You are on page 1of 42

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelaksana tekhnis yang diberikan kemandirian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota untuk melaksanakan tugas-tugas pembangunan kesehatan di wilayah kerja tertentu. Yang diharapkan Puskesmas dapat menjadi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Pukesmas Ngaliyan adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kota

Semarang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemberdayaan kesehatan di suatu wilayah kerja dalam bentuk kegiatan pokok khususnya di daerah Kecamatan Ngaliyan dan sekitarnya. Upaya kesehatan di Puskesmas sendiri dibagi menjadi dua yaitu upaya kesehatan wajib atau Basic Six (Program Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan Penyakit Menular, serta Pengobatan) dan upaya kesehatan pengembangan antara lain Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Kesehatan Gigi dan Mulut, Laboratorium Sederhana dan Kesehatan Usia Lanjut. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin-dependent atau childhood onset diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin dan DM

tipe 2, yang dikenal dengan non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes, disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang kemudian mengakibatkan kelebihan berat badan dan kurang aktivitas fisik. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang diketahui pertama kali saat kehamilan (WHO, 2011). Secara epidemiologi, terdapat 120 juta orang di dunia dengan diabetes dan sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat menderita penyakit tersebut, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Sedangkan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Kemenkes RI, 2011) Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Ngaliyan jumlah pasien DM pada tahun 2010 adalah 787 orang. Jumlah tersebut meningkat menjadi 1164 penderita DM pada tahun 2011. Pada tahun 2012 jumlah penderita DM sedikit berkurang menjadi 1075 orang. Kemudian, pada bulan Januari hingga Maret tahun 2013 jumlah penderita DM telah mencapai 302 pasien. Penyakit diabetes mellitus menempati urutan kedua pada grafik sepuluh besar penyakit di Puskesmas Ngaliyan pada tahun 2012. Oleh karena itu, upaya penanganan diabetes mellitus lebih mendapatkan prioritas (Lubis, 2001). Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus berdasarkan pendekatan H.L. Blum. B. Tujuan 1. Tujuan Umum

Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penemuan penyakit diabetes mellitus pada .. berdasarkan pendekatan H.L. Blum 2. Tujuan khusus a. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor faktor seperti faktor Genetik, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan serta faktor genetic yang mempengaruhi kejadian dan perkembangan kasus Diabetes mellitus. b. Untuk menganalisis penyebab masalah kasus Diabetes Mellitus pada pasien dengan pendekatan HL Blum. c. Untuk mencari alternatif pemecahan masalah dalam mengatasi Kasus Diabetes Mellitus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (DepKes RI, 2008). Menurut Unggul Pribadi (2006), DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolute maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya lebih rendah dari kebutuhan atau daya kerjanya kurang. Prevalensi Diabetes Mellitus menurut WHO yang dikutip Perkeni (2006) memprediksi untuk Indonesia kenaikan jumlah pasien Diabetes Mellitus dari 8,4 juta pada tahun 2004 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes Mellitus terjadi dimana pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau ketika tubuh kita tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas tersebut. Hal ini akan membawa kesuatu arah dimana konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat (WHO, 2005). Apabila hormon insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi sumber energi bagi sel, maka glukosa tersebut akan tetap berada dalam darah dan kadar glukosa dalam darah akan meningkat sehingga timbulah DM (Asmadi, 2008). B. Epidemiologi Diabetes Mellitus 1. Distribusi dan Frekuensi

a.

Menurut Orang Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun (Wild et.al, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Berdasarkan proses timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dapat disimpulkan bahwa orang yang berisiko mengalami Diabetes Mellitus adalah mereka yang memiliki riwayat diabetes dari keluarga. Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas) dan tidak aktif. Sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja, salah satu penyebabnya adalah seringnya

mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus. Berdasarkan penelitian Junita L.R Marpaung di RSU Pematang Siantar tahun 2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM yang berusia 45 tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia < 45 tahun. Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia 40 tahun dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun (PERKENI, 2006). b. Menurut Tempat Pada Tahun 2003, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India (79,4 juta), Cina

(42,3 juta), Amerika (30,3 juta), Indonesia (21,3 juta), dan Pakistan (13,9 juta) (Wild et.al, 2004). Menurut laporan PERKENI tahun 2006 dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. c. Menurut Waktu Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (Pratiwi, 2007). Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis

dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis (Hussain, 2010).

C. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan penyebabnya, DM dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Pada Diabetes Mellitus Tipe satu dikenal dengan Diabetes tergantung insulin. Tipe ini berkembang jika sel-sel beta pankreas memproduksi insulin terlalu sedikit atau tidak memproduksi sama sekali, yang disebabkan autoimunitas atau idiopatik. Diabetes Tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel beta yang menyebabkan defisiensi insulin absolute. Penderita Diabetes Tipe 1 ini sekitar 5-10% penderita DM. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa dimetabolisasi menjadi tenaga. Apabila tidak terdapat insulin maka glukosa tidak dapat masuk sel akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang mengakibatkan kadar glukosa di dalam darah meningkat (Sutjahjo dkk, 2006). Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita DM Tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat (Soegondo, 2009). Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari semua penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula

pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita DM Tipe 1 mempunyai postur badan yang kurus (Johnson, 1998). Penderita DM type 1 ini secara umum memerlukan perawatan hormon insulin sehari hari untuk mendukung hidupnya (Soegondo, 2009). 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes Melitus tipe 2 dikenal sebagai Diabetes tidak tergantung insulin. Diabetes tipe ini berkembang ketika tubuh masih menghasilkan insulin tetapi tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga insulin yang dihasilkan mengalami resistensi yang menyebabkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal. Kondisi pada pasien tipe 2 bervariasi, mulai dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang domin. an defek sekresi insulin disertasi resistensi insulin. Sekitar 90-95% penderita DMa dalah diabetes Tipe 2 (Sutjahjo dkk, 2006). DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 % individu dengan DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas. Penyakit DM Tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95 % kasus DM adalah DM Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat (Maryunani, 2008). D. Patogenesis Diabetes Mellitus Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan tersebut harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini insulin memegang peran yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat

digunakan sebagai bahan bakar. Karbohidrat dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Soegondo, 2009). Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus (Soegondo, 2009). E. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Beberapa faktor yang mempengaruhi DM antara lain : 1. Genetik atau Faktor Keturunan DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki risiko 40% menderita DM (ADA, 2008). DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga

menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua menderita DM juga (Tandra, 2008). Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1: 2 (ADA, 2008). Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2

mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan 80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes. (WHO, 2006). 2. Usia Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia 40 tahun dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun. DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama 40 tahun karena risiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun.

10

Menurut penelitian Asmadi (2008) penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %). 32 Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun. 3. Jenis Kelamin Perempuan memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor risiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%) (PERKENI, 2006). 4. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas) Obesitas dan Diabates Melitus adalah ancaman pandemic pada abad 21. Kedua masalah kesehatan tersebut berhubungan secara signifikan terhadap potensial ancaman hidup, kematian dam biaya perawatan dan pengobatan yang sangat mahal. Prevalensi kejadian obesitas dan overweight meningkat sangat cepat di seluruh dunia, terutama di negara berkembang . Tingkat kesakitan pada obesitas dan Diabetes tipe 2 berhubungan dengan sindrom insulin resisten, yang menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditunjukkan dengan sindrom gangguan metabolik seperti hiperglikemia, hipertensi, dan dyslipidaemia (tinggi kadar triglycerida dan rendah HDL cholesterol) (Yaturu, 2011).

11

Kegemukan adalah faktor risiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT 35 Kg/m2, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat (Tandra, 2008). 5. Aktifitas Fisik Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan

kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM. Selain itu olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50% (Lanywati, 2001). F. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus

12

Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu : a. Gejala Akut Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu: - Banyak makan (polifagia) - Banyak minum (polidipsi) - Banyak kencing (poliuria) Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya: - Nafsu makan berkurang - Banyak minum - Banyak kencing - Berat badan turun dengan cepat - Mudah lelah - Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (koma diabetik). b. Gejala Kronik Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu: - Kesemutan - Kulit terasa panas - Terasa tebal dikulit 13

- Kram - Lelah - Mudah mengantuk - Mata kabur - Gatal disekitar kemaluan - Gigi mudah goyah dan mudah lepas - Kemampuan seksual menurun - Bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.

Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa lemah, kurang gairah kerja, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit sembuh, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang sama sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru diketahui secara kebetulan pada waktu pemeriksaan kesehatan atau melakukan pemeriksaan darah (Tara, 2002). G. Diagnosis Diabetes Mellitus Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum dilakukan adalah : a. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa. Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena. 14

b. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu. Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl. Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah menggunakan darah utuh, vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. c. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl. Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %. Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi).

