You are on page 1of 24

7

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

II.1 Landasan Teori
II.1.1 Pengertian dan Konsep Modal Kerja
Pengertian modal kerja dapat dilihat dari beberapa penjelasan di bawah
ini:
Sundjaya dan Barlian (2002) mendefinisikan sebagai berikut:
Modal kerja yaitu aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang
berputar dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam melaksanakan suatu
usaha atau,
Modal kerja yaitu kas/bank, surat-surat berharga yang mudah diuangkan
(misal giro, cek, deposito), piutang dagang dan [...]sediaan yang tingkat
perputarannya tidak melebihi 1 tahun atau jangka waktu operasi normal
perusahaan (h. 155).
Sawir (2001), mendefinisikannya sebagai berikut:
Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan atau
dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai
kegiatan operasi perusahaan sehari-hari (h. 129).
Sementara Brigham dan Houston (2001), mendefinisikan sebagai berikut:
Working capital is a firms investment in short term assets cash,
marketable securities, inventory and accounts receivable (p. 565).


8
Apabila diterjemahkan:
Modal kerja adalah suatu investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek
kas, surat-surat berharga, [...]sediaan, dan piutang dagang.
Menurut Weston dan Copeland yang diterjemahkan oleh Wasana, J .,
Kirbrandoko (1999) memberikan pengertian modal kerja sebagai berikut:
Modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan
demikian modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk uang
tunai, surat berharga, piutang dan [...]sediaan, dikurangi kewajiban lancar
yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar (h. 327).
Menurut Garrison, Noreen dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan, N.
(2006), mendefinisikan sebagai berikut:
Modal kerja (working capital) adalah aktiva lancar (kas, piutang, dan
[...]sediaan) dikurangi utang lancar (h. 408).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal kerja
merupakan investasi perusahaan dalam harta jangka pendek atau aktiva lancar.
Secara sederhana dalam praktik sehari-hari modal kerja didefinisikan sebagai
harta lancar dikurangi kewajiban lancar, atau aktiva lancar dikurangi pasiva
lancar dan definisi ini dikenal sebagai modal kerja bersih.
Selanjutnya, Riyanto (2001) mengemukakan modal kerja dapat dibagi
menurut konsep sebagai berikut:
1. Konsep Kuantitatif
Modal kerja menurut konsep kuantitatif menggambarkan keseluruhan
atau jumlah dari aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang,
[...]sediaan atau keseluruhan dari jumlah aktiva lancar dimana aktiva lancar
9
ini sekali berputar dan dapat kembali ke bentuk semula atau dana tersebut
dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek atau singkat. Konsep ini
biasanya disebut modal kerja bruto (gross working capital).
Berdasarkan konsep di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep tersebut
hanya menunjukkan jumlah dari modal kerja yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan operasi perusahaan sehari-hari yang sifatnya rutin,
dengan tidak mempersoalkan darimana diperoleh modal kerja tersebut,
apakah dari pemilik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek.
Modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan batas aman atau
margin of safety yang baik. J umlah modal kerja yang besar belum tentu
menggambarkan likuiditas perusahaan yang baik sekaligus belum tentu
menggambarkan jaminan kelangsungan operasi perusahaan pada periode
berikutnya.

2. Konsep Kualitatif
Menurut konsep kualitatif modal kerja merupakan selisih antara
aktiva lancar diatas hutang lancar. Digunakan kerja ini merupakan sebagian
dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai
operasi perusahaan tanpa menunggu likuiditasnya. Konsep ini biasa disebut
dengan modal kerja neto (net working capital).
Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva
lancar yang lebih besar daripada hutang lancar dan menunjukkan tingkat
keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan operasi
10
dimasa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan
jangka pendek dengan jaminan aktiva lancar.

3. Konsep Fungsional
Modal kerja menurut konsep ini menitikberatkan pada fungsi dari
dana dalam menghasilkan penghasilan (income) dari usaha pokok
perusahaan. Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan
untuk mendapatkan penghasilan. Ada sebagian dana yang digunakan dalam
satu periode akuntansi tertentu yang menghasilkan pendapatan pada periode
tersebut. Sementara itu, adapula dana yang dimaksudkan untuk menghasilkan
pendapatan pada periode-periode selanjutnya atau dimasa yang akan datang,
misalnya: bangunan, mesin-mesin, alat-alat kantor,dan aktiva tetap lainnya
yang disebut future income. J adi modal kerja menurut konsep ini adalah dana
yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada saat ini sesuai dengan
maksud utama didirikannya perusahaan.

