You are on page 1of 3

Banda AcehDirektur perusahaan konsultan peternakan dan pengekspor sapi swasta asal Australia di sektor pengemukan dan pembibitan

sapi, Lawson Angus (penggemukan sapi) dan Paringa Livestock Genetics (genetik), Harry Lawson dan Tom Lawson, Selasa (7/1/2013), meninjau lahan perternakan di sepanjang Krueng Aceh: dari Cot Gle, Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya; hingga ke Kecamatan Darussalam, Aceh Besar. Di lahan seluas 600 hektare tersebut, terdapat 400 kandang sapi, yang per kandang diisi oleh tiga hingga empat ekor sapi. Harus ada ventilasi udara, kata Harry Lawson, menunjukkan jari telunjuknya ke arah dinding-dinding papan kandang tersebut. Rumput-rumputnya kelihatan segar. Kualitasnya tinggi, ujarnya lagi. Tapi, kata Harry, sapi-sapi tersebut seyoigyanya tidak hanya diberikan rumput saja, tapi juga dicampur dengan berbagai bahan lainnya. Jagung, inti sawit, juga biji kapas, untuk protein, katanya. Amatan The Globe Journal, dua direktur perusahaan konsultan genetik dan penggemukan sapi tersebut, Harry Lawson dan Tom Lawson, tampak mengamati rumput dan juga kandang yang diisi oleh sapi jenis brama dan sapi lokal (Aceh). Tak lama kemudian, rombongan yang didampingi oleh Tim Badan Investasi dan Promosi Aceh tersebut menuju ke Rumah Potong Hewan, Asosiasi Pedagang Daging Sapi dan Kerbau (Aspenda) Aceh Besar. Di tempat tersebut Harry dan Tom, mengamati cara penyembelihan sapi. Kata dia, sebaiknya, sebelum sapi disembelih, sapi tersebut dibius terlebih dahulu. Itu untuk animal walfare (kesejahteraan hewan), kata Tom Lawson. Kepala Dinas (Kadis) Peternakan Aceh Besar, Ahmad Tarmizi SP MM, mengatakan, lahan tersebut selama ini difungsikan sebagai lahan peternakan sapi tradisional, khususnya untuk penggemukan sapi. Selama ini kan kita masih menggunakan cara tradisional untuk memelihara sapi, katanya. Untuk itu, kata Ahmad Tarmizi, pihaknya menunggu hasil observasi, temuan, dan rekomendasi dari dua pengusaha, yang juga akademisi kehewanan tersebut. Kami bisa belajar dari mereka. Dengan lahan seluas ini, nantinya kami bisa tahu, cara apa yang jitu untuk mengembangkan peternakan sapi di sini, ujarnya. Rombongan dari Australia tersebut disambut langsung oleh Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah, didampingi oleh istrinya, Ny Niazah A Hamid, di Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, Sabtu (4/1/2014). Kunjungan dua perusahaan tersebut merupakan tindaklanjut dari lawatan Badan Investasi dan Promosi Aceh beserta Pemerintah Aceh ke Melbourne, Australia pada pertengahan November 2013 lalu.

Lelaki itu mondar-mandir beberapa kali di tempat parkir. Berulang kali dia menerima panggilan dari telepon genggamnya. Dengan suara yang tinggi dan diselingi dengan gurauan, dia menyambut panggilan tersebut. Kadang-kadang kami kelebihan supir, kadang juga minus, ujarnya. Lelaki itu adalah Kasubbid Sarana dan Prasarana Bidang Promosi Badan Investasi dan Promosi Aceh, Razali. Selasa (7/1/2013), pihak Badan Investasi dan Promosi Aceh, ingin membawa rombongan direktur perusahaan konsultan peternakan dan pengekspor sapi swasta asal Australia di sektor pengemukan dan pembibitan sapi, Lawson Angus (penggemukan) dan Paringa Livestock Genetics (pembibitan), Harry Lawson dan Tom Lawson meninjau lahan perternakan di Aceh Besar. Di luar, suasana pagi Banda Aceh di Jalan Ahmad Yani Nomor 39, terlihat lenggang. Sejurus kemudian, kira-kira pukul 09.30 WIB, mobil melaju meninggalkan Kantor Badan Investasi dan Promosi Aceh. Di Jembatan Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, deretan mobil yang membawa rombongan Tim Bidang Promosi Investasi dan Promosi Aceh, Dinas Peternakan Aceh Besar, dan Harry Lawson serta Tom Lawson, telah mangkal di sana. Kunjungan Harry Lawson dan Tom Lawson selama sepuluh hari, yakni dari 31 Desember 2013 hingga 10 Januari 2014, itu, untuk melihat lahan perternakan di Bener Meriah (4.155 hektare), Aceh Besar (605 hektare lahan inti dan 5.829 hektare untuk lahan Plasma); Pidie (650 Hektare), dan Nagan Raya (5000 hektare). Nantinya mereka akan merekomendasikan hasil temuan mereka untuk Pemerintah Aceh. Hasil tersebut juga dijadikan sebagai landasan untuk penggaet investor dari dalam dan luar negeri. Rombongan tersebut kemudian menyambangi Rumoh Potong Hewan Lambaro untuk melihat proses penyembelihan di sana. Di tempat itu, Harry Lawson dan Tom Lawson meminta para pekerja untuk mendemonstrasikan cara penyembelihan dengan menggunakan standar Rumah Potong Hewan (RPH). Muzakir (41), pekerja di Rumoh Potong Hewan Lambaro, menuturkan, pihaknya biasanya menyembelih sepuluh ekor sapi per hari. Menurut Muzakir, hampir seluruh peternak sapi di Aceh Besar tidak lagi menggunakan cara tradisional untuk menyembelih sapi. Kami kerja dari jam tiga pagi hingga jam tujuh pagi. Rata-rata penghasilannya Rp 40 ribu per hari, sepuluh ekor sapi biasanya disembelih di sini, kata warga Gampong Bayu, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar ini. Rombongan pun menuju ke Field Plot Kelompok Tani Leumo Na, Kecamatan Kota Malaka, Aceh Besar. Lenguhan sapi terdengar nyaring. Di lahan yang berukuran kurang lebih 100 hektare tersebut, sapi Bali, sapi Aceh, Brahman, Limousine, Brangus, dan Simental, berjumlah kira-kira 1300 ekor. Kepada The Globe Journal, Kasie Pelayanan Kesehatan Hewan Diskeswannak Aceh, Drh Muslim, menuturkan, sekurang-kurangnya dua truk jerami dan tiga truk rumput disediakan untuk pakan sapi di tempat itu. Kata dia, jerami atau konsentrat diberikan pada pagi hari dan rumput pada sore hari.

Konsentrat merupakan pakan tambahan untuk penggemukan. Itu biasanya diberikan untuk sapi jantan. Amoniasi jerami atau silase dan juga rumput menjadi pakan bagi sapi di sini, ujarnya. Lebih lanjut Muslim menambahkan, kenaikan berat badan sapi hasil inseminasi buatan (IB), seperti Brahman, Limousine, Brangus, dan Simental, mencapai 1,4 hingga 1,8 kg per hari. Sedangkan sapi Aceh dan sapi Bali 0,4 hingga 0,8 kg per hari, katanya.

You might also like