar 4. Proses penentuan size dengan cara kretek Setelah diketahui penentuan size udang kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui berapa total harga yang harus dibayar oleh perusahaan. Penimbangan dibedakan antara udang standar dengan udang mutu dua, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi harga udang. 3. Pencucian I Pencucian udang dilakukan setelah proses penimbangan yang dilakukan dengan menggunakan air klorin 200 ppm (NaOCL) bersuhu 0 - 5oC dalam sebuah fiber bervolume 250 liter selama 30 detik. Tujuan dari pencucian awal ini yaitu untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan bau yang melekat pada udang tersebut, sehingga kotoran-kotoran yang terbawa dari tambak maupun air laut akan larut pada pencucian tersebut. Setelah dari bak pencucian I udang diangkat dengan keranjang plastik untuk kemudian dibilas dengan air dingin biasa, fungsinya untuk pembilasan dan mengurangi kandungan klorin yang terdapat pada tubuh udang. Proses pencucian I dapat dilihat pada Gambar 5.

42

Gambar 5. Proses pencucian I Udang yang telah dibilas kemudian dipindahkan ke ruang potong kepala. Pemindahan dilakukan dengan melewatkan keranjang plastik ke sebuah bak air dingin yang menghubungkan ruang purchise dan ruang potong kepala. Hal ini berfungsi untuk menjaga kesegaran udang dan untuk meringankan proses pemindahan. Setiap keranjang plastik diberi label supplier udang, untuk memberi tanda asal bahan bakunya. 4. Pemotongan kepala Pemotongan kepala hanya dilakukan dengan menggunakan sok yang dipasang pada ibu jari dan terbuat dari bahan stainless. Untuk jenis head on (H/O) juga dilakukan proses diruang yang sama, tetapi hanya berupa pemotongan antena, rostrum, dan membelah bagian perut untuk menghilangkan kotoran di dalamnya. Adapun cara pemotongan kepala (deheading), sebagai berikut: Udang dipegang punggungnya dengan tangan kiri, dalam posisi tengkurap. Jempol tangan kanan menggunakan alat pemotong yang disebut skop terbuat dari bahan stainless Kulit dan kaki jangan dibuang, ekor jangan sampai terpotong. Pada saat pencabikan kepala udang mengarah kesamping, dilakukan

dengan hati-hati agar tidak terbawa genjer dan tidak merusak udang tersebut. Dalam pemotongan,organ-organ masih melekat di kepala harus

dibersihkan. Adapun sketsa gambar pemotongan kepala, seperti pada Gambar 6.

43

Gambar 6. Cara Pemotongan Kepala (Deheading)

Proses pemotongan kepala dilakukan dengan menggunakan dua lapis sarung tangan. Pada lapisan dalam, sarung tangannya terbuat dari karet size S, setiap selesai produksi, sarung tangan ini harus dibuang dan sebaiknya tidak digunakan lagi karena sarung tangan ini terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak bisa dicuci kembali jika digunakan untuk produksi lagi maka besar kemungkinan akan terjadinya kontaminasi dari bahan baku. Sedangkan untuk lapisan luar, sarung tangannya terbuat dari kain. Sarung tangan ini bisa digunakan kembali atau berkali-kali. Setelah sarung tangan ini digunakan maka harus langsung dicuci dengan larutan khlorin 150 ppm dan dibilas dengan air bersih berulang kali. Proses pemotongan kepala dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses pemotongan kepala udang Proses pemotongan kepala dilakukan diatas meja yang terbuat dari stainless yang cekung ditengah dan disetiap sisinya dilengkapi dengan tempat untuk pembuangan kepala yang menuju keranjang dibawah meja. Hasil dari potongan kepala disimpan didalam keranjang kecil kapasitas 25 kg. Setelah itu dimasukkan kedalam ember plastik yang diberi tambahan es curai agar tidak terjadi kenaikan suhu yang mengakibatkan kerusakan bahan. Sebelum dilakukan pencucian II dilakukan penimbangan dari proses potong kepala tersebut.

44

5. Pencucian II Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan membunuh bakteri pathogen terutama dari sisa proses potong kepala. Udang dicuci pertama kali dengan memasukkannya ke dalam sebuah viber yang bervolume 250 liter yang dilengkapi dengan sistem aerator (gelembung-gelembung udara) yang berfungsi mendorong kotoran yang masih menempel agar terlepas dari tubuh udang. Setelah itu udang dipindahkan ke viber 250 liter lainnya dengan kadar klorin 150 ppm. Dan tahap terakhir yaitu udang dibilas dengan air biasa sebelum dimasukkan ke ruang grading. Pada proses pencucian ini suhu air pencucian 5oC yang dilakukan masing-masing selama 30 detik. Bak pencucian pada proses pencucian II dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Bak pencucian pada proses pencucian II 6. Grading Machine Penentuan size dilakukan dengan menggunakan mesin grading sebanyak dua unit. Satu unit mesin grading dilengkapi dengan 81 piringan tempat meletakkan udang dan berkapasitas 272 kg/jam. Putaran mesin disesuaikan dengan kemampuan operator, dimana waktu yang dibutuhkan dalam satu kali putaran adalah 25 detik. Teknik yang diterapkan pada mesin grading ini adalah semi otomatis. Proses penentuan size dengan mesin dapat dilihat pada Gambar 9.

45

Gambar 9. Proses grading machine Udang diletakkan satu persatu pada piring mesin, kemudian piring ini akan berputar dengan sendirinya secara otomatis bila piring tersebut melewati timbangan maka piring tersebut akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukuran atau berat yang telah diatur pada mesin tersebut. Udang yang dijatuhkan akan terkumpul pada basket yang berada didalam kapal mesin yang telah direndam air dingin dengan suhu 5 oC. Setelah proses ini udang kemudian diangkut menuju ruang TSK untuk dilakukan proses koreksi. Adapun standar size yang ditetapkan oleh PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Standar size Grading Machine di PT. Misaja Mitra Pati Size (ukuran) 5L 4L 3L 2LB 2LK L M MS Berat (gr) 25,1 24,8 19,8 19,5 15,7 15,4 13,6 13,3 12,7 12,4 10,6 10,3 9,9 9,6 6,4 6,1

7. Kupas (Peeling) Udang yang akan dikupas akan di simpan diatas meja stainless, proses pengupasan dilakukan berdasarkan warna udang yang telah dipisahkan dari ruang penyortiran. Proses pengupasan dilakukan dengan menggunakan alat kupas

46

terbuat dari stainless steel yang steril dan diberi nomor, proses pengupasan dilakukan secara hati-hati dan cepat selama proses pengupasan berlangsung udang harus selalu ditaburi es curai agar suhu udang tetap terjaga.

Gambar 10. Pengupasan Kulit Udang Proses pengupasan udang adalah sebagai berikut : Udang dipegang dengan tangan kiri dengan posisi perut menghadap keatas, kemudian tiga ruas paling depan dikupas oleh tangan kanan dan dilanjutkan dengan ruas berikutnya, limbah yang berupa kulit ditampung dalam keranjang yang berwarna biru dan hijau. Udang yang telah dikupas kulitnya akan disimpan didalam basket yang berkapasitas 1 kg. Basket yang berisi udang kupas akan disusun diatas basket es curai kemudian dilanjutkan pada tahap pencabutan usus. 8. Cabut Usus (Deveining) Pencabutan usus dilakukan secara manual dengan alat bantu berupa kawat stainless steel yang pangkalnya terbuat dari teflon yang biasanya disebut Kulk. Pencabutan usus ini dilakukan untuk menghilangkan sumber bakteri yang terdapat pada usus yang dapat menyebabkan pembusukan, proses pencabutan usus dilakukan dengan hati-hati agar usus tidak patah sehingga masih tertinggal pada tubuh udang, selain itu agar tidak merusak fisik udang. Pencabutan usus dilakukan pada 2 tempat yaitu pada bagian punggung dan pada depan ruas ekor (catatan : apabila pada tusukan pertama usus sudah tercabut semua maka, tusukan kedua tidak perlu dilakukan) cara pencabutan usus dapat dilakukan seperti pada Gambar 11.

47

Gambar 11. Cabut Usus Udang Rendemen yang dihasilkan dari proses pencabutan usus ini mencapai ratarata 83%. Selama proses ini suhu udang harus tetap dijaga 5o C supaya udang tidak mengalami pembusukan. Usus yang sudah dikeluarkan dimasukkan kedalam larutan Chlorine 50 ppm, penggunaan es sebagai alas dan pemberian pemberian es curai secara merata untuk menjaga kesegaran mutu udang. Selama proses pencabutan usus dilakukan pengoreksian terhadap hasil pencabutan usus dari masing-masing karyawan. Apabila terdapat kotoran-kotoran baik berupa serpihanserpihan kulit udang usus juga sering tertinggal akibat pencabutan yang kurang hati-hati. Pengoreksian ini dilakukan agar tidak terjadi kendala-kendala yang berupa logam pada saat melalui metal detector. 9. Koreksi II Proses koreksi dua ini dilakukan untuk memilih mutu dan warna udang. Selama proses koreksi udang di atas meja harus diberi es curah untuk menjaga suhu udang. Proses koreksi ini dilakukan diruang TSK, setelah bahan baku diangkut dari ruang greading. Biasanya bahan baku dari produk udang block beku tanpa kepala ini merupakan udang yang sizenya tidak masuk untuk pembuatan jenis produk udang beku lainnya. Proses koreksi II dapat dilihat pada Gambar 12 dan spesifikasi size produk udang block head less (H/L) di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 8.