II.1.2 Jenis-jenis dan Elemen-elemen Modal Kerja
II.1.2.1 Jenis-jenis Modal Kerja
Menurut Riyanto (2001) yang mengutip pernyataan Taylor bahwa jenis-
jenis modal kerja suatu perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua bentuk,
yaitu:
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Adalah modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat
menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus-
menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen ini dapat
dibedakan menjadi:
11
a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)
Adalah jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan
untuk menjamin kontinuitas usahanya.
b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)
Adalah jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan
luas produksi yang normal. Produksi normal merupakan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan barang sebesar kapasitas normal
perusahaan.
2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan
keadaan. Modal kerja variabel ini dibedakan menjadi:
a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital)
Adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena
fluktuasi musim.
b. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital)
Adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena
fluktuasi konjungtur.
c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Adalah modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan
darurat yang tidak diketahui sebelumnya. Misalnya adanya pemogokan
buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak (h. 61).

II.1.2.2 Elemen-elemen Modal Kerja
Elemen-elemen modal kerja dapat dikelompokkan ke dalam empat
golongan yaitu:
1. Kas
Semua uang tunai yang ada di dalam perusahaan dan surat-surat yang
mempunyai sifat-sifat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan
pembayaran yang sah pada setiap saat yang dikehendaki.
2. Piutang
Hak atas tagihan perusahaan kepada pihak lain yang akan diminta
pembayarannya apabila waktunya telah sampai. Tagihan itu terjadi akibat
adanya penjualan kredit.

12
3. Sediaan
Semua sediaan barang yang dipergunakan untuk proses produksi/hasil
produksi yang telah selesai tetapi belum dijual.
4. Surat Berharga
Perusahaan dapat menggunakan kelebihan dananya untuk membeli surat
berharga. Pembelian ini bertujuan untuk menjaga likuiditas juga merupakan
investasi yang bersifat sementara, yaitu apabila perusahaan membutuhkan
uang tunai memenuhi kewajiban yang mendesak, perusahaan dapat segera
menjuali kembali surat-surat berharga tersebut.

II.1.3 Sumber-sumber dan Penggunaan Modal Kerja
II.1.3.1 Sumber-sumber Modal Kerja
Menurut Gitosudarmo dan Basri (1999), bahwa modal kerja yang
dibutuhkan oleh perusahaan dapat dipenuhi dari dua sumber, yaitu:
1. Sumber Internal (Internal Source)
Adalah modal kerja yang dihasilkan oleh perusahaan sendiri. Sumber modal
kerja internal ini terdiri dari:
a. Laba ditahan
Besar kecilnya laba ditahan menjadi sumber internal pemenuhan modal
kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1) Besarnya laba yang diperoleh dalam periode yang bersangkutan
2) Kebijakan tentang dividen
3) Kebijakan penanaman kembali dividen yang diterima oleh pemegang
saham
b. Penjualan aktiva tetap yang dilaksanakan oleh perusahaan
c. Keuntungan penjualan surat-surat berharga di atas harga nominal
d. Cadangan penyusutan
2. Sumber Eksternal (External Source)
Adalah modal kerja yang berasal dari luar perusahaan yang merupakan utang
bagi perusahaan. Pihak-pihak luar sebagai sumber pemenuhan modal kerja
adalah:


13
a. Pemasok (supplier)
Supplier memberikan dana sebagai pemenuhan kebutuhan modal kerja
kepada perusahaan dengan memberikan penjualan bahan baku, bahan
penolong atau alat-alat investasi secara kredit baik dalam jangka pendek
maupun jangka menengah yang besarnya merupakan utang dagang bagi
perusahaan.
b. Bank
Bank adalah lembaga pemberian kredit, baik kredit dalam jangka pendek,
jangka menengah, jangka panjang dan pemberian jasa-jasa lain di bidang
keuangan. Pemberian kredit oleh bank biasanya didasarkan pada hasil
penilaian dari bank terhadap perusahaan sebagai pemohon kredit.
c. Pasar Modal
Pasar modal yang dalam bentuk konkritnya adalah bursa efek yang
berfungsi mengalokasikan dana dari perorangan atau lembaga yang
mempunyai kekurangan tabungan (h. 40).

