Professional Documents
Culture Documents
Pokok Bahasan
Pengertian Hadis Unsur-Unsur Hadis (Matan, Rawi, Sanad) Sejarah Kodifikasi Hadis
Pengertian Hadis
Secara bahasa (terminologi) adalah: 1. jadid (sesuatu yang baru) lawan dari kata alqadim, sesuatu yang lama. 2. qarib dekat, yaitu tidak lama lagi akan terjadi. Sedangkan lawannya adalah baid jauh. 3. khabar berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain
Semua perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum syara dan ketetapannya.
Pengertian Sunnah
Secara bahasa Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau yang tercela ataupun jalan yang lurus atau tuntutan yang tetap (konsisten). Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara, maka yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW, baik berupa perkataan atau perbuatannya, apabila dalam dalil hukum syara disebutkan al-Kitab dan asSunnah, maka yang dimaksudkan adalah alQuran dan al-Hadits
Bidah secara bahasa adalah tambahan. Secara istilah adalah segala sesuatu yang diada-adakan sesudah Nabi wafat, untuk dijadikan syara' dan Agama, pada hal yang diada-adakan itu tak ada dalam Agama. Segala penambahan di luar agama pada prinsipnya boleh, selama tidak melanggar ajaran agama.
Bentuk-Bentuk Hadis
Dilihat dari sumbernya terdapat 5 bentuk hadis; 1. Hadis Qouli (bersumber dari perkataan)
Hadis Fili (bersumber dari perbuatan) 3. Hadis Taqriri (bersumber dari ketetapan) 4. Hadis Hammi (bersumber dari hasrat) 5. Hadis Ahwali (bersumber dari ikhwal atau tampilan)
2.
Unsur-Unsur Hadis
Unsur-unsur hadis antara lain; 1. Sanad, secara bahasa artinya sandaran. Secara istilah silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadis. 2. Matan, secara bahasa artinya tanah yang meninggi. Secara istilah adalah lafadzlafadz hadis yang memiliki makna tertentu. 3. Rawi, orang-orang yang meriwayatkan hadis.
- -
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Mamur bin Rabii al Qaisi, katanya: Telah menceritakan kepaku Abu Hisyam al Muhzumi dari Abu al Wahid, yaitu ibn Ziyad, katanya: Telah menceritakan kepaku Utsman bin Hakim, katanya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin al Munkadir, dari Amran, dari Utsman bin Affan ra., ia berkata: Barang siapa yang berwudlu dengan sempurna (sebaikbaiknya wudlu) keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya bahkan dari bahwa kukunya (H.R. Muslim)
Periodesasi Kodifikasi Hadis 1. Periode Awal (Zaman Nabi) 2. Periode Kedua (Zaman Khulafau Rasyidin) 3. Periode Ketiga (Zaman Sahabat Kecil Tabi'in Besar)
Nabi memerintahkan . Penyebaran hadis dari mulut ke mulut. Larangan penulisan hadis agat tidak tertukar dengan al-Quran. Peranan istri-istri Nabi, khsusunya mengenai hadis-hadis yang berhubungan dengan keluarga.
Abu Bakar menerapkan pembatasan periwayatan hadis Zaman Usman terjadi peningkatan periwayatan hadis sehingga sering disebut Di zaman Usman terjadi periwayat bil mana (periwayatan dengan maknanya saja) Zaman Ali konflik dan fitnah internal ummat Islam, akhirnya mulai muncul benih-benih hadis palsu.
Masih terjadi konflik ideologi, dan teologi antara sunni dan syiah, sehingga masih memungkinkan pemalsuan hadis. Beberapa tokoh Sahabat kecil;
1. 2. 3.
4.
5. 6. 7.
Abu Hurairah meriwayatkan 5374 atau 5364 hadits Abdullah ibn Umar meriwayatkan 2630 hadits Anas ibn Malik meriwayatkan 2276 atau 2236 hadits. Aisyah (isteri Nabi) meriwayatkan 2210 hadits Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadits Jabir ibn Abdillah meriwayatkan 1540 hadits Abu Sa'id al-Khudry meriwayatkan 1170 hadits
Periwayat hadis menyebar ke berbagai wilayah; Madinah, Makah, Mesir, Basyrah, Syam, dan Yaman. Ilmu fikih berkembang pesat, sehingga pengumpulan hadis berkaitan dengan hadis-hadis fiqih.
Kodifikasi Hadis
Pembukuan hadis dalam bentuk mushaf terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Alasannya agar ilmu ini tidak hilang karena banyaknya ulama yang wafat. Beberapa mushaf yang dihasilkan pada waktu itu; 1. Mushannaf oleh Syu'bah bin al-Hajjaj (160-H) 2. Mushannaf oleh Al-Laits bin Sa'ad (175-H) 3. Al-Muwaththa' oleh Malik bin Anas (179-H)
4. 5. 6.
Mushannaf oleh Sufyan bin Uyainah (198-H) Al-Musnad oleh Asy-Syafi'i (204-H) Jami al-Imam Ash-Shan'ani (211-H)
Beberapa kitab yang dihasilkan; 1. Shahih Ibnu Khuzaimah (311-H) 2. Shahih Abu Awwanah (316-H) 3. Shahih Ibnu Hibban (354-H) 4. Mu'jamul Kabir, Ausath dan Shaghir, oleh At-Thabrani (360-H) 5. Sunan Daraquthni (385-H)
Mushannaf Said bin Manshur (227-H) Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (235-H) Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (241-H) Shahih al-Bukhari (251-H) Shahih Muslim (261-H) Sunan Abu Daud (273-H) Sunan Ibnu Majah (273-H) Sunan At-Tirmidzi (279-H) Sunan An-Nasa'i (303-H) Al-Muntaqa fil Ahkam Ibnu Jarud (307-H) Tahdzibul Atsar Ibnu Jarir at-Thabari (310-H)
Periode Penyempurnaan pemisahan antara ulama mutaqaddimin (salaf) yang metode mereka adalah berusaha sendiri dalam meneliti perawi, menghafal hadits sendiri serta menyelidiki sendiri sampai pada tingkat sahabat dan tabi'in. menyusun karyanya adalah dengan menukil dari kitab-kitab yang telah disusun oleh salaf, menambahkan, mengkritik dan men-syarah-nya (memberikan ulasan tentang isi hadits-hadits tersebut)
2.
Mengklasifikasikan hadits, cara pengumpulannya, kandungannya dan tematema yang sama serta memberikan pesyarahan (penjelasan). Beberapa kitab yang dihasilkan;
1. Sunanul Kubra, al-Baihaqi (384-458 H) 2. Muntaqal Akhbar, Majduddin al-Harrani (652-H) 3. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Ibnu Hajar
al-Asqalani (852-H)
1. 2.
Muncul juga kitab-kitab Targhib wa Tarhib (Kitab menggembirakan dan ancaman), diantaranya; At-Targhib wa Tarhib, Imam al-Mundziri (656-H). Riyadhus Shalihin, oleh Imam Nawawi (767-H).
Menjelaskan Kitabullah (An-Nahl/16:44) Rasulullah s.a.w. merupakan teladan baik yang wajib dicontoh oleh setiap muslim (Al-Ahzab/33:21) Rasulullah s.a.w. wajib ditaati (AlAnfal/8:20) Rasulullah SAW Mempunyai Wewenang Untuk Membuat Suatu Aturan (Syariah) (Al-Araf/7:157-158)
3.
4.
Bayan at-Tasyri, mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran. Bayan an-Naskh, al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah)
Hadis ini;
Memperkuat ayat berikut;
]185/ [
Menjelaskan ayat berikut;
]43/ [