Gambar 12. Proses koreksi II

48

Mutu udang tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dibagi dalam 4 jenis mutu, yaitu mutu A, mutu B, mutu L, dan mutu C. Spesifikasi mutu udang tanpa kepala beku masing-masing mutu sebagai berikut : Mutu A : 1. Udang segar 2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor 3. Warna cerah segar, dan mengkilat alami 4. Tidak ada black spot Mutu B : 1. Udang segar 2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor 3. Warna kurang mengkilat 4. Tidak ada black spot Mutu L : 1. Udang segar 2. Daging lembek 3. Warna sudah mengalami perubahan 4. Tidak ada black spot Mutu C : 1. Udang kurang segar, kulit lembek, daging lembek 2. Sudah menglami perubahan warna 3. Ada black spot pada ekor

49

Tabel 9. Spesifikasi size produk udang tanpa kepala beku Kode size Isi per block (1,8 kg) 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 11 12 16 Under 4 46 6 -8 8 12 13 -15 16 20 21 -25 26 -30 31 40 41 - 50 51 60 61 -70 71 -100 17 under 19 1 31 2 39 3 54 4 70 4 90 4 112 7 140 10 180 15 225 20 260 20 330 30

10. Pencucian III Udang yang telah melewati serangkaian proses koreksi kemudian dilakukan tahap pencucian yang ke-3 dengan menggunakan air dingin dengan suhu tidak lebih dari 5oC dengan penambahan klorin sebesar 5 ppm dengan diaduk-aduk selama 30 detik. Untuk memastikan pencucian 30 detik digunakan bell alarm. Setelah 30 detik udang dicuci dengan air dingin biasa dengan suhu kurang dari 5oC. Setelah proses pencucian sebelum ditimbang udang ditiriskan di rak khusus selama 10 menit. Proses pencucian III dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses pencucian III

50

11. Penimbangan dan pelabelan Udang yang berukuran sama mutu dan warnanya akan ditimbang

perblock, berat perblock telah ditentukan sesuai kesepakatan antara perusahaan dan buyer. Dalam hal ini perusahaan menetapkan standar udang untuk tiap blocknya adalah 1,8 kg atau 1800 gr dengan tambahan 2-3% agar mencegah terjadinya penurunan berat akibat penyusutan pada saat preoses pembekuan. Proses penimbangan dan pelabelan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Proses penimbangan dan pelabelan Udang dilakukan penimbangan dengan menggunakan basket atau kranjang plastik kecil, setelah beratnya masuk dalam standar size kemudian udang di masukkan dalam inner pan. Hasil dari timbangan tersebut di dalamnya diberi label sesuai dengan mutu, size, dan jumlah ekor udang. Warna label disesuikan dengan mutu produk, perbedaan warna label sesuai mutu produk dapat dilihat pada Tabel 9. Dalam menunggu proses penyusunan udang di bagian atasnya diberi es curah untuk mempertahankan suhu rendah udang tersebut. Tabel 9. Warna label sesuai dengan mutu produk Warna label Hitam Hijau Biru Merah Mutu A B L C

12. Penyusunan Penyusunan dimulai dengan meletakkan kertas label ditengah inner pan. Cara penyusunan udang sendiri disesuikan dengan size udang masing-masing. Selama proses penyusunan setiap udang diamati apabila ada foreign material

51

(rambut, rumput, dll) dan apabila ada diambil dan dilakukan pencatatan. Proses penyusunan dapat dilihat pada Gambar 15 dan sistem penyusunan udang beku tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 10.

Gambar 15. Proses penyusunan dalam inner pan 13. Pembekuan Produk yang telah disusun dalam inner pan kemudian disusun ke dalam long pan, setiap long pan dapat memuat 2 inner pan. Setelah itu produk sebelum masuk ke Contact Plat Freezer (CPF) diberi air dingin sampai penuh dan merata. Pengisian medium air disamping sebagai precooling, juga berfungsi untuk membentuk block es udang itu sendiri. Setelah itu diatas setiap inner pan diberi penutup yang telah dilapisi plastik untuk kemudian baru dapat di masukkan ke dalam CPF. Proses pembekuan dalam CPF dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Proses pembekuan dalam CPF Contact Plat Freezer di PT Misaja Mitra Pati ada 2 buah, yang pertama memiliki kapasitas 360 inner pan dengan lama pembekuan 4,5 jam dan yang kedua memiliki kapasitas 196 inner pan dengan lama pembekuan 2,5 jam. Suhu pembekuan dari produk block ini mencapai 40oC. Udang dianggap beku apabila lapisan es pada permukaan pan sudah berwarna putih susu, tidak basah dan

52

permukaan segmen udang tampak pucat. Suhu akhir produk dibawah 18oC, produk setelah beku akan dicek mutu dengan menggunakan schoor sheet udang beku. 14. Glazing Produk udang tanpa kepala beku setelah dicek sudah beku kemudian dilakukan pembongkaran semuanya. Pengambilan produk dari CPF untuk pelepasan produk dari inner pan dilakukan dengan shower selama 10 detik (produk lepas dari inner pan). Setelah produk lepas kemudian dimasukkan kedalam plastik tipis atau plastik inner. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Proses glazing 15. Metal detector Pendeteksian logam adalah suatu kegiatan mendeteksi adanya benda asing terutama dari logam pada produk. Pendeteksian ini dilakukan dengan melewatkan produk yang sudah dikemas plastik ke atas ban konveyor mesin pendeteksi logam. Apabila terdapat logam maka ban konveyor berhenti dan mesin akan berbunyi, kemudian produk akan dipisahkan dan diperiksa oleh pengawas. Produk yang lolos metal detector selanjutnya akan dikemas dengan inner karton sedangkan produk yang yang tidak lolos metal detector akan dipisahkan dan dicairkan untuk diambil benda asing didalamnya. Proses produk udang tanpa kepala beku melewati metal detector dapat dilihat pada Gambar 17.

53

Gambar 17. Proses pendeteksi logam 16. Packing Setelah melewati metal detector produk dipisah sesuai dengan mutu, size dan jenis produk lalu dimasukkan dalam inner karton. Kemudian produk dimasukkan ke dalam master karton yang setiap master karton berisi 6 inner karton dengan mutu, size, dan jenis produk yang sama. Produk setelah dibungkus master karton kemudian dibungkus dengan plastik tebal dan diikat dengan strapping band. Packing dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk menjaga kemungkinan kerusakan pada produk.

Gambar 18. Proses packing Adapun isi label yang terdapat pada pengemas master karton adalah sebagai berikut : 1. Label size 2. Mutu udang 3. Berat 4. Tanggal produksi

54

5. Nama produk 6. Jenis produk 7. Kode Pabrik 17. Cold storage Produk akhir yang sudah dikemas langsung disimpan dalam cold storage yang bersuhu -20oC. Cara penyimpanan disusun dengan pemberian jarak yang bertujuan untuk sirkulasi udara. Suhu cold storage di cek oleh bagian mekanik setiap 2 jam sekali untuk menjaga suhu ruang cold storage. Keadaan ruang cold storage dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Keadaan ruang cold storage 18. Ekspor Produk yang pertama masuk harus keluar terlebih dahulu atau dengan penggunaan sistem yang dikenala dengan first in first out (FIFO). Produk kemudian diangkut dengan kontainer yang dilengkapi dengan pendingin (Container Pendingin), suhu container - 18o C dan pemuatan produk dilakukan dengan hati-hati dan cepat untuk menghindari kerusakan pada produk.Keadaan pada saat proses ekspor dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Keadaan pada saat proses ekspor

55

4.1.2 Sanitation Standard Operating Procedure Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur pelaksanaan standar sanitasi yang harus dipenuhi oleh suatu unit produksi untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah terutama produk pangan. SSOP bertujuan untuk mencegah kontaminasi secara langsung terhadap produk yang dihasilkan. Kegiatan ini mencakup keseluruhan bagian yang berhubungan dengan produk dan mengandung uraian tentang proses produksi yang akan dilakukan dalam unit pengolahan. FDA USA telah menyebutkan 8 kunci pokok SSOP yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan makanan untuk menghasilkan mutu yang lebih baik, yaitu: 1. Keamanan air/es 2. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan 3. Pencegahan kontaminasi silang 4. Kebersihan pekerja 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi 6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat bahan tambahan, bahan pembantu dan bahan beracun berbahaya 7. Pengendalian kesehatan karyawan 8. Pemberantasan hama Pelaksanan SSOP di PT Misaja Mitra Pati mengikuti 8 aspek kunci pokok SSOP yaitu : 1. Keamanan air proses dan es. PT. Misaja Mitra Pati ini menggunakan air tanah dengan 2 sumur yang berada di bagian depan dan bagian belakang gedung. Tersedia tower air yang berada dibagian samping pabrik. Sedangkan untuk es, yang digunakan adalah es keping dan perusahaan memiliki mesin pembuat es sendiri yaitu mempunyai 3 ice flake maker. Lantai ruang penampung es terbuat dari keramik dan dindingnya terbuat dari bahan stainless. Di sebelah ruang potong kepala satu unit dan di sebelah ruang proses 2 unit. Air dalam tower tersebut diberi klor 2 3 ppm, jadi semua air yang dialirkan ke seluruh ruangan perusahaan yang digunakan untuk seluruh proses pengolahan telah mengandung 2 3 ppm.

56

Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor ( buyer). Air yang digunakan di ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan teknik sanitasi. Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Konsentrasi klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Konsentrasi penggunaan klorin Penggunaan klorin Pencucian tangan Pencucian kaki Pencucian peralatan Pencucian udang Bahan baku (HO) Potong kepala Koreksi PDTO Kupas (PD)
Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)

Konsentrasi Klorin 5 ppm 100 ppm 100 ppm

200 ppm 150 ppm 50 ppm 50 ppm 5-10 ppm

2. Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan makanan PT Misaja Mitra Pati telah mendesain sarana dan prasarana produksi dengan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, daya tahan dan kemudahan dalam membersihkannya. Meja produksi, alat pengaduk, inner-pan semua terbuat dari logam stainless steel yang tidak mudah berkarat dan mudah untuk

57

dibersihkan. Sedangkan untuk alat lain yang kontak dengan produk seperti keranjang semua terbuat dari fiberglass yang memiliki sifat kuat dan tahan lama. Bak pencucian ada yang terbuat dari logam stainless steel ada juga yang terbuat dari fiberglass. Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik sebelum dan sesudah digunakan dengan cara dibersihkan menggunakan air berklorin 100ppm. Setiap kali sortasi, potong kepala, kupas dan cabut usus serta proses penyusunan dalam pan untuk menunggu bahan yang lain datang meja ataupun alat dibersihkan dahulu menggunakan air kran yang telah mengandung klorin 5 ppm. Khusus proses potong kepala, kupas dan cabut usus sebelum dan sesudah proses selalu dilakukan penyemprotan alkohol 70% pada meja yang digunakan untuk melakukan proses tersebut, sampai datang bahan baku yang baru yang akan diproses potong kepala, kupas maupun cabut usus. Adapun tahapan pembersihan meja dan peralatan setelah selesai digunakan adalah sebagai berikut : Penyiraman meja dengan air untuk menghilangkan kotoran besar Penyikatan meja dengan sabun Penyiraman sabun yang masih tersisa dengan air yang mengandung klorin 5 ppm Pensterilan meja dengan klorin 100 ppm Penggarukan menggunakan pel karet agar cepat kering Penyemprotan meja dengan alkohol 70% setiap pagi sebelum digunakan