II.1.3.2 Penggunaan Modal Kerja
Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun
penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, namun tidak selalu
penggunaan aktiva lancar diikuti dengan perubahan dan penurunan jumlah
modal kerja yang dimiliki perusahaan.
Gitosudarmo et al. (1999) Menyatakan penggunaan modal kerja adalah
sebagai berikut:
1. Pembayaran kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan.
2. Pembayaran kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena
adanya penjualan surat-surat berharga atau efek maupun kerugian insidentil
lainnya.
3. Adanya pembayaran-pembayaran utang-utang jangka panjang, utang
hipotek, obligasi, maupun utang jangka panjang lainnya.
4. Adanya pembelian aktiva tetap atau investasi jangka panjang lainnya yang
mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar.
5. Adanya pengambilan uang kas oleh pemilik perusahaan dan pengambilan
keuntungan atas pengambilan dividen oleh pemilik dalam perseroan
terbatas.
6. Adanya pembentukan dana dari aktiva lancar pada tujuan tertentu dalam
jangka panjang (h. 46).




14
II.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja
Mengacu pada pendapat Sundjaya et al. (2002) besarnya modal kerja
yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung pada beberapa hal, yaitu:
1. Besar kecilnya skala usaha perusahaan
Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan
kecil. Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Perusahaan besar mempunyai
keuntungan akibat lebih luasnya sumber pembiayaan yang tersedia
dibandingkan dengan perusahaan kecil yang sangat tergantung pada beberapa
sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang para
langganan dapat sangat mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya
seperti kas dan sediaan.
2. Aktivitas perusahaan
Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai sediaan
barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual sediaannya secara
tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini mempengaruhi tingkat
perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. Demikian pula dengan
syarat pembelian dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau
memperoleh barang yang akan dijual.
3. Volume penjualan
Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang
mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Bila penjualan meningkat maka
kebutuhan modal kerja pun akan meningkat, demikian pula sebaliknya.


15
4. Perkembangan teknologi
Kemajuan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi
akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang
mengakibatkan proses produksi yang lebih cepat membutuhkan sediaan
bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat tercapai,
selain itu akan membuat perusahaan mempunyai sediaaan barang jadi dalam
jumlah yang lebih banyak pula bila tidak diimbangi dengan pertambahan
penjualan yang besar.
5. Sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas
Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan
jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk
mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan sediaan
barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk
membayar transaksi yang dilakulan dan risiko kehilangan pelanggan tidak
terjadi karena perusahaan mempunyai sediaan barang yang cukup.

II.1.5 Siklus Konversi Kas (Cash Conversion Cycle)
Cash Conversion Cycle (CCC) merupakan salah satu pengukuran dari
manajemen modal kerja (working capital management). Mengacu pada pendapat
Brigham et al. pengertian CCC dapat dikemukakan sebagai rentang waktu yang
terjadi ketika perusahaan melakukan pembayaran untuk bahan baku yang dibeli
dan menerima arus kas masuk dari hasil penjualan. Menurut Keowen, Martin,
Petty, dan Scott yang diterjemahkan oleh Dalimunthe, Z. (2005) pengertian CCC
adalah sebagai berikut:
16
Cash Conversion Cycle adalah penjumlahan dari hari penjualan (days of
sales) yang masih beredar (outstanding) dan hari persediaan dikurangi hari
utang dagang yang outstanding (h. 196).
Berikut ini beberapa istilah yang dikemukakan oleh Keowen et al. (2005) yang
digunakan dalam model ini:
1. Days of Sales Outstanding (DSO)
Adalah rata-rata umur piutang perusahaan atau rata-rata periode penagihan
(h. 196).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Piutang Dagang
DSO =
Penjualan / 365

2. Days of Sales in Inventory (DSI)
Adalah rata-rata umur persediaan atau rata-rata jumlah hari perusahaan
menyimpan 1 dolar [...]sediaan (h. 196).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
[]sediaan
DSI =
Harga Pokok Penjualan / 365

3. Days of Payable Outstanding (DPO)
Adalah umur rata-rata (dalam jumlah hari) dari utang dagang perusahaan (h.
196).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Utang Dagang
DPO =
Harga Pokok Penjualan / 365

17
II.1.6 Pengertian Manajemen Modal Kerja
Pengertian manajemen modal kerja adalah sebagai berikut:
Menurut Sartono (2001) mengenai manajemen modal kerja adalah:
Manajemen modal kerja meliputi keputusan investasi pada aktiva lancar
dan utang lancar terutama mengenai bagaimana menggunakan dan
komposisi keduanya akan mempengaruhi risiko (h. 385).
Sementara menurut Weston et al. (1999) mengenai manajemen modal kerja
adalah:
Manajemen modal kerja meliputi semua aspek pengelolaan aktiva lancar
dan kewajiban lancar (h. 335 ).
Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2002):
Manajemen modal kerja adalah manajemen aktiva lancar, yaitu kas,
sekuritas, piutang, dan [...]sediaan, serta pendanaan (terutama kewajiban
lancar atau jangka pendek) yang diperlukan untuk mendukung aktiva
lancar (h. 72).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
modal kerja bertujuan untuk mengelola aktiva lancar dan hutang lancar supaya
terjamin modal kerja yang layak diterima dan dapat menjamin tingkat likuiditas
badan usaha.