15

Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol dengan baik. Diagnosis klinis DM dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin ditemukan adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru 1 kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.

Pemeriksaan

Darah

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

16

Kadar glukosa darah Plasma vena sewaktu (mg/dl) Darah kapiler

< 110 < 90

110 199 90 199

200 200

Kadar glukosa darah Plasma vena puasa (mg/dl) Darah kapiler

< 110 < 90

110 125 90 109

126 110

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)

Gambar 1. Algoritma Diagnosis Diabetes Mellitus 17

H. Terapi Diabetes Mellitus Terapi Diabetes Mellitus dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Terapi Non-Farmakologi Langkah pertama mengelola diabetes selalu dengan pendekatan non-

farmakologi, yaitu berupa perencanaan makan/ terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapatkan berat badan lebih atau obesitas. Terapi non farmakologis : a. Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis antara lain: Menurunkan berat badan Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik Penurunan kadar glukosa darah Memperbaiki profil lipid Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin Memperbaiki system koagulasi darah

Tujuan terapi gizi medis, yaitu untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan darah dan profil lipid serta berat badan normal. Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetisi antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia; faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, keadaan infeksi berat, status

18

ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas. Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) serta mikronutrien (vitamin dan mineral). 1) Perhitungan Jumlah Kalori a) Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam

kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat. Dikategorikan menjadi berat badan kurang (IMT < 18,5),berat badan normal (IMT 18,5 -22,9) dan berat badan lebih (IMT > 23,0). Untuk kategori berat badan lebih, dikelompokkan lagi menjadi risiko obesitas (IMT 23-24,9), obes I (IMT 25-29,9) dan Obes II (IMT > 30). 1) Rumus Brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus BBI (kg) = (TB cm-100) 10%. Untuk laki-laki <160 cm dan wanita <150cm perhitungan BB tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitung dari = (BB actual : BB idaman) x 100%. BB kurang : <90% BBI BB normal : 90-110% BBI BB lebih : 110-120% BBI Gemuk : >120% BBI 2) Penentuan kebutuhan kalori per hari a) Kebutuhan basal

19

Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori

b) Koreksi atau penyesuaian o Umur diatas 40 tahun : -5% o Aktivitas fisik : Aktivitas ringan (duduk-duduk, nonton tv) : +10% Aktivitas sedang (kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter) : +20% Aktivitas berat (olahragawan, tukang becak) : +30%

o Berat badan : Berat badan gemuk : - (10 s.d 20)% Berat badan kurus : + (10 s.d 20)%

c) Stress metabolic (infeksi, stress, stroke) : +(10 s.d 30)% d) Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori e) Kehamilan trimester III dan menyusui : +500 kalori Penentuan tersebut dibagi 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) diantara makan besar. 3) Bahan makanan yang dikonsumsi Bahan makanan yang dianjurkan untuk Diet Diabetes Melitus adalah: Sumber karbohidrat kompleks : nasi, roti, mie, kentang, singkong dan sagu.

20

Sumber protein rendah lemak : ikan, ayam tanpa kulit, tempe, tahu dan kacang-kacangan.

Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara

dipanggang, dikukus, direbus, dan dibakar. Bahan makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari) untuk Diet Diabetes Melitus adalah : Mengandung banyak gula sederhana : Gula pasir, gula jawa, sirup, selai, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, minuman botol ringan dan es krim. Mengandung banyak lemak : cake, makan siap saji ( fast food), goreng-gorengan. Mengandung banyak natrium : ikan asin, terlur asin, makanan yang diawetkan b. Latihan Jasmani Kegiatan fisik diabetisi (tipe 1 maupun tipe 2) mengurangi risiko kejadian kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun sosial dan tampak sehat. Pada diabetes dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Pada kadar glukosa 332 mg/dl bila tetap melakukan kegiatan jasmani, akan berbahaya bagi yang bersangkutan. Bila ingin melakukan latihan jasmani seorang diabetisi harus mempunyai kadar glukosa darah tak lebih dari 250 mg/dl.