3. Pencegahan kontaminasi silang Pencegahan kontaminasi silang telah dilakukan dengan baik oleh PT Misaja Mitra Pati. Perusahaan telah mendesain lay-out/rancang bangunan pabrik yang bergerak satu arah (layout perusahan dapat dilihat pada lampiran). Selain itu ada aturan yang berlaku bahwa karyawan yang bekerja di area non produksi apabila ingin masuk ke dalam ruang produksi harus meminta izin kepada petugas kebersihan karyawan dan harus dibersihkan badan dan menggunakan pakaian yang telah disediakan untuk masuk ke dalam ruang produksi. Setiap karyawan baru yang diterima ataupun tamu yang akan masuk ke proses produksi di PT Misaja Mitra Pati harus melakukan cek Stapylococcus aureus di bagian tangan (calon karyawan/karyawan baru dan tamu), dan secara visual terhadap penyakit

58

kulit yang mungkin diderita. Pengujian tersebut juga dilakukan pada seluruh karyawan setiap bulan sekali untuk mengecek kebersihan tangan karyawan. Petugas sanitasi dan kebersihan juga selalu mengawasi kegiatan karyawan selama jam kerja. Karyawan dilarang keluar ruang produksi selama jam kerja jika tidak ada keperluan yang penting. Karyawan yang pergi ke toilet harus melepas semua seragam yang dikenakan untuk bekerja di ruang produksi. Karyawan yang diketahui melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi oleh perusahaan. Tangan pekerja, sarung tangan, baju seragam, peralatan yang kontak

langsung dengan produk, yang mengalami kontak dengan limbah, lantai, dan objek lain yang tidak saniter, tidak boleh kontak dengan produk sebelum dibersihkan dan disanitasi. Sebagian besar proses produksi di industri pembekuan udang ini dilakukan secara manual. Kontak langsung operator pada produk memiliki peluang cukup besar menyebabkan kontaminasi. PT Misaja Mitra Pati telah menetapkan prosedur dalam hal program mencegah kontaminasi silang berupa aturan-aturan yang harus dilaksanakan terutama oleh karyawan sebelum memasuki ruang proses, sebagai berikut : Menggunakan pakaian pekerja yang telah disiapkan perusahaan yang dicuci 2 hari sekali dilengkapi dengan kerudung atau penutup kepala sebanyak 3 lapis, serta dilengkapi sepatu karet dan apron. Melewati pembersih yang dikenal dengan koro-koro apabila dimungkinkan ada kotoran yang menempel pada badan atau ada rambut yang keluar, sebanyak 2 kali setelah memakai pakaian dan sebelum memasuki ruang proses. Mencuci tangan dengan air kran dan menggunakan hand soap. Merendam tangan dalam liquid soap selama 20 detik dan dikeringkan menggunakan kain. Waktu mencuci tangan melewati kolam yang berisi genangan air yang mengandung klorin 100 ppm setinggi kurang lebih 20 cm untuk mencuci sepatu. Megeringkan tangan dengan hand dryer, memakai sarung tangan proses, dan menyemprotkan alkohol pada sarung tangan sebelum memulai kerja. 4. Kebersihan pekerja

59

Kebersihan pekerja merupakan faktor penting yang harus selalu dijaga dan diawasi. Kebersihan pekerja yang terjaga akan menghasilkan produk yang aman. Karena selama proses produksi berlangsung, pkerja selalu bersentuhan dengan produk. PT Misaja Mitra Pati telah menyediakan sarana dan prasarana untuk tetap menjaga kebersihan karyawannya, antara lain ; menyediakan fasilitas cuci tangan, menyediakan petugas kebersihan yang selalu memantau dan memeriksa kebersihan pakaian dan badan karyawan, menyediakan kolam air klorin untuk merendam sepatu boot di area yang memungkinkan terjadi kontaminasi, ruang ganti (karyawan wanita dan pria yang dilengkapi loker), tempat makan, tempat penyimpanan sepatu/sandal para karyawan dan sarana toilet yang selalu dijaga kebersihannya. Di ruang proses juga dilengkapi bak cuci tangan berupa air dengan kandungan klorin 5 ppm dan alkohol 70%, seluruh karyawan diwajibkan melakukan cuci tangan setiap 30 menit sekali yang ditandai dengan bunyi bel alarm. Pada waktu-waktu tertentu diadakan inspeksi rutinan utuk memeriksa kuku dan rambut karyawan untuk menjaga kebersihan dan keamanan mutu produk yang dihasilkan. Apabila ditemukan karyawan yang memiliki kuku yang panjang dan rambut yang keluar dari kerudung penutup kepala, maka karyawan tersebut tidak diizinkan bekerja sebelum memotong kuku dan merapihkan rambutnya. 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi Pencegahan dan perlindungan dari adulterasi (pencemaran bahanbahan/zat-zat berbahaya) telah dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai cara. Untuk mencegah terjadinya adulterasi dari bahan/zat yang beracun atau berbahaya dilakukan dengan memisahkan bahan-bahan tersebut ditempatkan di ruang yang terpisah dengan ruang produksi. Adulterasi dari limbah pengolahan dicegah dengan penanganan limbah secara cepat dan berhati-hati. Limbah tidak boleh dibiarkan menumpuk di meja kerja selama kerja berlangsung. Petugas sanitasi selalu berkeliling membersihkan limbah padat seperti kulit, kepala, usus dan limbah padat lain, dan membuang limbah tersebut di ruang limbah padat yang terpisah dengan ruang produksi tetapi mudah dijangkau oleh petugas sanitasi.

60

Sedangkan limbah cair dialirkan ke penampungan limbah cair yang berada cukup dari ruang produksi dan dipastikan tidak akan kembali ke ruang produksi. Bahan-bahan kimia dan tambahan yaitu klorin digunakan sesuai metode yang dipersyaratkan. Semua bahan-bahan kimia tersebut disimpan terpisah dan diberi label. Untuk bahan-bahan kimia berbahaya disimpan pada tempat yang berbeda untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. 6. Pelabelan dan penyimpanan, bahan tambahan, bahan pembantu dan bahan beracun yang tepat dan benar Pelabelan dan penyimpanan bahan beracun yang tepat dan benar telah dilakukan oleh PT Misaja Mitra. Bahan-bahan seperti klorin, sabun cair dan racun tikus telah diletakkan, dilabel dan disimpan di tempat yang benar. Untuk penggunaan bahan-bahan tersebut juga tidak sembarang orang yang diperbolehkan, hanya petugas sanitasi yang memiliki wewenang dan pengetahuan cara pemakaian yang boleh menggunakan bahan-bahan tersebut. Sedangkan penggunaan, penyimpanan dan pelabelan bahan tambahan adan bahan pembantu juga tepat dan benar. 7. Pengendalian kesehatan karyawan Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan produk yang bermutu dan aman adalah kesehatan karyawan. Kesehatan karyawan yang baik dan terjaga akan memberikan kontribusi positif terhadap produk yang dihasilkan. Sedangkan karyawan sakit atau tingkat kesehatannya rendah akan berdampak pada tingkat produktivitas perusahaan dan lebih penting adalah karyawan yang sakit secara tidak langsung menjadi carrier bagi mikroba pathogen yang dapat menjadi kontaminan terhadap produk. PT Misaja Mitra sangat memberikan perhatian terhadap kesehatan karyawannya. Perusahaan tidak akan memperbolehkan karyawan yang sakit untuk bekerja. Karyawan yang sakit diperbolehkan bekerja kembali ketika telah benarbenar sembuh. Selain itu pihak perusahaan memberikan jaminan kesehatan Jamsostek dan kesehatan karyawan dicek 1 tahun sekali. 8. Pengendalian dan pemberantasan hama.

61

Sumber kontaminan selain berasal dari karyawan dan lingkungan pabrik, juga dapat berasal dari binatang-binatang yang ada di lingkungan sekitar pabrik seperti; tikus, lalat, kumbang, burung, semut, kecoa dan lain sebagainya. PT Misaja Mitra Pati mengantisipasi adanya hama dan binatang dengan memasang jebakan, alat pembunuh, racun dan sebagainya. Untuk menghalau masuknya burung dan serangga ke dalam ruang produksi, perusahaan memasang blower dan kawat kasa pada lubang ventilasi, untuk mencegah masuknya lalat, semut dan kecoa dipasang plastik curtain disetiap pintu masuk dan keluar, dan untuk membunuh lalat yang masuk ke dalam ruang produksi dipasang insect lamp, sedangkan untuk mencegah masuknya tikus, disetiap got/pipa telah dipasang kawat kasa. Selain itu untuk menghindari munculnya hama dan binatang yang ada diluar ruang produksi, selalu diadakan pemeriksaan dan penyemprotan jika ditemukan adanya kumpulan hama. PT Misaja Mitra Pati untuk menjaga masuknya hama dan untuk menjaga mutu produk diberlakukan system reward dan vonisment untuk semua karyawan. Dimana setiap karyawan yang melaporkan temuan berupa rambut, serangga dan lainnya ke bagian QC akan mendapat hadiah berupa uang tunai, sedangkan bagi karyawan yang lalai akan mendapatkan sanksi pemotongan gaji. 4.2 Penyusunan dan Pelatihan Tim HACCP Tim HACCP harus memiliki pegetahuan dan pengalaman multi disiplin dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manejemen keamanan pangan. Keahlian yang dicakup diantaranya tentang produk, proses dan sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkannya. Tim HACCP di PT Misaja Mitra yaitu Factory Manager, Kepala Bagian QC, Kepala Bagian Pembelian dan Proses, Supervisor Proses, QC staff dan QC Laboratorium. 4.3 Deskripsi produk Deskripsi produk adalah sebuah daftar yang berisikan seluruh jenis produk akhir yang dicakup dalam konsep HACCP. Dengan deskripsi produk ini maka akan lebih mudah diidentifikasi mengenai produk udang tersebut. Deskripsi udang beku dapat dilihat pada Tabel 11.