II.1.7 Pentingnya Manajemen Modal Kerja
Weston et al. (1999) Menyatakan bahwa manajemen modal kerja
meliputi beberapa aspek yang sering dijadikan sebagai topik studi yang penting:
18
1. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar waktu manajer tersita untuk
kegiatan operasional perusahaan dari hari ke hari, yang kurang lebih dapat
diartikan sebagai manajemen modal kerja.
2. Lebih separuh dari total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar. Sebagai
bagian investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka aktiva lancar
memerlukan perhatian yang seksama dari manajer keuangan.
3. Manajemen modal kerja terutama sangat penting bagi perusahaan kecil.
Walaupun perusahaan kecil ini dapat mengurangi investasi aktiva tetapnya
melalui sewa atau leasing peralatan dan mesin, mereka tidak dapat
menghindari kebutuhan akan kas, piutang dan [...]sediaan. Oleh karena itu,
aktiva lancar sangat penting bagi para manajer perusahaan kecil. Dan karena
perusahaan kecil memiliki akses (jalan masuk) ke pasar modal jangka
panjang yang relatif sangat terbatas, maka penekanan harus ditujukan pada
kredit dagang dan pinjaman bank jangka pendek, yang keduanya mempunyai
pengaruh pada modal kerja perusahaan melalui peningkatan kewajiban
lancar.
4. Adanya hubungan yang langsung antara pertumbuhan penjualan dengan
kebutuhan untuk membiayai aktiva lancar. Dengan bertambah tingkat
penjualan kredit maka bertambah pula investasi piutang dagang, dan
membutuhkan tambahan sediaan, serta mungkin juga tambahan kas. Semua
kebutuhan tersebut membutuhkan pembiayaan, dan karena hubungannya
langsung dengan volum penjualan, maka perlu sekali agar manajer keuangan
mengikuti perkembangan modal kerja perusahaan (h. 327-328).


II.1.8 Pengertian Profitabilitas
Pengertian profitabilitas adalah sebagai berikut:
Menurut Gitman (2003), mendefinisikan:
Profitability is the relationship between revenues and costs generated by
using the firms assets both current and fixed in productive activities (p.
599)
Apabila diterjemahkan:
Profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya yang
dihasilkan dengan penggunaan aset perusahaan yang lancar dan tetap dalam
aktivitas produktif.
Sementara menurut Sartono et al. (2001), mendefinisikan:
19
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (h. 122).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas
adalah mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang
dihasilkan dari volum penjualan, total aktiva, dan modal sendiri.

II.1.9 Pengukuran Profitabilitas
Menurut Brigham et al. (2001) ada empat rasio untuk mengukur tingkat
profitabilitas suatu perusahaan, yaitu:
1. Margin Laba atas Penjualan (Profit Margin on Sales)
Rasio ini mengukur jumlah laba bersih per nilai dolar penjualan; yang
dihitung dengan membagi laba bersih dengan penjualan.




2. Kemampuan Dasar untuk Menghasilkan Laba (Basic Earning Power
BEP)
Rasio ini mengindikasikan kemampuan dari aktiva-aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba operasi yang dihitung dengan membagi keuntungan
sebelum beban bunga dan pajak (EBIT) oleh total aktiva.




3. Tingkat Pengembalian Total Aktiva (Return on Total AssetsROA)
Rasio laba bersih terhadap total aktiva setelah beban bunga dan pajak.



4. Tingkat Pengembalian Ekuitas Saham Biasa (Return on Common
EquityROE)
Rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa; mengukur tingkat
pengembalian atas investasi dari pemegang saham biasa (h. 107-109).


Laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa Margin laba
atas penjualan
=
Penjualan
Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) Kemampuan dasar untuk
menghasilkan laba (BEP)
=
Total aktiva
Laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa Return on Total
Assets (ROA)
=
Total Aktiva
Laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa Return on common
Equity (ROE)
=
Ekuitas biasa
20
Seperti terlihat di atas ada beberapa cara untuk mengukur tingkat
profitabilitas perusahaan. Namun, dalam penelitian ini penulis membatasi hanya
akan menggunakan rasio Return on Total Assets (ROA) sebagai alat ukur tingkat
profitabilitas perusahaan. Penggunaan ROA sebagai alat ukur profitabilitas
karena dalam penelitian ini membahas pengaruh manajemen modal kerja
terhadap profitabilitas, dan profitabilitas yang akan diukur juga harus
berhubungan dengan modal kerja. ROA memiliki hubungan yang cukup dekat
dibandingkan dengan rasio-rasio profitabilitas lainnya. ROA merupakan rasio
profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk asset. Asset di sini
termasuk modal kerja di dalamnya. Selain itu, ROA juga mengindikasikan
seberapa baik perusahaan tersebut memanfaatkan asset. ROA yang tinggi, selain
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tinggi dari
keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk asset juga bisa berarti
terjaminnnya kebutuhan dana bagi perusahaan dalam operasi di masa yang akan
datang.
Penulis tidak menggunakan ROE sebagai alat ukur tingkat profitabilitas
pada penelitian ini dikarenakan dapat menyebabkan beberapa hal:
1. Extreme number
Terjadi apabila suatu perusahaan memiliki profit yang bernilai negatif
(mengalami kerugian) dan equity yang bernilai negatif (mengalami defisiensi
modal) akan menghasilkan ROE yang bernilai positif. Hal ini akan
memberikan informasi yang tidak akurat. Walaupun ROE yang dihasilkan
memang bernilai positif (menandakan keadaan perusahaan yang baik) tetapi
21
hal tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya (keadaan
perusahaan yang buruk dapat dilihat perusahaan mengalami kerugian dan
equity yang bernilai negatif). Sedangkan apabila menggunakan ROA, nilai
aset tidak akan pernah negatif. Apabila perusahaan mengalami kerugian
(profit bernilai negatif) dan nilai aset positif maka ROA yang didapat akan
bernilai negatif. Hal tersebut mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
2. Ratio bias
Ketika komposisi neraca menunjukkan pada posisi pasiva cenderung lebih
banyak pada liabilities perusahaan daripada equity (kondisi 1) maka keadaan
perusahaan tidak sebaik dengan komposisi neraca pada posisi pasiva yang
seimbang (balance) antara liabilities dan equity (kondisi 2). Tetapi apabila
diukur dengan rasio ROE, maka ROE kondisi 1 menunjukkan nilai yang
lebih baik dibandingkan ROE kondisi 2, karena ekuitas kondisi 1 sebagai
variabel pembagi nilainya lebih kecil dibandingkan ekuitas di kondisi 2. Hal
ini menunjukkan ROE memberikan rasio yang bersifat bias. Sedangkan rasio
ROA akan menunjukkan hasil yang sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya. ROA kondisi 1 akan lebih kecil (semakin buruk) dibandingkan
ROA kondisi 2.

II.1.10 Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas
Menurut Gitosudarmo et al. ada 2 (dua) pendapat tentang pengaruh dari
penyediaan modal kerja terhadap profitabilitas yaitu:
1. Pendapat yang pertama
Mengatakan bahwa modal kerja yang berlebihan dapat mengurangi risiko,
tetapi juga akan mengurangi laba/hasil. Pendapat ini didasarkan pada
22
pengertian bahwa dengan berlebihan modal kerja akan memerlukan biaya
untuk penyimpanan/perawatan. Dengan demikian akan menurunkan
profitabilitas.
2. Pendapat yang kedua
Mengatakan bahwa modal kerja yang lebih dari cukup akan meningkatkan
laba/hasil. Pendapat ini didasarkan atas pandangan bahwa dengan cukup
tersedianya modal kerja, maka kegiatan dapat diarahkan pada pencarian hasil
yang lebih tinggi dengan ekspansi/perluasan usaha. Dengan demikian akan
meningkatkan profitabilitas (h. 37).

Bila ditelaah secara mendalam ternyata modal kerja mempunyai peranan
penting dalam pembentukan profitabilitas. Pada dasarnya modal kerja sangat
menentukan tingkat profitabilitas. Perputaran modal kerja (working capital turn
over) akan menciptakan penjualan dan hasil penjualan akan tercipta laba dan dari
laba yang diperoleh dapat menciptakan efisiensi perusahaan melalui besarnya
tingkat profitabilitas.
Modal kerja perusahaan selalu dalam keadaan berputar selama
perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan beroperasi. Periode perputaran
modal kerja dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja
sampai kembali lagi menjadi kas.

