You are on page 1of 13

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS

Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Oleh : Paramita Hermaniati Irvan Prayogo Wahyu Dwi Cahyani Intan Permata Sari Oktian Firman Bryantara Rr Rovanaya Nurhayuning J Dedy Setiawan Vreza Budi Setiawan Aminatul Fitria Puspita Ayu Ramadhani 101111020 101111117 101111140 101111154 101111178 101111190 101111210 101111215 101111218 101111224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS


EPIDEMIOLOGY OF DIABETES MELLITUS

ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang akan semakin meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan status sosial, yang mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup. Menurut World Health Organization (WHO) penderita DM pada tahun 2000 adalah 135 juta dan diperkirakan akan menjadi 366 juta orang di tahun 2025. Kawasan Asia diperkirakan mempunyai populasi penderita DM terbesar di dunia. Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan tahun 2001, untuk jenis penyakit DM di Indonesia menempati urutan keempat di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat. Tercatat 7,5% penduduk di Pulau Jawa dan Bali, baik pria maupun wanita menderita DM. Diabetes melitus (DM) sendiri merupakan kelainan metabolik akibat defek pada sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. Jumlah penderita DM akan meningkat apabila tidak disusun strategi pencegahan dan pengontrolan DM secara tepat. Edukasi terbukti penting dalam meningkatkan pengetahuan, kepatuhan, dan kontrol glikemik pada pasien DM. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan penderita diabetes mellitus diperlukan peran serta tenaga kesehatan untuk memberikan informasi yang tepat melalui health education mengenai cara pencegahan penyakit diabetes mellitus sebagai salah satu cara untuk mengurangi jumlah penderita penyakit diabetes mellitus. Kata Kunci : diabetes militus, WHO, jumlah penderita DM, edukasi ABSTRACT Diabetes mellitus ( DM ) is a disease that will increase in number in the future . This increase was due to increased social status , which resulted in a change of lifestyle. According to the World Health Organization ( WHO ) in 2000 people with diabetes is 135 million and is expected to be 366 million people in 2025 . Asia is expected to have the largest population of people with diabetes in the world . Based on the Ministry of Health study in 2001, for the type of DM in Indonesia ranks fourth in the world after India , China and the United States . Recorded 7.5 % of the population in Java and Bali , both men and women suffering from diabetes . Diabetes mellitus ( DM ) is a metabolic disorder due to his own defects in insulin secretion , insulin action , or both . The number of people with diabetes will increase if not structured diabetes prevention and control strategies appropriately . Education was important in improving knowledge , adherence , and glycemic control in diabetic patients . To improve knowledge and compliance of patients was necessary role of health professionals to provide appropriate information through health education about how to prevent diabetes mellitus as one way to reduce the number of people with diabetes mellitus. Key Word : diabetes mellitus , WHO , the number of people with diabetes , education PENDAHULUAN Kesehatan adalah kenikmatan yang diharapkan oleh setiap manusia dalam kehidupan sehingga manusia diharapkan untuk mampu selalu menjaga kesehatannya. Dalam kehidupan sekarang telah banyak ilmu ilmu yang mempelajari tentang kesehatan, baik ilmu tentang kesehatan dan ilmu tentang penyakit. Segala hal yang dilakukan seperti pola dan gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan tubuh dan penyakit yang kemungkinan dapat diderita (Ariska, 2008). Salah satunya penyakit degeneratif yang dapat timbul dikarenakan pola dan gaya hidup yang dapat mengganggu kesehatan seseorang adalah Diabetes Melitus tipe 2. Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerusakan kinerja insulin atau kombinasi keduanya. Ketidakoptimalnya kerja insulin merupakan akibat dari kurangnya sekresi insulin atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin. Kurangnya sekresi insulin dan kerusakan kerja insulin sering terjadi bersamaan sehingga menyebabkan kelainan yang merupakan penyebab terjadinya hiperglikemia (ADA, 2005). Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita. Diabetes mellitus ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit Diabetes mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan,walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal. Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya umur harapan hidup (UHH), namun masa transisi demografi akibat keberhasilan upaya menurunkan angka kematian dapat menimbulkan transisi epidemiologis, sehingga pola penyakit bergeser dari infeksi akut penyakit degenerative yang menahun. Menurut WHO angka penyandang penyakit yang popular dengan sebutan kencing manis memang cukup fantastis, yaitu menempati urutan ke 4 terbesar di dunia. Menurut data WHO, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita diabtes mellitus (2000) dan akan meningkat dua kali menjadi 366 juta pada tahun 2030. Dari 50% yang sadar mengidapnya, hanya 30% yang rutin berobat. Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membawa perubahan posisi diabetes mellitus semakin menonjol, yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peningkatannya dikelompok 10 besar (leading diseases). Selain itu diabetes mellitus makin member kontribusi yang lebih besar terhadap kematian ( ten diseases leading cause of death). (Bustan, 2007) World Health Organisation (WHO) tahun 2003 memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa (Depkes, 2008). Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), angka prevalensi penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa. Angka prevalensi risiko diabetes mencapai dua kali lipatnya atau 11% dari total penduduk Indonesia (Anonim, 2010). Di Jawa Tengah, prevalensi DM tipe 2 mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun 2008, yaitu sebesar 0,83% pada tahun 2006, 0,96% pada tahun 2007 dan 1,25% pada tahun 2008 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2008). Peningkatan prevalensi diabetes seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu obesitas (kegemukan), kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, merokok, hiperkolesterol, hiperglikemia dan lain-lain.