21

Pada

latihan

jasmani

akan

terjadi

peningkatan

aliran

darah,

menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif. Angka kesakitan dan kematian diabetisi yang aktif, 50% lebih rendah dibandingkan mereka yang santai. Pada kedua tipe diabetes manfaat latihan jasmani secara teratur akan memperbaiki kapasitas latihan aerobic, kekuatan otot dan mencegah osteoporosis. Latihan jasmani dianjurkan dilakukan setelah makan, yaitu pada saat kadar gula darah berada pada puncaknya. 2. Terapi farmakologi Bila dengan terapi non-farmakologis belum tercapai, dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Berikut ini adalah contoh obat hiperglikemik oral yang tersedia di Indonesia : Lama Dosis Golongan Generik Nama dagang Mg/tab Harian (jam) Biguanid Metformin Glucophage Glumin Metformin XR GlucophageXR Glumin XR 500 500-2000 24 1 500-850 500 500-750 250-3000 500-3000 6-8 6-8 1-3 2-3 1 Kerja hari Frek/

Tiazolidindion/ Rosiglitazon Glitazone Pioglitazon

Avandia Actos Deculin

4 15,30 15,30

4-8 15-30 15-45

24 24 24

1 1 1

22

Sulfonilurea

Klorpropamid Glibenklamid

Diabenese Daonil Euglukon

100-250 2,5-5

100-500 2,5-15

24-36 12-24

1 1-2

Glipizid

Minidiab Glucotrol-XL

5-10 5-10 80 30 30 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4

5-20 5-20 80-240 30-120 30-120 0,5-6 1-6 1-6 1-6

10-16 12-16 10-20

1-2 1 1-2

Gliklazid

Diamicron DiamicronMR

Glikuidon Glimepirid

Glurenorm Amaryl Gluvas Amadiab Metrix

24 24 24 24

1 1 1 1

Glinid

Repaglinid Nateglinid

NovoNorm Starlix

0.5, 1,2 120

1,5-6 360

3 3

Penghambat Glukosidase

Acarbose

Glucobay

50-100

100-300

Obat kombinasi tetap

Metformin + Glukovance Glibenklamid

250/1,25 500/2,5 500/5

1-2

Metformin + Avandamet Rosiglitazon

2mg/500 mg

4mg/1000 mg

12

23

4mg/500 mg

8mg/1000 Mg

Tabel 2. Obat Hipoglikemik Oral yang Tersedia di Indonesia I. Komplikasi Diabetes Mellitus DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis. Keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat (Soegondo, 2008). 1. Komplikasi Akut Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi

(hiperglikemia) (Tandra, 2008). 2. Komplikasi Kronik Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula darah tetap tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kerusakan, seperti kerusakan pada saraf, ginjal, mata, jantung, dan saluran pencernaan (Tandra, 2008). J. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan

24

penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat (Soegondo, 2009). Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor risiko untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena DM namun memiliki faktor risiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi (Soegondo, 2009) 1. Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/risiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki risiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor risiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik (PERKENI, 2006). 2. Pencegahan Primer

25

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. Pada pencegahan primer ini harus dikenali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain penyuluhan tentang DM oleh tenaga kesehatan maupun kader, latihan jasmani, dan perencanaan pola makan (Soegondo, 2009). 3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah menderita DM atau penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi (Soegondo, 2009). Identifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah menderita DM antara lain dengan cara melakukan diagnosis dini melalui pemeriksaan kadar glukosa darah pasien. Selain itu, memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat (PERKENI, 2006). 4. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah

26

(80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati (PERKENI, 2006). Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM (Soegondo, 2009). Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya (PERKENI, 2006).

27

BAB III PEMBAHASAN A. Data Pasien 1. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama Status Tgl Kunjungan 2. Anamnesis Keluhan Utama : Paha kemeng, kaki sering kesemutan dan cepat lelah Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang pasien perempuan datang dengan keluhan paha kemeng, kaki sering kesemutan dan cepet lelah. Gejala gejala tersebut dirasakan kurang lebih sudah 5 bulan terakhir. Setelah dianamnesa lebih lanjut didapatkan keluhan lain yaitu pasien sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil. Disamping itu, pasien juga merasa sering haus dan berat badan pasien turun dari 63 kg menjadi 58 kg dalam kurun waktu 5 bulan terakhir. Pasien belum mengkonsumsi obat apapun. : Ny. K : 44 tahun : Perempuan : Bringin RT 01/ RW 05, Ngaliyan, Semarang : Buruh Pabrik : SMA : Islam : Menikah : 20 Juli 2013