II.2 Penelitian Terdahulu
Penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang membahas topik
yang sama dengan penelitian ini antara lain 4 penelitian dari luar negeri dan 1
penelitian dari dalam negeri. Di bawah ini ringkasan dari masing-masing
penelitian tersebut.
Penelitian terdahulu pertama yang berjudul Does Working Capital
Management Affect Profitability of Belgion Firms? dilakukan oleh Deloof
23
(2003) terhadap 1.009 perusahaan non keuangan dari tahun 1992 sampai dengan
tahun 1996. Penelitian tersebut membahas apakah manajemen modal kerja
berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan-perusahaan non keuangan Belgia.
Adapun variabel-variabel yang dipakai meliputi: variabel dependen berupa gross
operating income (GOI), sementara variabel independennya antara lain sales
growth ratio (SGR), financial debt ratio (FDR), fixed financial assets ratio
(FFAR), NDAR, NDI, NDAP, cash conversion cycle (CCC). Hasil dari
penelitian tersebut adalah hubungan SGR, FFAR terhadap GOI adalah positif
dan pengaruhnya sangat signifikan. Artinya apabila SGR, FFAR mengalami
kenaikan, maka GOI juga akan meningkat. Hubungan FDR, NDAR, NDI, NDAP
terhadap GOI adalah negatif dan pengaruhnya sangat signifikan. Artinya apabila
FDR, NDAR, NDI, NDAP, mengalami penurunan, maka akan ada kenaikan
GOI. Deloof juga mendokumentasikan bahwa CCC tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap GOI.
Penelitian terdahulu kedua yang berjudul Pengaruh Modal Kerja
Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Sektor Industri Makanan dan Minuman
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dilakukan oleh Yunus (2005) terhadap
18 perusahaan sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI
periode 1998-2002. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh
modal kerja terhadap profitabilitas pada perusahaan sektor industri makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI. Adapun variabel-variabel yang dipakai sama
dengan variabel yang dipakai dalam penelitian oleh Deloof (2003), meliputi:
variabel dependen berupa GOI, sementara variabel independen antara lain: SGR,
FDR, FFAR, NDAR, NDI, NDAP, dan CCC. Hasil dari penelitian tersebut
24
adalah secara simultan FDR, FFAR dan NDAR mempunyai hubungan linier
yang signifikan terhadap GOI. Secara parsial FDR, FFAR, NDAR mempunyai
hubungan yang negatif dan signifikan terhadap GOI sementara SGR, NDI,
NDAP, dan CCC tidak mempunyai hubungan yang sugnifikan terhadap GOI.
Penelitian terdahulu ketiga yang berjudul The Relationship Between
Working Capital Management and Profitability of Listed Companies in The
Athens Stock Exchange dilakukan oleh Lazaridis dan Tryfonidis (2006)
terhadap 131 perusahaan yang listing di Athens Stock Exchange (ASE) periode
2001-2004. Penelitian tersebut bertujuan untuk menetapkan hubungan yang
signifikan secara statistis antara profitabilitas, CCC dan komponennya terhadap
perusahaan yang listing di ASE. Adapun variabel-variabel yang dipakai meliputi:
variabel dependen berupa Gross Operating Profit (GOP), sementara variabel
independen antara lain: NDAR, NDI, NDAP, CCC, FFAR, dan FDR. Hasil dari
penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara statistis
antara profitabilitas (GOP) dengan CCC. Selanjutnya mereka juga
mendokumentasikan hubungan yang negatif antara GOP dengan NDAR, NDI,
dan NDAP.
Penelitian terdahulu keempat yang berjudul Effects of Working Capital
Management on SME Profitability dilakukan oleh Garcia-Terul dan Martinez-
Solano (2007) terhadap 8.872 perusahaan ukuran kecil dan sedang Spanyol dari
tahun 1996 sampai dengan tahun 2002. Penelitian tersebut membahas apakah
manajemen modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan-
perusahaan ukuran kecil dan sedang di Spanyol. Adapun variabel-variabel yang
dipakai meliputi: variabel dependen berupa ROA, sementara variabel independen
25
antara lain NDAR, NDI, NDAP, CCC, size of the firm, SGR, ratio of debt to
liabilities, and GDP growth ratio. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara profitabilitas di perusahaan ukuran kecil
dan sedang dengan NDAR dan NDI. Studi mereka tidak dapat
mengkonfirmasikan bahwa NDAP mempengaruhi ROA, karena relasi tersebut
kehilangan makna ketika mereka mengontrol adanya kemungkinan masalah
faktor eksternal (endogeneity problem). Dengan memperpendek CCC juga akan
meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Penelitian terdahulu kelima yang berjudul Sensitivity of Profitability to
Working Capital Management in Indian Corporate Hospitals dilakukan oleh
Christopher dan Kamalavalli (2009) terhadap 14 rumah sakit di India periode
1996-2006. Penelitian ini membahas mengenai apakah adanya kepekaan antara
tingkat profitabilitas dengan manajemen modal kerja pada 14 rumah sakit yang
ada di India. Adapun variabel-variabel yang digunakan antara lain: variabel
dependen berupa Return on Investment (ROI) sementara variabel independen
antara lain Current Ratio (CR), Quick Ratio (QR), Inventory Turnover Ratio
(ITR), Debtors Turnover Ratio (DTR), Working Capital Turnover Ratio
(WCTR), Cash Turnover Ratio (CTR), Current Assets to Total Assets (CATA),
Current Assets to Operating Income (CAOI), Comprehensive Liquidity Index
(CLI), Net Liquid Balance (NLB), Leverage (Lev), Growth Rate (GR), Size.
Analisis Korelasi menyatakan bahwa dari ketiga belas variabel independen
terdapat sembilan variabel yang memiliki pengaruh sangat signifikan dengan
ROI yaitu DTR, CLI, NLB, size berpengaruh positif sementara CR, QR, CTR,
CAOI, Lev berpengaruh negatif.
26
Berdasarkan analisis regresi, mereka juga membuktikan bahwa
meningkatnya satu unit CR, CTR, CAOI, dan Lev akan menurunkan
profitabilitas. Analisis regresi bertahap (step wise regression)
mengidentifikasikan bahwa tujuh variabel memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap profitabilitas yaitu CTR, Lev, DTR, size, CR, GR, dan QR. Analisis
alur (path analysis) menunjukkan dari ketiga belas variabel yang ada, variabel
QR memiliki pengaruh secara langsung yang paling tinggi terhadap profitabilitas
sedangkan variabel CR memiliki pengaruh secara langsung yang paling rendah.