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995). Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada berbagai organ dan system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, dan lain-lain (Mansjoer, 1999). Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidaseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin (H. Rumahorbo, 1999).

Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa stroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka gangren (Annisa, 2004). Selain terjadi komplikasi, DM juga dapat menimbulkan dampak sosio ekonomi penderita, karena DM menimbulkan beberapa kerugian yang digolongkan menjadi kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung meliputi biaya perawatan gawat darurat, opname, pelayanan-pelayanan medis, rawat jalan penderita, pembedahan, obatobatan, uji laboratoris serta biaya peralatan. Kerugian tidak langsung mencakup kematian prematur, kehilangan hari kerja yang mengakibatkan hilangnya pendapatan dan penghasilan, pembayaran asuransi, kerugian perorangan serta hal-hal yang tidak bisa dihitung seperti rasa nyeri dan penderitaan (Price, 1994). Pada sebagian penderita DM, sering disertai adanya obesitas, riwayat keluarga mengidap diabetes seperti orang tua, atau saudara kandung, faktor usia (berusia lebih dari 45 tahun), kelompok etnis tertentu, dan kehamilan. Pada sebagian penderita DM yang lain terdapat peningkatan tekanan darah, kadar trigliserida, kadar kolesterol, inaktivitas fisik, dan proses penuaan (Sherwood, 2001). 1. Patofisiologi a. DM Tipe I Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000) b. DM Tipe II Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika selsel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

2. Manifestasi Klinik a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002) RIWAYAT ALAMIAH Terdapat 5 tahap Riwayat Alamiah Penyakit Diabetes Melitus, yaitu : 1. Tahap Prepatogenesis Pada kondisi ini, individu belum merasakan gejala (simptom) dan belum dinyatakan diabetes. Tahap prepatogenesis dapat berpindah menjadi pre diabetes dipengaruhi oleh faktor resiko masing-masing individu. 2. Tahap Prediabetes Pre-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Pada masa pre-diabetes ini belum terdapat abnormalitas dari metabolisme, tapi sudah membawa faktor genetik (carriers). Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun.Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu : a. Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl). b. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes. 3. Tahap Diabetes Kimiawi Pasien masih bersifat asimptomatik (belum timbul gejala-gejala) namun sudah terdapat abnormalitas metabolisme pada pemeriksaan laboratoris. 4. Tahap Klinis Fase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit DM. Gejala-gejala diabetes melitus yaitu Trias DM (Poliuria, Polidipsia, Polifagia). 5. Tahap Akhir Penyakit Penyakit diabetes melitus adalah penyakit kronis yang belum dapat disembuhkan. Penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi pengawasan khusus. Penyakit komplikasi yang muncul dari penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan kecacatan atau kematian misalnya katarak, ganggrene, stroke, PJK, dll. Apabila tidak muncul komplikasi, individu tersebut tetap akan menjadi carier atau pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan kepada keturunannya.

FAKTOR RESIKO Ada beberapa faktor resiko penyakit diabetes melitus yang harus mendapatkan perhatian serius untuk terhindar dari penyakit yang bisa dibilang sangat mematikan ini. Beberapa faktor resiko diabetes adalah : 1. Riwayat Keluarga Faktor keturunan atau genetik mempunyai kontribusi yang tidak bisa diremehkan untuk seseorang terserang penyakit diabetes (riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2, orang tua atau kakak atau adik). Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan untuk seseorang agar bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan. Dengan memperbaiki pola makan dan pola hidup kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit ini. 2. Obesitas Atau Kegemukan Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak. Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari makan makanan yang tinggi kalori. 3. Usia Yang Semakin Bertambah Ketika usia sudah diatas 40 tahun banyak fungsi organ-organ vital melemah dan tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.