62

Tabel 11. Deskripsi udang kupas beku Nama Produk Nama species TSK Frozen Shrimp Black Tiger Shrimp (Penaeus Monodon) White Shrimp (Penaeaus merguensis) Pink Shrimp (Metapenaeus Endevour) Asal bahan baku Udang diambil dari tambak tradisional, air payau, dan laut utara Jawa. Penerimaan bahan baku Dari supplier di angkut dengan alat pengangkut, udang disimpan dalam blong plastik/viber dengan penambahan es supaya udang dan air suhunya 5oC. Udang yang telah diterima langsung diproduksi dengan penanganan cepat. Hail produksi Pembekuan Udang kupas (Peeled) beku Pembekuan menggunakan Contact Freezer NISSIN : kapasitas 648 kg, (360 inner) Waktu pembekuan 4 jam. Cara pengepakan Blok udang beku : 4 lbs/inner carton (1,8Kgs) dan 6 inner carton/master carton. Bahan pengepakan Plastik tipis, inner karton, master karton, plastik tebal, strapping band. Penyimpanan Disimpan pada tempat yang dingin dengan suhu - 20oC. Batas pemakaian Pelabelan 1 tahun Label yang harus dicantumkan adalah mutu udang, nama produk, jenis produk, label size, berat, tanggala produksi, kode pabrik. Anjuran penggunaan Pemasaran
4.4 Identifikasi Konsumen

Dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi Dipasarkan di Jepang dan Eropa

Sumber: Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati (2009)

Produk udang kupas (Peeled) beku yang dihasilkan PT Misaja Mitra Pati merupakan produk dengan mutu ekspor yang ditujukan untuk negara Jepang dan

63

Eropa. Dengan diterapkannya HACCP dalam unit pengolahan udang diharapkan dapat menghindari dan mencegah bahaya-bahaya yang kemungkinan beresiko buruk terhadap konsumen dan menghasilkan produk yang aman,bermutu tinggi, dan tidak merugikan secara ekonomi. 4.5 Membuat Diagram Alir Proses Produksi Udang Kupas (Peeled) Beku Proses pembuatan produk udang kupas (peeled) beku meliputi penerimaan bahan baku, koreksi I, pencucian I, pemotongan kepala, pencucian II, pemisahan ukuran dan grading machine, pengupasan, pembuangan usus, koreksi II, pencucian III, penimbangan/pelabelan, penyusunan, pembekuan, glazing, metal detector, packing, cold storage, dan ekspor. Secara ringkas proses pembuatan produk udang kupas beku dapat dilihat dari diagram alir proses pembuatan produk udang kupas beku pada Gambar 21.
Penerimaan bahan baku Pencucian III Penimbangan/pelabelan

Pengkoreksian I

Pencucian I Pemotongan kepala Pencucian II

penyusunan n pembekuan glazing

Pensortiran dan grading machine pengupasan

Metal detector pengemasan Cold storage

Pencabutan usus Pengkoreksian II

ekspor

Gambar 21. Diagram alir proses pembuatan produk udang kupas beku

64

4.6 Verifikasi Diagram Alir Tim HACCP harus memverifikasi keakuratan diagram alir yang ada di lapangan. Tujuan dari dibuatnya diagram alur proses pembekuan udang ini yaitu sebagai dasar untuk menganalisa bahaya pada setiap tahap proses. Diagram alir tersebut dibuat berdasarkan pengamatan tahap proses produksi yang dijalankan. Tahapan ini sangat penting karena menjadi dasar atau sarana untuk menganalisa bahaya. Diagram alir tersebut telah ditetapkan atau dinyatakan valid dalam pertemuan/rapat tim HACCP, artinya sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya. 4.7 Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP pada Produk Udang Kupas Beku Penerapan 7 prinsip HACCP harus sesuai dengan aturan yang telah distandarkan di seluruh dunia dan harus taat azas, artinya tiap tahap harus dilakukan sesuai urutannya serta sistematik sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Penerapan 7 prinsip HACCP meliputi 4.7.1 Analisis bahaya ( Hazard Analysis) Analisa bahaya di PT Misaja Mitra Pati dilakukan dengan melakukan pengamatan pada tiap tahapan proses pembuatan produk udang kupas beku, sejak udang dipanen, diterima, diolah hingga menjadi produk yang siap dipasarkan dan membuat dugaan kemungkinan/resiko bahaya yang akan timbul dari tiap tahapan. Analisa bahaya meliputi tahapan proses, penyebab bahaya, bahaya potensial yang terjadi, kategori bahaya, pengendalian, peluang bahaya (probabilty), tingkat keparahan (severity), dan upaya pencegahan. Kategori bahaya yang mungkin ditemukan ada 3 jenis yaitu, bahaya keamanan pangan (food safety), mutu pangan (wholesomeness) dan penipuan ekonomi (economic frauds). Ruang lingkup dalam penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya yang terkait yaitu bahaya fisik, kimia dan biologi. Produk yang dipilih adalah udang kupas (Peeled) beku. a. Bahaya biologis Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahaya biologis pada HACCP, yaitu pertama faktor intristik seperti pH, kadar air, struktur biologis dan lain-lain. Faktor bahaya yang kedua adalah faktor ekstrinsik seperti suhu,

65

kelembaban dan lain-lain. Bahaya potensial biologis pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pengelompokan bahaya biologis Kelompok bahaya Bakteri 1. S. aureus 2. V. cholera 3. V. parahaemolyticus 4. E. coli 5. Salmonella spp.
Sumber: Thaheer (2005)

Jenis

b.

Bahaya kimia Kontaminasi bahan kimia dapat terjadi pada bahan baku dan pada tahap

produksi. Bahaya potensial kimia pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Pengelompokan bahaya kimia Kelompok bahaya Kimia 1. 2. Jenis Klorin Senyawa antibiotik Chloramphenicol Nitrofurant (AOZ) OTC / CTC
Sumber: Thaheer (2005)

c.

Bahaya fisik Secara umum, bahaya fisik banyak disebabkan adanya benda asing yang

seharusnya tidak terdapat dalam lingkup ruang produksi atau dapat disebabkan oleh pekerja. Bahaya potensial fisik pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 15. Pengelompokan bahaya fisik Kelompok bahaya Sumber

66

Logam

Meja, mesin sortasi, alat pemotong, triple pan, perhiasan

Serangga

Ruang proses, lingkungan kotor, bahan baku

Penanganan kasar
Sumber: Thaheer (2005)

Pekerja

Prinsip pertama konsep HACCP adalah melakukan analisa bahaya. Analisa bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP. Lembar analisa bahaya dapat dilihat pada Lampiran 1. Di dalam analisa bahaya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut . 1. Menganalisa semua potensi bahaya yang mungkin timbul pada setiap tahapan proses dan kemungkinan penyebabnya 2. Menentukan kategori-kategori bahay food safety (biologi, kimia, fisika), wholesomeness atau economic fraud 3. Menganalisa keterkaitan antara suatu bahaya dan penyebabnya dengan SSOP dan GMP 4. Menganalisa peluang terjadinya bahaya dan tingkat keseriusan bahaya yang terjadi 5. Mengidentifikasi apakah suatu potensi bahaya nyata atau tidak 6. Memberikan alasan secara jelas mengapa suatu bahaya dinyatakan nyata atau tidak 7. Melakukan tindakan pencegahan agar bahaya atau penyimpangan yang terjadi tidak melampaui batas kritis atau critical limit. Berdasarkan table analisa bahaya pada proses pembekuan udang bentuk kupas didapatkan 3 jenis bahaya yang signifikan, yaitu bahaya yang tidak dapat dieliminasi dengan menerapkan GMP ataupun SSOP. Bahaya signifikan terletak pada tahap penerimaan bahan baku, tahap pendeteksian logam dan tahapan penyimpanan. Pada tahap penerimaan bahan baku bahaya signifikan yang timbul adalah karena adanya residu antibiotik. Residu antibiotic yang mungkin terdapat pada

67

udang adalah chloramphenicol (CAP) dan Oksitetracikline (OTC). Bahaya ini termasuk bahaya yang dapat mempengaruhi keamanan pangan. Pada tahap pembekuan terdapat bahaya yang signifikan dan dapat mempengaruhi mutu dari produk, yaitu berupa driploss. Driploss merupakan kerusakan karakteristik udang dikarenakan pembekuan terjadi dalam waktu yang lambat/terlalu lama. Walaupun produk awwet, tetapi jika telah mengalami driploss, produk sudah turun mutunya. Pada tahap pendeteksian logam didapatkan bahaya yang signifikan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan berupa logam atau benda asing lainnya yang mungkin terbawa ke dalam produk, baik yang berasal dari tambak (dalam hal ini supplier) ataupun yang berasal dari pecahan alat karyawan selama proses produksi berlangsung. Penerapan system HACCP pada proses produksi produk udang kupas (Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan bahan baku Bahaya potensial ditahap ini disebabkan kontaminasi bakteri patogen akibat suhu penyimpanan udang tidak sesuai standar (>5oC). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah memeriksa suhu dan kesegaran udang saat bahan baku datang. Ruang penerimaan bahan baku yang dekat dengan pintu keluarnya sampah juga dapat mengkontaminasi bahan baku yang masuk. Bahaya potensial lainnya yang dapat terjadi adalah dekomposisi bahan baku (udang), hal ini bisa disebabkan karena proses penanganan yang salah. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah pelaksanaan penanganan dengan rantai dingin dan mengontrolnya dengan GMP. Bahaya potensial selanjutnya adalah residu antibiotik dan nitrofuran akibat pengunaan antibiotik selama budidaya. Residu antibotik sebagai bahaya potensial yang nyata dapat terjadi jika tidak dilakukan kontrol yang tepat. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan pengujian residu antibiotik setiap bahan baku yang datang ke perusahaan dan adanya jaminan atau garansi dari supplier bahwa udang miliknya bebas antibotik dapat ditunjukkan dengan adanya sertifikat bebas antibiotik. 2. Koreksi