II.3 Pengembangan Hipotesis
Terdapat 4 (empat) hipotesis yang dikembangkan untuk memberikan jawaban
sementara atas permasalahan yang ada dalam penelitian ini yaitu:
1. The Number of Days Accounts Receivable (NDAR)
NDAR merupakan rata-rata jangka waktu dari penjualan secara kredit sampai
dengan pembayaran menjadi dana yang siap digunakan perusahaan. Semakin
cepat piutang dibayarkan (NDAR semakin kecil) akan mempercepat
pengumpulan kas sehingga dapat digunakan untuk perputaran modal kerja.
Selain itu juga dengan semakin cepat piutang dibayarkan maka akan
memperkecil jumlah penyisihan piutang. Kedua hal di atas akan
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Begitu juga sebaliknya, semakin
lama piutang dibayarkan (NDAR semakin besar) akan memperlambat
pengumpulan kas sehingga tidak dapat digunakan untuk perputaran modal
kerja. Selain itu juga dengan semakin lama piutang dibayarkan akan
memperbesar jumlah penyisihan piutang. Kedua hal tersebut akan
27
menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. J adi hubungan NDAR dengan
tingkat profitabilitas berbanding terbalik. Hal ini juga dibuktikan dengan
adanya penelitian yang dilakukan oleh Deloof (2003) menunjukkan bahwa
hubungan NDAR terhadap profitabilitas yang diukur dengan gross operating
income (GOI) adalah negatif dan pengaruhnya sangat signifikan. Artinya
apabila NDAR mengalami penurunan, maka akan ada kenaikan GOI. Sejalan
dengan Deloof, Yunus (2005), Lazaridis dan Tryfonidis (2006) serta Garcia-
Terul dan Martinez-Solano (2007) juga membuktikan adanya hubungan yang
negatif antara NDAR dengan profitabilitas yang masing-masing diukur
dengan gross operating profit (GOP) dan return on asset (ROA). Oleh
karena itu, peneliti membuat hipotesis yang pertama adalah (dalam hipotesis
alternatif):
H
A1
: Number of days accounts receivable berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas perusahaan (Return on Asset).