4. Kurangnya Aktivitas Fisik ( Gaya Hidup Sedentary ) Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga pankreas. Dengan melakukan olahraga secara teratur minimal 30 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu, dapat mencegah faktor resiko Diabetes Mellitus. 5. Merokok Asam rokok menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan sifatnya sangat komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus. Merokok dapat menyebabkan intoleransi glukosa ,dengan kata lain tubuh tidak bisa lagi menerima glukosa. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan resiko resistensi terhadap insulin dan respon yang cukup terhadap sekresi insulin. 6. Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi Makanan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang cukup tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus. Hal ini dapat diatasi dengan konsumsi kolestorol tidak lebih dari 300mg per hari. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi cenderung meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida. Bentuk kolesterol LDL pada penderita diabetes lebih padat dengan ukuran yang lebih kecil yang sering disebut Small Dense LDL, sehingga mudah sekali masuk kedalam lapisan pembuluh

darah yang lebih dalam. Bentuk kolesterol LDL ini lebih jahat lagi karena lebih bersifat aterogenik (lebih mudah menempel pada pembuluh darah dan lebih mudah membentuk plak). 7. Stres Dalam Jangka Waktu Lama Kondisi stres berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai hormon dalam tubuh termasuk produksi hormon insulin. Disamping itu stres bisa memacu sel-sel tubuh bersifat liar (radikal bebas) yang berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga memicu untuk sel-sel tubuh menjadi tidak peka atau resiten terhadap hormon insulin. 8. Hipertensi Atau Darah Tinggi Garam yang berlebih memicu untuk seseorang teridap penyakit darah tinggi yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan resiko untuk terserang penyakit diabetes melitus. Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah. Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali lebih tinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat penting untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada diabetes tipe 1, adanya hipertensi sering diindikasikan adanya diabetes nefropati. Pada kelompok ini, penurunan tekanan darah dan angiotensin converting enzym menghambat kemunduran pada fungsi ginjal. Pada diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai sindrom metabolit (yaitu obesitas, hiperglikemia, dyslipidemia) yang disertai oleh tingginya angka penyakit kardiovaskular. 9. Kehamilan Pada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu keseimbangan hormon insulin dan pada kasus tertentu memicu untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap hormon insuline. Kondisi ini biasanya kembali normal selah masa kehamilan atau pasca melahirkan. Namun demikian menjadi sangat beriso terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepan punya potensi diabetes melitus. 10. Ras Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk terserang diabetes melitus. Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari Asia.

11. Terlalu Sering Konsumsi Obat-Obatan Kimia Konsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama akan memberika efek negatif yang tidak ringan. Obat kimia ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi mengobati di sisi yang lain mengganggu kesehatan. Bahkan tidak sedikit kasus penyakit berat seperti jantung dan liver serta diabetes diakibatkan oleh terlalu seringnya mengkomsumsi obat kimia. Salah satu obat kimia yang sangat berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE DIURETIK dan BETA BLOKER. Kedua jenis obat tersebut sangat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus karena bisa merusak pankreas.

ASPEK PENCEGAHAN Berikut 3 tahapan pencegahan untuk penyakit, yaitu : 1. Pencegahan primer Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas (Noer, 1996). Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah dan efektif (Noer, 1996). Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu : a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodikasi : 1. Ras dan etnik 2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) 3. Umur yaitu resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. 4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). 5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal. b. Faktor risiko yang bisa dimodikasi : 1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). 2. Kurangnya aktivitas sik. 3. Hipertensi (> 140/90 mmHg). 4. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL) 5. Diet tak sehat (unhealthy diet) yaitu diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DM tipe 2. c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : 1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin 2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases). d. Intoleransi Glukosa 1. Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang menda- hului timbulnya diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami peningkatan. 2. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of Health and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan menjadi