28

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya dan dahulu pernah memiliki Kista saat hamil anak ke 3. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit kencing manis. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien adalah seorang buruh pabrik dam suaminya juga seorang buruh pabrik. Rumah pasien tampak bersih dan rapi yang ditinggali pasien berserta suami, 3 orang anak dan ayah mertua pasien. Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh Jamsostek. Kesan sosial ekonomi: Cukup 3. Pemeriksaan Fisik - Kesan Umum - Tanda vital Tekanan darah Nadi RR Suhu - BB/TB 4. Pemeriksaan Penunjang Hasil Pemeriksaan Laboratorium GDS (Gula Darah Sewaktu) 5. Diagnosa Sementara Diabetes Mellitus : 287 mg/dL : 110/70 mmHg : 84x / menit : 24 x / menit : 36,2o C : 58 kg/ 155 cm : Baik

29

6. Terapi Yang Diberikan - Metformin 1-1-0 - Glibenclamide 1-1-0 7. Edukasi Diet rendah gula dan mengurangi asupan karbohidrat Minum obat secara teratur dan kontrol secara teratur ke Puskesmas ataupun pelayanan kesehatan lainnya. Meningkatkan aktifitas fisik (Olahraga, berjalan kaki ke pasar) dan mengurangi aktifitas kurang gerak (menonton televisi) Pengaturan pola makan :

Makan dengan waktu teratur (3 kali makan utama, 2 kali makan selingan)

Makan dengan metode model piring ( 1 piring dibagi 4 kuadran setara 4 porsi telapak tangan. Sayur dan buah sebanyak 2 telapak tangan, nasi 1 porsi telapak tangan, daging/tahu/tempe 1 porsi telapak tangan

Makanan untuk selingan/cemilan yang baik adalah buah, hindari biskuit,kue,kerupuk.

Minum air putih/minuman bebas gula setiap haus

B. Data Hasil Kunjungan 1. Lingkungan a. Data Individu Pasien merupakan anak ke 5 dari 7 bersaudara, pasien tinggal 1 rumah dengan suami, 3 orang anak dan ayah mertua pasien b. Ekonomi Pasien berkerja sebagai Buruh dan suami pasien juga bekerja sebagai buruh dan pendapatan selama 1 bulan sekitar + Rp 3.500.000,00. 30

c. Kepadatan Rumah Rumah pasien luasnya 6 m x 6 m = 36 m2 yang dihuni oleh 6 orang sehingga didapatkan kepadatan rumah 6 m2/orang. Rumah pasien disertai ventilasi dibagian depan dan kamar tidur. Pada halaman depan rumah tampak berswih, dan bagian dalam rumah tampak kebersihannya cukup terjaga, Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10 m2/orang. Hal ini menunjukkan kepadatan rumah pasien tidak memenuhi syarat yang seharusnya. d. Rumah Bangunan rumah tampak cukup baik yaitu dinding terbuat dari tembok bata dan dilapisi semen serta di cat warna hijau, lantai keramik, atapnya adalah genteng dan sudah diberi pelafon. Terdapat 3 kamar tidur, ruang makan, ruang keluarga/tv, dan 1 kamar mandi sekaligus wc. Kamar tidur penderita satu kamar dengan suami. Kebersihan rumah maupun halam rumah tampak cukup baik, dan terdapat jarak antara rumah pasien dengan rumah di kanan dan kirinya sekitar 2 meter. e. Ventilasi Terdapat 2 jendela di ruang tamu, dan 1 jendela di setiap ruangan. Jendela tidak terbiasa dibuka, yang sering dibuka hanyalah jendela di ruang tamu.

31

f. Kelembaban Lantai rumah terbuat dari keramik dan jendela rumah yang tidak terbiasa dibuka sehingga pertukaran udaranya kurang mengakibatkan kelembapan ruangan menjadi tinggi. g. Sumber Mata Air Pasien memiliki sumur air artetis untuk semua kegiatan di rumah seperti minum, mandi dan cuci. h. Pembuangan Sampah Di dalam rumah terdapat tempat sampah, penampungan sampah ada di depan rumah, rutin diambil oleh petugas pembuangan sampah. i. Saluran Pembuangan air limbah rumah tangga Sistem drainase pembuangan air limbah rumah tangga dialirkan ke selokan di luar rumah. j. Lingkungan masyarakat sekitar rumah pasien. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan tetangga. Rumahnya terdapat jarak sekitar 2 meter rumah tetangganya di kanan, kiri, dan belakang rumah. 2. Perilaku Kesehatan a. Perilaku Membersihkan rumah Rumah dibersihkan setiap pagi dan sore hari. Halaman rumah cukup sering dibersihkan Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali Membuka jendela yang teratur hanya jendela ruang tamu

b. Perilaku kebersihan diri Mandi 2 kali sehari menggunakan sabun 32

Jumlah sikat gigi sesuai anggota keluarga dan sikat gigi 2 kali sehari Setiap sebelum makan dan sesudah BAB cuci tangan menggunakan sabun mandi.