68

Bahaya potensial pada tahap ini yaitu penurunan mutu dan ukuran, hal ini bisa dikarenakan kesalahan manusia pada saat penanganan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan penanganan dengan benar dan tetap memperhartikan rantai dingin dalam penanganan dan dapat terkontrol dengan GMP. Bahaya potensial lainnya yaitu adanya kontaminasi dari pekerja dan pertumbuhan bakteri akibat penggunaan suhu yang tidak sesuai standar. Hal tersebut dapat terkontrol dengan GMP dan SSOP. 3. Pencucian Bahaya potensial yang ada pada tahap ini disebabkan oleh kontaminasi air, dekomposisi apabila air pencucinya suhunya >50C serta adanya residu klorin akibat dari kelebihan penggunaan klorin dalam pengolahan. Tindakan pencegahan yang tepat adalah memeriksa suhu air secara berkala, mengganti air jika sudah 3 kali dipakai dan mengkontrolnya dengan SSOP. 4. Sortasi Bahaya potensial pada tahap ini adalah adanya kesalahan ukuran akibat kesalahan dari mesin ataupun karyawan saat dilakukan sortasi. Kesalahan ukuran sebagai bahaya potensial yang nyata dapat terjadi jika tidak dilakukan kontrol dengan tepat. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah pemeriksaan ulang oleh petugas QC, pengontrolan dengan GMP. 5. Penimbangan Bahaya potensial ditahap ini disebabkan kurangnya berat produk akibat kesalahan karyawan yang menimbang dan timbangan yang digunakan. Bahaya ini terjadi apabila tidak dilakukan kontrol yang tepat. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengkalibrasi timbangan secara periodik, pemeriksaan timbangan oleh staf QC dan pelatihan yang baik untuk karyawan yang melakukan penimbangan. 6. Penyusunan dalam inner pan Bahaya potensial ini yang dapat terjadi yaitu dekomposisi dari bahan baku, hal ini bisa dikarenakan penggunaan temperature yang tidak standar. Bahaya ini termasuk dalam kategori mutu ( wholesomeness). Peluang terjadinya dekomposisi

69

termasuk dalam kategori rendah. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengecek bahan baku dan memastikannya tetap segar. 7. Pembekuan Bahaya potensial pada tahapan proses pembekuan adalah terjadinya kekurangan yang diakibatkan oleh pembekuan yang lambat. Bahaya ini termasuk dalam kategori economic fraud, peluang terjadinya kekurangan berat termasuk dalam kategori rendah. Bahaya ini dapat dicegah oleh GMP, dengan melakukan pembekuan cepat (- 40oC). 8. Glazing Bahaya potensial yang dapat terjadi yaitu yang bisa disebabkan oleh suhu yang tidak standard an kontaminasi pada air yang digunakan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan peluang terjadinya termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat dikontrol dengan SSOP dan GMP. 9. Metal detecting Bahaya potensial ditahap ini disebabkan terdapatnya metal atau logam pada produk akibat adanya benda logam yang masuk atau kontaminasi lingkungan. Bahaya ini terjadi apabila tidak dilakukan kontrol yang tepat. Bahaya terdapatnya logam tidak dapat dicegah oleh GMP dan SSOP, tetapi yang dapat dilakukan adalah pengontrolan produksi yang layak sehingga kontaminasi tidak terjadi dan dilakukan pengecekan mesin deteksi logam setiap 1 jam ketika dipakai. 10. Pengepakan/pelabelan Bahaya potensial pada tahap ini adalah kesalahan dalam melakukan pelabelan, hal ini terjadi dikarenakan kesalahan manusia. Bahaya ini termasuk dalam kategori economic fraud, peluang terjadinya termasuk dalam kategori sedang (medium) dan tidak bisa dikendalikan oleh GMP maupun SSOP. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan check fisik atau penglihatan, jika tidak terkontrol berbahaya kesalahan pelabelan akan terjadi. 11. Gudang penyimpanan dingin

70

Bahaya potensial yang dapat terjadi yaitu dehidrasi penurunan berat, hal ini bisa disebabkan karena fluktuasi naik turunnya suhu gudang penyimpanan. Bahaya ini termasuk dalam kategori mutu ( wholesomeness), peluang terjadinya termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilakukan pencegahan dengan melakukan pengontrolan suhu setiap waktu dengan menjaga naik atau turunnya suhu maximal 2oC, dan dapat dikendalikan dengan SSOP. 12. Pengisian barang ke container ekspor Bahaya potensial yang dapat terjadi adalah kerusakan pada produk, hal ini dapat dikarenakan pada proses penanganan yang kasar. Bahaya ini termasuk dalam kategori mutu ( wholesomeness), peluang terjadinya termasuk dalam kategori rendah. Tindakan pencegahannya yaitu melakukan proses penanganan dengan baik dan benar tidak secara kasar, hal ini dapat dikontrol dengan GMP. Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi ketiga bahaya tersebut dengan menggunakan pohon keputusan. Berdasarkan hasil pohon keputusan akan diketahui apakah ketiga bahaya tersebut termasuk titik kendali kritis (Critical Control Point) atau bukan. 4.8 Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP) Titik kendali kritis merupakan tahapan, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan dapat dihilangkan atau direduksi hingga batas yang dapat diterima. Setiap tahapan yang menyebabkan adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan apakah tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Identifikasi dapat dilakukan dengan menilai CCP dan dapat dilakukan diantaranya mengunakan decision tree atau diargram pengambilan keputusan. Identifikasi CCP dapat dilihat pada Lampiran 4. Melalui pohon keputusan yang telah ditabulasikan, diperoleh 2 bahaya signifikan yang termasuk dalam titik kendali kritis. Bahaya signifikan yang termasuk ke dalam CCP adalah adanya residu antibiotic pada bahan baku udang. Antibiotic digunakan para petambak udang untuk mengeliminasi bakteri pathogen, yang sering mengkontaminasi udang, seperti Salmonella sp, Vibrio parahaemoliticus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Antibiotic yang

71

bias digunakan oleh petambak udang adalah chloramphenicol, chlortetracycline, oksitetrasiklin dan nitrofuran (Furaltadone AMOZ) dan Furazolidon (AOZ). Antibiotic berbahaya bagi tubuh manusia, jika penggunaanya tidak dengan resep dokter. Karena dapat menyebabkan resistensi mikroba target terhadap kinerja antibiotic tersebut. Bahaya signifikan lain yang termasuk dalam titik kendali kritis adalah bahaya logam yang ada dalam produk. Logam yang ada dalam produk dapat berasal dari bahan baku ataupun berasal dari proses pengolahan. Logam yang berasal dari bahan baku biasanya berasal dari usus udang, karena factor lingkungan biasanya dalam usus udang terdapat pasir dan bahan yang mengandung logam. Sedangkan asal logam dari proses biasanya berasal dari alat kerja seperti pecahan meja stainless, wadah untuk penimbangan, inner pan, dan alat logam lainnya. logam yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan sangat berbahaya karena dapat merusak saluran pencernaan. Metal detector termasuk CCP karena merupakan suatu tahap untuk mereduksi adanya kontaminan dan bahaya signifikannya dapat berupa pecahan logam yang dapat membahayakan konsumen. Sedangkan pada packaging dan pelabelan termasuk CCP karena apabila salah pelabelan akan bisa merugikan perusahaan ataupun nantinya juga konsumen. 4.9 Penetapan Batas Kritis (Critical Limit) Batas kritis merupakan kondisi/keadaan yang memberikan batasan atau perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman. Batas kritis juga dapat diartikan sebagai satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik (Thaheer 2005). Batas kritis ini tidak boleh dilampaui karena batas-batas ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Batas kritis ini tidak boleh dilanggar untuk menjamin keamanan produk akhir. Penentuan batas kritis ini sudah ditetapkan dan dapat dilihat pada lampiran ... 4.10 Menetapan Prosedur Monitoring (Monitoring Procedure)

72

Batas kritis yang telah ditetapkan sebagai batasan titik kendali tidaklah dibiarkan begitu saja, melainkan harus selalu dipantau dan dimonitoring keberadaanya. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa penanganan terhadap titik kendali kritis masih dalam kondisi terkendali. Monitoring merupakan tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Prosedur monitoring dapt dilihat pada Lampiran 6. 4.10.1 Deteksi logam Pemantauan dilakukan terhadap pecahan logam yang terdapat pada bahan baku udang dengan melakukan pengecekan dengan mesin metal detektor. Bagian cek metal memasukkan setiap block beku dalam mesin metal detektor untuk mengetahui ada tidaknya logam didalam produk. Apabila ditemukan adanya logam maka produk dipisahkan dengan produk yang lain dan dilakukan tindakan pencatatan dan koreksi nantinya. 4.10.2 Pengepakan dan pelabelan Pemantauan dilakukam terhadap label disetiap inner maupun master carton dilakukan dengan cara mengecek secara visual kebenaran produk dengan wadah ataupun label yang digunakan. Pengecekan dilakukan pada beberapa sampel produk oleh bagian packaging. 4.10.3 Gudang penyimpanan Bahaya yang muncul adalah produk mencair dikarenakan suhu penyimpanan yang tidak standar. Pemantauan terhadap suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer untuk mengetahui suhu produknya di setiap size oleh bagian QC. Pengecekan juga harus dilakukan oleh bagian QC untuk menanggulangi terjadinya pencairan produk di cold storage untuk mengetahui keadaan produk. 4.11 Menetapkan tindakan koreksi (Corrective Action) Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui.

Tindakan koreksi secara terencana dalam HACCP plan, sehingga setiap titik kendali kritis memiliki tindakan koreksi yang spesifik dan penerapan tindakan

73

koreksi harus jelas orang yang berwenang untuk melaksanakan tindakan koreksi tersebut. Selain itu tindakan koreksi yang dilakukan haruslah terekam dan tercatat. Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP. Tindakan koreksi dapt dilihat pada Lampiran 6. Jika bahan baku terbukti mengandung residu antibiotik, tindakan koreksi yang dilakukan adalah menolak dan mengembalikan bahan baku tersebut kepada suppliernya. 4.11.1 Deteksi Logam Jika mesin deteksi logam berbunyi maka terdapat logam pada produk tersebut. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah dengan mencairkan blok tersebut dan diambil potongan logamnya kemudian proses pembekuan diulang kembali. Mesin pendeteksi metal ini harus di cek dahulu setiap akan digunakna. Tindakan perbaikan ini diawasi oleh QC. 4.11.2 Pengepakan dan pelabelan Pengecekan dilakukan secara visual setiap melakukan packaging pada inner maupun master carton yang digunakan. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya ini adalah dengan dengan melakukan packaging dan pelabelan ulang. Tindakan ini dikontrol setiap hari oleh bagian QC. 4.11.3 Gudang penyimpanan Tindakan koreksi pada tahap ini yaitu produk ditolak atau tidak diekspor. Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan yaitu apabila produk masih dalam keadaan baik dapat dilakukan penanganan ulang, tetapi produk yang sudah mengalami kemunduran mutu tidak dilakukan penanganan ulang kembali. 4.12 Menetapkan Prosedur Verifikasi (Verification Procedure) Verifikasi adalah konfirmasi yang dilakukan dengan menyertakan bukti dan penjelasan objektif bahwa suatu persyaratan khusus telah terpenuhi (ISO 8402 1994 dalam Thaheer 2005). Verifikasi merupakan metode, prosedur, pengujian, dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian

74

dengan HACCP plan. Tindakan verifikasi yang dapat dilakukan adalah : penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana HACCP dan catatan CCP, catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Suatu sistem pemeriksaan oleh pihak perusahaan untuk menentukan efektif tidaknya rencana HACCP. Pelaksanaan verifikasi ini dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu : internal verifikasi oleh pihak perusahaan eksternal verifikasi oleh pihak pemerintah (6 bulan atau 1 tahun sekali) Pada tahap penerimaan bahan baku, metal detecting, pengepakan dan pelabelan, serta gudang penyimpanan verifikasi yang dilakukan adalah adanya evaluasi oleh kepala bagian QC. 4.13 Prosedur Pencatatan dan Dokumentasi (Record Keeping) Salah satu kunci dari keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu keakuratan sistem pencatatan (record keeping). Semua kegiatan yang

berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus dicatat dengan baik, pencatatan ini akan menyediakan data dimana terjadi penyimpangan terhadap batas kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi penyimpangan tersebut. Pada metal detecting dilakukan pencatatan keadaan mesin metal detecting sebelum dilakukan proses pengemasan produk pada checking metal detector. Adanya produk yang mengandung logam kemudian dilakukan pencatatan dalam record sheet of reprocessed untuk kemudian dilakukan proses ulang setelah logam dihilangkan. Pada pengepakan dan pelabelan dilakukan pencatatan dalam record of packing and labelling. Pada gudang penyimpanan, keadaan produk dicatat dalam check product in the cold storage.