diabetes.Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. 3. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini: 4. Glukosa darah puasa antara 100125 mg/dL 5. Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL. 6. Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan sik yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodikasi. e. Materi pencegahan primer penyuluhan ditujukan kepada : Kelmpok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi antara lain : 1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penilitian menunjukan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe-2 2. Diet sehat Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan. Diet yang dianjurkan mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. 3. Latihan Jasmani Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar glukosa-HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan : Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (menccapai denyut jantung >70% maksimal) Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4x aktivitas/minggu. 4. Menghentikan merokok Merokok merupakan slaah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe-2 5. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio ekonomi penyakit ini dan pentingnya peyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer f. Pengelolaan yang ditujukan untuk : 1. Pengelolaan intoleransi glukosa Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom metabolik yang ditandai dengan adanya obesitas sentral, dislipdemia (trigliserida yang tinggi dan atau kolesterol HDL rendah), dan hipertensi. Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diperbaiki dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan, mengonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmaniyang cukup dan teratur. Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup lebih efektif untuk mencegah munculnya DM tipe-2 dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan. Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe-2 sebesar 58%. Sedangkan penggunaan obat seperti metformin, tiazolodindion, acarbose hanya mempu menurunkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut untuk penanganan intoleransi glukosa masih menjadi kontroversi. Bila disertai dengan obesitas, hipertensi dan dislipidemia, dilakukan pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan

2. Pengelolaan berbagai faktor risiko : a. Obesitas b. Hipertensi c. dislipdemia

2. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat. Pencegahan penyakit diabetes secara sekunder bertujuan agar penyakit diabetes mellitus yang sudah terlanjur timbul tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain, menghilangkan gejala dan keluhan penyakit diabetes. Pencegahan penyakit diabetes secara sekunder meliputi deteksi dini penderita diabetes mellitus, terutama bagi kelompok yang beresiko tinggi terkena diabetes. Bagi yang dicurigai terkena penyakit diabetes, perlu diteliti lebih lanjut untuk memperkuat diagnosa. Penanganan diabetes mellitus dilakukan dengan berbeda-beda dan khusus tergantung dari penyebab diabetes penderita. Saat ini telah banyak cara menangani diabetes mellitus dengan metode medis maupun alternatif. Kontrol gula darah secara rutin dan operasi merupakan penanganan pada pencegahan sekunder. Terdapat beberapa penyulit penyakit diabetes yang salah satunya adalah kardiovaskular, yaitu merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, prol lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pencegahan sekunder: a. Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat b. Menjaga berat badan agar tetap dalam batas normal, bila terlanjur melebihi normal usahakan untuk menurunkan berat badan. c. Pantau gula darah harian d. Olahraga teratur sesuai kemampuan fisik, kelamin dan usia e. Pemberian suntikan insulin saat dibutuhkan f. Cuci darah (hemodialisa)

g. Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi mengenai diabetes mellitus 3. Pencegahan tersier Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya

rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Usaha ini meliputi: Mencegah timbulnya komplikasi b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan d. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
a.

KESIMPULAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Terdapat 5 tahap dalam riwayat alamiah penyakit diabetes melitus yaitu tahap prepatogenesis, tahap prediabetes, tahap diabetes kimiawi, tahap klinis, dan tahap akhir penyakit. Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan diabetes melitus yaitu riwayat keluarga, obesitas, usia yang semakin bertambah, kurangnya aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi, stress dalam jangka waktu lama, hipertensi, kehamilan, ras, dan terlalu sering mengkonsumsi obat-obatan kimia. Untuk pencegahan pengendalian penyakit diabetes melitus ada 3 tahap antara lain pencegahan primer yaitu suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus, kemudian pencegahan sekunder yang bertujuan agar penyakit diabetes mellitus yang sudah terlanjur timbul tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain, menghilangkan gejala dan keluhan penyakit diabetes. Dan pencegahan tersier yang ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. SARAN Diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di Indonesia. Dengan menganalisis faktor resiko, penyebab dan riwayat alamiah penyakit katarak maka dapat dilakukan tahan pencegahan sebelum penyakit tersebut muncul dan terus bertambah. Upaya preventif merupakan cara paling efektif untuk mencegah munculnya diabetes melitus, selain itu melakukan pola hidup sehat, menghindari pola hidup beresiko, mengatur pola makan seimbang serta menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Made Sumarwati, Waluyo Sejati, Roisca Dyah Pramitasari. Eksplorasi Persepsi Penderit Atent Ang Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Penyakit Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas. 2008 Sesilia Andriani Keban, Lutfan Budi Purnomo, Mustofa. Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. 2013 Purwanto, Nasrul Hadi. Hubungan Pengetahuan Tentang Diet Diabetes Melitus Dengan Kepatuhan Pelaksanaan Diet Pada Penderita Diabetes Melitus. 2011 Widyastuti, Winda. Hubungan Antara Depresi Dengan Kepatuhan Melaksanakan Diit Pada Diabetisi di Pekalongan. 2012 Septrianti, Nur Elly. Hubungan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien Di Poliklinik Jantung Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010. 2012 Sekarsari, Anggita Putri. Pengaruh Status Diabetes Mellitus Terhadap Derajat Karies Gigi. 2012

You might also like