c. Perilaku mengganti pakaian Pakaian ganti 2 hari sekali Kebiasaan menggantung pakaian di belakang pintu, serta pakaian kotor ditumpuk di ruang tengah. d. Perilaku merokok Tidak ada anggota keluarga yang merokok di rumah. e. Perilaku sehari-hari Pasien terbiasa mengkonsumsi teh manis dengan ukuran satu gelas besar (500 mL) dengan tambahan 4 sendok gula pasir ( 30 gr) yang dikonsumsi empat kali sehari, karena pasien mengatakan merasa pusing bila tidak mengkonsumsi teh manis Pasien terbiasa mengkonsumsi makanan terutama nasi putih dalam jumlah yang berlebihan Pasien jarang berolahraga.

3. Pelayanan Kesehatan Jarak rumah pasien ke puskesmas sekitar 5 km bisa ditempuh dengan kendaraan motor pribadi. Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak mengerti tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut

33

4. Genetik a. Diagram Keluarga

Gambar 3.1. Diagram Keluarga Keterangan : : Pasien : Laki-laki

: Laki-laki telah

: Perempuan

meninggal

: Perempuan telah meninggal

No 1. 2. K 3 4 5 6

Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Laki-laki 48 th SMA Buruh Pabrik Perempuan 44 th SMA Buruh Pabrik Laki-laki 26 th Tidak bekerja Perempuan 23 th D3 Perawat Laki-laki 10 th Pelajar Laki-laki 5 th SD Pelajar Tabel 3.1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah dengan Pasien

Nama

34

C.

Pendekatan H.L.Blum

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kasus Diabetes Mellitus : a. Perilaku

Pasien mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang manis seperti teh manis dengan tambahan gula sebanyak 4 sendok makan (10-30 gr) karena bila tidak minum manis pasien merasa pusing.

Pasien jarang berolah raga. Pasien sering mengkonsumsi nasi dalam jumlah banyak.

b. Lingkungan Kebersihan lingkungan rumah pasien cukup terjaga serta hubungan antar tetangga juga terjalin baik karena itu tidak memiliki hubungan dengan penyakit diabetes mellitus c. Genetika Pasien tidak memiliki riwayat DM dikeluarganya. d. Pelayanan kesehatan Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak mengerti tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut, sehingga pasien baru pertama kali memeriksakan gula darah pada saat di puskesmas.

35

NO. 1.

MASALAH LINGKUNGAN Tidak terdapat masalah

PEMECAHAN MASALAH -

1.

PERILAKU Pasien mempunyai kebiasaan Memberikan mengkonsumsi minuman yang rendah gula manis seperti teh manis dengan tambahan gula sebanyak 4 sendok makan.

edukasi

tentang

diet

2.

Pasien sering mengkonsumsi Memberikan edukasi tentang nasi dalam jumlah banyak. pengaturan pola makan dan jumlah makanan yang dimakan pasien. Pasien jarang berolahraga. Memberikan edukasi tentang olahraga secara teratur agar gula darah pasien dapat terjaga

1.

1.

PELAYANAN KESEHATAN. Pasien mengerti tentang Memberikan edukasi tentang penyakit diabetes mellitus tetapi pencegahan dan deteksi dini pada saat tidak mengerti tentang cara pasien berobat. pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut GENETIKA Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus di keluarganya Tabel 3.2. Daftar Masalah dan Pemecahan Masalah berdasarkan HL. Blum

36

LINGKUNGAN :

Tidak terdapat masalah pada lingkungan pasien

GENETIKA : Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus di keluarganya

DIABETES MELLITUS

PELAYANAN KESEHATAN : Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak mengerti tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut Akses pelayanan kesehatan tidak terdapat kendala

PERILAKU : Pasien mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang manis seperti teh manis dengan tambahan gula sebanyak 4 sendok makan (10-30 gr) karena bila tidak minum manis pasien merasa pusing. Pasien jarang berolah raga. Pasien sering mengkonsumsi nasi dalam jumlah banyak.