75

5. PEMBAHASAN

5.1 Program Kelayakan Dasar Program Kelayakan dasar merupakan fondasi awal sebelum konsepsi

manajemen mutu HACCP diterapkan di suatu unit pengolahan. Penilaian kelayakan dasar suatu unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian yang telah dibakukan. Nilai dari status kelayakan dasar akan menentukan apakah unit pengolahan mampu menerapkan dan mengembangkan konsepsi HACCP (Wiryanti dan Witjaksono 2001). Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, pelaksanaan Good

Manufacturing Pratices (GMP) dan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) sebagian besar telah diterapkan oleh perusahaan dengan baik sesuai prosedur yang dituangkan dalam pedoman mutu perusahaan. Akan tetapi, masih ada beberapa penyimpangan yang terjadi terhadap kelayakan dasar (GMP dan SSOP). Hasil penilaian terhadap penerapan program kelayakan dasar di PT Misaja Mitra Pati menunjukkan jumlah penyimpangan sebanyak 1 penyimpangan minor, 4 penyimpangan mayor, 1 penyimpangan serius, dan tidak ada penyimpangan kritis yang dapat dilihat Lampiran 3 mengenai daftar penilaian/check list Unit Pengolahan Ikan (UPI). Dengan jumlah penyimpangan tersebut, maka PT Misaja Mitra Pati dikategorikan sebagai UPI dengan nilai B (baik), artinya unit pengolahan tersebut dapat melakukan ekspor ke negara mana saja sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh Ditjen PPHP No. PER.011/DJ-P2HP/2007 kecuali negara yang mempunyai persyaratan harus bernilai A (Wiryanti dan Witjaksono 2001). Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kelayakan dasar

perusahaan serta efektivitas penerapan GMP dan SSOP akan mempengaruhi penerapan sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan-penyimpangan ini pun dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap produk yang berujung pada tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir. 5.1.1 Good manufacturing practices (GMP) Good Manufacturing Practices (GMP) yang dilaksanakan pada pembuatan produk udang kupas (Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati telah memenuhi

76

standar GMP yang ditetapkan (dalam hal ini perusahaan telah membuat panduan mutu yang menjadi standar GMP). Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Penyimpangan-penyimpangan GMP yag terjadi pada proses pembuatan udang kupas (Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pda Tabel 16. Tabel 16. Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan. Penyimpangan Minor Lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring. Penyimpangan Mayor Kabel diruang proses terutama pada saat penimbangan udang tidak ditutup, dibiarkan menjulur. Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, pencucian dilakukan langsung ditempat proses. Tempat pencucian tidak mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah, karena pencucian langsung di ruang proses. Tempat / wadah berisi produk ditumpuk sebelum dan sesudah pencucian karena keterbasan tempat. Penyimpangan Serius Perusahaan tidak mempunyai fasilitas perban tahan air, karyawan yang terluka tidak boleh bekerja.

Lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring atau kurang miring. Kemiringan lantai harus 1o untuk menghindari genangan air sehingga air langsung mengalir ke saluran pembuangan (Wiryanti 2001). Pada ruang proses masih dijumpai kabel yang menjulur, hal ini dapat membahayakan keselamatan karyawan dalam bekerja apabila ada kabel yang terkelupas. Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, pencucian dilakukan langsung ditempat proses. Hal ini dikarenakan pencucian dilakukan sekaligus dengan pencucian meja dan dinding apabila pekerjaan setelah selesai yaitu apabila waktu karyawan ingin pulang. Sehingga dengan ini perusahaan tidak memiliki pintu masuk dan keluar yang berbeda untuk tempat pencucian alat.

77

Tempat atau wadah berisi produk biasanya ditumpuk sebelum dan sesudah pencucian. Hal ini dikarenakan untuk mengefesienkan penggunaan tempat dan memudahkan dalam penanganannya. Tahapan proses produksi yang panjang dan dengan tujuan untuk mempercepat pekerjaan sehingga para karyawan terpaksa melakukan hal tersebut. Adanya penumpukan bahan baku ini akan memberikan peluang timbulnya kontaminasi silang apabila ada salahsatu produk yang tercemar khususnya yang keadaannya masih basah dan juga penumpukan yang tidak benar akan menyebabkan kerusakan pada produk. Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udan itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu udang ini terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan oksidasi (Purwaningsih 2000). Hasil wawancara di perusahaan, perusahaan tidak mempunyai fasilitas perban tahan air, namun dalam pelaksanaannya karyawan yang terluka tidak diperbolehkan bekerja dalam ruang proses. Hal ini bertujuan untuk

meminimalisasi kemungkinan kontaminasi silang akibat adanya luka pada karyawan sehingga produk yang dihasilkannya pun terjamin kualitasnya, dan untuk menjamin pelaksanaan program HACCP yang baik. Selain penyimpangan diatas, terdapat juga kebiasaan buruk dari para karyawan/pekerja, yaitu ketidakhati-hatian dan ketidakramahan dalam

memperlakukan peralatan. Ketika pengamatan sering terlihat karyawan yang membawa keranjang fiber (keranjang limbah maupun wadah) meletakkan keranjang dengan cara membanting dan melempar, hal ini selain berbahaya terhadap karyawan juga dapat mengurangi keawetan peralatan. Bahaya lain yang dapat timbul adalah pecahan alat (baik plastik maupun logam) yang nantinya akan ikut terbawa produk yang diekspor. Menurut Wiryanti (2001), program HACCP bukanlah merupakan sistem pengendalian mutu yang dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh dalam proses pengendalian mutu. Penerapan program HACCP akan efektif apabila program kelayakan dasar memenuhi persyaratan yaitu cara penanganan yang baik dan benar serta persyaratan sanitasi dan higiene yang baik.

78

5.1.2 Sanitation standart operating procedure (SSOP) Apabila dengan menerapkan GMP yang baik akan menghasilkan produk yang bermutu, maka penerapan SSOP yang baik akan menghasilkan produk yang sehat dan aman, karena bebas dari kontaminan. Penerapan SSOP pada pembuatan produk udang kupas beku di PT Misaja Mitra Pati juga telah mengikuti prosedur dan standar yang berlaku. Persyaratan dan prosedur yang digunakan dalam menerapkan SSOP di PT Misaja Mitra Pati adalah persyaratan legal dan persyaratan/prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan. Secara umum pelaksanaan SSOP di PT Misaja Mitra telah memenuhi dan mengikuti standard an prosedur yang telah ditetapkan. 8 kunci pokok SSOP telah terpenuhi dengan baik. Namun, masih terdapat dengan perilaku karyawan dan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan pelaksanaan SSOP. Hasil pengamatan di lapangan dari penerapan SSOP masih terhalang oleh kedisiplinan karyawan. Sedangkan untuk penerapan SSOP dibeberapa bagian lainnya sudah dapat berlangsung cukup baik, dilihat dari pelaksanaan delapan kunci SSOP. Hal ini terlihat tahap penerimaam bahan baku sampai ekspor dan juga dalam pengolahan limbanya. Pada tahap penerimaan bahan baku ditemukan perilaku karyawan yang kurang baik. Ada beberapa karyawan yang bertugas di bagian penerimaan bahan baku, memakai seragam kerja tidak sesuai aturan yaitu kerudung bermasker masih terbuka, sehingga rambut karyawan tersebut terlihat (keluar kerudung) dan dapat mengkontaminasi produk. Selain itu ada beberapa karyawan di bagian bahan baku yang masih menggunakan seragam produksi keluar masuk ruang produksi tanpa melakukan penggantian pakaian. Sehingga hal ini dapat menjadi sumber terjadinya kontaminasi produk. Pencegahan kontaminasi silang yang merupakan bagian dari SSOP adalah salah satu permasalahan tersendiri yang banyak di setiap perusahaan pangan. Dalam penerapannya, perusahaan sudah memiliki prosedur yang baik untuk meminimalisasi hal tersebut tetapi dalam pelaksanaannya masih terhalang oleh kesadaran para karyawan untuk dapat disiplin. Seperti untuk menjaga kebersihan tangannya karyawan dituntut untuk melakukan cuci tangan setiap 30 menit sekali dalam air berklorin dan disemprot dengan alkohol 70%. Namun, dalam