2. The Number of Days Inventory (NDI)
NDI merupakan periode menahan sediaan barang berada di gudang.
Semakin rendah NDI semakin rendah modal kerja yang dibutuhkan. Semakin
cepat/kecil NDI, akan memperkecil risiko kerugian karena penurunan harga,
perubahan selera konsumen, serta menghemat biaya penyimpanan dan
pemeliharaan atas sediaan tersebut. Dengan demikian semakin kecil NDI
akan menaikkan tingkat profitabilitas perusahaan. Sebaliknya, semakin
lama/besar NDI akan memperbesar risiko kerugian karena penurunan harga,
perubahan selera konsumen, serta meningkatnya biaya penyimpanan dan
28
pemeliharaan atas sediaan tersebut. Dengan demikian semakin besar NDI
akan menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. J adi hubungan NDI
dengan tingkat profitabilitas berbanding terbalik. Hal ini juga dibuktikan
dengan penelitian terdahulu oleh Deloof (2003), Lazaridis dan Tryfonidis
(2006) serta Garcia-Terul dan Martinez-Solano (2007) menunjukkan bahwa
hubungan NDI terhadap profitabilitas yang masing-masing diukur dengan
GOI, GOP, dan ROA adalah negatif dan pengaruhnya sangat signifikan.
Artinya apabila NDI mengalami penurunan, maka akan ada kenaikan
profitabilitas. Oleh karena itu, peneliti membuat hipotesis yang kedua adalah
(dalam hipotesis alternatif):
H
A2
: Number of days inventories berpengaruh negatif terhadap profitabilitas
perusahaan (Return on Asset).

3. The Number of Days Accounts Payable (NDAP)
NDAP merupakan periode rata-rata pembayaran hutang. Semakin cepat
hutang dibayarkan kepada suplier maka perusahaan akan mendapatkan
diskon sehingga hutang yang harus dibayar menjadi lebih kecil dan hal ini
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Begitu juga sebaliknya, semakin
lama perusahaan membayar hutangnya maka perusahaan tidak mendapatkan
diskon dan menurunkan profitabilitas perusahaan. J adi hubungan NDAP
dengan tingkat profitabilitas berbanding terbalik. Hal ini juga dibuktikan
dengan penelitian terdahulu oleh Deloof (2003), Lazaridis dan Tryfonidis
(2006) menunjukkan bahwa hubungan NDAP terhadap profitabilitas yang
masing-masing diukur dengan GOI dan GOP adalah negatif dan
29
pengaruhnya sangat signifikan. Artinya apabila NDAP mengalami
penurunan, maka akan ada kenaikan profitabilitas. Oleh karena itu, peneliti
membuat hipotesis yang ketiga adalah (dalam hipotesis alternatif):
H
A3
: Number of days accounts payable berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas perusahaan (Return on Asset).

4. Cash Conversion Cycle (CCC)
CCC merupakan jangka waktu rata-rata sejak dilakukannya pengeluaran
tunai untuk sumber dana produksi (bahan baku dan tenaga kerja) hingga
diterimanya uang hasil penjualan produksi. Semakin besar jumlah CCC,
maka semakin besar kebutuhan perusahaan akan pendanaan eksternal.
Semakin besar investasi yang dilakukan perusahaan semakin besar pula biaya
yang diperlukan. Hal ini akan menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan.
Begitu juga sebaliknya, semakin kecil jumlah CCC, maka semakin kecil
kebutuhan perusahaan akan pendanaan eksternal dan semakin kecil pula
biaya yang diperlukan. Dengan demikian akan meningkatkan tingkat
profitabilitas perusahaan. J adi hubungan CCC dengan tingkat profitabilitas
berbanding terbalik. Hal ini juga terbukti melalui penelitian yang dilakukan
oleh Lazaridis dan Tryfonidis (2006) yang menunjukkan bahwa hubungan
CCC terhadap profitabilitas yang diukur dengan GOP adalah sangat
signifikan secara statistis. Sejalan dengan Lazaridis dan Tryfonidis,
penelitian yang dilakukan oleh Garcia-Terul dan Martinez-Solano (2007)
menunjukkan bahwa dengan memperpendek CCC akan meningkatkan
30
profitabilitas perusahaan. Dengan demikian, peneliti membuat hipotesis yang
keempat adalah (dalam hipotesis alternatif):
H
A4
: Cash conversion cycle berpengaruh negatif terhadap profitabilitas
perusahaan (Return on Asset).

Tabel II.1
Ringkasan Hipotesis yang Diuji dalam Penelitian

H
A1
: Number of days accounts receivable berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas perusahaan (ROA).
H
A2
: Number of days inventories berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas perusahaan (ROA).
H
A3
: Number of days accounts payable berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas perusahaan (ROA).
H
A4
: Cash Conversion Cycle berpengaruh negatif terhadap profitabilitas
perusahaan (ROA).

You might also like