Gambar 3.2. Diagram Analisa Penyebab Masalah Berdasarkan HL. Blum 37

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K adalah kebiasaan mengkonsumsi minuman yang manis, mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak dan jarang berolahraga. 2. Tidak diperoleh faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K. 3. Faktor pelayanan kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K adalah pasien tidak pernah memperoleh edukasi tentang DM dari petugas kesehatan dan tidak pernah memeriksakan gula darahnya. 4. Tidak ada faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K. 5. Alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi kasus DM ini adalah Pemberian edukasi tentang DM beserta anjuran diet rendah gula, Pemberian edukasi tentang pengaturan pola makan dan jumlah makanan yang dimakan pasien. Pemberian edukasi tentang olahraga untuk penderita DM. Pemberian edukasi tentang pencegahan dan deteksi dini pada saat

pasien berobat. B. Saran 1. Untuk Penderita a. Menjelaskan kepada penderita tentang penyakit DM beserta gejala, pengobatan dan pencegahannya. 38

b. Memotivasi penderita untuk mengkonsumsi diet rendah gula dan karbohidrat. c. Memotivasi penderita untuk minum obat secara tyeratur sesuai aturan dokter dan mengkontrol kadar gula darah secara rutin. d. Memotivasi penderita untuk olahraga secara teraturagar gula darah pasien dapat terjaga 2. Untuk Puskesmas a. Melakukan penyuluhan tentang diabetes mellitus dan menyarankan agar masyarakat memeriksakan GDS untuk pasien berusia lebih dari 40 tahun. b. Meningkatkan kegiatan kunjungan rumah yang dirasa efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai diabetes mellitus.

39

DAFTAR PUSTAKA

ADA., 2008. The Genetics of Diabetes. http://www.diabetes.org/ Asmadi, C. N., 2008. Diabetes Mellitus, Jumlah Penderita di Indonesia, Universitas Sumatera Utara Depkes RI., 2008. Diabetes Mellitus http://www.depkes.go.id/indeks/ Ancaman Umat Manusia di Dunia.

Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta Hiswani dan Bahri, S., 2005. Penyuluhan Kesehatan Pada Penderita Diabetes Mellitus. Info Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Vol. IX. No. 3. Hal : 209215 Johnson, M., 1998. Diabetes, Terapi dan Pencegahannya. Indonesia Publishing House, Bandung Lanywati, E., 2001. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Marpaung. J. L. R., 2006. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pematang Siantar Tahun 2003-2004. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Maryunani, A., 2008. Diabetes Pada Kehamilan. Trans Info Media, Jakarta Panjaitan, R. S., 2008. Karakterisitik Penderita Diabetes Mellitus Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2007. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PERKENI., 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVIII Ilmu Penyakit Dalam 2003, Surabaya Pratiwi, A. D., 2007. Epidemiologi http://ridwanamiruddin.wordpress.com DM dan Isu Mutakhirnya.

Roglic, G. MD., 2005. The Burden Of Mortality Attributable to Diabetes. Diabetes Care, Number 9, Volume 9, Page 2130-2135 Sam, A. DP., 2007. Epidemiologi DM dan Isu Mutakhir. http://ridwanamiruddin.wordpress.com Sjaifoellah, N, dkk, 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi ke-3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 40

Soegondo, S, dkk, 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terapadu. Balai Penerbit FKUI, Jakarta Sub Direktorat Diabetes Mellitus Dan Penyakit Metabolik. 2008. Hari Diabetes Sedunia 14 November 2008. http://www.pppl.depkes.go.id/ Sustrani, L, dkk, 2004. Diabetes. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tara, E, E Soetrisno, 2002. Buku Pintar Terapi Diabetes Mellitus. Taramedia & Restu Agung, Jakarta Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tara, E. E Soetrisno., 2002. Anda Perlu Tahu Diabetes. Intimedia & Ladang Pustaka, Jakarta Wild, S., 2004. Global Prevalence of Diabetes-Estimates for the year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care, Number 5, Volume 27, 1047-1053

41

LAMPIRAN 1.Wawancara dengan penderita DM

2.Obat yang diberikan

3. Kondisi rumah pasien

42

You might also like