79

pelaksanaanya masih ada beberapa karyawan yang masih kurang memiliki kesadaran untuk melakukan hal tersebut, sehingga masih diperlukan suatu upaya untuk dapat meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan karyawan dalam bekerja dalam hal ini yang bertugas untuk mengingatkan karyawan untuk melakukan cuci tangan adalah supervisor yang dibantu dengan alarm/bel yang berbunyi 30 menit sekali dan terpasang di setiap ruangan produksi. Penanganan bahan baku di PT Misaja Mitra Pati sesuai dengan syarat sanitasi karena bahan baku yang masuk dilakukan sampling untuk melihat kualitas udang dan dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kondisi antibiotik dan mikrobiologi telah sesuai dengan persyaratan yang berlaku baik dari perusahaan, pemerintah maupun negara tujuan ekspor. Bahan tambahan yang digunakan seperti air, es dan klorin dosis pemakaiannya sudah baik karena penggunaannya telah disesuaikan dengan persyaratan yang telah ditetapkan perusahaan, pemerintah dan negara tujuan ekspor. Air yang digunakan telah memenuhi standar mutu karena air tersebut telah diolah di water treatment, tetapi dalam pemakaiannya semua air yang masuk ruang proses telah ditambahkan klorin. Perusahaan menambahkan klorin 3-5 ppm untuk pasokan air yang menuju ruang proses. Hal ini bertujuan selain sebagai pembersih, air juga dapat digunakan sebagai desinfektan dalam penggunaannya. Penggunaan klorin ini disesuaikan dengan negara tujuan ekspor dari produk yang akan dihasilkan. Penambahan klorin ini disesuaikan dengan tujuan ekspor, Negara tujuan utamanya ke Jepang, sedangkan untuk ekspor ke Eropa tidak digunakan klorin tetapi air ozone. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Es yang digunakan perusahaan adalah flake ice, penggunaan flake ice ini bertujuan agar lebih cepat menurunkan suhu udang. Produk akhir yang dihasilkan PT Misaja Mitra Pati dari produk udang kupas (peeled) beku ada beberapa macam jenisnya, kebanyakan pengolahan produk ini disesuaikan permintaan pasar ataupun ukuran udang yang ada tidak sesuai untuk jenis produk yang lainnya. Pada penanganannya sudah berlangsung cukup baik dengan tujuan untuk tetap menjaga kesegaran produk. Hal ini

80

dilakukan dengan pencucian menggunakan klorin dan juga tetap memperhatikan rantai dingin dalam penanganannya. Pengolahan produk udang kupas (Peeled) beku dilakukan sesuai dengan diagram alir proses dan secara saniter serta higienis. Proses pembekuan telah sesuai persyaratan jenis produk, suhu dan waktu pembekuan. Produk yang sudah dalam bentuk beku telah mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur. Sistem pemberian kode-kode dilakukan pada waktu memproses bahan baku seperti supplier, size, jenis produk, waktu produksi, tanggal kadaluarsa, dan lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan mempermudah dalam pengawasan mutu dan pelacakan produk-produk setelah dilepas ke pasar apabila terjadi komplain dari pembeli. Produk udang kupas yang telah dibekukan biasanya langsung dikemas dengan cepat, tepat dan saniter dengan tujuan untuk mempertahankan mutu dan mencegah kontaminasi produk. Apabila tidak dapat langsung dikemas, untuk sementara waktu produk disimpan di ruang penyimpanan beku. Inner carton dan master carton yang digunakan untuk mengemas produk telah sesuai dengan persyaratan bahan pengemas sehingga aman bagi produk. Inner carton terbuat dari bahan dengan campuran lilin, hal ini bertujuan agar wadah tidak cepat rusak dan menjga suhu produk tetap stabil. Setiap bahan pengemas yang dipakai telah memuat label yang minimal berisi merk produk, size udang, berat bersih produk, jenis dan tanggal produksi. Hal ini berguna dalam memberikan informasi kepada konsumen dan untuk pelacakan produk jika terjadi komplain dari konsumen. Setiap produk akhir yang telah dikemas langsung disimpan di ruang penyimpanan beku yang bersuhu -20oC sampai -18oC dan disusun rapi sehingga memudahkan pengangkutan nantinya dan menerapkan system first in first out dalam pengangkutannya. Kondisi alat angkut dan distribusi produk akhir udang kupas beku yang digunakan PT Misaja Mitra Pati sesuai dengan jenis produk. Suhu kontainer di setting dalam kisaran suhu penyimpanan beku yang berguna untuk mempertahankan mutu produk yang akan didstribusikan yaitu bersuhu -18oC.

81

5.2 Analisis Bahaya pada Pembekuan Produk Udang Kupas Beku Analisis bahaya yang dilakukan pada produk udang kupas beku di PT Misaja Mitra Pati menemukan beberapa bahaya pada tiap tahapan (Tabel,,). Jenis bahaya yang timbul dikelompokkan kedalam 3 kriteria yaitu bahaya yang menyangkut keamanan pangan (food safety), mutu produk (wholesomenes) dan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi ( economic froud). Bahaya yang paling banyak timbul adalah bahaya kontaminasi dari karyawan dan alat, dekomposisi karena perubahan suhu, kesalahan/ketidakhati-hatian karyawan, dan kerusakan mesin serta alat kerja. Berdasarkan hasil analisa bahaya ditemukan banyak sekali bahaya yang mungkin timbul selama proses pembuatan produk udang kupas beku berlangsung. Namun, bila dilihat signifikasinya, hanya 2 bahaya yang termasuk bahaya yang signifikan. Bahaya tersebut antara lain, adanya residu senyawa antibiotik pada bahan baku yang terjadi pada tahap penerimaan bahan baku dan bahaya karena adanya logam (baik Fe maupun non-Fe) pada produk akhir yang terjadi pada tahap pendeteksian logam oleh metal detector. Hasil analisis bahaya kemudian diuji apakah bahaya tersebut termasuk bahaya yang menjadikan tahapannya sebagai titik kendali kritis. Pengujian yang dilakukan adalah dengan mengujikan semua bahaya signifikan dengan menggunakan decision tree (pohon keputusan). 5.3 Identifikasi Titik Kendali Kritis/CCP pada Pembuatan Produk Udang Kupas Beku Identifikasi Titik Kendali Kritis/CCP merupakan tahap lanjutan setelah tahap analisis bahaya. Berdasarkan analisis bahaya pada produk udang kupas beku ditemukan 2 bahaya yang signifikan yaitu residu antibiotik dan logam. Kedua bahaya signifikan tersebut selanjutnya diuji dengan decision tree, apakah keduanya merupakan CCP atau bukan. Melalui decision tree diketahui bahwa adanya residu antibiotik pada bahan baku udang dan logam pada produk akhir, keduanya merupakan CCP. Karena keduanya tidak dapat ditangani hanya dengan penerapan GMP dan SSOP, dan membutuhkan tindakan pengendalian. Bahaya yang dikarenakan residu antibiotik merupakan bahaya yang menyangkut kesehatan/keamanan konsumen yang mengkonsumsinya, sehingga

82

digolongkan kedalam food safety hazard (bahaya keamanan pangan). Antibiotik digunakan oleh petambak untuk membunuh mikroba patogen yang biasanya menjangkiti udang yang dibudidayakan. Tetapi jika antibiotik dikonsumsi oleh manusia yang terbawa pada produk olahan udang secara terus menerus dapat menyebabkan mikroba target antibiotik tersebut menjadi resisten (kebal) terhadap kerja antibiotik. Untuk itu tidak boleh ada residu antibiotik di dalam produk. Bahaya lain yang termasuk CCP adalah adanya logam di dalam produk. Semua benda asing yang tidak dapat dicerna dan dapat menimbulkan gangguan kerja organ tubuh tidak boleh ada di dalam produk. Logam sebgai salah satu benda yang tidak dapat dicerna oleh tubuh merupakan bahaya yang harus dihindari dan dicegah. Bahaya adanya logam di dalam produk digolongkan ke dalam bahaya keamanan pangan (food safety hazard). Logam yang ada dalam produk berasal dari pecahan peralatan logam yang terjadi pada saat tahapan pengolahan berlangsung atauun berasal dari bahan baku itu sendiri. Biasanya berasal dari usus udang. Untuk produk yang berbentuk blok, seperti produk udang kupas beku, keberadaan logam sangat susah diamati dengan mata telanjang. Untuk itu dibutuhkan alat yang dapat mendeteksi keberadaan logam. PT Misaja Mitra Pati telah memasang alat deteksi logam sebagai alat yang dapat mendeteksi keberadaan logam pada produk baik besi maupun non besi dengan ukuran tertentu. 5.4 Pengawasan CCP Langkah pengawasan titik kendali kritis meliputi tahap penentuan batas kritis, pemantauan batas kritis, tindakan pengendalian, prosedur verifikasi dan pencatatan (dokumentasi). 5.4.1 Penentuan batas kritis Batas kritis adalah keadaan atau kondisi yang menjadi batas suatu produk dalam kondisi aman atau tidak. Bila suatu kondisi yang menjadi fokus perhatian telah melampaui batas kritis berarti produk tersebut tidak aman dan demikian juga sebaliknya. Batas kritis yang ditetapkan oleh PT Misaja Mitra Pati mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2705-1992 dan standar yang ditetapkan oleh pihak pembeli (buyer). Batas kritis untuk produk udang kupas beku dapat dilihat

83

pada Tabel.... standar yang ditetapkan meliputi aspek fisik, kimia dan mikrobiologis. Batas kritis untuk bahaya antibiotik termasuk ke dalam aspek kimia. Sedangkan batas kritis untuk logam dalam produk termasuk ke dalam aspek fisik. Batas kritis untuk antibiotik berbeda untuk masing-masing jenis. Batasan kadar kloramfenikol dalam produk adalah 1 ppb, Nitrofuran ( Furazolidone) 0.3 ppb dan oksitetrasiklin harus negatif. Sedangkan batasan kritis kandungan logam dalam produk juga ditentukan. Perusahaan memberi batasan kandungan logam sebesar < 1.5 untuk Fe dan < 2.5 untuk logam selain Fe. 5.4.2 Pemantauan batas kritis pada tiap titik kendali kritis Pemantauan batas kritis pada tiap titik kendali kritis merupakan upaya dan langkah preventif agar bahaya yang menjadi titik kendali kritis tetap terpantau dan dalam kondisi yang terkendali. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Thaheer (2005), bahwa pemantauan batas kritis meliputi apa yang dipantau, siapa yang melakukan pemantauan, kapan dilakukan pemantauan, bagaimana cara

pemantauan dan dimana tempat/tahap yang dipantau. Pemantauan batas kritis sekaligus pemantauan titik kendali kritis yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel.... 5.4.3 Penentuan tindakan pengendalian Jika penentuan batas kritis dilakukan untuk mengendalikan terjadinya bahaya yang mempengaruhi keamanan pangan, maka perlu dirancang suatu tindakan yang harus dilakukan apabila kadar bahaya telah melampaui batas kritis yang telah ditetapkan. Untuk itulah pentingnya dilakukan tindakan pengendalian. Tindakan pengendalian untuk setiap bahaya yang termasuk dalam titik kendali kritis berbeda antara satu bahaya dengan bahaya yang lain. Apabila dalam pengujian ditemukan masing-masing antibiotik dengan kadar melebihi batas yang telah ditentukan, maka bahan baku udang akan ditolak dan tidak akan diproses lebih lanjut. Karena bahan baku telah mengandung residu antibiotik akan tetap mengandung antibiotik walaupun telah dilakukan pengolahan. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan bila ditemukan produk yang mengandung logam dengan ukuran melebihi batas yang telah ditentukan adalah dengan menahan produk tersebut. Bila berkemungkinan dapat

84

dibersihkan dan dipastikan tidak terdeteksi keberadaan logamnya, maka produk tersebut dapat diolah kembali. Tetapi bila masih terdeteksi keberadaan logamnya, maka produk tersebut diolah menjadi produk non pangan (biasanya dibuat sebagai pakan ternak). 5.4.4 Prosedur verifikasi Prosedur verifikasi merupakan upaya untuk melihat apakah sistem HACCP yang telah direncanakan dan dilaksanakan telah bekerja secara efektif atau belum. Prosedur verifikasi mencakup beberapa hal, yaitu validasi HACCP, peninjauan hasil pemantauan, pengujian produk dan auditing. Validasi dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan keakuratan hasil pengukuran suatu alat sesuai dengan ukuran sebenarnya. Validasi alat dilakukan oleh perusahaan sendiri dan oleh lembaga yang dapat melakukan kaliberasi pada alat tersebut. Untuk peninjauan hasil pemantauan dilakukan dengan memeriksa setiap hasil pantauan yang telah terekam dalam dokumen pemantauan pada tahap pengawasan titik kendali kritis. Apakah semua tahapan telah sesuai dengan HACCP plan. Pengujian produk dilakukan dengan menguji semua parameter yang telah distandarkan. Pengujian meliputi parameter fisik, sensori, visual, kimiawi dan mikrobiologis. Pengujian produk dilakukan oleh pihak perusahaan (dalam hal ini dilakukan oleh bagian Quality control yang dilakukan dalam laboratorium perusahaan) dan pengujian produk sebelum diekspor oleh pihak pembeli (pihak eksternal). Kegiatan audit dilakukan oleh perusahaan secara berkala setiap harinya dan audit mutu secara berkala oleh lembaga/badan yang memiliki kompetensi dan kewenagan di bidang auditing. PT Misaja Mitra Pati telah melakukan proses verifikasi secara internal maupun eksternal dengan baik. Semua hasil verifikasi tercatat dan tersimpan dengan rapi serta berada dalam pengawasan dan wewenang divisi Quality Control. 5.4.5 Prosedur pencatatan (Dokumentasi) Tujuan dilakukan pencatatan (dokumentasi) adalah untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang dilaksanakan masih relevan untuk dipertahankan atau

85

harus direvisi, serta menjadi acuan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan manajer puncak. Sistem dokumentasi yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati telah memenuhi kriteria pendokumentasian yang baik dan benar. Dokumentasi yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati bersifat tepat waktu, tepat guna, tepat sasaran dan dapat/mudah dipahami.

86

6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan PT. Misaja Mitra Pati merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha pembekuan udang. Ada beberapa jenis produk dari hasil olahan udang oleh PT Misaja Mitra Pati yaitu, udang tanpa kepala beku (Head Less), udang kupas (Peeled) beku, Nobashi Ebi (PDTO Stretched) beku, Frozen shrimp Panko Ebi, dan Frozen Shrimp Panko Ebi Head On. PT Misaja Mitra Pati telah menerapkan sistem manajemen keamanan pangan telah diterapkan sejak lama. Hal ini untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkannya aman dan bermutu. Sistem manajemen tersebut adalah HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara keseluruhan penerapan HACCP di PT Misaja Mitra Pati sudah dapat berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari pelaksanaan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) sudah dapat berjalan dengan baik dan efektif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi perusahaan dan hal-hal yang terjadi di lapangan, terdapat beberapa penyimpangan yang terdapat di perusahaan yaitu satu penyimpangan minor, empat penyimpangan mayor, dan satu penyimpangan serius. Penyimpangan minor yang terjadi di PT Misaja Mitra pati, yaitu lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring. Penyimpangan mayor yang ditemukan yaitu; kabel diruang proses terutama pada saat penimbangan udang tidak ditutup dan dibiarkan menjulur, tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, tempat pencucian tidak mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah, dan tempat/wadah berisi produk ditumpuk sebelum dan sesudah pencucian. Sedangkan penyimpangan serius yang ditemukan adalah perusahaan tidak mempunyai fasilitas perban tahan air bagi karyawan yang terluka. Berdasarkan hasil analisis bahaya yang dilakukan terhadap tahap pembuatan produk udang kupas beku, telah ditemukan dua jenis bahaya yang termasuk kedalam titik kendali kritis/CCP, yaitu bahaya adanya residu antibiotik pada tahap penerimaan bahan baku dan bahaya adanya logam pada tahap pendeteksian

87

logam. Bahaya yang teridentifikasi sebagai CCP tersebut, kemudian diawasi, ditentukan batas kritisnya, dilakukan tindakan pengendalian, diverifikasi dan didokumentasikan. Setelah dilihat dari hasil penilain terhadap penerapan sistem HACCP yang sesuai dengan kriteria tertentu, PT Misaja Mitra Pati memperoleh nilai kelayakan dasar B. Hal ini tidak sesuai dengan dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (DJP2HP) pada tahun 2007 dengan rating A maka perlu dilakukan tindakan koreksi dari perusahaan agar dapat diperbaiki penyimpanganpenyimpangan yang terjadi. Secara garis besar penerapan sistem HACCP untuk produk udang kupas beku di PT Misaja Mitra Pati telah sesuai dengan HACCP plan yang dibuat oleh perusahaan sebelumnya. Pemantauan (audit) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan maupun pihak eksternal merupakan upaya untuk menjaga sistem HACCP yang dilaksanakan tetap baik dan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. 6.2 Saran Sebaik apapun suatu sistem dibuat pasti tidak akan mencapai

kesempurnaan, tidak terkecuali sistem HACCP yang diterapkan di PT Misaja Mitra Pati. Kekeurangan dalam penerapan sistem manajemen keamanan pangan atau HACCP terletak pada program kelayakan dasar. Kekurangan tersebut menyangkut perilaku karyawan yang kurang disiplin (kurang sadar akan pentingnya menerapkan sistem manajemen keamanan pangan) dan ketersediaan peralatan/sarana kerja. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di perusahaan untuk dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesadaran karyawan dalam bekerja dan juga perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat pada setiap tahapan dalam proses. Upaya untuk meningkatkan kesadaran karayawan meliputi penyuluhan dan pelatihan (baik pelatihan di dalam perusahaan ataupun diluar perusahaan) bagi karyawan PT Misaja Mitra Pati. Selain itu perusahaan perlu menerapkan sistem penilaian kinerja karyawan yang

88

baik dan efektif dengan memberi bonus kepada karyawan yang berprestasi dalam menerapkan manajemen mutu dan memberikan sanksi kepada karyawan yang melakukan kelalaian kerja dalam menerapkan manajemen mutu di perusahaan. Namun dalam pelaksanaannya perlu supervisor yang terlatih dan mengerti dalam menerapkan sistem penilaian kinerja ini, sehingga penilaian kinerja dilakukan secara objektif. Dengan adanya pengawasan yang ketat terhadap kinerja karyawan, maka diharapkan hal ini dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kesadaran dalam bekerja dan mengurangi kelalaian dalam bekerja yang dapat menyebabkan bahaya dalam keamanan produk yang dihasilkan. Peningkatan sarana yang belum memenuhi/terpenuhi seperti penyediaan perban tahan air bagi karyawan yang terluka dan tempat pencucian alat yang terpisah dengan ruang produksi. Perlu adanya penjelasan ulang tentang job description dan job specification bagi semua pegawai di perusahaan, sehingga tidak ada yang over lapping dalam menjalankan tugasnya masing-masing dan tetap terfokus dalam menerapkan sistem manajemen keamanan pangan (HACCP).

89

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2007. Shrimp. www.wikipedia.org. [10 Mei 2009] Asian Productivity Organization. 2005. Guide to Quality Control. New York. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point) serta Pedoman Penerepannya. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2007. RSNI 01-2705-2005. Udang Beku. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene. Rev. 4. Food and Agriculture Organization/World Health Organization. Rome, Italy. Direktorat Jendral Perikanan. 2000. Ketentuan Penetapan SSOP Unit Pengolahan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. [Ditjen PPHP] Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2007. Peraturan No. PER.011/DJ-P2HP/2007 tentang Pedoman Teknis Penerapan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta : Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. [DJP2HP] Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2009. Perkiraan relasi ekspor dan proyeksi ekspor hasil perikanan tahun 2009. http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/876. [1 Juni 2009]. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. CV Liberty. Yogyakarta. Hariadi S. 1994. Pembekuan Udang Jilid I. Surabaya : Karya Anda. Herschdoerfer S.M.1984. Quality Control in The Food Industry. Vol.1. 2nd Ed. London: Academic Press Inc. Ilyas S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan : Teknik Pembekuan Ikan. Jakarta : Departemen Pertanian. Mayes J. 2001. HACCP : Principles and Applications. New York : Van Nostrand Reinhold. Moeljanto.1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya.

90

Muhandri T, Kadarisman D. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor : IPB Press. Permana, RJ. 2007. Penerapan HACCP pada Pembekuan Udang Beku Tanpa Kepala (headless) di PT. Satu Tiga Enam Delapan Banyuwangi Jawa Timur. [Laporan Magang] Jurusan Agroteknlogi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. PT. Misaja Mitra Pati. 2009. Dokumen Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati. Pati: PT Misaja Mitra Pati. Purwaningsih S. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: PT.Penebar Swadaya Suwignyo. 1989. Avertebrata Air. Bogor: Lembaga Sumberdaya dan Informasi. IPB Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Buku Aksara USDA. 2003. Shrimp Nutrition Information. www.healthzone.com. 2009]. [10 Mei

Winarno FG. 2002. Keamanan Pangan Jilid Ke-1. Bogor : M-BRIO Press. Winarno F.G, Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press. Wiryanti J, Witjaksono HT. 2001 Hazard analysis and critical control point dalam Pelatihan Manajemen Dokumentasi dan Perekaman serta Audit Internal Hazard Analysis and Critical Control Point. 12-20 Maret 2001. Bogor.

You might also like